View
221
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
AKAD SALE AND LEASE BACK PADA TRANSAKSI SUKUK RITEL
DI PT. BNI SECURITIES
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
Dani Arsyad Anwar
205046100662
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/ 2010 M
AKAD SALES AND LEASE BACK PADA TRANSAKSI SUKUK RITEL
DI PT. BNI SECURITIES
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
Dani Arsyad Anwar
NIM : 205046100662
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
DR. Euis Amalia, M.Ag
NIP. 197107011998032002
Pembimbing II
DR. Hj. Mesraini, M. Ag
NIP. 150 326 895
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul AKAD SALES AND LEASE BACK PADA TRANSAKSI SUKUK
RITEL DI PT BNI SECURITIES telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada
18 Maret 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 18 Maret 2010
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof.DR.H.Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 195505051982031012
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA
195510151979031002 (…………………….)
2. Sekretaris : Drs.Ahmad Yani, MA.
196404121994031004
(…………………….)
3. Pembimbing I : DR. Euis Amalia, M.Ag
197107011998032002 (…………………….)
4. Pembimbing II : DR.Hj.Mesraini, M.Ag
150326895 (…………………….)
5. Penguji I : Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag
19740725200112001 (…………………….)
6. Penguji II : Drs.H.Burhanuddin Yusuf, MM
195406181981031005 (…………………….)
i
بسم اهلل الرحمن الر حيم
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat
serta salam senantiasa tercurah kepada Baginda Rasulullah SAW yang telah
memberikan tuntunan dan bimbingan kepada umat manusia untuk kehidupan yang
lebih baik serta kepada keluarganya, para sahabatnya, dan umatnya.
Alhamdulillah, pada akhirnya skripsi yang berjudul “Akad Sales and Lease
Back pada Transaksi Sukuk Ritel di PT BNI Securities” dapat diselesaikan oleh
penulis dengan baik. Dengan penuh kesadaran penulis menyadari bahwa skripsi ini
jauh dari kesempurnaan dan tidak akan selesai tanpa dukungan dari berbagai pihak
baik dukungan moril maupun materil. Penghargaan yang tidak dapat terlukiskan,
penulis berikan kepada orang-orang tersayang dan pihak-pihak yang telah
memberikan dukungan, do’a, dan pengorbanan demi selesainya skripsi ini. Ucapan
terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Euis Amalia, M. Ag., dan Ah. Azharuddin Lathif, M. Ag., selaku Ketua dan
Sekretaris Jurusan Mu’amalah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta serta Drs. Djawahir Hejazziey dan Drs. H.
ii
Ahmad Yani, M.Ag., selaku Ketua dan Sekretaris Koordinator Teknis Program
Non-Reguler. dan Pembimbing Akademik penulis, Asmawi, M.Ag.
3. Dr. Euis Amalia, M. Ag dan Dr. Hj. Mesraini, M.Ag., selaku pembimbing skripsi
yang telah sabar membimbing, memberikan arahan, dan meluangkan waktunya di
sela-sela kesibukannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
banyak memberikan peranan dalam hal pembelajaran dan ilmunya kepada penulis
selama masa kuliah.
5. Seluruh Staff dan Karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan.
6. Bapak Sandy, Bapak Robitirtanto, selaku Manajer Debt Capital Maket PT BNI
Securities, Bapak Adrian Mailangkay, selaku Corporate Secretary PT BNI
Securities, dan seluruh karyawan serta staf PT BNI Securities yang telah
memberikan izin untuk mengadakan penelitian dan membantu perolehan data dan
informasi yang penulis butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Papah Ali Nurdin S.Ag dan Mamah D. Yarnalis,
yang kasihnya sepanjang masa tidak bisa terbayarkan oleh apapun. Yang terus
mengorbankan tenaga, fikiran, tenaga, dan harta demi selesainya pendidikan
anak-anaknya. Nasehat berharga, motivasi bernilai, dan dukungan yang kuat terus
menerus diberikan kepadaku.
iii
8. Bapak dan ibu mertua, (alm) Moch. Nuh dan Azmah yang selalu memberikan
support, cinta, dan kasih sayangnya, memberikan penulis ruang yang nyaman
untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk Kak Alamsyah dan Kak Hildah
terima kasih atas komputernya, saya dan Rahma harus bergadang di rumah untuk
revisi skripsi ini.
9. Isteriku tersayang, Rahmawati yang selalu setia menemaniku di kala suka dan
duka, walaupun dalam keadaan hamil, tetapi masih bisa semangat menemani,
men-support, dan menyelesaikan pendidikan ini bersama, dengan kekompakkan
dan komitmen. Dan buah hatiku yang kunantikan kehadirannya, menambahku
semangat untuk tetap komitmen dan konsisten fi sabililah.
10. Adik-adiku yang tercinta, Annisa Ulfah (Icha) dan Putri Insan Kamilah (Uthi),
yang terus memotivasiku, menyemangatiku, pinjaman laptopnya yang berharga,
walaupun jarang aku berada di sisi kalian selama menempuh pendidikan ini.
Sepupuku Eko Saputra, Eki Sentosa terima kasih atas do’a kalian.
11. Ali Sakti, S.E, M.Ec dan keluarga yang senantiasa meluangkan waktunya di sela-
sela kesibukannya setiap minggu untuk membimbing kami menjadi pribadi-
pribadi tangguh. Dan teman-teman kajian, Daris, Abdurrahman, Iqbal, Nurkholis.
Semoga amal dan kebaikan semua pihak yang diberikan kepada penulis
diberikan ganjaran berupa pahala dunia dan akhirat. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini banyak kekurangan disebabkan keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman. Namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
iv
semua pihak. Skripsi ini dapat menjadi bahan perbandingan untuk skripsi-skripsi
berikutnya, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk berbagai pihak yang terlibat
dalam terselesainya skripsi ini.
Jazakumullah khairon katsiron.
Wassalamu’alikum
Jakarta, Maret 2010 H
Rabiu-t-Tsani 1431 M
Penulis,
Dani Asyad Anwar
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Metodologi Penelitian
E. Review Studi Terdahulu
F. Kerangka Teori
G. Sistematika Penelitian
1
7
7
9
11
14
15
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Konsep Ijarah (Sewa) dalam Fiqh Mu’amalat
1. Pengertian Ijarah
2. Prinsip-prinsip Ijarah
3. Pendapat Fuqaha Klasik dan Kontemporer
4. Mekanisme Ijarah
B. Konsep Al-Bay’ (Jual Beli) dalam Fiqh Muamalat
1. Pengertian Al-Bay’ (Jual Beli)
17
17
20
32
35
38
38
vi
2. Dasar Hukum Al-Bay’
3. Hukum Al-Bay’
4. Rukun dan Syarat Jual Beli
C. Konsep Sales and Lease Back
1. Pengertian Sale and Lease Back
2. Prinsip-prinsip Sale and Lease Back
3. Mekanisme Sale and Lease Back
D. Konsep Sukuk
1. Pengertian Sukuk
2. Prinsip-prinsip Sukuk
3. Jenis-jenis Sukuk
4. Mekanisme Sukuk
41
43
44
48
48
48
49
51
51
57
59
69
BAB III SUKUK RITEL DI PT. BNI SECURITIES
A. Profil PT. BNI Securities
1. Sejarah Singkat PT. BNI Securities
2. Visi dan Misi PT. BNI Securities
3. Struktur Organisasi PT. BNI Securities
4. Produk dan Jasa PT. BNI Securities
B. Mekanisme Sukuk Ritel di PT BNI Securities
72
72
87
88
89
96
BAB IV ANALISA DAN TEMUAN
A. Mekanisme Akad Sale and Lease Back pada Transaksi
vii
Sukuk Ritel di PT. BNI Securities
B. Analisa Konsistensi Akad Jual Beli (Al-Bay’) Pada Struktur
Akad Sales and Lease Back dalam Transaksi Sukuk Negara
Ritel
1. Bentuk dan Jenis SBSN
2. Struktur Akad Jual Beli (Al-Bay’) pada Sukuk Ritel
3. Rukun Jual Beli Bersyarat (bay’ wafa’) pada Akad
Sales and Lease Back
4. Syarat-syarat pada Akad al-bay’ (Jual Beli) dalam
Struktur Akad Sales and Lease Back
5. Hukum Jual Beli Bersyarat (Bay’ Wafa’)
C. Analisa Konsistensi Akad Sewa (Ijarah) Pada Struktur
Akad Sales and Lease Back dalam Transaksi Sukuk
Negara Ritel
1. Akad Ijarah (sewa) pada Struktur Akad Sales and
Lease Back dalam Sukuk Negara Ritel
2. Mekanisme Akad Ijarah (sewa) pada Transaksi SBSN
Sukuk Negara Ritel
3. Rukun Ijarah (sewa) pada Akad Sales and Lease Back
dalam Sukuk Negara Ritel
101
102
102
103
105
108
108
111
111
112
113
viii
DAFTAR PUSTAKA 120
LAMPIRAN 123
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
116
118
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Beberapa usaha dilakukan pada tahun 1980-an untuk mengembangkan
instrumen sekuritas Islam yang dapat diperdagangkan, akan tetapi proses yang baik
untuk menerbitkan sukuk dimulai pada tahun 1992 di Malaysia dan pada tahun 2001
di Bahrain. Setelah itu pasar sukuk meningkat dengan cepat hampir di seluruh bagian
dunia. Selama tahun 2001-2004 volume investasi pada sukuk diperkirakan mencapai
US $ 8 sampai 9 miliar, di mana senilai lebih kurang US $ 6 miliar sukuk ijarah dan
sisanya berdasarkan syirkah, salam atau aset gabungan. Penerbitan sukuk di Malaysia
sebagian besar berdasarkan konsep bay’al ‘ínah berupa aset utama dan konsep
tabarru, sementara perdagangan pada pasar sekunder dengan melalui bay’ al-dayn,
mereka juga telah menerbitkan sukuk ijarah.1
Di Indonesia saat ini instrumen sukuk mulai dilirik oleh pemerintah setelah
beberapa perusahaan swasta meluncurkan Obligasi Syariah. Pemerintah melalui
Departemen Keuangan (Depkeu) melalui Ditjen Pengelolaan Utang Depkeu telah
menunjuk Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki izin
usaha dari Bank Indonesia (BI), dan perusahaan efek yang memiliki izin usaha
sebagai penjamin emisi efek dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
1 Mustafa Edwin Nasution dan Nurul Huda, Investasi pada Pasar Modal Syari’ah, Jakarta:
Kencana Predana Media Group h. 149.
2
Keuangan (Bapepam-LK) untuk menjadi agen penjual Sukuk. Agen penjual yang
dipilih ini wajib memiliki komitmen terhadap pemerintah dalam pengembangan
pasar sukuk dan berpengalaman dalam menjual produk keuangan syariah. Instrumen
sukuk tersebut adalah Sukuk Ritel Indonesia yang menjadi prioritas dalam
menambah defisit anggaran tahun 2009 di tengah pasar obligasi konvensional yang
mengalami kesulitan akibat krisis keuangan global.2
Pemerintah telah menerbitkan Sukuk Ritel tersebut pada akhir Februari 2009
silam. Tujuan penerbitan sukuk ini untuk diversifikasi instrumen pembiayaan dan
mengembangkan pasar Sukuk di Indonesia. Sukuk Ritel merupakan instrumen yang
menyasar investor-investor masyarakat individual karena di tengah situasi krisis
keuangan global yang masih gonjang-ganjing, investor individual menjadi alternatif
ketika banyak perusahaan yang terkena imbas krisis ekonomi. Menariknya investor-
investor sukuk tidak hanya berasal dari institusi-institusi syariah saja, tetapi juga
investor konvensional.3
Dari beberapa sosialisasi yang dilakukan, pemerintah telah berhasil menjaring
calon-calon investor potensial. Pertama, mereka adalah para investor yang membeli
sukuk dengan pertimbangan syariah compliance (kepatuhan syariah). Kedua, mereka
para investor yang memiliki institusi kelebihan dana, seperti bank syariah (Bank
Muamalat), Asuransi Takaful. Institusi ini kelebihan dana, namun tidak ada
2 M.Gunawan Yasni. “Syariah Dan Implikasinya Atas Pengembangan Sukuk Khususnya
Ijarah & Pasar Modal Ke Depan” artikel diakses pada 4 November 2009 dari www.wordpress.com
3 Ibid.
3
instrumen yang dapat dijadikan sarana investasi. Dalam hal ini potensi Sukuk Ritel
sangat besar, apalagi diprediksikan pertumbuhan perbankan syariah akan mencapai
15-20%. Ketiga, potensi pasar internasional, yaitu mereka para investor asal Timur
Tengah yang memiliki akses likuiditas seiring melambungnya harga minyak mentah
dunia. Para Investor Timur Tengah lebih tertarik menempatkan uang mereka di
instrumen berbasis syariah. Ini semakin menambah potensi demand Sukuk Indonesia.
Makanya Sukuk Ritel ini tidak hanya diterbitkan di dalam negeri tapi juga luar
negeri.4
Belum lagi sukuk memiliki kelebihan di mata investor yang sangat
memperhatikan syariah compliance. Bagi investor ini, sukuk adalah instrumen yang
paling tepat. Antara sukuk dengan non sukuk yang menarik adalah dari sisi
penentuan yield dan penerbitnya. Pemerintah adalah sebagai penerbit yang bebas dari
resiko, sukukpun adalah instrumen bebas resiko, inilah yang membuat sukuk
semakin menarik, disamping itu, yieldnya sepadan dengan instrumen lain terutama
bagi para investor.
Perkembangan Sukuk Ritel terbukti dari waktu enam hari masa penawaran
sukuk ritel perdana dari masa penawaran yang dibuka pemerintah sejak 30 Januari
sampai 20 Februari 2009, jumlah penjualan mencapai Rp 1,487 triliun atau 82% dari
target yang disampaikan oleh 13 Agen Penjual sukuk ritel yaitu sebesar Rp1,7 triliun.
Minat masyarakat membeli Sukuk Ritel cukup besar. Hal ini juga dipengaruhi oleh
4 M.Yasni Gunawan. Ibid.
4
perkembangan tingkat suku bunga yang trennya downturn yang terlihat dari
berlanjutnya kebijakan penurunan BI Rate menjadi 8,25%. 5
Perkembangan harga sukuk ritel lebih kurang sama dengan perkembangan
harga obligasi nasional ritel (ORI 001-005). Sebab, sukuk ritel secara risiko,
penerbit, dan imbal hasilnya dijamin oleh pemerintah. Selain itu, kedua instrumen
tersebut juga memiliki prinsipal yang sama yaitu undang-undang.
Trend yield ORI periode 2007-24 Februari 2009 sebagai pembanding yield
sukuk karena ORI jatuh temponya tidak jauh berbeda dengan sukuk. Dalam periode
tersebut ORI yang sudah berumur dua tahun, yield awalnya 12 persen. Saat ini,
setelah umurnya tinggal satu tahun, yield-nya di secondary market 11-12 persen,
bahkan ada yang 10 persen untuk satu tahun. Namun untuk ORI yang jatuh
temponya masih lebih panjang, yieldnya masih berada di level 13 persen.6
Selain masalah harga, transaksi harian sukuk diperkirakan juga meningkat
seperti layaknya rata-rata transaksi ORI 001-005 sejak diterbitkan tahun 2006. Pada
tahun 2006 nilai frekuensi ORI di secondary market mencapai Rp14,73 miliar per
hari. Di tahun 2007, frekuensinya naik menjadi Rp110 miliar per hari, dan di 2008
meningkat menjadi Rp 209 miliar per hari.7
5 Heri Susanto, Agus Dwi Darmawan, “Tawarkan Bagi Hasil 12% Depkeu: Peminat Sukuk
Ritel Luar Biasa Besar” Artikel diakses pada 30 Juli 2009 dari www.vivanews.com
6 Heri Susanto, Agus Dwi Darmawan. ibid
7 Ibid.
5
Setelah dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI), harga sukuk ritel seri
SR001 naik 30 basis poin. Saat itu, sukuk ritel ditransaksikan pada harga terendah
sebesar 100 persen par dan harga tertinggi 100,30 persen par dengan volume Rp 55
miliar.8
Jumlah nominal sukuk ritel yang diterbitkan mencapai Rp5,556 triliun
dengan imbal hasil tingkat kupon (fixed rate) 12 persen per tahun. Pencapaian
penjualan sukuk ritel, melampaui 200 persen dari target. Sukuk ritel ini akan jatuh
tempo pada 25 Februari 2012 atau memiliki jangka waktu 3 tahun sejak diterbitkan
25 Februari 2009.
Di samping pentingnya peningkatan permodalan dan penambahan anggaran
negara disertai dengan semakin naiknya demand terhadap sukuk dan meningkatnya
potensi sukuk di Indonesia, yang menjadi elemen terpenting adalah syariah
compliance akan sukuk itu sendiri. Kepatuhan syariah dari penerapan transaksi itu
mulai dari penawaran, penjualan, sampai perdagangannya di pasar modal.
Transaksi dalam Sukuk Ritel Indonesia pada seri SR 001 adalah dengan
menggunakan akad al-bay’ (jual beli) dan ijarah (sewa), atau lebih dikenal dengan
akad sales and lease back. Yaitu satu kesatuan transaksi antara dua transaksi yang
terpisah antara sales (penjualan) dan lease (sewa).
Dalam transaksi ini Lessee terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah
dimilikinya kepada Lessor dan atas barang modal yang sama kemudian dilakukan
8 M. Yasni Gunawan. loc cit.
6
kontrak sewa guna usaha antara Lessee (pemilik semula) dengan Lessor (pembeli
barang modal tersebut). Lessee membutuhkan dana untuk modal kerja, sehingga
seolah-olah dia menjual asset-nya (meskipun sebenarnya tidak karena memang masih
dubutuhkan).
Selain masalah-masalah di atas yang berkaitan dengan sukuk yang
memberikan pengaruh jangka panjang terhadap integritas sistem keuangan Islam9 di
antaranya adalah:
1. Tingkat return yang dipastikan pada sukuk
2. Akad bay’ ad-dayn
3. Metodologi jual dan sewa kembali (sales and lease back)
4. Penguasaan Sukuk Ijarah
5. Sukuk untuk pembiayaan sektor publik yang defisit
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka topik ini menjadi sangat menarik
untuk dibahas, terutama analisa pada metodologi jual dan sewa kembali (sales and
lease back) pada instrumen Sukuk Ritel Indonesia di salah satu agen penjual SRI
yaitu PT. BNI Securities. Dengan demikian maka penulis ingin membahasnya lebih
lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul:
“Akad Sales and Lease Back Pada Transaksi Sukuk Ritel Indonesia di
PT. BNI Securities”
9 Mustafa Edwin, Nurul Huda dan Nasution. Investasi Pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2007), Cet. Kedua, h. 150
7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat banyaknya tempat agen penjualan Sukuk Ritel Indonesia dan
luasnya segmen yang dapat dibahas dari pembahasan Sukuk Ritel Indonesia, maka
penulis membatasi tempat penelitian pada PT.BNI Securities objek pembahasan
adalah seputar analisis pada akad yang dijalankan yaitu Sales and Lease Back yang
masih relevan dengan Ijarah, mekanisme dan aplikasi Sukuk Ritel Indonesia (SRI)
pada PT.BNI Securities.
Bertolak dari latar belakang masalah di atas, untuk mempermudah
pembahasannya maka yang diajukan dalam perumusan masalah ini, yaitu:
1. Bagaimana konsep akad Sukuk Ritel di Indonesia berdasarkan Fatwa DSN MUI?
2. Bagaimana konsistensi akad al-bay’ (jual beli) pada struktur akad sales and lease
back pada instrumen Sukuk Ritel Indonesia?
3. Bagaimana konsistensi akad al-ijarah (sewa) pada struktur akad sales and lease
back pada instrumen Sukuk Ritel Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas maka tujuan dari
penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui mekanisme Sukuk Ritel Indonesia berdasarkan Fatwa DSN
MUI?
2. Untuk mengetahui konsistensi akad al-bay’ (jual beli) pada struktur akad sales
and lease back pada Sukuk Ritel Indonesia.
8
3. Untuk mengetahui konsistensi akad al-ijarah (sewa) pada struktur akad sales and
lease back pada Sukuk Ritel Indonesia.
Adapun manfaat dari penulisan dan penelitian ini adalah:
1. Bagi Penulis, penulisan ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai mekanisme Sukuk Ritel Indonesia mulai diperjualkan
melalui agen penjual Sukuk Ritel Indonesia sampai diperdagangkan di pasar
sekunder, dan menambah pangetahuan mengenai hukum transaksi dengan
menggunakan akad sales and lease back pada SRI .
2. Bagi akademisi, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan
pemikiran, pengetahuan dalam khazanah ekonomi Islam dan menambah referensi
serta acuan dalam menunjang penelitian selanjutnya yang mungkin cakupannya
jauh lebih luas sebagai bahan perbandingan.
3. Bagi praktisi (penjual dan pembeli SRI), dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam memperdagangkan Sukuk Ritel
Indonesia berdasarkan prinsip syariah.
4. Bagi PT. BNI Securities sebagai salah satu agen penjualan Sukuk Ritel Indonesia,
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
mempertimbangkan prinsip syariah (syariah compliance) terhadap produk Sukuk
Ritel.
9
D. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini akan digunakan jenis penelitian deskriptif, yaitu data
yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, gambar, dan tidak dapat dinyatakan
dengan angka-angka, mendeskripsikan mekanisme Sukuk Ritel Indonesia, serta
konsistesi akad al-bay’ dan al-ijarah di dalamnya.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang penulis lakukan yakni pendekatan studi kasus di
PT BNI Securities, yaitu salah satu agen penjual Sukuk Ritel yang ditunjuk oleh
Pemerintah. Pendekatan studi kasus ini menjabarkan keadaan objek yang sedang
diteliti serta menganalisanya.
3. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah transaksi Sukuk Ritel Indonesia, yang
diterbitkan oleh Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Departemen Keuangan Republik Indonesia yang kemudian diperjualkan melalui
agen penjual Sukuk salah satunya adalah PT.BNI Securities.
4. Jenis Data
a. Data Primer
Yaitu data yang diambil langsung dari sumbernya seperti wawancara
langsung ke bagian Debt Capital Market PT. BNI Securities, Ditjen
Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Republik Indonesia, para praktisi
dan akademisi seperti Prof. Dr. Hasanuddin AF dan Ali Sakti, M.Ec.
10
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari laporan-laporan atau data-data yang
dikeluarkan oleh bank. Selain itu, diperoleh dari internet, literatur kepustakaan
seperti buku, kitab sumber lainnya yang berkaitan dengan materi skripsi ini.
5. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan (library riset) dan
melakukan wawancara/studi lapangan (field riset) sesuai dengan permasalahan yang
penulis bahas. Kajian kepustakaan penulis lakukan guna mencapai pemahaman
secara menyeluruh (komprehensif) tentang konsep dari permasalahan yang sedang
dibahas.
a. Library Riset (Studi Kepustakaan)
Yaitu pengumpulan data dengan mempelajari bahan-bahan tertulis seperti
buku, majalah, surat kabar, serta artikel yang terkait dengan penelitian
mengenai Sukuk Ritel Indonesia yang sedang dilakukan.
b. Field Riset (Studi Lapangan)
Yaitu pengumpulan data dengan pengamatan langsung dengan
melakukan wawancara kepada bagian Debt Capital Market PT.BNI Securities
atau seorang authoritas (seorang yang ahli atau yang berwenang dalam suatu
masalah).10
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan disiapkan terlebih dahulu
yang diarahkan kepada informasi-informasi untuk topik yang akan digarap.
10 Gorys Keraf, Komposisi, (Semarang: Bina Putera, 2001, cet. Ke-12), h. 161.
11
6. Teknik Analisa Data
Bahan-bahan yang diperoleh dari hasil penelitian baik berupa data primer dan
data sekunder yang didapatkan dari majalah, surat kabar, artikel, dan pengamatan
langsung melalui wawancara kemudian diseleksi dan dipilah sesuai kebutuhan
penelitian, kemudian disusun dan diklasifikasikan berdasarkan kepada masalah
yang akan dibahas. Setelah bahan-bahan tersebut terklasifikasikan kemudian
dianalisa dengan menggunakan analisa studi pustaka untuk sebuah temuan
masalah.
7. Teknik Penulisan
Teknik penulisan ini merujuk pada buku pedoman penulisan skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Tahun 2007.
E. Review Studi Terdahulu
1. Ani Khoironi, 2008. “Potensi Sukuk Bagi Pertumbuhan Investasi di Pasar
Modal Indonesia”.
Temuan inti dari skripsi ini bahwa saudari Ani Khoironi menganalisa
potensi sukuk secara umum bagi pertumbuhan investasi di pasar modal
Indonesia dengan menggunakan analisa SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity, Treath), dan juga menganalisa potensi sukuk dengan analisa
Eksternal-Internal, Internal-Eksternal sukuk itu sendiri.
12
Dalam skripsi ini ditemukan beberapa kendala yang dihadapi oleh
pemerintah dalam pengembangan sukuk ke depan setelah diketahui kekuatan
dan peluangnya, dan ditemukan pula strategi-strategi yang harus ditempuh oleh
penerbit dan Bapepam-LK didasarkan pada analisa SWOT.
Sementara skripsi yang dibuat oleh penulis lebih membahas kepada
aplikasi objek yang lebih spesifik yaitu Sukuk Ritel Indonesia, penulis juga
menganalisa transaksi akad sales and lease back pada salah satu agen penjual
sukuk ritel yaitu PT.BNI Securities berdasarkan pada akad ijarah dalam fiqh
mu’amalat.
2. Susanto Abdillah, 2005. “Konsep dan Mekanisme Obligasi Syariah serta
Kontribusinya Terhadap Aspek Permodalan (Studi Kasus pada PT. Bank
Syariah Muamalat Indonesia).”
Dalam kripsi ini saudara Susanto Abdillah menggunakan metode studi
lapangan langsung ke tempat penerbit sukuk korporasi yaitu PT. Bank
Muamalat Indonesia ditambah studi kepustakaan dari literatur-literatur yang
tersedia.
Skripsi ini membahas konsep dan mekanisme obligasi syariah
mudaharabah pada PT. Bank Muamalat Indonesia dan efektifitasnya terhadap
peningkatan permodalan di PT. Bank Muamalat Indonesia, dijelaskan pula
pemeringkatan efek hutang BBB Obligasi Syariah Mudharabah dan rencana
penggunaan dana dari hasil penawaran umum PT. Bank Muamalat Indonesia.
13
3. Rachmi Handayani, 2003. “Obligasi Syariah Upaya Kreatif Menghindari
Riba: Analisis Obligasi Mudharabah pada PT. Indosat, Tbk Jakarta .”
Dalam skripsi ini saudari Rachmi Handayani membahas manfaat dan
efektifitas Obligasi Syariah Mudharabah terhadap penghindaran transaksi
ribawi dan perannya dalam peningkatan permodalan pada PT. Indosat, Tbk.
Dijelaskan pula struktur Obligasi Syariah Mudharabah mulai dari
dana Obligasi yang ditetapkan, harga penawaran, jatuh tempo dana obligasi,
perhitungan pendapatan bagi hasil, rencana penggunaan dana hasil penawaran
umum Obligasi Syariah, dan pemeringkatan oleh Bapepam yaitu peringkat
AA+ (Stable Outlook).
Perbedaan skripsi saudari Rachmi Handayani dan skripsi ini
diantaranya: objek yang akan dibahas yaiitu sukuk ritel dengan menggunakan
akad sales and lease back, bentuk sukuk/obligasi syariah yang dibahas adalah
sukuk pemerintah yang dijual ritel dan bukan sukuk korporasi, dalam skripsi
ini penulis akan lebih menganalisa seputar aplikasi akad sales and lease back
pada transaksi sukuk ritel pada salah satu agen penjual sukuk yaitu PT.BNI
Securities.
4. Joko Wahyu, 2009. “Akad Ijarah pada SBSN (Analisa Fiqh Muamalat)”.
Dalam skripsi ini saudara Joko membahas mengenai akad Ijarah pada
SBSN (Surat Berharga Syariah Nasional) dengan pendekatan analisa fiqh
muamalat.
14
Perbedaan skripsi saudara Joko dengan skripsi penulis adalah, pada
skripsi ini penulis membahas mengenasi konsistensi akad sales (al-bay’/jual
beli) dan Lease (al-ijarah/sewa) pada akad Sales and Lease Back dalam
transaksi Sukuk Negara Ritel.
F. Kerangka Teori
Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN) dengan instrumennya yaitu Sukuk
Ritel Indonesia berdasarkan prinsip syariah adalah atas pertimbangan bahwa negara
akan mengalami defisit anggaran pada Tahun 2009, maka Pemerintah melalui Ditjen
Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Republik Indonesia menerbitkan Sukuk
Ritel Indonesia untuk memenuhi kebutuhan defisit anggaran tahun 2009 di tengah
pasar obligasi konvensional yang sulit akibat krisis keuangan global, atas dasar itu
Depkeu memilih beberapa lembaga keuangan Perbankan, dan non perbankan untuk
menjadi agen penjual SBSN seri SR 001. Sampai saat ini penjualan Sukuk Ritel
Indonesia mengalami peningkatan bahkan melebihi dari target penjualan
sebelumnya. Kenaikan bahkan dialami pada secondary market, target sukuk naik
samapai 200% melebihi target dan menambah 14 ribu investor baru.
Sukuk dan instrumen keuangan syariah lainnya perlu menjadi pertimbangan
maslahat dan mudharat berdasarkan perspektif ekonomi Islam terlihat dari kebutuhan
pasar terhadap instrumen keuangan syariah sebagai solusi dari instrumen ekonomi
konvensional yang tidak konsisten dalam menjaga prinsip-prinsip keadilannya.
15
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penyusunan penulisan skripsi, maka penulis membagi
skripsi ini menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini, penulis menguraikan latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, review
studi terdahulu, kerangka teori dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Dalam bab ini, penulis membahas konsep ijarah dalam fiqh mu’malat,
pengertian ijarah (sewa), prinsip-prinsip ijarah (sewa), pendapat fuqaha klasik dan
kontemporer, mekanisme ijarah (sewa), konsep al-bay’ (jual beli) dalam Fiqh
Muamalat, pengertian al-bay’ (jual beli), dasar hukum al-bay’ (jual beli), hukum al-
bay’ (jual beli), rukun dan syarat al-bay’ (jual beli), pengertian sale and lease back,
prinsip-prinsip sale and lease back, mekanisme sale and lease back, pengertian
Sukuk, prinsip-prinsip sukuk, jenis-jenis sukuk, mekanisme sukuk
BAB III SUKUK RITEL DI PT. BNI SECURITIES
Dalam bab ini, penulis menguraikan sejarah singkat PT. BNI Securities, visi
dan misi PT. BNI Securities, struktur organisasi PT. BNI Securities, produk dan jasa
PT. BNI Securities, dan mekanisme sukuk ritel di PT BNI Securities.
16
BAB IV ANALISA DAN TEMUAN
Pada Bab ini penulis membahas akad sale and lease back pada transaksi
sukuk ritel di PT. BNI Securities, analisa konsistensi akad jual beli (al-bay’) pada
struktur Akad Sales and Lease Back dalam transaksi Sukuk Negara Ritel, bentuk dan
jenis SBSN, struktur akad jual beli (al-bay’) pada Sukuk Ritel, rukun jual beli
bersyarat (bay’ wafa’) pada Akad Sales and Lease Back, syarat-syarat pada Akad al-
bay’ (jual beli) dalam struktur akad Sales and Lease Back, hukum jual beli bersyarat
(Bay’ Wafa’), analisa konsistensi akad sewa (ijarah) pada struktur akad Sales and
Lease Back dalam transaksi Sukuk Negara Ritel, akad ijarah (sewa) pada struktur
akad Sales and Lease Back dalam Sukuk Negara Ritel, mekanisme akad ijarah
(sewa) pada transaksi SBSN Sukuk Negara Ritel, rukun ijarah (sewa) pada akad
Sales and Lease Back dalam Sukuk Negara Ritel.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir dari sebuah penelitian yang berisi
kesimpulan, saran dan keterbatasan penelitian.
17
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Konsep Ijarah dalam Fiqh Mu‟amalat
1. Pengertian Ijarah
Lafal al-ijarah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Al-
Ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi kebutuhan
hidup manusia, seperti sewa menyewa, kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan
lain-lain.
Secara terminologi, ada beberapa definisi al-ijarah yang dikemukakan para
ulama fiqh.
Pertama, Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan:
1
“Transaksi terhadap suatu mafaat dengan imbalan.”
Kedua, ulama Syafi‟iyah mendefinisikannya dengan:
2
1 Al-Kasani, al-Bada‟i‟ al-Shana‟i‟, (Beirut: Dar al-Fikri, 1978), Jilid IV h.174.
18
“Transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh
dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.”
Ketiga, ulama Malikiyah dan Hanabilah mendefinisikannya dengan:
3
“Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu
imbalan.”
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka akad al-ijarah tidak boleh
dibatasi oleh syarat. Akad al-ijarah juga tidak berlaku pada pepohonan untuk diambil
buahnya, karena buah itu sendiri adalah materi, sedangkan akad al-ijarah itu hanya
ditujukan kepada manfaat. Demikian juga halnya dengan kambing, tidak boleh
dijadikan objek al-ijarah untuk diambil susu atau bulunya, karena susu dan bulu
kambing adalah materi. Jumhur ulama fiqh juga tidak membolehkan air mani hewan
ternak pejantan, seperti unta, sapi, kuda, dan kerbau, karena yang dimaksudkan
dengan hal itu adalah mendapatkan keturunan hewan, dan mani itu sendiri merupakan
materi. Hal ini sejalan dengan sebuah riwayat dari Rasulullah saw yang berbunyi:
2 Asy-Syaibani al-Khatib, Mughni al-Muhtaj, (Beirut: Dar al-Fikri, 1978), Jilid II, h.233.
3 Syihab ad-Din al-Qarafi, al-Furuq, (Beirut: Dar al-Fikri, 1982), Jilid IV, hlm. 4. Dan lihat
juga Ibnu Qudamah, al-Mughni, (Riyadh al-Haditsah, 1982), Jilid V, h.398.
19
) 4
“Rasulullah saw melarang penyewaan mani hewan pejantan. (HR al-Bukhari,
Ahmad ibn Hanbal, an-Nasa‟i, dan Abu Daun dari „Abdillah ibn „umar)”.
Demikian juga para ulama fiqh tidak memperbolehkan al-ijarah terhadap nilai
tukar uang, seperti Dirham dan Dinar, karena menyewakan hal itu berarti
menghabiskan materinya, sedangkan dalam al-ijarah yang dituju hanyalah manfaat
dari suatu benda.5
Akan tetapi Ibn Qayyim al-Jauziyyah (691-751 H/1292-1350 M), pakar fiqh
Hanbali, menyatakan bahwa pendapat jumhur pakar fiqh itu tidak didukung oleh al-
Qur‟an, as-Sunnah, ijmak, dan qiyas. Menurutnya, yang menjadi prinsip dalam
syari‟at Islam adalah bahwa suatu materi yang berevolusi secara bertahap, hukumnya
sama dengan manfaat, seperti buah pada pepohonan, susu dan bulu pada kambing.
Oleh karena itu, Ibn al-Qayyim menyamakan antara manfaat dengan materi dalam
wakaf. Menurutnya, manfaat pun boleh diwakafkan, seperti mewakafkan manfaat
rumah untuk ditempati dalam masa tertentu dan mewakafkan hewan ternak untuk
4 Al-Kasani, op. cit., h.175.
5 Ibid.
20
dimanfaatkan susunya. Dengan demikian, menurutnya tidak ada alasan yang
melarang untuk menyewakan (al-ijarah) suatu materi yang hadir secara evolusi,
sedangkan basisnya tetap utuh, seperti susu kambing, dan manfaat rumah; karena
kambing dan rumah itu, menurutnya tetap utuh.6
2. Prinsip-prinsip Ijarah
Para ulama fiqh mengatakan bahwa yang menjadi dasar dibolehkannya akad
al-ijarah adalah firman Allah dalam surat az-Zukhruf, 43: 32 yang berbunyi:
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain....”
Di samping itu, para ulama fiqh juga beralasan kepada firman Allah dalam
surat ath-Thalaq, 65: 6 yang berbunyi:
6 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, I‟lam al-Muwaqqi‟in „an Rabb al-„Alamin, (Beirut: Dar-al-Jail,
1973), Jilid II, h.15.
21
“...Jika mereka menyusukan (anak-anak)-mu untukmu, maka berikanlah upah kepada
mereka..”
Dalam surat al-Qashash, 28: 26 Allah juga berfirman:
“Salah seorang dari dua wanita itu berkata: “Wahai bapakku ambillah dia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang
kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
Para ulama fiqh juga mengemukakan alasan dari beberapa buah sabda
Rasulullah saw., di antaranya adalah sabda beliau yang mengatakan:
) 7
7 Al-Kasani, al-Bada‟i‟ al-Shana‟i‟, (Beirut: Dar al-Fikri, 1978), Jilid IV h.174.
22
“Berikanlah upah/jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat
mereka.” (HR Abu Ya‟la, Ibnu Majah, ath-Thabrani, dan at-Tirmidzi).
Dalam riwayat Abu Hurairah dan Abu Sa‟id al-Khudri Rasulullah sam bersabda:
)8
“Siapa yang menyewa seseorang maka hendaklah ia beritahu upahnya.” (HR „ abd
ar-Razzaq dan Baihaqi)
Selanjutnya dalam riwayat „Abdullah ibn „Abbas dikatakan:
)9
“Rasulullah saw berbeka, lalu beliau membayar upahnya kepada orang yang
membekamnya. (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad ibn Hanbal).”
8 Al-Kasani, al-Bada‟i‟ al-Shana‟i‟, (Beirut: Dar al-Fikri, 1978), Jilid IV h.174.
9 Ibid, h. 174
23
a. Rukun al-Ijarah
Menurut ulama Hanafiyyah, rukun al-ijarah itu hanya satu, yaitu ijab
(ungkapan menyewakan) dan qabul (persetujuan terhadap sewa menyewa). Akan
tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa rukun al-ijarah ada empat, yaitu:
1) Orang berakad
2) Sewa/imbalan
3) Manfaat, dan
4) Shighat (ijab dan qabul)
Ulama Hanafiyyah menyatakan bahwa orang yang berakad, sewa/imbalan,
dan manfaat, termasuk syarat-syarat al-ijarah, bukan rukun-rukunnya.10
b. Syarat-syarat al-Ijarah
Sebagai sebuah transaksi umum, al-I jarah baru dianggap sah apabila telah
memenuhi rukun dan syaratnya, sebagaimana yang berlaku secara umum dalam
transaksi lainnya. Adapun syarat-syarat akad ijarah adalah sebagai berikut:11
1) Untuk kedua orang yang berakad (al-muta‟aqidain), menurut ulama
Syafi‟iyah dan Hanabilah, disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab
itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan orang
gila, menyewakan harta mereka atau diri mereka (sebagai buruh), menurut
mereka, al-ijarah-nya tidak sah. Akan tetapi, ulama Hanafiyah dan Malikiyah
10 Al-Khathib Asy-Syarbaini, Mugni al-Muhtaj, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), Jilid II, h.233.
11
Imam al-Kasani, op. cit., h.176.
24
berpendapat bahwa kedua orang yang berakad itu tidak harus mencapai usia
balig, tetapi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad al-ijarah.
Namun, mereka mengatakan, apabila seorang anak yang mumayyiz melakukan
akad al-ijarah terhadap harta atau dirinya, maka akad itu baru dianggap sah
apabila disetujui oleh walinya.12
2) Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan
akad al-ijarah. Apabila salah seorang di antaranya terpaksa melakukan akad
itu, maka akadnya tidak sah. Hal ini berdasarkan kepada firman Allah dalam
surat an-Nisa‟, 4: 29 yang berbunyi:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
kamu dengan cara yang batil, kecuali melalui suatu perniagaan yang berlaku
suka sama suka...”
3) Manfaat yang jadi objek al-ijarah harus diketahui secara sempurna, sehingga
tidak muncul perselisihan di kemudian hari. Apabila manfaat yang akan
menjadi objek al-ijarah itu tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan
12 Ad-Dardir, asy-Syarh al-Kabir, (Beirut: Dar al-Fikr. Tt) Jilid IV, h.2.
25
manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya, dan
penjelasan berapa lama manfaat di tangan penyewa. Dalam masalah
penentuan waktu sewa ini, ulama syafi‟iyyah memberikan syarat yang ketat.
Menurut mereka apabila seseorang menyewakan rumahnya selama satu tahun
dengan harga sewa Rp. 150.000,- sebulan, maka akad sewa menyewa batal,
karena dalam akad seperti ini diperlukan pengulangan akad baru setiap bulan
dengan harga sewa baru pula. Sedangkan kontrak rumah yang telah disepakati
selama satu tahun itu, akadnya tidak diulangi setiap bulan. Oleh sebab itu,
menurut mereka, akad sebenarnya belum ada, yang berarti al-ijarah pun batal
(tidak ada). Di samping itu, menurut mereka, sewa menyewa dengan cara di
atas, menunjukkan tenggang waktu sewa tidak jelas, apakah satu tahun atau
satu bulan. Berbeda halnya jika rumah itu disewa dengan harga sewa Rp. 1
juta setahun, maka akad seperti itu adalah sah, karena tenggang waktu sewa
jelas dan harganya pun ditentukan untuk satu tahun. Akan tetapi, jumhur
ulama mengatakan bahwa akad seperti itu adalah sah dan bersifat mengikat.
Apabila seseorang menyewakan rumahnya selama satu tahun dengan harga
sewa Rp. 100.000,- sebulan, maka, menurut jumhur ulama, akadnya sah untuk
bulan pertama, sedangkan untuk bulan selanjutnya apabila kedua belah pihak
saling rela membayar sewa dan menerima sewa seharga Rp. 100.000,- maka
kerelaan ini dianggap sebagai kesepakatan bersama, sebagaimana halnya
26
dalam ba‟i al-mu‟athah (jual beli tanpa ijab dan qabul, tetapi cukup dengan
membayar uang dan mengambil barang yang dibeli).13
4) Obyek al-ijarah itu boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan
tidak bercacat. Oleh karena itu, para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa
tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak boleh diserahkan dan
dimanfaatkan langsung oleh penyewa. Misalnya, apabila seseorang menyewa
rumah, maka rumah itu langsung ia terima kuncinya dan langsung boleh ia
manfaatkan. Apabila rumah itu masih berada di tangan orang lain, maka akad
al-ijarah hanya berlaku sejak rumah itu boleh diterima dan ditempati oleh
penyewa kedua. Demikian juga halnya apabila atap rumah itu bocor dan
sumurnya kering, sehingga membawa mudharat bagi penyewa. Dalam kaitan
ini, para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa pihak penyewa berhak
memilih apakah akan melanjutkan akad itu atau membatalkannya.
5) Obyek al-ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara‟. Oleh sebab itu, para
ulama fiqh sepakat menyatakan tidak boleh menyewa seseorang untuk
mengajarkan ilmu sihir, menyewa seseorang untuk membunuh orang lain
(pembunuh bayaran), dan orang Islam tidak boleh menyewakan rumah kepada
orang non Muslim untuk dijadikan tempat ibadah mereka. Menurut mereka,
obyek sewa menyewa dalam contoh di atas termasuk maksiat, sedangkan
kaidah fiqh menyatakan:
13 Syihab ad-Din al-Qarafi, al-Furuq, (Beirut: Dar al-Fikr, 1982), Jilid IV, h.4, dan lihat juga
as-Sarakhsi, al-Mabsuth, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), Jilid XI, h.43.
27
14
“Sewa menyewa dalam masalah maksiat tidak boleh”
6) Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa. Misalnya,
menyewa orang untuk melaksanakan shalat untuk diri penyewa dan menyewa
orang yang belum haji untuk menggantikankan haji penyewa. Para ulama fiqh
sepakat menyatakan bahwa sewa menyewa seperti ini tidak sah, karena shalat
dan haji merupakan kewajiban bagi orang yang disewa. Terkait dengan
masalah itu juga, para ulama fiqh berbeda pendapat dalam hal
menyewa/menggaji seseorang untuk jadi mu‟adzin, menggaji imam shalat,
dan menggaji seseorang yang mengajarkan al-Qur‟an. Ulama Hanafiyah dan
Hanabilah15
mengatakan tidak boleh atau haram hukumnya menggaji seorang
mu‟adzin, imam shalat, dan guru yang akan mengajarkan al-Qur‟an, karena
pekerjaan seperti ini, menurut mereka, termasuk pekerjaan taat (dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah), dan terhadap perbuatan taat seseorang tidak
boleh menerima gaji. Alasan mereka adalah sebuah riwayat dari „Amr ibn al-
„Ash yang mengatakan:
14
Ad-Dardir, op. cit., h.21. 15
Ibnu Qudamah, al-Mughni, (Riyadh: Maktabah ar-Roiyadh al-Haditsah, tt.), Jilid V, h.506.
28
16
“Apabila salah seorang di antara kamu dijadikan mu‟adzin (di Masjid) maka
janganlah kamu minta upah atas azan itu.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Nasa‟ i)
Akan tetapi, ulama Malikiyah17
dan Syafi‟ iyyah18
, menyatakan bahwa
boleh menerima gaji dalam mengajarkan Al-Qur‟ an, karena mengajarkan Al-
Qur‟ an itu merupakan suatu pekerjaan yang jelas. Alasan mereka adalah
sabda Rasulullah saw, yang menjadikan hafalan al-Qur‟ an seseorang menjadi
mahar, sebagaimana yang terdapat dalam sabda beliau yang berbunyi:
)
19(
“Rasulullah saw menikahkan seorang laki-laki dengan mahar ayat-ayat Al-
Qur‟an yang ada (hafal) padanya”. (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad ibn
Hanbal).
16
Ibid. 17
Ad-Dardir, op. cit., h.16.
18
Asy-Syarbaini al-khathib, Mughni al-Muhtaj, jilid II, h.344. 19
Ibid.
29
Menurut mereka, Hadits ini mengandung pengertian bahwa ayat Al-
Qur‟an boleh dijadikan mahar, sedangkan mahar biasanya bermakna harta. Di
samping itu, Rasulullah saw bersabda:
)
( 20
“Upah yang lebih berhak kamu ambil adalah dari mengajarkan Kitab Allah.”
(HR. Ahmad ibnu Hanbal, Abu Daud, Tirmidzi, dan ibnu Majah dari Sa‟ id al-
Khudri).
Berdasarkan sabda Rasulullah saw di atas, ulama malikiyyah
berpendapat boleh hukumnya menggaji seseorang untuk menjadi mu‟adzin
dan imam tetap di Masjid. Akan tetapi ulama Syafi‟iyyah tidak membolehkan
menggaji imam shalat. Akan tetapi seluruh ulama fiqih sepakat menyatakan
bahwa seseorang boleh menerima gaji untuk mengajarkan berbagai disiplin
ilmu, baik ilmu agama, seperti Fiqih dan Hadits, maupun ilmu umum, seperti
bahasa, sejarah, dan ilmu-ilmu eksakta, karena mengajarkan seluruh ilmu itu,
menurut mereka, bukanlah kewajiban pribadi tetapi kewajiban kolektif
(fardhu kifayah). Selanjutnya terdapat pula perbedaan pendapat ulama dalam
20
Asy-Syarbaini al-khathib, ibid.
30
hal mengambil upah dalam penyelenggaraan jenazah, seperti memandikan,
mangafani, dan menguburkannya. Ulama Hanafiyah mengatakan tidak boleh
mengambil upah dalam penyelenggaraan jenazah, karena hal itu merupakan
kewajiban seorang Muslim. Akan tetapi, jumhur ulama membolehkannya,
dengan alasan bahwa penyelenggaraan jenazah termasuk kewajiban kolektif
(fardhu kifayah), bukan kewajiban pribadi (fardhu „ain).21
7) Objek al-ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan, seperti rumah,
mobil, dan hewan tunggangan. Oleh sebab itu, tidak boleh dilakukan akad
sewa menyewa terhadap sebatang pohon yang akan dimanfaatkan penyewa
sebagai penjemur kain cucian, karena akad pohon bukan dimaksudkan untuk
penjemur cucian.
8) Upah/sewa dalam akad al-ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang
bernilai harta. Oleh sebab itu, para ulama sepakat menyatakan bahwa khamr
dan babi tidak boleh menjadi upah dalam akad al-ijarah, karena kedua benda
itu tidak bernilai harta dalam Islam.
9) Ulama Hanafiyah mengatakan upah/sewa itu tidak sejenis dengan manfaat
yang disewa.22
Misalnya, dalam sewa menyewa rumah. Jika sewa rumah
dibayar dengan penyewaan kebun, menurut mereka al-ijarah seperti ini
21 Ibnu Rusyd, Bidayah Mujtahid wa Nihayah Muqtashid, (Beirut: Darul Fikri, 1978) Jilid I,
h. 221.
22
Imam al-Kasani, al-Bada‟i al-Shana‟i, Jilid IV, h.194.
31
dibolehkan. Apabila sewa rumah itu dilakukan dengan cara mempertukarkan
rumah, seperti Munaf menyewakan rumahnya pada Indra. Indra dalam
membayar sewa rumah itu menyewakan pula rumahnya pada Munaf, sebagai
sewa; sedangkan dari segi kualitas dan kuantitas tidak berbeda. Sewa
menyewa seperti ini, menurut mereka, tidak sah. Akan tetapi, jumhur ulama
tidak menyetujui syarat ini, karena menurut mereka antara sewa dengan
manfaat yang disewakan boleh sejenis, seperti yang dikemukakan ulama
Hanafiyah di atas.23
c. Sifat Akad al-ijarah
Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang sifat akad al-ijarah, apakah
bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa
akad al-ijarah itu bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila
terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad, seperti salah satu pihak wafat atau
kehilangan kecakapan bertindak hukum.24
Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan
bahwa akad al-ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak
boleh dimanfaatkan. Akibat perbedaan pendapat ini terlihat dalam kasus apabila salah
seorang meninggal dunia, maka akad al-ijarah batal, karena manfaat tidak boleh
23
Ibid.
24 Az-Sarakhsi, op. cit, h.2
.
32
diwariskan karena termasuk harta (al-mal). Oleh sebab itu, kematian salah satu pihak
yang berakad tidak membatalkan akad al-ijarah.25
3. Pendapat Para Fuqaha Klasik dan Kontemporer
Pendapat para fuqaha; antara lain:
a. Al-Syairazi :
.26
“Boleh melakukan akad ijarah (sewa menyewa) atas manfaat yang
dibolehkan…karena keperluan terhadap manfaat sama dengan keperluan terhadap
benda. Oleh karena akad jual beli atas benda dibolehkan, maka sudah seharusnya
boleh pula akad ijarah atas manfaat.”
b. Ibnu Qudamah:
)(. 27
25
Ibnu Qudamah, op. cit., h.409, dan Ibnu Rusyd, op. cit., Jilid II, h.
26
Al-Syairazi, al-Muhadzdzab, al-Ijarah, juz I, h. 39
33
“Ijarah adalah jual beli manfaat; dan manfaat berkedudukan sama dengan
benda.”
c. Imam al-Nawawi, Ad-Dimyati, dan As-Syarbini:
. 28
“…kebutuhan orang mendorong adanya akad ijarah (sewa menyewa), sebab
tidak setiap orang memiliki kendaraan, tempat tinggal dan pelayan (pekerja).
Oleh karena itu, ijarah dibolehkan sebagaimana dibolehkan juga menjual benda.”
d. Ibnu Qudamah:
. 29
27
Ibnu Qudamah, al-Mughni al_Muhtaj, (Riyadh: Maktabah ar-Roiyadh al-Haditsah, tt.), Jilid
VIII, h.7.
28 Imam al-Nawawi, al-Majmu‟ Syarah al-Muhadzdzab, juz XV, h.308; al-Syarbini, Mughni
al-Muhtaj, juz II h. 332; al-Dimyathi, I‟anah al-Thalibin, Ijuz II, h.108.
34
“Benda yang disewa adalah amanah di tangan penyewa; jika rusak bukan
disebabkan kelalaian, penyewa tidak diminta harus bertanggung jawab
(mengganti).”
Pendapat para ulama tentang kebijakan pemerintah; antara lain:
a. Pendapat Ibn Nujaim
30
“Imam (kepala negara, pemegang otoritas) boleh melakukan kebijakan terhadap
kekayaan negara untuk hal-hal yang dipandangnnya mengandung maslahat bagi
mereka (warga negara); di antara kemaslahatan tersebut adalah menjual
29
Ibnu Qudamah, op. cit., h.113.
30Ibn Nujaim, al-Asybah wa al-Nazha‟ir, tahqiq: ‟Abd al-‟Aziz Muhammad al-Wakil, (al-
Qahirah: Mu‟assasah al-Halabi, 1968), h. 124; Walid Khalid al-Syayiji, al-Madkhal ila al-Maliyah al-
‟Ammah al-Islamiyah, (Yordan: Dar al-Nafa‟is, 2005), h. 201-202).
35
sebagian kekayaan baitul mal (perbendaharaan negara) guna menghimpun dana
yang cukup untuk membiayai kemaslahatan dan kebutuhan umum mereka. Hal itu
mengingat bahwa kebijakan Imam, apabila didasarkan pada maslahat yang
berhubungan dengan urusan umum, dipandang tidak sah menurut hukum Syariah
kecuali jika sesuai dengan maslahah; jika tidak sesuai dengan maslahah maka
kebijakan tersebut tidak sah”.
b. Pendapat Ibnu „Abidin
. 31
“Sultan (kepala negara) boleh menjual tanah baitul mal….karena imam (kepala
negara, pemegang otoritas) memiliki kekuasaan umum; dan ia boleh melakukan
kebijakan untuk kemaslahatan umat Islam.
4. Mekanisme Ijarah
Dilihat dari segi objeknya, akad al-ijarah dibagi para ulama fiqh kepada dua
macam, yaitu: yang bersifat manfaat dan yang bersifat pekerjaan (jasa). Al-ijarah
31
Ibn ‟Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar, (Beirut:Dar al-Kutub al-‟Ilmiyah, 2003), jilid 6, h.
298.
36
yang bersifat manfaat, umpamanya adalah sewa menyewa rumah, toko, kendaraan,
pakaian, dan perhiasan. Apabila manfaat itu merupakan manfaat yang dibolehkan
syara‟ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqh sepakat menyatakan boleh
dijadikan objek sewa menyewa.32
Al-ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang
untuk melakukan pekerjaan. Al-ijarah seperti ini, menurut para ulama fiqh,
hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, tukang
jahit, buruh pabrik, dan tukang sepatu. Al-ijarah seperti ini ada yang bersifat pribadi,
seperti menggeji seorang pembantu rumah tangga, dan yang bersifat serikat, yaitu
seseorang atau sekelompok orang yang menjual jasanya untuk kepentingan orang
banyak, seperti tukang sepatu, buruh pabrik, dan tukang jahit. Kedua bentuk al-ijarah
terhadap pekerjaan ini (buruh, tukang, dan pembantu), menurut para ulama fiqh,
hukumnya boleh.33
Apabila orang yang dipekerjakan itu bersifat pribadi, maka seluruh pekerjaan
yang ditentukan untuk dikerjakan menjadi tanggung jawabnya. Akan tetapi, para
ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa apabila objek yang dikerjakannya itu rusak
ditangannya, bukan karena kelalaian dan kesengajaan, maka ia tidak boleh dituntut
ganti rugi. Apabila kerusakan itu terjadi atas kesengajaan atau kelalaiannya, maka,
menurut kesepakatan pakar fiqh, ia wajib membayar ganti rugi. Misalnya, sebuah
32
Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Beirut: Darul Fikri 1984), jilid IV, h.759
dan seterusnya.
33Ibid.
37
piring terjatuh dari tangan pembantu rumah tangga ketika mencucinya. Dalam kasus
seperti ini, menurut kesepakatan pakar fiqh, pembantu itu tidak boleh dituntut ganti
rugi, karena pecahnya piring itu bukan disengaja atau karena kelalaiannya.
Penjual jasa untuk kepentingan orang banyak, seperti tukang jahit dan tukang
sepatu, apabila melakukan suatu kesalahan sehingga sepatu orang yang diperbaikinya
rusak atau pakaian yang dijahit penjahit itu rusak, maka para ulama fiqh berbeda
pendapat dalam masalah ganti rugi terhadap kerusakan itu. Imam abu Hanifah, Zufar
ibnu Huzail, ulama Hanbilah dan Syafi‟iyah, berpendapat bahwa apabila kerusakan
itu bukan karena unsur kesengajaan dan kelalaian tukang sepatu atau tukang jahit itu,
maka ia tidak dituntut ganti rugi barang yang rusak itu.34
Abu Yusuf dan Muhammad
ibn al-Hasan asy-Syaibani, keduanya sahabat Abu Hanifah, dan salah satu riwayat
dari Imam Ahmad ibn Hanbal berpendapat bahwa penjual jasa untuk kepentingan
umum bertanggung jawab atas kerusakan barang yang sedang ia kerjakan, baik
dengan sengaja maupun tidak, kecuali kerusakan itu di luar batas kemampuannya
untuk menghindari, seperti banjir besar atau kebakaran35
Ulama Malikiyah
berpendapat bahwa apabila sifat pekerjaan itu membekas pada barang yang
dikerjakan, seperti binatu, juru masak, dan bururh angkat (kuli), maka baik sengaja
34Imam al-Kasani, op. cit., h.195.
35
Ibnu Qudamah, op. cit., h.404.
38
maupun tidak disengaja, segala kerusakan yang terjadi menjadi tanggung jawab
mereka dan wajib diganti.36
B. Konsep Al-Bay‟ (Jual Beli) dalam Fiqh Muamalat
1. Pengertian Al-Bay‟ Jual Beli
Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bay‟ yang berarti menjual,
menganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-bay‟ dalam bahasa
Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-syira‟ (beli).
Dengan demikian, kata al-bay‟ berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli.
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang dikemukakan
ulama fiqh, sekalipun substansi dan tujuan masing-masing definisi adalah sama.
Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan:37
Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu; atau
36
Ad-Dardir, op. cit., h.4
37
Ibnu „Abidin, Radd al-Muhtar „ala ad-Darr al-Mukhtar, Jilid IV, hlm. 3, dan lihat juga
Iman al-Kasani, al-Bada‟i‟u ash-Shana‟i‟u, Jilid V, hlm. 133.
39
Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu
yang bermanfaat.
Dalam definisi ini terkandung pengertian bahwa cara yang khusus yang
dimaksudkan Ulama Hanafiyah adalah melalui ijab (ungkapan membeli dari pembeli)
dan qabul (pernyataan menjual dari penjual), atau juga boleh melalui saling
memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli. Di samping itu, harta yang
diperjualbelikan harus bermanfaat bagi manusia, sehingga bangkai, minuman keras,
dan darah, tidak termasuk sesuatu yang boleh diperjualbelikan, karena benda-benada
itu tidak bermanfaat bagi muslim. Apabila jenis-jenis barang seperti itu tetap
diperjualbelikan, menurut ulama Hanafiyah, jual belinya tidak sah.
Definisi lain dikemukakan ulama Maliiyah, Syafi‟iyah, dan Hanabilah.
Menurut mereka, jual beli adalah:38
Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan.
Dalam hal ini mereka melakukan penekanan kepada kata “milik dan
pemilikan”, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki,
seperti sewa menyewa (Ijarah).
38
Imam Nawawi, al-Majmu‟ Syarhul Muhazzab, (Beirut:Darul Fikri, 1980). Jilid IX, hlm. 65;
Asy-Syarbaini al-Khathib, Mughni al-Muhtaj, Jilid II, hlm. 2. Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Jilid III,
hlm.559; dan ad-Dardir, Asy-Syarhul Kabir „ala Hasyiyah ad-Dasuqi, Jilid III, hlm. 2.
40
Dalam menguraikan apa yang dimaksud dengan al-maal (harta), terdapat
perbedaan pengertian antara ulama Hanfiyah dengan Jumhur Ulama. Akibat dari
perbedaan ini, muncul pula hukum-hukum yang berkaitan dengan jual beli itu sendiri.
Menurut jumhur Ulama, yang dikatakan al-maal adalah materi dan manfaat. Oleh
sebab itu, manfaat dari suatu benda, menurut mereka, dapat diperjualbelikan.39
Ulama
Hanfiyah mengertikan al-maal dengan suatu materi yang mempunyai nilai. Oleh
sebab itu, manfaat dan hak-hak, menurut mereka, tidak boleh dijadikan obyek jual
beli.40
Pada masyarakat primitif jual beli dilangsungkan dengan cara saling
menukarkan harta dengan harta (al-muqayadah), tidak dengan uang sebagaimana
berlaku di zaman ini, karena masyarakat primitif belum mengenal alat tukar seperti
uang. Misalnya, satu ikat kayu api ditukar dengan satu liter beras, atau satu tangkai
kurma ditukar dengan satu tandan pisang. Untuk melihat apakah antara barang yang
saling ditukar itu sebanding, tergantung kepada kebiasaan masyarakat primitif itu.
Jual beli seperti ini dalam istilah fiqh disebut dengan al-muqayyadah.41
Setelah manusia mengenal nilai tukar (uang), jual beli al-muqayyadah mulai
kehilangan tempat. Akan tetapi, dalam perkembangan dunia modern dalam hubungan
dagang antar negara, menurut Fathi ad-Duraini, guru besar fiqh di Universitas
39
Ibid
40
As-Sarkhsi, al-Mabsuth, Jilid XII, hlm. 108.
41
Mustafa Ahmad Zarqo‟, al-„Uqud al-Musammah, (Damaskus: Darul Kitab, 1968), hlm. 34.
41
Damaskus, Syria, bentuk jual beli inilah yang berlaku, sekalipun untuk menentukan
jumlah barang yang ditukar tetap perhitungkan dengan nilai mata uang tertentu. Akan
tetapi, esensi al-muqayyadah masih dipakai. Misalnya, indonesia membeli spare part
kendaraan ke Jepang, maka barang yang diimpor itu dibayar dengan minyak bumi
dalam jumlah tertentu sesuai dengan nilai spare part yang diimpor Indonesia itu.
2. Dasar Hukum Al-Bay‟ (Jual Beli)
Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia
mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah saw.
Terdapat sejumlah ayat A-Qur‟an yang berbicara tentang jual beli, di antaranya dalam
surat Al-Baqarah, 2:275 yang berbunyi:
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.....
Tiada salahnya kamu mencari rezeki dari Tuhanmu. (QS. Al-Baqarah: 198)
42
.....Kecuali dengan jalan perdagangan yang didasari suka sama suka di antara
kamu.....(QS. An-Nisa: 29).
Dasar hukum jual beli dalam sunnah Rasulullah saw. Diantaranya adalah
hadits dari Rifa‟ah ibn rafi‟ bahwa:
Rasulullah saw. Ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa
yang paling baik. Rasulullah ketika itu menjawab: Usaha tangan manusia sendiri
dan setiap jual beli yang diberkati. (HR. Al-Bazzar dan Al-Hakim).
Artinya jual beli yang jujur, tanpa diiringi kecurangan-kecurangan mendapat
berkat dari Allah. Dalam hadits dari Abi Sa‟id al-Khudri yang diriwayatkan oleh Al-
Baihaqi, Ibn Majah dan Ibn Hibban, Rasulullah saw, menyatakan:
43
Jual beli itu didasarkan kepada suka sama suka.
Dalam riwayat At-Tirmizi Rasulullah saw bersabda:
Pedagang yang jujur dan terpercaya itu sejajar (tempatnya di surga) dengan para
Nabi, para shiddiqiin, dan para Syuhada‟.
3. Hukum Al-Bay‟ (Jual Beli)
Dari kandungan ayat-ayat Allah dan sabda-sabda Rasul di atas, para ulama
fiqh mengatakan bahwa hukum asal dari jual beli itu adalah mubah (boleh). Akan
tetapi, pada situasi-situasi tertentu, menurut Imam Asy-Syathibi (w. 790 H), pakar
fiqh Maliki, hukumnya boleh berubah menjadi wajib. Imam Asy-Syathibi memberi
contoh ketika terjadi praktik ikhtikar (penimbunan barang sehingga stok hilang dari
pasar dan harga melonjak naik). Apabila seseorang melakukan ikhtikar dan
mengakibatkan melonjaknya harga barang yang ditimbun dan disimpan itu, maka,
menurutnya, pihak pemerintah boleh memaksa pedagang untuk menjual barangnya
itu sesuai dengan harga sebelum terjadinya pelonjakan harga. Dalam hal ini,
menurutnya, pedagang itu wajib menjual barangnya sesuai dengan kebutuhan
44
pemerintah.42
Hal ini sesuai dengan prinsip Asy-Syathibi bahwa yang mubah itu
apabila ditinggalkan secara total, maka boleh menjadi wajib. Apabila sekelompok
pedagang besar melakukan boikot tidak mau menjual beras lagi, pihak pemerintah
boleh melakukan boikot tidak mau menjual beras lagi, pihak pemerintah boleh
memaksa mereka untuk berdagang beras dan para pedagang ini wajib
melaksanakannya. Demikian pula dalam komoditi-komoditi lainnya.
4. Rukun dan Syarat Al-Bay‟ (Jual Beli)
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli
itu dapat dikatakan sah oleh syara‟. Dalam menentukan rukun43
jual bei, terdapat
perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan Jumhur Ulama. Rukun jual beli
menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu iijab (ungkapan membeli dari pembeli)
dan qabul (ungkapan menjual dari penjual). Menurut mereka yang menjadi rukun
dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (rida/taradhi) kedua belah pihak untuk
melakukan transasksi jual beli. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan
unsur hati yang sulit untuk diindera sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan
indikasi yang menunjukkan kerelaan itu dari kedua belah pihak. Indikasi yang
menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual, menurut
42
Abu Ishaq Asy-Syathibi, Al-Muwafaqot fi Ushul As-Syari‟ah, (Beirut: Darul Ma‟rifah,
1975), Jilid II, hlm. 56.
43
Ulama Hanafiyah mengartikan rukun dengan sesuatu yang tergantung atasnya sesuatu yang
lain dan ia berada dalam esensi sesuatu tersebut. Sedangkan menurut Jumhur Ulama Fiqh, rukun
adalah sesuatu yang tergantung sesuatu yang lain atasnya, tetapi tidak harus berada pada esensi sesuatu
tersebut. Lihat Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Jakarta: Logos Publishing House, 1996), hlm. 263.
45
mereka, boleh tergambar dalam ijab dan qobul, atau melalui cara saling memberikan
barang dan harga barang (ta‟athi).44
Akan tetapi, jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat,
yaitu:45
a. Ada orang yang berakad atau al-muta‟aqidain (penjual dan pembeli).
b. Ada shighat (lafal ijab dan qobul).
c. Ada barang yang dibeli.
d. Ada nilai tukar pengganti barang.
Menurut ulama Hanafiyah, orang berakad, barang yang dibeli, dan nilai tukar
barang termasuk ke dalam syarat-syarat jual beli, bukan rukun jual beli.
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang
dikemukakan jumhur ulama di atas adalah sebagai berikut:46
a. Syarat orang yang berakad
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan akad jual
beli itu harus memenuhi syarat:
1) Berakal. Oleh sebab itu, jual beli yang dilakukan anak kecil yng belum berakal
dan orang gila, hukumnya tidak sah. Adapun anak kecil yang sudah mumayyiz,
menurut ulama Hanafiyah, apabila akad yang dilakukannya membawa
44
Ibnu „Abidin, Radd Al-Mukhtar „Alad Dirr al-Mukhtar, Jilid IV, hlm. 5.
45
Al-Bahuti, Kasysyaf al-Qina‟, (Beirut: Darul Fikri, tt), Jilid II, hlm. 125, Ad-Dardir, Asy-
Syarhul Kabir, Jilid III, hlm. 2, dan Asy-Syarbaini Al-Khatib, Al-Mughni Al-Muhtaj Jilid II, hlm. 3.,
46
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuhu, Jilid IV, hlm. 354.
46
keuntungan bagi dirinya, seperti menerima hibah, wasiat, dan sedekah, maka
akadnya sah. Sebaliknya, apabila akad itu membawa kerugian bagi dirinya,
seperti meminjamkan hartanya kepada orang lain, mewakafkan, menghibhkan,
maka tindakan hukumnya ini tidak boleh dilaksanakan.
2) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya, seseorang tidak
dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli.
Misalnya, Ahmad menjual sekaligus membeli baangnya sendiri.
b. Syarat orang yang terkait dangan Ijab Qobul
Para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul itu adalah
sebagai berikut:47
1) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
2) Qabul sesuai dengan ijab
3) Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majelis
.
c. Syarat barang yang dijualbelikan
Syarat-syarat terkait dengan barang yang dijualbelikan adalah:48
1) Barang itu ada, atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual menyatakan
kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.
47
Muhammad Yusuf Musa, Al-Amwaal wa Nazhariyatul „Aqd, (Mesir: Darul Fikri Al-„Arabi,
1976), hlm. 255.
48
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamiy Wa Adillatuhu, Jilid IV, hlm. 356.
47
2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.
3) Milik seseorang.Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh
dijualbelikan.
4) Boleh diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang disepakati
bersama ketika transaksi berlangsung.
d. Syarat-syarat Nilai Tukar (Harga Barang)
Termasuk unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai tukar barang yang
dijual (untuk zaman sekarang adalah uang). Harga yang dapat dipermainkan
pedagang adalah Ats-Tsaman. Para ulama fiqh mengemukakan syarat-syarat ats-
tsaman sebagai berikut:49
1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
2) Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum, seperti pembayaran
dengan cek dan kartu kredit.
3) Apabila barang itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang, maka
barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara‟.
49
Mustafa Ahmad Zarqa‟, Al-„Uqud Al-Musammah, hlm. 67.
48
C. Konsep Sales and Lease Back
1. Pengertian Sales and Lease Back
Sales and lease back adalah teknik jual dan sewa kembali. Suatu aset dapat
dibeli dari satu pihak dan kemudian disewakan pada pihak tersebut. Dalam kasus ini,
seharusnya kontrak ijarah tidak diputuskan kecuali sampai lembaga keuangan telah
memiliki aset tersebut. Aset-aset yang disewakan dengan teknik ini dapat dijual lagi
pada pemilik pertama, sebagaimana sebagian besar kasus penerbitan sovereign ijarah
sukuk. Walaupun demikian para pakar syari‟ah menyarankan agar klien sebaiknya
membeli kembali aset paling tidak satu tahun setelah penjualan. Hal ini untuk
menjamin bahwa teknik ini tidak digunakan sebagai “back door to interest”.
Sebagai contoh, dalam transaksi ini lessee terlebih dahulu menjual barang
modal yang sudah dimilikinya kepada lessor dan atas barang modal yang sama
kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha antara lessee (pemilik semula) dengan
lessor (pembeli barang modal tersebut). Lessee membutuhkan dana untuk modal
kerja, sehingga seolah-olah dia menjual asetnya (meskipun sebenarnya tidak karena
memang masih dibutuhkan).
2. Prinsip-prinsip Sales and Lease Back
a. Merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat
(beneficial title);
b. Pendapatan berupa imbalan sewa (kupon).
c. Terbebas dari unsur riba, gharar dan maysir;
49
d. Memerlukan underlying asset.
e. Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah
3. Mekanisme Sales and Lease Back
a. Penerbitan
1) SPV dan Obligor melakukan transaksi jual-beli aset, disertai dengan
Purchase and Sale Undertaking di mana Pemerintah menjamin untuk
membeli kembali aset dari SPV, dan SPV wajib menjual kembali aset
kepada Pemerintah, pada saat sukuk jatuh tempo atau dalam hal terjadi
default,.
2) SPV menerbitkan sukuk untuk membiayai pembelian aset.
Pemerintah/Obligor
SPV
(Penerbit)
Pemegang Sukuk
(Investor)
1) Penjualan
Aset
2) Penerbitan
Sukuk
Aset
Sukuk
Purchase & Sale
Undertaking 3) Penyewaan
Kembali Aset
Rp
Rp
50
3) Pemerintah menyewa kembali aset dengan melakukan perjanjian sewa
(Ijara Agreement) dengan SPV untuk periode yang sama dengan tenor
sukuk yang diterbitkan.
4) Berdasarkan servicing agency agreement, Pemerintah ditunjuk sebagai
agen yang bertanggungjawab atas perawatan asset
b. Mekanisme Pembayaran Imbalan
1) Obligor membayar sewa (Imbalan) secara periodik kepada SPV selama
masa sewa.
2) Imbalan dapat bersifat tetap (fixed rate) ataupun mengambang (floating
rate).
3) SPV melalui agen yang ditunjuk akan mendistribusikan imbalan kepada
para investor.
c. Mekanisme Saat Jatuh Tempo
1) Penjualan kembali aset oleh SPV kepada obligor sebesar nilai nominal
Sukuk, pada saat sukuk jatuh tempo.
2) Hasil penjualan aset, digunakan oleh SPV untuk melunasi sukuk kepada
investor.
Pemerintah (Obligor) SPV Pemegang Sukuk
Rp Rp
Pemerintah (Obligor) SPV Pemegang Sukuk
Rp Rp
Sukuk Aset
51
D. Konsep Sukuk
1. Pengertian Sukuk
Kata-kata Sakk, Sukuk, dan Sakaik dapat ditelusuri dengan mudah pada
litelatur Islam komersial klasik. Kata-kata tersebut terutama secara umum digunakan
untuk perdagangan internasional di wilayah muslim pada abad pertengahan,
bersamaan dengan kata hawalah (menggambarkan transfer/pengiriman uang) dan
mudharabah (kegiatan bisnis persekutuan). Akan tetapi, sejumlah penulis barat
tentang sejarah perdagangan Islam/Arab abad pertengahan memberikan kesimpulan
bahwa kata Sakk merupakan kata dari suara Latin “cheque” atau “Check” yang
biasanya digunakan pada perbankan kontemporer.50
Suatu kenyataan dari keseluruhan sistem Islam bahwa alternatif yang
berlandaskan syariah keberadaannya seharusnya merupakan alternatif terhadap
aktivitas yang tidak berlandaskan syariah, yang selalu berlanjut sepanjang masa dan
diakui, yang dipraktikkan oleh umat manusia pada seluruh aspek kehidupan. Dalam
hal ini, para sarjana muslim selama bertahun-tahun telah memberikan pemikiran
mendasar, untuk mencari alternatif Islam terhadap instrumen keuangan konvensional
yang dapat diperdagangkan.
Fakta empiris membuktikan dan menyimpulkan bahwa sukuk secara nyata
digunakan secara luas oleh masyarakat muslim pada abad pertengahan, dalam bentuk
50
Mustafa Edwin Nasution dan Nurul Huda, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta:
Kencana Pradana Media Grup, 2008), h.136
52
surat berharga yang mewakili kewajiban pembiayaan yang berasal dari perdagangan
dan kegiatan komersial lainnya.
Berkaitan dengan perspektif dan kepentingan sejarah, asal produk dalam
konteks kontemporer merupakan satu dari keputusan pertama dari Dewan Perundang-
undangan Islam (IJC) yaitu “bahwa kombinasi aset tertentu (atau manfaat dari aset
tersebut) dapat diwakili dalam bentuk instrumen pembiayaan tertulis yang dapat
dijual pada harga pasar dengan ketentuan bahwa komposisi kelompok aset yang
diwakili oleh sukuk mayoritas terdiri dari aset yang tangible.”51
Penetapan aturan oleh IJC ini, walaupun tidak ada hubungannya dengan pihak
tertentu, bagaimanapun dipandang sebagai terobosan syariah demi kepentingan umat
di dunia muslim.
Dengan dukungan dari IJC, dan diikuti dengan periode pembangunan teori
dan model, maka pada tahun 2001 adalah pertama kalinya program sukuk diluncurkan
di pasar, inisiatif oleh Agen Moneter Bahrain (Bahrain Monetary Agency/BMA)
berkaitan dengan sukuk salam jangka pendek (91 hari) senilai 25 juta $erika
diluncurkan pada bulan Juni 2001 dan telah diterima dengan baik di pasar.
BMA melanjutkan program sukuk salam-nya dengan sukuk ijarah berjangka
panjang sebelum Malaysia (Juni 2002) dan Qatar (2003) untuk menangkap pasar
Internasional dengan menawarkan sukuk mega sovereign.
51 Mustafa Edwin Nasution dan Nurul Huda, ibid, h.136
53
Dengan debut pada pasar jutaan ini, standar syariah dengan tema “sukuk
investasi” berdasarkan Akuntansi dan Auditing Organisasi untuk Institusi Keuangan
Islam” (AAOIFI) yang diterapkan pada bulan Mei 2003, sesungguhnya penting dari
operasionalnya sebagaimana juga penting dipandang dari perspektif aturan.
Standar yang menjadi efektif dengan pengaruh dari 1 Januari 2004 mencatat
bahwa “sukuk adalah sertifikat dengan nilai yang sama yang mewakili bagian
kepemilikan yang sepenuhnya terhadap aset yang tangible, manfaat dan jasa atau
(kepemilikan dari) aset dari suatu proyek atau aktivitas investasi khusus.”52
Standar AAOIFI yang berasal dari institusi yang memperhatikan dengan baik
aspek perbankan Islam dan konvensional sesungguhnya tepat pada waktunya, karena
hal ini memberikan dukungan yang diperlukan untuk pokok persoalan ini. Misalnya,
adalah cukup membantu dalam hal menciptakan beberapa bentuk syariah lintas
batas/negara di dunia Islam, dikarenakan standar ditandatangani oleh 14 sarjana
muslim yang terdiri dari sarjana muslim terkemuka dari aliran (mazhab) utama
negara-negara muslim Timur Tengah, juga dari Malaysia, Pakistan, dan Sudan.
Meskipun demikian, debut dari sukuk telah menyebabkan pergeseran
paradigma terhadap sifat produk keuangan Islam yang secara umum dianggap tidak
likuid dan juga kurang berkualitas dalam orientasi pasar.
52 Ibid, h. 137.
54
Dengan melihat sifat-sifat umum dari sukuk akan memperlihatkan bahwa
sukuk cukup memiliki kualitas yang sama dengan semua pasar lain yang berorientasi
asset keuangan konvensional, termasuk hal-hal berikut ini:53
Dapat diperdagangkan Sukuk mewakili pihak pemilik aktual dari
aset yang jelas, manfaat aset atau
kegiatan bisnis dan juga dapat
diperdagangkan pada harga pasar
Dapat diperingkat Sukuk dapat diperingkat dengan mudah
oleh Agen Pemberi Peringkat regional
dan internasional
Dapat ditambah Sebagai tambahan terhadap aset utama
atau kegiatan bisnis, sukuk dapat dijamin
dengan bentuk kolateral berlandaskan
syariah lainnya
Fleksibilitas hukum Sukuk dapat distruktur dan ditawarkan
secara nasional dan global dengan pajak
yang berbeda
Dapat ditebus Struktur sukuk diperbolehkan untuk
memungkinkan penebusan
53
Ibid, h. 138.
55
Dilihat dari persamaannya, sukuk sering disamakan dengan surat obligasi
(bond) dan bahkan produk-produk pasar modal konvensional lainnya, walaupun
produknya agak berbeda dengan sifatnya, sebagaimana yang terlihat dari
perbandingan berikut ini:
Dibandingkan
Surat obligasi Surat obligasi murni
mewakili utang pada penerbit
Sukuk mewakili pihak yang
memiliki aset yang berwujud
dan/atau jelas, kegiatan ekonomi
dan jasa
Saham Saham mewakili pihak yang
memiliki sebuah perusahaan
Sukuk yang diterbitkan oleh
perusahaan yang mewakili
sepenuhnya kepemilikan
perusahaan pada aset, proyek, jasa,
dan kegiatan tertentu yang
berhubungan dengan perusahaan
Derivatif Derivatif mewakili turunan
berganda dari kontrak yang
berbeda yang dibuat dari
kontrak dasar utama
Sukuk berhubungan hanya dengan
satu kontrak dan memelihara
kesinambungan aset sepanjang
waktu
Sekuritisasi Sekuritisasi secara umum
berhubungan dengan
Sukuk (menurut definisi AAOIFI)
adalah sertifikat yang bernilai sama
56
mengubah pinjaman dan
tagihan dalam berbagai jenis
menjadi sekuritas yang dapat
dipasarkan dengan mengemas
pinjaman menjadi satu
kesatuan, kemudian menjual
saham kepemilikan
yang mewakili bagian kepemilikan
yang sepenuhnya dari aset yang
tangible, manfaat aset, dan jasa
Pada prinsipnya sukuk atau obligasi syariah adalah surat berharga sebagai
instrumen investasi yang diterbitkan berdasar suatu transaksi atau akad syariah yang
melandasinya (underlying transaction), yang dapat berupa ijarah (sewa), mudharabah
(bagi hasil), musyarakah, atau yang lain. Sukuk yang sekurang-kurangnya banyak
diterbitkan adalah berdasarkan akad sewa (sukuk al-ijarah), di mana hasil investasi
berasal dan dikaitkan dengan arus pembayaran sewa aset tersebut. Meskipun
demikian sukuk dapat pula diterbitkan berdasarkan akad syariah yang lain.
Penerbitan instrumen investasi ini dapat dipandang sebagai inovasi baru
dalam keuangan syariah. Sukuk bukan instrumen utang piutang dengan bunga (riba),
seperti obligasi yang kita kenal dalam keuangan konvensional, tetapi sebagai
instrumen investasi. Sukuk diterbitkan dengan suatu underlying asset dengan prinsip
syariah yang jelas.54
54 Ibid, h. 138.
57
Sukuk (jamak dari kata sak) secara luas digunakan oleh masyarakat muslim di
Era Pertengahan sebagai surat berharga yang merupakan obligasi keuangan yang
berasal dari perdagangan atau kegiatan lainnya. Bagaimanapun, struktur sukuk saat
ini berbeda dari sukuk yang mula-mula digunakan dan mirip dengan konsep
sekuritisasi konvensional; suatu proses di mana kepemilikan aset-aset utama
dipindahkan kepada sejumlah besar investor melalui surat berharga yang umum
diketahuinya sebagai sanat, sertifikasi, sukuk, atau instrumen lain yang
menggambarkan proporsi nilai dari aset yang relevan.
2. Prinsip-prinsip Sukuk
Seluruh bentuk struktur hukum bisa digunakan untuk penawaran sukuk
asalkan ketentuan berdasarkan syariah dilakukan sepanjang siklus hidup dari
perjanjian/kontrak. Ketentuan syariah berlaku untuk pelaksanaan oleh pihak-pihak
yang berkepentingan terhadap transaksi dan keseluruhan gambar harus dilihat untuk
menentukan apakah transaksi tersebut sudah sesuai dengan prinsip-prinsip
syariahnya.
Prinsip-prinsip sukuk itu antara lain:
a. Bahwa sukuk, harus menggambarkan keterbukaan secara menyeluruh tentang
seluruh informasi yang berkaitan dengan penawaran dan informasi tentang aset-
aset utama. Hal ini untuk menghindari bentuk-bentuk penipuan atas aset yang
tidak diketahui (jahala) atau perjudian (maysir), dan spekulasi (gharar)
58
b. Bahwa sukuk bukan dokumen moneter yang berkaitan dengan receivables
(tagihan), tetapi mewakili bentuk kepemilikan yang aktual dan legal terhadap aset
tangible, usufruct (manfa‟ah) dan jasa yang spesifik.
c. Bahwa sukuk hanya dapat diterima sebagai sekuritas, yang menunjukkan
kepemilikan, yang dapat diperjualbelikan dengan sah jika diterbitkan setelah
penerimaan nilai dari sukuk, penandatanganan dan penempatan dana yang
dimobilisasi untuk tujuan di mana sukuk diterbitkan.
d. Bahwa sukuk tidak mewakili utang dari orang yang diberi utang oleh penerbit
kepada pemegang sukuk, tetapi merupakan pemegang sertifikat yang berbagi
return sebagaimana yang telah ditetapkan pada perjanjian dan menanggung
kerugian sesuai porsi dari sertifikat yang dibeli.
e. Bahwa sukuk yang diterbitkan dan diperdagangkan didasarkan pada kontrak
investasi yang berlandaskan syariah dan sesuai dengan aturan syariah tertentu
yang dapat menentukan kontrak tersebut.
f. Bahwa tidak ada satu aktivitas pun dari penawaran yang terjadi, melibatkan
penjualan tertentu dari obligasi utang (receivables), atau penjualan dari arus kas
yang diharapkan atau berhubungan dengan obligasi berdasarkan bunga. 55
55 Muatafa Edwin Nasution dan Nurul Huda, ibid. h. 162
59
3. Jenis-jenis Sukuk
Sukuk dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan bentuk syariah
sebagai kontrak atau subkontrak utama, yang paling penting adalah syirkah, ijarah,
salam, dan istishna‟. Menurut aturan dasar syariah, investasi sukuk harus distruktur,
pada satu sisi berdasarkan prinsip mudharabah. Pada sisi lain, bisnis dapat
dilaksanakan melalui bentuk/instrumen partisipatory (keikutsertaan) atau fixed
return. Jadi, tingkat return pada sukuk akan berupa variabel atau quasi fixed (pada
kasus dalam bentuk fixed return). Sukuk pada kategori kedua dapat dibuat sukuk
dengan fixed return melelui provisi berupa jaminan pihak ketiga.56
Dalam istilah penggunaan dana-dana yang dimobilisasi oleh institusi
keuangan, berikut ini merupakan kategori dari sukuk: sukuk mudharabah, sukuk
musyarakah, sukuk kepemilikan pada aset yang disewa jual, sukuk kepemilikan
usufructs, sukuk salam, sukuk istishna‟dan sukuk murabahah. Karena prinsip
mudharabah adalah dasar untuk semua sukuk, kategori lain dari sukuk.
a. Sukuk Mudharabah
Sukuk atau sertifikat mudharabah dapat menjadi instrumen dalam
meningkatkan partisipasi publik pada kegiatan investasi dalam suatu perekonomian.
Jenis ini merupakan sertifikat yang mewakili proyek atau kegiatan yang dikelola
berdasarkan prinsip mudharabah dengan menunjuk partner atau pihak lain sebagai
56
The Council of Islamic Fiqh Academy, Resolutions and Recommendation‟s, (Jeddah: IRT,
2000), h.65.
60
mudharib untuk manajemen bisnis. Berdasarkan keputusan Islamic Fiqh Academy
dari OIC, berikut ini adalah ciri-ciri yang melekat pada sertifikat mudharabah:57
1) Sukuk mudharabah (SM) mewakili kepemilikan umumdan memberi hak
pemegangnya untuk berbagi pada proyek khusus.
2) Kontrak sukuk mudharabah didasarkan pada pengumuman resmi dari penerbit
atau prospektus, yang harus memberikan seluruh informasi yang diperlukan oleh
syariah untuk kontrak Qiradh seperti jenis modal, rasio untuk distribusi profit dan
kondisi lain yang berhubungan dengan penerbit, yang harus disesuaikan dengan
syariah.
3) Pemegang sukuk mudharabah diberikan hak untuk memindahkan kepemilikan
dengan menjual sertifikat di pasar sekuritas sesuai nilainya. Nilai pasar sertifikat
mudharabah bervariasi berdasarkan status bisnis dan keuntungan yang diantisipasi
atau diharapkan dari proyek yang dijalankan. Penjualan sukuk mudharabah harus
mengikuti aturan berikut ini:
a) Jika modal mudharabah, sebelum beroperasinya proyek tertentu, adalah masih
berbentuk uang, perdagangan sukuk mudharabah akan seperti pertukaran uang
dengan uang dan hal tersebut harus memenuhi aturan bay‟al-sarf.
b) Jika modal muqaradhah adalah dalam bentuk utang, harus didasarkan pada
prinsip-prinsip perdagangan utang dalam hukum Islam.
57
Ibid, h. 61-65.
61
c) Jika modal muqaradhah adalah dalam bentuk kombinasi tunai, tagihan, barang,
aset, dan manfaat riil, perdagangan harus didasarkan pada harga pasar yang
berkembang berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.
4) Manager/supervisor yang menerima pendanaan yang dikumpulkan dari pelanggan
untuk sukuk mudharabah juga dapat menginvestasikan dananya sendiri. Ia akan
memperoleh keuntungan untuk kontribusi modalnya sebagai tambahan pada
bagian keuntungan sebagai mudharab.
5) Tidak prospektus dan tidak juga sukuk mudharabah yang berisi jaminan, baik dari
pihak penerbit atau manajer pendanaan, untuk modal atau keuntungan berdasarkan
persentase modal. Oleh sebab itu:
a) Prospektus atau Penerbit sukuk mudharabah sesuai dengan hal tersebut, tidak
boleh menerapkan pembayaran atau jumlah tertentu kepada pemegang sukuk
mudharabah;
b) Keuntungan harus dipisahkan, sebagaimana yang ditentukan oleh aturan yang
diterapkan syariah; bahwa sejumlah kelebihan dari modal dan bukan
penerimaan atau hasil;
c) Perhitungan Laba dan Rugi dari proyek harus dipublikasikan dan
disebarluaskan pada pemegang sukuk mudharabah.
6) Diperbolehkan untuk membuat cadangan untuk kondisi tak terduga, seperti
hilangnya modal, dengan mengurangi dari keuntungan sejumlah persentase
tertentu setiap periode.
62
7) Prospektus juga dapat berisi janji yang dibuat oleh pihak ketiga, yang secara
keseluruhan tidak berhubungan dengan pihak-pihak yang melakukan kontrak,
dalam bentuk entitas hukum atau status keuangan, untuk sumbangan dalam jumlah
tertentu, tanpa balasan keuntungan, untuk mengatasi kerugian pada proyek
tertentu; diberikannya komitmen semacam ini adalah independen dalam kontrak
mudharabah. Bagaimanapun, tidak diperbolehkan bagi pihak penerbit untuk
menjamin modal yang berasal dari mudharabah.58
b. Sukuk Musyarakah
Ini merupakan sertifikat nilai yang sama yang diterbitkan untuk memobilisasi
dana, yang digunakan berdasarkan persekutuan/firma sehingga pemegang-
pemegangnya menjadi pemilik dari proyek yang relevan atau memiliki aset
berdasarkan bagian masing-masing yang merupakan bagian dari portofolio aset
mereka. Sukuk musyarakah dapat diterbitkan sebagai sertifikat yang ditebus oleh,
atau, untuk sektor perusahaan atau untuk individu-individu untuk
rehabilitasi/kepegawaian mereka, untuk pembelian kendaraan bermotor untuk
penggunaan komersial mereka atau untuk pengembangan klinik, rumah sakit, pabrik,
pusat perdagangan dengan standar tinggi.59
Sukuk musyarakah yang dapat ditebus relatif sama dengan sukuk mudharabah.
Untuk itu, aturan dasar syariah yang berhubungan dengan mudharabah juga akan
58 The Council of Islamic Fiqh Academy, Ibid, h. 61-65
59
Mustafa Edwin Nasution dan Nurul Huda, op. cit., h. 143
63
diterapkan untuk sertifikat musyarakah. Perbedaan utamanya hanyalah pada pihak
perantara yang akan menjadi partner dari kelompok yang melakukan perjanjian, yang
diwakili oleh badan pemegang sertifikat musyarakah sebagaimana cara yang sama
pada perusashaan pemegang saham gabungan.60
Contoh yang sangat bagus dari sukuk musyarakah adalah Term Finance
Certificates (TFCs) 5 tahun setara dengan 360 juta Pak Rupee, yang diterbitkan oleh
Industri Kimia Sitara, perusahaan terbatas publik di Pakistan pada bulan Juni 2002.
TFCs ini untuk periode 5 tahun, didasarkan pada mekanisme bagi keuntungan dan
kerugian dengan pemegang TFCs yang dihubungkan dengan operasional keuntungan
atau kerugian perusahaan. Tingkat keuntungan yang pasti dari investasi pada TFCs
tidak dapat ditentukan terlebih dahulu untuk setiap tahun. Berdasarkan data akhir
Desember 2004, Sitara memberikan return yang bagus selama dua tahun terakhir
(masing-masing 21,3 persen dan 22,8 persen).61
Di Sudan, sejumlah aset Menteri Keuangan dan Bank of Sudan, Bank of
Khatoum, nilai bank dan entitas publik lainnya telah diidentifikasi untuk tujuan
sekuritisasi dengan dasar musyarakah. Instrumennya dikenal sebagai Sertifikat
Musyarakah Bank Sentral dan Sertifikat Musyarakah Pemerintah yang diterbitkan
60 Hamoun Hasan Sami, Islamic Financial Instrument Based on Intermediary Contracts,
(Jeddah: IRTI, 1998).
61
Mustafa Edwin Nasution dan Nurul Huda, op. cit., h. 144.
64
untuk para investor. CMCc dijual (atau dibeli) oleh Bank Sentral melalui pelelangan
dan dapat diperdagangkan pasar antarbank sekunder.62
c. Sukuk Ijarah
Sukuk ijarah adalah sekuritas yang mewakili kepemilikan aset yang
keberadaannya jelas dan diketahui, yang melekat pada suatu kontrak sewa beli
(lease), sewa di mana pembayaran return pada pemegang sukuk. Berkat fleksibilitas
pada aturan ijarah, pelaksanaan sekuritisasi kontrak ijarah merupakan likuiditas dan
untuk pembiayaan kebutuhan-kebutuhan sektor publik di negara-negara berkembang.
Pembayaran dari sewa manfaat oleh penyewa. Hal ini bisa dibuat sebelum memulai
keputusan yang saling menguntungkan antara pihak-pihak yang terlibat. Fleksibilitas
dapat digunakan untuk mengubah bentuk yang berbeda dari kontrak dan sukuk dapat
disesuaikan untuk tujuan berbeda dari penerbit dan para pemegang sukuk. Pemerintah
dapat menggunakan konsep ini sebagai alat alternatif dari peminjaman berdasarkan
bunga asalkan, mereka memilki aset jangka panjang yang dapat digunakandalam
proses pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan. Penggunaan aset oleh pemerintah
dimungkinkan, tidak masalah apakah aset ini meningkatkan pendapatan atau tidak.
Berikut ini ciri-ciri yang harus dipertahankan dalam memandang sekuritisasi
dengan ijarah:
1) Penting untuk kontrak ijarah bahwa baik aset yang disewa beli dan jumlah yang
disewa diketahui dengan jelas oleh pihak-pihak yang terkait pada saat kontrak dan
62
Muhammad Ayub, Islamic Banking and Finance: Theory and Practice, (Pakistan: State
Bank of Pakistan), h. 128-131.
65
jika kedua hal ini diketahui, ijarah dapat dikontrakkan pada suatu aset atau suatu
bangunan yang belum dikonstruksi, selama hal tersebut dijelaskan sepenuhnya
dalam kontrak asalkan pihak yang menyewakan secara normal mampu
mendapatkannya, membangun atau membeli aset yang disewakan pada saat yang
ditentukan untuk pengirimannya kepada penyewa.63
Pihak yang menyewakan
dapat menjual aset yang disewa asalkan hal itu tidak menghalangi penyewa untuk
mengambil manfaat dari aset tersebut. Pemilik baru mempunyai hak untuk
menerima penyewaan pada sisa periode yang ada. Dengan cara yang sama, mereka
dapat mengatur bagian dari aset mereka kepada pemilik baru secara individu atau
secara kolektif.
2) Penyewaan dalam ijarah harus ditetapkan dalam bentuk yang jelas untuk bentuk
yang pertama dari sewa beli, dan untuk bentuk perubahan di masa yang akan
datang, mungkin saja konstan, meningkat atau menurun oleh
pencontohan/benchmarking atau menghubungkannya dengan variabel-variabel
yang jelas, seperti tingkat inflasi, indeks harga yang diumumkan secara teratur,
atau bentuk lain yang ditetapkan berdasarkan persentase. Para pakar syariah
mengizinkan pencontohan dengan referensi tingkat bungan tertentu, walaupun ini
bukan praktik yang ideal bagi mereka.
3) Menurut aturan syariah, pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan
karakteristik utama atau dasar dari aset merupakan tanggung jawab pemilik,
63 Saiful Azhar Rosly dan Sanusi Mahmood, The Application of Bay al-Inah dan Bay Dayn in
Malaysian Islamic Bonds: An Islamic Analysis. (Malaysia: AAOIFI, 2003), h. 140-157.
66
sementara pengeluaran untuk pemeliharaan yang berhubungan dengan
operasionalnya ditanggung oleh penyewa. Untuk itu, return yang diharapkan yang
mengalir dari sukuk semacam ini tidak dapat ditetapkan dan ditentukan di muka
secara pasti. Dalam perspektif sukuk ijarah ini seharusnya diberlakukan sebagai
instrumen Quasi fixed return dalam keuangan Islam. Bagaimanapun, dapat
disetujui antara pihak-pihak terkait bahwa penyewaan akan terdiri dari dua bagian,
satu untuk pembayaran kepada pihak yang menyewakan dan yang lain sebagai
pembayaran “pada rekening”, yang dilakukan oleh penyewa untuk biaya-biaya
tertentu yang berhubungan dengan pemilik aset.
4) Sebagai prosedur yang harus diperhatikan untuk penerbitan sukuk ijarah, SPV
diciptakan untuk membeli aset yang mengeluarkan sukuk kepada para investor,
yang memungkinkannya untuk membuat pembayaran untuk pembelian aset
tersebut. Aset tersebut kemudian disewakan kepada pemerintah atau bentuk
perusahaan tertentu untuk digunakan. Penyewa membuat pembayaran sewa secara
teratur kapada SPV yang kemudian mendistribusikan hal yang sama kepada
pemegang sukuk. Jadi, pihak yang menyewakan dapat menetapkan peningkatan
penyewaan, peningkatan penyewaan pada sukuk dapat diindikasikan dengan
kemungkinan variasi yang sangat kecil, yang mungkin dapat disebabkan oleh
pembayaran dari pengeluaran-pengeluaran tidak terduga oleh pemilik oleh pihak
yang menyewakan atau kemungkinan adanya pembatalan oleh penyewa.
67
d. Sukuk Istishna‟
Istishna‟ adalah perjanjian kontrak untuk barang-barang industri yang
memperbolehkan pembayaran tunai dan pengiriman di masa depan atau pembayaran
di masa depan dan pengiriman di masa depan dari barang-barang yang dibuat
berdasarkan kontrak tertentu. Hal ini dapat digunakan untuk mendapatkan fasilitas
pembiayaan pembuatan atau pembangunan rumah, pabrik, proyek, jembatan, jalan,
dan jalan tol. Di samping kontrak istishna‟ yang paralel dengan subkontraktor, bank-
bank Islam dapat melakukan pembangunan aset tertentu dan menjualnya untuk harga
yang ditunda, dan melakukan subkontrak pembangunan aktual kepada perusahaan
khusus.64
Pada istishna‟, keepemilikan penuh dari bagian yang dibangun segera
dipindahkan kepada pembeli dengan harga jual yang ditunda yang secara normal
tidak hanya menutupi biaya pembangunan tetapi juga keuntungan yang dapat
disahkan, termasuk hal-hal lain, biaya pengikatan dana untuk jangka waktu periode
pembayaran kembali. Pembayaran harga yang ditunda dapat didokumentasikan dalam
form sukuk (sertifikat dalam bentuk utang) yang dikenal sebagai sukuk istishna‟.
Larangan terhadap riba mencegah penjualan sertifikat utang ini kepada pihak ketiga
pada harga selain pada harga yang tercantum (face value). Bagaimanapun, mereka
dapat memindahkan face value kepada pihak ketiga. Para pembangun, industri-
industri besar, dan pemasok-pemasok besar dapat menjual aset tertentu dariIFIs
64
Ibid. h. 158.
68
berdasarkan istishna‟ dengan pembayaran yang ditunda dan menerbitkan sukuk
istishna‟ yang dapat ditebus secara periodik berdasarkan perjanjian pembayaran
mereka. Pemegang sukuk istishna‟ dapat membeli properti barang-barang dagangan
untuk harga yang ditunda. Begitu diperoleh, properti atau barang-barang dagangan
tersebut dapat diatur dalam berbagai cara.
e. Sukuk Salam
Salam adalah kontrak dengan pembayaran harga di muka, yang dibuat untuk
barang-barang yang dikirim kemudian. Tidak diperbolehkan menjual komoditas yang
diurus sebelum menerimanya. Untuk itu, penerima tidak boleh menjual kembali
komoditas salam sebelum menerimanya, akan tetapi ia boleh menjual kembali
komoditas-komoditas tersebut dengan kontrak yang lain yang paralel dengan kontrak
pertama. Dalam kasus ini, kontrak pertama dan kedua harus independen satu sama
lain. Spesifikasi dari barang dan jadwal pengiriman dari kedua kontrak harus sesuai
satu sama lain, tetapi kedua kontrak dapat dilakukan secara independen.65
Kemungkinan untuk memiliki sertifikat salam yang dapat diperjualbelikan
belum dapat diputuskan. Sejauh ini, para pakar cenderung belum dapat menerimanya.
Diperlukan analisis tentang penjualan kembali barang yang dibeli dengan
menggunakan salam sebelum dimiliki oleh pembelian pertama, khususnya pada
situasi di mana ia harus memelihara persediaan dari barang tersebut.
65 Ibid, h. 159.
69
f. Sukuk Murabahah
“Surat Berharga” yang mewakili obligasi moneter, yang dikeluarkan untuk
transaksi penjualan kredit oleh bank, tidak dapat menciptakan instrumen yang dapat
diperjualbelikan. Sementara tagihan (receivable) murabahah tidak dapat mengambil
return tertentu, perjanjian mereka juga harus berdasarkan nilai yang tercantum. Sukuk
murabahah lebih memungkinkan digunakan untuk hal yang berhubungan dengan
pembelian barang untuk sektor publik. Dalam kasus pemerintah membutuhkan
barang-barang dengan harga yang tinggi, maka dimungkinkan untuk membelinya
melalui penjualan kredit dengan membayar angsuran. Penjual akan melakukan
amortisasi biaya dan return-nya (margin keuntungan) untuk keseluruhan periode
angsuran. Pemerintah akan menerbitkan sertifikat berdasarkan jumlah angsuran.
Setiap sertifikat memiliki tanggal jatuh tempo, yang mewakili hak kepemilikan dari
penjual yang tidak dapat dipindahtangankan dan sejumlah klaim yang tidak dapat
diubah. Penjual atau pemegang sertifikat pertama dapat memindahkan hak
kepemilikannya kepada pihak lain, di mana pembayaran akan sama dengan nilai yang
tercantum pada sertifikat dikurangi biaya pengumpulan. 66
4. Mekanisme Sukuk
Walaupun memiliki sifat berbeda dan diatur secara ketat oleh batasan-batasan
syariah, sukuk memiliki daya tarik bagi seluruh tipe investor internasional karena
66
Ibid, h.160.
70
kecocokannya dengan struktur sekuritas konvensional. Akan tetapi, keserbagunaan
produk ini membutnya dapat diaplikasikan pada seluruh jenis aset yang sah yang
dapat menghasilkan aliran pendapatan yang dapat diprediksi.
Sukuk Ijarah (sukuk yang disewakan berdasarkan penjualan aset dan
disewakan kembali) mengikuti mekanisme parameter transaksi sebagai berikut:67
1) Ketersediaan aset masyarakat yang memenuhi syarat dan penjualannya (terpisah)
oleh pemilik (ahli waris). Aset utama harus ada dalam bentuk yang terdefinisikan
dengan baik dan secara hukum dapat dilaksanakan. Aset sebaiknya juga
mempunyai volume yang cukup besar dan homogen, untuk memudahkan analisis
statistik.
2) Tidak ada gangguan aliran keuntungan dan pembayaran pinjaman pokok kepada
pemegang sukuk selama jangka waktu transaksi.
3) Penebusan sukuk dan pembayaran kembali dari pemegang sukuk dan
pengembalian hak milik kepada pemilik semula aset.
4) Pemilik (ahli waris) dari suatu aset (yang disewakan) menjual hal yang sama
kepada “bankrupty remote”, perusahaan untuk tujuan khusus (penerbit) dalam
bentuk yang dikualifikasikan sebagai “true sale”. Berdasarkan pandangan
syariah, penjualan semacam ini tidak bisa menjadi nyata melalui perpindahan
nama secara nyata, tetapi juga harus dilengkapi secara konstruktif melalui
pemahaman dokumen secara tepat.
67 Jama Adam Nathif, Sukuk: A Panacea for Convergance and Capital Market Development
in the OIC Countries. (Jakarta: 2008).
71
5) Penerbitan dan penjualan dilakukan oleh penerbit, baik dalam bentuk penerimaan
swasta atau penawaran umum, dari sekuritas (sukuk) kepada pemegang sukuk –
biasanya kepada investor lembaga. Dukungan hukum untuk transaksi akan
menjamin bahwa sukuk diterbitkan melalui jalur sekuritas, yang memungkinkan
pertisipasi langsung bagi investor dalam mengabungkan aset. Dengan kata lain,
sukuk mewakili kepentingan investor pada aset utama dan juga dalam
menghasilkan aliran kas. Pinjaman pokok dan dan keuntungan yang terkumpul
dari aset diterima pemegang sukuk. Saat penawaran ditutup, dana berpindah dari
pemegang sukuk kepada penerbit dan dari penerbit kepada pemilik aset.
Pemegang sukuk, begitu kontrak ditutup memiliki kebebasan untuk
memperdagangkan (menjual) sukuk pada pasar sekunder dan untuk
mempertahankannya.
6) Dividen (keuntungan) sukuk dan pembayaran modal (pinjaman pokok)
selanjutnya dipenuhi dari uang sewa penyewaan yang diterima dari penyewa dan
dari bagian penting aset lainnya. Jadi, aset yang dibeli secara khusus mewakili
sumber kas pinjaman poko untuk memenuhi kebutuhan sukuk.
72
BAB III
SUKUK RITEL DI PT. BNI SECURITIES
A. Profil PT. BNI Securities
1. Sejarah Singkat PT. BNI Securities
PT. BNI Securities (“Perseroan”) didirikan berdasarkan akta No. 22 tanggal
12 April tahun 1995 yang diubah dengan akta No. 39 tanggal 3 Mei 1995. Persero
Perusahaan Efek yang menjalankankegiatan usaha sebagai perantara perdagangan
efek, penjaminan emisi efek dan penasehat investasi, serta kegiatan lain yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku di bidang pasar modal berdasarkan keputusan
Bapepam-LK.
Perseroan merupakan anak perusahaan PT BNI (Persero) Tbk dengan
komposisi kepemilikan saham per 31 Desember 2007 adalah 99,85% sedangkan
sisanya sebesar 0,15% dimiliki oleh Koperasi Karyawan PT BNI Securities. Pada
awal didirikan, modal dasar Perseroan adalah sebesar Rp 30 miliar dengan modal
disetor RP 15 miliar. Guna mengantisipasi aktivitas pasar modal yang terus
berkembang, modal dasar Perseroan ditingkatkan, menjadi Rp 200 miliar dan modal
disetor menjadi Rp 100 miliar.1
1 Corporate Secretary Divisioan PT. BNI Securities, Annual Report 2008, (Jakarta: PT. BNI
Securities, 2008), h. 9
73
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Perseroan mengelompokannya ke
dalam Divisi Utama dan Divisi Penunjang. Divisi utama adalah unit bisnis yang
melakukan kegiatan inti perseroan dalam menghasilkan pendapatan, sedangkan Divisi
Penunjang adalah unit yang bertugas mendukung kegiatan dari Perseroan maupun
unit bisnis divisi utama dalam menjalankan kegiatannya.2
Divisi utama terdiri dari :
Equity Brokerage
Debt Capital Market
Asset Management
Investment Bank
Divisi penunjang terdiri dari :
Treasury
Riset
Akunting dan Keuangan
Teknologi Informasi (IT)
Sumber Daya Manusia
Internal Audit
Risk Management
Quality Assurance & KYC
2 Corporate Secretary Division PT. BNI Securities, ibid, h. 10.
74
Corporate Secretary @ Legal
Settlement
a. Divisi Utama
1) Divisi Equity Brokerage
Menjalankan kegiatan sebagai perantara dan pedagang efek dengan
terus berupaya meningkatkan peran pemodal ritel lokal dan kelembagaan
(institusi) baik dalam negeri aupun luar negeri.
Salah satu yang perlu dicatat adalah kinerja remote trading yang telah
dijalankan oleh Perseroan sejak 2005. Hingga kini terus menuai sejumlah
kemajuan. Salah satunya adalah memungkinkan nasabah di seluruh outlet
perseroan dapat mengeksekusikan order mereka melalui terminal yang
terhubung langsung (online) dengan BB.
Kecepatan, kemudahan dan ketepatan untuk bertransaksi merupakan
kebutuhan pertama dan utama bagi para investor. Menyadari arti penting hal
itu, Perseroan berusaha keras mewujudkannya, untuk kepentingan para
nasabah, termasuk bagi mereka yang tinggal di luar Jakarta.
Sebagai wujud kepedulian akan kemudahan akses bagi nasabah,
Perseroan mengembangkan outlet-nya secara online. Perseroan berusaha keras
meningkatkan kemampuan pelayanan melalui teknologi, sesuai dengan
perkembangan internasional, dan juga mempertahankan daya saing Perseroan
sebagai salah satu pemimpi pelaku pasar.
75
Perseroan telah menetapkan satu bagian (desk) di dalam organisasi yang
bertanggung jawab menagani transaksi marjin, sehingga memungkinkan lebih
banyak variasi produk yang tersedia bagi nasabah. Mereka yang ingin
menjalankan transaksi marjin melalui BNI Securities kini dapat menggunakan
akses yang mudah ini.
Perseroan selalu mencari layanan baru yang dapat menambah
kemudahan dan nilai investasi bagi nasabah sebagai pernyataan sikap untuk
berusaha memberikan yang terbaik.
2) Divisi Debt Capital Market
Divisi Debt Capital Market, memberikan perhatian penuh terhadap
aktivitas pengelolaan perdagangan surat utang baik yang difokuskan untuk
kepentingan nasabah (brokerage) maupun kepentingan sendiri (proprietary
trading), sehingga pada akhirnya mampu memberikan kontribusi yang baik
terhadap kinerja Perseroan secara keseluruhan.3
Jangkauan aktivitas dan pelayanan yang dijalankan Divisi Debt Capital
Market sangat luas dan beragam mencakup perdagangan surat utang baik yang
difokuskan untuk kepentingan sendiri (proprietary trading), sehingga pada
akhirnya mampu memberikan kotribusi yang baik terhadap kinerja Perseroan
secara keseluruhan.
3 Ibid., h. 11
76
Jangkauan aktivitas dan pelayanan yang dijalankan Divisi Debt Capital
Market sangat luas dan beragam mencakup perdagangan obligasi pemerintah
maupun korporasi pada pasar perdana dan sekunder, Promissory notes (PN),
Medium term notes (MTN), dan produk-produk perbankan seperti Negotiable
Certificate of Deposit (NCD), dan Roating Rate Notes (FRN) serta transaksi
Repurchase Agreement (REPO) baik saham maupun obligasi. Meningkatnya
aktivitas pasar keuangan dan pasar modal secara global membuka peluang
untuk menggarap dan melakukan penetrasi pasar bagi nasabah institusional
asing.
Selain itu, Divisi Debt Capital Market juga melakukan sinergi terbatas
dengan prifit center yang lain dalam lingkup Perseroan sebagai upaya
memberikan layanan terpadu (one stop services) kepada nasabah tertentu. Salah
satu contoh penerapan yang telah ditempuh adalah melakukan cross selling
product yang berasal dari unit bisnis Perseroan yang lainnya.
Sebagai unit bisnis, Divisi Debt Capital Market dituntut untuk mampu
menjaga pertumbuhan yang berkelanjutan sehingga tetap mampu memberikan
kontribusi bagi pencapaian laba perusahaan dengan tetap berpegang teguh pada
prinsip kehati-hatian melalui penyempurnaan risk management system dan
standard operating procedure serta pengembangan infrastruktur dan sumber
daya manusia.
77
3) Divisi Asset Management
Divisi Asset Management bertugas melakukan pengelolaan dana pihak
ketiga terutama dalam bentuk pengelolaan reksa dana, baik itu reksa dana
berbasis efek saham, efek pendapatan tetap dan efek campuran, baik yang
konvensional maupun syariah. Untuk memasarkan reksa dana, Perseroan telah
menjalin kerjasama dengan lembaga keuangan, perbankan dan non perbankan.
Divisi ini beroperasi guna memanfaatkan peluang yang masih besar bagi
reksadana untuk tumbuh dan berkembang di Indonesia, hal ini terjasi didukung
oleh perkembangan produk-produk unit dan dengan strategi pemasaran yang
efektif. Selain dari reksadana, Perseroan juga berusaha meningkatkan peran
discretionary funds, suatu bentuk manajemen dana yang didasarkan pada
kontrak antara Perseroan sebagai manajer investasi dengan investor dalam
jangka waktu tertentu.
Selama 2008, Divisi Asset Management PT BNI Securities bekerja
keras membangun kembali keyakinan, kepercayaan, dan minat para investor
dan masyarakat umum, terutama mengenal potensial keuntungan reksadana
pada masa kini dan masa akan datang.
Perbaikan teknologi juga memungkinkan kami menghasilkan Laporan
Unit Registry. Dokumen Manajemen Portofolio, dan Laporan Keuangan yang
berkualitas. Perbaikan fungsi sistem informasi manajemen berhasil
dilaksanakan baik di front maupun back offices.
78
4) Divisi Investment Banking
Divisi ini menyediakan layanan penjaminan emisi saham dan obligasi,
yaitu membantu calon emiten dalam persiapan dan pelaksanaan penawaran
umum perdana saham maupun penerbitan obligasi dan efek hutnag lainnya.
Selain itu juga menyediakan jasa sebagai penasihat keuangan (financial
advisory), private placement, dan merger dan kauisisi. Selama tahun 2008,
Perseroan bertindak sebagai Penjamin Pelaksana Emisi Saham Bank BTPN dan
beberapa kegiatan advisory lainnya.
Selain divisi-divisi tersebut di atas, Perseroan juga didukung oleh divisi
penunjang yang membantu kegiatan operasionalnya.
b. Divisi Penunjang
Divisi penunjang tersebut antara lain:4
1) Divisi Treasury
Divisi ini berfungsi untukmenjaga likuiditas dana atas transaksi
keuangan eperusahaan, investasi, trading pada surat-surat berharga pasar modal
(capital market) dan pasar uang (money market).
Atas fungsi tersebut, Divisi Treasury dibagi dalam beberapa bagian:
a) Bagian Kredit
4 Corporate Secretary Division PT. BNI Securities, ibid, h. 14.
79
Bagian yang mengelola fasilitas dana untuk transaksi saham nasabah yang
terdiri dari Fasilitas Margin dan Fasilitas Reguler.
b) Bagian Proprietary Trading Fixed Income
Bagian yang mengelola dana perusahaan pada instrumen trading
obligasi/SUN, Repo Obligasi/Saham, dan instrumen fixed income lainnya.
c) Bagian Proprietary Trading Equity
Bagian yang mengelola dana perusahaan pada instrumen trading saham.
d) Bagian Liquidity Management
Bagian yang menangani likuiditas perusahaan.
2) Bagian Riset
Memberikan dukungan divisi lainnya dalam bentuk laporan analisa
ekonomi, analisa fundamental dan analisa teknikal, baik untuk saham maupun
instrumen pendapatan tetap beserta turunannya. Laporan tersebut dikeluarkan
secara rutin maupun secara berkala.
Riset-riset mengenai outlook perekonomian, riset fundamental suatu
pasar maupun emiten dan riset mengenai pergerakan instrumen keuangan
melalui pendekatan analisis, teknikal merupakan informasi yang sangat penting
bagi investor dalam proses pengambilan keputusan investasi di pasar modal.
Menyadari akan kebutuhan informasi tersebut serta memahami bahwa
kebutuhan investor semakin meningkat terhadap informasi pasar baik pasar
saham, pasar obligasu, pasar komoditas baik di lingkungan global, regional,
maupun domestik, maka Bagian Riset terus mengembangkan produk-produk
80
riset yang semakin berkembang tersebut. Bagian Riset memiliki tenaga analis
fundamental yang profesional di bidangnya untuk melakukan valuasi-valuasi
dan memberikan rekomendasi yang independen, dan juga memiliki analis
teknikal yang secara khusus menyajikan hasil riset terutama bagi investor yang
berorientasi investasi jangka pendek.
3) Divisi Akunting dan Keuangan
Bertugas melakukan pembukuan atas setiap pendapatan maupun
pengeluaran yang terjadi pada operasional perusahaan. Divisi ini juga membuat
laporan setiap hari kepada otoritas pasar modal mengenai modal kerja bersih
disesuaikan dengan Perseroan.
4) Divisi Teknologi Informasi (IT)
Bagian ini melakukan pengembangan sistem informasi dan teknologi
baik melalui pembaharuan aplikasi back office dan front office yang
terintegrasi, penataan infrastruktur jaringan dan penataan ruang data centre.
Pengembangan teknologi tinformasi yang memadai, akan sangat mendukung
strategi bisnis Perseroan, baik sebagai broker perdagangan efek maupun
manajer investasi. Dengan teknologi informasi Perseroan memberikan
kemudahan dalam layanan transaksi bagi para nasabah melalui penyediaan
aplikasi online trading “esmart”.
Selain memberikan kemudahan dalam layanan transaksi, sistem yang
dikembangkan juga mendukung penerapan manajemen resiko yang memadai,
penerapan ‘single customer id with multiple account’ serta membentuk
81
database nasabah yang akurat sehingga dapat digunakan untuk pengembangnan
bisnis ke depan.
5) Bagian Internal Audit
Fungsi internal audit adalah menjain implementasi aktivitas kerja setiap
unit telah sejalan dengan kebijakan, sistem, dan prosedur yang berlaku. Hal ini
juga berarti bahwa banyak peraturan dan garis besar operasi yang ditentukan
oleh Bapepam-LK, Bursa Efek Indonesia dari pasar modal yang harus ditatati.
Kewajiban-kewajiban yang ada di antaranya adalah sebagai berkut:
a) Memantau pola transaksi harian nasabah melalui sistem kontrol otomatis,
sehingga menghasilkan Laporan Aktivitas Nasabah dan Jejak Audit.
b) Memeriksa akurasi dan validitas akun perusahaan, yang telah dicatat dalam
sistem; sehingga dengan demikian laporan keuangan akan tersusun sesuai
dengan standard akuntansi yang berlaku secara umum.
c) Menjalankan audit berkala yang mencakup setiap unit dalam organisasi.
d) Menindaklanjuti hasil dari audit eksternal, BAPEPAM-LK, BNI dan lain-
lain.
6) Bagian Risk Management
Perseroan telah membentuk Komite Manajemen Resiko dan Bagian
Resiko sebagai unsur pendukung. Fungsi dari komite ini adalah untuk
menentukan kebijakan dasar manajemen resiko, baik resiko pasar, resiko kredit,
maupun resiko operasional. Kebijakan tersebut di atas termasuk toleransi resiko
(resiko yang dapat diterima) alokasi toleransi resiko bagi masing-masing unit
82
bisnis kami, batas transaksi dan fasilitas untuk nasabah, batasan eksposure
terhadap surat-surat berharga, batasan counterpart transaksi, wewenang tiap
pejabat dalam menjalankan transaksi, kebijakan cuttting loss dan profit-taking,
selain dari kebijakan manajemen resiko lain yang diperlukan oleh unit bisnis.
Pelaksanaan kebijakan manajemen resiko yang tersebut di atas dipantau
oleh Unit Kontrol Internal dan Kepatuhan, dan hasilnya dilaporkan kepada
Direktur dan Komite Manajemen Resiko. Selain itu, Perseroan juga melaporkan
Profit Resikonya kepada para pemegang saham setiap triwulan, sehingga para
pemegang saham itu sendiri dapat memantau tingkat resiko Perseroan secara
keseluruhan.
7) Bagian Quality Assurance & KYC
Untuk memastikan seluruh peraturan perusahaan dituangkan dalam
Standard Operating Procedure (SOP) serta untuk meminimalisir
penyimpangan (non compliance) di setiap unit kerja.
Bagian ini berfungsi untuk melaksanakan kegiatan penyusunan SOP dan
pemantauan pelaksanaan SOP dan kebijakan perusahaan di setiap unit kerja.
Melakukan quality assurance atas aktivitas tersebut sesuai dengan kebijakan
dan prosedur yang berlaku.
8) Bagian Corporate Secretary & Legal
Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab memantau dan melaporkan
perkembangan peraturan dalam pasar modal, sekaligus memberikan informasi
yang relevan kepada Direksi sesuai dengan ketentuan hukum pasar modal dan
83
prosedur pelaksanaan di Indonesia. Sekretaris Perusahaan juga bertanggung
jawab sebagai penghubung antara Perseroan dengan Bapepam-LK, Bursa Efek,
analis, dan antara Perseroan dengan masyarakat umum, baik pemegang
obligasi, nasabah maupun pihak lainnya.
Bagian Legal mengkonfirmasikan hubungan kerja dan bisnis antara
Perseroan dengan para mitranya dalam batas hukum yang berlaku, selain juga
memenuhi seauh mungkin kepentingan dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Dalam usaha mengimplementasikan fungsi ini, bagian legal bekerja
berdampingan dengan konsultan legal eksternal dan bekerja sama dengan
sejumlah perusahaan dan institusi hukum.
9) Bagian Settlement
Bertugas menyelesaikan setiap transaksi yang dilakukan oleh divisi
equity brokerage maupun divisi debt capital market.
10) Bagian Sumber Daya Manusia
Berfungsi mengembangkan manajemen sumber daya manusiasecara
optimal dalam upaya meningkatkan kapabilitas dan profesionalisme karyawan
Perseroan melalui personal development maupun organizational development,
implementasi budaya kerja BNI Securities, sehingga pegawai dapat bekerja
lebih efisien dan optimal.
PT BNI Securities menyadari sepenuhnya bahwa sumber daya manusia
merupakan faktor penentu bagi keberhasilan setiap usaha dan kegiatannya.
Untuk mendukung perluasan kegiatan operasional serta mengantisipasi
84
persaingan, Perseroan senantiasa memperhatikan peningkatan kemampuan dan
profesionalisme mereka. Selain itu Perseroan juga berupaya melakukan
pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal dengan cara menempatkan
karyawan secara tepat dan efisien, membangun budaya kerja dan budaya
perusahaan.
Pengembangan sumber daya manusia dilakukan melalui program
pendidikan yang terarah secara berkesinambungan, baik melalui pendidikan
internal maupun eksternal. Untuk itu Perseroan tidak segan mengikutsertakan
karyawan dalam berbagai program pendidikan, kursus, lokakarya yang
diselenggarakan lembaga pendidikan di dalam maupun luar negeri.5
Dalam hal sistem penggajian, manajemen senantiasa memperhatikan
kesejahteraan karyawan dalam rangka meningkatkan motivasi dan produktivitas
mereka. Perseroan juga memberikan perhatian besar terhadap kesejahteraan
karyawan dengan cara memberikan berbagai fasilitas seperti Tunjangan Hari
Raya, Jaminan Sosisal Tenaga Kerja (Jamsostek), upah karyawan di atas upah
minimum regional dan pemberian jaminan kesehatan dalam bentuk penggantian
biaya pengobatan dan perawatan rumah sakit sampai dengan batas tertentu, dan
5 Corporate Secretary Division PT. BNI Securities, ibid, h. 19.
85
program insentif. Fasilitas-fasilitas tersebut diberikan kepada seluruh karyawan
Pereroan yang telah berstatus karyawan tetap.
Untukmeningkatkan kemampuan dan keterampilan karyawan. Perseroan
juga selalu rajin mengadakan sejumlah jenis pendidikan dan training secara
berkala untuk meningkatkan kredibilitas karyawan. Pelatihan dan pendidikan
itu antara lain:
a) Training Internal
Ketatnya persaingan menuntut manajemen Perseroan berusaha untuk
secara terus menerus melakukan perbaikan dari sisi kualitas sumber daya
manusia (SDM). Hal itu dilakukan secara terencana dan berkelanjutan.
Perseroan akan mempersiapkan program training perkenalan khusus bagi
pegawai baru dalam bentuk program orientasi yang ditujukan untuk pengenalan
dasar pasar modal, produk-produk Perseroan, prosedur operasional, dan
kebijakan/peraturan kepegawaian.
Selain dari training internal yang diberikan kepada pegawai baru,
pengembangan juga diberikan bagi karyawan yang sudah ada, untuk
meningkatkan profesionalisme, pengetahuan dan keahlian mereka, selain juga
untuk menggerakan motivasi invidual dalam peningkatan kinerjanya. Melalui
usaha-usaha ini, diharapkan kinerja pegawai Perseroan akan meningkat.
86
b) Training Eksternal
Perseroan memberikan kesempatan bagi para pegawainya untuk
mengikuti trainig, kursus, dan seminar yang diadakan oleh pihak eksternal. Hal
ini mencakup:
Seminar Mengenai Perencanaan Hukum Tentang Pasar Modal
Seminar Mengenai Pasar Modal
Pendidikan Analis Keuangan, Chartered Financial Analyst (CFA)
Workshop Manajemen Resiko
Seminar mengenai Corporate Finance, Investment Banking
Seminar tentang Obligasi dan Fixed Income Instruments
Kursus Analisis Fundamental dan Teknikal
Seminar Reksa Dana
Kursus Pajak
Kursus Konsultasi Keuangan
Kursus tentang Wealth Management
87
2. Visi dan Misi PT. BNI Securities6
a. Visi PT BNI Securities tahun 2011:
Perusahaan dengan layanan investasi terbesar di Indonesia
b. Visi PT BNI Securities tahun 2016 :
Acuan bagi perusahaan-perusahaan sekuritas di ASEAN
c. Misi PT BNI Securities :
Menyediakan solusi-solusi financial secara lengkap untuk menjaga dan
meningkatkan kekayaan nasabah dengan prudent, inovatif dan responsif.
Layanan kami disajikan oleh para profesional yang kompeten dan terpercaya
yang mengutamakan kepentingan nasabah.
6 Ibid, h. 1.
88
3. Struktur Organisasi PT. BNI Securities7
7 Corporate Secretary Division PT. BNI Securities, ibid, h. 2.
CHIEF OPERATING OFFICER CHIEF OPERATING OFFICER
Finance & Accounting
Treasury
Settlement
Risk Management
Internal Control
Research
Quality Assurance/KYC
Corporate Secretary & Legal
General Services
Customer Service
CEO Office & Corsec
Human Resource
CHIEF EXECUTIVE OFFICER
Equity
Outlet
Debt Capital Market
Sharia
Business
Information
Technology
Investment
Banking
Investment
Management
89
4. Produk dan Jasa PT. BNI Securities8
a. Equity Brokerage
Divisi ini menjalankan kegiatan sebagai perantara pedagang efek yang
terus berupaya meningkatkan peran pemodal ritel dan kelembagaan (institusi)
baik dalam negeri maupun luar negeri di pasar modal Indonesia.
Salah satu visi Perseroan adalah menjadi perusahaan dengan layanan
investasi ritel terbesar di Indonesia. Untuk mensukseskan hal ini Perseroan
memiliki outlet-outlet yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia serta masih
akan terus membuka outlet-outlet di daerah-daerah potensial lainnya di
Indonesia. Selain itu, Perseroan saat ini sudah menyediakan layanan online
trading yang kami namakan "Esmart" yang bertujuan untuk memudahkan para
nasabah dalam melakukan transaksi perdagangan efek. Semua layanan ini kami
berikan semata untuk kepuasan nasabah.
1) E Smart
E Smart hadir untuk memberikan kemudahan bagi nasabah BNI
Securities dalam melakukan transaksi saham sendiri secara online di manapun.
E Smart merupakan perangkat lunak yang dapat menghadirkan
transaksi di Bursa Efek Indonesia langsung di computer siapapun. Dengan
8 Corporate Secretary Division PT. BNI Securities, ibid, h. 46.
90
menggunakan aplikasi trading equity dari esmart, nasabah dapat melakukan
berbagai kegiatan transaksi seperti input order, amend, dan withdraw secara
langsung, di manapun dan kapanpun, selama jam perdagangan Bursa Efek
Indonesia (BEI).
Untuk menunjang keputusan investasi nasabah, esmart juga dilengkapi
dengan aplikasi Market Info yang menampilkan pergerakan transaksi ekuitas
secara raltime sehingga nasabah tidak kehilangan momen dalam mengambil
keputusan untuk investasinya.
Bagi nasabah yang memiliki mobilitas tinggi, esmart memberikan
kemudahan dengan fasilitas bantuan langsung dan Sales/Account Officer BNI
Securities yang handal dan terpercaya, untuk me-maintain order nasabah serta
menyediakan informasi teraktual yang bermanfaat untuk kegiatan transaksi
nasabah selanjutnya.
2) Market Info-Equity
Market Info adalah aplikasi yang disediakan esmart untuk
menampilkan rangkaian data teraktual dari bursa sekaligus merekam histori
pergerakan harga saham. Dengan informasi dari Market Info, investor dapat
memprediksi perubahan yang akan terjadi dengan mudah, sekaligus menjadi
yang terdepan dalam pengambilan keputusan bertransaksi.
3) Trading-Equity
Trading merupakan aplikasi esmart yang menawarkan fleksibilitas
dalam bertransaksi. Trading berisikan fitur-fitur yang membuat investor dapat
91
bertransaksi di mana saja dan kapan saja secara realtime, langsung dari
computer pribadi investor. Sangat cocok bagi investor yang sibuk tetapi ingin
tetap mengikuti perdagangan ekuitas yang terus bergerak tiap mildetik.
Fasilitas yang terdapat pada esmart
a) Trading (Buy, Sell, Amend, Withdraw)
b) Running Trade
c) Order Watch
d) Last Order
e) Open Order
f) Trade Watch
g) Trade Summary
b. Debt Capital Market
Divisi Debt Capital Markets BNI Securities, memberikan perhatian
penuh terhadap aktivitas pengelolaan perdagangan surat utang baik yang
difokuskan untuk kepentingan nasabah (brokerage) maupun kepentingan
sendiri (proprietary trading).
Jangkauan aktivitas dan pelayanan yang dijalankan Divisi Debt Capital
Markets sangat luas dan beragam, mencakup:
1) Obligasi Pemerintah maupun Korporasi, baik perdana ataupun sekunder
2) Promissory Notes (PN)
3) Medium Term Notes (MTN)
92
4) Floating Rate Notes (FRN)
5) Repurchase Agreement (REPO)
Sebagai unit bisnis, Divisi Debt Capital Markets dituntut untuk tetap
berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian melalui penyempurnaan risk
management system dan standard operating procedures serta pengembangan
infrastruktur dan sumber daya manusia.
c. Asset Management
Divisi Asset Management memberikan layanan pengelolaan dana
pihak ketiga terutama dalam bentuk pengelolaan reksa dana, baik itu reksa dana
berbasis efek saham, efek pendapatan tetap dan efek campuran, baik yang
konvensional maupun syariah. Selain dari reksa dana, Perseroan juga berusaha
meningkatkan peran discretionary funds.
Peningkatan sistem teknologi informasi memungkinkan kami
menghasilkan Laporan Unit Registry, Dokumen Manajemen Portfolio, dan
Laporan Keuangan yang berkualitas. Peningkatan fungsi sistem informasi
manajemen telah dilaksanakan baik di front maupun back offices. Saat ini
terdapat beberapa produk reksadana yang dikelola oleh Perseroan.
Penting untuk diperhatikan setiap calon nasabah reksadana sebelum
memutuskan untuk membeli unit penyertaan di reksadana, harus terlebih dahulu
membaca dan memahami isi prospektus unit penyertaan tersebut dan faktor-
93
faktor resiko yang mungkin akan dihadapi. Kinerja reksadana sebelumnya tidak
mencerminkan kinerja dimasa mendatang
NO PRODUK REKSA DANA
1 DanaPlus Syariah
2 Berkembang
3 Dana Berbunga Tiga
4 Dana Lancar
5 Dana Syariah
6 Dana Fleksibel Dua
7 Dana Merah Putih
8 Dana Plus
9 BNIS Proteksi IX
10 BNIS Proteksi V
11 BNIS Proteksi IV
12 BNIS Proteksi III
13 BNIS Proteksi I
14 BNIS Proteksi XII
15 BNIS Proteksi X
16 BNIS Proteksi VIII
17 BNIS Proteksi VII
18 BNIS Proteksi VI
19 BNIS Saham Syariah
20 BNIS Proteksi II
21 BNIS Penyertaan Terbatas I
Gambar 2. Produk Resadana BNI Securities
94
Produk BNI Reksa Dana
1) BNI Dana Syariah
Adalah Reksa Dana yang melakukan investasi ke dalam Efek Pendapatan
Tetap yang bersifat Syariah yang bertujuan memberikan tingkat
pertumbuhan nilai investasi yang stabil dalam jangka panjang kepada para
pemodal yang berpegang pada Syariah Islam dengan hasil investasi yang
bersih dari unsur riba dan gharar.
2) BNI Dana Plus Syariah
Adalah Reksa Dana yang melakukan investasi ke dalam Efek Pendapatan
Tetap yang bersifat Syariah yang bertujuan memberikan tingkat
pertumbuhan nilai investasi yang stabil dalam jangka panjang kepada para
pemodal yang berpegang pada Syariah Islam dengan hasil investasi yang
bersih dari unsur riba dan gharar.
3) BNI Dana Berkembang
Melakukan investasi ke dalam Efek Saham yang tercatat di Bursa Efek.
Komposisi portofolionya adalah minimum 80% di Efek Saham dan
maksimum 20 % di Efek kas dan/ atau Efek lain.
4) Dana Berbunga Tiga
Melakukan investasi ke dalam Efek bersifat utang untuk mendapatkan
bunga dan apresiasi nilai pokok. Denominasi Obligasi, kas dan/atau Efek
lainnya yang dipilih tersebut adalah dalam Rupiah.
95
5) Dana Fleksibel Dua
Melakukan investasi ke dalam instrument yang dianggap paling
menguntungkan pada saat-saat tertentu dengan aktif, sesuai dengan kondisi
ekonomi makro Indonesia. Reksa Dana ini melakukan alokasi asetnya
dengan aktif pada Obligasi, Instrumen Pasar Uang, Saham-saham dan/atau
Right dan/atau Warrant yang tercatat di Bursa Efek, dan pada instrumen
Pasar Uang dalam denominasi mata uang asing.
6) Dana Lancar Dua
Melakukan investasi ke dalam Efek bersifat utang dan Instrumen Pasar
Uang untuk mendapatkan bunga dan menyediakan likuiditas bagi para
pemodal dengan resiko minimal. Komposisi portofolio adalah 0 % sampai
dengan 100 % di Efek bersifat utang dan Instrumen Pasar Uang denominasi
yang dipiih tersebut adalah dalam Rupiah.
d. Investment Banking
Divisi ini menyediakan layanan penjaminan emisi saham, yaitu
membantu calon emiten dalam persiapan dan pelaksanaan penawaran umum
perdana saham maupun penerbitan obligasi dan efek hutang lainnya. Selain itu
juga menyediakan jasa sebagai penasihat keuangan (financial advisory), private
placement, dan merger & akuisisi.
BNI Securities telah bertindak sebagai Penjamin Pelaksana Emisi
(Lead Underwriter) atas emisi saham PT Bank BTPN Tbk, PT Bank Capital
Indonesia Tbk, PT Laguna Cipta Griya Tbk dan emisi Obligasi Panin Sekuritas
96
III serta akan menyusul transaksi berpotensi lainnya. Selain itu, BNI Securities
juga turut berpartisipasi dalam beberapa kegiatan penjaminan emisi baik saham
maupun obligasi.
Jasa Investment Banking
1. Penjaminan Emisi Efek
2. Penasihat Keuangan
3. Restrukturisasi Hutang
4. Penempatan Terbatas (Private Placements)
5. Merjer dan Akusisi
B. Mekanisme Sukuk Ritel di PT BNI Securities
1. Persyaratan Investasi pada Sukuk Ritel
a. Individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia yang dibuktikan
dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
b. Investasi minimum Rp 5.000.000,00 (lima juta Rupiah) dari kelipatan Rp
5.000.000 (lima juta Rupiah).
c. Mempunyai rekening tabungan di salah satu bank umum (bank umum
syariah/bank umum konvensional) dan rekening surat berhargadi salah satu
subregistry.
2. Prosedur Investasi pada Sukuk Ritel
a. Investasi di Pasar Perdana
97
1) Membuka rekening tabungan di salah satu bank umum (bank umum
syariah/bank umum konvensional) dan rekening surat berharga di salah
satu subregistry.
2) Mengisi formulir pemesanan dari Agen Penjual yang ditunjuk
Pemerintah dengan melampirkan fotokopi KTP.
3) Menyetor dana tunai ke rekening khusus Agen Penjual, dan
menyampaikan bukti setor dana kepada Agen Penjual sesuai dengan
jumlah pemesanan.
4) Memperoleh hasil penjatahan pemerintah dari Agen Penjual sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
5) Menerima bukti kepemilikan Sukuk Ritel dari Agen Penjual.
6) Menerima pengembalian sisa dana dalam hal jumlah pemesanan tidak
seluruhnya dimenangkan.
b. Investasi di Pasar Sekunder
1) Pembelian Sukuk Ritel yang dilakukan dengan mekanisme bursa harus
melalui Perusahaan Efek.
2) Pembelian Sukuk Ritel yang dilakukan dengan mekanisme non bursa
(over the counter) dapat melalui perusahaan efek, Bank Umum Syariah
dan Bank Umum Konvensional.
3. Mekanisme Pembayaran Imbalan dan Nilai Nominal
Pemerintah melalui Bank Indonesia mentransfer dana tunai sebesar
jumlah pembayaran imbalan dan/atau nilai nominal Sukuk Ritel ke sub-registry.
98
Selanjutnya sub-registry mentransfer dana tunai ke rekening tabungan investor
pada tanggal jatuh tempo pembayaran imbalan dan/atau nilai nominal Sukuk Ritel.
Pihak yang tercatat sebagai pemegang Sukuk Ritel pada sub-registry dalam 2
(dua) hari kerja sebelum tanggal pembayaran imbalan dan atau nilai nominal
Sukuk Ritel berhak atas imbalan dan/atau nilai nominal Sukuk Ritel.
a. Ilustrasi Perhitungan Hasil Investasi Sukuk Ritel
1) Harga Par
Investor A membeli Sukuk Ritel di Pasar Perdana sebesar Rp
10.000.000,00 dengan nilai indikatif imbalan 12% dan tidak dijual sampai jatuh
tempo, maka hasil yang diperoleh adalah:9
Imbalan = 12 % x Rp 10.000.000,00 x 1/12 = Rp 100.000,00 setiap bulan
sampai dengan jatuh tempo
Nilai Nominal pada saat jatuh tempo = Rp 10.000.000,00
Total yang diperoleh pada saat jatuh tempo = Imbalan + Nilai Nominal = Rp
10.100.000,00
2) Harga Premium
Investor B membeli Sukuk Ritel di Pasar Perdana sebesar Rp
10.000.000,00 dengan kupon 12% dan dijual di Pasar Sekunder dengan harga
105%, maka hasil yang diperoleh adalah :
9 Corporate Seretary PT. BNI Securities, Sukuk Ritel: Investasi Rakyat Penuh Manfaat,,
(Jakarta: BNI Securities, 2009), h. 4.
99
Imbalan = 12 % x Rp 10.000.000,00 x 1/12 = Rp 100.000,00 setiap bulan
sampai dengan saat dijual
Capital Gain = Rp 10.000.000,00 x (105-100)% = Rp 500.000,00
Nilai Nominal yang diterima saat dijual Rp 10.500.000,00 yang berasal dari
Nilai Nominal Sukuk Ritel sebesar = Rp 10.000.000,00 + Capital Gain.
Total yang diperoleh pada saat dijual = Imbalan + Nilai Nominal pada saat
dijual = Rp 10.600.000,00
3) Harga Discount
Investor C membeli Sukuk Ritel di Pasar Perdana sebesar Rp10.000.000,-
dengan kupon 12% dan dijual di Pasar Sekunder dengan harga 95%, maka hasil
sukuk yang diperoleh adalah:
Imbalan = 12 % x Rp 10.000.000,00 x 1/12 = Rp 100.000,00 setiap bulan
sampai dengan saat dijual
Capital Loss = Rp 10.000.000,00 x (95%-100%) = - Rp 500.000,00
Nilai Nominal yang diterima saat dijual Rp 9.500.000,00 yang berasal dari
Nilai Nominal Sukuk Ritel sebesar =Rp 10.000.000,00 + Capital Loss.
Total yang diperoleh pada saat dijual = Imbalan + Nilai Nominal pada saat
dijual = Rp 9.600.000,00
Catatan:
Ilustrasi di atas belum memperhitungkan biaya-biaya transaksi dan pajak.
100
Transaksi penjualan di Pasar Sekunder dengan asumsi penjualan terjadi
pada saat pembayaran Imbalan, sehingga tidak memperhitungkan accrued
yang ada.
b. Penatausahaan
1) Pencatatan kepemilikan dilakukan secara elektronik (scripless). Sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008, kegiatan
penatausahaan yang mencakup antara lain kegiatan pencatatan kepemilikan,
kliring dan setelmen, serta agen pembayar imbalan dan nilai nominal Sukuk
Ritel dilaksanakan oleh Bank Indonesia (BI). Selanjutnya BI telah menunjuk
12 sub-registry untuk membantu pelaksanaan penatausahaan tersebut.
2) Daftar sub-registry yang telah ditunjuk oleh BI adalah Bank Central Asia,
Bank Internasional Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia 1946,
Bank CIMB Niaga, Bank Rakyat Indonesia, Citibank NA, Deutsche Bank,
HSBC, Standard Chartered Bank, Bank Permata, Kustodian Sentral Efek
Indonesia (KSEI).10
3) Biaya atas Kegiatan Penatausahaan yang dibebankan pada investor tergantung
pada kebijakan masing-masing sub-registry.
10 Departemen Keuangan Republik Indonesia, Memorandum Informasi Sukuk Negara Ritel
Seri SR-001, (Jakarta: Depkeu RI, 2009), h. 11.
101
1 4 5a
5d
5b
8b
5c
6
8a 5e
2 3 7 8c
BAB IV
ANALISA DAN TEMUAN
A. Mekanisme Akad Sale and Lease Back Pada Transaksi Sukuk Ritel di PT. BNI
Securities
1. Penunjukan Agen Penjual.
2. Agen Penjual memasarkan Surar Berharga Syariah Negara ke investor.
3. Investor menyampaikan minat beli ke agen penjual dengan menyetor dana tunai.
4. Agen Penjual menyampaikan semua minat pembelian investor ke Pemerintah.
5. a. Pelaksanakan Allotment oleh pemerintah.
PEMERINTAH BANK INDONESIA
AGEN PENJUAL SUBREG
INVESTOR
102
b. Penyampaian Terms & Cond‟t Surat Berharga Syariah Negara ke Bank
Indonesia.
c. Agen Penjual mentransfer dana sesuai hasil penjatahan ke rekening Pemerintah
di Bank Indonesia, untuk selanjutnya dilakukan setelmen.
d. Bank Indonesia mentransfer dana tunai sesuai hasil penjualan Surat Berharga
Syariah Negara ke Rekening Pemerintah.
e. Subreg menerima Term & Cond‟t Surat Berharga Syariah Negara dari Bank
Indonesia.
6. Subregistry menerima daftar hasil penjatahan dari agen penjual, dan membuat
daftar kepemilikan Surat Berharga Syariah Negara sesuai dengan hasil
penjatahan. Bukti kepemilikan diserahkan ke Agen Penjual.
7. Agen Penjual menyampaikan bukti kepemilikan dari Subregistry kepada investor
yang mendapat penjatahan, dan mengembalikan dana ke investor yang tidak
mendapat penjatahan.
8. Proses pembayaran Imbalan/Kupon dan Nilai Nominal pada saat Surat Berharga
Syariah Negara.
B. Analisa Konsistensi Akad Jual Beli (Al-Bay’) Pada Struktur Akad Sales and Lease
Back dalam Transaksi Sukuk Negara Ritel
1. Bentuk dan Jenis SBSN
Bentuk SBSN yang diterbitkan adalah SBSN tanpa warkat (scripless) dan
dapat diperdagangkan di pasar sekunder, dengan akad Sale and Lease Back. SBSN ini
103
diterbitkan khusus untuk investor ritel warga negara Indonesia, dengan pembatasan
investasi untuk investor institusi di pasar perdana, sehingga untuk selanjutnya disebut
dengan Sukuk Negara Ritel.
2. Struktur Akad Jual Beli (Al-Bay’) pada Sukuk Ritel
Dalam transaksi jual beli pada SBSN, penjual dalam hal ini Pemerintah
mensyaratkan agar Barang Milik Negara (BMN) yang telah dijual kepada para
pemegang SBSN tidak boleh diklaim kepemilikannya oleh individu, lembaga, dan
institusi, dan tidak boleh dipindahtangankan kecuali dijual kembali kepada
Pemerintah setelah masa sewa berakhir (jatuh tempo).
Jual beli dalam bentuk ini disebut sebagai jual beli bersyarat (Bay’ Wafa’).
Dalam jual beli ini si Pembeli dengan bebas memanfaatkan barang itu, hanya saja
pembeli tidak boleh menjual barang itu kepada orang lain selain kepada penjual
semula (Pemerintah). Apabila penjual telah memiliki uang untuk melunasi harga jual
semula (sebesar utangnya) pada saat waktu jatuh tempo, barang itu harus diserahkan
kembali kepada penjual (pemerintah). Dengan cara jual beli ini, kemungkinan
terkadinya riba dapat dihindarkan.1
Sebenarnya jual beli yang dibarengi dengan syarat itu termasuk kepada jual
beli yang dilarang oleh syara‟. Hal ini sesuai dengan sebuah Hadits yang berbunyi:
1
Abdur Rahman As-Shabuni, Al-Madkhal Li Dirasatir-Rasyri’ Al-Islamiy, (Damaskus:
Mathba‟ah Riyadh, 1980), Jilid I, hlm. 64.
104
Rasulullah saw, melarang jual beli yang diiringi dengan syarat. (HR. Muslim, An-
Nasa‟i, Abu Daud, At-Tirmizi, dan Ibnu Majah).
Dari gambaran jual beli bersyarat di atas (bay’ wafa’), menurut Musthafa
Ahmad Az-Zarqa‟, terlihat bahwa akad jual beli wafa’ itu terdiri dari tiga bentuk,
yaitu:2
a. Pertama, Dilakukan transaksi, akad ini merupakan jual beli, karena di dalam akad
dijelaskan bahwa transaksi itu adalah jual beli, melalui ucapan penjual “Saya
menjual tanah saya kepada engkau seharga Rp 10.000.000 selama 5 tahun”.
b. Kedua, Setelah transaksi dilaksanakan dan harta beralih ke tangan pembeli,
transaksi ini berbentuk ijarah (sewa/menyewa), karena barang yang dijual itu
harus dikembalikan kepada penjual, sekalipun pemegang harta itu berhak
memanfaatkan dan menikmati hasil barang itu selama waktu yang disepakati, dan
c. Ketiga, di akhir akad, ketika tenggang waktu yang disepakati sudah jatuh tempo,
bay’ wafa’ ini sama dengan rahn, karena, dengan jatuhnya tempo yang disepakati
kedua belah pihak, penjual harus mengembalikan uang kepada pembeli sejumlah
harga yang diserahkan pada awal akad, dan pembeli harus mengembalikan barang
yang dibeli itu kepada penjual secara utuh. Dari sini terlihat bahwa bay’ wafa’
diciptakan dalam rangka menghindari riba, sekaligus wacana tolong menolong
antara pemilik modal dengan pihak yang memerlukan uang dalam jangka waktu
2Musthafa Ahmad Az-Zarqa‟, Syarhul Qonun As-Suri: Al-‘Uqud Al-Musammah, (Damaskus:
Darul Kitab, 1968), hlm. 23.
105
tertentu. Oleh sebab itu, ulama Hanafiyah menganggap bay’ wafa’ adalah sah dan
tidak termasuk ke dalam larangan Rasulullah saw. Yang melarang jual beli yang
dibarengi syarat, karena, sekalipun disyaratkan bahwa harta itu harus
dikembalikan kepada kepada pemilik semula, namun pengembalia itupun harus
melalui akad jual beli. Di samping itu, inti dari jual beli ini adalah adalah dalam
rangka menghindarkan masyarakat melakukan transaksi yang mengandung riba.
Kemudian dalam masalah pemanfaatan obyek akad (barang yang dijual),
statusnya tidak sama dengan gadai (rahn), karena barang itu benar-benar telah
dijual kepada pembeli.
3. Rukun Jual Beli Bersyarat (bay’ wafa’) pada Akad Sales and Lease Back
Ulama Hanafiyah mengemukakan bahwa yang menjadi rukun dalam bay’
wafa’ sama dalam rukun jual beli pada umumnya, yaitu:
a. Ijab (pernyataan menjual) dan qabul (pernyataan membeli). Dalam rangka
penerbitan Sukuk Negara ritel seri SR-001, khususnya terkait dengan transaksi
Aset SBSN, diperlukan beberapa dokumen hukum sebagai berikut :
1) Perjanjian Jual Beli (Sale and Lease Back)Perjanjian ini mengatur
kesepakatan antara pemerintah selaku penjual dan Perusahaan Penerbit SBSN
selaku pembeli mengenai Jual Beli Barang Milik Negara/BMN (akad al-ba’i)
untuk digunakan sebagai Aset SBSN, dengan jenis, nilai, dan spesifikasi
sebagaimana tercantum dalam dokumen perjanjian Jual Beli BMN.
106
2) Perjanjian Sewa Menyewa (Lease/Ijarah). Perjanjian ini mengatur
kesepakatan antara Perusahaan Penerbit SBSN sebagai pemberi sewa dan
Pemerintah selaku penyewa mengenai sewa-menyewa Aset SBSN..
3) Perjanjian Pengelolaan Aset SBSN (Servicing Agency Agreement). Perjanjian
ini mengatur mengenai kesepakatan antara Perusahaan Penerbit SBSN sebagai
pemberi sewa dan pemerintah selaku penyewa bahwa Pemerintah akan
memelihara dan menjaga kondisi Aset SBSN serta menanggung seluruh biaya
atas kegiatan dimaksud.
4) Pernyataan Untuk Menjual (Sale Undertaking). Dokumen ini berisi
pernyataan/janji Perusahaan Penerbit SBSN untuk menjual Aset SBSN
kepada Pemerintah pada saat masa sewa berakhir/jatuh tempo SBSN.
5) Pernyataan Untuk Membeli (Purchase Undertaking). Dokumen ini berisi
pernyataan/janji Pemerintah untuk membeli Aset SBSN dari Perusahaan
Penerbit SBSN pada saat masa sewa berakhir/jatuh tempo SBSN. Dokumen-
dokumen tersebut ditandatangani oleh pemerintah dan perusahaan penerbit
SBSN Indonesia.
b. Pihak yang berakad (penjual dan pembeli). Pemerintah selaku penjual dan
Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia selaku pembeli telah mengadakan
perjanjian jual beli BMN (Barang Milik Negara) dengan akad al-bay’ (jual beli)
untuk digunakan sebagai Aset SBSN, dengan jenis, nilai, dan spesifikasi
sebagaimana tercantum dalam dokumen perjanjian Jual Beli BMN. Perusahaan
Penerbit Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Indonesia menerbitkan SBSN
107
sebagai bukti penyertaan/kepemilikan investor atas Aset SBSN dan menggunakan
dana hasil penerbitan SBSN sebagai pembayaran atas pembelian BMN yang
digunakan sebagai Aset SBSN.
c. Barang yang dibeli/Aset SBSN yang diperjualbelikan. Aset SBSN dalam rangka
penerbitan SBSN Sale and Lease Back ini berupa tanah dan bangunan milik
negara. Rincian mengenai jenis, nilai, dan spesifikasi Aset SBSN dicantumkan
dalam dokumen transaksi aset yang ditandatangani oleh Pemerintah dan
Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia. Untuk keperluan transaksi SBSN, Aset
SBSN dinyatakan dalam unit-unit penyertaan/kepemilikan dengan nilai nominal
masing-masing Rp. 1.000.000,00 (satu juta Rupiah), ekuivalen dengan nilai
nominal untuk tiap unit SBSN.
d. Harga barang. Pemesanan pembelian Sukuk Negara Ritel dilakukan dalam jumlah
sekurang-kurangnya Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) setara dengan 5 (lima) unit
dan selebihnya dengan kelipatan Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan 5
(lima) unit. Tidak ada batas maksimal pemesanan pembelian Sukuk Negara Ritel
seri SR-001
108
4. Syarat-syarat pada Akad al-bay’ (Jual Beli) dalam Struktur Akad Sales and Lease
Back
a. Aset SBSN sebagai dasar transaksi SBSN merupakan satu kesatuan yang
tidak terbagikan. Aset SBSN bukan merupakan jaminan dan tidak dapat
diklaim baik secara individual atau bersama-sama oleh Pemilik Sukuk Negara
Ritel.3
b. Aset SBSN tidak dapat dipindahtangankan oleh Pemilik Sukuk Negara Ritel
kepada pihak lain.
c. Perusahaan Penerbit SBSN berjanji untuk menjual Aset SBSN kepada
Pemerintah pada saat masa sewa berakhir/jatuh tempo SBSN.
d. Pemerintah menyatakan/berjanji untuk membeli Aset SBSN dari Perusahaan
Penerbit SBSN pada saat masa sewa berakhir/jatuh tempo SBSN Sukuk
Negara Ritel berlaku tiga tahun dari tanggal 25 Februari 2009 sampai dengan
tanggal 25 Februari 2012.4
5. Hukum Jual Beli Bersyarat (Bay’ Wafa’)
Menurut Musthafa Ahmad Az-Zarqa‟, dan Abdur Rahman As-Shobuni, dalam
sejarahnya, bay’ wafa’ baru mendapatkan justifikasi para ulama fiqh setelah berjalan
beberapa lama. Maksudnya, bentuk jual beli ini telah berlangsung beberapa lama dan
3 Ibid., h. 4.
4 Ibid., h. 4.
109
bay’ wafa’ telah telah menjadi ‘urf (adat kebiasaan) masyarakat Bukhara dan Balkh,
baru kemudian para ulama fiqh, dalam hal ini ulama Hanafi, melegalisasi jenis jual
beli ini. Imam Najmuddin An-Nasafi (461-573 H) seorang ulama terkemuka mazhab
Hanafi di Bukhoro mengatakan: “Para Syaikh kami (Hanafi) membolehkan bay’ al-
wafa’ sebagai jalan keluar dari riba”.
Muhammad Abu Zahroh, tokoh fiqh dari Mesir, mengatakan bahwa dilihat
dari segi sosio-historis, kemunculan bay’ al-wafa’ di tengah-tengah masyarakat
Bukhoro dan Balkh pada pertengahan abad ke-5 H adalah disebabkan oleh para
pemilik modal tidak mau lagi memberi utang kepada orang-orang yang memerlukan
uang, jika mereka tidak mendapatkan imbalan apapun. Hal ini membuat kesulitan
bagi masyarakat yang memerlukan. Keadaan ini membawa mereka untuk
menciptakan sebuah akad tersendiri, sehingga keperluan masyarakat terpenuhi dan
keinginan orang-orang kayapun terayomi. Jalan keluar yang mereka ciptakan itu
adalah bay’ al-wafa’ .5
Jalan fikiran ulama Hanafiyah dalam memberikan justifikasi terhadap bay’ al-
wafa’ adalah didasarkan pada istihsan ‘urfiy (menjustifikasi suatu permasalahan yang
telah berlaku umum dan berjalan dengan baik di tengah-tengah masyarakat). Akan
tetapi, para ulama fiqh lainnya tidak boleh melegalisasi bentuk jual beli ini.6Alasan
mereka adalah:7
5Muhammad Abu Zahra, Tarikhul Mazahib Al-Islamiyyin, (Mesir: Darul Fikri Al-„Arabi, tt),
hlm. 243.
110
a. Dalam suatu akad jual beli tidak dibenarkan adanya tenggang waktu, karena, jual
beli adalah akad yang mengakibatkan perpindahan hak miik secara sempurna dari
penjual kepada pembeli.
b. Dalam jual beli tidak boleh ada syarat bahwa barang yang dijual itu harus
dikembalikan oleh pembeli kepada penjual semula, apabila ia telah siap
mengembalikan uang seharga semula.
c. Bentuk jual beli ini tidak pernah ada di zaman Rasulullah saw, maupun di zaman
sahabat,
d. Jual beli ini nerupakan hilah yang tidak sejalan dengan maksud-maksud syara‟
pensyari‟atan jual beli.
Namun demikian, para ulama fiqh muta’akhkhirin (generasi belakangan)
dapat menerima baik bentuk jual beli ini, dan menganggapnya sebagai akad yang sah.
Menurut Mustafa Ahmad Az-Zarqa‟, bay’ al-wafa’ sudah menjadi „urf. Dia melihat
bahwa akad ini tetap relevan untuk zaman sekarang, dalam rangka menghindari
kemungkinan terjadinya transaksi yang nyata-nyata mengandung unsur riba.
Sebagaimana pembahasan di atas, akad al-bay’ (jual beli) yang terdapat pada
struktur akad Sales and Lease Back dalam transaksi SBSN Sukuk Negara Ritel adalah
akad jual beli bersyarat (bay’ al-wafa’) yang konsisten dan sudah sesuai dengan
rukun dan syarat yang berlaku secara umum pada akad al-bay’ (jual beli) dan akad
6Ahmad Fahmi Abu Sunnah, Al-‘Urf wal-‘Aadah fi Ro’yi-l-Fuqaha’, (Mesir: Mathba‟ah
Klliyyat Azhar, 1949), hlm. 186.
7Abdur Rahman As-Shobuni, Al-Madkhal fi-t-Tasyri’ al-Islamiy, (Damaskus: Darul Kitab,
1976), hlm. 73.
111
bay’ al-wafa’ (jual beli bersyarat) yang dibolehkan oleh syara‟ berdasarkan ‘Urf
Istihsan.
C. Analisa Konsistensi Akad Sewa (Ijarah) Pada Struktur Akad Sales and Lease
Back dalam Transaksi Sukuk Negara Ritel
1. Akad Ijarah (sewa) pada Struktur Akad Sales and Lease Back dalam Sukuk Ritel
Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia sebagai pemberi sewa dan Pemerintah
selaku penyewa telah mengadakan perjanjian sewa (akad ijarah) atas Aset SBSN.
SBSN dengan akad Ijarah- Sale and Lease Back diterbitkan atas dasar
kesepakatan antara Pemerintah dan Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia untuk
melakukan jual-beli dan penyewaan Barang Milik Negara (BMN) yang dijadikan
sebagai Aset SBSN.
Transaksi dalam rangka penerbitan SBSN dengan akad Ijarah – Sale and
Lease Back, terdiri dari kegiatan/ perikatan sebagai berikut:8
a. Penjualan BMN oleh Pemerintah kepada Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia
untuk digunakan sebagai Aset SBSN.
b. Penerbitan SBSN oleh Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia sebagai bukti atas
penyertaan/kepemilikan investor terhadap aset SBSN.
c. Pembayaran Imbalan atas penyewaan (al-ijarah) Aset SBSN oleh Pemerintah
sebagai Obligor kepada Pemilik SBSN melalui Agen Pembayar, dan
8Ibid., h. 8.
112
d. Pembelian Aset SBSN oleh Pemerintah dari Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia
sebesar nilai nominal SBSN pada akhir periode sewa (al-ijarah) untuk membayar
nilai nominal SBSN.
2. Mekanisme Akad Ijarah (sewa) pada Transaksi SBSN Sukuk Negara Ritel
Penerbitan Sukuk Negara Ritel seri SR-001 dengan akad ijarah – Sale and
Lease Back dan dalam denominasi Rupiah di pasar perdana dalam negeri ini
dilakukan oleh Pemerintah melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia.
Perusahaan Penerbit Indonesia SBSN merupakan badan hukum khusus
(spesial legal entity) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang SBSN khusus untuk
menerbitkan SBSN. Pendirian dan pengelolaannya diatur melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit SBSN.
Dalam rangka penerbitan SBSN Ijarah- Sale and Lease Back ini, Pemerintah
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2008 telah mendirikan Perusahaan
Penerbit SBSN Indonesia untuk bertindak sebagai counter party Pemerintah dalam
transaksi Aset SBSN. Kegiatan Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia dalam
menerbitkan SBSN adalah sebagai berikut:
a. Membeli BMN dari Pemerintah untuk digunakan sebagai Aset SBSN.
b. Menyewakan Aset SBSN kepada Pemerintah, dan
c. Menjual Aset SBSN kepada Pemerintah pada akhir periode sewa Aset
SBSN/Tanggal Jatuh Tempo SBSN untuk membayar Nilai Nominal SBSN
.
113
3. Rukun Ijarah (sewa) pada Akad Sales and Lease Back dalam Sukuk Negara Ritel
Menurut ulama Hanafiyah, rukun iijarah itu hanya satu, yaitu iijab (ungkapan
menyewakan) dan qabul (persetujuan terhadap sewa menyewa). Akan tetapi, jumhur
ulama mengatakan bahwa rukun al-ijarah itu ada empat, yaitu:
a. Orang yang berakad, dalam hal ini Pemerintah sebagai penyewa atas asset yang
dijual, dan para pemegang SBSN sebagai pemberi sewa
b. Sewa/Imbalan/ Kupon
1) Imbalan berupa sewa yang jumlah pembayarannya bersifat tetap (fixed-
coupon).
2) Imbalan/kupon per unit Sukuk Negara Ritel adalah sebesar 12% (dua belas
per seratus) per tahun yang dibayar setiap bulan.
3) Frekuensi Imbalan/Kupon. Imbalan dibayarkan secara periodik setiap bulan
pada tanggal 25 (dua puluh lima). Imbalan/Kupon pertama diberikan pada
tanggal 25 Maret 2009. Dalam hal tanggal Pembayaran Imbalan/Kupon jatuh
pada bukan Hari Kerja, maka Pembayaran Imbalan/Kupon dilakukan pada
hari kerja berikutnya. Hari kerja adalah hari pada saat operasional sistem
pembayaran diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
4) Jumlah Pembayaran Imbalan/Kupon. Rp * ,00 (* rupiah) untuk setiap Unit
Sukuk Negara Ritel (1/12 x tingkat Imbalan/Kupon x Rp 1.000.000,00 untuk
setiap unit Sukuk Negara Ritel). Jumlah Pembayaran Imbalan/Kupon telah
dibulatkan dalam Rupiah penuh, dengan ketentuan apabila di bawah dan sama
114
dengan 50 (lima puluh) sen dibulatkan menjadi nol, sedangkan di atas 50
(lima puluh) sen dibulatkan menjadi Rp 1,00 (satu Rupiah).
5) Hak atas Imbalan/ Kupon dan/ atau Nilai Nominal SBSN. Pihak yang tercatat
dalam Daftar Pemegang SBSN pada Bank Indonesia dan Pemilik Penerima
Manfaat yang tercatat dalam rekening efek pada Subregistry 2 (dua) Hari
Kerja sebelum tanggal pembayaran Imbalan/ Kupon dan/ atau Nilai Nominal
SBSN berhak atas Imbalan/ Kupon dan/ atau Nilai Nominal Sukuk Negara
Ritel.
c. Manfaat, Pemerintah dalam hal ini sebagai penyewa mendapatkan manfaat berupa
penggunaan aset yang telah dijual yang kemudian disewa kembali.
d. Shighat,(Ijab dan qabul), Dalam rangka penerbitan Sukuk Negara ritel seri SR-
001, khususnya terkait dengan transaksi penyewaan Aset SBSN, diperlukan
beberapa dokumen hukum sebagai berikut :
1) Perjanjian Sewa Menyewa (Lease/Ijarah). Perjanjian ini mengatur
kesepakatan antara Perusahaan Penerbit SBSN sebagai pemberi sewa dan
Pemerintah selaku penyewa mengenai sewa-menyewa Aset SBSN.
2) Perjanjian Pengelolaan Aset SBSN (Servicing Agency Agreement). Perjanjian
ini mengatur mengenai kesepakatan antara Perusahaan Penerbit SBSN sebagai
pemberi sewa dan pemerintah selaku penyewa bahwa Pemerintah akan
memelihara dan menjaga kondisi Aset SBSN serta menanggung seluruh biaya
atas kegiatan dimaksud. Dokumen-dokumen tersebut ditandatangani oleh
pemerintah dan perusahaan penerbit SBSN Indonesia.
115
Dalam hal ini, akad al-ijarah pada struktur akad Sales and Lease Back dalam
transaksi Sukuk Negara Ritel sudah sesuai dengan rukun dan syarat yang berlaku
pada rukun dan syarat al-ijarah sebagaimana yang telah dibahas di atas.
116
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan Fatwa DSN MUI No:72/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara menggunakan akad Ijarah - Sales and Lease Back sesuai dengan
prinsip syariah, yaitu kombinasi antara akad al-bay’ (jual beli) dan akad al-ijarah
(sewa).
2. Akad al-bay’ (jual beli) yang terdapat pada struktur akad Sales and Lease Back
adalah bentuk akad al-bay’ (jual beli) bersyarat (bay’ al-wafa’), yaitu
mensyaratkan pembeli Aset Barang Milik Negara untuk menjual kembali BMN
(underlying asset) kepada penjual semula (Pemerintah) setelah masa jatuh tempo
selama 5 tahun, dari tanggal 25 Februari 2009 sampai dengan tanggal 25 Februari
2012.1Dan bentuk jual beli bersyarat (bay’ al-wafa’) ini dibolehkan berdasarkan ‘Urf
Istihsan (kebiasaan yang berlaku), karena dapat menghindarkan masyarakat dari
transaksi ribawi.
1 Ibid., h. 4.
117
3. Akad al-ijarah (sewa) yang terdapat pada struktur akad Sales and Lease Back sudah
sesuai dengan rukun dan syarat yang berlaku pada akad al-ijarah (sewa), rukun dan
syarat itu di antaranya:
a. Al-muta’aqidain (dua pihak yang berakad). Dalam hal ini Pemerintah sebagai
penyewa (musta’jir), dan pihak pemegang sukuk sebagai pemberi sewa (mu’jir).
b. Imbalan/sewa/nominal. Pemerintah memberikan imbalan atas sewa Barang Milik
Negara kepada pihak pemegang sukuk sebesar 1 % dari nilai pokok pembelian
SBSN selama 5 tahun.
c. Manfaat. Penyewa (Pemerintah) mendapatkan manfaat dari penyewaan Barang
Milik Negara berupa tanah dan bangunan (Gelora Bung Karno).
d. Shighot, Ijab dan Qabul. Dalam hal ini Pemerintah membuat akad Ijarah berupa
dokumen perjanjian antara Pemerintah (penyewa) dan pemegang Sukuk Negara
Ritel (yang menyewakan).
118
B. Saran
1. Pemerintah (Departemen Keuangan RI) diharapkan memperhatikan syari’ah
compliance (kepatuhan syari’ah) pada transaksi Sukuk Negara Ritel, di samping
memperhatikan keamanan, resiko, dan pangsa pasar syari’ah.
2. Pemerintah (Departemen Keuangan RI) diharapkan dapat menggunakan
instrumen keuangan Islam bukan hanya penghindaran dari transaksi ribawi (hilah)
untuk meraih potensi investor syari’ah. Tetapi lebih dari itu, pemerintah juga
diharapkan memanfaatkan instrumen keuangan Islam untuk sektor produktif
sesuai dengan tujuannya (maqashid syari’ah)
3. Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dapat ikut andil
dalam pengawasan pada aplikasi Surat Berharga Syari’ah Nasional di lapangan,
selain bertugas memutuskan fatwa kehalalan akad Sales and Lease Back Surat
Berharga Syariah Negara.
4. Pihak PT BNI Securities dapat memaksimalkan pangsa pasar syari’ah dengan
instrumen pasar modal/reksadana syari’ah selain instrumen Sukuk Negara Ritel.
5. Pihak Akedemisi dapat menyumbangkan ide dan gagasan untuk mendukung
terciptanya formula keuangan Syari’ah yang ungul, bermaslahat, dan
menguntungkan semua pihak.
6. SBSN dengan akad Sales and Lease Back harus seiring sejalan dalam aplikasi
transaksinya. Seiring dalam memenuhi kebutuhan (hajiyat) dan mencapai tujuan
(maqashid syariah). Sejalan dengan misinya menjalankan syariah secara kaffah
119
ke dalam berbagai aspek kehidupan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip yang
terkandung di dalamnya.
7. Perlunya kerjasama antara akademisi, ulama dan praktisi. Sehingga kebutuhan
pasar akan instrumen keuangan akan terpenuhi tanpa harus meninggalkan nilai-
nilai syariahnya.
120
DAFTAR PUSTAKA
Darmadji, Tjiptono dan Hendry M Fakhruddin. Pasar Modal di Indonesia. ED 1.
Jakarta: Salemba Empat, 2001.
Achsien, Iggi H. Investasi Syariah di Pasar Modal: Menggagas Konsep dan Praktik
Manajemen Portofolio Syariah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003,
cet. ke-2.
Huda, Nurul dan Nasution, Mustafa Edwin. Investasi Pada Pasar Modal Syariah.
Jakarta: Kencana, 2007.
Pontjowinoto, Iwan. Prinsip Syariah di Pasar Modal: Pandangan Praktisi. Jakarta:
Modal Publication, 2003.
Rusyd, Ibnu. Bidaayatul Mujtahid Wa Nihaayatul Muqtashid. Cairo: Darul Fikri,
1989
Sulistyastuti, Dyah Ratih. Saham dan Obligasi. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, 2002.
Widiatmodjo, Sawiji. Cara Sehat Investasi di Pasar Modal: Pengetahuan Dasar.
Jakarta: PT. Jurnalindo Aksara Grafika, 1996, cet. ke-4.
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI “Tentang Obligasi Syariah”, No:
32/DSN-MUI/IX/2002.
--------------------------------------------------------“Tentang Obligasi Syariah
Mudharabah”, No: 33/DSN-MUI/IX/2002.
121
Ahmad Hamur, Sami Hasan, Dr. Tathwiiru-l-A’maal al-Mashrifiyyah. Cairo:
Maktabtu Darit Turats,1991.
Qal’ah, Muhammad Rowwas. Al-Mu’aamalat al-Maaliyah fi Dhoui-l-Fiqhi wa-s-
Syarii’ati. Kuwait: Fakultas Syariah Universitas Kuwait, Daarun Nafaais,
1999.
Sayyid Thonthowi, Muhammad, Dr. Mu’aamalatu-l-Bunuuk wa Ahkaamuha al-
Syar’iyyah. Cairo: Nahdhoh Mesir, 1997.
Ashraf Usmani, Muhammad Imran, Dr. Meezanbanks’Guide to Islamic Banking.
Karachi: Daarul Ishaat, 2000.
Direktorat Perbankan Syariah. Kajian Gharar dan Maysir dalam Transaksi
Keuangan. Jakarta: Bank Indonesia, 2007.
Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisa Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Rajawali Press,
2004.
Khallaf, Abdul Wahhab, Prof, Dr. Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fiqh.
Jakarta: Rajawali Press, 2002.
Firdaus. Ushul Fiqh Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara
Komprehensif. Jakarta: Zikrul Hakim, 2004.
Zuhaili, Wahbah. Fiqh Muamalah Perbankan Syariah. Jakarta: Bank Muamalat
Indonesia, 2002.
Heri Susanto, Agus Dwi Darmawan, “Tawarkan Bagi Hasil 12% Depkeu: Peminat
Sukuk Ritel Luar Biasa Besar” Artikel diakses pada 30 Juli 2009 dari
www.vivanews.com
122
M.Gunawan Yasni. “Syariah Dan Implikasinya Atas Pengembangan Sukuk
Khususnya Ijarah & Pasar Modal Ke Depan” artikel diakses pada 4
November 2009 dari www.wordpress.com
Wawancara mengenai PT. BNI Securities
1. Apa sebenarnya PT. BNI Securities ini?
2. Produk dan jasa apa saja yang ditawarkan di PT. BNI Securities ini?Mohon dijelaskan
produk dan jasa tersebut?
3. Bagaimana cara bergabung dengan PT. BNI Securities ini?
4. Apa saja syarat yang harus dipenuhi untuk bergabung di PT. BNI Securities ini?
5. Produk apa yang menjadi andalan PT. BNI Securities?
6. Apa hubungan antara PT. BNI Securities dengan Bursa Efek Indonesia?
7. Produk syariah apa saja yang ditawarkan PT. BNI Securities?
8. Dalam penawaran produk syariah apakah PT. BNI Securities memiliki Dewan Pengawas
Syariah?
9. Apa saja keuntungan yang diperoleh investor bergabung dengan PT. BNI Securities?
10. Bagaimana PT. BNI Securities mendapatkan profit sebagaimana PT. BNI Securities
Badan Usaha?
Wawancara mengenai Sukuk Ritel
11. Bagaimana mekanisme sukuk ritel di PT. BNI Securities mulai dari penawaran sampai
penjualannya?
(Jika ada diktat/flow chart mengenai prosedur penjualan sukuk di PT. BNI Securities)
12. Apa keuntungan yang diperoleh PT. BNI Securities sebagai agen penjual sukuk?
13. Bagaimana cara membeli sukuk ritel di PT. BNI Securities?
14. Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi nasabah/investor untuk membeli sukuk ritel di
PT. BNI Securities?
15. Apa saja peran (hak dan kewajiban) PT. BNI Securities sebagai agen penjual Sukuk
Ritel?
16. Berapa minimal sukuk yang dijual kepada nasabah/investor?
17. Berapa lama jatuh tempo Sukuk Ritel Seri SRI 001 ini?
18. Berapa yield yang ditawarkan pemerintah?
19. Bagaimana proses transfer imbalan tiap bulan kepada investor?
20. Dalam transaksi sukuk ini apa posisi PT.BNI Securities dan nasabah/investor?
21. Ketika investor bertransaksi adakah kontrak jual beli? Seperti apakah kontrak tersebut?
22. Dalam kontrak yang ada, apa posisi PT. BNI Securities?
23. Apakah perusahaan penerbit yang dijelaskan di memorandum informasi DEPKEU adalah
agen penjual seperti halnya PT. BNI Securities?
24. Apakah ada pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam transaksi sales ini?
25. Apa keuntungan yang diperoleh investor berinvestasi pada Sukuk Ritel di PT. BNI
Securities?
26. Adakah resiko berinvestasi pada sukuk ritel?Apa saja resiko-resiko tersebut?
27. Mohon dijelaskan mengenai perdagangan sukuk di pasar sekunder?
28. Apa keuntungan yang dapat diperoleh investor dengan memperdagangkan sukuk dalam
mekanisme bursa?
Data-data lain yang diperlukan
1. Company Profile PT. BNI Securities?
a. Sejarah berdiri PT. BNI Securities
b. Struktur Organisasi PT. BNI Securities
c. Visi dan misi PT. BNI Securities
d. Produk dan jasa yang ditawarkan di PT. BNI Securities
e. Produk dan jasa Syariáh apa saja yang ditawarkan?
2. Brosur mengenai produk dan jasa PT. BNI Securities
3. Memorandum Informasi Mengenai Sukuk Ritel Indonesia seri SRI 001 yang diterbitkan
DEPKEU
4. Kontrak jual (sales) dan kontrak sewa (lease)
5. Form pengajuan pembelian sukuk ritel
Recommended