View
31
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1. Decompen satio cordis
Definisi
Berdasar definisi patofisiologik docompensatio cordis atau gagal jantung
atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan.
Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik
(sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang
khas (Fathoni, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala),
ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktifitas yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Pada gagal jantung terjadi
keadaan yang mana jantung tidak dapat menghantarkan curah jantung yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. (Marulam, 2006)
Klasifikasi Gagal Jantung secara umum:
1) Gagal jantung Akut
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa
adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik
atau disfungsi diastolik, keadaan irama jantung yang abnormal atau
ketidakseimbangan dari pre-load (beban pengisian) atau after-load (beban
tahanan), seringkali memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat
berupa serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi
akut dari gagal jantung kronis. (Cokat, 2008)
Pada gagal jantung akut ini dapat pula diklasifikasikan lagi baik dari gejala
klinis dan foto thorax (Killip), klinis dan karakteristik hemodinamik (Forrester)
atau berdasarkan sirkulasi perifer dan auskultasi paru. Dapat pula dibagi
berdasarkan dominasi gagal jantung kanan atau kiri yaitu Forward (kiri dan kanan
(AHF), Left heart backward failure (yang dominan gagal jantung kiri), dan Right
heart backward failure (berhubungan dengan disfungsi paru dan jantung sebelah
kanan). (Cokat, 2008)
2) Gagal jantung kronik
Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek
yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan
istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam
keadaan istirahat. (Cokat, 2008)
Gagal jantung kronik adalah kondisi patofisiologi, dimana terdapat
kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan (Ilmu
Penyakit Dalam Edisi Ke 4 Jilid 3). Gagal jantung kronik adalah sindroma klinik
yang komplek (Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskuler IV).
Gejala
Efek gagal jantung digolongkan sebagai gagal jantung ke depan (curah
tinggi) dan gagal jantung ke belakang (curah rendah). Gagal jantung curah rendah
terjadi apabila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung sistemik
normal. Sedangkan gagal curah tinggi terjadi bila jantung tidak mampu
mempertahankan curah jantung yang tinggi karena kebutuhan yang meningkat.
Masing-masing terdiri dari dominan sisi kiri dan dominan sisi kanan.
Gambaran klinik gagal curah rendah kanan: hepatomegali, peningkatan
vena jugularis, kongesti sistemik pasif, edema tungkai. Gagal curah rendah kiri:
edema paru, hipoksemia, dispnea, hemoptisis, kongesti vena paru, dispnea waktu
bekerja, PND, hipertensi pulmonal, hipertrofi dan gagal ventrikel kanan.
Gagal curah tinggi kanan: kematian mendadak, penurunan aliran arteri
pulmonalis (efek klinis minimal). Curah tinggi kiri: kematian mendadak, syok
kardiogenik, sinkop, hipotensi, penurunan perfusi jaringan, vasokontriksi ginjal,
retensi cairan, edema (Chandrasoma, 2006; Sugeng dan Sitompul, 2003).
Pemeriksaan penunjang
1. EKG
Electrocardiography tidak dapat digunakan untuk mengukur anatomi LVH
tetapi hanya merefleksikan perubahan elektrik (atrial dan ventrikular aritmia)
sebagai faktor sekunder dalam mengamati perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan
ECG tidak spesifik menunjukkan adanya gagal jantung (Cokat, 2008).
2. Radiologi
Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung.
Kardiomegali biasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic
ratio / CTR (lebih besar dari 0,5) pada tampilan postanterior. Pada pemeriksaan
ini tidak dapat menentukan gagal jantung pada disfungsi siltolik karena ukuran
bias terlihat normal (Cokat, 2008).
3. Echocardiografi
Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk semua pasien gagal jantung. Tes
ini membantu menetapkan ukuran ventrikel kiri, massa, dan fungsi. Kelemahan
echocardiography adalah relative mahal, hanya ada di rumah sakit dan tidak
tersedia untuk pemeriksaan skrining yang rutin untuk hipertensi pada praktek
umum (Cokat, 2008).
4. Pemeriksaan darah
Pada saat ini terdapat metoda baru yang mempu menentukan gagal jantung
yaitu pemeriksaan laboratorium BNP ( Brain Natriuretic Peptide) dan NT- pro
BNP (N Terminal protein BNP). Protein NT-proBNP merupakan penanda sensitif
untuk fungsi jantung. Menurut situs web Endolab Selandia Baru, kadar NT-
proBNP orang sehat di bawah 40 pmol/L. Peningkatan kadar NT-proBNP di atas
220 pmol/L menunjukkan adanya gangguan fungsi jantung dalam tahap dini yang
perlu pemeriksaan lebih lanjut. (Kompas, 2002)
Tes NT-proBNP mampu mendeteksi gagal jantung tahap dini yang belum
terdeteksi dengan pemeriksaan elektrokardiografi. Hal ini memungkinkan dokter
membedakan gagal jantung dengan gangguan pada paru yang memiliki gejala
serupa, sehingga pengobatan lebih terarah. Kadar NT proBNP yang berkorelasi
dalam darah itu bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien gagal jantung yang
perlu pengobatan intensif serta memantau pasien risiko tinggi. Di sisi lain, kadar
NT-proBNP bisa turun jika penderita minum obat, sehingga pemeriksaan rutin
NT-proBNP bisa digunakan untuk mengetahui kemajuan pengobatan. (Kompas,
2002)
Terapi
Pengobatan terbaik untuk gagal jantung adalah pencegahan atau
pengobatan dini terhadap penyebabnya.
1. Gagal Jantung Kronis.
Jika pembatasan asupan garam saja tidak dapat mengurangi penimbunan
cairan, bisa diberikan obat diuretik untuk menambah pembentukan air kemih dan
membuang natrium dan air dari tubuh melalui ginjal. Mengurangi cairan akan
menurunkan jumlah darah yang masuk kejantung sehingga mengurangi beban
kerja jantung.
Untuk pemakaian jangka panjang, diuretik diberikan dalam bentuk sediaan
per-oral (ditelan); sedangkan dalam keadaan darurat akan sangat efektif jika
diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Pemberian diuretik sering
disertai dengan pemberian tambahan kalium, karena diuretik tertentu
menyebabkan hilangnya kalium dari tubuh; atau bisa digunakan diuretik hemat
kalium.
Digoksin meningkatkan kekuatan setiap denyut jantung dan
memperlambat denyut jantung yang terlalu cepat. Ketidakteraturan irama jantung
(aritmia, dimana denyut jantung terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak teratur),
bisa diatasi dengan obat atau dengan alat pacu jantung buatan.
Sering digunakan obat yang melebarkan pembuluh darah (vasodilator),
yang bisa melebarkan arteri, vena atau keduanya. Pelebar arteri akan melebarkan
arteri dan menurunkan tekanan darah, yang selanjutnya akan mengurangi beban
kerjaj antung.
Pelebar vena aka nmelebarkan vena dan menyediakan ruang yang lebih
untukdarah yang telah terkumpul dan tidak mampu memasuki bagian kanan
jantung. Hal ini akan mengurangi penyumbatan dan mengurangi beban jantung.
Vasodilator yang paling banyak digunakan adalah ACE-inhibitor (angiotensin
converting enzyme inhibitor). Obat ini tidak hanya meringankan gejala tetapi juga
memperpanjang harapan hidup penderita.ACE-inhibitor melebarkan arteridan
vena; sedangkan obat terdahulu hanya melebarkan vena saja atau arteri saja
(misalnya nitrogliserin hanya melebarkan vena, hydralazine hanya melebarkan
arteri).
Ruang jantung yang melebar dan kontraksinya jelek memungkinkan
terbentuknya bekuan darah di dalamnya. Bekuan ini bisa pecah dan masuk
kedalam sirkulasi kemudian menyebabkan kerusakan di organ vital lainnya,
misalnya otak dan menyebabkan stroke. Oleh karena itu diberikan
obatantikoagulan untuk membantu mencegah pembentukan bekuan dalam ruang-
ruang jantung.
Milrinone dan amrinone menyebabkan pelebaran arteri dan vena, dan juga
meningkatkan kekuatan jantung. Obat baru ini hanya digunakan dalam jangka
pendek pada penderita yang dipantau secara ketat di rumahsakit, karena bisa
menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang berbahaya.
Pencangkokan jantung dianjurkan pada penderita yang tidak memberikan
respon terhadap pemberian obat. Kardiomioplasti merupaka npembedahan dimana
sejumlah besar otot diambil dari punggung penderita dan dibungkuskan di
sekeliling jantung, kemudian dirangsang dengan alat pacu jantung buatan supaya
berkontraksi secara teratur.
2. Gagal Jantung Akut.
Bila terjadi penimbunan cairan tiba-tiba dalam paru-paru (edema pulmoner
akut), penderita gagal jantung akan mengalami sesak nafas hebat sehingga
memerlukan sungkup muka oksigen dengan konsentrasi tinggi. Diberikan diuretik
dan obat-obatan (misalny adigoksin) secara intravena supaya terjadi perbaikan
segera. Nitrogliserinintra vena atau sublingual (dibawah lidah) akan menyebabkan
pelebaran vena, sehingg amengurangi jumlah darah yang melalui paru-paru.
Jika pengobatan di atas gagal, pernafasan penderita dibantu dengan mesin
ventilator. Kadang dipasang torniket pada 3 dari keempat anggota gerak penderita
untuk menahan darah sementara waktu, sehingga mengurangi volume darah yang
kembali ke jantung. Torniket ini dipasang secara bergantian pada setiap anggota
gerak setiap 10-20 menit untuk menghindari cedera.
Pemberian morfin dimaksudkan untuk:
1) mengurangi kecemasan yang biasanya menyertai edema pulmoner akut
2) mengurangi laju pernafasan
3) memperlambat denyut jantung
4) mengurangi beban kerja jantung.
2. Penyakit jantung koroner
Definisi
Penyakit Jantung Koroner adalah penyempitan atau tersumbatnya
pembuluh darah arteri jantung yang disebut pembuluh darah koroner.
Sebagaimana halnya organ tubuh lain, jantung pun memerlukan zat makanan dan
oksigen agar dapat memompa darah ke seluruh tubuh. Pasokan zat makanan dan
darah ini harus selalu lancar karena jantung bekerja keras tanpa henti. Pembuluh
darah koroner lah yang memiliki tugas untuk memasok darah ke jantung.
Gejala
Gejalanya mulai dari yang paling ringan sampai terberat :
1) Nyeri dada (Angina pectoris)
2) Nyeri dada yang tidak stabil (Unstable Angina pectoris)
3) Matinya sebagian otot jantung (InfarkMyocard)
4) Mati mendadak
Pemeriksaan penunjang
1. EKG
Terdapat elevasi segmen ST diikuti perubahan sampai inversi gelombang T,
kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di dua sadapan. Dilakukan
10 menit setelah pasien datang ke IGD.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pertanda adanya nekrosis jantung, selnya akan mengelurakan enzim yang dapat
dapat diukur
• CKMB (creatinine kinase MB) : meningkat 3 jam setelah miokard infark dan
mencapai puncak dalam 10 – 24 jam dan kembali normal dalam 2 – 4 hari.
Operasi jantung, miokarditis dan injuri otot juga meningkatkan
CKMB.
• cTn (cardiac specifik troponin) T dan I; meningkat setelah 2 jam setelah infark
miokard, dan mencapai puncak setelah 10-24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
3. Pemeriksaan enzim lainnya.
• Mioglobin mencapai puncak setelah miokard infark dalam 4-8 jam.
• Creatini kinase meningkat setelah setelah 3- 8 jam mencapai puncak setelah 10-
36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
• Lactc dehydrogenase (LDH) mengikat setelah 24-28 jam mencapai puncak 3-6
hari kembali normal dalam 8-14 hari
Juga terjadi leukositosis polimorfonuklear yang terjadi dalam beberapa jam
setelah nyeri dan menetap dalam 3-7 hari, leukosit dapat mencapai
12000-15000/ul.
Terapi
Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya Penyakit
Jantung Koroner antar lain : ECG, Treadmill, Echokardiografi dan Arteriorgrafi
Koroner (yang sering dikenal sebagai Kateterisasi).
Dengan pemeriksaan ECG dapat diketahui kemungkinan adanya kelainan pada
jantung Anda dengan tingkat ketepatan 40%. Kemudian bila dianggap perlu, akan
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Treadmill Echokardiografi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut kemungkinan akan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan Arteriografi Koroner (Kateterisasi) yang mempunyai
tingkat ketepatan paling tinggi (99 - 100%) untuk memastikan apakah Anda
mempunyai Penyakit Jantung koroner.
Kateterisasi Jantung merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk memeriksa
struktur serta fungsi jantung, termasuk ruang jantung, katup jantung, otot jantung,
sserta pembuluh darah jantung termasuk pembuluh darah koroner, terutama untuk
mendeteksi adanya pembuluh darah jantung yang tersumbat.
Bila hasil dari film tersebut diketahui adanya penyempitan pembuluh koroner,
maka dokter akan memberitahukan tindakan pengobatan selanjutnya apakah
cukup dengan obat atau dengan tindakan pelebaran bagian pembuluh darah
jantung yang menyempit atau tersumbat dengan menggunakan alat alat tertentu
atau ditiup, Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty, di singkat PTCA
atau akhir akhir ini disebut Percutaneous Coronary intervention yang disingkat
PCI; atau harus dilakukan Operasi Jantung Terbuka (Open Heart Surgery) untuk
memasang pembuluh darah baru menggantikan pembuluh darah jantung yang
tersumbat Coronary Artery Bypass Surgery disingkat CABG.
Dengan semakin canggihnya peralatan Angiografi dan berkembangnya teknik
teknik baru, pada umumnya tindakan kateterisasi secara praktis dianggap tidak
ada resiko.
Tindakan "peniupan" atau "balonisasi" atau "Angioplasti" bertujuan untuk
melebarkan penyempitan pembuluh koroner dengan menggunakan kateter khusus
yang ujungnya mempunyai balon. Balon dimasukkan dan dikembangkan tepat
ditempat penyempitan pembuluh darah jantung. Dengan demikian penyempitan
tersebut menjadi terbuka.
Untuk menyempurnakan hasil peniupan ini, kadang - kadang diperlukan tindakan
lain yang dilakukan dalam waktu yang sama, seperti pemasangan ring atau cincin
penyanggah (Stent), pengeboran kerak di dalam pembuluh darah (Rotablation)
atau pengerokan kerak pembuluh darah (Directional Atherectomy).
3. Angina pektoris
Definisi
Penyakit angina pectoris merupakan suatu sindroma gangguan pada dada
berupa perasaan nyeri, terlebih saat sedang berjalan, mendaki, sebelum atau
sesudah makan. Angina (angina pektoris) adalah nyeri dada yang bersifat
sementara, dapat juga merupakan rasa tertekan pada dada, yang terjadi karena otot
jantung mengalami kekurangan oksigen akibat terganggunya aliran darah ke arteri
yang mengalirkan darah ke arahnya. Penyumbatan atau penyempitan arteri
jantung yang mengakibatkan angina adalah jika penyumbatannya mencapai
70%.Jumlah pasti penderita angita pectoris ini sulit diketahui.
Angina pectoris adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan episode atau
paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di dada depan, penyebabnya diperkirakan
berkurangnya aliran darah koroner, menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak
adekuat, atau dengan kata lain kebutuhan untuk suplai oksigen ke jantung
meningkat. (suzane & smeltzer,2001)
Angina pectoris adalah suatu sindroma klinis berupa serangan sakit dada
yang khas yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering kali
menjalar .di lengan kiri. Hal ini biasa timbul saat pasien melakukan aktivitas dan
segera hilang saat aktifitas dihentikan. (mansjoer,2001)
Angina (angina pektoris) merupakan nyeri dada sementara atau suatu
perasaan tertekan, yang terjadi jika otot jantung mengalami kekurangan oksigen
akibat pembuluh darah yang menyempit. Angina terjadi bila penyumbatan blok
telah mencapai 70 persen atau lebih. Biasanya penyumbatan disebabkan oleh
lemak.(anonym, 2010)
Dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa angina
pectoris merupakan suatu sindroma klinis nyeri pada dada akibat suplai oksigen
ke jantung(arteri koroner) berkurang akibat terjadinya sumbatan yang mencapai
70%.
Gejala
Iskemia otot jantung akan menyebabkan nyeri dengan derajat yang
berfariasi .mulai pada rasa tertekan pada dada atas sampai nyeri hebat yang
disertai dengan rasa takut atau rasa akan menjelang ajal. Nyeri sangat terasa pada
dada di daerah belakang sternum atas atau sternum retrosternal. Meskipun rasa
nyeri biasanya terlokalisasi, namun nyeri tersebut dapat menyebar ke leher, dagu,
bahu, dan aspek dalam ekstrmitas atas.
Perasaan seperti diikat atau ditekan yang bermula dari tengah dada yang
secara bertahap menyebar ke rahang bawah, permukaan dalam tangan kiri,
permukaan ulnar jari manis dan jari kelingking. Secara garis besar, ciri khas tanda
dan gejala terjadi angina pectoris dapat dilihat dari letaknya, kualitas sakit,
hubungan timbulnya sakit dengan aktivitas dan lama serangannya.
Sakit biasanya timbul di daerah sterna, substernal atau dad sebelah kiri dan
mennjalar ke lengan kiri. Kualitas sakit yang timbul beragam, dapat seperti
ditekan beban berat, dijepit atau terasa panas. Sakit dada biasanya timbul saat
melakukan aktivitas dan hilang saat berhenti dengan lama serangan berlangsung
1-5 menit.
Pemeriksaan penunjang
1. Diagnose angina sering dibuat berdasarkan evaluasi manifestasi klinis dan
riwayat pasien. Pada angina tertentu, perubahan pola EKG dapat membantu dalam
membuat berbagai diagnosa angina. Respon pasaien terhadap kerja berat dan
stress juga dapat diuji dengan pemantauan EKG pada saat klien bersepeda atau
bersepeda statis.
2. Pada penderita yang tidak bisa di diagnosa dengan uji latih beban berdasarkan
EKG, maka dilakukan uji latih beban dengan pencitraan. Isotop yang biasa
digunakan adalah thalium-210.
3. Pada saat serangan EKG akan menunjukkan depresi segmen ST dan gelombang
T dapat menjadi negatif.
4. Untuk membedakan apakah angina pektoris atau infark miokardium dilakukan
pemeriksaan enzim CPK, SGOT, LDH yang meninggi pada infark miokardium
5. Laboratorium Kadar kolesterol di atas 180 mg/dl
6. Tindakan untuk angiografi koroner diagnostic secara langsung pada penderita
dengan nyeri dada yang diduga karena ischemia miokard, dapat dilakukan jika ada
kontra indikasi untuk test non invasive.
7. Pemeriksaan Troponin T atau I
8. Pemeriksaan CK-MB
Terapi
Ada dua tujuan utama penatalaksanaan angina pectoris:
- Mencegah terjadinya infark miokard dan nekrosis, dengan demikian
meningkatkan kuantitas hidup.
- Mengurangi symptom dan frekwensi serta beratnya ischemia, dengan demikian
meningkatkan kualitas hidup.
Prinsip penatalaksanaan angina pectoris adalah: meningkatkan pemberian
oksigen (dengan meningkatkan aliran darah koroner) dan menurunkan kebutuhan
oksigen (dengan mengurangi kerja jantung).
1. Terapi Farmakologis untuk anti angina dan anti iskhemia.
a. Beta Bloker
Obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat
menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan frekwensi
denyut jantung, kontraktilitas , tekanan di arteri dan peregangan pada dinding
ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul bradikardi dan timbul blok
atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara lain: atenolol, metoprolol, propranolol,
nadolol.
b. Nitrat dan Nitrit
Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk
mengurangi symptom angina pectoris, disamping juga mempunyai efek
antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat menurunkan kebutuhan oksigen miokard
melalui pengurangan preload sehingga terjadi pengurangan volume ventrikel dan
tekanan arterial. Salah satu masalah penggunaan nitrat jangka panjang adalah
terjadinya toleransi terhadap nitrat. Untuk mencegah terjadinya toleransi
dianjurkan memakai nitrat dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8– 12
jam. Obat golongan nitrat dan nitrit adalah: amil nitrit, ISDN, isosorbid
mononitrat, nitrogliserin.
c. Kalsium Antagonis
Obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui
saluran kalsium, yang akan menyebabkan relaksasi otot polos pembulu darah
sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah epikardial dan sistemik.
Kalsium antagonis juga menurunkan kabutuhan oksigen miokard dengan cara
menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Golongan obat kalsium antagonis adalah
amlodipin, bepridil, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin,
nimodipin, verapamil.
2. Terapi Non Farmakologis
Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan
oksigen jantung antara lain: pasien harus berhenti merokok, karena merokok
mengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan darah, sehingga memaksa jantung
bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan menurunkan berat badan untuk
mengurangi kerja jantung. Mengurangi stress untuk menurunkan kadar adrenalin
yang dapat menimbulkan vasokontriksi pembulu darah. Pengontrolan gula darah.
Penggunaan kontra sepsi dan kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif atau
ambisius.
Pasien-pasien ini biasanya mempunyai rasa takut akan kematian. Untuk
pasien rawat inap, asuhan keperawatan direncanakan sedemikian rupa sehingga
waktu dimana ia jauh dari tempat tidur diusahakan seminimal mungkin. Karena
perasaan takut tersebut dapat dikurangi dengan adanya kehadiran orang lain.
Pasien yang rawat jalan harus diberikan informasi penting mengenai penyakitnya
dan penjelasan mengenai pentingnya mematuhi petunjuk yang telah diberikan.
3. Tindakan Pembedahan Pada Angina
a. Percutanens transluminal coronary angioplasty (PTCA)
Merupakan upaya memperbaiki sirkulasi koroner dgn cara memecah plak
atau ateroma dgn cara memasukan kateter dgn ujung berbentuk balon.
b. Coronary artery bypass graft (CABG)
Merupakan salah satu penanganan intervensi dengan cara membuat
saluran baru melewati bagian arteri koronaria yang mengalami lpenyempitan atau
penyumbatan. Sebelumnya harus sudah melakukan kateterisasi arteri koronaria
untuk menentukan daerah yang mengalami penyempitan. CABG dilakukan
dengan membukan dinding dada melalui pemotongan tulang sternum selanjutnya
dilakukan pemasangan pembuluh sarah baru yang dapat diambil dari arteri radialis
atau arteri mammaria interna tergantung pasa kebutuhan.
4. Aterosklerosis
Definisi
Atherosklerosis berasal dari kata athero yang dalam bahasa Yunani
(athera) suatu bentuk gabung yang menunjukan degenerasi lemak atau hubungan
dengan atheroma. Sedangkan sklerosis dalam bahasa Yunani berarti indurasi dan
pengerasan; seperti pengerasan sebagian peradangan, pembentukan jaringan ikat
meningkat atau penyakit zat intersisial.
Atherosklerosis adalah suatu penyakit yang menyerang pembuluh darah
besar maupun kecil dan ditandai oleh kelainan fungsi endotelial, radang vaskuler,
dan pembentukan lipid, kolesterol, zat kapur, bekas luka vaskuler di dalam
dinding pembuluh intima. Pembentukan ini meyebabkan plak, pengubahan bentuk
vaskuler, obstruksi luminal akut dan kronis, kelainan aliran darah, pengurangan
suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu.
Plak terbentuk dari lemak, kolesterol, kalsium, dan subtansi lain yang di
temukan dalam darah. Ketika itu tumbuh, membentuk plak di bagian dalam arteri,
dan pada saatnya dapat membatasi aliran darah. Ada dua jenis plak:
a. Stabil dan keras
b. Tidak stabil dan lembut.
Plak yang keras menyebabkan pengerasan dan penebalan dinding
pembuluh darah. Plak yang lembut lebih memungkinkan untuk pecah dan terlepas
dari dinding pembuluh darah dan masuk aliran darah. Hal ini dapat menyebabkan
penggumpalan darah yang dapat secara parsial atau total memblok aliran darah di
dalam arteri. Ketika hal ini terjadi, organ yang disuplai oleh arteri yang terblok
akan kekurangan nutrisi dan oksigen. Aklibatnya sel organ tersebut akan mati atau
menderita kerusakan yang parah.
Gejala
Tanda dan gejala atherosklerosis biasanya berkembang secara bertingkat.
Pertama, gejala muncul setelah adanya upaya yang kuat , ketika arteri tidak dapat
menyuplai cukup okssigen dan nutrisi kepada otot .
Aspek klinis
Gejala-gejala dari aterosklerosis umumnya bervariasi. Penderita
aterosklerosis ringan dapat mengalami gejala infark myocard dan pasien yang
menderita aterosklerosis tingkat lanjut dapat tidak mengalami gejala-gejala yang
berarti. Jadi tidak ada perbedaan gejala-gejala klinis antara aterosklerosis yang
ringan ataupun yang telah parah. Aterosklerosis dapat menjadi kronik dengan
menunjukkan tanda-tanda kerusakan yang meningkat sebanding dengan umur
(penyakit degeneratif) dan lamanya menderita aterosklerosis. Meskipun
merupakan sebuah penyakit sistemik yang mengglobal tetapi aterosklerosis dapat
pula hanya menyerang salah satu organ tubuh dimana hal ini bervariasi untuk
masing-masing penderita. Berikut ini disajikan beberapa efek klinis kelainan yang
terjadi akibat aterosklerosis:
Adanya penyempitan diameter pembuluh darah akibat penumpukan
jaringan fibrous (plaque) yang makin lama makin besar. Penyempitan dapat
mencapai hingga nilai 50-70% dari diameter pembuluh awal. Hal ini berakibat
terganggunya sirkulasi darah kepada organ yang membutuhkan sehingga
kebutuhan oksigen dan nutrisi sel terganggu. Contoh penyakit yang berhubungan
dengan masalah ini adalah angina pectoris, mesenterik angina, dan lain
sebagainya.
a. Plaque yang telah terbentuk dapat pecah dan mengalir mengikuti pembuluh
darah menjadi trombus dan emboli. Trombus ini dapat menyumbat arteri-arteri
penting tubuh yang penting. Jika menyumbat arteri koroner maka dapat
mengakibatkan otot jantung mengalami iskemia (kekurangan nutrisi) dan
selanjutnya dapat memicu terjadinya infark myocard dan stroke. Emboli ini
dapat juga terjadi secara tanpa sengaja pada peristiwa pembedahan aorta,
angiograf, dan terapi trombolitik pada pasien aterosklerosis.
b. Angina pectoris ditunjukkan dengan perasaan tidak nyaman pada daerah
retrosternal dan menyebar ke daerah lengan kanan yang kadang-kadang
disalah artikan sebagai gejala dyspnea. Angina pectoris timbul setelah
melakukan kerja berat dan diobati dengan beristirahat atau terapi nitrat. Jika
angina pectoris berlanjut dan terjadi berulang-ulang dapat berlanjut kepada
infark myocard (serangan jantung).
c. Stroke merupakan kelanjutan dari adanya sumbatan pada pembuluh darah
otak. Akibatnya sel-sel otak mengalami iskemia dan mangalami gangguan
dalam hal fungsinya.
d. Penyakit vaskuler perifer meliputi perasaan pegal, impotensi, luka yang tak
kunjung sembuh dan infeksi pada daerah ekstremitas. Perasaan pegal ini
meningkat setelah berolahraga dan sembuh ketika beristirahat. Perasaan ini
dapat diikuti dengan kulit kepucatan atau kesemutan.
e. Iskemia pada organ-organ visceral berakibat pada kerusakan susunan dan
fungsi dari organ yang terkena.
f. Mesenterik angina ditandai dengan sakit pada epigastrium atau periumbilikal
setelah makan dan dianalogkan dengan henatemesis, diare, defisiensi nutrisi,
atau berkurangnya berat badan.
g. Aneurisme pada aorta abdominalis dimana aorta abdominalis mengalami
kerusakan sehingga membesar menimbulkan sebuah benjolan pada dinding
luar aorta abdominalis.
h. Emboli arteri sering timbul bersamaan dengan nekrosis pada jari-jari,
pendarahan saluran pencernaan, infark myocard, iskemia pada retina, infark
serebral, dan gagal ginjal.
Aspek fisik
Tanda-tanda fisik dari aterosklerosis meliputi adanya penimbunan lemak,
pelebaran dan kakunya arteri muskular yang besar, dan iskemia atau infark dari
beberapa organ tertantu. Berikut ini disajikan tanda fisik dari aterosklerosis:
a. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah adalah meningkatnya kadar lemak di dalam darah.
Lemak ini dapat memicu terjadinya penimbunan plaque pada dinding pembuluh
darah.
b. Penyakit pada arteri koroner
Ditandai dengan adanya bunyi jantung keempat yang semakin jelas,
takikardi, hipotensi, atau hipertensi.
c. Penyakit serebrovaskuler
Ditandai dengan tidak terabanya denyut nadi pada arteri karotis dan
kemunduran dari fungsi otak.
d. Penyakit vaskuler perifer
Ditandai dengan penurunan denyut nadi perifer, sumbatan pada erteri
perifer, sianosis perifer, gangrene, atau luka yang sukar sembuh
e. Aneurisme pada aorta abdominalis
Ditandai dengan timbulnya benjolan pada arteri abdominalis atau
kolapsnya sistem sirkulasi.
f. Emboli pada arteri
Ditandai dengan gangrene, sianosis, munculnya “pedal pulses” yang
dikaitkan adanya penyakit mokrovaskular dan emboli kolesterol.
Pemeriksaan penunjang
a. Test darah.
Suatu test darah dapat mengetahui peningkatan level kolesterol,
homocysteine atau gula darah (glukosa), yang juga merupakan faktor resiko untuk
penyakit ini.
b. Ankle-Brachial Index (ABI).
Dengan menggunakan manset untuk mengukur tekan darah dan alat
ultrasound khusus yang digunakan untu menetukan nilai dan aliran darah
(Doppler Ultrasound). Dokter dapat mengukur tekanan darah pasien pada lengan
dan kaki pasien menunjukkan penyakit arteri perifer, yang mana biasanya
disebabkan aterosklerosis.
c. Electrocardiogram (ECG)
Elektrokardiogram merupakan alat uji diagnosa yang terdiri atas element-
element elektroda yang di tempelkan di kulit pasien untuk mengukur hantaran
elektrik (listrik) atau impuls dari jantung. ECG juga dapat mendeteksi serangan
jantung lebih dini pada beberapa pasien. Biasanya dokterakan melakukan
pemeriksaan ECG sepanjang dan setelah treadmill.
d. Gambar
Chest X-rays, ultrasound, computerized tomography (CT) scan dan
magnetic resonance imaging (MRI) merupakan cara yang tidak invasif untuk
dokter memeriksa arteri pasien, apakah di arteri terdapat sumbatan dan berapa
banyak sumbatan yang menutup arteri. Semua test ini kadang-kadang dapat
menunjukkan pengerasan dan penyempitan serta arteri utama yang lebih besar,
sama baiknya seperti pada aneurisma dan simpanan kalsium pada dinding arteri.
e. Doppler Ultrasound
Alat ini digunakan untuk mengamati seluruh arteri di dalam tubuh dan
menentukan tekanan darah pada angka yang bervariasi pada lengan dan kaki.
Pemeriksaan ini dapat menolong untuk menentukan jumlah sumbatan dan
kecepatan aliran darah pada arteri.1
f. MUGA / radionuclide angiograpy
Nuclear scan untuk melihat bagaimana dinding jantung bergerak dan
berapa banyak darah yang di paksa keluar setiap ketukan jantung (heartbeat),
ketika pasien dalam keadaan istirahat.5
g. Thallium / myocardial perfusionscan
Pengamatan nuclear yang diberikan ketika pasien dalam keadaan istirahat
atau setelah latihan yang dapat mengungkap daerah dari otot jantung yang tidak
cukup mendapatkan suplai darah.
Terapi
Pencegahan dan pengobatan dari pengendalian atherosklerosis dari faktor
resiko yang telah diketahui untuk penyakit tersebut. Didalamnya termasuk
pengobatan untuk hipertensi, hyperlipidemia, DM, dan kebiasaan merokok.
Perubahan gaya hidup dapat meningkatkan kerja pembuluh arteri. Dokter
memiliki beberapa tipe pengobatan untuk memperlambat atau mengatasi pengaruh
arteriosklerosis dan atherosklerosis.
a. Obat Penurun-kolesterol.
Secara agresive dapat menurunkan sejumlah low-density lipoprotein
(LDL) kolestrol “jahat” yang dapat memperlambat aliran darah, berhenti atau
bahkan sebaliknya membentuk plak. Obat ini mengandung statin dan fibrate dan
diberikan dengan dosis tertentu.
b. Pengobatan anti-platelet.
Aspirin merupakan salah satu contoh dari tipe obat ini digunakan untuk
mengurangi kemungkinan penggumpalan kepingan darah pada atherosklerosis,
terbentuknya bekuan darah, dan terjadinya sumbatan pada pembuluh darah.
c. Antikoagulan.
Seperti Heparin atau Warfarin (Komadin). Digunakan untuk
mengencerkan darah dan mencegah pembekuan untuk pembentukan arteri dan
aliran darah yang mengalami sumbatan.
d. Vasodilatasi Otot pembuluh darah.
Vasodilator seperti Prostaglandin, dapat mencegah penebalan otot pada
dinding arteri dan menghentikan penyempitan arteri. Tapi efek dari obat ini kuat
dan biasanya hanya digunakan ketika obat lain tidak bekerja.
e. Pengobatan lainnya.
Dapat disarankan beberapa pengobatan untuk mengontrol faktor resiko,
seperti diabetes, tekanan darah tinggi dan level homocysteine yang tinggi. Dapat
juga disarankan obat spesifik untuk gejala tertentu, seperti claudicasi yang
intermittent.
Jika terdapat gejala yang akut, sumbatan akut yang mengancam
kemampuan otot dan jaringan kulit untuk berkontraksi atau salah satu organ sudah
tidak dapat berfungsi sempurna, mungkin dapat dilakukan pengobatan
selanjutnya.
a. Angioplasty.
Procedur pada pengobatan ini yaitu dengan cara memasukkan pipa
(catheter) yang panjang dan tipis ke dalam arteri yang tersumbat atau terhambat.
Kemudian kawat dengan balon yang kempis dimasukkan melalui catheter ke area
yang terhambat tadi. Balon itu akan mengembang, menekan plaque untuk
melawan dinding arteri. Lubang pipa (stent) menyanggah arteri untuk membantu
arteri tetap terbuka.
b. Embolectomy.
Catheter dapat juga di gunakan untuk menangkap gumpalan darah. Cara
ini disebut Embolectomy.
c. Endarterectomy.
Pada beberapa kasus mungkin di butuhkan operasi pemindahan plak dari
dinding arteri yang terhambat. Procedur pada pengobatan ini ahli bedah membuat
incisi, kemudian memindahkan plak dan menutup arteri.
d. Pembedahan pembuluh darah.
Dengan cara bypass dengan mencangkokkan cabang salah satu pembuluh
darah dari bagian tubuh yang lain atau pipa yang terbuat dari serat sintetik.Cara
ini akan mengalirkan darah ke arteri yang tersumbat atau terhambat. Proses ini
sangat sering di gunakan untuk meningkatkan aliran darah ke kaki, tapi cara
tersebut juga dapat digunakan untuk menghambat perluasan atau kebocoran pada
aortic aneurysm.
e. Thrombolytic.
Jika arteri tersumbat oleh adanya gumpalan darah, biasanya diberi obat
untuk melarutkan gumpalan ke dalam arteri sampai gumpalan itu kembali normal.
f. Penggunaan Angiography.
Dengan cara memasukkan catheter kecil ke dalam arteri dan di celup, dan
kemudian sumbatan tersebut di tolong dengan sinar X.
5. Hipertensi
Definisi
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan
darah di dalam arteri. (Hiper artinya Berlebihan, Tensi artinya Tekanan/Tegangan;
Jadi, Hipertensi adalah Gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan
kenaikan tekanan darah diatas nilai normal). Hipertensi didefinisikan oleh Joint
National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg. Pada
pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi
diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik ), angka yang lebih rendah
diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik ). Tekanan darah ditulis sebagai
tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg, dibaca
seratus dua puluh per delapan puluh. Sejalan dengan bertambahnya usia,
hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus
meningkat sampai usia 80 tahundan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia
55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun
drastis.Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi
dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah dari
pada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan
lebihtinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika
beristirahat.Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu
pagihari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.
Gejala
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul
gejalaberikut:
1) sakit kepala
2) kelelahan
3) mual
4) muntah
5) sesak nafas
6) gelisah
7) pandangan menjadi kabur (yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal).
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. Krisis hipertensi
merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat
tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ
target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah>180/120 mmHg. Pada hipertensi
emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ
target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan
segera (dalam hitungan menit – jam) untuk mencegahkerusakan organ target
lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut: encephalopathy, pendarahan
intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edemaparu, dissecting aortic
aneurysm, angina pectoris tidak stabil, dan eklampsia atauhipertensi berat selama
kehamilan.
Hipertensi urgensi
adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ target yang
progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat anti hipertensioral ke nilai
tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam s/d beberapa hari.
Terapi Pengobatan
1) Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang untuk mencegah tekanan
darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi.
Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan
gaya hidup. Disamping menurunkan tekanan darahpada pasien-pasien dengan
hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan
darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan
darahadalah:
(1) mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk;
(2) mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension)yang
kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan
(3) mengkonsumsi alkohol sedikit saja.
Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik
dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat
membebaskan pasien dari menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima
adalah yang di disain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada
pasien yang gemuk dan obesitas disertai pembatasan pemasukan natrium dan
alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril. Aktifitas
fisik juga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobiksecara teratur paling
tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien.
Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki,
dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini
dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus
konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-rag amana yang terbaik
terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan
faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien
hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang
dapat diakibatkan oleh merokok.
2) Terapi farmakologi
Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Penambahan
obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal
dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah
melebihi 20/10 mm Hg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi
dengan dua obat. Yang harus diperhatikan adalah resiko untuk
hipotensiortostatik, terutama pada pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi
autonomik,dan lansia.
a. Diuretik
Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk
mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang
akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan
darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik
menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan
tambahan kalium atau obat penahan kalium.
b. Penghambat adrenergik
Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-
blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat
efeksistem saraf simpatis.Sistem saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan
segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan
tekanan darah. Yang paling sering digunakan adalah beta-blocker.
c. Angiotensin converting enzyme inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor) menyebabkan
penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
d. Angiotensin-II-bloker
Menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme yang
mirip dengan ACE-inhibitor.
e. Antagonis kalsium
Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan
mekanisme yang benar-benar berbeda.
f. Vasodilator
Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat
dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti-
hipertensi lainnya. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna)
memerlukan obatyang menurunkan tekanan darah tinggi dengan segera.
Nifedipine merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang sangat
cepatdan bisa diberikan per-oral (ditelan), tetapi obat ini bisa menyebabkan
hipotensi, sehingga pemberiannya harus diawasi secara ketat.
Penatalaksanaan diet
Tujuan Akhir :
(1) Menurunkan resiko
(2) Meminimalkan kebutuhan akan obat untuk mengontrol tekanan darah
Mencapai dan menjaga status gizi baik
6. Aneurisma
Definisi
Aneurisma adalah suatu penonjolan (pelebaran,dilatasi) pada dinding suatu
arteri, biasanya pada aorta. Penonjolan biasanya terjadi pada suatu daerah yang
lemah pada dinding arteri. Aneurisma bisa terjadi di sepanjang aorta, tetapi 75%
aneurisma muncul pada bagian aorta yang menuju ke perut. Aneurisma bisa
berbentuk bulat (sakuler) atau seperti tabung (fusiformis). Sebagian besar
berbentuk fusiformis.
Gejala
Sering tampak pembengkakan disertai massa yang berdenyut di daerah
tempat aneurisma berada. Jika aneurisma pecah, akan timbul gejala tekanan darah
rendah, denyut jantung yang cepat serta pusing. Aneurisma yang pecah memiliki
resiko kematian yang tinggi.
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, USG dan CT
scan.
Terapi
Aneurisma terinfeksi pada arteri yang menuju ke otak sangat berbahaya
dan perlu segera ditangani. Infeksi biasanya berasal dari bagian tubuh lainnya,
terutama katup jantung. Seringkali perlu dilakukan pembedahan yang sangat
beresiko.
7. Sistemik lupus eritematosus (SLE)
Definisi
Lupus eritematosus sistemik atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
adalah penyakit radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan
perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan
eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.
SLE merupakan prototipe penyakit autoimun multisistem. Berbeda dengan
penyakit autoimun yang organ-specific (misalnya diabetes melitus tipe I,
miastenia gravis, penyakit graves dsb) dimana suatu respon autoimun tunggal
mempunyai sasaran terhadap suatu jaringan tertentu dan menimbulkan gejala
klinis yang karakteristik, SLE ditandai oleh munculnya sekumpulan reaksi imun
abnormal yang menghasilkan beragam manifestasi klinis.
Gejala
Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit
dapat timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam
tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun
diikuti oleh gejala terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun terdapat remisi dan
eksaserbasi. Remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti
kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/ bakteri, obat misalnya golongan
sulfa, penghentian kehamilan dan trauma fisis/psikis. Setiap serangan biasanya
disertai gejala umum yang jelas seperti demam, malaise, kelemahan, nafsu makan
berkurang, berat badan menurun, dan iritabilitas. Yang paling menonjol ialah
demam, kadang-kadang disertai menggigil.
a. Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang sering pada SLE ialah gejala muskuloskeletal, berupa artritis atau
artralgia (93 %) dan acapkali mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling
sering terkenal ialah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan
tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki. Selain pembengkakan dan
nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi yang biasanya termasuk kelas I (non-
inflamasi) kadang-kadang termasuk kelas II (inflamasi). Kaku pagi hari jarang
ditemukan. Mungkin juga terdapat nyeri otot dan miositis. Artritis biasanya
simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau reumatoid. Nekrosis
avaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, dan terutama ditemukan pada pasien
yang mendapat pengobatan dengan steroid dosis tinggi. Tempat yang paling
sering terkena ialah kaput femoris.
b. Gejala mukokutan
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85 % kasus SLE. Lesi
kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit akut, subakut, diskoid
dan livido retikularis.
Ruam kulit yang dianggap khas dan banyak menolong dalam mengarahkan
diagnosis SLE ialah ruam kulit berbentuk kupu-kupu (butterfly-rash) berupa
eritema yang agak edematus pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan
yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas. Pada bagian tubuh yang
terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena
hipersensitivitas (photo-hypersensitivity). Lesi ini termasuk lesi kulit akut. Lesi
kulit subakut yang khas berbentuk anular.Lesi diskoid berkembang melalui 3
tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak
eritematosa yang meninggi, tertutup sisik keratin disertai adanya penyumbatan
folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan terbentuk sikatriks.
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai
yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual.
Livido retikularis, suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada SLE.
Kelainan kulit yang jarang ditemukan ialah bulla (dapat menjadi hemoragik),
ekimosis, petekie dan purpura.
Kadang-kadang terdapat urtikaria yang tidak berperan terhadap kortikosteroid dan
antihistamin. Biasanya menghilang perlahan-lahan beberapa bulan setelah
penyakit tenang secara klinis dan serologis.
Alopesia dapat pulih kembali jika penyakit mengalami remisi. Ulserasi selaput
lendir paling sering pada palatum durum dan biasanya tidak nyeri. Terjadi
perbaikan spontan kalau penyakit mengalami remisi. Fenomen Raynaud pada
sebagian pasien tidak mempunyai korelasi dengan aktivitas penyakit, sedangkan
pada sebagian lagi akan membaik jika penyakit mereda.
c. Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68 % kasus SLE. Manifestasi paling sering ialah
proteinuria dan atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik dan kegagalan ginjal
jarang terjadi; hanya terdapat pada 25 % kasus SLE yang urinnya menunjukkan
kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis penyakit SLE difus dan
nefritis penyakit SLE membranosa. Nefritis penyakit SLE difus merupakan
kelauanan yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik,
hipertensi serta gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis penyakit
SLE membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik,
gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin
berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik,
tuberkulosis ginjal dan sebagainya. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab
kematian SLE kronik.
d. Kardiovaskular
Kelainan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampai berat (efusi perikard),
iskemia miokard dan endokarditis verukosa (Libman Sacks).
e. Paru
Efusi pieura unilateral ringan lebih sering terjadi daripada yang bilateral. Mungkin
ditemukan sel LE (lamp. dalam cairan pleura. Biasanya efusi menghilang dengan
pemberian terapi yang adekuat.
Diagnosis pneumonitis penyakit SLE baru dapat ditegakkan jika faktor-faktor lain
seperti infeksi virus, jamur, tuberkulosis dan sebagainya telah disingkirkan.
f. Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25 % kasus SLE, mungkin disertai mual (muntah
jarang) dan diare. Gejala menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya
mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh
peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang
mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan pankreatitis.
g. Hati dan Limpa
Hepatosplenomegali mungkin ditemukan pada anak- anak, tetapi jarang disertai
ikterus. Umumnya dalam beberapa bulan akan menghilang/ kembali normal.
g. Kelenjer Getah Bening
Pembesaran kelenjer getah bening sering ditemukan (50 %). Biasanya berupa
limfa denopati difus dan lebih sering pada anak-anak. Limfadenopati difus ini
kadang-kadang disangka sebagai limfoma.
i. Kelenjer Parotis
Kelenjer parotis membesar pada 6 % kasus SLE.
j. Susunan Saraf Tepi
Neuropati perifer yang terjadi berupa gangguan sensorik dan motorik. Biasanya
bersifat sementara.
k. Susunan Saraf Pusat
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis organik
dan kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan
gejala aktif SLE pada sistem-sistem lainnya. Pasien menunjukkan gejala delusi/
halusinasi disamping gejala khas kelainan organik otak seperti disorientasi, sukar
menghitung dan tidak sanggup mengingat kembali gambar-gambar yang pernah
dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak dapat
dibedakan dengan psikosis penyakit SLE. Perbedaan antara keduanya baru dapat
diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai.
Psikosis penyakit SLE membaik jika dosis steroid dinaikkan, sedangkan psikosis
steroid sebaliknya.
Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain yang
mungkin ditemukan ialah korea, kejang tipe Jackson, paraplegia karena mielitis
transversal, hemiplegia, afasia dan sebagainya.
Mekanisme terjadinya kelainan susunan saraf pusat tidak selalu jelas Faktor-faktor
yang memegang peran antara lain vaskulitis, deposit gamaglobulin di pleksus
koroideus.
l. Mata
Kelainan mata dapat berupa konjungtivitis, edema periorbital, perdarahan
subkonjungtival, uveitis dan adanya badan sitoid di retina.
m. Sindrom Penyakit SLE Atipik
• Penyakit SLE tanpa ANA
• Beberapa pasien SLE tetap tidak menunjukkan adanya ANA
selama perjalanan penyakitnya. Ginjal dan SSP lebih jarang
terkena dan jangka hidupnya lebih panjang.
• Sindrom Antifosfolipid
Sebagian pasien SLE dengan antibodi terhadap salah satu jenis fosfolipid, yaitu
kardiolipin menunjukkan trombosis pembuluh darah (vena maupun arteri) yang
berulang, abortus berulang dan trombositopenia. Di lain pihak, pasien dengan
antibodi terhadap pardiolipin sering menunjukkan gejala penyakit SLE yang tidak
khas, tes terhadap ANA negatif dan tidak memenuhi kriteria ARA untuk diagnosis
SLE. Di samping itu mereka menunjukkan insidensi berbagai macam kelainan
SSP yang tinggi terutama stroke. Berdasarkan fakta inilah lahir istilah sindorm
antifosfolipid.
•Penyakit SLE eritematosus karena obat (Drug-induced LE)
Beberapa jenis obat dapat menimbulkan gejala-gejala yang menyerupai SLE,
misalnya hidantoin, hidralazin dan prokainamid. Keadaan ini dulu disebut juga
sindrom hidralazin, alfametil dopa, PTU serta metimazol dan kinidin.
Biasanya kelainan ginjal dan susunan saraf pusat jarang ditemukan. Anti-dsDNA,
hipokomplemenemia serta imun kompleks juga tidak sering ditemukan.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang antara lain :
1. Hematologi
Ditemukan anemia, leukopenia, trombositopenia
2. Kelainan imunologis
Ditemukan sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti DNA,
ENA (ex-tractable nuclear antigen), faktor reumatoid, krioglobulin, dan uji lues
yang positif semu.
3. Histopatologi
• Umum :
Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesionion-
skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-Sacks.
• Ginjal :
2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatil difus dan nefritis penyakit SLE
membranosa.
• Kulit :
Pemeriksaan imunofluoresensi direk menunjukkan deposit igG granular pada
demo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90 %) maupun pada
kulit yang tak terkena (70 %) (penyakit SLE band test). Yang paling karakteristik
untuk SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan tidak terpajan
(non-exposed areas).
Terapi
Sampai sekarang SLE belum dapat disembuhkan dengan sempurna.
Meskipun demikian, pengobatan yang tepat dapat menekan gejala klinis dan
komplikasi yang mungkin terjadi, mengatasi fase akut dan dengan demikian
memperpanjang remisi dan survival rate.
Semuanya akan menjadi lebih baik jika kita dapat menghitung resiko
dimana ilmuwan yakin bahwa gen dapat menjelaskan tentang resiko
perkembangan penyakit SLE dan kemajuan penyakit tersebut.
Beberapa obat telah diakui dapat mengobati penyakit SLE. Obat-obatan
yang terbaik bagi penderita penyakit SLE sebagian ditentukan oleh gen yang
dimiliki oleh orang tersebut. Gen yang spesifik akan mempengaruhi
perkembangan penyakit SLE sehingga juga akan mempengaruhi respon terhadap
pengobatan. Informasi genetik yang baik dapat menjelaskan bagaimana obat
bekerja pada seseorang dibandingkan dengan orang lain. Hal ini membuat kita
dapat memilih obat yang tepat bagi pasien.
Dengan ditemukannya gen yang terlibat dalam penyakit SLE oleh
ilmuwan, ini merupakan pintu masuk untuk membentuk terapi baru. Jika gen itu
ober aktif maka ilmuwan harus mencari jalan untuk mengurangi atau
mempengaruhi kerja gen tersebut.
Jika gen tersebut tidak aktif atau rusak maka ilmuwan harus mencari jalan
bagaimana untuk meningkatkan aktifitas gen tersebut. Program pengobatan yang
tepat sangat individual karena gambaran klinis dan perjalanan penyakit sangat
bervariasi. Pengembangan yang cepat pada teknik skrining genetik terutama pada
gen yang berhubungan dengan penyakit SLE untuk menentukan gen-gen yang
berhubungan dengan penyakit SLE pada masing-masing individu sangat penting
untuk mengembangan target terapi yang ditujukan pada ketidakseimbangan dalam
respon imun yang terjadi pada seseorang yang memiliki pola genetik seperti
penyelidikan potensi PBEF yang berlaku sebagai tanda munculnya penyakit dan
sebagai sasaran therapetik yang memungkinkan dan pengobatan langsung untuk
menyeimbangkan kerja gen IRF5 pada penderita penyakit SLE bisa dipakai
walaupun masih diteliti dan penuh spekulasi.
8. Henoch schonlein purpura
Definisi
Adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah
kecil sistemik yang ditandai dengan lesi spesifik berupa purpura
nontrombositopenik, artritis atau atralgia, nyeri abdomen atau perdarahan
gastrointestinalis, dan kadang-kadang nefritis atau hematuria. Nama lain penyakit
ini adalah purpura anafilaktoid, purpura alergik dan vaskulitis alergik.
Gejala
HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas
bawah, nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu
ada, sehingga seringkali mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat.
Gejala klinis mula – mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit
ekstremitas bawah yang simetris yang berlanjut menjadi palpable purpura tanpa
adanya trombositopenia. Ruam awalnya terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya
kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar.
Dalam 12-24 jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang berwarna
merah gelap dan memiliki diameter 0,5-2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak
yang lebih besar yang menyerupai echimosis yang kemudian dapat mengalami
ulserasi. Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan
(pressure-bearing surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan
merupakan 50% keluhan penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula
ditemukan pada wajah dan tubuh. Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal.
Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit yang ada dapat berupa vesikel
hingga menyerupai eritema multiform. Kelainan akut pada kulit ini dapat
berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula rekuren. Edema
skrotum juga dapat terjadi dan gejalanya mirip dengan torsio testis. Gejala
prodromal dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari 38°C, nyeri
kepala dan anoreksia.
Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis disa didominasi
oelh edema kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut AHEI
(Acute Hemorrhagic Edema of Infancy).
Selain purpura, ditemukan pula gejala artralgia dan artritis yang cenderung
bersifat migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan
pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan
persendian di jari tangan. Kelainan ini timbul lebih dulu (1-2 hari) dari kelainan
kulit. Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan,
biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun panas. Kelainan teutama periartrikular
dan bersifat sementara, dapat pula rekuren pada masa penyakit aktif tetapi tidak
menimbulkan deformitas menetap.
Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa
nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis. Keluhan abdomen biasanya
timbul setelah timbul kelainan pada kulit (1-4 minggu setelah onset). Organ yang
paling sering terlibat adalah duodenum dan usus halus. Nyeri abdomen dapat
berupa kolik abdomen yang berat, lokasi di periumbilikal dan disertai mual,
muntah, bahkan muntah darah dan kadang – kadang terdapat perforasi usus dan
intususepsi ileoileal lebih sering terjadi dibanding ileokolonal. Intususepsi atau
perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang menyebabkan edema dan
perdarahan submukosa dan intramural. Kadang dapat juga terjadi infark usus yang
disertai perforasi maupun tidak.
Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria,
proteinuria (<2g/d), sindrom nefrotik (proteinuria >40mg/m2/jam) atau nefritis.
Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit.
Adanya kelainan kulit yang persisten sampai 2 – 3 bulan, biasanya berhubungan
dengan nefropati atau penyakit ginjal yang berat. Resiko nefritis meningkat pada
usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen yang berat dana
penurunan aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun
beberapa ada yang menjadi kronik. Seringkali derajat keparahan nefritis tidak
berhubungan dengan parahnya gejala HSP yang lain. Pada pasien HSP dapat
timbul adanya oedem. Oedem ini tidak bergantung pada derajat proteinuria namun
lebih pada derajat vaskulitis yang terjadi. Namun oedem tersebut memang
dihubungkan dengan kejadian proteinuria pada pasien.
Kadang – kadang HSP dapat disertai dengan gejala – gejala gangguan
sistem saraf pusat, terutama sakit kepala. Pada HSP dapat ditemukan adanya
vaskulitis serebral. Pada beberapa kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan
gangguan serius seperti kejang, paresis atau koma. Gejala – gejala gangguan
neurologis lain yang dapat muncul antara lain perubahan tingkat kesadaran, apatis,
somnolen, hiperaktivitas, iritabilitas, ketidakstabilan emosi, kejang (parsial,
parsial kompleks, umum, status epileptikus), dan defisit neurologis fokal (afasia,
ataxia, korea, hemiparesis, paraparesis, kuadraparesis. Dapat juga terjadi
poliradikuloneuropati (sindroma Guillain-Barré) dan mononeuropati (nervus
fasialis, femoralis, ulnaris).
Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala hepatomegali,
hidrops kandung empedu, kolesistitis. Semua ini bisa menyebabkan keluhan nyeri
abdomen pada pasien. Apendisitis akut juga pernah dilaporkan terjadi pada pasien
HSP.
Gejala - gejala lain yang pernah dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lain
vaskulitis miokardia, vaskulitis paru yang menyebabkan perdarahan paru bilateral,
ureteritis stenosis, oedem penis, orkitis, priapisme, perdarahan intrakranial,
hematoma subperiosteal orbital bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut.
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik.
Jumlah trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan
oleh trombositopenia. Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia
normokromik, biasanya berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal.
Biasanya juga terdapat eosinofilia. Laju endap darah dapat meningkat maupun
normal. Kadar komplemen seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal maupun
menurun. Pemeriksaan kadar IgA dalam darah mungkin meningkat, demikian
pula limfosit yang mengandung IgA. Analisis urin dapat menunjukkan hematuria,
proteinuria maupun penurunan kreatinin klirens menandakan mulai adanya
kerusakan ginjal atau karena dehidrasi, demikian pula pada feses dapat ditemukan
darah. Pemeriksaan ANA dan RF biasanya negatif, faktor VII dan XIII dapat
menurun.
Biopsi lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik.
Imunofluorosensi menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding
pembuluh darah. Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan
motilitas usus yang ditandai dengan pelebaran lumen usus ataupun intususepsi
melalui pemeriksaan barium. Terkadang pemeriksaan barium juga dapat
mengkoreksi intususepsi tersebut.
Terapi
Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah
suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan
elektrolit dan mengatasi nyeri dengan analgesik. Untuk keluhan artritis ringan dan
demam dapat digunakan OAINS seperti ibuprofen. Dosis ibuprofen yang dapat
diberikan adalah 10mg/kgBB/6 jam. Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai.
Selama ada keluhan muntah dan nyeri perut, diet diberikan dalam bentuk
makanan lunak. Penggunaan asam asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat
menyebabkan gangguan fungsi trombosit yaitu petekie dan perdarahan saluran
cerna. Bila ada gejala abdomen akut, dilakukan operasi. Bila terdapat kelainan
ginjal progresif dapat diberi kortikosteroid yang dikombinasi dengan
imunosupresan. Metilprednisolon IV dapat mencegah perburukan penyakit ginjal
bila diberikan secara dini. Dosis yang dapat digunakan adalah metilprednisolon
250 – 750 mg/hr IV selama 3 – 7 hari dikombinasi dengan siklofosfamid 100 –
200 mg/hr untuk fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan dengan pemberian
kortikosteroid (prednison 100 – 200 mg oral) selang sehari dan siklofosfamid 100
– 200 mg/hr selama 30 – 75 hari sebelum akhirnya siklofosfamid dihentikan
langsung dantappering- off steroid hingga 6 bulan.
Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hr secara
oral, terbagi dalam 3 – 4 dosis selama 5 – 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam
keadaan penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada
SSP, paru dan testis, nyeri abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan
sindrom nefrotik persisten. Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah
perdarahan, obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran cerna.
9. Defek septum atrium (ASD)
Definisi
ASD adalah lubang abnormal pada sekat yang memisahkan kedua belah
atrium sehingga terjadi pengaliran darah dari atrium kiri yang bertekanan tinggi
kedalam atrium kanan yang bertekanan rendah ( Rudolph, 2006).
Prefalensi ASD pada remaja lebih tinggi dibandingkan pada masa bayi dan
anak, oleh karena itu sebagian besar penderita asimtomatik sehingga diagnosis
baru ditegakkan setelah anak besar atau remaja.
2. Klasifikasi ASD
ASD diklasifikasikan menjadi:
a. ASD sederhana dengan defek pada septum dan disekitar fossa ovalis (dikenal
dengan DSA sekundum), defek pada tepi bawah septum (DSA primum) dan defek
disekitar muara VCS (defek sinus venosus) yang seringkali disertai anomali
parsial drainase vena pulmonalis.
b. ASD kompleks yang merupakan bentuk dari defek endocardial cushion yang
sekarang dikenal sebagai defek septum atrioventrikular (DSAV) atau AV
canal.
Defek septum atrium sekundum adalah kelainan yang dimana terdapat lubang
patologis di tempat fossa ovalis. Akibatnya terjadi pirau dari atrium kiri ke atrium
kanan, dengan beban volume di atrium dan di ventrikel kanan.
Gejala
Pasien ASD mungkin tidak menunjukkan gejala (asimtomatik). Pada
pasien ASD dapat terjadi gagal jantung kongestif. Terdengar bising jantung yang
khas. Pasien ASD berisiko untuk mengalami disritmia atrium (yang mungkin
disebabkan oleh pembesaran atrium dan peregangan serabut penghantar impuls
jantung) serta kemudian mengalami penyakit obstruksi vascular pulmonalis dan
pembentukan emboli karena peningkatan aliran darah paru yang kronis.
Bila pirau cukup besar pasien akan mengalami sesak nafas, sering
mengalami infeksi paru, dan berat badan akan sedikit berkurang. Jantung
umumnya normal atau hanyA sedikit membesar dengan pulsasi ventrikel kanan
teraba. Komponen aorta dan pulmonal bunyi jantung II terbelah lebar (wide split)
yang tidak berubah saat inspirasi maupun ekspirasi (fixed split). Pada defek
sedang sampai besar bunyi jantung I mengeras dan terdapat bising ejeksi sistolik.
Selain itu terdapat bising diastolic di daerah tricuspid akibat aliran darah yang
berlebihan melalui katup tricuspid pada fase pengisian cepat ventrikel kanan.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah:
1. Foto toraks
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP
menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang
menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru yang
bertambah sesuai dengan besarnya pirau.
2. Elektrokardiografi
EKG menunjukkan pola RBBB pada 95%, yang menunjukkan beban
volume ventrikel kanan. Deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) pada
ASD sekundum membedakannya dari defek primum yang memperlihatkan
deviasi sumbu kiri (left axis deviation). Blok AV I (pemanjangan interval PR)
terdapat pada 10% kasus defek sekundum.
3. Ekokardiografi
Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD adalah untuk
mengevaluasi pirau dari kiri ke kanan di tingkat atrium antara lain adalah:
a. Mengidentifikasi secara tepat defek diantara ke dua atrium
b. Memisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis
c. Menyingkirkan lesi tambahan lainnya
d.Menilai ukuran ruang-ruang jantung (dilatasi)
e.Katerisasi jantung
Penderita di operasi tanpa katerisasi jantung, katerisasi hanya dilakukan apabila
terdapat keraguan akan adanya penyakit penyerta atau hipertensi pulmonal
Terapi
10. Defek septum ventrikular (VSD)
Definisi
Gejala
Pemeriksaan penunjang
Terapi
Recommended