View
19
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
bab 4
Citation preview
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Gambaran Umum Perusahaan
Perusahaan Daerah Rumah Pemotongan Hewan Kota Malang (PD.
RPH) merupakan RPH milik pemerintah daerah yang beroperasi di Jl.
Kolonel Sugiono no. 176, kecamatan Sukun Kota Malang. PD. RPH Kota
Malang mulai dibangun sejak tahun 1937, dan mulai beroperasi pada tahun
1938 hingga saat ini. Peralatan yang ada di RPH masih sama sejak pertama
kali di bangun, karena menurut pihak RPH kondisi peralatan masih sangat
bagus dan layak untuk digunakan dalam proses produksi. Waktu operasional
RPH terbagi menjadi 2 bagian, yaitu operasional kantor pada pukul 09.00 –
16.00 WIB dan operasional produksi atau proses pemotongan pada pukul
23.00 – 07.00 WIB. Apabila ada masyarakat yang ingin melakukan
pemotongan hewan diluar jam operasional produksi tetap diperbolehkan,
dengan syarat-syarat tertentu seperti mengajukan surat perizinan.
PD. RPH memiliki luas lahan 1,1 hektar yang dibagi menjadi bagian-
bagian seperti kandang permanen, kandang sementara, ruang pemotongan,
ruang distribusi. PD RPH Kota Malang berada dibawah pengawasan Dinas
Peternakan Kota Malang, yang kantornya berada dalam satu lingkungan
dengan RPH. PD. RPH Kota Malang menyediakan fasilitas kandang dan
peralatan untuk pemotongan untuk masyarakat umum dan juga dilengkapi
dengan klinik pemeriksaan hewan. PD RPH Kota Malang memiliki fasilitas
pemotongan sapi, kambing dan babi. Pemotongan sapi dan babi dilakukan di
kandang pusat RPH Kota Malang, namun tempat pemotongan dan metode
pemotongannya berbeda, sedangkan untuk kambing memiliki kandang
sendiri di daerah sekitar Pasar Sukun. Skala pemotongan di RPH berkisar
antara 30 – 50 ekor sapi/hari, dengan rata-rata pemotongan 40 ekor/hari.
PD. RPH Kota Malang, sebagai perusahaan daerah milik pemerintah
harus memiliki standard pelayanan dan juga terus mengembangkan
industrinya, agar tidak kalah saing oleh RPH milik swasta. Sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi dari RPH sebagai sarana pelayanan masyarakat
dalam penyediaan daging sehat, serta sebagai unit penghasil pendapatan
daerah, RPH mempunyai visi sebagai berikut:
“Mewujudkan PD. RPH sebagai tempat pemotongan yang terkemuka dan
ramah lingkungan”
18
Untuk mewujudkan visi tersebut PD RPH Kota Malang melakukan upaya-
upaya yang dirumuskan ke dalam misi yang ingin dicapai, yaitu:
1. Meningkatkan sarana dan prasarana tempat pemotongan hewan
potong sebagai pelayanan prima dalam penyediaan daging.
2. Meningkatkan profesionalisme karyawan dan kinerja manajemen
menuju Perusahaan Daerah yang mandiri.
3. Melakukan diversifikasi usaha guna meningkatkan pendapatan
perusahaan dan karyawan.
4. Menjaga kelestarian lingkungan agar tetap bersih dan sehat.
RPH memiliki pelayanan di bidang pemotongan hewan untuk jagal
dan masyarakat umum. RPH juga memberikan layanan kepada mahasiswa
ataupun siswa yang ingin mempelajari kegiatan pemotongan yang ada di
RPH. Pelayanan yang tersedia antara lain pelayanan pemotongan hewan,
penitipan hewan, dan juga pelayanan untuk praktikum atau penelitian.
Pelayanan yang dimiliki oleh RPH dilakukan untuk menunjang ketercapaian
visi dan misi yang dimiliki oleh RPH.
Produk utama yang dihasilkan oleh RPH adalah daging atau karkas,
selain itu juga RPH menghasilkan bagian-bagian lain dari hewan khususnya
sapi, seperti kulit, jeroan, tulang kaki, kepala, dan bagian-bagian lainnya.
Hasil produksi tersebut di distribusikan oleh RPH ke pasar-pasar yang ada di
Kota Malang, distribusi tersebut dilakukan terjadwal setiap harinya. Hari
senin distribusi karkas dilakukan ke Pasar.....dst. Saat ini RPH sudah
mampu untuk menambah pemasukkan dari produk samping seperti isi
rumen kotoran sapi, untuk dijadikan pupuk, kompos, dan biogas, namun
sayangnya produk tersebut tidak di olah sendiri oleh pihak RPH, melainkan
dibawa ke TPA Supiturang untuk diolah disana.
Sumber energi yang digunakan oleh RPH berasal dari PLN,
konsumsi listrik kantor dan kandang dibuat terpisah sehingga tidak
mengganggu satu sama lainnya. Perusahaan juga dilengkapi dengan genset
untuk mencegah terhentinya proses produksi apabila terjadi pemadaman
listrik. Sumber air di RPH tidak menggunakan air PAM melainkan
menggunakan sumur, RPH memiliki 6 sumur yang dipompakan menuju
tandon air yang dimiliki oleh RPH. Air dicampurkan dengan EM4 dengan
rasio 1:100 dan didiamkan selama 3 hari sebelum dipindahkan menuju
tandon air lainnya untuk digunakan dalam proses produksi. Pertimbangan
19
perusahaan tidak menggunakan air PAM adalah karena di dalam air PAM
sudah terkandung zat lainnya dalam proses penyediaan air, sementara
untuk air tanah atau air sumur sendiri masih murni dan lebih baik untuk
proses produksi di RPH.
RPH Kota Malang memiliki 3 buah kandang permanen yang masing-
masing dari kandang permanen memiliki kapasitas >70 ekor sapi. Kondisi
dari kandang permanen di RPH Kota Malang saat dilakukan observasi
menyebarkan bau tidak enak dan juga sangat kotor karena banyak sekali
kotoran dari sapi, akan tetapi pihak RPH mengaku bahwa kandang tersebut
dibersihkan setiap hari dan kotoran sapi akan di tampung untuk dijadikan
pupuk kandang. Sumber makanan dari hewan sapi didapat dari petani
rumput disekitar RPH.
4.2 Sistem ManajemenSaat ini PD. RPH Kota Malang memiliki 48 orang karyawan tetap
yang dibagi menjadi beberapa bagian. Sebanyak 14 orang karyawan
memiliki tugas pada bidang produksi, yaitu jam operasional malam hari yaitu
pukul 23.00 WIB – 07.00 WIB dan 34 bertugas pada jam operasional kantor
yaitu pukul 09.00 – 16.00 WIB. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Malang
no.17 tahun 2002 RPH Kota Malang memiliki struktur organisasi seperti
terlihat pada lampiran 2 masing-masing memiliki fungsi dan tugas pokok
yang berbeda. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa PD. RPH
berada langsung dibawah pengawasan Dinas Peternakan Kota Malang,
yang artinya juga berada langsung dibawah tanggungjawab dari Walikota
Malang. Perusahaan daerah dipimpin oleh Direktur dalam melaksanakan
tugasnya, yang dibantu oleh bagian-bagian dan sub-bagian seperti pada
lampiran 1 struktur organisasi.
Berikut adalah penjelasan tugas pokok dan fungsi dari setiap bagian:
1. Direktur
Direktur mempunyai tugas pokok memimpin, mengawasi dan
mengendalikan seluruh kegiatan operasional di RPH Kota Malang.
Adapun fungsi dari direktur adalah:
1. Pelaksana pembinaan administratif, organisasi dan tata-laksana,
serta kepegawaian di RPH.
2. Pemberi kebijakan pengurusan dan pengelolaan RPH
20
3. Menyusun dan menyampaikan program kerja RPH baik tahunan
maupun 5 tahunan, serta menyampaikan anggarannya.
4. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan RPH
5. Mewakili perusahaan baik di dalam dan di luar pengadilan
6. Mengadakan perjanjian kerjasama usaha dengan pihak ketiga
sesuai persetujuan badan pengawas.
2. Badan Pengawas
Badan pengawas memiliki masa periode 3 tahun. Badan
pengawas terdiri dari 3 orang yang merupakan unsur-unsur
pemerintahan daerah dan instansi yang berhubungan dengan
pemotongan hewan. Badan pengawas mempunyai tugas pokok
menetapkan kebijakan umum, melaksanakan pembinaan, melakukan
pengawasan dan pengendalian terhadap RPH. Adapun fungsi dari
badan pengawas adalah sebagai berikut:
1. Mengawasi seluruh kegiatan operasional RPH
2. Pemberi pembinaan terhadap anggaran dan keuangan RPH
3. Membina usaha pengembangan RPH
4. Memberi saran dan pendapat kepada Walikota Malang terhadap
rencana pinjaman dan ikatan hukum dengan pihak lain
5. Memberi saran dan pendapat kepada Walikota Malang terhadap
program kerja yang diajukan oleh Direktur RPH.
6. Memberi pendapat dan saran kepada Walikota Malang atas
laporan dari RPH
Badan pengawas memiliki wewenang dalam bentuk koordinatif
kepada direktur RPH, wewenang dari badan pengawas antara lain:
1. Memberi peringatan kepada direktur yang tidak menjalankan
tugas sesuai dengan ketentuan dan program kerja yang berlaku
dan telah disetujui
2. Memeriksa direktur apabila ada dugaan merugikan RPH
3. Mengesahkan rencana kerja dan anggaran RPH
4. Menerima atau menolak pertanggungjawaban keuangan dan
program kerja yang telah diajukan oleh Direktur RPH
3. Satuan Pengawas Internal (SPI)
Satuan pengawas internal (SPI) merupakan perpanjangan
tangan direktur yang melaksanakan tugas direktur dalam bidang
21
pengawasan, penelitian, pengembangan dan pengawasan RPH. SPI
memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Melaksanakan koordinasi dan kegiatan penelitian atas
pengelolaan RPH.
2. Melaksanakan evaluasi kegiatan dan memberikan saran-saran
perbaikan.
3. Membuat laporan hasil pemeriksaan
4. Menyusun rencana terhadap langkah-langkah yang diambil oleh
Direktur.
5. Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang diberikan Direktur.
SPI dibantu oleh 2 (dua) sub-bagian, yang bertujuan untuk membantu
pengerjaan teknis dari fungsi dan tugas pokok yang dimiliki oleh SPI.
Adapun sub-bagian dari SPI adalah:
a. Urusan pengawasan produksi keuangan dan materiil (UP2KM)
Kepala urusan pengawasan produksi keuangan dan materiil
memiliki tugas pokok melaksanakan pengawasan dan
pemeriksaan dibidang produksi, keuangan dan materiil. Fungsi
dari kepala UP2KM adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan atas proses dan
kualitas pelayanan, serta merancang langkah-langkah
perbaikan.
2. Melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan atas pengelolaan
usaha budidaya hewan potong, kualitas dan kuantitas hasil
budidaya, serta merancang langkah-langkah
pengembangannya
3. Melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan atas jumlah
hewan yang dibudidayakan, dipotong, dan yang ada di kandang
penginapan.
4. Melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan atas
penyelenggaraan administrasi keuangan.
5. Melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan atas kekayaan
dan administrasi barang maupun prosedur keluar masuk
barang.
22
b. Urusan pengawasan umum, penelitian dan pengembangan
Kepala urusan umum, penelitian dan pengembangan memiliki
fungsi sebagai berikut:
a. Mengawasi dan memeriksa segala sesuatu yang berhubungan
dengan tata usaha
b. Mengawasi dan memeriksa hal-hal yang berhubungan dengan
kesejahteraan dan pembinaan pegawai.
c. Mengawasi pelaksanaan pengelolaan limbah
d. Mengumpulkan data yang meliputi segala aktivitas RPH dan
menyusun data hasil penelitian di bidang pengadaan, produksi,
keuangan, pelayanan, pemasaran dan lainnya.
e. Melaksanakan penelitian tugas pekerjaan yang dapat
menimbulkan hambatan dalam usaha peningkatan efisiensi dan
produktifitas kerja.
f. Mengumpulkan, mengolah dan menyusun laporan tahunan
hasil kegiatan yang dilakukan RPH.
4. Bagian Administrasi Umum
Kepala bagian administrasi umum memiliki tugas pokok membantu
direktur dalam bidang administrasi, keuangan, kepegawaian,
perlengkapan teknis dan sanitasi. Kepala bagian umum memiliki
fungsi sebagai berikut:
a. Mengatur administrasi perkantoran, kepegawaian, keuangan dan
barang.
b. Menyusun rencana pendapatan dan belanja, laporan keuangan,
neraca dan laporan rugi-laba secara berkala.
c. Melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian
barang
d. Melaksanakan kegiatan pembangunan, pengelolaan bangunan
dan IPAL milik RPH
e. Menyusun laporan pelaksanaan tugas dan saran kepada Direktur
Kepala bagian administrasi umum dibantu oleh 3 (tiga) sub-bagian,
yaitu:
a. Sub bagian umum dan SDM
Kepala sub-bagian umum dan SDM, memiliki fungsi sebagai
berikut:
23
a. Bertanggung jawab atas kegiatan surat menyurat, kearsipan,
dan dokumentasi.
b. Bertanggung jawab atas kegiatan yang berkaitan dengan
hubungan masyarakat.
c. Melaksanakan persiapan rapat, menerima tamu, mengatur tata
ruang dan kebersihan kantor.
d. Melaksanakan kegiatan administrasi kepegawaian.
b. Sub bagian keuangan
Kepala sub bagian keuangan memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Menyusun anggaran pendapatan dan belanja tahunan.
b. Melaksanakan pemungutan, penerimaan dan penyimpanan
keuangan
c. Melaksanakan pembayaran gaji, rekening listrik, pajak, dan
seluruh kewajiban keuangan.
d. Menyusun laporan keuangan dan laporan hasil pelaksanaan.
c. Sub bagian perlengkapan teknik dan sanitasi (PTS)
Kepala sub bagian PTS memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan pemeliharaan
barang habis pakai, barang investasi maupun bangunan.
b. Melaksanakan administrasi pengelolaan barang dengan
menyelenggarakan inventarisir.
c. Mengelola administrasi RPH yang terkait dengan tanah,
bangunan, mesin-mesin, alat komunikasi dan lainnya.
d. Menyediakan kebutuhan bahan bakar, pelumas, dan peralatan.
e. Melaksanakan penghitungan barang persediaan dan inventaris
secara berkala.
f. Melaksanakan pembersihan lingkungan, saluran, serta
mengatur dan merawat penghijauan tanaman.
g. Menyusun laporan pelaksanaan tugas.
5. Bagian Pemotongan Hewan
Kepala bagian pemotongan hewan memiliki tugas pokok
melaksanakan pengendalian, pengawasan dan pelayanan dalam
proses produksi yaitu pemotongan hewan. Kepala bagian
pemotongan hewan memiliki fungsi:
a. Melaksanakan pemeriksaan hewan yang akan dipotong
24
b. Melaksanakan pelayanan pemotongan hewan berdasarkan
ketentuan yang berlaku.
c. Mengelola tempat pemotongan dan menjaga kebersihan ruang,
kandang, dan lingkungannya
d. Mengelola sarana dan prasarana pemotongan hewan
e. Menyusun laporan pelaksanaan tugas
RPH Kota Malang terpusat di Jalan Kolonel Sugiono, akan tetapi juga
memiliki cabang di daerah sekitar pasar sukun. Kepala bagian
pemotongan hewan dalam memudahkan pekerjaan mengelola
tempat pemotongan hewan serta mengawasi prosesnya dibantu oleh
2 (dua) sub bagian, sehingga pengawasan menjadi menyeluruh baik
di pusat maupun di cabang. Sub bagian pada bagian pemotongan
hewan, yaitu:
a. Sub bagian pemotongan hewan pusat
Kepala sub bagian pemotongan hewan pusat memiliki tugas pokok
melaksanakan pemotongan hewan di RPH pusat, dan memiliki
fungsi sebagai berikut:
a. Melaksanakan kegiatan pemotongan hewan di RPH Pusat
secara aman, tertib, lancar dan bersih.
b. Bertanggungjawab atas pelayanan penggunaan sarana dan
prasarana pemotongan hewan serta merawatnya.
c. Bertanggungjawab atas kebersihan ruangan, peralatan,
kandang, saluran, lingkungan tempat pemotongan serta
membuang sisa limbah pemotongan dan kotoran kandang ke
tempat yang ditentukan.
d. Mengawasi dan membina cara pengangkutan daging.
e. Menyusun laporan pelaksanaan tugas.
b. Sub bagian pemotongan hewan cabang
Kepala sub bagian pemotongan hewan cabang memiliki tugas
pokok melaksanakan dan mengawasi pemotongan hewan di RPH
cabang. Fungsi yang dimiliki oleh kepala sub bagian pemotongan
hewan cabang sama seperti kepala sub bagian pemotongan
hewan pusat, yang membedakan hanya tempat dimana Kasubbag
bertanggung jawab.
25
6. Bagian Budidaya Hewan Potong
Kepala bagian budidaya hewan potong mempunyai tugas
melaksanakan pengembangan budidaya hewan potong dan usaha
pemasaran di RPH. Kepala bagian budidaya hewan potong memiliki
tugas sebagai berikut:
a. Melaksanakan pengelolaan budidaya hewan potong, dengan
cara pembesaran dan penggemukan
b. Melaksanakan pengadaan pakan hewan bagi hewan potong
c. Memasarkan hasil pemotongan hewan maupun bibit hewan
potong
d. Melaksanakan administrasi sarana produksi dan pemasaran
e. Melaksanakan pengembangan usaha lainnya
f. Menyusun laporan pelaksanaan tugas
Kepala bagian budidaya hewan potong dibantu oleh 2 (dua) sub
bagian yang membantu melaksanakan tugas dan fungsinya, adapun
sub bagian dari budidaya hewan potong adalah:
a. Sub bagian budidaya hewan potong
Kepala sub bagian budidaya hewan potong mempunyai tugas
melaksanakan pengembangan budidaya hewan potong. Sub
bagian budidaya hewan potong memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Melaksanakan pembesaran dan penggemukan hewan potong
menurut tata cara dan teknik beternak.
b. Menyediakan pakan yang memenuhi syarat bagi sapi.
c. Melakukan pembibitan sapi potong jenis unggul dengan
inseminasi buatan
d. Mendata, mencatat dan menganalisa kegiatan untuk
pengembangan usaha.
b. Sub bagian usaha dan pemasaran
Fungsi dari Kepala sub bagian usaha dan pemasaran antara lain:
a. Bertanggungjawab atas pengadaan bibit hewan potong sesuai
dengan standar harga dan mutu,
b. Bertanggungjawab atas pengadaan sarana produksi
peralatan, makanan, obat-obatan sesuai dengan standar
harga dan mutu.
26
c. Memasarkan produk hasil budidaya berupa hewan potong dan
daging menurut harga umum yang berlaku
d. Mendata, mencatat, dan menganalisa kegiatan untuk bahan
pengembangan usaha.
PD. RPH Kota Malang selain manajemen SDM dalam bentuk
struktural organisasi juga memiliki beberapa kebijakan yang termasuk
sebagai sistem manajemen perusahaan. Sistem manajemen yang
dicanangkan oleh RPH Kota Malang antara lain, sistem manajemen
pemeliharaan, sistem Quality Control pada karkas, serta manajemen
kesehatan dan keselamatan kerja.
Manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3) meliputi beberapa
aspek, antara lain standard keselamatan pekerja terutama para pekerja atau
karyawan yang bekerja pada proses produksi atau pemotongan hewan,
pemeriksaan kesehatan kepada para pegawai, dan juga memberikan
asuransi kepada karyawan. Manajemen atau sistem K3 yang dibuat oleh
perusahaan ternyata belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Perlindungan
keselamatan dan kebersihan para pegawai yang bekerja pada proses
produksi sangat minim, padahal RPH memiliki dokumen standard K3 pada
karyawan. Observasi lapang membuktikan, bahwa para karyawan yang
bekerja di malam hari atau pada saat proses produksi hanya menggunakan
sepatu boots karet, kaos dan celana panjang, serta beberapa ada yang
menggunakan masker. Menurut standar K3 dan juga kebersihan tentunya,
seharusnya para pekerja dilengkapi dengan cattlepack atau baju kandang,
masker, penutup kepala, sarung tangan dan juga penutup telinga serta
sepatu boots. Fungsi dari masker dan penutup kepala adalah agar karkas
tidak terkontaminasi oleh bakteri yang ada dari mulut pekerja dan juga agar
tidak ada rambut yang rontok dan mengenai daging, sehingga daging atau
karkas tetap terjaga higienitasnya. Penutup telinga berfungsi untuk
melindungi pendengaran pekerja dari suara-suara yang dapat mengganggu
sistem pendengaran. Cattlepack atau baju pengaman berfungsi untuk
melindungi pekerja dari kontak langsung kulit dengan hewan, dan mencegah
terjadinya penularan virus yang mungkin saja ada di hewan potong tersebut,
selain itu juga mencegah karkas terkontaminasi keringat dari pekerja.
Sarung tangan berfungsi untuk menjaga kualitas karkas agar tidak
terkontaminasi bakteri yang ada pada tangan pekerja. Kelengkapan tersebut
27
tidak digunakan oleh para pekerja, saat wawancara singkat dengan pekerja
ada berbagai alasan mengapa para pekerja tidak menggunakan
perlengkapan standard tersebut, salah satunya adalah jika menggunakan
cattlepack , sarung tangan, masker dan lainnya dapat mengganggu proses
pekerjaan karena panas ataupun tidak nyaman.
Manajemen K3 lainnya yang tidak kalah penting adalah kualitas
kandang penampungan hewan, baik kandang permanen ataupun kandang
sementara. Kandang sementara yang dimiliki oleh RPH Kota Malang jika
diperhatikan dengan seksama dan mempertimbangkan keamanan, maka
dapat dibilang tidak sepenuhnya layak untuk digunakan. Seperti pada
Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa kondisi kandang sementara sudah tidak
baik, pembatas yang terbuat dari beton sudah terlihat keropos dan besi-
besinya berkarat. Kondisi kandang tersebut tentu saja tidak aman terhadap
keselamatan para pekerja apabila ada sapi yang mengamuk dan kandang
tidak layak, maka akan ada kemungkinan sapi tersebut dapat merusak
kandang dan membahayakan bagi pekerja di RPH maupun lingkungan RPH.
Gambar 4.1 Kandang transit
Selain manajemen K3 pihak RPH juga memiliki sistem manajemen
terhadap proses produksi. Salah satu bidang yang berperan penting pada
proses produksi adalah bidang pemeliharaan. Bidang pemeliharaan
bertanggung jawab terhadap kondisi peralatan-peralatan di RPH. Bidang
pemeliharaan bertugas untuk melakukan pengontrolan kondisi peralatan
setiap harinya, melakukan perbaikan apabila terjadi kerusakan, dan tentu
saja perawatan terhadap seluruh peralatan. Pengecekan dan perawatan
peralatan dilakukan setiap hari pada saat sebelum dan sesudah produksi,
hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada peralatan yang
28
dapat menyebabkan terganggunya proses pemotongan, sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada perusahaan. Bidang pengecekan tentu memiliki
SOP dalam melakukan perawatan terhadap peralatan di RPH, SOP tersebut
harus dipahami oleh seluruh karyawan yang bertugas di bagian produksi
RPH agar semua karyawan dapat menjaga peralatan-peralatan yang ada di
RPH. Kondisi yang terjadi di lapang memang benar bahwa kandang
dibersihkan setiap harinya dengan SOP yang sudah ada, peralatan juga
diberikan pelumas sebelum waktu operasional produksi dan setelah produksi
juga peralatan dibersihkan dengan hati-hati. Akan tetapi, SOP perawatan
tersebut tidak diketahui atau dipahami oleh seluruh karyawan secara baik.
Pengecekan peralatan hanya dilakukan oleh 1 orang pekerja yang
bertanggung jawab setiap harinya terhadap peralatan produksi. Hal ini tentu
sangat tidak efektif, karena jika 1 (satu) orang karyawan tersebut
berhalangan untuk hadir, tidak ada karyawan yang dapat menggantikannya
sehingga kepala bagian pemotongan hewan ataupun kepala sub bagiannya
harus langsung menggantikan tugas karyawan tersebut. Selain tentang
efektivitas pekerja, kondisi peralatan di RPH Kota Malang memang masih
sangat baik, mulai dari katrol, timbangan, meat hook, hingga pisau untuk
memotong hewan.
Manajemen lingkungan yang baik memiliki peranan penting dalam
tercapainya misi dari RPH Kota Malang. Manajemen lingkungan termasuk
didalamnya adalah kebersihan lingkungan RPH, penggunaan energi listrik
dan konsumsi air, higienitas proses produksi dan juga pengelolaan limbah
hasil produksi. Pihak RPH sudah membuat poster-poster atau tata-tertib
yang berlaku tentang kebersihan lingkungan, selain itu juga dalam SOP dari
pihak RPH kandang, tempat pemotongan, dan seluruh sarana prasarana di
RPH dibersihkan setiap hari. SOP tersebut benar dilakukan oleh pihak RPH,
namun ada beberapa kekurangan, misalnya saja pada station pembersihan
karkas, air bekas pembersihan rumen sebaiknya langsung dialirkan ke IPAL
yang ada, akan tetapi ternyata air tersebut didiamkan di kolam dan baru
dibuang setelah akan mencuci rumen yang baru. Penggunaan listrik dan air
di RPH dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu konsumsi untuk kantor dan
konsumsi untuk kandang. Siang hari yaitu pada saat waktu operasional
kantor, listrik hanya bisa di gunakan di kantor dan peneraangan saat siang
hari menggunakan cahaya matahari. Pada malam hari, yaitu pada saat
29
proses produksi atau pemotongan hewan berlangsung seluruh lampu di
kantor dimatikan, kecuali pada lantai 1 (satu) yaitu ruang kepala bagian
budidaya hewan dan kepala bagian pemotongan hewan. Aliran listrik
dipusatkan pada kandang dan station-station produksi. RPH juga dilengkapi
dengan genset berbahan bakar (gambar 4.2), untuk mencegah terjadinya
pemadaman listrik yang dapat mengganggu berjalannya proses produksi.
Penggunaan air di RPH menggunakan air sumur, RPH memiliki 6 titik galian.
Air yang dipompa ditampung ke 2 tandon air, tandon air yang pertama
digunakan untuk penggunaan air di kantor, sementara tandon air yang kedua
digunakan untuk proses produksi dengan air yang sudah di campur dengan
EM4, tandon air yang kedua berbentuk seperti rumah seperti pada Gambar
4.3. Peneliti melakukan observasi pengecekan kebocoran air ataupun kran di
RPH, menurut pihak RPH apabila ada kebocoran pihak RPH bertindak
segera menanggulangi atau memperbaikinya, melihat kondisi lapang
memang tidak ada keran yang bocor baik di kandang maupun di kantor,
hanya saja terkadang karyawan lupa mematikan kran air yang ada di toilet di
RPH, yang menyebabkan terjadinya pemborosan penggunaan air.
Gambar 4.2 Genset
Gambar 4.3 Bak penampungan air dengan EM4
30
Rumah Pemotongan Hewan yang baik harus memiliki standard
kualitas terhadap produk yang dihasilkan. Untuk itu RPH Kota Malang
memiliki klinik kesehatan hewan untuk memeriksa kesehatan dan keamanan
dari hewan potong baik sebelum maupun sesudah dipotong. Hal tersebut
bertujuan untuk melindungi masyarakat yang mengkonsumsi karkas dari
penyakit dari hewan yang berbahaya seperti sapi gila. Kualitas hewan dan
daging atau karkas sangat dijaga oleh RPH Kota Malang, sehingga dari
bagian pemotongan hewan akan mengawasi dan mengevaluasi setiap
harinya yaitu berperan sebagai seorang Quality Control (QC).
Sesuai dengan SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Pemotongan
Hewan, RPH yang baik harus memiliki sistem Hazard Analysis and Critical
Control Point (HACCP). HACCP merupakan sistem yang digunakan untuk
mengawasi proses untuk mengetahui, mengukur serta mengendalikan
bahaya yang mungkin muncul yang dapat mengganggu kualitas dan
keamanan produk. RPH Kota Malang belum sepenuhnya menerapkan
sistem HACCP pada proses produksi, saat ini RPH Kota Malang hanya
melakukan identifikasi kesehatan dan kualitas pada hewan dan karkas,
sementara pada proses produksi perlu ditentukan titik-titik kritis mana saja
yang dapat menimbulkan bahaya pencemaran pada hewan dan daging.
Proses produksi yang panjang sangat memungkinkan terjadinya
perkembangan bakteri di tempat produksi, untuk itu sangat diperlukan
pengawasan pada titik-titik tertentu produksi atau dalam HACCP disebut titik
kritis untuk tetap menjaga kualitas dari daging sapi potong.
4.3 Proses produksiRPH Kota Malang memiliki proses produksi yang sama seperti RPH
pada umumnya, mulai dari tahap penerimaan hewan potong hingga
pengangkutan daging/karkas. Proses produksi tersebut diatur dalam SNI
yang berlaku untuk RPH, adapun tahapan produksinya adalah sebagai
berikut:
1. Tahap penerimaan hewan potong dan penampungan hewan
Hewan yang diantar dibawa ke pos penjagaan terlebih dahulu untuk
melakukan pendaftaran. Hewan yang diantarkan harus diturunkan
secara hati-hati dari kendaraan agar hewan tidak stress, namun di
RPH Kota Malang penurunan hewan terkadang dilakukan secara
paksa dan akhirnya hewan-hewan pun menjadi stress. Setelah itu,
31
hewan potong dimasukkan ke dalam kandang permanen (Gambar
4.4). Hewan tersebut diistirahatkan selama 12 jam sebelum dilakukan
pemotongan. Hasil dari observasi lapang menunjukkan bahwa
perlakuan pekerja terhadap hewan-hewan sangat berbeda dengan
SOP yang berlaku, terkadang hewan diturunkan paksa dari truk
dengan cara ditarik ataupun di tendang, sehingga hewan menjadi
stress. Selain itu juga, hewan yang seharusnya diistirahatkan selama
12 jam terkadang sebelum 12 jam sudah langsung dipotong, padahal
tujuan dari pengistirahatan hewan adalah agar darah pada hewan
terkonsentrasi atau berpusat pada peredaran darah besar, sehingga
pada waktu penyembelihan darah hewan dapat lebih cepat keluar
dengan sempurna. Selain diistirahatkan selama 12 jam hewan harus
dipuasakan selama minimal 8 jam, akan tetapi di RPH hewan diberikan
makanan berlebih yang mungkin bertujuan agar hewan tersebut
bobotnya bertambah, padahal dipuasakannya hewan tersebut
bertujuan agar isi perut dapat keluar sempurna, sehingga pada saat
pemotongan tidak terkontaminasi atau terhindar dari bakteri yang
terdapat pada feses hewan.
Gambar 4.4 Kandang Permanen
2. Tahap pemeriksaan ante-mortem
Pemeriksaan ante-mortem dilakukan oleh dokter hewan dan petugas
yang ditunjuk oleh dokter hewan. Pemeriksaan ante-mortem dilakukan
di kandang dengan kemudian diberikan tanda hewan yang telah
diperiksa dan tidak bermasalah, sementara hewan yang sakit harus
masuk ke kandang isolasi dan diobati terlebih dahulu.
32
3. Persiapan pemotongan
Persiapan dan kebersihan ruang dan peralatan untuk penyembelihan
harus menjadi perhatian utama, termasuk pula kebersihan dari
karyawan yang terlibat dalam proses produksi. Sebelum di potong
hewan diistirahatkan di kandang sementara atau kandang transit
(gambar 4.5) yang berkapasitas 50 hewan, setelah itu hewan yang
akan dipotong ditimbang dan dibersihkan terlebih dahulu kemudian
digiring menuju tempat pemotongan (Gambar 4.6). Kebersihan
merupakan hal yang harus menjadi perhatian utama, akan tetapi
setelah diperhatikan kebanyakan dari para pekerja memakai baju
seadanya, dan tidak menggunakan perlengkapan lain seperti sarung
tangan, masker, dan juga penutup kepala. Hal tersebut sangat tidak
baik, mengingat mudah sekali terjadinya pertukaran bakteri dari para
pekerja dan juga hewan potong. Bukan hanya hewan potong yang
akan terkontaminasi bakteri, kesehatan para pekerjapun bisa saja
akan terganggu akibat dari pertukaran bakteri tersebut. Penggiringan
hewan pada tahap ini pun terkadang dilakukan secara paksa, tidak
jarang hewan ditarik paksa dan ditendang, perlakuan tersebut dapat
membuat hewan stress dan merubah kualitas daging potong nantinya.
Penggiringan dengan metode paksa tersebut memang lebih efisien
dalam penggunaan waktu, namun kualitas dari daging potong juga
harus tetap diperhatikan. Tahap persiapan pemotongan dilakukan di 2
(dua) tempat yaitu pada kandang transit yang memiliki 9 lampu
berkapasitas 40 watt, sehingga listrik yang digunakan adalah 360 watt,
dan menggunakan air untuk mencuci kurang lebih 150 liter/ekor,
sehingga identifikasi munculnya limbah pada proses ini adalah air sisa
pencucian hewan ternak.
Gambar 4.5 kandang transit
33
Gambar 4.6 Ruang pemotongan
4. Pemotongan
Pelaksanaan pemotongan dilakukan oleh modin atau juru sembelih
yang ditunjuk dan harus dilakukan menurut syariat Islam dengan
membaca basmallah, menghadap kiblat, dan tidak boleh dilakukan
penyiksaan. Setelah hewan benar-benar mati dilakukan pemotongan
kepala dan digantung agar pengeluaran darah sempurna. Namun
pemisahan kepala biasanya dilakukan sebelum hewan benar-benar
mati, dan kepala tergeletak di lantai yang tentu tidak higienis. Jika
sesuai dengan SOP yang berlaku di RPH hewan yang dipotong
seharusnya digantung agar pengeluaran darah sempurna, akan tetapi
di RPH Kota Malang semua hewan yang mati dibiarkan di lantai
seperti terlihat pada Gambar 4.7 dan mungkin saja tercemar oleh
mikroorganisme yang bersifat patogen. Tahap pemotongan dilakukan
di ruang pemotongan yang memiliki 13 buah lampu 40 watt, sehingga
daya listrik yang digunakan adalah sebesar 520 watt, pada tahap ini
digunakan kurang lebih 100liter/ekor. Identifikasi munculnya limbah
pada proses ini adalah air bekas menyiram lantai serta darah sapi
yang berceceran dari sapi yang sudah disembelih sebanyak kurang
lebih 20liter/ekor (Baller et.al,1982).
34
Gambar 4.7 Kondisi hewan dilantai
5. Tahap pengulitan dan pemotongan daging karkas.
Proses pengulitan dilakukan jika hewan benar-benar mati dan
pengulitan harus dilakukan di atas scradel. Pengulitan harus dilakukan
secara hati-hati agar tidak merusak kulit dan membuang daging sia-
sia. Setelah dikuliti, karkas harus digantung tidak boleh ditaruh di lantai
dan jerohan ditaruh di atas kereta jerohan (Gambar 4.8). Pengulitan
terkadang dilakuan dengan tergesa-gesa sehingga kadang merusak
kulit dan membuang daging sia-sia. Lagi-lagi pada proses produksi
diutamakan efisiensi waktu, namun tidak mempertimbangkan kualitas
produk olahan. Pemotongan daging (Gambar 4.9) dilakukan sesuai
dengan bagian-bagian dari sapi yang akan dipasarkan, pemotongan
daging dilakukan di bagian yang sama dengan tempat pengulitan.
Tahap pengulitan membutuhkan daya listrik sebesar 400 watt pada
ruangan pengulitan, dan dapat diidentifikasi munculnya limbah adalah
air bekas pencucian ruangan dan juga darah dari sapi.
35
Gambar 4.8 Kereta jeroan
Gambar 4.9 Dapur pemotongan daging
6. Pencucian organ dalam
Organ dalam hewan atau jeroan dikeluarkan secara hati-hati,
kemudian harus dicuci pada air yang mengalir, untuk mencegah
terjadinya pengendapan lemak pada bak pencucian. Jika sesuai
dengan SOP pencucian dilakukan menggunakan air yang mengalir,
akan tetapi kondisi lapang menunjukkan bahwa bak air digunakan
untuk mencuci jeroan dari hewan. Kondisi bak air yang digunakan
dapat dilihat pada Gambar 4.10 dan 4.11, kondisi air tidak mengalir
bahkan cenderung kotor. Input dari proses ini adalah air sebesar
670,11 liter/ekor dan daya listrik sebesar 400watt, sehingga dapat
diidentifikasi munculan limbah adalah berupa air bekas cucian dan
juga darah serta lemak yang berceceran.
36
Gambar 4.10 bak pencuci jeroan
Gambar 4.11 bak pembilas jeroan
7. Tahap pemeriksaan post-mortem
Pemeriksaan post-mortem dilakukan oleh Dokter hewan, apabila
dinyatakan sehat dan tidak bermasalah diberi stempel dan dapat
dipasarkan, namun apabila mengandung penyakit atau zat yang bisa
membahayakan masyarakat, daging tidak boleh dibawa keluar dari
RPH dan harus dikubur atau dibakar. Daging yang tidak layak
terkadang tidak dimusnahkan, akan tetapi dibagikan kepada para
karyawan yang bekerja pada malam hari, hal ini tentu dapat
membahayakan jika terjadi penularan penyakit pada karyawan yang
mengkonsumsi daging tersebut meskipun biasanya yang dibagikan
adalah yang tidak layak untuk di pasarkan namun dirasa masih aman
untuk dikonsumsi.
37
8. Pengangkutan hewan karkas
Karkas yang sudah dinyatakan sehat dan tidak bermasalah dibawa
menuju ruang distribusi. Pengangkutan karkas pada RPH Kota Malang
dilakukan dengan mobil box, colt, dan gerobak. Menurut SNI
pengangkutan karkas harus menggunakan mobil box tertutup dan
memiliki pendingin, jika pengangkutan dilakukan dengan
menggunakan alat seperti di RPH Kota Malang dapat memungkinkan
untuk karkas terkontaminasi mikroorganisme dan virus yang ada di
udara yang mungkin berbahaya bagi para konsumen.
9. Pembersihan
Pembersihan tempat produksi dilakukan dengan beberapa cara.
Pembersihan lantai dan dinding menggunakan air bertekanan tinggi
yang sudah dicampur dengan EM4, fungsi dari EM4 sendiri adalah
untuk menghilangkan bau pada kandang. Pembersihan meja
pemotongan dilakukan dengan menggunakan sabun, agar seluruh
lemak dapat terangkat dari meja pemotongan. Pembersihan peralatan
dilakukan menggunakan air hangat, agar lemak dan darah yang
menempel pada peralatan lebih mudah untuk hilang. Air yang
digunakan untuk proses pembersihan kemudian dibuang ke saluran-
saluran pembuangan untuk menuju ke IPAL. Input dari proses
pembersihan tentu saja air untuk membersihkan ruangan, sedangkan
identifikasi munculan limbahnya adalah berupa air, sabun, dan juga
darah sapi.
Proses pemotongan sapi dilakukan setiap hari kecuali hari sabtu,
setiap harinya RPH memotong 30-50 sapi, dan stock hewan didapatkan dari
juragan atau pedagang sapi setiap hari. Jumlah hewan yang ditampung
dapat mencapai 100 ekor hewan perharinya seperti pada Tabel 4.1 berikut
ini.
Tabel 4.1 Stock ternak di RPH beserta jumlah yang dipotong
Tanggal Jumlah stock (ekor) Jumlah hewan di
potong (ekor)
4/4/2015 109 42
5/4/2015 107 38
6/4/2015 113 46
7/4/2015 102 44
38
8/4/2015 121 49
9/4/2015 98 48
11/4/2015 101 43
12/4/2015 99 37
13/4/2015 119 48
14/4/2015 111 45
15/4/2015 129 49
16/4/2015 102 46
4.4 Penanganan LimbahLimbah yang dihasilkan oleh RPH terdiri dari limbah padat, limbah
cair serta limbah udara. Limbah cair yang dihasilkan oleh RPH antara lain
adalah limbah hasil pembersihan kandang, pencucian sapi, darah, lemak,
dan sanitasi. Limbah padat yang dihasilkan oleh RPH Kota Malang yang
paling banyak adalah limbah kotoran hewan, sedangkan limbah udara
adalah gas dari sapi dan juga bau menyengat dari kandang dan kotoran
sapi.
Penanganan limbah cair di RPH Kota Malang menggunakan instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) sederhana yang berupa sistem filtrasi
menggunakan bebatuan dan ijuk (Gambar 4.12). Limbah yang dihasilkan
dari seluruh station yang ada di RPH dialirkan menggunakan saluran-saluran
(Gambar 4.13) menuju ke IPAL yang berada di antara ruang pemotongan
dan ruang pembersihan isi perut/jeroan. Setelah masuk kedalam IPAL filtrasi
tersebut, limbah cair dari outlet (gambar 4.14) langsung dibuang atau
dialirkan ke sungai yang berada tepat dibelakang RPH. Kondisi IPAL dapat
dibilang sudah tidak layak, seperti dapat dilihat pada gambar 4.15. Pihak
RPH tidak melakukan uji kualitas effluen pada IPAL, yang melakukan uji
secara berkala adalah BLH Jawa Timur, pengujian dilakukan setiap 3 bulan
sekali dan jika terjadi masalah maka pihak RPH akan langsung ditegur untuk
segera memperbaiki sistem yang bermasalah. Hasil uji kandungan BOD,
COD dan NH3 dari kandungan limbah di inlet (lampiran 1) dapat dilihat
bahwa kandungan BOD, COD maupun NH3-N dari limbah cair RPH di inlet
sangat jauh melebihi baku mutu limbah RPH, kadar BOD mencapai 1427
mg/L, COD 4030 mg/L, dan NH3-N mencapai 294,4 mg/L, dengan metode
pengolahan limbah cair di RPH yang hanya menggunakan ijuk dan batu kali,
39
dapat dibilang bahwa pengolahan limbah dengan metode filtrasi tersebut
tidak akan berpengaruh banyak pada penurunan kadar BOD, COD, maupun
NH3-N pada limbah cair dari proses produksi. Penanganan limbah padat di
RPH Kota Malang tidak dilakukan langsung di RPH, pihak RPH hanya
membersihkan kandang dan menampung kotoran sapi di bak besar (gambar
4.16), dan menjualnya ke TPA Supiturang untuk diolah disana dijadikan
pupuk, kompos, dan juga biogas. Bau menyengat yang ditimbulkan oleh
hewan yang berada di RPH Kota Malang memang sangat menyengat, akan
tetapi hal tersebut tidak mendapatkan protes dari masyarakat sekitar,
sehingga pihak RPH merasa bahwa hal tersebut tidak akan mengganggu
jalannya proses produksi, sehingga tidak diperlukan untuk membuat sistem
penanganan polutan udara tersebut.
Gambar 4.12 IPAL
Gambar 4.13 Saluran menuju IPAL
40
Gambar 4.14 Outlet IPAL
Gambar 4.15 Kondisi IPAL
Gambar 4.16 Bak penampung kotoran sapi
4.5 Analisis Data Hasil observasi di RPH Kota Malang, dapat ditentukan beberapa
variabel internal maupun eksternal yang mempengaruhi penentuan strategi
penerapan produksi bersih yang dapat dilakukan. Tabel 4.2 menunjukkan
41
variabel dari internal perusahaan yang meliputi sumber daya manusia,
proses produksi, produk, harga, tempat distribusi dan layanan konsumen.
Tabel 4.3 menunjukkan variabel-variabel eksternal dari perusaahan yang
mempengaruhi keadaan perusahaan, variabel eksternal meliputi aspek
ekonomi, sosial, budaya, politik dan kondisi pasar.
Tabel 4.2 Variabel InternalNO. VARIABEL DIMENSI1. Sumber Daya Manusia
(SDM)a. Jumlah Pegawaib. Pendidikanc. Ketersediaan tenaga ahlid. Training atau pelatihane. Koordinasi intern dalam perusahaanf. Insentif, Bonus dan Penghargaang. Pemahaman pegawai terhadap seluruh proses
2. Proses Produksi dan manajemen
a. SOP Proses Produksib. Efektifitas dan efisiensi prosesc. Program pengembangand. Kelengkapan sarana dan prasaranae. Proses remediasi limbahf. Kesehatan dan Keselamatan Kerjag. manajemen pemeliharaan
3. Produk a. Kualitas daging potongb. Kualitas hewanc. Produk sampingan selain dagingd. Produk dari limbah
4. Keuangan a. Biaya operasionalb. Harga jasa penitipan hewanc. Harga jasa pemotongan hewan
5. Sistem Distribusi a. Lokasi operasional perusahaanb. Luas cakupan wilayah distribusic. Kendaraan angkutan distribusi
6. Layanan Konsumen a. Penyelesaian terhadap komplainb. Pelayanan terhadap masukan, kritik, dan saran.c. Pelayanan perawatan hewan ternakd. Pelayanan pemotongan hewan ternake. Akses untuk kritik dan saran
Tabel 4.3 Variabel Eksternal
NO. VARIABEL DIMENSI1. Ekonomi a. Nilai tukar mata uang rupiah
b. Harga bahan bakuc. Harga jual daging potongd. Fluktuasi harga bahan bakare. Tarif dasar listrikf. tarif dasar PDAM
2. Sosial a. Pro-Kontra masyarakat terhadap keberadaan RPH
42
b. Dampak limbah RPH terhadap lingkungan masyarakat.c. Pemanfaatan petani rumput untuk pakan ternakd. Perubahan gaya hidup masyarakate. pertumbuhan pendudukf. urbanisasi
3. Budaya a. Budaya konsumtif masyarakat terhadap daging.
4. Politik a. Kebijakan pemerintah tentang standar kualitas daging Sapi dan Hewan ternakb. stabilitas politik nasionalc. Regulasi perdagangan dalam dan luar negerid. AEC
5. Pasar a. Persaingan dengan RPH lainb. Ancaman pendatang baruc. Ancaman turunnya minat masyarakat terhadap daging sapid. Kebutuhan pasare. ancaman produk pengganti
Tahap selanjutnya setelah menentukan variabel-variabel tersebut,
dilakukan pengelompokan variabel berdasarkan klasifikasi variabel tersebut,
apakah merupakan kekuatan, kelemahan, peluang, atau ancaman.
Pengelompokan variabel seperti pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Pengelompokan SWOT
NO. Variabel Dimensi
1.
2.
3.
4.
5.
STRENGHTSDM
Proses Produksi
Produk
Keuangan
Tempat distribusi
a. Koordinasi intern dalam perusahaanb. Insentif, bonus dan penghargaanc. Pemahaman pegawai terhadap seluruh proses.
a. SOP Proses produksib. Program pengembanganc. Kelengkapan sarana dan prasaranad. Manajemen pemeliharaane. Penggunaan listrik dan air
a. Kualitas daging potongb. Kualitas hewanc. Produk sampingan selain daging
a. Harga jasa penitipan hewanb. Biaya operasionalc. Harga jasa pemotongan hewan
a. Lokasi operasional perusahaanb. Luas cakupan wilayah distribusi
43
6. Layanan konsumen a. Pelayanan perawatan hewan ternakb. Pelayanan pemotongan hewan ternakc. Pelayanan terhadap masukan, kritik dan saran
1.
2.
3.
4.
5.
WeaknessSDM
Proses produksi
Produk
Sistem Distribusi
Layanan konsumen
a. Jumlah pegawaib. Pendidikan Pegawaic. Ketersediaan tenaga ahlid. Training atau pelatihan
a. Efektivitas dan efisiensi prosesb. proses remediasi limbahc. Kesehatan dan Keselamatan kerja
a. Produk dari limbah
a. kendaraan angkutan distribusi
a. Penyelesaian terhadap komplainb. akses untuk kritik dans saran
1.
2.
3.
4.
5.
OpportunitiesEkonomi
Sosial
Budaya
Politik
Pasar
a. Harga bahan bakub. Harga jual daging potongc. Tarif dasar PDAM
a. pemanfaatan petani rumput untuk pakan ternakb. Pertumbuhan pendudukc. Urbanisasi
a. budaya konsumtif masyarakat terhadap daging
a. regulasi perdagangan dalam dan luar negerib. AEC
a. Kebutuhan Pasar
1.
2.
3.
THREATEkonomi
Sosial
Politik
a. nilai tukar mata uang rupiahb. fluktuasi harga bahan bakarc. Tarif dasar listrik
a. pro-kontra masyarakat terhadap keberadaan RPHb. dampak limbah RPH terhadap lingkungan masyarakatc. Perubahan gaya hidup masyarakat
a. kebijakan pemerintah tentang standar kualitas daging sapi dan hewan ternak
44
4 Pasar
b. stabilitas politik nasional
a. persaingan dengan RPH lainb. ancaman pendatang baruc. ancaman turunnya minat masyarakatd. ancaman produk pengganti
Setelah melakukan pengelompokan variabel, tahap selanjutnya
adalah penentuan bobot tiap variabel. Pembobotan dilakukan peneliti
bersama dengan Kepala Bagian Adiministrasi Umum yaitu Pak Didi. Bobot
tiap variabel menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel tersebut
terhadap kondisi perusahaan, bobot tersebut berkisar antara 0,00 (tidak
berpengaruh) hingga 1,00 (sangat berpengaruh). Pembobotan dilakukan
dengan mempertimbangkan berbagai kondisi yang ada di RPH Kota Malang.
Untuk mencegah subjektifitas, maka pembobotan dilakukan oleh peneliti dan
juga pihak dari RPH. Pembobotan harus dilakukan secara berhati-hati,
karena akan berpengaruh terhadap hasil akhir dari analisa strategi.
Selanjutnya dilakukan penyebaran kuesionair untuk 3 orang
responden, yaitu Kepala Bagian Budidaya Hewan, Kepala Bagian
Pemotongan Hewan, dan Kepala Bagian Umum PD RPH Kota Malang,
penyebaran kuesioner ini berfungsi untuk menentukan rating atau skala dari
setiap variabel. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada 3 responden agar
dapat diketahui rata-rata dari skala yang diberikan oleh ke 3 orang
responden, dan mencegah penilaian secara subjektif. Nilai dari skala
berkisar antara 1 – 4, dengan nilai 4 yaitu sangat penting dan 1 yaitu tidak
penting. Berikut ini hasil dari penyebaran kuesionair dan perhitungan rata-
rata rating yang diberikan, dapat dilihat lampiran 2.
Tahap selanjutnya yaitu menentukan faktor-faktor kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman apa saja yang memiliki nilai rata-rata
rating tertinggi yang artinya dianggap paling penting, untuk mengetahui skala
prioritas dalam perumusan strategi. Masing-masing dari tiap faktor harus
disamakan jumlahnya, dalam hal ini peneliti mengambil masing-masing 5
faktor yang memiliki nilai rata-rata tertinggi untuk dijadikan skala prioritas.
Untuk analisis internal variabel dengan nilai rata-rata tertinggi untuk
kekuatan dari RPH antara lain SOP proses produksi, kelengkapan sarana
dan prasarana, manajemen pemeliharaan, kualitas daging potong, dan
kualitas hewan. Kelemahan dari RPH antara lain, kekurangan jumlah
pegawai, proses yang kurang efektif dan efisien, pengolahan limbah tidak
45
maksimal, SOP tentang K3 tidak dijalankan dengan baik, dan juga
kendaraan distribusi tidak sesuai SNI. Setelah dilakukan skala prioritas,
maka dihitung skor dari masing-masing variabel yaitu perkalian antara bobot
dengan skala, untuk strengh atau kekuatan skornya bernilai positif (+)
sementara untuk weakness atau kelemahan skornya bernilai negatif (-), hasil
perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 perhitungan skor faktor SW
VARIABELbobot
Skala
Skor
STRENGHTSOP Proses Produksi 0.07 4 0.28Kelengkapan sarana dan prasarana 0.07 4 0.28Manajemen pemeliharaan 0.07 3.666667 0.256667Kualitas daging potong 0.09 4 0.36Kualitas hewan 0.09 4 0.36
1.536667WEAKNESS Kekurangan jumlah pegawai 0.03 2 -0.06Proses yang kurang efektif dan efisien 0.05 3 -0.15Pengolahan limbah tidak maksimal 0.05 3 -0.15SOP tentang K3 tidak dijalankan dengan baik 0.05 3 -0.15Kendaraan angkutan distribusi tidak sesuai SNI 0.03 2.666667 -0.08 -0.59
Perhitungan skor untuk analisis eksternal memiliki tahapan yang
sama dengan analisis internal. Untuk peluang atau opportunities bernilai
positif (+) dan untuk ancaman atau threat bernilai negatif (-). Hasil
perhitungan untuk analisis kondisi eksternal dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Perhitungan Skor faktor OT
VARIABELBobot
Rating rata-rata Skor
OPPORTUNITIES Harga bahan baku 0.03 3.66667 0.11Harga jual daging potong 0.03 4 0.12Pemanfaatan petani rumput untuk pakan ternak 0.05 3.33333 0.16667Budaya konsumtif masyarakat terhadap daging 0.03 3 0.09Kebutuhan Pasar 0.1 3.66667 0.36667 0.85333THREAT
46
Nilai tukar mata uang rupiah 0.06 3 -0.18Fluktuasi harga bahan bakar 0.1 3.66667 -0.3667Perubahan gaya hidup masyarakat 0.05 3 -0.15Stabilitas politik nasional 0.06 3 -0.18Ancaman turunnya minat masyarakat 0.04 3 -0.12 -0.9967
Setelah mendapatkan skor, maka skor dari masing-masing faktor di
total untuk mendapatkan strenght posture dan competitive posture. Dari hasil
penjumlahan didapatkan skor total dari kekuatan adalah 1.536667,
kelemahan -0.59, peluang 0.85333, dan ancaman -0.9967. Strenght posture
didapat dari penjumlahan antara kekuatan dan kelemahan, competitive
posture didapatkan dari penjumlahan antara peluang dan ancaman. Hasil
perhitungan dari strenght posture adalah sebesar 0.946667 dan dari
competitive posture adalah sebesar -0.14333. Strenght posture kemudian
menjadi sumbu X dan competitive posture menjadi sumbu Y dalam
grafik/matriks SWOT (Grafik 4.1).
-1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
SWOTPosisi Existing
Grafik 4.1 kondisi existing RPH Kota Malang
Dapat dilihat pada Grafik 4.1 bahwa kondisi RPH saat ini berada di
kuadran II yaitu dimana kuadran II merupakan posisi dimana RPH sedang
berada di posisi yang baik akan tetapi akan menghadapi banyak tantangan
besar kedepannya. Strategi yang paling tepat untuk dilakukan ketika suatu
perusahaan berada di kuadran II adalah strategi diversifikasi, yaitu strategi
pengembangan produk untuk meningkatkan daya saing eksternal, serta
memperbanyak strategi taktis yang dilakukan terutama dalam langkah-
47
langkah pembenahan internal perusahaan yang akan berpengaruh terhadap
kesiapan RPH dalam menghadapi tantangan yang berasal dari eksternal.
4.6 Rekomendasi StrategiSetelah melakukan analisa kondisi saat ini di RPH Kota Malang,
dapat diketahui bahwa RPH Kota Malang perlu melaksanakan beberapa
perbaikan dalam rangka penerapan produksi bersih. Dari hasil analisis
SWOT diketahui bahwa strategi yang dapat digunakan dalam kondisi RPH
saat ini adalah strategi diversifikasi. Untuk itu penulis memberikan beberapa
rekomendasi yang dapat dilakukan untuk perbaikan di RPH Kota Malang.
Strategi tersebut antara lain:
1. Menerapkan sistem screening awal dan evaluasi lingkungan.
Strategi ini merupakan strategi yang paling sederhana, jika dapat
diterapkan akan memperbaiki kondisi lingkungan dan proses produksi
lebih ramah lingkungan. Beberapa opsi yang dapat dilakukan dalam
penerapan strategi ini adalah, melakukan standarisasi pakaian tenaga
kerja, termasuk masker, sepatu, dan perlengkapan lainnya untuk
mencegah pertukaran bakteri, memberikan pengarahan terhadap
pekerja tentang pentingnya menjaga kebersihan pada proses produksi
karena mempengaruhi mutu daging, membuat SOP produksi untuk
memudahkan pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya, menjaga
kebersihan ruang produksi, membersihkan seluruh peralatan langsung
saat selesai digunakan agar lemak dan darah tidak sulit dibersihkan dari
peralatan.
2. Memanfaatkan limbah padat untuk pembuatan pupuk kandang dan
biogas.
RPH Kota Malang setiap harinya menampung lebih dari 100 sapi
di kandang permanen, kotoran yang dihasilkan oleh sapi dapat
dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kandang ataupun biogas. Selama
ini pembuatan pupuk, kompos, dan biogas dilakukan oleh pihak ketiga
yaitu diberikan ke TPA Supiturang. Jika pihak RPH mau mengelolanya
sendiri maka keuntungan dari penjualan pupuk kandang akan
menambah pemasukan untuk pihak RPH. Keuntungan pihak RPH
menjual pupuk kandang akan lebih besar daripada sekedar menjual
kotoran sapi ke pihak ketiga. Selain itu jika RPH memanfaatkan kotoran
sapi untuk membuat biogas dengan pembuatan digester plant sendiri
48
maka keuntungan yang dapat diperoleh oleh pihak RPH juga akan
meningkat. Setiap satu ekor sapi menghasilkan kurang lebih 2 m3
biogas perhari, jika rata-ratas stok sapi di RPH Kota Malang mencapai
100 ekor/hari maka dapat diperoleh:
Produksi biogas = 100 ekor/hari x 2 m3/hari
= 200 m3/hari
Menurut Padmono dan Mulyanto (1995), kadar metan yang dihasilkan
adalah 60%, maka potensi biogas yang dapat digunakan untuk
mengasilkan listrik adalah 120 m3/hari. Estimasi pembuatan biodigester
plant menurut departemen Pertanian (2010) adalah Rp 100.000.000,-
dari literatur tentang pembuatan teknologi biogas di indonesia, modal
kerja operasional biogas termasuk modal kerja generator listrik dengan
berbahan bakar solar untuk membangkitkan daya listrik 2500 watt,
dengan konsumsi solar 100mL/jam dan 0,39m3 biogas/kWh (Widodo,
T.W dari Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong).
Kebutuhan listrik untuk penerangan kandang RPH Kota Malang adalah
sebesar 135 kWh (Data RPH Kota Malang, 2015) dan dinyalakan mulai
pukul 18.00 WIB – 06.00 WIB. Pembuatan biodigester oleh RPH sendiri
akan memberikan penghematan terutama pada penggunaan listrik untuk
keperluan kandang hewan.
3. Merapihkan lagi sistem manajemen K3.
Salah satu kelemahan yang dimiliki oleh PD. RPH Kota Malang
adalah pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. K3
merupakan aspek yang sangat penting dalam industri apapun, untuk
mencapai kualitas RPH yang maksimal maka perlu dilakukan lagi
perapihan sistem manajemen K3. Aspek yang perlu diperhatikan antara
lain yaitu keamanan dan keselamatan pekerja, maka perlu diberlakukan
standarisasi kerapihan atau pakaian dan perlengkapan pekerja dalam
proses produksi, perbaikan kandang transit untuk mencegah terjadinya
hal-hal yang tidak diinginkan, serta mencegah rusaknya sarana dan
prasarana yang ada di RPH Kota Malang. Penggunaan cattlepack untuk
pekerja di lapangan akan mejadi salah satu tindakan preventif atau
pencegahan, yang nantinya akan lebih hemat jika para pekerja
disediakan cattlepack dan perlengkapan lainnya daripada harus
membiayai pekerja untuk pengobatan apabila sakit.
49
4. Menerapkan sistem HACCP
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa sistem HACCP
sangat penting untuk diterapkan di RPH, sehingga untuk memiliki daya
saing yang lebih dibandingkan dengan RPH lainnya PD RPH Kota
Malang harus mulai menerapkan sistem HACCP, karena untuk
mencapai standar internasional salah satu syaratnya adalah memiliki
sistem HACCP dalam perusahaan. Selain itu juga sistem HACCP dapat
menjadi salah satu metode untuk strategi pencegahan terjadinya bahaya
yang dapat merugikan berbagai pihak, sehingga dibutuhkan perbaikan
dan implementasi sistem HACCP di RPH Kota Malang.
5. Re-design IPAL
IPAL yang dimiliki oleh RPH Kota Malang sangat sederhana,
yaitu hanya dengan proses filtrasi oleh ijuk dan bebatuan, sehingga
dirasa perlu untuk mendesain ulang IPAL agar limbah cair yang
dihasilkan oleh proses produksi dapat diolah dengan maksimal hingga
menghasilkan air yang aman untuk dibuang ke sungai maupun diolah
lagi untuk menjadi air baku. Pihak RPH juga harus memiliki hasil analisis
limbah yang dihasilkan, agar dapat menjadi salah satu pertimbangan
evaluasi IPAL untuk melakukan re-design IPAL.
6. Pelatihan tenaga kerja atau penambahan tenaga kerja
Permasalahan yang dihadapi oleh RPH Kota Malang salah
satunya adalah tenaga kerja yang minim, saat proses produksi tenaga
kerja yang ada di jam operasional hanya 12 orang untuk mengerjakan
seluruh proses produksi mulai dari persiapan hingga pembersihan
kandang, hal tersebut sangat tidak efisien dan membuat para pekerja
harus bekerja dengan terlalu berat. Untuk itu salah satu strategi yang
dapat diterapkan oleh RPH Kota Malang adalah melakukan
penambahan tenaga kerja dan juga pelatihan tenaga kerja terutama
masalah SOP Proses produksi dan manajemen lingkungan. Sehingga
nantinya PD. RPH Kota Malang mampu meningkatkan produktivitasnya
dan mampu menjadi RPH berdaya saing nasional maupun internasional.
50
Recommended