View
25
Download
6
Category
Preview:
Citation preview
AGROWISATA SEBAGAI PARIWISATA
ALTERNATIF INDONESIA
(Solusi Masif Pengentasan Kemiskinan)
ii
UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Fungsi dan Sifat hak Cipta Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak Terkait Pasal 49 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang
pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
iii
Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MMA., MA.
Dr. I Wayan Ruspendi Junaedi, SE., MA.
AGROWISATA SEBAGAI PARIWISATA
ALTERNATIF INDONESIA:
Solusi Masif Pengentasan Kemiskinan
iv
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
UTAMA, I Gusti Bagus Rai
Agrowisata Sebagai Pariwisata Alternatif Indonesia: Solusi Masif Pengentasan Kemiskinan/oleh I Gusti Bagus Rai Utama dan I Wayan Ruspendi Junaedi.--Ed.1, Cet. 2--Yogyakarta: Deepublish, April 2016.
x 240 hlm.; Uk:14x20 cm ISBN 978-602-280-886-2 1. Aneka Ragam tentang Perjalanan I. Judul
910.2 Hak Cipta 2016, Pada Penulis
Cetakan Pertama Juli 2015
Desain cover : Herlambang Rahmadhani Penata letak : Rizky Selvasari
Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581 Telp/Faks: (0274) 4533427
Website: www.deepublish.co.id www.penerbitdeepublish.com E-mail: deepublish@ymail.com
PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Copyright © 2016 by Deepublish Publisher All Right Reserved
Isi diluar tanggung jawab percetakan
Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.
v
Prakata
Sektor pertanian memegang peranan penting bagi tegaknya kedaulatan suatu negara. Kedaulatan suatu Negara dapat dilihat dari kemampuannya untuk mencukupi kebutuhan pangan bagi warganya karena pangan merupakan faktor kritis untuk kelangsungan hidup manusia. Menempatkan sector pertanian dalam posisi yang setara dengan bidang-bidang keilmuan dan usaha yang lainnya seperti keteknikan, kedokteran, manajemen dan lain-lainnya adalah menjadi suatu keharusan saat ini. Saat ini, Indonesia mengalami krisis kepercayaan terhadap sector pertanian. Nasib para petani sangat mudah dijadikan komoditi politik, dan menjadi objek permainan para pedagang. Pada saat ini, negara dituntut untuk mampu meyakinkan masyarakat bahwa belajar ilmu pertanian, atau berinvestasi di bidang pertanian dapat memberikan jaminan masa depan yang menjanjikan kehidupan yang sama dengan pekerjaan lainnya. Masyarakat perlu dibuka kesadaran dirinya untuk memberikan penghargaan yang layak bagi pekerjaannya dan usaha taninya serta tidak menempatkannya dalam posisi yang lebih rendah dibandingkan dengan bidang pekerjaan lainnya.
Para akademisi dan praktisi pariwisata saat ini telah mencoba menolong sektor pertanian yang nyaris mati suri ini dengan mengembangkan agrowisata karena agrowisata diharapkan dapat dikembangkan secara masif di Indonesia untuk mengentaskan masyarakat miskin dari kubangan kemiskinan tersebut. Pertanian dalam arti luas, semakin
vi
menemui jalan terang untuk dapat bangkit kembali, setidaknya pariwisata dapat menjadi penolong bagi program pengentasan kemiskinan tersebut dan lambat laun sektor pertanian dapat dibangkitkan kembali seperti yang terjadi di Amerika saat ini.
Buku ini menyajikan persoalan seputar agrowisata, baik secara teoritis maupun praktis, serta peluang pengembangan-nya di Indonesia. Kajian secara teoritis dengan cara merujuk pandangan-pandangan para ahli dan pelaku agrowisata yang dilakukan secara desk research dan juga menyajikan beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan yang terkait dengan agrowisata. Seiring dengan lahirnya ilmu pariwisata yang telah memberikan manfaat bagi kesejahteraan umat manusia. Perjalanan dan pergerakan wisatawan merupakan salah satu bentuk kegiatan dasar manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang beragam, baik dalam bentuk pengalaman, pencerahan, penyegaran fisik dan psikis maupun dalam bentuk aktualisasi diri. Buku ini baik sebagai rujukan untuk memahami produk pariwisata dalam bentuk daya tarik wisata agro, memahami keterkaitan antara komponen pariwisata dan hubungan dengan daya tarik pariwisata agro, memahami bentuk dan jenis agrowisata yang akan dipasarkan, dan memberikan gambaran dalam proses perencanaan, pengenalan, pengembangan agrowisata serta promosi daya tarik agrowisata yang efektif dan efesien sesuai dengan budaya masyarakat lokal.
Terimakasih penulis ucapkan kepada banyak pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung untuk rencana terbitnya buku ini, semoga bermanfaat untuk kemajuan pendidikan pariwisata dan pertanian di Indonesia.
vii
Denpasar, Oktober 2017 Penulis, Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MMA., M.A.
viii
Daftar Isi
PRAKATA.............................................................................................................. v
DAFTAR ISI ......................................................................................................viii
BAB 1 MENGAPA MEMBANGUN PARIWISATA .......................1
Arti Penting Pariwisata ............................................... 1
Daya Tarik Wisata ........................................................ 3
Wisata Desa .................................................................. 5
BAB 2 HAKEKAT PARIWISATA ........................................................8
Sejarah Perjuangan Kemandirin Pariwisata
sebagai Ilmu Mandiri ................................................. 13
Kajian Tentang Ilmu Pariwisata sebagai
sebuah Ilmu yang Mandiri ........................................ 16
BAB 3 PRINSIP PEMBANGUNAN PARIWISATA
BERKELANJUTAN .................................................................. 30
Prinsif Pembangunan Berkelanjutan ...................... 30
Prinsip Pembangunan Pariwisata
Berkelanjutan ............................................................. 36
BAB 4 CITRA NEGARA AGRARIS UNTUK
INDONESIA ................................................................................ 49
Pertanian adalah Citra Indonesia ............................ 49
BAB 5 TINJAUAN AGROWISATA DARI PERSPEKTIF
PERTANIAN .............................................................................. 66
ix
BAB 6 AGROWISATA PERSPEKTIF PARIWISATA .............. 74
BAB 7 DEFINISI AGROWISATA DARI BERBAGAI
PERSPEKTIF ............................................................................. 84
BAB 8 PENAWARAN DAN PERMINTAAN
AGROWISATA .......................................................................... 92
Aspek Penawaran Pariwisata ................................... 92
Aspek Permintaan Pariwisata .................................. 94
BAB 9 KONDISI AGROWISATA DI INDONESIA ..................... 98
BAB 10 MODEL IDEAL PENGEMBANGAN
AGROWISATA INDONESIA ............................................ 111
BAB 11 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN DINAMIKA AGROWISATA ......................... 119
BAB 12 SISI POSITIF DAN SISI NEGATIF
AGROWISATA ....................................................................... 128
BAB 13 POTENSI PENGEMBANGAN AGROWISATA DI
INDONESIA ............................................................................ 136
BAB 14 AGROWISATA ADALAH BENTUK
PARIWISATA YANG BERKUALITAS .......................... 146
BAB 15 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMOTIVASI DAN
MENARIK WISATAWAN BERWISATA KE
DESA WISATA AGRO......................................................... 157
BAB 16 ETIKA PERENCANAAN AGROWISATA PADA
KAWASAN SEKITAR TAMAN WISATA ALAM ...... 176
GLOSARIUM .................................................................................................. 193
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 200
x
INDEXS ............................................................................................................ 233
BIODATA PENULIS .................................................................................... 237
1
BAB 1
MENGAPA MEMBANGUN
PARIWISATA
Arti Penting Pariwisata
Pariwisata adalah
kegiatan yang bertujuan
menyelenggarakan jasa
pariwisata, menyediakan
dan mengusahakan daya
tarik wisata, usaha sarana
pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang pariwisata.
Pariwisata adalah salah satu mesin penggerak perekonomian
dunia yang terbukti mampu memberikan kontribusi terhadap
kemakmuran sebuah negara. Pembangunan pariwisata
mampu menggairahkan aktivitas bisnis untuk menghasilkan
manfaat sosial. budaya, dan ekonomi yang signifikan bagi
suatu negara. Ketika pariwisata direncanakan dengan baik,
mestinya akan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
pada sebuah destinasi. Keberhasilan pariwisata terlihat dari
penerimaan pemerintah dari sektor pariwisata dapat
mendorong sektor lainnya untuk berkembang.
Keberhasilan yang paling mudah untuk diamati adalah
bertambahnya jumlah kedatangan wisatawan dari periode ke
periode. Pertambahan jumlah wisatawan dapat terwujud jika
wisatawan yang telah berkunjung puas terhadap destinasi
dengan berbagai atribut yang ditawarkan oleh pengelolanya.
Capaian pembelajaran : memahami arti penting
pembangunan sector pariwisata, persyaratan
minimum daya tarik wisata.
2
Wisatawan yang puas akan cenderung menjadi loyal untuk
mengulang liburannya dimasa mendatang, dan memungkin-
kan mereka merekomen teman-teman, dan kerabatnya untuk
berlibur ke tempat yang sama. Fenomena yang terjadi pada
trend pariwisata, khususnya di dunia saat ini adalah pesatnya
pertumbuhan wisata agro.
Dari perspektif ekonomi, dampak positif pariwisata
yaitu: (1) mendatangkan devisa bagi negara melalui
penukaran mata uang asing di daerah tujuan wisata, (2) pasar
potensial bagi produk barang dan jasa masyarakat setempat,
(3) meningkatkan pendapatan masyarakat yang kegiatannya
terkait langsung atau tidak langsung dengan jasa pariwisata,
(4) memperluas penciptaan kesempatan kerja, baik pada
sektor-sektor yang terkait langsung seperti perhotelan,
restoran, agen perjalanan, maupun pada sektor-sektor yang
tidak terkait langsung seperti industri kerajinan, penyediaan
produk-produk pertanian, atraksi budaya, bisnis eceran, jasa-
jasa lain dan sebagainya, (5) sumber pendapatan asli daerah,
dan (6) merangsang kreaktivitas seniman, baik seniman
pengrajin industri kecil maupun seniman ‘tabuh’ dan tayang
diperuntukkan konsumsi wisatawan.
Kasus pembangunan pariwisata di banyak destinasi,
memang tak terbantahkan telah menimbulkan dampak positif
bagi perekonomioan regional dan nasional, namun patut pula
diakui bahwa pariwisata juga menimbulkan dampak negatif
antara lain, menyusutnya lahan pertanian untuk pembangun-
an pendukung infrastruktur pariwisata, meningkatnya
kriminalitas, kepadatan lalu lintas, urbanisasi dan emigrasi,
bermuculannya ruko-ruko, shopping centre yang melanggar
tataruang wilayah, degradasi lingkungan dan polusi. Dampak
3
negatif yang disebutkan terakhir disebut eksternalitas, utama-
nya eksternalitas negatif yaitu aktivitas kepariwisataan yang
menimbulkan kerusakan lingkungan, polusi air (sungai, laut
dan sumur) dan tanah, sehingga menyebabkan kerugian
sosial yang ditanggung oleh masyarakat di daerah tujuan
wisata.
Daya Tarik Wisata
Sejarah Daya tarik wisata pada awal perkembangan
pariwisata di Indonesia adalah untuk mengistilahkan objek
wisata, namun setelah Peraturan Pemerintah (PP) pada tahun
2009 diterbitkan, kata objek wisata selanjutnya tidak
digunakan lagi untuk menyebut kata objek wisata yang
merupakan suatu daerah tujuan para wisatawan. Untuk
memahami pengertian dan makna dari kata daya tarik wisata
tersebut, berikut dijabarkan pengertian daya tarik wisata dari
beberapa sumber berikut ini: Sesuai dengan Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009, daya tarik wisata
bisa dijelaskan sebagai segala sesuatu yang mempunyai
keunikan, kemudahan, dan nilai yang berwujud
keanekaragaman, kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan
manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan para
wisatawan.
Pada dasarnya, daya tarik wisata dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni daya tarik
wisata alamiah, dan daya tarik wisata buatan. Daya tarik
wisata alamiah adalah daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa yang terdiri dari keadaan alam, flora dan fauna,
sedangkan daya tarik wisata buatan merupakan hasil karya
manusia yang terdiri dari museum, peninggalan sejarah, seni
4
dan budaya, wisata agro, wisata buru, wisata petualangan
alam, taman rekreasi, dan kompleks hiburan. Daya tarik
wisata lainnya yakni minat khusus yang merupakan suatu hal
yang menjadi daya tarik sesuai dengan minat dari
wisatawannya seperti berburu, mendaki gunung, menyusuri
gua, industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air
deras, tempat-tempat ibadah, tempat ziarah dan lainnya.
Daya tarik daerah untuk tujuan wisata akan mampu
menarik wisatawan untuk mengunjunginya jika memenuhi
unsur-unsur daya tarik wisata, yakni: (1) Daya tarik yang
dapat disaksikan (what to see), hal ini mengisyaratkan bahwa
pada daerah harus ada sesuatu yang menjadi daya tarik
wisata, atau suatu daerah mestinya mempunyai daya tarik
yang khusus dan atraksi budaya yang bisa dijadikan sebagai
hiburan bagi wisatawan. Apa yang disaksikan dapat terdiri
dari pemandangan alam, kegiatan, kesenian, dan atraksi
wisata. (2) Aktivitas wisata yang dapat dilakukan (what to
do), hal ini mengisyaratkan bahwa di tempat wisata,
menyaksikan sesuatu yang menarik, wiatawan juga mesti
disediakan fasilitas rekreasi yang bisa membuat para
wisatawan betah untuk tinggal lebih lama di tempat tujuan
wisata. (3) Sesuatu yang dapat dibeli (what to buy), hal ini
mengisyaratkan bahwa tempat tujuan wisata mestinya
menyediakan beberapa fasilitas penunjang untuk berbelanja
terutama barang souvenir dan kerajinan rakyat yang bisa
berfungsi sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ketempat
asal wisatawan. (4) Alat transportasi (how to arrived), hal ini
mesti mampu dijelaskan bahwa untuk dapat mengunjungi
daerah daya tarik tujuan wisata tersebut, kendaraan apa yang
digunakan dan berapa lama wisatawan tiba ke tempat tujuan
5
wisata yang akan dituju. (5) Penginapan (where to stay), hal
ini menunjukkan bagaimana wisatawan akan dapat tinggal
untuk sementara selama mereka berlibur. Untuk menunjang
keperluan tempat tinggal sementara bagi wisatawan yang
berkunjung, daerah tujuan wisata perlu mempersiapkan
penginapan-penginapan, seperti hotel berbintang atau hotel
tidak berbintang dan sejenisnya.
Wisata Desa
Jenis wisata ini sedikit banyak dikaitkan dengan
pertanian, adat istiadat dan tradisi kelompok dalam
masyarakat. Wisata desa banyak dilakukan oleh perorangan
atau rombongan ke sebuah desa yang memiliki keunikan
produksi pertanian, budidaya ternak, atau kegiatan lain yang
terkait dengan pertanian di perdesaan. Wisata desa ini
banyak dihubungkan dengan niat atau hasrat sang wisatawan
untuk melihat keunikan produksi pertanian, budidaya ternak,
atau kegiatan lain yang terkait dengan pertanian di
perdesaan.
Jika dilihat dari unsur-unsur pembentuk Daya Tarik
Wisata yang Ideal, maka desa yang akan dikembangkan
menjadi desa wisata ataupun wisata desa harus memenuhi
kriteria sebegai berikut ini:
[1] Apa yang dapat disaksikan (what to see) di desa?
atraksi budaya (artefak bangunan rumah, Bendungan,
danau, areal pertanian) dapat dipromosikan sebagai
hiburan bagi wisatawan. Apa yang disaksikan dapat
terdiri dari pemandangan alam berupa hamparan
perkebunan, kegiatan keagamaan, dan atraksi wisata
lainnya.
6
[2] Aktivitas wisata yang dapat dilakukan (what to do)?
Desa harus mengisyaratkan telah memenuhi unsur
sebagai daya tarik wisata, misalnya wisatawan
melakukan aktivitas memancing, camping, trekking,
dan aktivitas lainnya yang berpusat di desa.
[3] Apa yang dapat dibeli (what to buy)?, hal ini
mengisyaratkan bahwa tempat tujuan wisata desa
telah memiliki beberapa fasilitas penunjang untuk
berbelanja terutama barang souvenir dan kerajinan
rakyat yang bisa berfungsi sebagai oleh-oleh untuk
dibawa pulang ketempat asal wisatawan.
[4] Alat transportasi (what to arrived)?, Desa yang baik
untuk dikembangkan sebagai desa wisata, haruslah
mudah dapat diakses dengan berbagai jenis
kendaraan, seperti bus besar, mini bus, dan jenis
kendaraan lainnya.
[5] Adakah penginapan (where to stay)?, Poin ini
menunjukkan bagaimana wisatawan akan dapat
tinggal untuk sementara selama mereka berlibur.
Untuk menunjang keperluan tempat tinggal
sementara bagi wisatawan yang berkunjung, desa
wisata harus mempersiapkan penginapan-
penginapan, seperti hotel dan sejenisnya yang
dibangun oleh pengusaha lokal maupun penduduk
setempat.
Sesungguhnya jenis–jenis wisata lain dapat saja
ditambahkan di sini, tergantung kapada kondisi dan situasi
perkembangan dunia kepariwisataan di suatu daerah atau
negeri yang memang mendambakan industri pariwisatanya
dapat maju dan berkembang. Pada hakekatnya semua ini
7
tergantung kepada selera atau daya kreativitas para ahli
profesional yang berkecimpung dalam bisnis industri
pariwisata ini.
Makin kreatif dan banyak gagasan–gagasan yang
dimiliki oleh mereka yang mendedikasikan hidup mereka bagi
perkembangan dunia kepariwisataan di dunia ini, makin
bertambah pula bentuk dan jenis wisata yang dapat
diciptakan bagi kemajuan industri ini, karena industri
pariwisata pada hakikatnya kalau ditangani dengan
kesungguhan hati mempunyai prospektif dan kemungkinan
sangat luas, seluas cakrawala pemikiran manusia yang
melahirkan gagasan–
gagasan baru dari
waktu–kewaktu.
Pengembanga
n desa sebagai Daya
Tarik Wisata dan
berbagai strategi
pengembangannya
adalah usaha yang kreatif dan inovatif untuk memperkaya
pembangunan sektor kepariwisataan. Pengembangan daya
tarik wisata desa diharapkan akan berdampak positif secara
ekonomi, maupun dinamika pembangunan sosial dan budaya
bagi Indonesia.
Tugas Mandiri: 1) Jelaskan arti penting
pembangunan sector pariwisata bagi Indonesia!
2) Sebutkan persyaratan minimum daya tarik wisata!
8
BAB 2
HAKEKAT PARIWISATA
Pariwisata
telah menjadi
industri terbesar dan
memperlihatkan
pertumbuhan yang
konsisten dari tahun
ke tahun. World
Tourism Organization memperkirakan bahwa pada tahun
2020 akan terjadi peningkatan sebesar 200% terhadap angka
kunjungan wisatawan dunia saat ini. Pariwisata modern saat
ini juga dipercepat oleh proses globalisasi dunia sehingga
menyebabkan terjadinya interkoneksi antar bidang, antar
bangsa, dan antar individu yang hidup di dunia ini.
Perkembangan teknologi informasi juga mempercepat
dinamika globalisasi dunia, termasuk juga didalamnya
perkembangan dunia hiburan, rekreasi dan pariwisata.
Pengukuran pembangunan pariwisata Indonesia
(termasuk Bali) sejak era pemerintahan Presiden Soekarno
(1945-1966) hingga saat ini bertumpu pada dua cara pandang
berbeda, yaitu pendekatan kuantitas dan kualitas. Sesuai
dengan IUOTO (International Union of Official Travel
Organization; Spillane, 1993), pariwisata mestinya
dikembangkan oleh setiap negara dengan pertimbangan
bahwa: (1) Pariwisata dapat berperan sebagai faktor pemicu
bagi perkembangan ekonomi nasional maupun international;
Capaian Pembelajaran Mahasiswa mampu menjelaskan bahwa pariwisata telah memenuhi syarat sebagai ilmu mandiri
9
(2) Pemicu kemakmuran melalui perkembangan komunikasi,
transportasi, akomodasi, jasa-jasa pelayanan lainnya; (3)
Perhatian khusus terhadap pelestarian budaya, nilai-nilai
sosial agar bernilai ekonomi; (4) Pemerataan kesejahtraan
yang diakibatkan oleh adanya konsumsi wisatawan pada
sebuah destinasi. (5) Penghasil devisa; (6) Pemicu
perdagangan international; (7) Pemicu pertumbuhan dan
perkembangan lembaga pendidikan profesi pariwisata
maupun lembaga yang khusus membentuk jiwa hospitaliti
yang handal dan santun, dan (8) Pangsa pasar bagi produk
lokal sehingga aneka-ragam produk terus berkembang,
seiring dinamika sosial ekonomi pada daerah suatu destinasi.
Indikator kemanfaatan pariwisata sebagai leading sector
pembangunan yang sesuai dengan rumusan IUOTO di atas
(Spillane 1993), tentu saja dapat diukur jika tersedia data
kuantitatif dan kualitatif karena kedua data tersebut akan
dapat saling melengkapi.
Sesuai dengan catatan World Bank (2013),
pertumbuhan jumlah wisatawan internasional, pada tahun
2004 secara kuantitatif telah mencapai 786.290.623 orang
dan diprediksi akan terus mengalami peningkatan dari tahun
ke tahunnya. Sejak tahun 2004 hingga 2011 rata-rata
kedatangan wisatawan secara internasional berkisar
913.798.596 dan bertumbuh dengan rata-rata 4%
pertahunnya. Penurunan jumlah wisatawan sempat terjadi
pada tahun 2009 sebesar 4,16% pada jumlah wisatawan
sebesar 916.716.749. Pertumbuhan kunjungan wisatawan di
tingkat dunia tercermin juga pada angka kunjungan ke
Indonesia namun share number atau jumlah yang datang ke
10
Indonesia terbilang kecil yang menempatkan Indonesia pada
urutan ke 38 dari 214 negara (World Bank, 2013).
Pada Tabel 2.1 ditampilkan bahwa Perancis nampak
sebagai negara yang paling populer untuk dikunjungi dan
terbukti secara kuantitatif menerima wisatawan rata-rata
hampir 80 juta setiap tahunnya. Sementara Indonesia dengan
berbagai kekayaan budaya Nusantaranya, dan keindahan
alamnya nampak masih kalah jauh dengan Malaysia dalam hal
jumlah wisatawan yang telah mengunjungi negaranya.
11
Sum
ber
: In
tern
atio
nal
to
uri
sm, n
um
ber
of a
rriv
als
(Wo
rld
Ban
k, 2
01
3)
Ta
bel
2.1
Po
sisi
In
do
nes
ia p
ada
Jum
lah
Wis
ataw
an D
un
ia
NO20
0420
0520
0620
0720
0820
0920
1020
11
Wor
ld78
6.290
.623
832.1
33.30
387
6.402
.085
939.0
44.14
395
6.486
.698
916.7
16.74
997
7.971
.563
1.025
.343.6
06
1Fr
ance
74.43
3.000
74.98
8.000
77.91
6.000
80.85
3.000
79.21
8.000
76.76
4.000
77.64
8.000
81.41
1.000
2Un
ited S
tates
46.08
6.000
49.20
6.000
50.97
7.000
55.97
8.000
57.94
2.000
54.96
2.000
59.79
6.000
62.71
1.000
3Ch
ina41
.761.0
0046
.809.0
0049
.913.0
0054
.720.0
0053
.049.0
0050
.875.0
0055
.664.0
0057
.581.0
00
4Sp
ain52
.430.0
0055
.914.0
0058
.004.0
0058
.666.0
0057
.192.0
0052
.178.0
0052
.677.0
0056
.694.0
00
5Ita
ly37
.071.0
0036
.513.0
0041
.058.0
0043
.654.0
0042
.734.0
0043
.239.0
0043
.626.0
0046
.119.0
00
6Tu
rkey
16.82
6.000
20.27
3.000
18.91
6.000
26.12
2.000
29.63
7.000
30.43
5.000
31.39
6.000
34.03
8.000
7Un
ited K
ingdo
m25
.678.0
0028
.039.0
0030
.654.0
0030
.870.0
0030
.142.0
0028
.199.0
0028
.295.0
0029
.306.0
00
8Ge
rman
y20
.137.0
0021
.500.0
0023
.569.0
0024
.421.0
0024
.884.0
0024
.220.0
0026
.875.0
0028
.374.0
00
9M
alays
ia15
.703.0
0016
.431.0
0017
.547.0
0020
.973.0
0022
.052.0
0023
.646.0
0024
.577.0
0024
.714.0
00
10M
exico
20.61
8.000
21.91
5.000
21.35
3.000
21.60
6.000
22.93
1.000
22.34
6.000
23.29
0.000
23.40
3.000
38Ind
ones
ia5.3
21.00
05.0
02.00
04.8
71.00
05.5
06.00
06.2
34.00
06.3
24.00
07.0
03.00
07.6
50.00
0
12
Pertanyaannya adalah, dapatkah Indonesia turut serta
dalam peningkatan kunjungan yang diperkirakan oleh World
Tourism Organization tersebut, upaya apa yang semestinya
dilakukan oleh pelaku, dan stakeholders pariwisata ditengah
keterbatasan dana pengembangan dan pemasaran pariwisata
saat ini. Sudahkan pariwisata Indonesia sesuai dengan
harapan wisatawan. Suradnya (2005) berpendapat, pengelola
destinasi pariwisata harus selalu mencermati beberapa hal
penting berikut ini: (1) telah terjadi pergeseran pasar
pariwisata, (2) strategi bersaing yang semakin rumit, (3)
pemberdayaan sumber daya manusia yang dituntut untuk
dapat memberikan nilai pada wisatawan. (4) jaringan kerja
terjalin dengan baik, (5) pemanfaatan teknologi terutama
teknologi informasi secara tepat untuk dapat meningkatkan
nilai tambah,dan (6) inovasi di berbagai aspek bersaing di
bidang pariwisata.
Kenyataan yang lain bahwa saat ini, wisatawan
semakin intelek dalam memilih destinasi, dengan berbagai
pertimbangan yang rasional sehingga peran lembaga
pendidikan di bidang pariwisata menjadi sangat penting dan
harusnya ilmu pariwisata menjadi ilmu mandiri dapat
diwujudkan dalam tindakan nyata, dan kenyataan tersebut
telah terjadi saat ini, dimana kemandirian ilmu pariwisata
telah diwujudkan dengan diberikannya ijin penyelenggaraan
program studi pariwisata secara mendiri dari jenjang S1, S2,
dan bahkan telah sampai pada jenjang S3.
13
Sejarah Perjuangan Kemandirin Pariwisata sebagai Ilmu
Mandiri
Perjalanan panjang pariwisata untuk diakui sebagai
disiplin ilmu mandiri sejak lama telah dilakukan, dan masih
terus diperjuangkan. Pengakuan tersebut dibutuhkan
berkenaan dengan peningkatan kualifikasi sumberdaya
manusia bidang pariwisata, terutama pengakuan dan
legitimasi dari pemerintah dalam bentuk ijin operasional bagi
penyelenggaraan pendidikan Sarjana Pariwisata (S1),
Magister Pariwisata (S2) dan Doktor Pariwisata (S3).
Perjalanan dan perjuangan panjang tersebut sampai
akhirnya pada deklarasi 24 Agustus 2006 yang menyepakati
bahwa pariwisata sudah layak menjadi satu disiplin ilmu
mandiri. Sebagai tindak lanjut dari deklarasi tersebut perlu
diimplementasikan ke dalam pengembangan reka bentuk
jurusan atau program studi. Upaya ke arah itu, terus
dilakukan, antara lain dengan seminar nasional Manado
November 2006, Workshop Sinergi Bandung dan Bali,
seminar nasional Hildiktipari Yogyakarta (Juli, 2007) sampai
akhirnya Workshop Tindak Lanjut Rancang Bangun
Pariwisata sebagai Ilmu Mandiri (Cemara, 12-13 November
2007). Rancang bangun ilmu pariwisata mandiri dilakukan
dalam rangka pengidentifikasi dan menyusun pohon ilmu
pariwisata serta institusi atau kelembagaannya. Konsep dan
definisi pariwisata dimantapkan kembali agar diperoleh
kesamaan persepsi terhadap objek pariwisata itu sendiri.
Ruang lingkup ilmu pariwisata ditetapkan agar diperoleh
batasan-batasan ruang kajian yang menjadi pokok ilmu
pariwisata. Struktur kelembagaan juga merupakan bagian
dalam pembahasan workssop ini yang meliputi berbagai
14
alternatif rekabentuk institusi penyelenggara pendidikan S1
Pariwisata. Sebagai bagian dari sejarah perjuangan Pariwisata
menjadi disiplin ilmu mandiri, tonggak-tonggak penting juga
merupakan bagian dari pembahasan. Isu-isu lain yang
menjadi perhatian khusus adalah strategi untuk mendapatkan
pengakuan, gelar dan kompetensi lulusan serta kurikulum
(Kusmayadi, 2008).
Saat ini, lembaga-lembaga atau institusi
penyelenggara program studi pariwisata telah membentuk
himpunan yang disebut HILDIKTIPARI yakni Himpunan
Pendidikan Tinggi Pariwisata Indonesia. Pembangunan
kepariwisataan merupa-kan rangkaian upaya yang
berkesinambungan dari seluruh pemangku kepentingan
dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Tujuan
pembangunan kepariwisataan antara lain meningkatkan
kualitas dan kuantitas destinasi pariwisata,
mengkomunikasikan destinasi pariwisata Indonesia dengan
menggunakan media pemasaran secara efektif, efisien dan
bertanggungjawab, mewujudkan industri pariwisata yang
mampu menggerakkan perekonomian nasional, dan
mengembangkan lembaga kepariwisataan dan tata kelola
pariwisata yang mampu mensinergikan pembangunan
destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, dan industri
pariwisata secara profesional, efektif dan efisien. Kompetensi
sumber daya manusia merupakan salah satu faktor
keberhasilan dalam pembangunan kepariwisataan.
Kepariwisataan mempunyai peranan penting dalam
meningkatkan cinta tanah air, citra bangsa, dan memberikan
kontribusi bagi perekonomian nasional melalui penyerapan
Tenaga Kerja, pemerataan kesempatan berusaha, meningkat-
15
kan penerimaan devisa negara serta berperan dalam
mengentaskan kemiskinan untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Pembangunan kepariwisataan perlu didukung
oleh sumber daya manusia yang berkompeten dalam rangka
memberikan pelayanan prima bagi wisatawan. Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
mengamanatkan bahwa Tenaga Kerja di bidang
kepariwisataan wajib memiliki standar Kompetensi melalui
sertifikasi. Sertifikasi sangat diperlukan dalam menghadapi
persaingan Tenaga Kerja tingkat nasional maupun
internasional untuk mendukung pengembangan kegiatan
kepariwisataan nasional dalam menghadapi Pembangunan
kepariwisataan merupakan rangkaian upaya yang
berkesinambungan dari seluruh pemangku kepentingan
dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Tujuan
pembangunan kepariwisataan antara lain meningkatkan
kualitas dan kuantitas destinasi pariwisata, mengkomunikasi-
kan destinasi pariwisata Indonesia dengan menggunakan
media pemasaran secara efektif, efisien dan bertanggung-
jawab, mewujudkan industri pariwisata yang mampu
menggerakkan perekonomian nasional, dan mengembangkan
lembaga kepariwisataan dan tata kelola pariwisata yang
mampu mensinergikan pembangunan destinasi pariwisata,
pemasaran pariwisata, dan industri pariwisata secara
profesional, efektif dan efisien. Kompetensi sumber daya
manusia merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam
pembangunan kepariwisataan.
Kepariwisataan mempunyai peranan penting dalam
meningkatkan cinta tanah air, citra bangsa, dan memberikan
kontribusi bagi perekonomian nasional melalui penyerapan
16
Tenaga Kerja, pemerataan kesempatan berusaha, meningkat-
kan penerimaan devisa negara serta berperan dalam
mengentaskan kemiskinan untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Pembangunan kepariwisataan perlu didukung
oleh sumber daya manusia yang berkompeten dalam rangka
memberikan pelayanan prima bagi wisatawan. Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
mengamanatkan bahwa Tenaga Kerja di bidang kepariwisata-
an wajib memiliki standar Kompetensi melalui sertifikasi.
Sertifikasi sangat diperlukan dalam menghadapi persaingan
Tenaga Kerja tingkat nasional maupun internasional untuk
mendukung pengembangan kegiatan kepariwisataan nasional
dalam menghadapi penyelenggaraan pendidikan tinggi
pariwisata yang bermutu; (b) pengembangan pusat kajian
pariwisata Indonesia dan budaya lokal pada Perguruan Tinggi
di dalam dan di luar negeri; dan (c) pembentukan komunitas
ilmiah pariwisata yang mandiri. Untuk mewujudkan hal
tersebut maka HILDIKTIPARI telah mengadakan seminar-
seminar yang sekaligus melaksanakan Rakernas guna
menghasilkan kesepakatan stategis dalam meningkatkan daya
saing global dengan meningkatkan pendidikan tinggi
pariwisata yang berkualitas global.
Kajian Tentang Ilmu Pariwisata sebagai sebuah Ilmu yang
Mandiri
1) Dasar Keilmuan Pariwisata
Secara konseptual persyaratan sebuah ilmu menjadi
ilmu mandiri adalah dengan terpenuhinya minimal tiga
syarat dasar yakni, 1) ontologi yang menunjukkan objek atau
focus of interest yang dikaji; 2) epistemologi adalah
17
metodologi yang dapat digunakan untuk memperoleh
pengetahuan; dan 3) aksiologi adalah nilai manfaat
pengetahuan ilmu tersebut (Suriasumantri, 2007).
2) Aspek Ontologi Pariwisata
Aspek ontologi dari ilmu pariwisata dapat dilihat
kemampuannya menyedikan informasi yang lengkap tentang
hakekat perjalanan wisata, gejala-gejalan pariwisata, karak-
teristik wisatawan, prasarana dan sarana wisata, tempat-
tempat serta daya tarik yang dikunjungi, sistem dan
organisasi, dan kegiatan bisnis terkait, serta komponen
pendukung di daerah asal maupun pada sebuah destinasi
wisata. Sehingga objek formal kajian ilmu pariwisata dapat
dijelaskan secara jelas, yakni; masyarakat yang terkait dalam
melakukan perjalanan wisata. Sedangkan fenomeda
pariwisata dapat dijelaskan ke dalam tiga unsur yakni: 1)
pergerakan wisatawan; 2) aktivitas masyarakat yang
memfasilitasi pergerakan wisatawan; dan 3) implikasi atau
akibat-akibat pergerakan wisatawan dan aktivitas
masyarakat yang memfasilitasinya terhadap kehidupan
masyarakat secara luas.
3) Aspek Epistemologi Pariwisata
Aspek epistemologi ilmu pariwisata dapat
ditunjukkan pada cara-cara pariwisata memperoleh
kebenaran ilmiah. Objek ilmu pariwisata telah didasarkan
pada logika berpikir yang rasional dan dapat diuji secara
empirik. Ilmu pariwisata memperoleh kebenaran ilmiah
melalui beberapa pendekatan, yakni:
18
a) Pendekatan sistem
Pendekatan ini menekankan bahwa pergera-
kan wisatawan, aktivitas masyarakat yang
memfasilitasi serta implikasi keduanya terhadap
kehidupan masyarakat luas merupakan kesatuan
yang saling berhubungan “linked system” dan
saling mempengaruhi. Setiap terjadinya
pergerakan wisatawan akan diikuti dengan
penyediaan fasilitas wisata dan interaksi
keduanya akan menimbul-kan pengaruh logis di
bidang ekonomi, sosial, budaya, ekologi, bahkan
politik. Sehingga, pariwisata sebagai suatu sistem
akan digerakkan oleh dinamika sub-sistemnya,
seperti pasar, produk, dan pemasaran.
b) Pendekatan Kelembagaan
Pendekatan kelembagaan adalah setiap
perjalanan wisata akan melibatkan wisatawan
sebagai konsumen, penyedia atau supplier
misalnya jasa transportasi, jasa akomodasi,
kemasan atraksi atau daya tarik wisata. Semua
komponen tersebut memiliki hubungan
fungsional yang menyebabkan terjadinya
kegiatan perjalanan wisata, dan jika salah satu
dari komponen tersebut tidak menjalankan
fungsinya maka kegiatan perjalanan tidak akan
berlangsung.
c) Pendekatan Produk
Pendekatan yang digunakan untuk
mengelompokkan pariwisata sebagai suatu
komoditas yang dapat dijelaskan aspek-aspeknya
19
secara sengaja diciptakan untuk merespon
kebutuhan masyarakat. Pariwisata adalah sebuah
produk kesatuan totalitas dari empat aspek dasar
yakni; sesuai dengan Medlik, (Ariyanto, 2005),
ada empat aspek (4A) yang harus diperhatikan
dalam penawaran produk pariwisata sebagai
sebuah totalitas produk, yakni:
(1) Attractions (daya tarik); Tersedianya daya
tarik pada daerah tujuan wisata atau
destinasi untuk menarik wisatawan, yang
mungkin berupa daya tarik berupa alam
maupun masyarakat dan budayanya.
(2) Accesability (transportasi); tersedianya alat-
alat transportasi agar wisatawan domestik
dan mancanegara dapat dengan mudah
dalam pencapaian tujuan ke tempat wisata.
(3) Amenities (fasilitas); tersedianya fasilitas
utama maupun pendukung pada sebuah
destinasi berupa; akomodasi, restoran,
fasilitas penukaran valas, pusat oleh-oleh,
dan fasilitas pendukung lainnya yang
berhubungan aktivitas wisatawan pada
sebuah destinasi.
(4) Ancillary (kelembagaan); adanya lembaga
penyelenggara perjalanan wisatawan
sehingga kegiatan wisata dapat berlangsung,
aspek ini dapat berupa, pemandu wisata, biro
perjalanan, pemesanan tiket, dan
ketersediaan informasi tentang destinasi.
20
Keempat elemen di atas digunakan untuk menjelaskan
elemen produk wisata yang sesungguhnya diproduksi dan
atau direproduksi sebagai komoditas yang dikonsumsi oleh
wisatawan dalam satu kesatuan yang utuh dari totalitas
sebuah produk pariwisata. Berbagai metode dapat digunakan
dalam mencari kebenaran ilmiah ilmu pariwisata seperti (1)
metode eksploratif dari jenis penelitian eksploratori
(exploratory research) dan metode membangun teori (theory-
building research) (2) kuantitatif (3) kualitatif (4) studi
komparatif (5) eksploratif (6) deskriptif dan metode lainnya
sesuai dengan permasalah dan tujuan penelitiannya, hal ini
akan dijelaskan lebih lanjut bab berikutnya.
4) Aspek Aksiologi Pariwisata
Ilmu pariwisata telah memberikan manfaat bagi
kesejahteraan umat manusia. Perjalanan dan pergerakan
wisatawan adalah salah satu bentuk kegiatan dasar manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang beragam, baik
dalam bentuk pengalaman, pencerahan, penyegaran fisik dan
psikis maupun dalam bentuk aktualisasi diri.
Seiring dengan hal di atas, sesuai dengan IUOTO
(International Union of Official Travel Organization) yang
dikutip oleh Spillane (1993), pariwisata mestinya
dikembangkan oleh setiap negara karena delapan alasan
utama seperti berikut ini: (1) Pariwisata sebagai faktor
pemicu bagi perkembangan ekonomi nasional maupun
international. (2) Pemicu kemakmuran melalui
perkembangan komunikasi, transportasi, akomodasi, jasa-jasa
pelayanan lainnya. (3) Perhatian khusus terhadap pelestarian
budaya, nilai-nilai sosial agar bernilai ekonomi. (4)
21
Pemerataan kesejahtraan yang diakibatkan oleh adanya
konsumsi wisatawan pada sebuah destinasi. (5) Penghasil
devisa. (6) Pemicu perdagangan international. (7) Pemicu
pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan profesi
pariwisata maupun lembaga yang khusus yang membentuk
jiwa hospitality yang handal dan santun, dan (8) Pangsa pasar
bagi produk lokal sehingga aneka-ragam produk terus
berkembang, seiring dinamika sosial ekonomi pada daerah
suatu destinasi.
Dari sisi kepentingan nasional, Sesuai dengan
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI (2005) dalam
Sapta (2011) menjelaskan bahwa pembangunan kepa-
riwisataan pada dasarnya ditujukan untuk beberapa tujuan
pokok yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Persatuan dan Kesatuan Bangsa: Pariwisata
dianggap mampu memberikan perasaaan bangga
dan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia melalui kegiatan perjalanan wisata
yang dilakukan oleh penduduknya ke seluruh
penjuru negeri. Dampak yang diharapkan, dengan
banyak-nya warganegara yang melakukan
kunjungan wisata di wilayah-wilayah selain
tempat tinggalnya akan menimbulkan rasa
persaudaraan dan pengertian terhadap sistem
dan filosofi kehidupan masyarakat yang
dikunjungi sehingga akan meningkatkan rasa
persatuan dan kesatuan nasional.
b) Penghapusan Kemiskinan (Poverty
Alleviation): Pembangunan pariwisata diharap-
kan mampu memberikan kesempatan bagi
22
seluruh rakyat Indonesia untuk berusaha dan
bekerja. Kunjungan wisatawan ke suatu daerah
diharapkan mampu memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Harapan-nya adalah bahwa
pariwisata harusnya mampu memberi andil besar
dalam penghapusan kemiskinan di berbagai
daerah yang miskin potensi ekonomi lain selain
potensi alam dan budaya bagi kepentingan
pariwisata.
c) Pembangunan Berkesinambungan
(Sustainable Development): Dengan sifat
kegiatan pariwisata yang menawarkan keindahan
alam, kekayaan budaya dan keramah-tamahan
dan pelayanan, sedikit sekali sumberdaya yang
habis digunakan untuk menyokong kegiatan ini.
Artinya penggunaan sumberdaya yang habis
pakai cenderung sangat kecil sehingga jika dilihat
dari aspek keberlanjutan pembangunan akan
mudah untuk dikelola dalam waktu yang relative
lama.
d) Pelestarian Budaya (Culture Preservation):
Pembangunan kepariwisataan diharapkan
mampu berkontribusi nyata dalam upaya-upaya
pelestarian budaya suatu negara atau daerah
yang meliputi perlindungan, pengembangan dan
pemanfaatan budaya negara atau daerah.
UNESCO dan UN-WTO dalam resolusi bersama
mereka di tahun 2002 telah menyatakan bahwa
kegiatan pariwisata merupakan alat utama
23
pelestarian kebudayaan. Dalam konteks tersebut,
sudah selayaknya bagi Indonesia untuk
menjadikan pembangunan kepariwisataan
sebagai pendorong pelestarian kebudayaan
diberbagai daerah.
e) Pemenuhan Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi
Manusia: Pariwisata pada masa kini telah
menjadi kebutuhan dasar kehidupan masyarakat
modern. Pada beberapa kelompok masyarakat
tertentu kegiatan melakukan perjalanan wisata
bahkan telah dikaitkan dengan hak azasi manusia
khususnya melalui pemberian waktu libur yang
lebih panjang dan skema paid holidays.
f) Peningkatan Ekonomi dan Industri:
Pengelolaan kepariwisataan yang baik dan
berkelanjutan diharapkan mampu memberikan
kesempatan bagi tumbuhnya ekonomi di suatu
destinasi pariwisata. Penggunaan bahan dan
produk lokal dalam proses pelayanan di bidang
pariwisata akan juga memberikan kesempatan
kepada industri lokal untuk berperan dalam
penyediaan barang dan jasa.
g) Pengembangan Teknologi: Dengan semakin
kompleks dan tingginya tingkat persaingan dalam
mendatangkan wisatawan ke suatu destinasi,
kebutuhan akan teknologi tinggi khususnya
teknologi industri akan mendorong destinasi
pariwisata mengembangkan kemampuan
penerap-an teknologi terkini mereka. Pada
daerah-daerah tersebut akan terjadi pengem-
24
bangan teknologi maju dan tepat guna yang akan
mampu memberikan dukungan bagi kegiatan
ekonomi lainnya. Dengan demikian pembangunan
kepariwisataan akan memberikan manfaat bagi
masyarakat dan pemerintahan di berbagai daerah
yang lebih luas dan bersifat fundamental.
Kepariwisataanakan menjadi bagian tidak
terpisahkan dari pembangunan suatu daerah dan
terintegrasi dalam kerangka peningkatan
kesejah-teraan masyarakat setempat.
Sedangkan dari sisi kepentingan Internasional,
Pariwisata internasional pada tahun 2004 mencapai kondisi
tertinggi sepanjang sejarah dengan mencapai 763 juta orang
dan mengakibatkan pengeluaran wisatawan sebesar US$ 623
miliar. Kondisi tersebut meningkat 11% dari jumlah
perjalanan tahun 2003 yang mencapai 690 juta orang dengan
jumlah pengeluaran wisatawan US$ 524 miliar. Seiring
dengan hal tersebut, diperkirakan jumlah perjalanan wisata
dunia di tahun 2020 akan menembus angka 1,6 miliar orang
per tahun (UN-WTO, 2005).
Pada sisi yang berbeda, walaupun pariwisata telah
diakui sebagai faktor penting stimulator penggerak
perekonomian di beberapa negara di dunia, namun pariwisata
juga menyembunyikan beberapa hal yang jarang diungkap dan
dihitung sehingga sangat sulit untuk ditelusuri perannya atau
kerugiannya. Beberapa biaya tersembunyi atau hidden cost
diantaranya adalah: industri pariwisata bertumbuh dalam
mekanisme pasar bebas sehingga seringkali destinasi pada
negara berkembang hanya menjadi obyek saja, hal lainnya
pengembangan pariwisata memang telah dapat menigkatkan
25
kualitas pembangunan pada suatu destinasi namun akibat
lainnya seperti peningkatan harga-harga pada sebuah destinasi
terkadang kurang mendapat perhatian dan korbannya adalah
penduduk lokal. Mestinya dampak negative dari pembangunan
pariwisata dapat diminimalkan dan pengaruh positifnya perlu
digali lebih mendalam sehingga fungsi penelitian pariwisata
akan memegang peranan penting untuk keberlanjutan
pembangunan pariwisata di masa mendatang.
5) Obyek Material dan Formal Ilmu Pariwisata
Ilmu pariwisata mestinya dibangun berdasarkan suatu
penjelasan yang mendalam, tidak terburu-buru dan perlu
dibuatkan taksonominya. Setiap ilmu memiliki obyek material
dan obyek formal. Objek material adalah seluruh lingkup
secara makro yang dikaji suatu ilmu. Obyek formal adalah
bagian tertentu dari obyek material yang menjadi perhatian
khusus dalam kajian ilmu tersebut. Sesungguhnya objek
formal inilah yang membedakan satu ilmu dengan ilmu yang
lain.
1) Objek Material Ilmu Pariwisata
Obyek material ilmu pariwisata mengacu
pada kesepakatan (UNWTO, 2005) berdasarkan
industri pariwisata yang telah berkembang di
dunia maka obyek material dari ilmu pariwsata
dapat dikelompokkan menjadi tujuh, yakni:
a) Jasa Akomodasi (Accomodation services)
yakni industri yang meliputi jasa hotel dan
motel, pusat liburan dan home holiday
service, jasa penyewaan furniture untuk
26
akomodasi, youth hostel service, jasa training
anak-anak dan pelayanan kemping,
pelayanan kemping dan caravan, sleeping car
service, time-share, bed and breakfast dan
pelayanan sejenis.
b) Jasa Penyediaan Makanan dan Minuman
(Food and beverage-serving services)
termasuk ke dalam industri ini adalah full-
restoran dan rumah makan, kedai nasi,
catering service, inflight catering, café, coffee
shop, bar dan sejenis yang menyediakan
makanan dan minuman bagi wisatawan.
c) Jasa Transportasi Wisata (Passenger
transport services). Yang termasuk kelompok
ini antara lain jasa angkutan darat seperti bis,
kereta api, taxi, mobil carteran; jasa angkutan
perairan baik laut, danau, maupun sungai
meliput jasa penyeberangan wisatawan,
cruise ship dan sejenisnya. Dan terakhir
adalah jasa angkutan udara melalui
perusahan-perusahaan airlines. Di samping
itu, sector pendukung antara lain navigation
and aid service, stasion bis, jasa pelayanan
parker penumpang, dan lainnya.
d) Jasa Pemanduan dan Biro Perjalanan Wisata
(Travel agency, tour operator and tourist
guide services). Yang termasuk kepada
kelompok ini antara lain, agen perjalanan,
konsultan perjalanan, biro perjalanan wisata,
pemimpin perjalanan dan yang sejenis.
27
e) Jasa Pagelaran Budaya (Cultural services).
Jasa pagelaran tari dan fasilitas pelayanan
tarian, biro pelayanan penari dan sejenisnya.
Jasa pelayanan museum kecuali gedung dan
tempat bersejarah, pemeliharaan gedung dan
tempat bersejarah, botanical and zoological
garden service, pelayanan pada perlindungan
alam termasuk suaka margasatwa.
f) Jasa Rekreasi dan Hiburan (Recreation and
other entertainment services). Yang termasuk
ke dalam kelompok ini adalah pelayanan olah
raga dan olah raga rekreasi, pelayanan golf
course, ski, sirkuit balapan, taman rekreasi
dan pelayanan pantai. Pelayanan taman
bertema, taman-taman hiburan, pelayanan
pameran dan sejenisnya.
g) Jasa Keuangan Pariwisata (Miscellaneous
tourism services). Yang temasuk kelompok ini
adalah jasa keuangan, asuransi, tempat
penukaran mata uang dan yang sejenis.
6) Objek Formal Ilmu Pariwisata
Berdasarkan dinamika perkembangan di industri, dan
mengacu kepada ketiga aspek ilmu pariwisata, terutama
terkait dengan aspek ontologi yang menegaskan objek
formalnya, maka dapat diidentifikasi beberapa cabang ilmu
pariwisata. Oleh karena objek formal dan focus of interest ilmu
pariwisata adalah pergerakan wisatawan, aktivitas
masyarakat yang memfasilitas pergerakan wisatawan dan
implikasi atau akibat-akibat pergerakan wisatawan serta
28
aktivitas masyarakat yang memfasilitasinya terhadap
kehidupan masyarakat secara luas, maka cabang-cabang
disiplin pariwisata paling tidak dapat diidentifikasi sebagai
berikut
(1) Pengembangan Jasa Wisata.
Cabang ini mengkhususkan diri pada
pengembangan pengetahuan tentang strategi,
metode dan teknik menyediakan jasa dan
hospitality yang mendukung kelancaran
perjalanan wisata. Objek perhatiannya adalah
aktivitas masyarakat di dalam penyediaan jasa,
seperti fasilitas akomodasi, atraksi, akses dan
amenitas, serta jasa-jasa yang bersifat intangible
lainnya. Dikaitkan dengan klasifikasi industri
pariwisata di atas, maka cabang ini mempelajari
dan mengembangkan ilmu-ilmu yang dalam
klasifikasi sebagai ranting.
(2) Organisasi Perjalanan.
Cabang ini menitikberatkan perhatiannya pada
pengaturan lalu-lintas perjalanan wisatawan dan
penyediaan media atau paket-paket perjalanan
yang memungkinkan wisatawan mampu
memperoleh nilai kepuasan berwisata yang tinggi
melalui pengelolaan sumberdaya pariwisata.
Dalam hal ini objek perhatiannya terfokus pada
pemaketan perjalanan wisata, pengorganisasian
dan pengelolaannya sesuai dengan prinsip-
prinsip kerberlanjutan. Di samping itu, ranting-
ranting ilmu tersebut dapat ditumbuhkan
29
mengacu kepada klasifikasi yang dikembangkan
(UN-WTO, 2005).
(3) Kebijakan Pembangunan Pariwisata.
Cabang ini menitikberatkan perhatiannya pada
upaya-upaya peningkatan manfaat sosial,
ekonomi, budaya, psikologi perjalanan wisata
bagi masyarakat dan wisatawan dan evaluasi
perkembangan pariwisata melalui suatu tindakan
yang terencana.
Termasuk dalam
hal ini adalah
perencanaan
kebijakan dan
pengembang-an
pariwisata.
Tugas Mandiri: Jelaskan bahwa pariwisata telah memenuhi syarat sebagai ilmu mandiri!
30
BAB 3
PRINSIP PEMBANGUNAN
PARIWISATA BERKELANJUTAN
Prinsif Pembangunan Berkelanjutan
Meskipun Secara terus-menurus, pembangunan
pariwisata berkelanjutan dikumandangkan, dan pada KTT
Johannesburg 2002 telah
diletakkan dasar secara
signifikan sebagai upaya
melakukan negosiasi dan
kampanye positif tentang
pembangunan pariwisata
yang berkelanjutan. Pada
KTT ini juga mampu menggalang lebih dari 300 kemitraan
sukarela, yang masing-masing membawa tambahan sumber
daya untuk mendukung upaya-upaya untuk melaksanakan
pembangunan berkelanjutan. (United Nations Department of
Economic and Social Affairs, 2002).
Memperdebatkan pariwisata dalam pembangunan
berkelanjutan adalah sebuah hal logis mengingat bahwa
pariwisata adalah sebuah industri yang menjual lingkungan,
baik fisik dan manusia sebagai totalitas produk. Integritas dan
kontinuitas produk ini telah menjadi perhatian utama industri
seperti yang dinyatakan oleh beberapa lembaga international,
misalnya, UN-WTO tentang Global Etik untuk Kode etik
Pariwisata, dan asosiasi Ekowisata Australia telah merumus-
Capaian pembelajaran: memahami prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan
31
kan sebuah Program Akreditasi Ekowisata untuk mendukung
usaha pembangunan yang berkelanjutan.
Terdapat banyak pilihan sebenarnya, tapi maknanya
lebih dari isu-isu dan pilihan yang perlu dilakukan sebelum
konsep pembangunan berkelanjutan dapat bergerak lebih
lanjut terhadap fisik dan realitas ekonomi. Para peneliti dan
pemerintah di beberapa negara telah menaruh perhatian yang
cukup terhadap konsep pembangunan pariwisata
berkelanjutan, tetapi industri dan konsumen tampaknya
kurang menerima sepenuhnya ide-ide tentang pembangunan
berkelanjutan ini. 1Definisi Pembangunan Berkelanjutan diperlukan
untuk menciptakan hubungan baru dengan lingkungan, dan
kepentingan dalam pembangunan berkelanjutan yang telah
dibangun selama 30 tahun sejak tahun 1972. Danella dan
Dennis Meadows (1972) telah mengguncang dunia dengan
buku mereka yang berjudul “Limits to Growth”. Mereka
berpendapat bahwa sumber daya di bumi dan kemampuan
untuk menyerap polusi amat terbatas. Dengan menggunakan
simulasi komputer, mereka meramalkan penduduk bumi dan
kemajuan pembangunan fisik akan mengalami kendala pada
abad mendatang. Buku tersebut menjadi peringatan pertama
untuk segera mengadakan penelitian dan musyawarah dalam
jangka panjang yang harus dilanjutkan pada tingkat industri.
Rumusan tentang pembangunan berkelanjutan tersebut
dirumuskan dalam beberapa hal seperti yang terdappat pada
1 The need for a renewed relationship with the environment and interest in
sustainable development has been building over the past 30 years. In 1972 Danella and Dennis Meadows shook the world’s complacency with their book Limits to Growth (1972).
2 Suggested research areas and priorities for sustainable development in
32
(the publication of the World Conservation Strategy by the
International Union for the Conservation of Nature and Natural
Resources IUCN, 1980) adalah sebagai berikut:
1. Membangun batas ekologi dan standar lebih adil yang
akan membawa konsekuensi adanya kebutuhan
promosi terhadap nilai-nilai yang mendorong
pengunaan standar yang menjadi batas-batas dari
kemungkinan kerusakan ekologis.
2. Re-distribusi kegiatan ekonomi dan re-alokasi sumber
daya untuk memenuhi kebutuhan yang tergantung
pada pencapaian potensi pertumbuhan penuh karena
pemba-ngunan berkelanjutan jelas memerlukan
pertum-buhan ekonomi yang bekelanjutan.
3. Pengendalian penduduk karena ukuran besaran
jumlah penduduk akan berdampak pada distribusi
sumber daya karena pembangunan berkelanjutan
hanya dapat dikejar jika perkembangan
kependudukan selaras dengan perubahan
ekosistemnya.
4. Konservasi mendasar terhadap sumber daya
diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan agar
tidak membahayakan sistem alamiah yang
seharusnya mendukung kehidupan di bumi: atmosfer,
air, tanah, dan makhluk hidup tidak boleh rusak
karena pembangunan itu sendiri.
5. Akses ke sumber daya yang adil dan usaha
peningkatan teknologi serta menggunakannya secara
lebih efektif karena pada dasarnya pertumbuhan
sebenarnya tidak memiliki batas yang ditetapkan jika
dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk bumi
33
atau penggunaan sumber daya luar yang tak
terkendali dapat menyebabkan bencana ekologis.
Tetapi batas berakhirnya ada tatkala sumberdaya
tersebut telah habis terpakai dan teknologi harusnya
dapat diciptakan sebagai usaha untuk mengurangi
tekanan terhadap alam dan memperlambat terhadap
habisnya sumber daya yang ada.
6. Kendali daya dukung dan hasil berkelanjutan
merupakan kendali yang diperlukan untuk sumber
daya yang dapat diperbaharui, karena sebagian besar
sumberdaya yang ada saling terkait pada ekosistem,
dan hasil maksimum yang berkelanjutan harus
didefinisikan setelah memperhitungkan efek terhadap
seluruh sistem eksploitasi.
7. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan bahwa
tingkat penyusutan sumber daya yang tak dapat
diperbaharui mengharuskan adanya beberapa
alternatif di masa depan.
8. Diversifikasi spesies adalah pembangunan
berkelanjutan yang membutuhkan konservasi spesies
tanaman dan hewan.
9. Meminimalkan dampak yang merugikan artinya
pembangunan berkelanjutan mensyaratkan bahwa
dampak yang merugikan terhadap kualitas udara, air,
dan lainnya yang berupa unsur-unsur alami harus
dapat diminimalkan untuk mempertahankan
ekosistem secara keseluruhan.
10. Pengendalian komunitas adalah adanya kendali
masyarakat atas keputusan pembangunan yang
mempengaruhi ekosistem setempat.
34
11. Kebijakan nasional yang luas dalam kerangka
kebijakan internasional artinya harus dipahami
bahwa biosfer adalah rumah bersama semua umat
manusia dan pengelolaan bersama atas biosfer adalah
prasyarat untuk keamanan politik global karena pada
prinsipnya bumi kita hanya satu yang harus kita kelola
secara bijaksana bersama-sama oleh seluruh manusia
di bumi ini.
12. Viabilitas ekonomi adalah sebuah kebijakan
lingkungan perusahaan yang merupakan
perpanjangan dari manajemen kualitas total.
13. Kualitas lingkungan adalah kebijakan lingkungan
perusahaan yang merupakan perpanjangan dari
manajemen kualitas total.
14. Audit lingkungan adalah suatu sistem audit
lingkungan yang efektif yang berpusat pada
pengelolaan lingkungan yang baik.
15. Triple bottom line yang diterjemahkan bahwa
kemakmuran ekonomi, kualitas lingkungan dan
keadilan sosial merupakan satu kesatuan idealisme
pembangunan yang berkelanjutan.
2Prioritas yang segera diwujudkan untuk mendukung
pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat dijelaskan
sebagai berikut: (1)mengidentifikasi standar sosial dan
sumber daya yang dapat diterima dan dapat dicapai,
(2)mendokumentasikan kesenjangan antara keadaan yang
diinginkan dan yang sudah ada pada sebuah destinasi,
2 Suggested research areas and priorities for sustainable development in
tourism. Source: Taylor and Stanley, 1992.
35
(3)mengidentifikasi tindakan manajemen untuk menutup
kesenjangan tersebut, (4)monitoring dan evaluasi terhadap
efektivitas manajemen destinasi, (5)mengidentifikasi
perubahan yang tidak dapat diterima yang mungkin terjadi
sebagai akibat dari kedatangan wisatawan dan
pengembangan strategi manajemen untuk menjaga dampak
pariwisata dalam tingkat yang dapat diterima,
(6)mengintegrasikan dan mengelola dampak kunjungan
wisatawan ke dalam perencanaan instansi yang ada,
mendesain, dan mengelolanya; (7)mendasarkan pengelolaan
dampak kunjungan wisatawan pada pemahaman ilmiah yang
terbaik dan menyediakan informasi situasional terkini,
(8)menentukan tujuan pengelolaan yang mengidentifikasi
sumber daya dan kondisi yang harus dicapai serta jenis daya
tarik wisata yang akan disediakan; (9)mengidentifikasi
dampak masalah pengunjung dengan membandingkan
standar kondisi yang dapat diterima dengan indikator kunci
dari dampak berdasarkan waktu dan lokasi;
(10)mendasarkan keputusan manajemen, untuk mengurangi
dampak atau mempertahankan kondisi yang dapat diterima,
pada pengetahuan tentang sumber-sumber kemungkinan dan
hubungan antara dampak yang tidak dapat diterima;
(11)mengatasi dampak pengunjung dengan berbagai teknik
alternatif pengelolaan, dan (12)merumuskan tujuan
pegelolaan destinasi, yang memasukkan berbagai tingkat
dampak yang diterima, untuk mengakomodasi keragaman
lingkungan dan kesempatan pengalaman sekarang dalam
setiap pengaturan sumber daya alamiah.
36
Prinsip Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
Pariwisata apapun jenis dan namanya, hendaknya
dapat dibangun dan dikembangkan berdasarkan prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan. Sesuai dengan United
Nation (2002) prinsip-prinsip tersebut adalah:
Participation: Residents of a community must maintain control of tourism development by being involved in setting a community tourism vision, identifying the resources to be maintained and enhanced, and developing goals and strategies for tourism development and management. Residents must participate in the implementation of strategies and the operation of the tourism infrastructure, services and facilities.
Prinsip pertama adalah pembangunan pariwisata
harus dapat dibangun dengan melibatkan masyarakat local,
visi pembangunan pariwisata mestinya dirancang
berdasarkan ide masyarakat local dan untuk kesejahteraan
masyarakat local. Pengelolaan kepariwisataan yang telah
dibangun mestinya juga melibatkan masyarakat local
sehingga masyarakat local akan merasa memiliki rasa
memiliki untuk perduli terhadap keberlanjutan pariwisata.
Masyarakat local harusnya menjadi pelaku bukan menjadi
penonton.
Community Goals: Harmony is required between the needs of a visitor, the place and the community. This is facilitated by broad community support with a proper balance between economic, social, cultural and human objectives, and recognition of the importance of cooperation between government, host communities, the tourism industry and non-profit organizations
37
involved in community development and environmental protection.
Prinsip kedua adalah menciptakan keseimbangan
antara kebutuhan wisatawan dan masyarakat. Kepentingan
pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah tujuan yang
didasarkan atas kerelaan untuk membentuk kualitas destinasi
yang diharapkan oleh wisatawan. Keseimbangan tersebut
akan dapat terwujud jika semua pihak dapat bekerjasama
dalam satu tujuan sebagai sebuah komunitas yang solid.
Komunitas yang dimaksud adalah masyarakat local,
pemerintah local, industri pariwisata, dan organisasi
kemasyarakat yang tumbuh dan berkembang pada
masyarakat di mana destinasi pariwisata dikembangkan.
Lebih lanjut dapat dijabarkan, dari perspektif filsafat
manajemen pertumbuhan, pembagunan adalah sebagian
besar merupakan pertanyaan tentang apa diinginkan oleh
masyarakat yang terlihat pada visi masyarakat, tujuan, dan
kemampuan untuk mengelola dampak pertumbuhan itu.
Sesuai dengan pandangan ini, Whistler berpendapat,
pemimpin harus berhati-hati dalam mengadopsi filosofi
manajemen pertumbuhan. Kebijakan yang dirancang untuk
mendorong program-program lingkungan yang berfokus
pada: Suatu pendekatan berbasis ekosistem terhadap
penggunaan lahan, termasuk area yang dilindungi, perkotaan
yang desain secara efisien; Lingkungan transportasi yang
berkelanjutan, termasuk strategi yang komprehensif untuk
mendorong efesiensi penggunaan kendaraan bermotor;
Pasokan air bawah tanah dan program pengelolaan air
limbah; Pengurangan limbah padat dan inisiatif penggunaan
38
kembali, dan Praktek Konservasi energi (Waldron, Godfrey,
dan Williams, 1999).
Stakeholder Involvement: Tourism initiatives should be developed with the help of broad-based community input. Participants could include local NGO groups and institutions, volunteer service groups, the poor, women, municipal governments and their economic development departments, tourism associations, visitor bureaus, town business associations, regional representatives of provincial tourism development and any other party which might be involved in or impacted by tourism.
Prinsip ketiga adalah pembangunan harus melibatkan
para pemangku kepentingan, dan melibatkan lebih banyak
pihak akan mendapatkan input yang lebih baik. Pelibatan
para pemangku kepentingan harus dapat menampung
pendapat organisasi kemasyarakatan local, melibatkan
kelompok masyarakat miskin, melibatkan kaum perempuan,
melibatkan asosiasi pariwisata, dan kelompok lainnya dalam
masyarakat yang berpotensi mempengaruhi jalannya
pembangunan.
Dalam sosiologi atau ilmu kemasyarakatan, terdapat
beberapa kelompok berpengaruh dalam masyarakat, dan jika
menghendaki pembangunan pariwisata di suatu daerah
bekelanjutan, mestinta semua kelompok dalam masyarakat
dapat dilibatkan untuk menampung segala masukan dan
saran-sarannya untuk pembangunan. Harus disadari, setiap
saat kelompok berpengaruh dalam masyarakat dapat
bertambah atau berkurang jumlahnya seiring dengan
berkembangnya kebebasan berdemokrasi.
39
3Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan adalah
kondisi yang diinginkan dan mungkin menjadi elemen yang
paling penting dari manajemen pertumbuhan.
Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk
menggabungkan pandangan berbeda adalah penting untuk
keberhasilan pembangunan yang menyesuaikan kepentingan
masyarakat dan wisatawan secara bersama-sama (Cleveland
dan Hansen, 1994).
Masing-masing kelompok msyarakat memiliki
kebutuhan yang sangat berbeda dalam hal fasilitas
perumahan dan pelayanan. Alternatif mekanisme, seperti
pertemuan kelompok kecil yang lebih informal, telah
digunakan dalam beberapa kasus. Dalam hubungannya
dengan proses ini, informasi komunitas yang aktif dan
program publisitas (misalnya, melalui talk show radio,
newsletter, dll) sering diperlukan untuk memastikan bahwa
masyarakat dapat memberikan masukan dalam proses
manajemen pertumbuhan (Gill, 1992).
Local Ownership: Tourism development must provide quality employment for community residents. The provision of fulfilling jobs has to be seen as an integral part of any tourism development at the local level. Part of the process of ensuring quality employment is to ensure, as much as possible, the tourism infrastructure (hotels, restaurants, shops, etc.) is developed and managed by local people. Experience has demonstrated
3 Community involvement in establishing desirable conditions is perhaps the
single most important element of growth management. Developing appropriate mechanisms to incorporate divergent views is critical for successfully establishing appropriate resident–visitor relationships (Cleveland and Hansen, 1994).
40
that the provision of education and training for local residents and access to financing for local businesses and entrepreneurs are central to this type of policy.
Prinsip keempat adalah, memberikan kemudahan
kepada para pengusaha local dalam sekala kecil, dan
menengah. Program pendidikan yang berhubungan dengan
kepariwisataan harus mengutamakan penduduk local dan
industri yang berkembang pada wilayah tersebut harus
mampu menampung para pekerja local sebanyak mungkin.
Establishing Local Business Linkages: Linkages must be established among local businesses in the tourism industry in order to ensure tourism expenditures stay within the destination rather than leak out to purchase imported goods and services for tourists. Local involvement in tourism facilitates the development of linkages among the service and goods providers within the tourism destination.
Prinsip kelima adalah, pariwisata harus dikondisi
untuk tujuan membangkitkan bisnis lainnya dalam
masyarakat artinya pariwisata harus memberikan dampak
pengganda pada sector lainnya, baik usaha baru maupun
usaha yang telah berkembang saat ini.
Cooperation: Cooperation between local attractions, businesses and tourism operators is essential given that one business or operation can be directly affected by the performance or quality of another. Models of partnerships must be explored in the areas of planning, management, marketing and funding for tourism ventures.
Prinsip keenam adalah adanya kerjasama antara
masyarakat local sebagai creator atraksi wisata dengan para
41
operator penjual paket wisata, sehingga perlu dibangun
hubungan kerjasama yang saling menguntungkan. Misalnya,
berkembangnya sanggar tari, kelompok tani, dan lainnya
karena mendapatkan keuntungan dari berkembangnya sector
pariwisata. Sementara para operator sangat berkepentingan
terhadap eksistensi dan keberlanjutan atraksi wisata pada
wilayah pariwisata. Idealnya harus ada keseimbangan
permintaan dan penawaran yang berujung pada kepuasan
wisatawan, namun demekian dalam praktiknya akan ada
perbedaan mendasar antara masyarakat lokal dan wisatawan
sehubungan dengan perbedaan perbedaan sikap terhadap
pembangunan itu sendiri (Lawrence, et al., 1993). Penelitian
terhadap wisatawan akan dapat menjadi jalan keluar untuk
mengatasi perbedaan tersebut dengan melakukan wawancara
dengan para wisatawan untuk memahami mengapa mereka
memutuskan untuk mengunjungi sebuah destinasi, seberapa
baik harapan mereka terpenuhi dan apa yang dapat dilakukan
untuk membuat mereka tetap lebih terpuaskan.
Menjaga keseimbangan antara kebutuhan wisatawan
dan orang-orang dari semua masyarakat sangatlah penting
untuk diketahui. Seperti banyak penduduk kota wisata
memilih untuk tinggal di sana karena gaya hidup yang
dirasakan dan faktor kemudahan, program yang dirancang
untuk memfasilitasi penggunaan fasilitas, dan layanan yang
dapat digunakan untuk mengurangi gesekan antara warga
dan pengunjung.
Sustainability of the Resource Base: Sustainable tourism development has to provide for intergenerational equity. Equitable distribution of costs and benefits of tourism development must take place among present
42
and future generations. To be fair to future generations of tourists and the travel industry, society should strive to leave a resource base no less than the one inherited. Sustainable tourism development must, therefore, avoid resource allocation actions that are irreversible.
Prinsip ketujuh adalah, pembangunan pariwisata
harus mampu menjamin keberlanjutan, memberikan
keuntungan bagi masyarakat saat ini dan tidak merugikan
generasi yang akan datang. 4Adanya anggapan bahwa
pembangunan pariwisata berpotensi merusak lingkungan jika
dihubungkan dengan peningkatan jumlah wisatawan dan
degradasi daerah tujuan pariwisata adalah sesuatu yang logis
(Hunter dan Green, 1995). Wujud hubungan ini adalah konsep
tentang daya dukung yang menunjukkan suatu pendekatan
manajemen yang memungkinkan pertumbuhan dalam batas
yang dapat diterima (Johnson dan Thomas, 1996).
Carrying Capacity: There is a definite need for the impact assessment of tourism development proposals to distinguish between plans which encourage mass versus quality tourism. The capacity of sites must be considered, including physical, natural, social and cultural limits. Development should be compatible with local and environmental limits, and operations should be evaluated regularly and adjusted as required
Prinsip kedelapan adalah pariwisata harus bertumbuh
dalam prinsip optimalisasi bukan pada exploitasi. Strategi
manajemen kapasitas akan menjadi pilihan yang terbaik,
walaupun saat ini masih mengalami kontroversi yang cukup
4 There is widespread acknowledgment of the potentially damaging
relationship between increasing numbers of tourists and the escalated degradation of many tourism destinations (Hunter and Green, 1995).
43
tajam. Konsep ini merupakan kebutuhan yang semestinya
diakui untuk membatasi dan menjadi kendali atas dimensi-
dimensi pembangunan pariwisata yang dapat mengancam
berkelanjutan penggunaan sumber daya yang terbatas, pada
saat yang bersamaan, konsep tersebut berhadapan dengan
keinginan untuk memaksimalkan peluang sebagai tujuan
pertumbuhan dan mewujudkan manfaat potensial yang
terkait dengan pengunjung yang semakin meningkat.
Monitoring and Evaluating: Guidelines have to be established for tourism operations, including requirements for impact assessment. There should be codes of practice established for tourism at the national, regional and local levels. There is also a need to develop indicators and threshold limits for measuring the impacts and success of local tourism ventures. Protection and monitoring strategies are essential if communities are to protect the very resources that form the basis of their tourism product to protect the environment (the tourism resource base) on which it depends.
Prinsip kesembilan adalah harus ada monitoring dan
evaluasi secara periodic untuk memastikan pembangunan
pariwisata tetap berjalan dalam konsep pembagunan
berkelanjutan. Mestinya pembagunan pariwisata dapat
diletakkan pada prinsip pengelolaan dengan manajemen
kapasitas, baik kapasitas wilayah, kapasitas obyek wisata
tertentu, kapasitas ekonomi, kapasitas social, dan kapasitas
sumberdaya yang lainnya sehingga dengan penerapan
manajemen kapasitas dapat memperpanjang daur hidup
pariwisata itu sendiri sehingga konsepsi konservasi dan
preservasi serta komodifikasi untuk kepentingan ekonomi
44
dapat berjalan bersama-sama dan pembangunan pariwisata
berkelanjutan dapat diwujudkan.
Accountability: The management and use of public goods such as water, air and common lands should ensure accountability on behalf of users to ensure these resources are not abused.
Prinsip kesepuluh adalah harus adalah keterbukaan
terhadap penggunaan sumber daya seperti penggunaan air
bawah tanah, penggunaan lahan, dan penggunaan
sumberdaya lainnya harus dapat dipastikan tidak disalah
gunakan. Untuk hal tersebut 5kode etik pembangunan
pariwisata berkelanjutan harus dirumuskan dan menjadi
agenda yang terus menerus di revisi dan bahkan revisi yang
terakhir diselenggarakan di Bali (UNWTO Etic Code, 2011).
Standar yang tetapkan memang masih terlalu umum untuk
diterapkan oleh unit bisnis, sehingga masih perlu dilakukan
penjabaran menjadi standar yang lebih rinci dalam bentuk
buku manual (Font dan Bendell, 2002). Sebagai contohnya, di
Eropa secara sukarela mengambil inisiatif untuk program
pariwisata berkelanjutan dan menciptakan sebuah sistem
federal untuk meningkatkan standar di antara program-
program saat ini, telah digunakan pada 1000 akomodasi
sebagai sebuah disertifikasi untuk konsumen dalam promosi,
dan penawaran paket wisata mereka (Visitor, 2003).
Training: Sustainable tourism development requires the establishment of education and training programmes to improve public understanding and enhance business,
5 Although most certification programmes are not growing in number of
applicants (only 20 percent of the medium-aged ecolabels are growing annually, according to the WTO [2002])
45
vocational and professional skills especially for the poor and women. Training should include courses in tourism, hotel management, creation and operation of small businesses and other relevant topics.
Prinsip kesebelas adalah melakukan program
peningkatan sumberdaya manusia dalam bentuk pendidikan,
pelatihan, dan sertifikasi untuk bidang keahlian pariwisata
sehingga dapat dipastikan bahwa para pekerja siap untuk
bekerja sesuai dengan uraian tugas yang telah ditetapkan
sesuai dengan bidangnya masing-masing sehingga program
sertifikasi akan menjadi pilihan yang tepat. 6Sertifikasi
sebagai proses untuk meningkatkan standar industri memiliki
pendukung dan dan nilai kritik. Bagian ini sebenarnya
meninjau kelayakan sertifikasi sebagai alat kebijakan untuk
melakukan perbaikan secara sukarela, di bawah lima aspek:
keadilan, efektivitas, efisiensi, kredibilitas, dan integrasi
(Toth, 2002).
Instrumen keadilan dianggap sebagai kesempatan
semua perusahaan pariwisata untuk mengakses sertifikasi.
Tiga wilayah dianggap berpotensi menimbulkan
ketidakadilan dapat berupa biaya biaya (1) aplikasi, (2)
pelaksanaan oleh perusahaan pariwisata, dan (3)program
pelaksanaannya. Tingginya biaya relatif yang dirasakan dari
sertifikasi dianggap sebuah ketidakadilan karena tidak semua
perusahaan akan memiliki potensi yang sama untuk
mengakses program sertifikasi tersebut. Sebuah studi kasus
6 Certification as a process to raise industry standards has its advocates and
critics. This section reviews the feasibility of certification as a policy tool to make voluntary improvements, under five aspects: equity, effectiveness, efficiency, credibility, and integration.
46
di Kostarika, pemerintahnya telah berhasil memberikan
subsidi bagi yang pertama kali menjalankan program
sertifikasi ini khususnya yang berkaitan dengan sertifikat
Pariwisata Berkelanjutan. Contoh lainnya, di Australia,
Program Akreditasi yang berkaitan dengan ekowisata telah
dituangkan dalam bentuk audit tertulis pada tahun 2001.
Meskipun beberapa program sertifikasi dapat memberikan
manfaat yang cukup namun factor biaya masih menjadi mitos
penghalang terwujudnya program sertifikasi tersebut (Toth,
2002).
Gambar 3.1 Kualitas Pariwisata, Sumber: Postma, 2006
Positioning: Sustainable tourism development involves promoting appropriate uses and activities to reduce poverty and draw from and reinforce landscape character, sense of place, community identity and site opportunities. These activities and uses should aim to provide a quality tourism experience that satisfies
Needs &
requirements
Tourists
(‘consumers of the
destination’)
Quality of Experience
Industry
(‘providers of the
destination’)
Quality of Opportunity
Residents
(‘owners of the
destination’)
Quality of Life
Main stakeholders groups
Needs &
requirements
Needs &
requirements
47
visitors while adhering to other principles of sustainable tourism.
Prinsip keduabelas adalah terwujudnya tiga kualitas
yakni pariwisata harus mampu mewujudkan kualitas hidup
”quality of life” masyarakat lokal, pada sisi yang lainnya
pariwisata harus mampu memberikan kualitas berusaha
”quality of opportunity” kepada para penyedia jasa dalam
industri pariwisata dan sisi berikutnya dan menjadi yang
terpenting adalah terciptanya kualitas pengalaman
wisatawan ”quality of experience”.
Sesuai dengan Ardika (Kompas, Senin, 13 Maret 2006)
Kepariwisataan ada dan tumbuh karena perbedaan, keunikan,
kelokalan baik itu yang berupa bentang alam, flora, fauna
maupun yang berupa kebudayaan sebagai hasil cipta, karsa,
rasa dan budhi manusia. Tanpa perbedaan itu, tak akan ada
kepariwisataan, tidak ada orang yang melakukan perjalanan
atau berwisata. Oleh karena itu, melestarikan alam dan
budaya serta menjunjung kebhinekaan adalah fungsi utama
kepariwisataan. Alam dan budaya dengan segala keunikan
dan perbedaannya adalah aset kepariwisataan yang harus
dijaga kelestariannya. Hilangnya keunikan alam dan budaya,
berarti hilang pulalah kepariwisataan itu.
Dengan berlandaskan prinsip keunikan dan kelokalan,
kepariwisataan Indonesia didasari oleh falsafah hidup bangsa
Indonesia sendiri, yaitu konsep prikehidupan yang
berkeseimbangan. Seimbangnya hubungan manusia dengan
Tuhan, seimbangnya hubungan manusia dengan sesamanya,
seimbangnya hubungan manusia dengan lingkungan alam.
Konsep ini mengajarkan kepada kita untuk menjunjung nilai-
nilai luhur agama serta mampu mengaktualisasikannya,
48
menghargai nilai-nilai kemanusiaan, toleran, kesetaraan,
kebersamaan, persaudaraan, memelihara lingkungan alam.
Kesadaran untuk menyeimbangkan kebutuhan materi dan
rokhani, seimbangnya pemanfaatan sumber daya dan
pelestarian. Kita diajarkan untuk tidak menjadi rakus.
Konsep ini juga menempatkan manusia sebagai
subyek. Manusia dengan segala hasil cipta, rasa, karsa, dan
budhinya adalah budaya. Dengan demikian kepariwisataan
Indonesia adalah
kepariwisataan yang
berbasis masyarakat
(community based
tourism) dan berbasis
budaya (cultural tourism).
Kepariwisataan yang dibangun dengan prinsip dari
masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.
Tugas Mandiri: Sebutkan prinsip-prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan
49
Bab 4
Citra Negara Agraris
Untuk Indonesia
Pertanian adalah Citra Indonesia
Sebelum krisis
ekonomi tahun 1998,
Indonesia pernah menjadi
negara dengan kekuatan
ekonomi baru barada
bersama-sama dengan
Malaysia dan Thailand. Indonesia sempat menjadi model
pembangunan ekonomi yang bekelanjutan khususnya untuk
negara sedang berkembang dengan pertumbuhan ekonomi
yang cukup baik (Tambunan, 2006). Saat ini sektor pertanian
masih memegang peranan penting karena hampir 45% (41
juta) penduduk Indonesia bekerja pada sector ini dari 100
juta angkatan kerja yang ada. Rata-rata berkontribusi 17%
terhadap GDP (DepTan Indonesia, 2005). Menurut ADB,
masyarakat miskin mayoritas bekerja sebagai petani, dan jika
45% penduduk Indonesia adalah petani, berarti penduduk
miskin Indonesia masih cukup tinggi.
Pernyataan di atas dikuatkan oleh BPS, data Biro
Pusat Statistik Indonesia juga menunjukkan bahwa sampai
Agustus 2010, jumlah tenaga kerja Indonesia di bidang
pertanian, kehutanan dan perikanan adalah 41,4 juta dari
total angkatan kerja sebanyak 108,2 juta, sedangkan sisanya
Capaian pembelajaran : memahami bahwa citra
indonesia sebagai negara agraris
50
terdistribusi dalam delapan bidang pekerjaan lain. Hal ini
menunjukkan bahwa bidang pertanian sesungguhnya paling
potensial dalam menyerap tenaga kerja. Persoalannya
memang adalah bagaimana membuat pasar tenaga kerja
pertanian tersebut diisi oleh orang-orang yang benar-benar
potensial, mempunyai visi dan instink bisnis yang kuat
sehingga dapat menggerakkan investasi besar di bidang
pertanian.
Menurut Yuwono (2011), membangun pertanian
adalah membangun citra dan kedaulatan Indonesia menuju
kejayaan yang pernah disandang oleh Indonesia s
Recommended