View
167
Download
11
Category
Preview:
Citation preview
2011
Zulyasman Eka Praja - 10070306002
[JURNAL MORFOLOGI KOTA] Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Susulan Mata KuLiah Morfologi Kota Semester VI Tahun
Akademik 2010/2011
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 1432 H / 2011 M
ORGANISASI RUANG
Setiap jenis organisasi ruang didahului oleh bagian yang membicarakan karakter bentuk,
hubungan-hubungan ruang dan tanggapan lingkungan dari kategori tersebut. Berikut ini adalah
contoh beberapa jenis organisasi ruang :
1. Organisasi Terpusat
Sebuah ruang dominan terpusat dengan pengelompokan sejumlah ruang sekunder.
2. Organisasi Linier
Suatu urutan dalam suatu garis dari ruang yang berulang.
3. Organisasi Radial
Sebuah ruang pusat yang menjadi acuan organisasi-organisasi ruang linier berkembang
menurut arah jari-jari.
4. Organisasi Cluster
Kelompok ruang berdasarkan kedekatan hubungan atau bersama-sama memanfaatkan
satu ciri atau hubungan visual.
5. Organisasi Grid
Organisasi ruang-ruang dalam daerah struktural grid atau sruktur tiga dimensi lain.
Organisasi Tata Ruang Wilayah
Kawasan umumnya diselenggarakan sepanjang saling bergantung set kota membentuk
apa yang sering disebut sebagai sistem perkotaan. Pondasi spasial kunci dari sistem perkotaan
didasarkan pada serangkaian daerah pasar, yang merupakan fungsi dari tingkat aktivitas
masing-masing pusat sehubungan dengan gesekan jarak. Struktur ruang daerah yang paling
dapat dibagi dalam tiga komponen dasar:
1) Satu set lokasi industri khusus seperti manufaktur dan pertambangan, yang cenderung
kelompok menjadi aglomerasi sesuai dengan faktor lokasi seperti bahan baku, tenaga
kerja, pasar, dll Mereka sering industri berorientasi ekspor dari wilayah mana suatu
berasal sebagian besar nya dasar pertumbuhan.
2) Satu set lokasi industri jasa, termasuk administrasi, keuangan, layanan serupa ritel,
grosir dan lainnya, yang cenderung menggumpal dalam suatu sistem tempat pusat
(kota) memberikan akses yang optimal kepada pelanggan atau potensi tenaga kerja.
3) Sebuah pola transportasi node dan link, seperti jalan, kereta api, pelabuhan dan
bandara, yang layanan pusat utama kegiatan ekonomi.
Bersama-sama, komponen ini menentukan tata ruang suatu wilayah, sebagian besar
organisasi dalam hierarki yang melibatkan hubungan arus orang, barang dan informasi. sistem
perkotaan lebih atau kurang pasti spasial menerjemahkan pembangunan tersebut. Banyak
model konseptual yang telah diusulkan untuk menjelaskan hubungan antara transportasi,
sistem perkotaan dan pembangunan daerah, tahap inti-pinggiran pembangunan dan perluasan
jaringan yang di antara mereka. Tiga kategori konseptual dari organisasi ruang wilayah dapat
diamati:
a) Tempat Tengah / perkotaan sistem model mencoba mencari hubungan antara ukuran,
jumlah dan distribusi geografis dari kota-kota di suatu wilayah. Banyak variasi tata
ruang daerah telah diselidiki oleh Teori Tempat Pusat. Sebagian besar sistem
perkotaan memiliki hirarki mapan di mana beberapa pusat mendominasi. Transportasi
sangat penting dalam representasi sebagai organisasi tempat pusat didasarkan pada
meminimalkan gesekan jarak. Struktur teritorial digambarkan oleh Central Place
Theory adalah hasil dari suatu wilayah mencari penyediaan layanan dalam
(transportasi) dengan biaya yang efektif [Preston, 1985].
b) Pertumbuhan kutub di mana pembangunan ekonomi adalah perubahan struktural
yang disebabkan oleh pertumbuhan industri pendorong baru yang kutub pertumbuhan.
Lokasi kegiatan ini adalah katalisator dari organisasi ruang wilayah. Pertumbuhan
tiang pertama memulai, kemudian menyebar, pembangunan. Ia mencoba untuk
menjadi suatu teori umum dari inisiasi dan difusi model-model pembangunan.
Pertumbuhan akan didistribusikan secara spasial dalam sistem perkotaan regional,
tetapi proses ini tidak seimbang dengan inti manfaat pertama dan pinggiran akhirnya
menjadi terintegrasi dalam sistem arus. Dalam teori kutub pertumbuhan transportasi
merupakan faktor aksesibilitas yang memperkuat pentingnya kutub [Perroux, 1955].
c) Transportasi koridor merupakan suatu akumulasi arus dan prasarana berbagai mode
dan pengembangan mereka terkait dengan proses ekonomi, infrastruktur dan
teknologi. Ketika proses-proses tersebut melibatkan pembangunan perkotaan, koridor
urbanisasi adalah sistem kota-kota yang berorientasi sepanjang sumbu, umumnya
fluvial atau garis pantai. Koridor juga terstruktur sepanjang titik artikulasi yang
mengatur arus di tingkat lokal, regional dan global baik sebagai hub atau gateway.
Secara historis, urbanisasi terutama diselenggarakan oleh kapasitas komunikasi yang
ditawarkan oleh transportasi maritim fluvial dan pesisir. Banyak daerah perkotaan
seperti BosWash (Boston - Washington) atau Tokaido (Tokyo - Osaka) berbagi
kesamaan spasial.
Dalam desain perkotaan (Shirvani, 1985) terdapat elemen-elemen fisik Urban Design yang
bersifat ekspresif dan suportif yang mendukung terbentuknya struktur visual kota serta
terciptanya citra lingkungan yang dapat pula ditemukan pada lingkungan di lokasi penelitian,
elemen-elemen tersebut adalah :
a. Tata Guna Tanah
Tata guna lahan dua dimensi menentukan ruang tiga dimensi yang terbentuk, tata guna
lahan perlu mempertimbangkan dua hal yaitu pertimbangan umum dan pertimbangan
pejalan kaki (street level) yang akan menciptakan ruang yang manusiawi.
Peruntukan lahan suatu tempat secara langsung disesuaikan dengan masalah-masalah
yang terkait, bagaimana seharusnya daerah zona dikembangkan, Shirvany mengatakan
bahwa zoning ordinace merupakan suatu mekanisme pengendalian yang praktis dan
bermanfaat dalam urban design, penekanan utama terletak pada masalah tiga dimensi
yaitu hubungan keserasin antar bangunan dan kualitas lingkungan.
Jika kita melihat dilokasi penelitian bisa dilihat dari zona mitigasi tiap-tiap wilayah kaitanya
dalam menyiapkan daerah yang masuk dalam wilayah bencana alam siap menghadapinya
dan juga membentuk kualitas hidup lingkungan dan bersifat kawasan yang manusiawi.
b. Bentuk Dan Massa Bangunan
Menyangkut aspek-aspek bentuk fisik karena setting, spesifik yang meliputi ketinggian,
besaran, floor area ratio, koefisien dasar bangunan, pemunduran (setback) dari garis
jalan, style bangunan, skala proporsi, bahan, tekstur dan warna agar menghasilkan
bangunan yang berhubungan secara harmonis dengan bangunan-bangunan lain
disekitarnya.
Prinsip-prinsip dan teknik Urban Design yang berkaitan dengan bentuk dan massa
bangunan meliputi :
Scale, berkaitan dengan sudut pandang manusia, sirkulasi dan dimensi bangunan
sekitar.
Urban Space, sirkulasi ruang yang disebabkan bentuk kota, batas dan tipe-tipe ruang.
Urban Mass, meliputi bangunan, permukaan tanah dan obyek dalam ruang yang dapat
tersusun untuk membentuk urban space dan pola aktifitas dalam skala besar dan kecil.
c. Sirkulasi Dan Parkir
Elemen sirkulasi adalah satu aspek yang kuat dalam membentuk struktur lingkungan
perkotaan, tiga prinsip utama pengaturan teknik sirkulasi adalah :
Jalan harus menjadi elemen ruang terbuka yang memiliki dampak visual yang positif.
Jalan harus dapat memberikan orientasi kepada pengemudi dan membuat lingkungan
menjadi jelas terbaca.
Sektor publik harus terpadu dan saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
d. Ruang Terbuka
Ian C. Laurit mengelompokkan ruang terbuka sebagai berikut :
Ruang terbuka sebagai sumber produksi.
Ruang terbuka sebagai perlindungan terhadap kekayaan alam dan manusia (cagar
alam, daerah budaya dan sejarah).
Ruang terbuka untuk kesehatan, kesejahteraan dan kenyamanan.
Ruang terbuka memiliki fungsi :
Menyediakan cahaya dan sirkulasi udara dalam bangunan terutama di pusat kota.
Menghadirkan kesan perspektif dan visa pada pemandangan kota (urban scane)
terutama dikawasan pusat kota yang padat.
Menyediakan arena rekreasi dengan bentuk aktifitas khusus.
Melindungi fungsi ekologi kawasan.
Memberikan bentuk solid foid pada kawasan.
Sebagai area cadangan untuk penggunaan dimasa depan (cadangan area
pengembangan).
Aspek pengendalian ruang terbuka pusat kota sebagai aspek fisik, visual ruang,
lingkage dan kepemilikan dipengaruhi beberapa faktor :
Elemen pembentuk ruang, bagaimana ruang terbuka kota yang akan dikenakan
(konteks tempat) tersebut didefinisikan (shape, jalan, plaza, pedestrian ways, elemen
vertikal).
Faktor tempat, bagaimana keterkaitan dengan sistem lingkage yang ada.
Aktifitas utama.
Faktor comfortabilitas, bagaimana keterkaitan dengan kuantitas (besaran ruang, jarak
pencapaian) dan kualitas (estetika visual) ruang.
Faktor keterkaitan antara private domain dan public domain.
e. Jalur Pejalan Kaki
Sistem pejalan kaki yang baik adalah :
Mengurangi ketergantungan dari kendaraan bermotor dalam areal kota.
Meningkatkan kualitas lingkungan dengan memprioritaskan skala manusia.
Lebih mengekspresikan aktifitas PKL mampu menyajikan kualitas udara.
f. Activity Support
Muncul oleh adanya keterkaitan antara fasilitas ruang-ruang umum kota dengan seluruh
kegiatan yang menyangkut penggunaan ruang kota yang menunjang akan keberadaan
ruang-ruang umum kota. Kegiatan-kegiatan dan ruang-ruang umum bersifat saling mengisi
dan melengkapi.
Pada dasarnya activity support adalah :
Aktifitas yang mengarahkan pada kepentingan pergerakan (importment of movement).
Kehidupan kota dan kegembiraan (excitentent).
Keberadaan aktifitas pendukung tidak lepas dari tumbuhnya fungsi-fungsi kegiatan publik
yang mendominasi penggunaan ruang-ruang umum kota, semakin dekat dengan pusat
kota makin tinggi intensitas dan keberagamannya. Bentuk actifity support adalah kegiatan
penunjang yang menghubungkan dua atau lebih pusat kegiatan umum yang ada di kota,
mislnya open space (taman kota, taman rekreasi, plaza, taman budaya, kawasan PKL,
pedestrian ways dan sebagainya) dan juga bangunan yang diperuntukkan bagi
kepentingan umum.
g. Simbol Dan Tanda
Ukuran dan kualitas dari papan reklame diatur untuk :
Menciptakan kesesuaian.
Mengurangi dampak negatif visual.
Dalam waktu bersamaan menghilangkan kebingungan serta persaingan dengan tanda
lalu lintas atau tanda umum yang penting.
Tanda yang didesain dengan baik menyumbangkan karakter pada fasade bangunan
dan menghidupkan street space dan memberikan informasi bisnis.
h. Simbol Dan Tanda
Dalam urban design, preservasi harus diarahkan pada perlindungan permukiman yang ada
dan urban place, sama seperti tempat atau bangunan sejarah, hal ini berarti pula
mempertahankan kegiatan yang berlangsung di tempat itu.
The Place Theory
The Place Theory berkaitan dengan faktor norma. Esensi dari teori ini terletak pada
pemahaman karakter masyarakat dan budayanya, pada sejarah setempat, rasa dan keinginan
masyarakat, pada tradisi dan pada realitas ekonomi dan politik (Trancik, 1986: 112-114). The
Place Theory mempersyaratkan pembentukan kawasan harus sesuai dengan masyarakat
dan alamnya. Fisik dan kegiatan diletakkan pada setting-nya sesuai dengan keberadaan
masyarakat serta nilai sosial budayanya.
Kawasan kota yang terintegrasi dengan demikian adalah kawasan yang didasari
norma yang kontekstual dengan perilaku masyarakat, budaya dan tempatnya. Komponen-
komponen pengintegrasian pada faktor norma (nilai budaya, peraturan, kelembagaan)
dipersyaratkan:
1) Menggambarkan nilai budaya dan perilaku dalam rasa, cipta, karsa. Kawasan harus
menghubungkan fisik dengan konteks budayanya dan memperhatikan keinginan dan
aspirasi masyarakat (Trancik,1986:114).
2) Mematuhi pranata sesuai dengan lingkungan alam dan realitas sosial. Kawasan dirasa baik jika
terdapat kesesuian batasan dengan potensi pemaknaan dan tuntutan masyarakat
setempat serta dihindari zoning di luar keinginan dan konteks masyarakatnya (Peter
Simthson, 1981 dalam Trancik, 1986: 115)
3) Mengakomodasi bentuk komunitas sosial dan organisasi kemasyarakatan. Kawasan
dapat digunakan setiap orang dan masyarakat yang beragam (Trancik, 1986: 123).
The Linkage Theory
The Linkage Theory berkaitan dengan faktor fungsi. The Linkage Theory
mempersyaratkan adanya garis penghubung fungsional antar elemen di dalam kawasan kota
(Trancik, 1986: 106). Esensi fungsi dalam sistem kota harus diperhatikan. Garis dapat
berbentuk jalan, ruang terbuka linier, atau bentuk lain yang menyatukan fungsi kegiatan antar
elemen. Dengan dasar ini dapat dibuat kesatuan sistem antar kegiatan secara koheren
sehingga hubungan atau pergerakannya menjadi efisien.
Kawasan kota yang terintegrasi dengan demikian adalah kawasan yang u nsur-
unsurnya secara fungsi terjalin sinergis. Komponen-komponen pengintegrasian pada
faktor fungsi (esensi kegiatan, keterkaitan kegiatan, tingkat kegunaan) dipersyaratkan:
1) Mewadahi kegiatan-kegiatan yang diperlukan bagi inhabitasi. Kawasan harus merespon
kepada dinamika penggunaan sosial masyarakat. (Trancik, 1986: 219)
2) Menjalinkan kegiatan berdasarkan hubungan fungsi dan sifatnya. Dalam kawasan
Setiap kegiatan dihubungkan secara komprehensif sehingga menyatu. (Maki dalam Trancik,
1986: 106; Bourne, 1978: 263).
3) Fungsi yang optimal karena efisiensi,keefektifan dan kemudahan. Kawasan yang
terintegrasi seharusnya menciptakan kedekatan, yang juga akan mengeliminasi
sumber daya ruang dan energi dengan menyambungkan berbagai kegiatan (Trancik,
1986: 220).
The Figure Ground Theory
The Figure Ground Theory berkaitan dengan faktor fisik. The Figure Ground Theory
mempersyaratkan adanya kejelasan struktur dan sekuen dalam ruang kota. Dengan demikian pola
komposisi ruang terbuka dan massa bangunan dapat dimanipulasi untuk memperjelas
struktur ruang kota. Hirarki misal diciptakan dengan dasar perbandingan ukuran dan bentuk
geometri ruangnya (Trancik, 1986: 97). Di sini komponen pewadahan dalam sistem kota harus
diperhatikan termasuk aspek spasial, visual dan detail.
Kawasan kota yang terintegrasi dengan demikian adalah kawasan yang unsur-
unsurnya secara fisik membentuk struktur ruang yang teratur dan menyatu. Komponen-
komponen pengintegrasiannya pada faktor fisik (spasial, visual dan detail) dipersyaratkan:
1) Ruang kawasan yang terstruktur dan hirarkis. Semua fragmen dihubungkan dalam
kerangka yang berkarakter; menyatu dan seimbang di dalam struktur kawasan (Trancik,
1986: 106; Lang, 1994: 418).
2) Bentuk visual yang fungsional,analogis dan estetis. Unsur-unsur masif harus berfungsi
dalam membentuk pola kawasan, menghadirkan ekspresi lokal yang signifikan dengan bentuk
visual dan letaknya. (Trancik, 1986: 101).
3) Memperkuat fungsi dan karakter dengan mengolah bentuk dan aksentuasi. Kawasan
misalnya diperjelas struktur dan ordernya (Trancik 1986: 103).
Menurut Tracik (1986) dalam suatu lingkungan permukiman ada rangkaian antara figure
ground, linkage dan palce. Figure ground menekankan adanya public civics space atau open
space pada kota sebagai figure.
Melalui figure ground plan dapat diketahui antara lain pola atau tipologi, konfigurasi solid
void yang merupakan elemtal kawasan atau pattern kawasan penelitian, kualitas ruang luar
sangat dipengaruhi oleh figure bangunan-bangunan yang melingkupinya, dimana tampak
bangunan merupakan dinding ruang luar, oleh karena itu tata letak, bentuk dan fasade sistem
bangunan harus berada dalam sistem ruang luar yang membentuknya. Komunikasi antara
privat dan publik tercipta secara langsung. Ruang yang mengurung (enclosure) merupakan void
yang paling dominan, berskala manusia (dalam lingkup sudut pandang mata 25-30 derajat) void
adalah ruang luar yang berskala interior, dimana ruang tersebut seperti di dalam bangunan,
sehingga ruang luar yang enclosure terasa seperti interior. Diperlukan keakraban antara
bangunan sebagai private domain dan ruang luar sebagai public dominan yang menyatu.
Dalam ¡¨lingkage theory¡¨ sirkulasi merupakan penekanan pada hubungan pergerakan yang
meruakan kontribusi yang sangat penting. Menurut Fumihiko Maki, Linkage secara sederhana
adalah perekat, yaitu suatu kegiatan yang menyatukan seluruh lapisan aktivitas dan
menghasilkan bentuk fisik kota, dalam teorinya dibedakan menjadi tiga tipe ruang kota formal,
yaitu : Composition form, Megaform dan groupform. Teori linkage yang dapat diterapkan dalam
kajian ini adalah group form yang merupakan ciri khas dari bentuk-bentuk spasial kota yang
mempunyai kajian sejarah. Linkage ini tidak terbentuk secara langsung tetapi selalu
dihubungkan dengan karakteristik fisik skala manusia, rentetan-rentetan space yang dipertegas
oleh bangunan, dinding, pentu gerbang, dan juga jalan yang membentuk fasade suatu
lingungan perkampungan. Linkage theory ini dapat digunakan sebagai alat untuk memberikan
arahan dalam penataan suatu kawasan (lingkungan). Dalam konteks urban design, linkage
menunjukkan hubungan pergerakan yang terjadi pada beberapa bagian zone makro dan mikro,
dengan atau tanpa aspek keragaman fungsi yang berkaitan dengan fisik, historis, ekonomi,
sosial, budaya dan politik (danarti Karsono, 1996).
Menurut Shirvani (1985), linkage menggambarkan keterkaitan elemen bentuk dan tatanan
masa bangunan, dimana pengertian bentuk dan tatanan massa bangunan tersebut akan
meningkatkan fungsi kehidupan dan makna dari tempat tersebut. Karena konfigurasi dan
penampilan massa bangunan dapat membentuk, mengarahkan, menjadi orientasi yang
mendukung elemen linkage tersebut.
Bila pada figure ground theory dan linkage theory ditekankan pada konfigurasi massa fisik
, dalam place theory ditekankan bahwa integrasi kota tidak hanya terletak pada konfigurasi fisik
morfologi, tetapi integrasi antara aspek fisik morfologi ruang dengan masyarakat atau manusia
yang merupakan tujuan utama dari teori ini, melalui pandangan bahwa urban design pada
dasarnya bertujuan untuk memberikan wadah kehidupan yang baik untuk penggunaan ruang
kota baik publik maupun privat.
Pentingnya place theory dalam spasial design yaitu pemahaman tentang culture dan
karakteristik suatu daerah yang ada menjadi ciri khas untuk digunakan sebagai salah satu
pertimbangan agar penghuni (masyarakat) tidak merasa asing di dalam lingkungannya.
Sebagaimana tempat mempunyai masa lalu (linkage history), tempat juga terus berkembang
pada masa berikutnya. Artinya, nilai sejarah sangat penting dalam suatu kawasan kota. Aspek
spesifik lingkungan menjadi indikator yang sangat penting dalam menggali potensi, mengatur
tingkat perubahan serta kemungkinan pengembangan di masa datang, teori ini memberikan
pengertian bahwa semakin penting nilai-nilai sosial dan budaya, dengan kaitan sejarah di dalam
suatu ruang kota.
Sinkronik dan Diakronik
Analisis secara diakronik atau historical reading dan analisis secara sinkronik atau disebut
juga tissue analysis.. Iwan Suprijanto (1999:108-110) dalam makalah Fenomenologi Melalui
Sinkronik Diakronik mengungkapkan bahwa sinkronik dan diakronik digunakan dalam kaitannya
dengan morfologi sebagai metode analisis. Dalam morfologi, aspek diakronik digunakan untuk
mengkaji satu aspek yang menjadi bagian dari satu obyek, fenomena atau ide dari waktu ke
waktu (menggambarkan perubahan aspek dalam sejarah), sedangkan aspek sinkronik dipakai
untuk mengkaji keterkaitan antar aspek metamorfosis yang merupakan hasil sintesa keduanya,
yang lebih menggambarkan sejarah individual dari obyek dengan kelengkapan aspeknya.
Metode pembacaan sejarah (historical reading) sama halnya dengan penelitian historik yang
menurut Prof. Winarno Surakhmad (1994:142) adalah suatu metode yang mengaplikasikan dan
memecahkan permasalahan secara ilmiah dari perspektif historik dengan menggunakan
sumber-sumber dokumenter kesejarahan. Karena itulah metode pembacaan sejarah sejalan
dengan metode historik dokumenter yang sering digunakan oleh para ahli sejarah.
Metode historik merupakan proses yang meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala, peristiwa
ataupun gagasan yang timbul di masa lampau untuk menemukan generalisasi yang berguna
dalam usaha untuk memahami:
1. Kenyataan-kenyataan sejarah kota.
2. Memahami situasi sekarang.
3. Meramalkan perkembangan di masa yang akan datang.
Sumber-sumber data historik dokumenter:
1. Peninggalan material seperti fosil, bangunan, prasasti dan sebagainya.
2. Peninggalan tertulis seperti papyrus, daun lontar bertulis, kronik, relief, buku catatan
(bucat), arsip negara dan sebagainya.
3. Peninggalan tak tertulis seperti adat, bahasa, kepercayaan (kosmologi), dan sebagainya.
Metode pembacaan sejarah ini dasarnya terbagi menjadi 2 (dua) pendekatan sebagai berikut:
1. Pembacaan sejarah secara diakronik, yaitu pemahaman suatu objek sejarah berdasarkan
periode-periode perkembangannya, meliputi analisis kecenderungan perubahan yang
terjadi pada objek tersebut.
2. Pembacaan sejarah secara sinkronik, yaitu pemahaman suatu objek sejarah berdasarkan
perbandingan dengan objek yang sejenis dan mewakili kesamaan periode waktu. Analisis
ini lebih menekankan pada pemahaman karakteristik objek sejarah secara komparatif.
Tranformasi Ruang
Proses perubahan sosial yang sangat pesat yang merubah morfologi suatu kota. Berikut ini
contoh-contoh transformasi ruang :
Urbanisasi mengubah morfologi kota secara drastis, baik dilihat dari struktur, fungsi
maupun wajah kotanya. Secara sosio-kultural, fenomena "mengkota" menandakan
terbentuknya network society yang baru dan berbeda dalam tuntutan pelayanan
infrastruktur (Graham & Marvin, 2001). Tiga contoh berikut, Jakarta, Bandung dan
Gorontalo, dapat memberikan ilustrasi betapa cepat perubahan telah terjadi di kota-kota
Indonesia.
• Pada awal tahun 1960-an, Jakarta tidak lebih dari sebuah "kampoeng besar" dengan
sebuah hotel berbintang, Hotel Indonesia dan sebuah department store "Sarinah".
Namun dalam tempo 50 tahun terakhir, perkembangan yang sangat pesat telah
terjadi. Jakarta telah bermetamorfosa menjadi sebuah kota metropolitan, dengan
gedung-gedung modern pencakar langit yang megah (hotel, apartemen, kantor
hingga mall/pusat-pusat perbelanjaan), khususnya di kawasan Segitiga Emas. Dalam
prosesnya, transformasi sosio-fisik dilakukan dengan mengkonversi kampung-
kampung yang banyak berada di dataran rendah (rawa dan kebun)2 ke segala arah:
Barat, Selatan dan Timur.
Kini, dengan statusnya sebagai "multi-function"3 yang mengakumulasi berbagai
fungsi tertinggi secara nasional (pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa, bahkan
kebudayaan), Jakarta telah menjema menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi
yang menjanjikan di kawasan Asia-Pasifik. Selain itu, perkembangan yang sangat
pesat terjadi di kawasan pinggiran, dimana tidak kurang dari 7 (tujuh) kotabaru
berskala besar telah terbangun di Jabodetabek sejak tahun 1980-an (Gani, 2010)4.
• Kota Bandung sejak lama direncanakan sebagai salah satu pusat kegiatan
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1930-an apabila merujuk pada keberadaan
Gedung Sate. Konsep yang dikembangkan awalnya adalah kota taman yang asri,
sebagai unsur esensial dari sistem internal kotanya. Proses urbanisasi telah
terjadi secara cepat mulai tahun 1980-an, ditandai dengan okupansi lahan-lahan
di Bandung Utara dan Bandung Selatan. Perubahan morfologi kota semakin
tajam pada awal tahun 2000- an, ditandai dengan pemekaran Kota Cimahi dan
Kabupaten Bandung Barat, serta dibukanya akses jalan tol Cipularang pada tahun
2005 yang memangkas jarak waktu Jakarta — Bandung secara signifikan.
Bandung mengalami metamorfosa, dari kota tempat perist irahatan para mandor
perkebunan « tempoe doeloe» menjadi kota tujuan wisata « urban tourism»
dengan atraksi wisata kuliner, kesejukan alami dataran tinggi, serta pusat
belanja (factory outlets). Kawasan Dago, Setiabudi dan sekitarnya kini menjadi
pusat kegiatan komersial utama di Kota Bandung, padahal lama sebelumnya ia
direncanakan sebagai pusat hunian yang tenang. Sementara itu, kawasan
Bandung Utara yang sebelumnya merupakan kawasan lindung untuk
peresapan air, kini telah beralih fungsi menjadi salah satu pusat permukiman
elit serta pusat kegiatan pariwisata yang dipadati oleh turis domestik saat
weekend.
• Kota Goronta lo h ingga akhir tahun 1990 -an « hanya » merupakan ibukota
Kabupaten Gorontalo dengan fasilitas sosial-ekonomi yang sangat terbatas
(hotel, rumah sakit, restoran, dsb.). Sejak beralih status menjadi kota otonom
sekaligus Ibukota Provinsi Gorontalo pada tahun 1999, aliran investasi yang
mengalir cukup deras dipicu oleh kegiatan pemerintahan telah merubah
wajah kota secara signifikan. Pusat-pusat kegiatan komersial dan jasa
(perbankan, restoran, hotel dsb) tumbuh subur. Infrastruktur sosial-ekonomi
semakin membaik, khususnya yang berkaitan dengan sektor industri perikanan
(pelabuhan) dan sektor pertanian tanaman pangan (industri pengolahan
komoditas jagung). Wajah kota yang relatif sederhana, secara perlahan kini
berubah mengikuti perkembangan zaman.
Dari tiga contoh diatas, kita dapat mengamati bahwa transformasi sosial telah
mengubah morfologi kota. Beberapa faktor tampaknya cukup dominan dalam
proses tersebut : (1) al iran investasi yang mendorong peningkatan
produktivitas kota, khususnya yang digerakkan oleh investasi swasta ; (2)
keberadaan infrastruktur sosial-ekonomi, seperti jalan dan pelabuhan, serta (3)
peningkatan status kota otonom (ibukota provinsi). Ketiga faktor tersebut menjadi
penyebab utama terjadinya urbanisasi dan mengakselerasi alih -fungsi ruang
perkotaan. Perbedaannya terletak pada titik awal terjadinya perubahan (Jakarta
sejak 1960-an, Bandung sejak 1980-an, dan Gorontalo sejak 2000-an), serta
kecepatan transformasi yang terjadi yang banyak ditentukan oleh peran sektor
swasta.
Morfologi
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan perubahan suatu kawasan dan
sekitarnya sebagai bagian dari suatu kawasan perkotaan yang lebih luas, menurut Gallion
dalam buku “The Urban Pattern” disebutkan bahwa perubahan suatu kawasan dan sebagian
kota dipengaruhi letak geografis suatu kota. Hal ini sangat berpengaruh terhadap perubahan
akibat pertumbuhan daerah di kota tersebut, apabila terletak di daerah pantai yang landai, pada
jaringan transportasi dan jaringan hubungan antar kota, maka kota akan cepat tumbuh
sehingga beberapa elemen kawasan kota akan cepat berubah.
Dalam proses perubahan yang menimbulkan distorsi (mengingat skala perubahan cukup besar)
dalam lingkungan termasuk didalamnya perubahan penggunaan lahan secara organik, terdapat
beberapa hal yang bisa diamati yaitu :
Pertumbuhan terjadi satu demi satu, sedikit demi sedikit atau terus menerus.
Pertumbuhan yang terjadi tidak dapat diduga dan tidak dapat diketahui kapan dimulai dan
kapan akan berakhir, hal ini tergantung dari kekuatan-kekuatan yang melatar belakanginya.
Proses perubahan lahan yang terjadi bukan merupakan proses segmental yang
berlangsung tahap demi tahap, tetapi merupakan proses yang komprehensif dan
berkesinambungan.
Perubahan yang terjadi mempunyai kaitan erat dengan emosional (sistem nilai) yang ada
dalam populasi pendukung.
Faktor-faktor penyebab perubahan lainya adalah vision (kesan), optimalnya kawasan,
penataan yang maksimal pada kawasan dengn fungsi-fungsi yang mendukung,
penggunaan struktur yang sesuai pada bangunan serta komposisi tapak pada kawasan.
(Cristoper Alexander, A New Theory Of Urban Design, 1987, 14:32-99).
Uraian diatas sesuai dengan kondisi kawasan penelitian yang berada di kawasan bencana
alam, yaitu adanya perubahan pola tata ruang lingkungan permukiman (kampung kota)
mengarah kepada tatanan kawasan mitigasi bencana alam yang nantinya melalui tahapan
proses terus menerus yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan
manusianya.
Dalam kaitanya dengan kota dan arsitektur, morfologi memiliki dua aspek yaitu aspek
diakronik yang berkaitan dengan perubahan ide dalam sejarah dan aspek sinkronik yaitu
hubungan antar bagian dalam kurun waktu tertentu yang dihubungkan dengan aspek lain.
Aspek metamorfosis adalah sejarah individual dari bangunan dan kota, kesemuanya harus
dilakukan dalam analisis morfologi.
Karya arsitektur merupakan salah satu refleksi dan perwujudan kehidupan dasar
masyarakat menurut makna yang dapat dikomunikasikan (Rapoport, 1969). Keseragaman dan
keberagaman sebagai ungkapan perwujudan fisik yang terbentuk yaitu citra dalam arti identitas
akan memberikan makna sebagai pembentuk citra suatu tempat (place).
Ada tiga komponen struktural yang dapat dikaji (Schultz, 1984) :
Tipologi : menyangkut tatanan sosial (sosial order) dan pengorganisasian ruang (spatial
organization) yang dalam hal ini menyangkut ruang (space) berkaitan dengan tempat yang
abstrak.
Morfologi : menyangkut kualitas spasial figural dan konteks wujud pembentuk ruang yang
dapat dibaca melalui pola, hirarki, dan hubungan ruang satu dengan yang lainya.
Tipologi lebih menekankan pada konsep dan konsistensi yang dapat memudahkan
masyarakat mengenai bagian-bagian arsitektur.
Morfologi lebih menekankan pada pembahasan bentuk geometris, sehingga untuk
memberi makna pada ungkapan ruang harus dikaitkan dengan nilai ruang tertentu, nilai ruang
sangat berkaitan dengan organisasi ruang, hubungan ruang dan bentuk ruang, perwujudan
spasial fisik merupakan produk kolektif perilaku budaya masyarakat serta pengaruh
“kekuasaan” tertentu yang melatarbelakanginya.
Karakteristik suatu tempat dalam hal ini penggunaan suatu lingkungan binaan tertentu
bukan hanya sekedar mewadahi kegiatan fungsional secara statis, melainkan menyerap dan
menghasilkan makna berbagai kekhasan suatu tempat antara lain setting fisik bangunan,
komposisi dan konfigurasi bangunan dengan ruang publik serta kehidupan masyarakat
setempat.
Perubahan morfologi tidak lepas dari pendukung kegiatan (activity support) karena
adanya keterkaitan antara fasilitas ruang-ruang umum kawasan dengan seluruh kegiatan yang
menyangkut penggunaan ruang yang menunjang keberadaan ruang-ruang umum. Kegiatan
dan ruang-ruang umum merupakan hal yang saling mengisi dan melengkapi, keberadaan
pendukung kegiatan mulai muncul dan tumbuh, bila berada diantara dua kutub kegiatan yang
ada di kawasan tersebut keberadaan pendukung kegiatan tidak lepas dari tumbuhnya fungsi
kegiatan publik yang mendominasi penggunaan ruang kawasan, semakin dekat dengan pusat
kegiatan semaking tinggi intensitas dan keberagaman kegiatan.
Pengertian Rancang Kota
Secara umum Rancang kota atau Urban Design dapat diartikan sebagai suatu
perencanaan yang merupakan bagian dari rangkaian perencanaan kota yang akan menyangkut
segi tampilan fisik yang menata bentuk, tatanan dan estetika lingkungan kota secara satu
kesatuan terpadu antara lingkungan fisik, kehidupan dan manusianya.
Rancang kota akan merupakan wawasan yang akan menjadi jembatan fungsional
antara para arsitek dan perencana kota. Jadi rancang kota juga akan merupakan wawasan
yang akan menjadi jembatan antara produk perencanaan kota yang berwawasan urban spatial
development planning dengan produk arsitektur, kerekayasaan dan landsekap yang
menekankan kepada perancangan fisik atau physical planning sebagai wujudan nyata dari
urban spatial development planning.
Pengertian Panduan Rancang Kota
Panduan Rancang Kota adalah uraian teknis secara terinci tentang ketentuan-
ketentuan, persyaratan-persyaratan, standar dimensi, standar kualitas yang memberikan
arahan bagi terselenggaranya serta terbangunnya suatu kawasan fisik kota tertentu baik
bangunan-bangunannya, sarana dan prasarana, utilitas maupun lingkungan, sehingga sesuai
dengan rencana kota yang digariskan. Panduan Rancang Kota tidak dimaksudkan untuk
membuat suatu ketentuan, arahan ataupun persyaratan yang bersifat kaku (inflexible), tidak
pula bermaksud untuk mengendalikan aspek arsitektur suatu bangunan, kawasan atau kota,
yang dapat membatasi kreatifitas perencana, perancang, maupun pengelola. Panduan
Rancang Kota dimaksudkan untuk mengidentifikasi tujuan serta standar-standar perancangan
yang dianggap penting untuk suatu kawasan tertentu.
Panduan rancang kota akan merupakan pengarahan yang dapat menjadi pegangan
bagi perencana kota, pengembang dan pemerintah untuk :
Pertama ; dapat menempatkan kegiatan bangunan serta bangun bangunan sesuai dengan
fungsinya yang serasi seimbang, dan selaras dalam tatanan kota.
Kedua ; dapat menjadi perangkat kendali bagi kawasan fungsional, bangunan serta bangun
bangunan yang akan dibangun.
Ketiga : akan menjadi pengarah di dalam peningkatan effisiensi pemanfaatan dan penggunaan
lahan kota
Keempat : dapat berperan di dalam menyhelenggarakan pembangunan fisik kota yang
seimbang dan lestari.
Ruang Lingkup Panduan Rancang Kota
1. Ruang lingkup panduan Rancang Kota juga menyangkut suatu tinjauan atas Wilayah
Tertentu Kota yaitu suatu bagian wilayah kota, kawasan atau lingkungan yang
ditetapkan sebagai bagian wilayah, kawasan dan/atau lingkungan yang mempunyai nilai
strategis yang diprioritaskan atau memerlukan kekhususan didalam penataannya
(overlay zone)
Wilayah tertentu kota ini meliputi :
a.Kawasan Khusus
Yang dimaksud dengan kawasan khusus yaitu suatu lingkungan kota yang memiliki
suatu aktifitas fungsional perkotaan tertentu dengan karakteristik dan tampilan yang
khusus. Pada lingkungan khusus ini yang perlu dijaga kelestariannya, dipertahankan
dan dikembangkan adalah karakteristik serta aktifitas fungsionalnya.
Kawasan khusus ini disamping kawasan yang telah ada dan karakteristik-nya dikenal,
dapat juga dibuat atau dikembangkan daerah baru menjadi satu kawasan yang
mempunyai karakteristik tertentu, misalnya Kawasan Ancol sebagai tempat rekreasi
atau dibuat kawasan baru misalnya Kawasan Kota Baru Bandar Kemayoran sebagai
suatu kota dalam kota dengan menempatkan seluruh aktivitas seni pada satu kawasan
tertentu.
b.Kawasan Tepi Air (Waterfront)
Kawasan Tepi Air (Waterfront Area) yaitu suatu wilayah dengan suatu atau beberapa
aktifitas perkotaan tertentu yang terletak berbatasan langsung dengan wilayah perairan
seperti tepi sungai, tepi danau atau tepi laut.
Pola Rancang Kota selan disesuaikan dengan aktifitas fungsionalnya juga dengan
karakteristik wilayah dengan lingkungan air serta tetap menjaga keseimbangan
ekosistem tepi air.
c.Kawasan Pusat Bisnis
Kawasan pusat bisnis adalah kawasan dimana seluruh kegiatan bisnis terpusat.
Kawasan ini sering terbagi dalam pusat perkantoran, pusat kelembagaan keuangan
(financial center) pusat perdagangan dan pusat perkantoran.
Pusat kegiatan bisnis merupakan wilayah kota dengan karakteristik bangunan yang
mempunyai intensitas tinggi yaitu kepadatan (KLB) dan ketinggian bangunan tertinggi di
kota.
d.Kawasan Preservasi
Kawasan Preservasi adalah suatu atau beberapa kawasan di dalam kota yang harus
dilestarikan, dilindungi, dipelihara (konservasi) dan dipugar (renovasi atau restorasi)
yang sesuai dengan bentuk aslinya tetapi tetap disesuaikan dengan perkembangan
kebutuhan fungsionalnya karena merupakan kawasan atau mengandung bangunan
dan/atau bangun-bangunan yang mempunyai nilai sejarah, nilai seni dan budaya serta
nilai arsitektur. Nilai-nilai ini juga merupakan ciri khas karakteristik kota tersebut.
Pelestarian, perlindungan dan pemeliharaan ini meliputi memelihara lingkungan dan
unsur-unsur fisik tersebut secara utuh sebagaimana aslinya; merenovasi secara
keseluruhan untuk mengembalikan kepada bentuk dan tampilan semula; merenovasi
bagian-bagian tertentu biasanya bagian kulit luar dengan ketebalan tertentu yaitu yang
secara langsung biasanya bagian dalamnya dapat diubah dan disesuaikan dengan
perkembangan.
Dalam kaitan Panduan Rancang Kota, penyusun mengidentifikasi kasus, sasaran, dan
arah terhadap bangunan maupun kawasan. Dalam hal ini perlu ada pengarahan visual,
baik yang berupa koridor pandangan, maupun yang berbentuk tata bahasa, irama,
ukuran, dan bahan bangunan. Preservasi dan konservasi biasanya ditujukan untuk
menjaga agar suasana/karakteristik lingkungan tetap terjaga, tidak berubah drastis. Agar
kawasan tersebut tetap mengikuti perkembangan kota, perubahan yang terjadi lebih
ditujukan pada perubahan peruntukan, sedangkan lingkungan fisiknya tidak berubah.
Perangkat kebijakan seperti TDR (Transfer of Development Rights) dapat pula
diberlakukan untuk melindungi bangunan yang dipugar.
e.Peremajaan Kota
Kawasan peremajaan kota adalah suatu kawasan di dalam kota yang karena
keadaannya berdasarkan usianya, kondisi fisiknya dan fungsi sosial ekonomisnya sudah
tidak memadai. Untuk meningkatkan efisiensi dan keefektifannya maka perlu ditata
kembali dan meningkatkan intensitasnya sehingga dapat ditingkatkan vitalitasnya untuk
dapat berfungsi lebih baik, dapat diperbaiki kondisi dan kualitas lingkungannya.
Peremajaan kota dapat berupa pembangunan kembali (redevelopment) dari suatu
bagian kawasan berskala besar di dalam kota secara menyeluruh yang dapat berupa :
preservasi dan konservasi, rehabilitasi, rekonstruksi, renovasi, restorasi atau kombinasi
dari jenis peremajaan tersebut.
Dalam skala yang besar suatu peremajaan kota dapat juga berupa pembangunan suatu
kawasan kota setara kota yang disebut sebagai Kota Baru Dalam Kota (New Town in
Town).
Fungsi perkotaan di suatu kawasan dalam peremajaan kota :
1) Tetap sebagaimana sebelum diremajakan
2) Tetap dengan pengembangan dan tambahan fungsi baru
3) Sama sekali berubah menjadi fungsi baru
4) Sebagian tetap, sebagian dikembangkan dengan fungsi baru dan sebagian berubah
sama sekali.
Isi Panduan Rancang Kota
1. Panduan Rancang Kota Umum yang menyangkut kaitan wawasan kawasan perencanaan
dengan Rencana Kota. Pada bagian ini dikemukakan keterangan mengenai hubungan fungsi
kegiatan yang direncanakan sebagaimana yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota (RUTR) dan Rencana Tata Ruang Kawasan yang bersangkutan dengan
kawasan perencanaan. Pada dasarnya bagian ini mengandung diskripsi tentang latar
belakang pembangunan kegiatan fungsional tersebut serta kesesuaiannya dengan
kebijaksanaan pembangunan kota di dalam RTRWK serta peruntukannya dalam rencana
kawasan.
2. Diskripsi khusus tentang kawasan fungsional yang direncanakan yang menyangkut :
a. Konsepsi dan rencana tapak
b. Konsepsi yang berkaitan dengan penyesuaian lingkungan alami dan iklim mikro
(penyinaran matahari, suhu, angin, hujan)
c. Konsepsi Tata Bangunan dan Bangun-bangunan termasuk aspek-aspek arsitektural dan
kerekayasaan.
d. Konsepsi sirkulasi dan kemudahan pergerakan internal (dalam kawasan) dan eksternal
(dengan luar kawasan dan dengan bagian wilayah dan kawasan fungsional lainnya)
e. Konsepsi ruang-ruang terbuka, ruang pemeliharaan dan ruang pengamanan.
f. Konsepsi kelengkapan lingkungan seperti lampu umum, rambu-rambu, dan tanda-tanda,
tempat duduk umum, telepon booth, pemberhentian angkutan umum).
3. Panduan Rancang Kota pada Kawasan Perencanaan yang memberikan ketentuan tentang :
a. Pembagian umum fungsi-fungsi di dalam kawasan perencanaan.
b. Uraian ketentuan tentang setiap unsur pembentuk kawasan fungsional yang
direncanakan yang menyangkut :
1) Hubungan fungsional dan perwujudan antara ruang dan massa bangunan
dan bangun-bangunan kota, antar massa bangunan, antara massa
bangunan dan jaringan pergerakan serta antara massa bangunan dan
kawasan sekitar.
2) Penataan keserasian antara pola kehidupan masyarakat dengan
lingkungan fisik serta kegiatan usahanya.
3) Fungsi dan tampilan unsur-unsur penunjang kawasan fungsional seperti
kelengkapan jalan, rambu-rambu dan petunjuk, papan reklame dan nama
di kawasan pusat kota, berbagai unsur tipikal kota, perletakan unsur-unsur
dan struktur bernilai sejarah dan seni, monumen dan tengeran, ornamen
dan pewarnaan kota (city colouring).
4) Penataan keserasian fungsi dengan unsur-unsur jaringan pergerakan yaitu
antara kepentingn pergerakan pejalan kaki, kendaraan bermotor dan
kendaraan tidak bermotor.
5) Penataan keserasian jaringan utilitas kota, jalur-jalur pemeliharaan dan
pengamanan.
6) Penataan keserasian penghijauan kota sebagai pengindah kota, sebagai
unsur preservasi atau unsur konservasi lingkungan.
7) Penciptaan unsur-unsur baik alami atau binaan yang akan menjadi
identitas kota.
Hubungan Morfologi dan Urban Design
Ada dua argumentasi tentang kebutuhan kajian morfologi dalam perancangan
kota yaitu :
(1) karena ada permasalahan terkait bentukan fisik kota dengan berbagai faktor
penyebabnya, dan
(2) karena tujuan perancangan kota yang menghendaki terciptanya kota berkualitas baik
secara lingkungan, fungsional dan visual.
Morfologi kota diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bentuk kota. Dengan definisi
ini kota dipahami sebagai tempat kumpulan bangunan dan manusia ; artifak yang dihuni ;
kumpulan bangunan dan artifak : artikulasi pengalaman ruang ; produk perubahan sosio-
spatial ; kesatuan penampilan kota ; karya kolektif dan laboratorium bentukan fisik.
Secara garis besar bidang kajian morfologi meliputi :
a. ekspresi keruangan,
b. land-use,
c. figure-ground,
d. linkage,
e. tata bangunan dan lingkungan,
f. place dan
g. plan.
Recommended