View
244
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun 2013 22
AKSESIBILITAS PETANI PADI SAWAH TERHADAP SUMBER PERMODALAN DAN FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI PROVINSI BANTEN
Tian Mulyaqin dan Dewi Haryani
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Jl.Ciptayasa Km.01 Ciruas Serang Telp : (0254) 281055 E-mail : bptpbanten@yahoo.com
ABSTRAK
Salah satu kendala yang dihadapi para petani padi sawah dengan kepemilikan lahan sempit untuk mengembangkan usahataninya adalah kurang aksesnya ke sumber-sumber permodalan. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui aksesibilitas petani padi sawah terhadap sumber permodalan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode penelitian yang digunakan adalah survey terhadap 155 orang petani padi sawah dan 20 instansi terkait melalui FGD. Data usahatani yang digunakan adalah data usahatani pada musim tanam terakhir (II) tahun 2011 yang dilakukan secara purposive. Hasil pengkajian menunjukkan sebagian besar petani padi sawah di Provinsi Banten, mengakses sumber permodalan yang berasal dari kombinasi antara modal sendiri dengan modal pinjaman dari luar yang berasal lembaga keuangan informal. Lembaga keuangan formal (Bank) dan kredit program seperti KKP-E masih belum banyak diakses oleh petani padi sawah. Faktor internal yang mempengaruhi aksesibilatas petani terhadap sumber permodalan adalah: karakter petani, pendidikan, agunan, keanggotaan
KelompokTani dan pengalaman pinjaman sebelumnya sedangkan faktor eksternal adalah:
persyaratan skin kredit, kebijakan dan sosialisasi kredit dan fasilitator pembiayaan
Kata Kunci: Akses Petani, Faktor internal dan ekternal, Padi Sawah
PENDAHULUAN
Ketahanan pangan di tingkat daerah merupakan landasan utama bagi terwujudnya
ketahan pangan nasional. Provinsi Banten dikenal sebagai lumbung beras nasional, dengan total
luas areal sawah 197.914 hektar terdiri dari lahan sawah irigasi 108.200 hektar dan sawah
tadah hujan 88.688 hektar serta sawah pasang surut 1.026 hektar. Angka Tetap (ATAP)
produksi padi Provinsi Banten tahun 2010 sebesar 2,05 juta ton Gabah Kering Giling (GKG),
meningkat sebesar 199,04 ribu ton (10,76 persen) dibandingkan produksi padi tahun 2009.
Tahun 2011 diperkirakan produksi padi meningkat sebesar 16,49 ribu ton (0,80 persen)
dibandingkan tahun 2010, yaitu mencapai 2,064 juta ton GKG. (BPS Banten, 2011)
Namun dari segi penguasaan lahan sawah di Provinsi Banten 75,25 persen dari total
rumah tangga usaha tanaman padi (506.413 rumah tangga tani) hanya menguasai lahan sawah
kurang dari 0,5 hektar, sisanya 24.76 persen menguasai lahan sawah lebih dari 0,5 hektar.
Kemudian dari segi sumber utama pembiayaan usahataninya 94,51 persen dari total rumah
Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun 2013 23
tangga tani mengandalkan modal sendiri, 4,73 persen pinjaman perorangan, 0,24 persen
pinjaman dari koperasi, 0,02 persen dari bank dan 0,5 persen dari sumber pembiayaan lainnya.
(BPS, 2009)
Berdasarkan data diatas menimbulkan asumsi bahwa dengan penguasaan lahan yang
sempit akan menyulitkan petani untuk mengakses sumber-sumber permodalan baik formal
maupun non formal. Sementara keberadaan kredit benar-benar dibutuhkan oleh petani untuk
tujuan produksi, pengeluaran hidup sehari-hari sebelum hasil panen terjual dan untuk
pertemuan sosial lainnya. Dikarenakan penguasaan lahan tergolong sempit, upah yang mahal
dan kesempatan kerja terbatas di luar musim tanam, sebagian besar petani tidak dapat
memenuhi biaya hidupnya dari satu musim ke musim lainnya tanpa pinjaman. Kredit sudah
menjadi bagian hidup dan ekonomi usahatani, bila kredit tidak tersedia tingkat produksi dan
pendapatan usahatani akan turun drastis.
Kendala yang dihadapi para petani dan pelaku agribisnis skala kecil di Provinsi Banten
untuk mengembangkan usahanya adalah kurang aksesnya ke sumber-sumber permodalan. Hal
ini terlihat dari masih sangat rendahnya penyerapan dana yang disediakan dibandingkan sektor
lain. Di tingkat lapangan, kredit berbunga murah yang ditujukan untuk pengembangan ekonomi
rakyat (petani, usahawan dan koperasi) masih sulit cair. Pihak birokrasi beralasan karena kredit
program ini ada keterbatasan-keterbatasan bagi peminat. Padahal seharusnya dalam
penyaluran kredit program yang perlu diperbaiki adalah prosedur yang relatif panjang karena
sering merupakan penyebab utama keengganan masyarakat pedesaan untuk berhubungan
dengan bank. (Sudaryanto, 1999). Tujuan penelitian ini adalah Mengkaji sumber permodalan
dan aksesibilitas petani padi sawah terhadap sumber permodalan yang ada di Provinsi Banten.
METODOLOGI
Pengkajian ini dilaksanakan pada tahun 2012 di sentra produksi padi sawah di Provinsi
Banten yang meliputi Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang dan Tangerang. Komoditas padi
sawah terpilih didasarkan beberapa pertimbangan sebagai berikut : (1) Komoditas strategis dan
pangan pokok bagi penduduk Banten; (2) Terdapat variasi penguasaan lahan oleh petani
dengan kondisi permodalan yang berbeda. Secara tentatif lokasi penelitian yaitu Kabupaten
Pandeglang, Lebak, Serang,Tangerang dan Cilegon, sebagai daerah sentra produksi padi.
Unit analisis penelitian ini adalah kabupaten/kota, dengan mengambil Kabupaten Lebak,
Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Tangerang, namun demikian kajian
Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun 2013 24
yang lebih rinci akan didasarkan pada studi mendalam di tingkat kecamatan sentra produksi
yang ditemukan adanya petani yang mengusahakan lahannya dengan padi sawah. Selanjutnya
dalam satu kabupaten/kota dipilih satu atau dua kecamatan yang dianggap representatif.
Kabupaten/kota yang representatif akan ditentukan dengan melakukan studi pustaka dan studi
awal. Secara terinci perencanaan sampling dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Jumlah Contoh Menurut Kategori Contoh untuk Pengkajian Aksesibilitas
Petani Padi Sawah Terhadap Berbagai Sumber Permodalan di Provinsi Banten
Data yang dibutuhkan mencakup data kuantitatif dan kualitatif. Pengumpulan data
kuantitatif dilakukan melalui wawancara terstruktur, sedangkan data kualitatif dikumpulkan
melalui strategi studi kasus dengan multimetode: wawancara mendalam, pengamatan
langsung, dan dilengkapi dengan informasi dari dokumen tertulis yang relevan dengan tujuan
kajian ini. Metoda analisis akan dilakukan secara deskriptif dengan menganalisa sumber
permodalan dan kemampuan petani untuk mengakses berbagai sumber permodalan baik formal
maupun non formal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan Produksi Padi
Sentra produksi padi di Provinsi Banten terdapat di empat kabupaten dan merupakan
lokasi pengkajian ini, yaitu Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak di wilayah Banten
bagian Selatan serta Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang di wilayah Banten bagian
Utara. Kontribusi produksi padi dari empat kabupaten tersebut terhadap total produksi padi
Provinsi Banten sekitar 19-30 persen, sedangkan dari wilayah lain (Kota Tangerang, Kota
Tangerang Selatan, Kota Cilegon) sekitar satu persen, dan Kota Serang sekitar 3,8 persen.
Besarnya Kontribusi produksi padi Kabupaten dan Kota dapat dilihat pada Gambar 1.
No. Uraian Kab.
Lebak Kab.
Pandeglang Kab.
Serang Kab.
Tangerang Total
1. Petani Padi Sawah 42 45 30 38 155 2. BPS Prop/Kab 1 1 1 1 4 3. Disperta Prop/Kab 1 1 1 1 4 4. Lembaga Keuangan
formal dan Non Formal
3 3 3 3 12
Total 47 49 35 43 175
Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun 2013 25
Gambar 1. Kontribusi Padi di Provinsi Banten menurut Kabupaten/Kota Tahun 2003-2010
Pada tahun 2010, kontribusi terbesar pertama dan kedua disumbang oleh Kabupaten
Pandeglang yang mencapai 30,77 persen dan Kabupaten Lebak mencapai 23,78 persen dari
total produksi padi di Provinsi Banten. Berdasarkan wilayah geografis, wilayah Banten Bagian
Selatan menyumbang produksi padi 54,55 persen (Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten
Lebak) dan wilayan Banten Bagian Utara menyumbang produksi 45,45 persen (Kabupaten
Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan Kota Cilegon).
Daerah konsentrasi pertanian memang lebih besar di wilayah Banten Bagian Selatan yang lebih
banyak wilayah perdesaannya, dibandingkan dengan Wilayah Banten Bagian Utara yang
merupakan wilayah konsentrasi industry dan niaga.
Pemasaran hasil panen yang dilakukan petani di lokasi pengkajian hampir sebagian
besar menjual hasil panennya kepada tengkulak dan penggilingan yang memberikan pinjaman
kredit dalam bentuk uang dan natura (benih, pupuk, pestisida). Tetapi banyak petani yang
menjual kepada tengkulak luar antar kabupaten atau antar provinsi seperti dari Karawang
atau Indramayu. Adapun harga pembelian gabah antar kabupaten bervariasi seperti terlihat
pada Tabel 2.
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Kota Tangerang Selatan - - - - - - 0.06 0.07
Kota Tangerang 0.71 0.54 0.48 0.54 0.27 0.43 0.48 0.34
Kota Cilegon 0.70 0.87 0.76 0.83 0.78 0.70 0.66 0.73
Kota Serang - - - - - - 3.86 3.82
Kab. Serang 24.87 23.86 24.61 26.42 24.84 24.60 22.73 20.50
Kab. Tangerang 18.26 19.95 20.03 20.86 20.91 21.71 19.75 19.99
Kab. Lebak 23.45 23.78 24.15 22.52 24.23 22.85 24.15 23.78
Kab. Pandeglang 32.02 31.01 29.97 28.83 28.96 29.71 28.31 30.77
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun 2013 26
Tabel 2. Rata-rata Harga Gabah Kering Panen, Harga Gabah Kering Giling dan Harga Beras
Rata-rata Kabupaten Pandeglang
Kabupaten Tangerang
Kabupaten Lebak
Kabupaten Serang
Harga Gabah Kering Panen (Rp/kg)
3,075
3,450
3,075
3,425
Harga Gabah Kering Giling (Rp/kg)
3,550
4,300
3,950
4,150
Harga Beras (Rp/kg)
7,050
7,200
7,100
7,100
Sumber : data primer diolah, 2012
Wilayah Banten Bagian Selatan (Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak) sebagai
produsen beras paling besar, harga gabahnya lebih rendah dibandingkan wilayah Banten
Bagian Utara (Kabupaten Serang dan Tangerang). Harga rata-rata gabah dan beras di
Kabupaten Pandeglang lebih rendah dibandingkan tiga kabupaten lainnya. Hal ini disebabkan
jumlah gabah di Kabupaten Pandeglang melimpah pada saat panen sehingga harganya lebih
rendah dibandingkan kabupaten lainnya, dan bahkan harganya berada dibawah Harga
Pembelian Pemerintah (HPP).
Berdasarkan Inpres No 3/2012, HPP Gabah Kering Panen dalam negeri dengan kualitas
kadar air maksimum 25% dan kadar hampa/kotoran maksimum 10% adalah Rp.3.300 per
kilogram di petani, atau Rp. 3.350 per kilogram di penggilingan. HPP GKG dalam negeri dengan
kualitas kadar air maksimum 14% dan kadar hampa/kotoran maksimum 3% (tiga perseratus)
adalah Rp. 4.150 per kilogram di penggilingan, atau Rp. 4.200 per kilogram di gudang Perum
BULOG. Harga Pembelian Beras dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14% butir
patah maksimum 20%, kadar menir maksimum 2% dan derajat sosoh minimum 95% adalah
Rp. 6.600 per kilogram di gudang Perum BULOG.
Sumber Permodalan Petani
Sifat kegiatan pertanian yang tergantung musim berarti menghadapi banyak
ketidakpastian, sehingga dalam rangka mendukung usahatani diperlukan sumber modal yang
lebih fleksibel. Untuk memproduksi lebih banyak, petani harus mengeluarkan uang untuk
benih/bibit unggul, pestisida, pupuk dan alat-alat. Pengeluaran-pengeluaran seperti itu harus
dibiayai dari tabungan atau dengan meminjam. Sumber permodalan petani responden di lokasi
pengkajian dalam berusahatani padi sawah berasal dari modal sendiri, kombinasi antara modal
sendiri sebagai modal utama dan modal dari luar berupa pinjaman kredit, bantuan pemerintah
Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun 2013 27
berupa saprotan (pupuk, benih,) dan lainnya seperti modal pemilik dengan penggarap sebagai
modal tambahan.
Berdasarkan Gambar 2, sebagian besar modal yang digunakan petani untuk usahatani
padi sawah berasal dari modal sendiri sebagai modal utama dan sisanya berasal dari modal luar
berupa bantuan pemerintah atau pinjaman kredit. Secara keseluruhan terlihat bahwa sebagian
besar petani melakukan kombinasi antara modal sendiri ditambah bantuan pemerintah (benih
dan pupuk) dari program SL-PTT sebesar 25,81 persen. Petani yang memanfaakan modal luar
berupa pinjaman kredit sebesar 22.58 persen, dan petani yang memanfaatkan sumber modal
lainnya sebesar 11,61 persen. Petani yang menggunakan kombinasi modal sendiri ditambah
pinjaman kredit ini memiliki alasan ingin mengoptimalkan proses budidaya padi sawah dengan
menggunakan input-input yang lebih baik dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang
lebih besar dibandingkan dengan menggunakan sarana produksi seadanya dengan
memanfaatkan sumber permodalan melalui proses peminjaman.
Gambar 2. Keragaan Sumber Permodalan Usahatani Padi Sawah MT II, 2011
Petani yang menggunakan modal sendiri untuk melakukan usahatani padi sawah
sebanyak 16,77 persen. Petani yang hanya menggunakan modal sendiri memiliki alasan,
bahwa modal sendiri sudah merasa cukup untuk memenuhi usahatani padi sawah 39 persen.
Sebanyak 27 persen dari petani yang hanya memanfaatkan modal sendiri tidak mengetahui
20.00 11.90
21.05 13.33 16.77
8.89
30.95 39.47
10.00
22.58 13.33
38.10
7.89
50.00
25.81
40.00
7.14
28.95
13.33 23.23 17.78
11.90
2.63 13.33 11.61
Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Banten
Modal Sendiri Saja
Modal Sendiri + Pinjaman Kredit
Modal Sendiri + Bantuan Pemerintah
Modal Sendiri + Pinjaman Kredit + Bantuan Pemerintah
Modal Sendiri + Lainnya
Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun 2013 28
prosedur pinjaman kredit, sedangkan 18 persen menganggap prosedur pinjaman sulit terutama
ke lembaga formal seperti perbankan dan kredit program seperti KUR dan KKPE.
Alasan petani tidak mengakses modal ke BRI adalah prosedur pinjaman atau perolehan
kredit dari BRI terlalu sulit dan ada juga yang tidak mengetahui informasi prosedur
peminjamannya. Kelebihan dari lembaga ini yaitu usaha kita akan selalu dipantau dan akan
diberi pinjaman yang lebih besar jika usahanya berhasil dan pengembaliannya selalu tepat,
sementara kekurangannya yaitu sistem dan prosedur peminjaman masih begitu rumit sehingga
banyak petani responden yang enggan untuk meminjam kelembaga ini.
Demikian pula untuk kredit KKP-E, walaupun sudah berlangsung sejak tahun 2007, hasil
survey di lapangan menunjukkan petani responden di Provinsi Banten belum pernah ada yang
mengakses kredit program KKP-E ini. Hal ini dikarenakan beberapa alasan: 1) Sosialisasi
mengenai kredit program KKP-E masih sangat kurang bahkan tidak sampai ke petani sebagai
target pelaksanaan program KKP-E 2) Prosedur yang lumayan banyak dan sulit mengakibatkan
petani enggan berhubungan dengan pihak Bank. 3) Peran pemerintah (penyuluh dan petugas
dinas teknis) dan perbankan masih kurang dalam memfasilitasi petani untuk dapat mengakses
KKP-E.
Sebanyak 5 persen petani yang hanya menggunakan modal sendiri juga tidak mau
melakukan pinjaman kredit dikarenakan tidak mempunyai agunan sisanya sebanyak 11 persen
tidak melakukan pinjaman karena merasa takut kalau dikemudian hari tidak mampu membayar,
alasan lainnya merasa takut dan enggan berhubungan dengan pihak perbankan. Alasan petani
tidak meminjam modal dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Alasan Petani Responden Tidak Meminjam Modal
Modal sendiri sudah
mencukupi kegiatan
usahatani padi sawah
39%
Tidak mengetahui
prosedur pinjaman
kredit 27%
Prosedur pinjaman sulit
18%
Tidak mempunyai
agunan 5%
Lainnya 11%
Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun 2013 29
Petani yang hanya menggunakan modal sendiri sebagian besar modalnya diperoleh dari
hasil panen sebelumnya. Hasil penjualan gabahnya sebagian besar mereka gunakan kembali
untuk usahatani selanjutnya, sebagian lagi disimpan untuk kebutuhan sehari-hari baik untuk
makan, biaya sekolah, biaya undanga, dan biaya lainnya.
Petani yang menggunakan modal selain modal sendiri, sumber lainnya berasal dari
pinjaman lembaga formal dan informal. Lembaga pembiayaan formal antara lain BRI,
sementara lembaga informal adalah pedagang input (kios sarana produksi pertanian),
penggilingan padi (RMU/Rice Milling Unit) dan pedagang output (pedagang hasil pertanian)
atau tengkulak.
Selain itu, petani juga memperoleh tambahan modal dari program pemerintah seperti
bantuan saprodi dari program SL-PTT berupa benih padi dan pupuk. Bantuan pemerintah
lainnya adalah program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) berupa bantuan
permodalan usahatani yang disalurkan melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
Aksesibilitas Petani Padi Sawah Terhadap Sumber Permodalan
Sebagian petani tidak memiliki masalah dengan biaya usahatani yang dikeluarkan untuk
padi sawah karena cukup menggunakan modal sendiri. Petani lainnya mengandalkan modal
pinjaman yang berasal dari sumber permodalan yang dapat diakses oleh petani (Gambar 4).
Gambar 4. Tingkat Aksesibilitas Petani Terhadap Sumber Permodalan Pada Musim Tanam Akhir, 2011
Pada akhir musim tanam tahun 2011, sumber kredit komersial yang pernah diakses
petani paling dominan adalah BRI. Namun hanya sekitar 3 persen petani yang dapat
Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun 2013 30
mengakses sumber permodalan tersebut. Petani yang dapat meminjam ke bank harus memiliki
agunan yang disyaratkan yaitu sertifikat tanah atau bangunan. Persyaratan inilah yang selama
ini menjadi kendala tingkat aksesibilitas petani terhadap lembaga perbankan. Ada beberapa
alasan petani responden enggan untuk mengakses lembaga perbankan, diantaranya 1)
sebagian besar petani belum memiliki sertifikat atas tanahnya, 2) Tidak memahami prosedur
memperoleh kredit, 3) Anggapan prosedur kredit di perbankan sangat rumit 4) Bunga
perbankan sangat tinggi 5) Ketakutan tidak bisa membayar cicilan.
Petani yang dapat mengakses ke lembaga bank, memiliki mata pencaharian tidak hanya
sebagai petani tetapi juga sebagai pedagang hasil pertanian, pedagang saprotan, penggilingan
padi dan PNS, sehingga dapat membayar cicilan kreditnya setiap bulan. Sedangkan petani yang
mengakses kredit informal masih mewarnai perekonomian di lokasi pengkajian. Namun terlihat
adanya pengurangan peran tengkulak atau pedagang hasil pertanian, dimana petani sudah
mengakses pinjaman kredit dari gapoktan/Poktan sebanyak 31 persen. Hal ini dikarenakan
adanya program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang sudah berlangsung
dari tahun 2008-2012 yang memberikan bantuan penguatan modal sebesar 100 juta rupiah
untuk dikelola oleh Gapoktan/Kelompoktani dan digulirkan ke petani dalam bentuk pinjaman
kredit.
Pada tahun 2011 di Provinsi Banten juga terdapat program Gerakan Peningkatan
Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) yang merupakan program dari Kementerian BUMN
untuk mendukung program Kementerian Pertanian dalam peningkatan produksi melalui
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) berupa pinjaman kredit dalam bentuk uang
maupun saprodi. Program ini digulirkan dan dikelola oleh gapoktan/Poktan dengan PT SHS dan
PT Pertani sebagai avalisnya. Program pemerintah lainnya adalah bantuan saprodi (benih,
pupuk) dari program CBN dan SLPTT dirasakan petani responden sebanyak 30 persen.
Sebanyak 14 persen petani mengakses pinjaman kredit ke teman/ saudaranya. Hal ini
dikarenakan pinjaman kredit dari teman/saudara selain prosedurnya mudah terkadang tidak
mematok bunga bahkan tidak ada bunga sama sekali, dikarenakan alasan tolong menolong dan
persaudaraan. Sumber permodalan dari pedagang hasil pertanian/tengkulak dan pedagang
input (kios sarana produksi pertanian) masing-masing sebesar 6 persen. Sementara itu, sumber
permodalan petani dari penggilingan padi (RMU) sebesar 7 persen dan 3 persen pinjam
kepada pelepas uang. Meminjam kepada pelepas uang dilakukan jika terpaksa menghadapi
keadaan darurat, tetapi umumnya bukan untuk modal usahatani.
Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun 2013 31
Lembaga informal banyak dipilih oleh petani padi sawah di lokasi pengkajian sebagai
sarana sumber pembiayaan karena prosedur untuk mengakses lembaga ini lebih mudah dan
singkat yaitu hanya dengan modal kepercayaan dari lembaga keuangan informal terhadap
petani responden. Sementara prosedur untuk mengakses lembaga formal seperti bank, petani
responden kebanyakan belum memahami mengenai prosedur untuk mengakses ke lembaga
formal tersebut dan merasa prosedurnya terlalu rumit dan panjang sehingga mereka merasa
enggan untuk menggakses ke lembaga ini serta harus memiliki agunan.
Penelitian Syukur et al (1999), Supadi et al, (2004),Manurung (1998), Sudaryanto,et al
(2002), dan Hermanto et al (1994) menunjukkan rendahnya sumber modal usahatani yang
berasal dari kredit komersial. Pada umumnya sumber permodalan petani padi sawah di lokasi
pengkajian berasal dari pedagang input (kios sarana produksi pertanian) dan pedagang output
(pedagang hasil pertanian). Namun hasil pengkajian di Provinsi Banten, setelah adanya
program PUAP kebanyakan petani lebih banyak mengakses gapoktan/Poktan, pedagang input
(kios sarana produksi pertanian), pedagang output (pedagang hasil pertanian), serta
penggilingan padi (rice milling unit) yang juga berprofesi sebagai pedagang beras.
Sebetulnya pemerintah juga menetapkan kebijakan/program terkait permodalan untuk
usaha petani. Walaupun program-program tersebut telah dilaksanakan sejak lama, namun
belum ada petani yang mampu mengaksesnya. Hasil pengkajian menunjukkan belum ada
petani yang mampu mengakses kredit program dari KUR dan KKP-E. Kredit program yang
sedianya dapat membantu petani dalam mengatasi masalah permodalan, tidak dapat dirasakan
oleh petani padi sawah di lokasi pengkajian. Padahal aplikasi kredit program ini tidak begitu
sulit yaitu dilakukan secara berkelompok dengan sistem tanggung renteng, dimana agunan
yang dijadikan jaminan kredit merupakan kekayaan milik ketua/pengurus kelompok tani
sehingga kelompok tani sangat selektif dalam memilih anggotanya.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aksesibilitas Petani Terhadap Sumber Permodalan
Faktor – faktor yang mempengaruhi aksesibilitas petani padi sawah terhadap sumber
permodalan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal merupakan unsur dalam diri petani yang dapat mempengaruhi mudah atau tidaknya
dalam mengakses sumber permodalan. Faktor eksternal merupakan unsur diluar individu petani
yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kemampuan akses individu atau
berkelompok terhadap sumber permodalan usahatani padi sawah.
Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun 2013 32
Faktor internal yang mempengaruhi kemampuan petani dalam mengakses sumber
permodalan diantaranya:
a. Karakter Petani. Karakter yang baik akan memudahkan lembaga penyalur skim kredit untuk
memberikan pinjaman. Namun karakter yang baik lebih banyak keliatan dari sesudah ada
pengalaman petani mengakses lembaga penyalur skim kredit sebelumnya.
b. Pendidikan. Pendidikan akan meningkatkan kemampuan petani dalam memahami prosedur
kredit yang dikeluarkan oleh lembaga penyalur skim kredit. Selain itu pendidikan
menyebabkan petani lebih aktif dalam mengakses sendiri berbaai sumber informasi
mengenai permodalan.
c. Agunan. Petani yang memiliki agunan berupa sertifikat tanah akan memudahkan petani
dalam mengkakses lembaga keuangan formal seperti bank.
d. Keanggotaan Kelompok Tani. Petani yang sudah bergabung dengan kelompok tani atau
gabungan kelompok tani mempunyai peluang lebih besar untuk dapat mengakses
permodalan terutama kredit program maupun bantuan permodalan pemerintah seperti
program SL-PTT, PUAP dll.
e. Pengalaman pinjaman sebelumnya. Petani yang sudah sering berhubungan dengan bank
umumnya memiliki akses yang lebih baik untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga
pembiayaan, terutama petani yang memiliki track record yang baik dalam pembayarannya.
Berbeda dengan petani yang memiliki track record yang buruk, tidak akan pernah
mendapatkan kepercayaan atau pinjaman dari lembaga pembiayaan yang ada.
Sementara itu, faktor eksternal (di luar individu petani) yang mempengaruhi tingkat
aksesibilitas petani terhadap sumber permodalan baik kredit formal maupun non formal adalah
sebagai berikut:
a. Persyaratan skim kredit. Makin mudah prosedur dan persyaratan skim kredit yang
ditawarkan, makin besar tingkat akses petani terhadap lembaga penyalur kredit tersebut.
Kredit formal seperti perbankan selalu mensyaratkan berbagai macam hal dan prosedur,
sehingga banyak petani yang enggan berhubungan dengan perbankan karena menggap
prosedurnya terlalu rumit padahal mereka memiliki agunan. Berbeda dengan lembaga kredit
non formal prosedur mereka sangat singkat dah sangat cepat terealisasi, sehingga petani
sangat besar sekali aksesnya ke lembaga kredit ini walaupun tanpa agunan.
b. Kebijakan dan sosialisasi kredit program. Kebijakan dan sosialisasi kredit program yang
dikucurkan oleh pemerintah melalui berbagai lembaga penyalur sangat berpengaruh
Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun 2013 33
terhadap aksesibilitas petani. Ada tidaknya kebijakan kredit program sangat tergantung dari
kebijakan pemerintah. Hasil kajian menunjukkan pada tahun 2011 kebijakan kredit program
yang ada di Provinsi Banten diantaranya KKP-E, KUR, GP3K dan PUAP. KKP-E dan KUR yang
penyaluran kreditnya dilakukan melalui perbankan masih kurang banyak di akses oleh
petani karena kurangnya sosialisasi dari lembaga penyalur kredit program ini. Bahkan kredit
program seperti KKP-E dan KUR untuk kegiatan pertanian terkesan ditutup-tutupi oleh pihak
perbankan dikarenakan resiko usaha pertanian sangat tinggi. Hal ini diindikasikan dari
sebagian besar petani responden (80%) tidak mengetahui prosedur kredit program KKP-E
dan KUR, bahkan untuk KKP-E belum ada petani yang mengakses kredit program tersebut.
c. Fasilitator pembiayaan. Keberadaan fasilitator atau mediator untuk menjembatani petani
dengan pihak lembaga pembiayaan sangat menentukan aksesibilitas petani terhadap kredit
terutama kredit program/komersil. Seperti kasus KUR, KKP-E dan GP3K peran PPL sangat
besar untuk membantu petani dalam mengajukan kredit ke perbankan. Namun sebagian
besar penyuluh lapang di tiap kabupaten masih belum memahami betul prosedur
memperoleh kredit program KKP-E.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kredit program yang diluncurkan oleh pemerintah untuk membantu usahatani padi petani
seperti KUR, KKP-E dan lainnya. Sebagian besar petani padi di Provinsi Banten masih
mengandalkan pada modal sendiri untuk usaha tersebut. Hasil pengakajian terdapat lima
pola sumber pembiayaan usahatani padi yaitu: ) modal sendiri, b) modal sendiri+injaman,
3) modal sendiri+bantuan pemerintah, 4) modal sendiri+bantuan pemerintah+pinjaman
dan, 5) lainnya. Kredit program yang sudah diakses adalah KUR dan GP3K, namun hanya
sebagian kecil petani yang mampu mengaksesnya. Bahkan petani belum pernah
mengakses kredit program KKP-E, padahal kredit ini tidak sulit yaitu dilakukan secara
berkelompok dengan system tanggung renteng, dengan agunan berupa kekayaaan milik
ketua/pengurus kelompok tani.
2. Aksesibilitas petani padi sawah terhadap sumber permodalan terdiri dari faktor internal
dari rumahtangga petani yaitu karakter petani, pendidikan, agunan, keanggotaan
kelompok tani, pengalaman pinjaman sebelumnya, dan eksternal terkait dengan sumber
pembiayaan seperti persyaratan skim kredit, kebijakan dan sosialisasi kredit program serta
fasilitator pembiayaan. Alasan petani yang tidak mengakses sumber modal yang bersifat
Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun 2013 34
komersial dikarenakan mereka tidak tahu prosedurnya, kalaupun sudah tahu merasa
prosedurnya berbelit-belit serta tidak mempunyai agunan
3. Tidak semua petani mampu menyediakan modal sendiri untuk kegiatan usahataninya.
Dengan modal terbatas, petani tidak mampu memenuhi kebutuhan sarana produksi untuk
usahatani padi sawah, yang berdampak negatif terhadap pencapaian produksinya
4. Walaupun pemerintah meluncurkan kredit program untuk petani, namun penyerapan
beberapa skim tersebut di Provinsi Banten masih relative rendah, bahkan untuk KKP-E
masih belum terserap. Disisi lain, pemerintah telah mencanangkan program surplus beras
minimal 10 juta ton pada tahun 2014. Oleh karena itu, beberapa hal yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut :
a. Pemerintah melalui Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan sosialisasi
kepada petani khususnya petani padi secara intensif tentang kebijakan pemerintah
terkait sumber permodalan baik yang bersifat komersial maupun kredit program,
sehingga petani memperoleh pemahaman secara utuh dan komprehensif.
b. Bagi perbankan yang menyediakan pinjaman komersial dan menjadi kepanjangan
tangan pemerintah untuk kredit program juga melakukan sosialisasi secara massif
kepada petani. Belajar dari program PUAP, perbankan menyediakan tenaga yang
bertugas melakukan sosialisasi sekaligus mendampingi petani agar dapat mengakses
pinjaman dari perbankan.
c. Pemerintah meninjau kembali skim permodalan yang diluncurkan melalui kredit program
terutama seperti KUR, KKP-E. Masih rendahnya penyerapan kedua skim tersebut dapat
dikarenakan aturan dan prosedur pinjaman yang tidak mungkin petani mampu
mengaksesnya. Hasil kajian menunjukkan petani tidak mampu mengakses pinjaman
komersial karena persayaratan agunan dan prosedur yang berbelit-belit.
DAFTAR PUSTAKA
BPS Provinsi Banten, 2011. Analisis Profil Rumah Tangga Usaha Tani Provinsi Banten Tahun 2011 (komoditi padi dan kedelai). Badan Pusat Statistik. Banten
Hermanto dan Mat Syukur. 1994. Kajian Sumber Modal Petani Sub Sektor Tanaman Pangan.
Makalah disampaikan pada Pelatihan Metoda Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian di BLPP Cihea-Cianjur, Jawa Barat, 12 Januari – 10 Februari 1994.
Hermanto. 1992. Keragaan Penyaluran Kredit Pertanian : Suatu Analisis Data Makro.Monograph
Series No.3. Perkembangan Kredit Pertanian di Indonesia (Andin H.Taryoto. Abunawan
Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun 2013 35
Mintoro. Soentoro. Hermanto (Editor). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Hal.63-85.
Malcham. 1991. Manajemen Usahatani Daerah Tropis.LP3S. Bogor Manurung, V.T. 1998. Keragaan Kelembagaan Perkreditan Usaha Penangkapan Ikan Tuna Skala
Kecil di Kawasan Indonesia Timur. FAE, Vol.16 No.2, Desember 1998. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Hal.62-74.
Sudaryanto, T dan M. Syukur. 1999, 2002. Pengembangan Lembaga Keuangan
AlternatifMendukung Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Hlm. 101-121. Dalam Sudaryanto, I W. Rusastra, A. Syam dan M. Ariani (Eds). Analisis Kebijaksanaan: Pendekatan Pembangunan dan Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis. Monograph Series No. 22. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Supadi dan Mat Syukur. 2004. Aksesibilitas Petani Terhadap Sumber Permodalan. PPPSEP.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor Syukur, M, Sumaryanto, Saptana, A. Rozany Nurmanaf, Budi Wiryono, Iwan Setiajie Anugerah,
Sumedi. 1999. Kajian Skim Kredit Usahatani Menunjang Pengembangan IP-Padi-300 di Jawa Barat. Kerja sama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan ARMP II, Badan Litbang Pertanian.
Recommended