View
16
Download
3
Category
Preview:
DESCRIPTION
tes
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Air Susu Ibu (ASI) terbukti secara alami memberi manfaat bagi bayi dan ibu.
Bagi ibu dapat mempercepat pemulihan kondisi pasca melahirkan dan bisa sebagai alat
kontrasepsi alami (penundaan kehamilan). Sedangkan bagi bayi, Asi sangat baik dari
aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, aspek neurolik, aspek
ekonomik. Disamping itu, ASI juga dapat melindungi bayi dari sindroma kematian
mendadak (Sudden Infant Death Syndrome / SIDS).
Di Kecamatan Wonoayu pada tahun 2013 bayi yang mendapatkan ASI eksklusif
sebesar 39,61% atau 444 dari 1.121 bayi yang ada, ada kenaikan bila dibanding cakupan
tahun 2012 yaitu bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar 25,38% atau 303 dari
1.194 bayi yang ada.
Pada Desa Lambangan sendiri pada tahun 2013 bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif sebesar 19,355 atau 6 dari 32 bayi, yang merupakan desa dengan pemberian
ASI eksklusif terendah dari 23 desa yang ada di Kecamatan Wonoayu. Sesuai dengan
data yang kami terima sebagai berikut :
NO Desa Persentase
1 MOJORANGAGUNG 100,00%
2 WONOKALANG 66,67%
3 CANDINEGORO 64,44%
4 SIMOKETAWANG 61,54%
5 PAGERNGUMBUK 57,14%
6 MULYODADI 45,45%
7 PILANG 44,59%
8 JIMBARAN WETAN 42,86%
9 WONOAYU 42,11%
10 SUMBEREJO 41,07%
11 SEMAMBUNG 39,66%
12 SAWOCANGKRING 38,67%
13 JIMBARAN KULON 36,36%
14 KETIMANG 34,29%
15 BECIRONGENGOR 33,33%
16 TANGGUL 31,11%
17 KARANGPURI 30,57%
18 SIMOKETAWANG 30,30%
19 SIMOANGIN-ANGIN 30,16%
20 PLOSO 29,33%
21 PLAOSAN 26,83%
22 POPOH 21,43%
23 LAMBANGAN 19,35%
Sehingga dari data yang kami dapat diatas, kami mengambil Desa Lambangan
Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo untuk diteliti.
B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian :
Adakah hubungan beberapa faktor yang memengaruhi rendahnya ASI eksklusif di
3
desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus
2014?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menganalisis hubungan beberapa faktor yang memengaruhi rendahnya
pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten
Sidoarjo pada bulan Agustus 2014
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang
pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu
Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 2014
b. Mengetahui gambaran hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pemberian
ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
pada bulan Agustus 2014
c. Mengetahui gambaran hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian ASI
eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada
bulan Agustus 2014
d. Mengetahui gambaran hubungan jumlah penghasilan keluarga dengan
pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu
Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 2014.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain :
1. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi bagi
masyarakat tentang masalah pemberian ASI eksklusif dan memotifasi masyarakat agar
lebih bisa meningkatkan pemberian ASI eksklusif
2. Bagi Puskesmas Wonoayu
Bahan masukan bagi puskesmas Wonoayu dalam menentukan langkah-langkah
untuk mencari solusi atas masalah memengaruhi rendahnya pemberian ASI eksklusif di
desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.
3. Bagi daerah lain
Bahan masukan yang bermanfaat dalam memecahkan masalah rendahnya
pemberian ASI eksklusif di daerah lain yang memiliki kondisi desa yang serupa.
4. Penulis
Sebagai prasyarat yang harus dipenuhi dalam tugas kepaniteraan klinik ilmu
kesehatan masyarakat dan bahan penelitian lebih lanjut.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi, tidak satupun makanan
lain yang dapat menggantikan ASI, karena ASI mempunyai kelebihan yang meliputi
tiga aspek yaitu aspek gizi, aspek kekebalan dan aspek kejiwaan berupa jalinan kasih
sayang penting untuk perkembangan mental dan kecerdasan anak (Depkes RI, 2005).
2. Kandungan ASI
Air susu ibu (ASI) mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi dalam 4 – 6
bulan pertama kehidupan, dianjurkan pada masa ini bayi hanya diberikan ASI.
Kandungan zat gizi dalam ASI, menurut Soedibyo S. (1997) yaitu :
a. ASI mengandung protein dan lemak yang paling cocok untuk bayi dalam
jumlah yang tepat.
b. ASI mengandung lebih banyak laktosa (gula susu) daripada susu lainnya dan
laktosa merupakan zat yang diperlukan bayi manusia.
c. ASI mengandung vitamin yang cukup bagi bayi. Bayi selama 6 bulan
pertama tidak memerlukan vitamin tambahan.
d. ASI mengandung zat besi yang cukup untuk bayi. Tidak terlalu banyak zat
besi yang dikandung, tetapi zat besi ini diserap usus bayi dengan baik. Bayi
yang disusui tidak akan menderita anemia kekurangan zat besi.
e. ASI mengandung cukup air bagi bayi bahkan pada iklim yang panas.
f. ASI mengandung garam, kalsium dan fosfat dalam jumlah yang tepat
3. Manfaat ASI
Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari ASI, maka ASI harus
diberikan kepada bayi segera setelah dilahirkan atau paling lambat 30 menit setelah
lahir, karena daya isap bayi pada saat itu paling kuat untuk merangsang produksi ASI
selanjutnya. ASI yang keluar beberapa hari setelah persalinan disebut kolostrum
(Depkes RI, 2005).
Kolostrum mengandung zat kekebalan, vitamin A yang tinggi, lebih kental dan
berwarna kekuning-kuningan. Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan kepada bayi.
Sekalipun produksi ASI pada hari-hari pertama baru sedikit, namun mencukupi
kebutuhan bayi. Pemberian air gula, air tajin dan masakan pralaktal (sebelum ASI lancar
diproduksi) lain harus harus dihindari (Depkes RI, 2005).
Pada usia 0 – 6 bulan, bayi cukup diberi ASI saja (ASI esklusif), karena
produksi ASI pada periode tersebut sudah mencukupi kebutuhan bayi untuk tumbuh
kembang yang sehat. Pemberian makanan selain ASI pada umur 0 – 4 bulan dapat
membahayakan bayi, karena bayi belum mampu memproduksi enzim untuk mencerna
makanan bukan ASI. Apabila pada periode ini, bayi dipaksa menerima makanan bukan
ASI, maka akan timbul gangguan kesehatan pada bayi seperti diare, alergi dan bahaya
lain yang fatal. Tanda bahwa ASI eksklusif memenuhi kebutuhan bayi antara lain bayi
tidak rewel dan tumbuh sesuai dengan grafik pada Kartu Menuju Sehat (KMS).
4. Cara ASI Melindungi terhadap Infeksi
Bayi yang disusui lebih sedikit terkena diare bila dibandingkan dengan bayi
yang diberikan makanan buatan. Bayi tersebut juga lebih sedikit menderita infeksi
saluran pernafasan dan telinga tengah. Bayi yang diberi ASI akan menderita infeksi
lebih sedikit, karena :
7
a. ASI bersih dan bebas bakteri sehingga tidak membuat bayi sakit.
b. ASI mengandung antibodi atau zat kekebalan immunoglobulin terhadap
banyak infeksi. Hal ini akan membantu melindungi bayi terhadap infeksi
sampai bayi bisa membuat antibodinya sendiri.
c. ASI mengandung sel darah putih atau leukosit hidup yang membantu
memerangi infeksi.
d. ASI mengandung zat yang disebut faktor bifidus yang membantu bakteria
khusus yaitu laktobacillus bifidus, tumbuh dalam usus halus bayi.
laktobacillus bifidus mencegah bakteria berbahaya lainnya tumbuh dan
menyebabkan diare.
e. ASI mengandung laktoferin yang mengikat zat besi. Hal ini mencegah
pertumbuhan beberapa bakteria berbahaya yang memerlukan zat besi.
5. Pola pemberian ASI
Agar pemberian ASI eksklusif dapat berhasil, selain tidak memberikan makanan
lain perlu pula diperhatikan cara menyusui yang baik dan benar yaitu tidak dijadwal,
ASI diberikan sesering mungkin termasuk menyusui pada malam hari. Ibu
menggunakan payudara kiri dan kanan secara bergantian tiap kali menyusui. Disamping
itu, posisi ibu bisa duduk atau tiduran dengan suasana tenang dan santai. Bayi dipeluk
dengan posisi menghadap ibu. Isapan mulut bayi pada puting susu harus baik yaitu
sebagian besar areola (bagian hitam sekitar puting) masuk kemulut bayi. Apabila
payudara terasa penuh dan bayi belum mengisap secara efektif, sebaiknya ASI
dikeluarkan dengan menggunakan tangan yang bersih (Depkes RI, 2005).
Keadaan gizi ibu yang baik selama hamil dan menyusui serta persiapan psikologi
selama kehamilan akan menunjang keberhasilan menyusui. Seorang ibu yang menyusui
harus menjaga ketenangan pikiran, menghindari kelelahan, membuang rasa khawatir
yang berlebihan dan percaya diri bahwa ASI-nya mencukupi untuk kebutuhan bayi
(Depkes RI, 1996).
6. Masalah Pemberian ASI
Kegagalan pemberian ASI eksklusif akan menyebabkan kekurangan jumlah sel
otak sebanyak 15% – 20%, sehingga menghambat perkembangan kecerdasan bayi pada
tahap selanjutnya. Pada umur 4 – 6 bulan (masa transisi), bayi terus minum ASI dan
mulai diperkenalkan dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). MP-ASI berbentuk
lumat atau setengah cair. Pada umur 6 – 9 bulan, kuantitas dan kualitas MP-ASI perlu
diperhatikan.MP-ASI diberikan sesuai dengan umur bayi, minimal diberikan 3 kali
sehari. Porsi MP-ASI setiap kali makan yaitu pada umur 6 bulan minimal 6 sendok
makan. Pada umur 7 bulan minimal 7 sendok makan. Pada umur 8 – 9 bulan berturut-
turut berikan 8 dan 9 sendok makan (Depkes RI, 2005).
Sejak umur 10 bulan, makanan keluarga perlu diperkenalkan kepada bayi agar
pada saat umur 12 bulan, bayi sudah dapat makan bersama keluarga. Porsi makan anak
12 bulan kira-kira separuh dari porsi orang dewasa. Pemberian ASI tetap diberikan
sampai bayi berumur 2 tahun. Makanan selingan yang bergizi (bubur kacang hijau,
biskuit, pepaya dan jeruk) perlu diberikan. Pada umur 24 bulan, secara bertahap anak
perlu disapih antara lain dengan menjarangkan waktu menyusui (Depkes RI, 1996).
Apabila ibu menghadapi masalah grafik pertubuhan bayi tidak sesuai KMS, puting
lecet, payudara bengkak, puting terbenam dan lain-lain dianjurkan menghubungi
petugas kesehatan, bidan, klinik laktasi di Rumah Sakit Sayang Bayi (RSSB) atau
Kelompok Pendudkung ASI (KPA). Bagi ibu pekerja dianjukan untuk tetap menyusui
sebelum dan sesudah bekerja (Depkes RI, 1996).
9
7. Apa yang dapat dilakukan oleh ibu pekerja
Walaupun ibu bekerja sebaiknya terus menyusui bayinya. Dianjurkan untuk
mengikuti cara-cara dibawah ini untuk mencegah penurunan produksi ASI dan
penyapihan yang terlalu dini :
a. Sebelum ibu berangkat bekerja bayi harus disusui. Selanjutnya ASI diperas
dan disimpan untuk diberikan pada bayi selama ibu bekerja disamping susu
formula kalau masih diperlukan.
b. Bila mungkin, ibu pulang untuk menyusui pada tengah hari.
c. Bayi disusui lebih sering setelah ibu pulang kerja dan pada malam hari.
d. Tidak menggunakan susu formula pada hari libur.
e. Tidak mulai bekerja terlalu cepat setelah melahirkan, tunggu sampai 1 – 2
bulan untuk meyakinkan lancarnya produksi ASI dan masalah pada awal
menuyusui telah teratasi. Kalau ibu ingin memberikan susu formula dengan
menggunakan botol, maka dapat dicoba setelah ibu yakin bahwa bayinya
telah mampu menyusui pada ibu dengan baik untuk menghindari bayi
bingung puting.
Pastikan bahwa hak azasi menyusui bagi ibu bekerja di sektor formal dan
informal didukung oleh pemerintah dan pengusaha. Mintalah menteri tenaga kerja untuk
mengesahkan konvensi perlindungan persalinan. Kampanyekan perlunya fasilitas dan
tetap memberi waktu menyusui atau memeras ASI ditempat kerja. Galilah cara-cara
kreatif untuk mendukung hak azasi menyusui ibu pekerja di sektor informal (Depkes RI,
2000).
Ditempat kerja, ibu dapat mengeluarkan ASI-nya dengan tangan dan disimpan
dalam wadah bersih, tertutup dan selanjutnya diberikan kepadanya bayinya saat ibu
pulang kerumah. ASI yang dikeluarkan tadi dapat disimpan dan tidak rusak selama 6
jam pada suhu kamar atau selama 24 jam dalam lemari es. Apabila bayi atau anak sakit
tetap teruskan menyusui dan berikan MP-ASI lebih cair atau lunak (Depkes RI, 1996).
8. Cara Menyusui Bayi Terhadap Payudara Dalam Posisi Yang Benar
Cara-cara menyusui bayi dalam posisi yang benar yaitu
a. Ibu harus duduk dan berbaring dengan santai. Kursi rendah biasanya jauh
lebih baik
b. Perhatikan cara memegang bayi sehingga bayi menghadap payudara dan
lambung bayi menempel pada ibu. Bila diinginkan ibu dapat mengendong
bayi diats bantal. Seluruh badan bayi harus menghadap payudara, tidak hanya
membelokkan kepada bayi saja
c. Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala dan lehernya
harus sedikit teregang.
d. Ibu harus memegang dan menawrkan seluruh payudaranya, tidak boleh
memencet puting susu atau aerolanya saja
e. Ibu menyentuh pipi atau sisi mulut bayi dengan puting susu untuk
merangsang refleks rooting
f. Ibu menunggu sampai mulut bayi terbuka dan bayi ingin mulai menyusu,
serta cepat gerakan bayi ke payudara
g. Ibu harus mengarahkan bibir bawah bayi kedasar aerola. Hal ini membuat
puting susu diatas pusat mulut, sehingga puting mudah menyentuh dan
merangsang langit-langit (King FS, 2002).
11
9. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan
Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses pengembangan sumberdaya
manusia. Menurut Andrew E. Sikula dalam Martoyo S. (1996) pendidikan adalah suatu
proses pendidikan jangka panjang yang dilakukan secara sistematis dan prosedurnya
diorganisisr melalui konsep belajar manajerial perorangan dan pengetahuan teoritis
untuk tujuan umum.
Pendidikan diselenggarakan sebagi suatu proses pembudayaan dan
pembedayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan
diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Pendidikan
diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi
segenap warga masyarakat. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu layanan pendidikan (Anonim, 2003).
Sciartino (1999) mengemukakan bahwa pendidikan yang cukup merupakan
dasar dalam pengembangan wawasan sarana yang memudahkan untuk dimotivasi serta
turut menentukan cara berpikir seseorang dalam menerima pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat. Menurut Sciartino, pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu
proses belajar yang memberikan latar belakang berupa mengajarkan kepada manusia
untuk dapat berpikir secara obyektif dan dapat memberikan kemampuan untuk menilai
apakah budaya masyarakat dapat diterima atau mengakibatkan seseorang merubah
tingkah laku.
Menurut Maslow, motifasi berhubungan dengan 5 (lima) macam kebutuhan penting
yang secara bersama dan membentuk hirarki yaitu :
a. Kebutuhan fisiologi (Physiologikal needs )
b. Kebutuhan rasa aman ( Safety needs )
c. Kebutuhan sosial ( Social needs )
Dari definisi di atas pendidikan dan latihan bersifat filosofis dan teoritis dan
lebih diarahkan untuk golongan manajer. Sedangkan latihan dimaksudkan untuk
memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu
dalam waktu yang relatif singkat.
10. Istilah-istilah Yang Berhubungan dengan Pendidikan
a. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Anonim, 2003).
b. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan
jenis pendidikan tertentu (Anonim, 2005).
c. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan (Anonim, 2005).
d. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasaran
tingkatan perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan
kemampuan yang dikembangkan (Anonim, 2005).
13
e. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan
pendidikan suatu satuan pendidikan (Anonim, 2005).
f. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal dan informal
pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (Anonim, 2005).
a. Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa serta bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Anonim, 2003).
b. Prinsip Penyelenggaran Pendidikan
1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskrimantif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
2. Pendidikan diselenggaran sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem
terbuka dan multimakna.
3. Pendidikan diselenggarakan sebagi suatu proses pembudayaan dan
pembedayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan dielenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca,
menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu layanan pendidikan (Anonim, 2003).
11. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan
Pengetahuan adalah sejumlah informasi yang dikumpulkan yang dipahami dan
pengenalan terhadap sesuatu hal atau benda-benda secara obyektif. Pengetahuan juga
berasal dari pengalaman tertentu yang pernah dialami dan yang diperoleh dari hasil
belajar secara formal, informal dan non formal (Mangindaan, 1996) dalam Toruntju
(2005). Menurut Sarwono (1997) dalam Toruntju (2005) pengetahuan lebih bersifat
pengenalan terhadap sesuatu benda atau hal secara obyektif.
Pengetahuan atau kognitif seseorang tentang ASI adalah hasil tahu yang terjadi
setelah seorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu yang sebagian
besar diperoleh melalui indera mata dan telinga. Pengetahuan ini merupakan bagian
yang penting dalam membentuk perilaku seseorang. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa pengetahuan seseorang tentang ASI adalah merupakan hasil tahu seseorang
setelah melakukan berbagai penginderaan terhadap sejumlah obyek yang berkaitan
dengan pola pemberian ASI.
12. Status pekerjaan ibu
Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup bagi
anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini ibu mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu
rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun demikian ibu dituntut tanggung jawabnya
15
kepada suami dan anak-anaknya, khususnya memelihara anak. Keadaan yang demikian
dapat mempengaruhi keadaan gizi keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah.
Ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memperhatikan
makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta kurang perhatian dan
pengasuhan kepada anak (Berg, A & Sajogyo, 1986).
13. Tingkat pendapatan keluarga
(Adisasmito, 2007) mengatakan di Indonesia dan negara lain menunjukkan
bahwa terdapat hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan
merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk, proporsi anak yang gizi
kurang dan gizi buruk berbanding terbalik dengan pendapatan. Semakin kecil
pendapatan penduduk, semakin tinggi persentase anak yang kekurangan gizi sebaliknya
semakin tinggi pendapatan semakin kecil persentase gizi buruk.
Menurut (Winarno, 1993) terdapat kecenderungan penurunan pengeluaran sesuai
dengan kenaikan pendapatannya, namun pengeluaran untuk pangan masih merupakan
bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga Indonesia, disamping itu Winarno juga
menambahkan salah satu penyebab malnutrisi (kurang gizi) disebabkan oleh faktor
ekonomi dan sosial budaya yang secara nyata telah memberikan gambaran menyeluruh
mengenai masalah gizi di daerah masyarakat miskin. Hubungan pendapatan dan gizi
dalam keluarga didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari peningkatan
pendapatan untuk perbaikan kesehatan dan gizi. Sebaliknya jika rendahnya pendapatan
seseorang maka daya beli berkurang sehingga kemungkinan kebiasaan makan dan cara-
cara lain menghalangi perbaikan gizi sehingga kurang efektif untuk anak-anak.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian (Depkes RI, 2000) modifikasi.
Keterangan gambar :
: Faktor yang diteliti
: Faktor yang tidak diteliti
Penjelasan :
Pada penelitian ini kami membagi kerangka konsep pemberian ASI eksklusif
menjadi 2 (dua) bagian besar. Pertama pada faktor internal kami memasukan beberapa
faktor lain sebagai insikator penilaian seperti pendidikan, pengetahuan, penghasilan
FAKTOR INTERNAL
1. PENDIDIKAN 2. PENGETAHUAN 3. PENDAPATAN / PENGHASILAN(4. PEKERJAAN IBU
FAKTOR EKSTERNAL
1. PELAYANAN KESEHATAN 2. BUDAYA
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI
17
keluarga dan pekerjaan ibu. Sedangkan yang kedua yaitu faktor eksternal kami
memasukan indikator penilaian berupa pelayanan kesehatan dan budaya.
Pada penelitian kami yang berjudul hubungan beberapa faktor yang
memengaruhi rendahnya pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan
Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 2014, yang diteliti adalah faktor
internal.
B. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pendidikan dengan rendahnya pemberian pemberian ASI
eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada
bulan Agustus 2014.
2. Ada hubungan antara pengetahuan dengan rendahnya pemberian pemberian
ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
pada bulan Agustus 2014.
3. Ada hubungan antara penghasilan keluarga dengan rendahnya pemberian
pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten
Sidoarjo pada bulan Agustus 2014.
4. Ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan rendahnya pemberian pemberian
ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo
pada bulan Agustus 2014.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yaitu untuk melihat bagaimana
kejadian pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten
Sidoarjo pada bulan Agustus 2014
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian di Desa Lambangan Kecamatan Wonoayu Kabupaten
Sidoarjo, dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus sampai dengan 13 September
2014
C. Populasi dan Sampel
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adala ibu menyusui di Desa
Wonoayu Puskesmas Wonoayu Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo dengan
responden ibu-ibu yang mempunyai 1 (satu) atau lebih anak balita.
1. Besar sampel
Besar sampel ditentukan berdasarkan besar sampel sbb:
Jumlah ibu menyusui di desa Lambangan tercatat 400 balita, kejadian
KEP 10 balita. Prevalensi : 10
400x100% = 2,5%
Rumus menentukan sampel :
n=z1−α /2
2 P (1−P)
d2
19
Keterangan :
P =estimasi proposi terjadinya KEP = 0,025
Q = (1-P) estimasi proporsi tidak terjadinya KEP = 0,975
d =simpangan mutlak
Z =nilai z pada derajat kepercayaan 1-α/2
n = 1,96 ² x0,025 x (1−0,025)
0,05 ²
n = 1,96 ² x0,025 x 0,975
0,05 ²
n = 3,8416 x0,024
0,0025
n = 0,093
0,0025
n = 36
Jadi sample yang diambil minimal 36
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusinya : ibu yang mempunyai anak balita usia < 5 tahun dan
bersedia berpartisipasi menjadi responden.
Kriteria eksklusinya : ibu yang mempunyai anak balita usia < 5 tahun
tetapi tidak bersedia menjadi responden.
2. Cara menentukan anggota sampel
Sampel diambil secara purposive yaitu dipilih pada lokasi yang memiliki
kasus tertinggi KEP yaitu RW III desa Medaeng, dan secara insidential sampling
yaitu pemilihan anggota sampel dengan cara pemilihan balita yang hadir di
posyandu III pada bulan terakhir saat penelitian yaitu bulan Agustus 2013 yang
kami datangi satu persatu ke setiap rumah responden .
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : Tingkat Sosial Ekonomi
a) Tingkat pendidikan ibu
b) Tingkat pengetahuan ibu tentang status gizi
c) Pola asuh balita
d) Jenis pekerjaan ibu
e) Tingkat penghasilan keluarga
2. Variabel Terikat
Status gizi balita pada 7 bulan terakhir yaitu Januari 2013 sampai Juli 2013
di RW Desa Medaeng, Puskesmas Medaeng, Kecamatan Waru, Kabupaten
Sidoarjo.
E. Definisi Operasional Variabel
1. Yang dimaksud pendidikan terakhir adalah ijazah tertinggi yang diraih ibu
berbalita. Mulai dari tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, Perguruan
tinggi/Akademi. Bila tidak memiliki ijazah dimasukkan golongan tidak sekolah /
tidak tamat SD/MI
Kriteria:
a. Tidak sekolah atau tidak tamat SD atau MI
b. SD/MI
c. SMP/MTs
d. SMA/MA
e. Perguruan tingi atau Akademi
21
2. Yang dimaksud dengan pengetahuan ibu tentang status gizi adalah
pengetahuan kapan seorang tahu anak balitanya normal atau mengalami
gizi buruk.
KEP (kekurangan energi dan protein) adalah : keadaan kurang gizi yang
disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari,
sehingga tidak,memenuhi angka kecukupan gizi.
Yang dimaksud gizi buruk adalah : hasil penimbangan anak balita yang tidak
ada penambahan berat badan dalam bulan-bulan yang berurutan
Kriteria:
a. Tahu
b. Tidak tahu
3. Penyebab KEP : karena kekurangan protein maupun karbohidrat atau kedua-
duanya.
Gejala klinis yang dapat timbul akibat kekurangan protein adalah :
bengkak umumnya seluruh tubuh terutama pada kaki, wajah membulat dan
sembab, pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti rambut jagung
mudah dicabut tanpa rasa sakit.
Gejala klinis akibat kekurangan kalori adalah : tampak sangat kurus hingga
tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel serta perut
cekung. Sering disertai penyakit infeksi (terutama kronik berulang) dan diare.
Gejala klinis akibat kekurangan protein dan kalori adalah : gabungan dari
dua gejala diatas.
Kriteria:
a. Tahu tentang kurang gizi adalah apabila ibu dapat menyebutkan salah
satu dari ketiga kriteria diatas.
b. Tidak tahu kurang gizi apabila ibu tidak dapat menyebutkan salah satu
kriteria diatas.
4. Yang dimaksud gejala awal balita kurang gizi adalah :
1. Berat badan yang makin menurun atau tetap.
2. Sering terkena penyakit infeksi.
3. Balita menjadi kurang aktif.
Kriteria:
a. Yang dimaksud ibu tahu tentang gejala awal kurang gizi adalah apabila
ibu dapat menyebutkan kriteria 1 saja atau kriteria 1 ditambah salah satu
dari kriteria 2 atau 3, atau kedua-duanya.
b. Yang dimaksud ibu tidak tahu gejala awal kurang gizi apabila ibu tidak
dapat menyebutkan kriteria 1 baik disertai atau tidak disertai kriteria
yang lain.
5. Pola asuh (cara pengasuhan) : Yang dimaksud pengasuhan balita adalah
seseorang yang dipercaya oleh ibu ( pembantu, tetangga keluarga: saudara,
kakek, nenek, ) untuk menggantikan peran ibu selama ibu bekerja seperti dalam
hal menyiapkan dan memberi makan dan kegiatan lain seperti memandikan,
bermain, menidurkan.
Kriteria:
a. Diasuh orang lain ( termasuk keluarga, tetangga, pembantu )
b. Diasuh ibu sendiri
23
6. Yang dimaksud dengan pekerjaan ibu balita adalah pekerjaan yang
dilakukan ibu sehari-hari. Secara berurutan kriteria jenis pekerjaan diperkirakan
menyebabkan kontak ibu dengan anak memakan waktu lebih lama sampai
kurang lama yaitu: PNS atau Karyawan, Wiraswasta atau Pedagang, Tani atau
Buruh Tania atau Buruh, Ibu rumah tangga atau Tidak bekerja.
Kriteria:
a. PNS atau Karywan
b. Wiraswasta atau Pedagang
c. Tani atau Buruh Tani atau Buruh
d. Ibu rumah tangga atau Tidak bekerja
7. Pendapatan keluarga dalam 1 bulan adalah : jumlah penghasilan yang
didapat oleh keluarga dalam setiap bulannya, baik penghasilan ibu maupun
bapak anak balita. Tingkat penghasilan dikelompokkan menjadi 3 kelompok
yaitu:
Kriteria:
a. < 1000.000
b. >1000.000 – 2.000.000
c. >2.000.000
F. Teknik Pengumpulan Data
1) Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden menggunakan
acuan kuesioner dan pengamatan langsung.
2) Data sekunder diperoleh dari studi dokumen dari catatan lapangan, data
yang ada di kantor desa dan Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo.
G. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan dapat dibagi dalam beberapa tahapan
sebagai berikut :
a. Editing
Melakukan pengecekan kelengkapan data, kesinambungan data dan
keseragaman data sehingga menjamin validitas data.
b. Data entry
Memasukkan data ke dalam computer atau penyusunan secara manual.
c. Tabulating
Pengelompokan data dalam membentuk tabel sesuai bentuk variabel yang
akan dianalisis, baik tabel distribusi frekuensi maupun tabel silang.
d. Describing
Menggambarkan dan menerangkan data.
e. Analysis
Melakukan analisa dari persentase data yang didapat .
25
2. Analisis data
Analisis data dengan menggunakan tabel silang untuk mengetahui
gambaran hubungan variabel-variabel tingkat sosial ekonomi dengan kejadian
KEP di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Data Desa
a. Kelurahan : Medaeng
b. Kecamatan : Waru
c. Kabupaten/ kotamadya DATI II : Sidoarjo
d. Propinsi DATI I : Jawa Timur
2. Data Geografi
a. Luas dan Batas Wilayah
Luas desa atau kelurahan : 135 Ha
b. Batas Wilayah
1) Sebelah Utara : Desa Bungurasih Kecamatan Waru
2) Sebelah Selatan : Desa Pepelegi Kecamatan Waru
3) Sebelah Barat : Desa Kedungturi Kecamatan Taman
4) Sebelah Timur : Desa Waru Kecamatan Waru
c. Kondisi Geografis
1) Ketinggian tanah 5 meter dari permukaan laut
2) Topografi termasuk daerah dataran sedang
3) Suhu udara rata-rata ± 30 – 32 °C
d. Jarak :
1) Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan ± 3 km
2) Jarak dari ibu kota DATI II ± 16 km
3) Jarak dari ibu kota provinsi ± 20,5 km
27
3. Data Demografi
Jumlah penduduk Desa Medaeng :
a. Jumlah penduduk laki-laki : 6910 jiwa
b. Jumlah penduduk perempuan : 7030 jiwa
4. Sarana dan Prasarana Kesehatan :
a. Jumlah Posyandu : 7 posyandu
b. Bidan Desa : 1 orang
c. Jumlah Posyandu lansia : 2 posyandu
d. Jumlah Taman Posyandu : 1 posyandu
e. Dokter praktik swasta : 3 tempat praktik
B. Karakteristik Subyek Penelitian
1. Tingkat Pendidikan Ibu
Tabel 1: Tingkat Pendidikan Responden di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, Tahun 2013.
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
SD/MI 5 13,9%
SMP/MTs 10 27,8%
SMA/MA 19 52,8%
Perguruan Tinggi/Akademi 2 5,5%
Total 36 100 %
Sumber : Hasil Survei, 2013
Dari table 1 terlihat bahwa tingkat pendidikan responden umumnya telah
cukup tinggi yaitu 58,3 % telah lulus dari SMA/MA keatas, namun masih
dijumpai sejumlah 41,7% yang berpendidikan SMP kebawah.
2. Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Status Gizi
Tabel 2: Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Status Gizi di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.
Tingkat Pengetahuan Ibu tentang KEP
Jumlah Persentase (%)
Tahu 24 66,6%
Tidak tahu 12 33,4%
Total 36 100 %
Sumber : Hasil Survei, 2013
Tabel 2 menunjukkan bahwa masih terdapat 33,4% responden yang belum
memahami status gizi, yang berarti pemahaman tentang perkembangan berat
badan khususnya, masih kurang.
29
3. Pengetahuan tentang Penyebab Gizi Buruk
Tabel 3 : Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Penyebab Gizi Buruk di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.
Pengetahuan Ibu tentang Penyebab KEP
Jumlah Persentase (%)
Kekurangan protein 6 16,7%
Kekurangan kalori 0 0%
Kekurangan kalori dan protein 8 22,2%
Tidak tahu 22 61,1%
Total 36 100 %
Sumber : Hasil Survei
Tingkat pengetahuan ibu tentang penyebab gizi buruk di wilayah penelitian
sangat rendah, hampir 63,8 % responden tidak tahu penyebab dari KEP.
4. Pengetahuan tentang Gejala Awal Gizi Buruk
Tabel 4: Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gejala Awal Gizi Guruk di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.
Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gejala Awal KEP
Jumlah Persentase (%)
Tahu 21 58,3%
Tidak Tahu 15 41,7%
Total 36 100 %
Sumber : Hasil Survei, 2013
Masih dijumlai 41,7% ibu yang tidak mengtahui gejala awal KEP.
5. Pengasuhan
Tabel 5: Pengasuh Balita Responden Selama Responden Bekerja, di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.
Pengasuh Balita Jumlah Persentase (%)
Keluarga ( Saudara. Kakek. Nenek ) 7 19,4%
Pembantu 0 0%
Tetangga (pengasuh tidak tetap) 1 2,8%
Sendiri 28 77.8%
Total 36 100 %
Sumber : Hasil Survei, 2013
Sebagian besar balita diasuh oleh ibunya sendiri yaitu 77,8%.
6. Jenis Pekerjaan Responden
Tabel 6: Jenis Pekerjaan Responden di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.
Jenis Pekerjaan Ibu Jumlah Persentase (%)
PNS/Karyawan 1 2,7%
Wiraswasta/Pedagang 2 5.5%
Tani/Buruh tani/Buruh 8 22,2%
IRT/Tidak bekerja 25 69,6%
Total 36 100 %
Sumber : Hasil Survei, 2013.
31
Jenis pekerjaan ibu dengan kriteria Tani atau Buruh tani atau Buruh di
wilayah penelitian cukup bermakana, mencapai 22,2 %. Sedangkan sebagian
besar tidak bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga saja sebanyak 69,6% .
7. Tingkat Penghasilan
Tabel 7: Tingkat Penghasilan Orang Tua Balita di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.
Tingkat Penghasilan Orang Tua Jumlah Persentase (%)
< 1.000.000 8 22,2%
>1.000.000 – 2.000.000 23 63,9%
>2.000.000 5 13,9%
Total 36 100 %
Sumber : Hasil Survei, 2013.
Tingkat penghasilan orang tua balita dengan kriteria penghasilan kurang
dari Rp.1.000.0000 di wilayah penelitian cukup tinggi, mencapai 22,2 %.
C. Deskripsi Hubungan Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian KEP
1. Diskripsi Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian KEP
Tabel 8: Kejadian KEP Anak Balita menurut Tingkat Pendidikan Ibu di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.
Tingkat Pendidikan
KEPTotal (%)
Ya (%) Tidak (%)
SD/MI 1 20% 4 80% 5 100%
SMP/MTs 4 40% 6 60% 10 100%
SMA/MA 2 10,5% 17 89,5% 19 100%
Perguruan Tinggi/Akademi
0 0% 2 100% 2 100%
Total 7 19,4% 29 80,6% 36 100%Sumber : Hasil Survei, 2013.
Tabel 8 menunjukkan bahwa kejadian KEP menunjukkan adanya
kecenderungan penurunan presentase mulai dari tingkat pendidikan yang rendah
(SD = 20%, SMP = 40%, SMA= 10% dan PT = 0%), dengan peningkatan yang
cukup berarti pada kelompok ibu berpendidikan SMP. Maka peneliti
mengasumsikan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan
kejadian KEP pada anak balita mereka, dengan kecenderungan makin menurun
pada tingkat pendidikan yang makin tinggi.
33
2. Deskripsi Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang KEP dengan Kejadian KEP
Tabel 9 : Kejadian KEP Anak Balita menurut Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Status Gizidi RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.
Tingkat Pengetahuan Ibu
Ttg status Gizi
KEPTotal (%)
Ya (%) Tidak (%)
Tahu 4 16,7% 20 83,3% 24 100%
Tidak tahu 3 25% 9 75% 12 100%
Total 7 19,4% 29 80,6% 36 100%
Sumber : Hasil Survei, 2013.
Pada kelompok ibu yang memiliki pengetahuan tentang status gizi anak
balita terdapat kejadian KEP lebih rendah (16,7%) dibanding dengan kelompok
ibu yang tidak memahami tentang status gizi (25%) (Tabel 9). Maka peneliti
mengasumsikan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang
gizi dengan kejadian KEP pada anak balita mereka.
3. Deskripsi Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Penyebab KEP dengan Kejadian KEP
Tabel 10: Kejadian KEP menurut Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Penyebab KEP di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.
Pengetahuan tentang Penyebab KEP
KEPTotal (%)
Ya (%) Tidak (%)
Kekurangan protein 0 0% 6 100% 6 100%
Kekurangan kalori 0 0% 0 100% 0 100%
Kedua-duanya 1 12,5% 8 87,5% 8 100%
Tidak Tahu 6 27,3% 16 72,7% 22 100%
Total 7 19,4% 29 80,6% 36 100%
Sumber : Hasil Survei, 2013.
Pada kelompok ibu yang memiliki pengetahuan tentang penyebab KEP
terdapat kejadian KEP lebih rendah (12,5%) dibanding dengan kelompok ibu
yang tidak tahu tentang penyebab KEP (27,3%) (Tabel 10). Maka peneliti
mengasumsikan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang
penyebab KEP dengan kejadian KEP pada anak balita mereka.
4. Deskripsi Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gejala KEP dengan Kejadian KEP
35
Tabel 11: Kejadian KEP menurut Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gejala Awal KEP di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.
Pengetahuan Ibu tentang Gejala awal
KEP
KEPTotal (%)
Ya (%) Tidak (%)
Tahu 3 14,3% 18 85,7% 21 100%
Tidak Tahu 4 25% 11 75% 15 100%
Total 7 19,4% 29 80,6% 36 100%
Sumber : Hasil Survei, 2013.
Tabel 11 menunjukkan kelompok ibu yang memiliki pengetahuan tentang
gejala awal KEP terdapat kejadian KEP lebih rendah (14,3%) dibanding dengan
kelompok ibu yang tidak tahu tentang gejala awal KEP (25%) . Maka peneliti
mengasumsikan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang
awal KEP dengan kejadian KEP pada anak balita mereka.
5. Deskripsi Hubungan Pola Asuh Balita dengan Kejadian KEP
Tabel 12: Kejadian KEP menurut Pola Asuh Anak Balita di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.
Pengasuh Balita KEPTotal (%)
Ya (%) Tidak (%)
Diasuh orang lain 2 25% 6 75% 8 100%
Diasuh Ibu sendiri 5 17,9% 23 82,1% 28 100%
Total 7 19,4% 29 80,6% 36 100%
Sumber : Hasil Survei, 2013.
Pada kelompok pengasuh balita yang diasuh sendiri oleh ibu terdapat
kejadian KEP lebih rendah (17,9%) dibanding dengan kelompok pengasuh balita
yang diasuh orang lain (25%) (Tabel 12). Maka peneliti mengasumsikan bahwa
ada hubungan antara pola asuh balita dengan kejadian KEP pada anak balita.
6. Deskripsi Hubungan Jenis Pekerjaan Ibu dengan Kejadian KEP
Tabel 13: Kejadian KEP menurut Jenis Pekerjaan Ibu di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.
Jenis Pekerjaan IbuKEP
Total (%)Ya (%) Tidak (%)
PNS/Karyawan 0 0% 1 100% 1 100%
Wiraswasta/Pedagang 0 0% 2 100% 2 100%
Tani/Buruh tani/Buruh 3 37,5% 5 62,5% 8 100%
IRT/Tidak bekerja 4 16% 21 84% 25 100%
Total 7 19,4% 29 80,6% 36 100% Sumber : Hasil Survei, 2013.
Tabel 13 menunjukkan bahwa kejadian KEP menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan presentase mulai dari jenis pekerjaan yang tinggi
PNS/Karyawan, Wiraswasta atau Pedagang sebesar 0%, dengan peningkatan
yang cukup berarti pada kelompok pekerjaan ibu Tani atau Buruh tani atau
Buruh yaitu 37,5%. Maka peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan antara
jenis pekerjaan ibu dengan kejadian KEP pada anak balita mereka.
37
7. Deskripsi Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Kejadian KEP
Tabel 14: Kejadian KEP menurut Tingkat Penghasilan Orang Tua Balita di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.
Tingkat Penghasilan Orang Tua
KEPTotal (%)
Ya (%) Tidak (%)
< 1.000.000 2 25% 6 75% 8 100%
>1.000.000 - 2.000.000 5 22% 18 88% 23 100%
>2.000.000 0 0% 5 100% 5 100%
Total 7 19,4% 29 80,6% 36 100%
Sumber : Hasil Survei, 2013.
Tabel 14 menunjukkan bahwa kejadian KEP menunjukkan adanya
kecenderungan penurunan presentase mulai dari tingkat penghasilan yang
rendah (< 1.000.000 = 25%,>1.000.000 - 2.000.000 = 22%, >2.000.000 = 0% .
Maka peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan antara tingkat penghasilan
orang tua dengan kejadian KEP pada anak balita mereka, dengan kecenderungan
makin menurun pada tingkat penghasilan maka makin tinggi kejadian KEP.
D. PEMBAHASAN
1. Gambaran tentang Karakteristik Anak Balita dan Responden
Kelurahan Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo mempunyai luas
daerah 135 Ha. Sebelah utara berbatasan Desa Bungurasih Kecamatan Waru,
sebelah selatan bertasan Desa Pepelegi Kecamatan Waru, sebelah barat berbatasn
dengan desa Kedungturi Kecamatan Taman dan Desa Waru Kecamatan Waru
menjadi batas timur
Ketinggian tanah 5 meter dari permukaan laut sehingga termasuk daerah dataran
sedang denagn suhu udara rata-rata ± 30 – 32 °C. Jarak dari pusat pemerintahan
kecamatan ± 3 km, jarak dari ibu kota DATI II ± 16 km, jarak dari ibu kota
provinsi ± 20,5 km. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 6910 jiwa, sedangka
perempuan 7030 jiwa, proporsi yang hamper sama. Jumlah posyandu balita 7
posyandu dengan bidan desa, 2 posyandu lansia , ditamabah 1 taman posyandu,
tidak ada polindes dikarenakan letaknya dekat dengan puskesmas. Didesa medaeng
juga ada 3 dokter praktik swasta.
2. Diskripsi Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian KEP
Hasil analisis Tabel 8 menunjukkan adanya kecenderungan bahwa pada
kelompok ibu dengan tingkat pendidikan yang rendah terjadi kejadian KEP yang
tebih tinggi dibanding pada kelompok pendidikan yang lebih tinggi. Tabel yang
sama juga menunjukkan kejadian yang tinggi pada kelompok ibu dengan pendidikan
SMP sederajat dengan KEP sebesar 40%. Dari Tabel 1 terlihat bahwa 41,7%
responden berpendidikan SMP ke bawah. Apalagi tingkat pengetahuan tentang
status gizi 33,7% dari mereka tidak tahu (Tabel 2), 61,1% tidak tahu tentang
39
penyebab KEP (Tabel 3) dan 41,7% responden tidak tahu tentang gejala awal KEP
(Tabel 4). Dengan demikian permasalahan yang nyata di sini adalah tingkat
pemahaman tentang semua hal yang terkait dengan KEP masih kurang.
Kejadian KEP perlu diturunkan selanjutnya perlu adanya langkah-langkah
mengenai peningkatan pengetahuan atau pemahaman tentang KEP melalui berbagai
penyuluhan. Penyuluhan sebaiknya dicari waktu yang tepat sesuai dengan
kesempatan yang dimiliki oleh ibu-ibu beranak balita. Demikian juga perlu
ditentukan siapa yang bisa berperan sebagai agen perubahan (change agent) apakah
tokoh-tokoh masyarakat, petugas Puskesmas, atau pihak yang oleh masyarakat
sebagai key person. Metode penyuluhan sebaiknya juga dicari inovasi baru, tidak
monoton seperti metode ceramah dan sejenisnya yang selama ini dipandang
membosankan. Pendekatan personal secara persuasive mungkin bisa dicoba dalam
memecahkan masalah ini.
3. Deskripsi Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang KEP dengan Kejadian KEP
Kelompok ibu yang memiliki pengetahuan tentang status gizi anak balita
terdapat kejadian KEP lebih rendah dibanding dengan kelompok ibu yang tidak
memahami tentang status gizi (Tabel 9). Dengan demikian permasalahan yang
nyata di sini adalah tingkat pemahaman tentang semua hal yang terkait dengan KEP.
Sama halnya dengan pembahasan sebelumnya untuk menurunkan kejadian KEP
selanjutnya perlu adanya langkah-langkah mengenai peningkatan pengetahuan atau
pemahaman tentang KEP melalui berbagai penyuluhan. Penyuluhan sebaiknya
dicari waktu yang tepat sesuai dengan kesempatan yang dimiliki oleh ibu-ibu yang
mempunyai balita misalnya waktu disaaat ibu tidak bekerja. Demikian juga perlu
ditentukan siapa yang bisa berperan sebagai agen perubahan (change agent) apakah
tokoh-tokoh masyarakat, petugas Puskesmas, atau pihak yang oleh masyarakat
sebagai key person. Metode penyuluhan sebaiknya juga dicari inovasi baru, tidak
monoton seperti metode ceramah dan sejenisnya yang selama ini dipandang
membosankan. Pendekatan personal secara persuasive mungkin bisa dicoba dalam
memecahkan masalah ini, sehingga ibu balita lebih termotivasi agar balita tidak
KEP.
4. Deskripsi Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Penyebab KEP dengan Kejadian KEP
Hasil analisis tabel 10 kelompok ibu yang memiliki pengetahuan tentang
penyebab KEP terdapat kejadian KEP lebih rendah dibanding dengan kelompok ibu
yang tidak tahu tentang penyebab KEP. Maka peneliti mengasumsikan bahwa ada
hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang penyebab KEP dengan kejadian
KEP pada anak balita mereka. Dengan demikian permasalahan yang sama di sini
adalah tingkat pemahaman tentang semua hal yang terkait dengan KEP, khususnya
disini tentang pengetahuan ibu tentang penyebab KEP.
Pemberian penyuluhan tentang penyebab KEP mulai dari kekurangan protein,
kalori atau keduanya perlu disajikan dengan bahasa yang sangat sederhana sesuai
dengan tingkat pendidikan ibu. Mulai dari jenis-jenis makanan yang mengandung
protein dan energi serta takaran yang sesuai dengan usia balita bagaimana cara
mengolahnya yang baik.
41
5. Deskripsi Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gejala KEP dengan Kejadian KEP
Kelompok ibu yang memiliki pengetahuan tentang gejala awal KEP terdapat
kejadian KEP lebih rendah dibanding dengan kelompok ibu yang tidak tahu tentang
gejala awal KEP lihat Tabel 11. Dengan demikian permasalahan yang sama di sini
adalah tingkat pemahaman tentang semua hal yang terkait dengan KEP, khuusnya
disini tentang pengetahuan ibu tentang gejala awal KEP.
Pembahasan sebelumnya mempunyai kesamaan yaitu untuk menurunkan
kejadian KEP selanjutnya perlu adanya langkah-langkah mengenai peningkatan
pengetahuan atau pemahaman tentang KEP melalui berbagai penyuluhan,
khususnya disini tentang pengetahuan ibu tentang gejala awal KEP. Sehingga
apabila terjadi gejala seperti itu ibu pasien sudah bisa mengantisipasi supaya tidak
terjadi komplikasi yang berlanjut.
6. Deskripsi Hubungan Pola Asuh Balita dengan Kejadian KEP
Tabel 12 Pada kelompok pengasuh balita yang diasuh sendiri oleh ibu terdapat
kejadian KEP lebih rendah dibanding dengan kelompok pengasuh balita yang diasuh
orang lain. Peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan antara pola asuh balita
dengan kejadian KEP pada anak balita. Permasalahannya adalah poala asuh yang
kurang baik dapat berpegaruh terhadap staus gizi balita. Kembali lagi seperti
permasalahan awal memberikan pengtahuan pada ibu tentang pola asuh yang baik
beri pengetahuan kepada ibu bahwa kasih sayang juga diperlukan dan masa balita
adalah masa dimana anak masih membutuhkan asupan makanan dan gizi dalam
jumlah yang memadai. Masa ini anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan
dan pengasuhan ibunya. Pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama
kehidupan sangat penting untuk perkembangan anak. Daerah penelitian ini terutama
pada balita yang dengan KEP selain orang tua yang diberikan penyuluhan tetapi
penagasuh selain ibu juga harus diberi penyuluhan tentang asupan makanan dan gizi
yang memadai, terutama bagi para pembantu atau nenek yang mengasuh cucu.
Teknik penyuluahan sama dengan sebelumnya tidak monoton seperti metode
ceramah dan sejenisnya yang selama ini dipandang membosankan. Pendekatan
personal secara persuasive mungkin bisa dicoba dalam memecahkan masalah ini.
7. Deskripsi Hubungan Jenis Pekerjaan Ibu dengan Kejadian KEP
Analisis Tabel 13 menunjukkan bahwa kejadian KEP menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan presentase mulai dari jenis pekerjaan yang tinggi yaitu
PNS atau Karyawan, Wiraswasta atau Pedagang ,dengan peningkatan yang cukup
berarti pada kelompok pekerjaan ibu Tani atau Buruh tani atau Buruh yaitu 37,5%.
Maka peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan antara jenis pekerjaan ibu
dengan kejadian KEP pada anak balita mereka. Dengan demikian permasalahannya
adalah jenis pekerjaan ibu yang nantinya juga berpengaruh terhadap besar
penghasilan dan asupan makanan/gizi pada balita.
Kejadian KEP perlu diturunkan selanjutnya perlu adanya langkah untuk
memperbaiki etos keja masing-masing orang tua yang bekerja terutama disini bagi
kelompok pekerjaan Tani, Buruh tani atau Buruh, yang diharapkan adalah dengan
meningkatnya etos kerja nantinya akan mendapatkan tingkat penghasilan yang lebih
baik untuk pemenuhan asupan makanan keluarga khususnya gizi balita.
43
8. Diskripsi Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Kejadian KEP
Hasil analisis Tabel 14 menunjukkan adanya kecenderungan pada kelompok
orang tua dengan tingkat penghasilan yang rendah terjadi kejadian KEP yang lebih
tinggi dibanding pada kelompok denagn tingkat penghasilan yang lebih tinggi.
Dengan demikian permasalahan yang nyata di sini adalah tingkat penghasilan
orang tua yang rendah kemungkinan bisa menyebabkan tingginya kejadian KEP.
Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pemenuhan nutrisi yang seimbang untuk
balita tidak dapat terpenuhi dengan baik karena keterbatasan biaya.
Kejadian KEP perlu diturunkan selanjutnya perlu adanya langkah-langkah
untuk meningkatan penghasilan keluarga, mungkin sebaiknya para ibu ikut andil
dalam membantu ekonomi keluarga, dengan tidak harus bekerja meninggalkan
rumah tapi juga bisa dilakukan dirumah sehingga untuk mendapatkan pengahasilan.
Memberikan pengetahuan kepada ibu tentang keterampilan yang bisa mendatangkan
penghasilan untuk membatu ekonomi keluarga, tanpa harus bekerja diluar rumah
dan meninggalkan balita dengan waktu yang lama. Misalkan diajarkan cara
membuat krupuk yang nantinya bisa dijual dirumah maupun dititipkan warung
sekitar rumah. Pelatihan yang lain seperti merajut, pemanfaatan plastik bekas untuk
hiasan rumah dll. Keluarga yang mempunyai halaman lebih bisa dipergunakan
sebagai kolam untuk memelihara ikan, memelihara ayam dan bebek yang nantinya
bisa dimanfaatkan dagaing dan telur untuk memenuhi asupan gizi keluarga maupun
dijual untuk menambah penghasilan keluarga. Pengetahuan tentang berkebun di
pekarangan rumah bisa diajarkan agar bisa dimanfaatkan untuk menanam sayuran.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Kelompok ibu berbalita yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi, ada
kecenderungan untuk memiliki balita dengan KEP lebih rendah dibanding
kelompok ibu yang mempunyai tingkat pendidikan lebih rendah.
2. Kelompok ibu berbalita yang mempunyai pengetahuan tentang status gizi balita
ada kecenderungan untuk memiliki balita dengan KEP lebih rendah yaitu
sebesar 16,7% dibanding kelompok ibu yang tidak memahami tentang status gizi
balita dengan balita penderita KEP sebesar 25%.
3. Kelompok ibu berbalita yang mempunyai pengetahuan tentang penyebab KEP
ada kecenderungan untuk memiliki balita dengan KEP lebih rendah yaitu
sebesar 12,5% dibanding kelompok ibu yang tidak mempunyai pengetahuan
tentang penyebab KEP dengan balita penderita KEP sebesar 27,3%.
4. Kelompok ibu berbalita yang mempunyai pengetahuan tentang gejala awal KEP
ada kecenderungan untuk memiliki balita dengan KEP lebih rendah 14,3%
dibanding kelompok ibu yang tidak mempunyai pengetahuan tentang gejala
awal KEP dengan balita penderita KEP sebesar 25%.
5. Kelompok ibu berbalita yang mengasuh balitanya sendiri ada kecenderungan
untuk memiliki balita dengan KEP lebih rendah 17,9% dibanding kelompok ibu
yang balitanya diasuh oleh orang lain dengan balita penderita KEP sebesar 25%.
6. Kejadian KEP diasumsikan memiliki hubungan dengan jenis pekerjaan ibu,
menunjukkan bahwa kejadian KEP menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan presentase mulai dari jenis pekerjaan yang tinggi PNS atau
Karyawan, Wiraswasta atau Pedagang, dengan peningkatan yang cukup berarti
45
pada kelompok pekerjaan ibu Tani, Buruh tani atau Buruh. Ada kecenderungan
ibu yang mempunyai pekerjaan yang baik mempunyai kemungkian terjadinya
KEP lebih kecil dibanding ibu yang mempunyai pekerjaan kurang baik.
7. Kelompok ibu berbalita yang mempunyai tingkat pengahasilan lebih tinggi ada
kecenderungan untuk memiliki balita dengan KEP lebih rendah yaitu sebesar
22%, dibanding kelompok ibu yang mempunyai tingkat pengahasilan lebih
rendah dengan balita penderita KEP sebesar 25%.
B. SARAN-SARAN
1. Kejadian KEP perlu diturunkan selanjutnya perlu adanya langkah-langkah
mengenai peningkatan pengetahuan atau pemahaman tentang KEP melalui
berbagai penyuluhan. Metode penyuluhan sebaiknya juga dicari inovasi
baru, tidak monoton seperti metode ceramah dan sejenisnya yang selama ini
dipandang membosankan. Pendekatan personal secara persuasive mungkin
bisa dicoba dalam memecahkan masalah ini, dengan mendatangi ibu-ibu
yang berbalita terutama yang mempunyai balita denagn KEP ke rumahnya.
Penyuluhan yang dapat diberikan berupa :
a. Pengetahuan tentang gizi balita dan KEP
b. Pengetahuan tentang penyebab dari KEP
c. Pengetahuan tentang gejala awal dari terjadinya dan cirri-ciri balita
dengan KEP
d. Bahasa yang digunakan harus menyesuaikan dengan tingkat
pendidikan orang tua, dimana dalam penelitian ini kejadian KEP
terbanyak pada tingkat pendidikan orang tua SMP/MTs sederajat.
e. Penyuluhan tentang pola asuh yang baik dan asupan gizi yang sesuai
dengan tahapan perkembangan balita kepada ibu dan juga tak kalah
pentingnya kepada pengasuh balita.
2. Meningkatnya etos kerja bagi para ibu yang bekerja dengan harapan
nantinya akan mendapatkan tingkat penghasilan yang lebih baik untuk
pemenuhan asupan makanan keluarga khususnya gizi balita.
3. Ibu sebaiknya turut andil dalam membantu ekonomi keluarga, dengan tidak
harus bekerja meninggalkan rumah tapi juga bisa dilakukan dirumah
sehingga untuk mendapatkan pengahasilan tambahan. Misalkan diajarkan
cara membuat krupuk yang nantinya bisa dijual dirumah maupun dititipkan
warung sekitar rumah. Pelatihan yang lain seperti merajut, pemanfaatan
plastik bekas untuk hiasan rumah dll.
4. Keluarga yang mempunyai halaman atau pekarangan lebih, bisa
dipergunakan sebagai kolam untuk memelihara ikan, memelihara ayam dan
bebek yang nantinya bisa dimanfaatkan dagaing dan telur untuk memenuhi
asupan gizi keluarga maupun dijual untuk menambah penghasilan keluarga.
Pengetahuan tentang berkebun di pekarangan rumah bisa diajarkan agar bisa
dimanfaatkan untuk menanam sayur.
47
DAFTAR PUSTAKA
Boerhan. I. Roedi. & H. Siti Nurul. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Buku Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk, Buku I, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta.
Hardivian, Sylvia Licha, Pengaruh Karakteristik Ibu dan Pendapatan Keluarga Terhadap Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Serta Status Gizi Anak Balita di Desa Suwawal Barat, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara. 2003, www.eprint.undip.ac.id diakses 23 Agustus 2012.
Kristijono, Anton. 1999. Karakteristik Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan. Cermin Dunia Kedokteran. Departemen Kesehatan RI, D.I. Nangroe Darusalam Aceh.
Lutviana dan Budiono, Prevalensi dan determinan kejadian gizi kurang Pada balita (studi kasus pada keluarga nelayan di Desa bajomulyo kecamatan juwana kabupaten pati), Jurnal Kemas, vol 5 (2): 165 – 172, 2010.
Pedoman diagnosis dan terapi bagian ilmu kesehatan anak Edisi III, RSUD DR.Soetomo Surabaya : 2008
http://www.infokedokteran.com/gizi/cara-mengolah-makanan-yang-sehat.html (diakses : Sabtu 31 Agustus 2013 08.15 WIB )
http://www.k4health.org/sites/default/files/laporanNasional%20Riskesdas%202007.pdf (diakses : Minggu 22 September 2013 15.00 WIB )
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21941/4/Chapter%20II.pdf (diakses : Sabtu 31 Agustus 2013 13.25 )
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/10655/ Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015 (diakses : Selasa 3 September 2013 10.33 )
Lampiran 1: Informed Concent
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
PRAKTEK KERJA LAPANGAN
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
“ Deskripsi Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dengan Kejadian KEP
di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013”
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
( Informed Concent )
Setelah mendapat penjelasan dengan baik tentang tujuan dan manfaat penelitian
yang berjudul “Gambaran antara tingkat sosial ekonomi terhadap kejadian KEP di
Desa Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013 “, saya mengerti
bahwa saya diminta untuk mengisi kuesiner dan menjawab pertanyaan tentang
berbagai hal yang berkaitan dengan tingkat social budaya di Desa kami. Saya
memerlukan waktu sekitar 15-30 menit sebagaimana yang telah di jelaskan
sebelumnya. Saya memahami bahwa penelitian ini tidak membawa resiko.
Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian akan dirahasiakan.
Informasi mengenai identitas saya tidak akan di tulis pada penelitian dan akan
tersimpan secara terpisah di tempat yang aman.
Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan sebagai responden
atau mengundurkan diri setiap saat tanpa adanya saksi atau kehilangan semua hak
saya. Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini atau
mengenai keterlibatan saya dalam penelitian ini, dan telah dijawab dengan
49
memuaskan. Secara sukarela saya sadar dan bersedia berperan dalam penelitian ini
dengan menandatangani surat persetujuan menjadi responden.
Sidoarjo, 4 Agustus 2013
Responden
(……………………..)
Lampiran 2: Kuisioner Penelitian
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
PRAKTEK KERJA LAPANGAN
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
“Deskripsi Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dengan Kejadian KEP
di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013”
KUISIONER PENELITIAN
Petunjuk pengisian :
- Bacalah dengan teliti setiap pertanyaan dan pilihan jawaban.
- Pilihlah salah satu jawaban yang menurut anda sesuai dengan perilaku anda sehari-
hari.
DESA : Medaeng
KECAMATAN : Waru
KABUPATEN : Sidoarjo
PUSKESMAS : Medaeng
K ARAKTERISTIK RESPONDEN
Nama Ibu : …………………………………………………………...
Alamat Rumah : …………………………………………………………...
51
Umur Balita : a. < 1 th
b. 1 – 2 th.
c. >2 – 3 th
d. >3 th
Jenis Kelamin Balita : a. Laki-laki, nama : …………………..
b. Perempuan, nama : …………………...
Status Gizi Balita dlm KMS : a. BGM → BB terakhir = …… kg
b. Normal → BB terakhir = …… kg
1. Pendidikan terakhir Ibu ?
A. Tidak sekolah atau tidak tamat SD atau MI
B. SD atau MI
C. SMP atau MTs
D. SMA atau MA
E. Perguruan Tinggi atau Akademi
2. Apakah ibu bekerja di luar rumah?
A. Ya
B. Tidak
3. Apabila Ya (bekerja) apa jenis pekerjaan Ibu?
A. PNS atau Karyawan;
B. Wiraswasta atau Pedagang;
C. Tani, Buruh Tani atau Buruh;
D. IRT atau Tidak bekerja
E. Lain-lain (…………………….. sebutkan)
4. Selama ibu bekerja, siapa yang mengasuh balita ibu?
A. Keluarga ( Saudara, Kakek, Nenek )
B. Pembantu
C. Tetangga (pengasuh tidak tetap)
D. Sendiri
5. Berapa penghasilan orang tua ( keluarga ) balita per bulan? (termasuk
penghasilan suami)
A. < 1.000.000
B. >1.000.000 – 2.000.000
C. >2.000.000
6. Tahukah ibu tentang gizi buruk?
A. Tahu
B. Tidak tahu
53
7. Kalau tahu, apakah penyebab kurang gizi pada balita?
A. Kekurangan protein
B. Kekurangan kalori
C. Kedua-duanya
D. Tidak tahu
8. Tahukah ibu gejala awal balita yang kurang gizi?
A. Tahu
B. Tidak tahu
Recommended