View
10
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
[2]
[4]
[5]
MOTTO
"Barang siapa yang bersungguh sungguh, sesungguhnya kesungguhan tersebut untuk
kebaikan dirinya sendiri"
-Qs. Al-Ankabut: 6-
“Kunci sukses tidak lain dari sikap baik yang kita tunjukan, sabar, jujur dan kerja
keras, hal luar biasa akan terjadi pada hidup kita”
“ Sejatinya sukses adalah ketika persiapan dan kesempatan bertemu”
-Tiara Armidiana Sukma-
[6]
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tak lupa
pula penulis mengirimkan salam dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul “Upaya Komunikasi Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Dalam Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat (Studi Deskriptif
Kualitatif di Desa Dawuhan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara)”
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat menempuh ujian untuk mencapai gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi di Sekolah Tinggi Ilmu Pemberdayaan Masyarakat Desa
“APMD” Yogyakarta.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati, penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang begitu besar kepada:
1. Allah SWT dengan segala rahmat serta karunia-Nya yang memberikan
kekuatan bagi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Kepada kedua orang tua tercinta Papa Engmianto dan Mama Rina Harmiati
yang selama ini telah membantu peneliti dalam bentuk perhatian, kasih
sayang, semangat, serta doa yang tidak henti-hentinya mengalir demi
kelancaran dan kesuksesan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini,
kemudian terima kasih banyak untuk kedua adik tercinta Dicky Hitachiano
Putra dan Sherly Okta Ferlina yang telah memberikan dukungan serta
perhatian kepada peneliti.
[7]
3. Keluarga besar dari pihak mama maupun papa, mbah Maryati (alm) dan
Tarmudi (alm), serta apo Rumiyati dan akong Edi Simon (alm), yang telah
memberikan dukungan, perhatian dan doa pada peneliti.
4. Ibu Dr. Yuli Setyowati, S.IP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan petunjuk,
pengetahuan, bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi ini,
hingga terselesaikan.
5. Sahabat tercinta Delma, Mia, Nita dan Arin yang telah memberikan
motivasi, dukungan serta doa kepada peneliti walaupun dengan jarak jauh.
6. Saudara Anggi Surya Silalahi S. Ikom yang senantiasa memberikan
dukungan dan motivasi pada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Segenap dosen dan seluruh staf akademik yang selalu membantu dalam
memberikan fasilitas, ilmu, serta pendidikan pada peneliti hingga dapat
menunjang dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Kepada pihak BPBD Kabupaten Banjanegara, serta pihak Destana dan
Pemerintah Desa Dawuhan yang telah memberikan kesempatan bagi
peneliti untuk dapat melangsungkan penelitian dan memperoleh data.
9. Teman-teman seperjuangan ku dari Ilmu Komunikasi angkatan 2015,
Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (IMAKO), dan UKM Musik Ganesha
yang telah memberikan dukungan pada peneliti selama perkuliahan hingga
skripsi ini terselesaikan.
10. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun
telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
[8]
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan
penulis khususnya. Semoga Allah SWT melindungi dan memberikan berkah-Nya
dan imbalan yang setimpal kepada semua pihak yang telah membantu dan
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Yogyakarta, Maret 2019
Penulis
Tiara Armidiana Sukma
[9]
ABSTRAK
UPAYA KOMUNIKASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
(BPBD) DALAM MITIGASI BENCANA BERBASIS MASYARAKAT
(STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA DAWUHAN, KECAMATAN
WANAYASA, KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH)
Tiara Armidiana Sukma
15530015
Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana, baik bencana alam mapun sosial.
Salah satunya daerah Kabupaten Banjarnegara yang sebagian besar (kurang lebih 60%)
berbentuk pegunungan dan perbukitan, yang nyaris separuhnya merupakan daerah
rawan bencana tanah longsor. Tinggal di wilayah yang rawan bencana harus memiliki
sikap waspada yang tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan mitigasi sebagai upaya dan
kegiatan untuk mengurangi dan memperkecil bencana yang harus disosialisasikan
secara cepat dan tepat. Penelitian ini bertujuan berupa: 1) Mengidentifikasi upaya
komunikasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam upaya mitigasi
bencana berbasis masyarakat di Desa Dawuhan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten
Banjarnegara; 2) Mendeskripsikan bentuk partisipasi masyarakat dalam
penanggulangan bencana tanah longsor melalui Desa Tangguh Bencana; 3) Mengetahui
serta menjelaskan aktor-aktor yang terlibat dalam pembentukan destana dalam
pengurangan risiko bencana tanah longsor; dan 4) Mengetahui serta menjelaskan faktor
pendukung dan penghambat dalam mitigasi bencana melalui desa tangguh bencana.
Penelitian ini merupakan studi deskriptif kualitatif. Data dianalisis menggunakan
analisis interaktif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi, dan
dokumentasi. Hasil dari penelitian ini meliputi dari: 1) Komunikasi tatap muka,
sosialisasi, pelatihan, serta komunikasi dengan HT dan grup whatsapp dilakukan oleh
BPBD Kabupaten Banjanegara dalam mitigasi bencana untuk Destana Desa Dawuhan;
2) Partisipasi yang diberikan masyarakat dalam kegiatan mitigasi bencana, berupa
bantuan tenaga, waktu, dan dana; 3) Aktor yang terilbat yakni masyarakat, pemerintah
desa, serta pihak swasta; dan 4) Faktor pendukung dari bentuk partisipasi masyarakat
dan pihak pemerintah, serta swasta dalam pendampingan dan pendanaan, adapun
penghambat yakni keterbatasan alat.
Kata Kunci : Komunikasi, Mitigasi Bencana, Partisipasi.
[10]
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN MOTTO ........................................................................................ iv
HALAMAN KATA PENGANTAR ................................................................. v
HALAMAN ABSTRAK .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ...................................................................... 1
B. KEBARUAN PENELITIAN ........................................................... 5
C. RUMUSAN MASALAH ................................................................... 8
D. TUJUAN PENELITIAN ................................................................... 9
E. MANFAAT PENELITIAN .............................................................. 9
1. Manfaat Teoritis ........................................................................... 9
2. Manfaat Praktis ............................................................................ 10
F. KAJIAN TEORI ............................................................................... 10
1. Komunikasi .................................................................................. 10
2. Teori Constructivism .................................................................... 14
3. Partisipasi Masyarakat ................................................................. 15
4. Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat ....................................... 18
G. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. 22
H. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 22
1. Jenis Penelitian ............................................................................. 22
2. Lokasi Penelitian .......................................................................... 23
3. Data dan Sumber Data ................................................................. 24
4. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 24
5. Teknik Pemilihan Informan ......................................................... 26
6. Analisis Data ................................................................................ 27
[11]
BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
A. Kabupaten Banjarnegara ................................................................... 29
B. BPBD Kab. Banjarnegara ................................................................. 32
C. Bencana Tanah Longsor ................................................................... 41
D. Desa Dawuhan Kec. Wanayasa ........................................................ 44
E. Destana Desa Dawuhan .................................................................... 47
BAB III HASIL dan PEMBAHASAN
A. Sajian Data ........................................................................................ 50
1. Deskripsi Informan ....................................................................... 50
2. Upaya Komunikasi BPBD Kab. Banjanegara
dalam Mitigasi Bencana ............................................................... 52
3. Pendapat Masyarakat yang tergabung dalam Destana .................. 59
4. Aktor-aktor dalam mitigasi bencana melalui
pembentukan Destana .................................................................. 71
5. Faktor Pendukung dan Penghambat
Pembentukan Destana dalam mitigasi bencana ............................ 72
B. Analisis Data ..................................................................................... 78
1. Upaya Komunikasi BPBD Kabupaten Banjarnegara ................... 78
2. Partisipasi Masyarakat Desa Dawuhan ........................................ 84
3. Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat ....................................... 87
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 91
B. Saran ................................................................................................ 95
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 96
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 100
Lampiran A. Daftar Pertanyaan
Lampiran B. Field Note (Catatan Lapangan)
Lampiran C. Dokumentasi
Lampiran D. Surat Ijin Penelitian
[12]
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Bagan Kerangka Pemikiran .............................................................. 22
Gambar II.2 Struktur Organisasi BPBD Kab. Banjarnegara ............................... 37
Gambar II.3 Tingkat Probabilitas dan Dampak Bencana ..................................... 46
Gambar III.4 Peta Wilayah Bencana Tanah Longsor Desa Dawuhan ................. 60
Gambar III.5 Daerah Rawan Longsor di Desa Dawuhan .................................... 60
Gambar III.6 Kegiatan Reboisasi oleh Desatana, Mayarakat dan
Pemerintahan Desa Dawuhan ......................................................................... 64
Gambar III.7 Pelatihan dalam Praktek Pertolongan Pertama
pada Gawat Darurat ......................................................................................... 64
Gambar III.8 Kegiatan Gotong Royong Masyarakat
Ketika terjadi Longsoran ................................................................................. 64
Gambar III.9 Partisipasi ibu PKK dalam sosialisasi dari Destana ....................... 65
Gambar III.10 Pelatihan Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat
untuk anak TPQ Desa Dawuahn ..................................................................... 65
Gambar III.11 Sosialisasi Destana Desa Dawuhan
kepada masyarakat melalui brosur ....................................................................... 66
Gambar III.12 Peta Kesiapsiagaan Ancaman
Tanah Longsor Desa Dawuhan Kecamatan Wanayasa ....................................... 67
Gambar III.13 Saat menjadi relawan di desa plorengan
Kec. Kali bening Ketika terjadi gempa ........................................................... 69
Gambar III 14. Sebagai Relawan bagian Dapur Umun
di Desa Suwidak Kec. Wanayasa Ketika Gempa ............................................ 69
Gambar III.15 Berpartisipasi menjadi Relawan
Bersih Sungai di Desa Wanaraja ..................................................................... 69
Gambar III.16 Bagan Hasil Penelitian ................................................................. 76
[13]
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Jumlah Penduduk Desa Dawuhan ........................................................ 45
Tabel II.2 Struktur Kepengurusan Destana Desa Dawuhan ................................ 49
Tabel III.3 Data Informan .................................................................................... 51
[14]
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tinggal di wilayah yang rawan bencana harus memiliki sikap waspada yang
tinggi. Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana, baik bencana alam
mapun sosial. Oleh karena itu, dibutuhkan mitigasi sebagai upaya dan kegiatan
untuk mengurangi dan memperkecil bencana yang harus disosialisasikan secara
cepat dan tepat. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, tentang
Penanggulangan Bencana harus mengaplikasikan prinsip cepat dan tepat,
prioritas, koordinasi dan keterpaduan, berdaya guna dan hasil guna, transparansi
dan akuntabilitas, kemitraan, pemberdayaan, non diskriminatif dan non proletisi.
Secara astronomi, Kabupaten Banjarnegara terletak di antara 7° 12' - 7° 31'
Lintang Selatan dan 109° 20' - 109° 45' Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten
Banjarnegara adalah 106.970,99 Ha. Secara administrasi pemerintahan, wilayah
Kabupaten Banjarnegara terdiri atas 20 Kecamatan yang meliputi 253 Desa dan
12 Kelurahan serta terbagi dalam 953 Dusun, 1.312 Rukun Warga (RW) dan
5.150 Rukun Tetangga (RT). Daerah Kabupaten Banjarnegara sebagian besar
(kurang lebih 60%) berbentuk pegunungan dan perbukitan, yang nyaris
separuhnya merupakan daerah rawan bencana tanah longsor (HUMAS SETDA
Banjarnegara). Curah hujan tahunan di daerah Banjarnegara berdasarkan dari data
Badan Meteorologi dan Geofisika, memiliki curah hujan yang sangat tinggi, yakni
berkisar lebih dari 2000 mm/tahun. Potensi terjadinya tanah longsor di wilayah
Kabupaten Banjarnegara sangatlah besar terutama daerah pegunungan atau tepian
[15]
lereng. Dalam empat tahun terakhir bencana tanah longsor terjadi hampir setiap
tahun dengan kerugian yang cukup besar, dari mulai infrastruktur dan
menghilangkan penghidupan bahkan menelan korban jiwa.
Tanggal 12 Desember 2014 longsor melanda Kecamatan Karangkobar
Kabupaten Banjarnegara yaitu di Dusun jemblung Desa Sampang. Kerugian
materi mencapai ratusan juta rupiah dengan korban jiwa 123 orang dan rumah
rusak tertimbun 38 buah rumah. Pada tahun 2016 peristiwa tanah longsor masih
menjadi bencana alam yang paling sering melanda Banjarnegara. Bencana tanah
longsor cukup besar kembali terjadi pada tanggal 25 Maret 2016 di Desa Clapar,
Kecamatan madukara, Kabupaten Banjarnegara menyebabkan 21 rumah rusak
harus direlokasi, 158 orang mengungsi dan sekitar 15,9 hektar tanah yang terdiri
dari pemukiman dan lahan perkebunan rusak parah. Namun kejadian tersebut
tidak menimbulkan korban jiwa. Dua kejadian tanah longsor diatas merupakan
contoh dari puluhan kejadian yang terjadi dengan kerugian terbesar di
Banjarnegara selama empat tahun belakangan ini (Oktaviani, 2017: 3).
Upaya pencegahan atau mitigasi bencana dilakukan di Kabupaten
Banjarnegara adalah menambah informasi dan pengetahuan terkait mitigasi tanah
longsor Bekerjasama dengan BPTKPDAS Solo, Kabupaten Banjarnegara
mengadakan sosialisasi hasil penelitian “Mitigasi Tanah Longsor” di Pendopo
Dipayuda Adhigraha. Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2015, untuk membantu
proses mitigasi di kabupaten Banjarnegara. Kepala Balai BPTKPDAS Solo
menyerahkan beberapa bantuan alat ekstensometer kepada bupati Banjarnegara
saat itu. Alat tersebut mampu memantau pergerakan tanah, apabila terdapat
[16]
pergerakan lebih dari 10 cm. Kemudian alat tersebut akan secara otomatis
mengirimkan sms kepada petugas (Badan Litbang dan Inovasi, 2015).
Namun, dalam konteks penanggulangan bencana terkadang lemah dalam
perencanaannya. Kegagalan perencanaan dapat bersumber pada penyusunan
perencanaan tidak tepat, mungkin karena informasi dan perencanaan mengikuti
paradigma yang ternyata tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan, di mana
hal ini mengacu pada pemahaman paradigma penanganan bencana yang bersifat
reaktif bukan proaktif, sehingga tidak dapat mengatasi masalah mendasar
penanggulangan bencana. Menurut Kartasasmita, perencanaan di sini tidak
memberikan kesempatan berkembangnya prakarsa individu dan pengembangan
kapasitas serta potensi masyarakat secara penuh, di mana partisipasi dan
keterlibatan masyarakat dalam hal ini perlu terus difasilitasi dan diberdayakan
sehingga diharapkan mereka memiliki kesadaran dan butuh akan pentingnya
penanggulangan bencana (Ahdi, 2015: 13).
Terdapat beberapa peta wilayah Kabupaten Banjarnegara dengan fokus
wilayah rawan longsor. Salah satunya daerah yang resiko bencana tanah longsor
tingkat tinggi ada di Desa Dawuhan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten
Banjarnegara. Adanya kebijakan dari pemerintah yakni Peraturan Kepala Badan
Penanggulangan Bencana No 1 Tahun 2012 Tentang pedoman umum
pembentukan Desa Tangguh Bencana. Upaya Komunikasi Badan Penaggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjarnegara dalam mitigasi bencananya,
membentuk Desa Tangguh Bencana (Destana) di wilayah tersebut melalui
anggaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pada tahun
[17]
2015. Program ini merupakan wujud tanggungjawab pemerintah terhadap
masyarakatnya, karena masyarakat merupakan penerima dampak langsung dari
bencana, dan sekaligus sebagai pelaku pertama yang akan merespon bencana di
sekitarnya. Masyarakat perlu dibekali dalam konteks pemberdayaan bukan hanya
siap menghadapi bencana tapi menjadi tangguh, diantaranya bisa dengan cepat
memulihkan diri secara mandiri. Peran masyarakat dalam mewujudkan destana
secara mandiri sangat dibutuhkan, sebagai kepanjangan tangan dari BPBD dalam
meminimalkan dampak bencana, karena personil BPBD yang terbatas akan
kewalahan jika tidak terbantu oleh masyarakat (terlatih) dalam penanggulangan
bencana.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk
meneliti “Upaya Komunikasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Dalam Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat (Studi Deskriptif Kualitatif di
Desa Dawuhan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara)”, yang pada
dasarnya memiliki tujuan baik, yakni untuk meningkatkan penyelenggaraan
bencana daerah, dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
Banjarnegara.
[18]
B. KEBARUAN PENELITIAN
NO
NAMA, JUDUL,
PUBLIKASI
HASIL
PERSAMAAN
PERBEDAAN
1
Maulana Mufis Mughron,
Dyah Hariani, Titik
Djumiarti. “Efektifitas
Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD)
dalam Pelaksanaan
Program Kelurahan Siaga
Becana di Kota Semarang”
Jurnal:
https://media.neliti.com/me
dia/publications/100522-
ID-efektifitas-badan-
penanggulangan-
bencana.pdf
Faktor yang mempengaruhi BPBD Kota
Semarang dalam pelaksanaan program
kelurahan siaga bencana di Kota Semarang
yaitu, Ciri organisasi, BPBD selaku
pelaksana program kelurahan siaga bencana
di kota semarang memberikan fasilitas
pinjam pakai kepada semua kelurahan siaga
bencana yang telah terbentuk, tetapi
fasilitas pinjam pakai yang diberikan oleh
BPBD masih belum mencukupi, terutama
untuk kotak P3K dan jaket pelampung. Ciri
lingkungan, masyarakat pada golongan
remaja masih belum banyak yang memiliki
kesadaran mengenai kebencanaan dan
partisipasi dalam kegiatan yang
dilaksanakan oleh BPBD masih rendah,
Ciri Pekerja, Pekerja atau tim resceu terlibat
langsung dalam pendampingan maupun
pelatihan kepada masyarakat kelurahan
siaga bencana harus memiliki keahlian
khusus di bidang kebencanaan dan
keselamatan, Kebijakan dan Praktek
Teknik pemilihan informan
menggunakan Purposive
sampling, dan teknik
pengumpulan data
menggunakan wawancara,
observasi, dan dokumen.
Penelitian sama halnya dengan
meneliti peran dari Badan
Penaggulangan Bencana
Daerah (BPBD) dalam
program siaga bencana.
Peneliti menggunakan tiga
dimensi efektifitas, yaitu
Pencapaian Tujuan, Integrasi,
dan Adaptasi dalam
menentukan efektifitas BPBD
dalam pelaksanaan program
kelurahan siaga bencana di
Kota Semarang, sedangkan
Penelitian saya tidak
menggunakan tiga dimensi
tersebut, lebih fokus pada
upaya komunikasi BPBD
dalam melaksanakan
penanggulangan bencana
daerah dengan
memberdayakan masyarakat
melalui desa tangguh bencana.
[19]
Manajemen, belum tersedianya kebijakan
pengurangan risiko bencana di tingkat
kelurahan.
2
Sugipto Beong, Erwin
Resmawan, Rita Kalinggi,
“Peran Badan
Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) dalam
Penanggulangan Bencana
Alam di Kota Samarinda”
Jurnal : eJournal Ilmu
Pemerintahan, Volume 6,
Nomor 4, 2018:1775-1788
BPBD Kota Samarinda telah menjalankan
perannya cukup optimal,dengan lebih
menjalankan fungsi koordinasi,
pelaksanaan kegiatan pencegahan dan
kesiapsiagaan dalam pengurangan resiko
bencana melakukan kerja sama dengan TNI
dan POLRI serta dinas-dinas terkait yang
tergabung dalam SKPD Kota Samarinda,
untuk penyebarluasaan informasi tentang
kebencanaan melalui media sosial, poster,
sosialisasi di kelurahan/kecamatan dan
pemasangan spanduk himbauan di ruas-ruas
jalan Kota Samarinda. Dalam penanganan
tanggap darurat BPBD Kota Samarinda
menunjuk tim komando yang bekerjasama
dengan tim reaksi cepat (TRC) untuk turun
kelapangan melakukan penyelamatan dan
evakuasi korban bencana, serta membangun
posko bantuan bencana untuk dijadikan
pengungsian sementara bagi korban dan
menjadi tempat untuk berkoordinasi dengan
pihak terkait. Dalam rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca bencana BPBD Kota
Samarinda melakukan perbaikan seperti
perbaikan daerah lingkungan bencana,
Jenis Penelitian ini
menggunakan deskriptif
kualitatif, dan teknik
pemilihan informan
menggunakan Purposive
sampling,sama halnya
dengan penelitian saya
menggunakan jenis dan
teknik penelitian tersebut.
Penelitian ini lebih fokus
pada fungsi koordinasi,
pelaksanaan kegiatan
pencegahan dan
kesiapsiagaan dalam
pengurangan resiko
bencana, dengan melakukan
kerja sama dengan TNI dan
POLRI serta dinas-dinas
terkait. Berbeda dengan
penelitian saya, yang fokus
pada upaya komunikasi
BPBD dalam melaksanakan
penanggulangan bencana
daerah dengan
memberdayakan
masyarakat.
[20]
sarana dan prasarana, bantuan materil,
kesehatan dan perbaikan lainnya.
3
Yenny Nur Amalia dan
Maya Mustika Kartika Sari,
“Strategi Badan
Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD), dalam
Membangun Partisipasi
Masyarakat Tanggap
Bencana BanjirdDi
Kabupaten Gresik”
Jurnal : Kajian Moral
Kewarganegaraan. Volume
06 Nomor 02 Jilid III
Tahun 2018, 671-685.
Strategi BPBD dalam membangun
partisipasi masyarakat tanggap bencana
melalui (1) tindakan preventif yang terdiri
dari dua program yaitu program relokasi
pemukiman dan program desa tangguh
bencana. (2) tindakan pembinaan yakni
dengan membentuk forum penanggulangan
bencana serta memberikan alat
kebencanaan. Kendala dalam membangun
partisipasi masyarakat yakni kurangnya
antusias warga dikarenakan faktor usia dan
pekerjaan. Bentuk-bentuk partisipasi
masyarakat yakni dengan mengikuti
kegiatan seperti sosialisasi, pelatihan dan
simulasi serta kegiatan mandiri masyarakat
yang dilakukan untuk membangun desa
agar terhindar dari bencana banjir.
Metode kualitatif deskriptif.
Subjek dan objek ditentukan
berdasarkan purposive
sampling, berbasis
masyarakat, teknik
pengumpulan data pada
penelitian ini menggunakan
teknik observasi,
wawancara dan
dokumentasi.
Penanganannya pun juga
sama.
Penelitian ini berlokasi di
daerah rawan bencana
banjir, sedangkan penelitian
saya dilokasi daerah rawan
bencana tanah longsor.
Tentu juga peerbedaan
antara penelitian ini dengan
penelitian saya yakni
informan, dan penanganan
dalam mitigasinya.
[21]
Dari beberapa perbandingan penelitian tersebut pada penelitian pertama lebih
fokus pada Manajemen Bencana, Pengurangan Resiko Bencana, dan
BencanaKesiapan Desa. Pada penelitian kedua fokus terhadap Peran BPBD dan
Penanggulangan Bencana Alam, sedangkan penelitian ketiga lebih fokus terhadap
Strategi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan Partisipasi masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa penelitian ini akan mengeksplorasi dari penelitian
ketiga dengan metode penelitian yang sama, yaitu metode pendekatan kualitatif
deskriptif. Subjek dan objek ditentukan berdasarkan purposive sampling yakni
seleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan
tujuan penelitian, teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
teknik observasi, wawancara dan dokumentasi, penelitian ketiga juga berbasis
masyarakat, bahkan konsep komunikasi yang sama. Namun, berbeda pada jenis
lokasinya, yaitu penelitian ini berada di wilayah rawan bencana longsor, termasuk
dalam mitigasinya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak
padainforman, lokasi, dan keberlanjutannya.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana upaya komunikasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) dalam mitigasi bencana berbasis masyarakat di Desa Dawuhan,
Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara?
2. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat upaya komunikasi
BPBD dalam mitigasi bencana?
[22]
D. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi upaya komunikasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) dalam mitigasi bencana berbasis masyarakat di Desa Dawuhan,
Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara.
2. Mendeskripsikan bentuk partisipasi masyarakat dalam penanggulangan
bencana tanah longsor melalui Desa Tangguh Bencana.
3. Mengetahui serta menjelaskan aktor-aktor yang terlibat dalam mitigasi
bencana melalui pembentukan Destana.
4. Mengetahui serta menjelaskan faktor pendukung dan penghambat dalam
mitigasi bencana melalui desa tangguh bencana.
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
a) Menambah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan peran BPBD dalam
mitigasi bencana.
b) Menambah khasanah penelitian melalui kajian Upaya Komunikasi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dalam Mitigasi Bencana
Berbasis Masyarakat.
c) Memberikan informasi bagi akademisi dan masyarakat luas mengenai
peran BPBD dalam penanggulan bencana sebagai evaluasi peran BPBD
dalam menanggulangi bencana.
[23]
2. Manfaat Praktis
a) Secara tidak langsung, informasi dalam penelitian ini bisa dimanfaatkan
oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Banjarnegara, dalam melaksanakan sosialisasi, upaya atau pemberdayaan
kepada masyarakat terutama dalam hal mitigasi bencana di wilayah rawan
bencana.
b) Sebagai masukan dan menekankan pemerintah daerah maupun masyarakat
untuk sadar bencana dan meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana.
F. KAJIAN TEORI
1. Komunikasi
Menurut Carl Hovland, Janis & Kelley (Riswandi: 2009: 1) komunikasi
adalah suatu proses melalui dimana seseorang (komunikator) menyampaikan
stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata dengan tujuan mengubah atau
membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak), sedangkan menurut
Hovland Cs (Riswandi: 2009: 2) memberikan penekanan bahwa tujuan
komunikasi adalah mengubah atau membentuk perilaku. Ada juga komunikasi
menurut Barnlund (Riswandi: 2009: 2) komunikasi timbul didorong oleh
kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara
efektif, mempertahankan atau memperkuat ego.
Dari berbagai definisi tentang ilmu komunikasi di atas, terlihat bahwa para
ahli memberikan definisi sesuai dengan sudut pandangnya dalam melihat
[24]
komunikasi. Masing-masing memberikan penekanan arti, ruang lingkup, dan
konteks yang berbeda. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkam bahwa
komunikasi adalah usaha untuk menyampaikan pesan atau informasi, baik secara
verbal atau nonverbal kepada satu atau lebih penerima dengan tujuan untuk
mempengaruhi penerima pesan.
Adapun fungsi dari komunikasi, fungsi adalah potensi yang dapat digunakan
untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu. Komunikasi sebagai ilmu, seni, dan
lapangan kerja sudah tentu memiliki fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Cangara, 2005: 55). Menurut
Robbins dan Judge (2008: 5) komunikasi memiliki 4 fungsi yakni:
a) Kontrol Komunikasi dengan cara-cara tertentu bertindak untuk mengontrol
perilaku anggota. Organisasi memiliki hierarki otoritas dan garis
panduan formal yang wajib ditaati oleh karyawan.
b) Motivasi Komunikasi menjaga motivasi dengan cara menjelaskan kepada para
karyawan mengenai apa yang harus dilakukan, seberapa baik pekerjaan
mereka, dan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerja
sekiranya hasilnya kurang baik.
c) Ekspresi emosional Bagi banyak karyawan, kelompok kerja mereka adalah sumber utama
interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi dalam kelompok merupakan
sebuah mekanisme fundamental yang meleluinya para anggota
menunjukkan rasa frustasi dan rasa puas mereka.
d) Informasi Komunikasi memberikan informasi yang dibutuhkan oleh individu dan
kelompok untuk mengambil keputusan dengan cara menyampaikan data
untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi pilihan-pilihan alternatif yang
ada.
[25]
Dari beberapa unsur-unsur komunikasi yang ada, menurut Pratminingsih
(2006: 3) terdapa tujuh unsur yakni, sebagai berikut:
a) Sumber informasi (source) adalah orang yang menyampaikan pesan.
Pada tahap ini sumber informasi melakukan proses yang kompleks yang
terdiri dari timbulnya suatu stimilus yang menciptakan pemikiran dan
keinginan untuk berkomunikasi, pemikiran ini diencoding menjadi pesan,
dan pesan tersebut disampaikan melalui saluran atau media kepada
penerima.
b) Encoding adalah suatu proses di mana sistem pusat syaraf sumber
informasi memerintahkan sumber informasi untuk memilih simbol-
simbol yang dapat dimengerti yang dapat menggambarka pesan.
c) Pesan (Message) adalah segala sesuatu yang memiliki makna bagi
penerima. Pesan merupakan hasil akhir dari proses encoding. Pesan ini
dapat berupa kata-kata, ekspresi wajah, tekanan suara, dan penampilan.
d) Media adalah cara atau peralatan yang digunakan untuk menyampaikan pesan
kepada penerima. Media tersebut dapat berupa surat, telepon atau tatap muka
langsung.
e) Decoding adalah proses di mana penerima pesan menginterpretasikan pesan
yang diterimanya sesuai dengan pengetahuan, minat dan kepentingannya. f) Umpan Balik (Feedback)adalah respon yang diberikan oleh penerima pesan
kepada pengirim sebagai tanggapan atas informasi yang dikirim sumber pesan.
Pesan ini dapat berupa jawaban lisan bahwa si penerima setuju atau tidak setuju
dengan informasi yang diterima.
g) Hambatan (Noise) adalah berbagai hal yag dapat membuat proses komunikasi
tidak berjalan efektif.
Model Komunikasi menurut Lasswell (Arni 2009: 6) ada lima pertanyaan
yang perlu ditanyakan dan dijawab dalam melihat proses komunikai yaitu:
a) Who adalah menunjuk kepada siapa siaapa orang yang mengambil
inisiatif untuk memulai komunikasi.
b) Says what adalah berhubungan dengan isi komunikasi atau apa pesan
yang disampaikan dalam komunikasi tersebut.
c) Through what adalah melalui media apa. Yang dimaksudkan dengan
media adalah alat komunikasi, seperti berbicara, gerakan badan, kontak
mata, sentuhan, radio, televisi, surat, buku dan gambar.
d) To whom adalah menanyakan siapa yang menjadi audience atau penerima
dari dari komunikasi. Atau dengan kata lain kepada siapa komunikator
berbicara atau kepada siapa pesan yag ia ingin disampaikan diberikan.
e) What effect adalah efeknya dari komunikasi tersebut. Pertanyaaan
mengenai efek komunikasi ini dapat menanyakan dua hal yaitu apa yang
ingin dicapai dengan hasil komunikasi tersebut dan kedua, apa yang
dilakukan orang sebagai hasil dari komunikasi.
[26]
Dari beberapa defini komunikasi diatas, tujuan dari komunikasi tersebut
menurut Effendy(2003: 8) terdapat empat tujuan yaitu:
a) Perubahan sikap (attitude change) Seorang komunikan setelah menerima
pesan kemudian sikapnya berubah, baik positif maupun negatif. Dalam
berbagai situasi kita berusaha mempengaruhi sikap orang lain dan
berusaha agar orang lain bersikap positif sesuai keinginan kita. b) Perubahan pendapat (opinion change) Dalam komunikasi berusaha
menciptakan pemahaman. Pemahaman, ialah kemampuan memahami
pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator.
Setelah memahami apa yang dimaksud komunikator maka akan tercipta
pendapat yang berbeda-beda bagi komunikan. c) Perubahan perilaku (behavior change) Komunikasi bertujuan untuk
mengubah perlaku maupun tindakan seseorang d) Perubahan sosial (social change) Membangun dan memelihara ikatan
hubungan dengan orang lain sehingga menjadi hubungan yang makin
baik, dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja
meningkatkan kadar hubungan interpersonal.
Dalam berkomunikasi pasti ada hal yang menjadi hambatan didalam
prosesnya, menurut Newstrom dan Davis (Kaswan, 2012: 263) terdapat tiga jenis
hambatan dalam komunikasi, yaitu:
a) Hambatan personal
Gangguan komunikasi yang berasal dari emosi seseorang, nilai, dan
kebiasaan menyimak buruk.
b) Hambatan fisik
Gangguan komunikasi yang terjadi pada lingkungan di mana komunikasi
itu berlangsung. Gangguan fisik yang khas adalah kebisingan yang
mengganggu secara tiba-tiba yang dapat mengaburkan pesan suara.
c) Hambatan semantik
Berasal dari keterbatasan simbol yang kita gunakan dalam
berkomunikasi. Simbol biasanya memiliki memiliki aneka makna, dan
kita harus memilih satu makna dari sekian banyak. Kadang-kadang kita
memilih makna yang salah dan terjadilah kesalahpahaman.
[27]
2. Teori Constructivism
Konstruktivisme adalah teori komunikasi yang berusaha menjelaskan
perbedaan individu dalam kemampuan orang untuk berkomunikasi dengan
terampil dalam situasi sosial. Jesse Delia percaya bahwa ada perbedaan mendasar
di antara mata-mata yang efektif secara interpersonal. Teorinya tentang
konstruktivisme menawarkan penjelasan kognitif untuk kompetensi komunikasi.
Seiring dengan jaringan periset konstruktivis, dia menggunakan Role Category
Questionnaire (RCQ) untuk membantu masuk ke dalam kepala kita (Griffin,
2011: 98). Delia dan rekan-rekannya mengungkapkan bahwa orang-orang yang
secara kognitif kompleks dalam persepsi mereka terhadap orang lain yang
memiliki keuntungan komunikasi dibandingkan mereka yang memiliki struktur
mental kurang berkembang. Individu-individu ini memiliki kemampuan untuk
menghasilkan pesan yang berpusat pada orang yang memberi mereka kesempatan
lebih baik untuk mencapai tujuan komunikasi mereka (Griffin, 2011: 101).
Paradigma konstruktivis berbasis pada pemikiran umum tentang teori-teori
yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivis. Menurut
Littlejohn dan Foss (2009: 98) menyimpulkan teori-teori aliran konstruksionis ini
berlandaskan pada ide, bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi
dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat, dan budaya.
Konstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang menekankan
bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri, oleh karenanya
pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas) (Wibowo, 2011: 162).
Sebuah ralitas belum tentu menjadi jaminan dari kebenanran, menurut Littlejohn
[28]
dan Foss (2011: 67) realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang
kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara kita atau
seseorang melihat sesuatu.
Konstruktivisme adalah suatu pendekatan terhadap belajar yang berkeyakinan
bahwa orang secara aktif membangun atau membuat pengetahuannya sendiri dan
realitas ditentukan oleh pengalaman orang itu sendiri pula (Abimanyu, 2008: 22).
Paradigma konstruktivis dipengaruhi oleh perspektif interaksi simbolis dan
perspektif strukturan fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini mengatakan
bahwa manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons terhadap
stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial, individu manusia
dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia
sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut
dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga
memantapkan realitas itu secara objektif.
3. Partisipasi Masyarakat
Menurut Made Pidarta (Dwiningrum, 2009: 31-32), partisipasi adalah
pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat
berupa keterlibatan mental dan emosi serta fisik dalam menggunakan segala
kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala kegiatan yang
dilaksanakan serta mendukung pencapaian tujuan dan tanggungjawab atas segala
keterlibatan. Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi dari seseorang
di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk menyokong kepada
pencapaian tujuan kelompok tersebut dan ikut bertanggungjawab terhadap
[29]
kelompoknya. Partisipasi menurut Huneryear dan Heoman (Dwiningrum, 2009:
32) adalah sebagai keterlibatan mental dan emosional dalam situasi kelompok
yang mendorongnya memberi sumbangan terhadap tujuan kelompok serta
membagi tanggungjawab bersama mereka. Pengertian sederhana tentang
partisipasi dikemukakan oleh Jalal dan Supriadi (2001: 201-202), di mana
partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok
atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat,
barang, keterampilan, bahan dan jasa.
Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat di dalam setiap proses
pembuatan kebijakan publik merupakan hal penting sebagai cermin asas
demokrasi di suatu negara. Hal ini menjadi sangat tepat ketika partisipasi
masyarakat kemudian diangkat menjadi salah satu prinsip yang harus dijalankan
oleh pemerintah dalam upaya mewujudkan good governance (kepemerintahan
yang baik) (Adisasmita, 2006: 4). Partisipasi masyarakat menurut Adi (2007: 27)
adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan
potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang
alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah,
dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Partisipasi menjadi berkembang bukan hanya mengenai keterlibatan fisik, pikiran
dan perasaan saja. Bentuk keterlibatan bisa menjadi lebih bervariasi seperti
pikiran, tenaga, keahlian, barang dan uang.
Partisipasi masyarakat menekankan pada “partisipasi” langsung warga dalam
pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan. Gaventa dan
[30]
Valderma (Dwiningrum, 2009: 34-35) menegaskan bahwa partisipasi masyarakat
telah mengalihkan konsep partisipasi menuju suatu kepedulian dengan berbagai
bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijaksanaan dan pengambilan
keputusan di berbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan warga
masyarakat. Pengembangan konsep dan asumsi dasar untuk meluangkan gagasan
dan praktik tentang partisipasi masyarakat meliputi :
1. Partisipasi merupakan hak politik yang melekat pada warga sebagaimana
hak politik lainnya. Hak itu tidak hilang ketika ia memberikan mandat
pada orang lain untuk duduk dalam lembaga pemerintahan. Sedangkan
hak politik, sebagai hak asasi, tetap melekat pada setiap individu yang
bersangkutan. 2. Partisipasi langsung dalam pengambilan keputusan mengenai kebijakan
publik di lembaga-lembaga formal dapat untuk menutupi kegagalan
demokrasi perwakilan. Demokrasi perwakilan masih menyisakan
beberapa kelemahan yang ditandai dengan keraguan sejauh mana orang
yang dipilih dapat merepresentasikan kehendak masyarakat. 3. Partisipasi masyarakat secara langsung dalam pengambilan keputusan
publik dapat mendorong partisipasi lebih bermakna. 4. Partisipasi dilakukan secara sistematik, bukan hal yang insidental. 5. Berkaitan dengan diterimanya desentralisasi sebagai instrumen yang
mendorong tata pemerintahan yang baik (good governance).
Partisipasi masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap
penyelenggaraan dan lembaga pemerintahan. Demokratisasi dan desentralisasi di
negara berkembang termasuk Indonesia terjadi dalam situasi rendahnya
kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan dan lembaga pemerintah,
dengan melibatkan warga dalam proses pengambilan keputusan maka diharapkan
kepercayaan publik terhadap pemerintah dapat terus ditingkatkan, dan
meningkatnya kepercayaan warga dipercaya sebagai indikator penting bagi
menguatnya dukungan dan keabsahan pemerintah yang berkuasa. Partisipasi
masyarakat merupakan keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan dan
[31]
pelaksanaan (implementasi) program atau proyek pembangunan yang dilakukan
dalam masyarakat lokal.
Partisipasi masyarakat memiliki ciri-ciri bersifat proaktif dan bahkan reaktif
(artinya masyarakat ikut menalar baru bertindak), ada kesepakatan yang dilakukan
oleh semua yang terlibat, ada tindakan yang mengisi kesepakatan tersebut, ada
pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam kedudukan yang setara.
4. Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat
Definisi bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis. Sedangkan Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain
berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan, dan tanah longsor. Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, mitigasi adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana. Mitigasi bencana dilakukan khususnya di wilayah yang rawan bencana.
Dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 juga dijelaskan bahwa rawan bencana adalah
kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis,
sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka
waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai
[32]
kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya
tertentu.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa
pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan
penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana
(disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan perumusan
kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster management policies).
Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru
kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah
dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan
pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta
memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu
dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak
bencana. Pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi bencana
yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh
bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-
tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang
dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan
pengurangan resiko jangka panjang.
Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama (Tagana
Banten), yaitu:
a) Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi
populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini
[33]
memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana,
probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu.
Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting
untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya;
b) Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada
masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya
tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan
gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang
terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran
komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang
maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam
harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.
c) Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur
mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang
membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena
bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui
kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi
telah aman.
Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya
sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang
diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Hal yang perlu
dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersama-sama oleh pemerintahan,
swasta maupun masyarakat dalam mitigasi bencana (Tagana Banten), antara lain:
[34]
a) Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau
mendukung usaha preventif kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah
agar tidak membangun di lokasi yang rawan bencana.
b) Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang kegiatannya
mulai dari identifikasi daerah rawan bencana, penghitungan perkiraan
dampak yang ditimbulkan oleh bencana, perencanaan penanggulangan
bencana, hingga penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang sifatnya
preventif kebencanaan.
c) Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat yang
sifatnya menangani kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi kerja
yang baik.
d) Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang merupakan
pelaksanaan dari kebijakan yang ada, yang bersifat preventif kebencanaan.
e) Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam
setempat yang memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.
Peningkatan kapasitas masyarakat dalam menanggulangi risiko bencana
urgent dilakukan, di antaranya dengan melakukan pelatihan penanggulangan
bencana atau dengan simulasi-simulasi yang dapat meningkatkan pemahaman
masyarakat dalam menanggulangi risiko bencana.
[35]
G. KERANGKA PEMIKIRAN
Garis besar dari kerangka pemikiran penelitian ini telah tersusun dalam alur
sistematika berkut :
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
H. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif
deskriptif. Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Darmadi, 2013:153). Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang mendekatkan pada hal yang terpenting dari
sifat sesuatu berupa kejadian/fenomena/gejala sosial (Satori dan Komariah,
2011:22). Metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena sosial
mengenai mitigasi bencana yang dilakukan melalui pemberdayaan dan
konstruksi sosial mengenai hal tersebut. Dalam pemahaman peneliti
Badan
Penanggulangan
Bencana Daerah
(BPBD)
Mitigasi
Bencana
Faktor
Pendukung dan
Penghambat
Masyarakat
Persepsi
Partisipasi
Desa Tangguh
Bencana
[36]
kualitatif, realitas dikonstruksi secara sosial, yakni berdasarkan pemahaman
bersama. Hasil konstruksi itu dipengaruhi sifat hubungan antara peneliti
dengan yang diteliti, serta kendala-kendala situasional di antara keduanya
(Mulyana dan Solatun, 2013: 4).
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
konstruktivisme. Paradigma konstruktivis memandang realitas kehidupan
sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi.
Dalam ontologi paradigma konstruktivis, realita merupakan konstruksi sosial
yang diciptakan oleh individu. Namun demikian, menurut Hidayat (Bungin:
2011: 11) kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai
konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Oleh karena itu,
konsentrasi analisis pada paradigma konstruktivis adalah menemukan
bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa
konstruksi itu dibentuk. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh
sosiolog interpretative, Peter L.Berger bersama Thomas Luckma dalam
konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara
teori fakta sosial dan defenisi sosial (Eriyanto, 2004: 13).
2. Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini, penulis memilih tempat penelitian di Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjarnegara dan di
Desa Dawuhan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara Provinsi
Jawa Tengah.
[37]
3. Data dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini menggunakan data primer berupa hasil
wawancara kepada informan dilengkapi dengan hasil observasi di lapangan.
Proses dalam wawancara ini yang menjadi informannya adalah, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjarnegara, dan
Masyarakat yang tergabung dalam Desa Tangguh Bencana (Destana) Desa
Dawuhan Kecamatan Wanayasa. Data primer pada penelitian kualitatif dapat
diartikan sebagai fakta atau informasi yang diperoleh dari aktor (subjek
penelitian, informan, pelaku), aktivitas, dan tempat yang menjadi subjek
penelitiannya.
Data sekunder pada penelitian ini berupa arsip-arsip mengenai keadaan
wilayah, dokumentasi foto, catatan lapangan, dan literatur yang berkaitan
dengan fokus penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
a) Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena
yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat
(partisipatif) ataupun nonpartisipatif (Idrus, 2009: 101). Menurut Bungin
(2007:69) observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan mengindraan.
Observasi digunakan dalam teknik kualitatif karena suatu objek hanya
dapat diungkap datanya apabila peneliti menyaksikannya langsung (Satori &
Komariah, 2011: 104-105). Selain itu, dengan observasi juga ingin mengungkap
[38]
gerak-gerik, sikap, suasana dan kesan yang akan ditangkap setelah melakukan
organisasi. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan mendatangi Desa
Dawuhan Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara, yang merupakan
wilayah rawan bencana. Setelah itu mengumpulkan data mengenai mitigasi
bencana yang telah dilakukan.
b) Wawancara
Penelitian kualitatif adalah meneliti informan sebagai subjek penelitian
dalam lingkungan hidup kesehariannya. Oleh karena itu, pada penelitian ini
dibutuhkan wawancara, yaitu dengan wawancara mendalam sebagai salah satu
teknik pengumpulan data. Wawancara mendalam dilakukan dalam konteks
observasi partisipasi, menurut Mc Millan da Schumacher (Satori & Komariah:
2011: 130) menjelaskan bahwa, wawancara mendalam adalah tanya jawab yang
terbuka untuk memperoleh data tentang maksud hati partisipan, bagaimana
menggambarkan dunia mereka dan bagaimana mereka menjelaskan atau
menyatakan perasaannya tentang kejadian-kejadian penting dalam hidupnya.
Wawancara dilakukan secara mendalam dengan informan yang telah
dipilih sesuai tujuan penelitian. Untuk itu para peneliti kualitatif sedapat
mungkin berinteraksi secara dekat dengan informan, mengenal secara dekat
dunia kehidupan mereka, mengamati dan mengikuti alur kehidupan informan
secara apa adanya (Idrus, 2007: 34).
c) Dokumentasi
Pengumpulan data dengan cara dokumentasi merupakan suatu hal
dilakukan oleh peneliti guna mengumpulkan data dari berbagai hal media
[39]
cetak membahas mengenai narasumber yang akan diteleti.Menurut
Hamidi (2004: 72), metode dokumentasi adalah informasi yang berasal
dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun dari
perorangan. Dokumentasi yang diperoleh berupa foto kegiatan mitigasi
bencana serta foto peta rawan bencana yang ada di Destana Desa
Dawuhan.
5. Teknik Pemilihan Informan
Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu seleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat oleh
peneliti berdasarkan tujuan penelitian (Kriyantono, 2007: 54). Purposive
sampling juga diartikan sebagai pengambilan sampel berdasarkan kapasitas
atau yang benar-benar paham di bidangnya di antara anggota populasi
(Hikmat, 2011: 64). Dalam teknik purposive sampling ini, sampel ditentukan
dengan memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan
masalahnya yang dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang tepat
(Susanto, 2006: 120). Jadi, intinya purposive sampling menentukan
subjek/objek sesuai tujuan. Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah
populasi, karena penelitian berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi
sosial tertentu (Satori dan Komariah, 2011: 47-48).
Peneliti mewawancarai 10 informan sesuai subjek tujuan penelitian ini,
yaitu masyarakat yang tergabung dalam Desa Tangguh Bencana (Destana)
dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Banjarnegara.
[40]
6. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data interaktif menurut Miles &
Hubermen (Sutopo, 2006: 92). Teknik analisis data tersebut terdiri dari tiga
komponen utama, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.
Reduksi data meliputi proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan
abstraksi dari semua jenis informan yang tertulis lengkap dalam catatan
lapangan. Berdasarkan pokok-pokok yang terdapat dalam reduksi data, dan
disajikan dengan menggunakan kalimat dan bahasa penelitian yang
merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, yang
merupakan komponen sajian data. Kemudian tahapan terakhir adalah
penarikan simpulan dengan melakukan generalisasi dari hasil reduksi data
yang kemudian disajikan secara logis dan sistematis. Gambaran model
interaktif Miles dan Huberman sebagai berikut.
Miles dan Huberman (Idrus, 2009: 148)
Pennyajian
Data
Pengumpulan
Data
Penarikan
Kesimpulan
Reduksi Data
[41]
Berdasarkan gambaran model di atas, dalam model interaktif, tiga jenis
kegiatan analisis dan kegiatan pengumpulan data merupakan siklus dan interaktif.
Artinya, peneliti harus siap bergerak di antara empat “sumbu” kumparan itu.
Analisis ini merupakan sebuah proses yang berulang dan berlanjut secara terus
menerus dan saling menyusul.
[42]
BAB II
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
5. KABUPATEN BANJARNEGARA
Dalam perang Diponegoro, R.Tumenggung Dipoyudo IV berjasa kepada
pemerintah mataram, sehingga di usulkan oleh Sri Susuhunan Pakubuwono
VII untuk di tetapkan menjadi bupati banjar berdasarkan Resolutie Governeor
General Buitenzorg tanggal 22 agustus 1831 nomor I, untuk mengisi jabatan
Bupati Banjar yang telah dihapus setatusnya yang berkedudukan di Banjarmangu
dan dikenal dengan Banjarwatulembu. Usul tersebut disetujui.
Persoalan meluapnya Sungai Serayu menjadi kendala yang menyulitkan
komunikasi dengan Kasunanan Surakarta. Kesulitan ini menjadi sangat dirasakan
menjadi beban bagi bupati ketika beliau harus menghadiri Pasewakan Agung pada
saat-saat tertentu di Kasultanan Surakarta. Untuk mengatasi masalah ini
diputuskan untuk memindahkan ibukota kabupaten ke selatan Sungai Serayu.
Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan
sebagai ibukota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan
yang luas dengan beberapa lereng yang curam. Di daerah persawahan (Banjar)
inilah didirikan ibukota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini
menjadi Banjarnegara (Banjar: Sawah, Negara : Kota).
Berdasarkan letak geografis Kabupaten Banjarnegara memiliki ketinggian
wilayah tempat pada masing-masing wilayah umumnya tidak sama yaitu antara
40-2.300 meter dpl dengan perincian kurang dari 100 meter (9,82%), antara 100-
[43]
500 meter (28,74%) dan lebih dari 1000 (24,40%). Menurut kemiringan tanahnya
maka 24,61% dari luas wilayah mempunyai kemiringan 0-15% dan 45,04 dari
luas wilayah mempunyai kemiringan antara 15-40% sedangkan yang 30,35% dari
luas wilayahnya mempunyai kemiringan lebih dari 40%.
Sebagai daerah yang sebagian besar (lebih kurang 60%) berbentuk
pegunungan dan perbukitan, terdapat sungai yang besar yaitu Sungai Serayu
dengan anak-anak sungainya: Kali Tulis, Kali Merawu, Kali Pekacangan, Kali
Gintung dan Kali Sapi. Dimanfaatkan sebagai sumber pengairan yang dapat
mengairi areal sawah seluas 9.813,88 hektar, rata-rata bulan basah pada umumnya
lebih banyak dari bulan kering dengan curah hujan rata-rata 3.000
milimeter/tahun, sedangkan temperatur daerah rata-rata 20-26 C.
Menurut jenis tanah yang berada di Kabupaten Banjarnegara dibagi menjadi
4, yakni:
1. 66,25% : tanah latosol
2. 11,72% : tanah grumosol
3. 14,5% : tanah andosol
4. 7,53% : tanah lainnya
Dalam pembagian wilayah berdasarkan jenis tanahnya adalah sebagai berikut:
1. Tanah Alluvial : Batur, Karangkobar, Pwj Klampok & Wanadadi.
2. Tanah Latosol : Susukan, Pwj Klampok, Purwonegoro, Wanadadi, Rakit,
Bawang, Sigaluh, Madukara, Banjarnegara, Wanayasa, Pejawaran &
Pagentan.
[44]
3. Tanah Andosol : Kalibening, Wanayasa, Pejawaran & Batur.
4. Tanah Grumosol : Purwonegoro, Mandiraja, Kalibening, Karangkobar,
Pagentan & Banjarnegara.
5. Tanah Organosol : Batur.
6. Tanah Litosol : Banjarnegara & Punggelan.
Dari keadaan geologisnya pada umumnya terlihat struktur batuan yang ada di
Kab. Banjarnegara adalah struktur batuan berbentuk lapisan dengan kondisi
batuan mudah longsor dan banyak sesar/patahan terutama di wilayah bagian utara
sehingga cukup membahayakan bangunan fisik/prasarana.
Untuk batas-batas wilayah Kabupaten Banjarnegara meliputi:
1. Sebelah Utara : Kab. Pekalongan dan Kab. Batang
2. Sebelah Timur : Kab. Wonosobo
3. Sebelah Selatan : Kab. Kebumen
4. Sebelah Barat : Kab. Purbalingga dan Kab. Banyumas
Gambaran umum wilayah Kabupaten Banjarnegara terdiri dari 3 Zona yaitu :
1. Zona Utara, merupakan wilayah pegunungan yang lebih di kenal dengan
pegunungan Kendeng Utara, rona alamnya bergunung berbukit,
bergelombang dan curam. Potensi utamanya adalah sayur mayur, kentang,
kobis, jamur, teh, jagung, kayu, getah pinus, sapi kereman, kambing dan
domba.Juga pariwisata dan tenaga listrik panas bumi di dataran tinggi
Dieng.
[45]
2. Zona Tengah, merupakan dataran lembah sungai Serayu. Rona alamnya
relatif datar dan subur. Potensi utamanya adalah padi, palawija, buah-
buahan, ikan, home industri, PLTA Mrica, keramik dan anyam-anyaman
bambu.
3. Zona Selatan, merupakan pegunungan kapur dengan nama pegunungan
Serayu Selatan. Rona alamnya bergunung, bergelombang dan curam.
Potensi utamanya adalah ketela pohon, gula kelapa, bambu, getah pinus,
damar dan bahan mineral meliputi: marmer, pasir kwarsa, feld spart, asbes,
andesit, pasir dan kerikil. Buah-buahan: duku, manggis, durian, rambutan,
pisang dan jambu.
6. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Banjarnegara
BPBD atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah adalah lembaga
pemerintah non-departemen yang melaksanakan tugas penanggulangan bencana di
daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada
kebijakan yang ditetapkan oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan
Bencana). BPBD dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008
menggantikan Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana (Satkorlak)
ditingkat provinsi dan Satuan Pelaksana Penanganan Bencana (Satlak PB)
ditingkat Kabupaten/Kota, yang keduanya dibentuk berdasarkan peraturan
Presiden Nomor 83 tahun 2005. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
dirancang untuk penanggulangan bencana secara menyeluruh yang merupakan
perubahan dari pendekatan konvensional yaitu tanggap darurat menuju perspektif
[46]
baru. Perspektif ini memberi penekanan merata pada semua aspek
penanggulangan bencana dan berfokus pada pengurangan risiko.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten. Banjarnegara dibentuk
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2011
tentang Organisasi dan Tatakerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten
Banjarnegara (Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2008 Nomor 17
seri D Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor
109), sedangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah Pemerintah Kabupaten Banjarnegara telah menindaklanjuti
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Banjarnegara Tahun 2016 Nomor 10) merupakan hasil penataan SOTK baru)
dimana BPBD tertuang pada Bab. VI Ketentuan Lain-Lain pada Pasal 117 terdiri
dari :
1) Ketentuan mengenai Perangkat Daerah yang menyelenggarakan sub
urusan bencana diatur sesuai dengan Peraturan Per UU an mengenai
penanggulangan bencana..
2) Perda mengenai pembentuakn fungsi, tugas, struktur organisasi dan
tata kerja perangkat daerah yang menyelenggarakan sub urusan
bencana diteapkan dengan berpedoman pada peraturan Menteri.
[47]
3) Anggaran penyelenggara Urusan Pemerintahan di Bidang
Kebencanaan sebagaimana dimaksud pada pasal 117 dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sampai dengan peraturan
perundang-undangan mengenai pelaksanaan Urusan Pemerintahan
Umum diundangkan.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Kabupaten. Banjarnegara masih merupakan sebuah lembaga eselon III dan
Pelaksanaan Tupoksi masih mengacu atau berpedoman pada Peraturan Daerah
Kabupaten Banjarnegara Nomor 893 Tahun 2011 tentang Penjabaran Tugas
Pokok, Fungsi dan tata kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Banjarnegara.
Berdasarkan Peraturan Daerah dimaksud, BPBD Kabupaten. Banjarnegara
mempunyai tugas:
a. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan
bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat,
rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan merata.
b. Menetapan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan
penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang undangan.
c. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana
d. Menyusun dan menetapka prosedur tetap (Protap) penananganan
bencana
e. Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana
f. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Bupati
[48]
sekali dalam kondisi norman dan setiap saat dalam kondisi darurat
bencana.
g. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang
h. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupatn
Banjarnegara, Anggaran Propinsi Jawa Tengah, Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) dan dari pihak lain.
i. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang
undangan.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, BPBD memiliki fungsi sebagai
berikut:
a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi dengan bertindak cepat, dan tepat, efektif dan
efisien
b. Pengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
secara terencana,terpadu, dan menyeluruh.
BPBD Kabupaten Banjarnegara dipimpin oleh Kepala BPBD yang
secara ex-officio dijabat oleh Sekretaris Daerah. Untuk melaksanakan
tugas sehari hari ditunjuk Kepala Pelaksana uyang berada dibawah dan
bertanggungjawab kepada Bupati.
Recommended