View
145
Download
7
Category
Preview:
Citation preview
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumput laut adalah bentuk poliseluler dari ganggang hijau (alga) yang hidup di laut dan
tergolong dalam devisi Thalophyta. Tanaman ini tidak mempunyai akar, batang dan daun seperti
lazimnya tanaman tingkat tinggi. Struktur tanaman secara kesuluruhan merupakan barang yang
dikenal sebagai thallus (Buharaja, 1981). Rumput laut mempunyai beberapa kelas, salah satunya
phalopycene (Istini et al., 2009).
Rumput laut coklat merupakan salah satu komoditi laut yang melimpah dan memiliki
potensi tinggi. Kurang kandungannya. Namun masih sedikit upaya yang dilakukan untuk
memanfaatkan potensi rumput laut. Sargassum yang potensial untuk bahan obat-obatan adalah
Sargassum polycistum karena mengandung iodium, protein, vitamin C dan mineral seperti Ca,
K, Mg, Fe, Cu, Zn, S, P dan Mn, anti kanker, anti tumor dan lain-lain. serta zat yang dapat
mengontrol polusi logam berat (Yuwanita, 2011).
Menurut Prangdimurti (2007), zat antioksidan adalah substansi yang dapat menetralisir radikal
bebas. Radikal bebas merupakan jenis oksigen yang memiliki tingkat reaktif yang tinggi dan
secara alami ada dalam tubuh sebagai hasil dari reaksi biokimia di dalam tubuh. Radikal bebas
dalam merusak sel tubuh, apabila tubuh kekurangan zat antioksidan atau saat tubuh kelebihan
radikal bebas.
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda, memperlambat atau
menghambat rekasi oksidasi pada makanan, obat yang dapat mengakibatkan ketengikan
(rantydicy) pada makanan maupun kerusakan (degradasi) pada obat. Antioksidan dapat
menghambat atau memperlambat oksidasi melalui dua jalur yaitu : (1) melalui penangkap radikal
bebas (free radical scavenging). Antioksidan jenis ini disebut sebagai antioksidan dunter.
Termasuk dalam jenis ini adalah vitamin E (γ-Tokoferol) dan flavonoid, dan (2) tanpa
melibatkan penangkapan radikal bebas (Wulandari, 2009).
Proses ekstraksi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisa dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding
sel dan masuk dalam rongga sel yang mengandung zat aktif (Indaswari, 2008). Hasil penelitian
mengenai alga coklat telah banyak dilaporkan yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh
Suryaningrum et al., (2006).
Menurut Halimah (2007), ada dua pertimbangan utama dalam memilih jenis pelarut,
yaitu pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi dan pelarut kimia yang berbahaya atau
tidak beracun. Pelarut yang paling adalah ethanol. Pelarut yang sering dilakukan dalam proses
ekstraksi adalah aseton, etil diklorida,etanol dan methanol.
Salah satu uji untuk menentukan aktivitas oksidan penangkap radikal bebas adalah
metode DPPH (1,1-diphenil-2-2 picrilhidrazyl) (Blois, 1958). Metode DPPH memberikan
serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna violet gelap, selama itu metode ini
lebih sering digunakan untuk melihat aktivitas antioksidan pada beberapa bahan makanan karena
caranya mudah untuk diguanakan. Penangkapan radikal bebas akan menyebabkan penghilangan
warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil (Sunami, 2005).
Menurut Muawanah (1996), penelitian ini berguna untuk mempelajari dan mengetahui
efektivitas ekstrak Sargassum sp sebagai antioksidan dalam menghambat kerusakan awal emulsi
minyak ikan dan untuk memperoleh gelar sarjana fakultas perikanan.Institut Pertanian, Bogor.
Radikal bebas (free radicals) adalah molekul yang sangat reaktif karena memiliki elektron yang
tidak berpasangan dalam orbital luarnya, sehingga dapat bereaksi dengan molekul sel tubuh
dengan cara mengikat elektron dari molekul sel tubuh tersebut. Tubuh kita secara terus menerus
mengalami pembentukan radikal bebas melalui proses metabolisme sel normal, proses
peradanag, malnutrisi, respon terhadap sinar gamma, UV, asap rokok, alkohol, polusi, obat-
obatan, radang dan luka, kelelahan, stress, depresi dan cemas, olah rasa berlebihan,
kemoterapi/rontsen, peptisida/herbisida, insektisida, bahan-bahan pengawet dan lain-lain.
Antioksidan adalah bahan yang dapat menghilangkan radikal bebas dengan melalui reaksi kimia
sehingga dapat mengurangi terjadinya stress oksidasi. Peranan antioksidan yang berasal dari
buah-buahan dan sayur dalam pertahanan terhadap stress oksidasi akibat penyakit kronik, baik
dalam jangka pendek dengan mencegah kerusakan jaringan maupun dalam jangka panjang dalam
menjaga kesehatan secara keseluruhan. Antioksidan dapat bersumber dari makanan, termasuk
tokoferol, asam askorbik, vitamin A beserta prekursornya, betakaroten dan berbagai bahan
tumbuhan lain seperti fitokimia, karetenoid, bioflavonoid dan flavonoid.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam praktikum Metode Analisa dan Manajemen Laboraturium dengan materi
antioksidan. Menurut Suryaningrum et al.,(2007), bahwasanya Sargassum banyak auksin,
glberelin serta sitokinin yang berperan dalam memacu pertumbuahn tambahan spesies lain. Zat
pengatur tumbuh tersebut berperan pada hampir semua proses pertumbuhan.
1. Seberapa besar aktivitas senyawa antioksidan yang terdapat pada alga coklat, teh, Sargassum
policystum dan Sargassum duplicatum?
2. Senyawa dari golongan apa saja yang terdapat pada alga coklat (Sargassum policystum dan
Sargassum duplicatum) yang berpotensi sebagai antioksidan ?
1.3 Tujuan Praktikum
• Tujuan praktikum Metode Analisa dan Manajemen Laboraturium adalah untuk mengetahui
seberapa besar aktivitas senyawa antioksidan yang terdapat pada alga coklat (Sargassum
policystum dan Sargassum duplicatum) dan the
• Untuk mengetahui kandungan senyawa aktif antioksidan yang terkandung pada alga coklat
(Sargassum policystum dan Sargassum duplicatum) dan the
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang mendasari ini adalah :
Ho : diduga pelarut metanol pada suhu ekstraksi tidak memberikan pengaruh terhadap
antioksidan dari ekstrak Sargassum polycystum
HI : diduga pelarut metanol pada suhu ekstraksi memberikan pengaruh terhadap antioksidan dari
ekstrak Sargassum polycystum
1.5 Kegunaan Praktikum
Hasil praktikum diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat, lembaga dan
institusi lain mengenai manfaat senyawa antioksidan yang ada pada alga coklat, teh, Sargassum
polycystum atau Sargassum duplicatum sehingga masyarakat Indonesia dapat memanfaatkan
alga coklat (Sargassum polcystum dan Sargassum duplicatum) dan teh sebagai alternatif
antioksidan alami yang sangat potensial.
1.6 Waktu dan Tempat
Praktikum Metode Analisa dan Manajemen Laboraturium tentang uji antioksidan dan
dengan menggunakan metode DPPH untuk preparasi sampel dilaksanakan pada hari Senin,
tanggal 23 Mei 2011 pukul 06.00 – selesai dan dilakukan uji aktivitas senyawa antioksidan
dengan metode DPPH pada hari Selasa tanggal 6 Juni 2011, pukul 08.00 – selesai,
dilaboraturium Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Brawjiya Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alga Coklat
2.1.1 Sargassum Polycystum
Menurut Shaby (2010), Sargassum polycystum merupakan salah satu spesies dari
makroalga devisi Phaeopyta. Phaeopyta secara umum memiliki ciri-ciri bentuk thalus lembaran,
bulat atau menyerupai batang, warna thalus coklat. Phaeopyta memiliki pigmen fotosintetik
klorofil a dan c, xantofil dan diatoxantin. Cadangan makanan Phaeopyta berupa laminatan dan
manitol. Dinding sel umumnya mengandung asam alginate dan asam fuanat. Ciri-ciri Sargassum
polycystum tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri umum Phaeopyta. Thalus silindris berduri-duri
kecil mendarat, holdfast membentuk cakram kecil dengan diatasnya secara karakteristik terdapat
perakaran/stolon yang timbun berekspansi kesegala arah. Batang pendek dengan percabangan
tumbuh rimbun.
Menurut Sith ITB (2011), klasifikasi Sargassum polycystum adalah :
Divisi : Phaeopyta
Kelas : Phaeophyceae
Bangsa: Fucales
Suku : Sargassaceae
Marga : Sargassum
Jenis : Sargassum polycystum
Menurut Pranoto (2009), Sargassum polycystum mempunyai kandunga gizi yang tinggi.
Selain mempunyai gizi yang tinggi Sargassum polycystum menghasilkan alginat. Sargassum
banyak mengandung pigmen klorofil a dan c, beta karoten, feofilin, violasanthin dan fukosantin,
pirenoid dan lembaran fotosintesis. Selain itu juga mengandung cadanagn makanan berupa
laminarin, selulase dan algin. Selain bahan-bahan tadi ganggang merah dan coklat mengandung
yodium.
Menurut Pranoto (2011), komposisi kimia Sargassum polycystum adalah:
Tabel 1. Komposisi kimia Sargassum Pplycystum
Kandungan Jumlah
Yodium 0-5%
Abu 52%
Zat besi 32,4%
Protein 5,4%
Lemak 3%
Karotenoid 9%
2.1.2 Sargassum duplicatum
Berdasarkan hirarki taksonomi Sargassum duplicatum menurut Fahri (2009), adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Phaeophyta
Class : Phaeophyceae
Order : Fucales
Family : Sargassaceae
Genus : Sargassum C. Agardn
Spesies : Sargassum duplicatum J.Ag
Variety : Sargassum duplicatum J.Ag
Menurut Junianto (2006), Sargassum duplicatum memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
bentuk thallus umumnya silindris, percabangan rimbun mempunyai pepohonan di darat, bangun
daun melebar, lonjong atau menyerupai pedang mempunyai gelembung udara (blender) yang
umumnya soliter, panjangnya dapat mencapai tujuh meter dan warna thallus umumnya coklat.
Alga Sargassum merupakan salah satu marga Sargassum yang termasuk dalam kelas
Phaeophyceae. Sargassum tumbuh di perairan dikedalaman 0,5 – 10 m. diperairan Indonesia
terdapat lebih 15 jenis alga Sargassum. Sargassum hidup didaerah perairan yang jernih yang
mempunyai substrat batu karang. Sargassum dapat tumbuh subur pada daerah tropis suhu
perairan 27,75 – 29,300C dan salinitas 32 – 33,5%. Alga Sargassum tumbuh berumpun dengan
untalan cabang-cabang. Panjang tali utama mencapai 1-3 m dan tiap-tiap percabangan terdapat
gelembung udara yang berbentuk bulat yang disebut “bladder”, berguna untuk menopang
cabang-cabang thalli terapung kearah permukaan air untuk mendapatkan intensitas cahaya
matahari (Kadl, 2008).
Menurut Yurizal (1999), komposisi kimia Sargassum sp adalah :
Tabel 2. Komposisi kimia Sargassum Duplicatum
Komposisi Kimia (%)
Karbohidrat 19,06
Protein 5,53
Lemak 0,74
Air 11,71
Abu 34,57
Serat kasar 28,39
2.2 Teh
Teh merupakan salah satu minuman yang biasa di konsumsi bersama obat. Seduhan teh
dikenal masyarakat sebagai minuman yang menyegarkan dan telah lama diyakini memiliki
khasiat bagi kesehatan tubuh terutama pada teh hijau. Teh hiaju banyak mengandung antioksidan
polifenol, alkaloid dan kafein (Oktavia, 2009).
Teh merupakan minuman sangat populer dan banyak dikonsumsi masyarakat.
Dimasyarakat dikenal berbagai jenis teh antara lain teh hijau dan teh hitam. Kedua jenis teh ini
banyak dikonsumsi masyarakat, selain memiliki karakter sensori yang enak dan menyegarkan,
teh mengandung senyawa yang berperan sebagai antioksidan, sehingga baik untuk kesehatan.
Antioksidan teh berasal dari polifenol. Sebanyak 93% senyawa polifenol merupakan senyawa
flavonoid. Komponen ini mampu menghambat reaksi oksidasi dan menangkap radikal bebas. Hal
ini dikarenakan adanya gugus hidroksil pada struktur kimianya. Kapasitas antioksidan pada teh
kemungkinan berasal dari komponenpolifenol yang dikandungnya. Dengan demikian dapat
dihipotesiskan bahwa terdapat relasi antara total fenol dengan kapasitas antioksidan pada teh.
Pengukuran kapasitas antioksidan yang digunakan adalah metode DPPH, sedangkan pengukuran
total fenol dengan metode folin-cocalteau (Dewi et al.,2009).
Teh didalam kehidupan masyarakat secara umum dikenal sebagai minuman, akan tetapi
selain dikonsumsi dalam bentuk ekstraknya dapat ditambahkan dalam berbagai produk pangan
sebagai antioksidan alami. Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa dalam teh terdapat
senyawa kafein yang berfungsi untuk menghambat terjadinya proses oksidasi pada beberapa
jenis pangan. Senyawa kafein ini baik jika dibandingkan dengan antioksidan sintesis yang sudah
banyak digunakan (Hukmah, 2007).
Menurut Perva (2006), teh ternyata menyimpan potensi sebagai sumber mineral tubuh
yang penting dalam berbagai proses metabolisme. Kandungan mineral tersebut muncul baik
berupa makna maupun trate mineral. Kandungan sangat diperlukan sebagai nutrisi bagi tubuh
sehingga kecukupan dalam makanan sehari-hari perlu diperhatikan. Adapun mineral yang
terkandung dalam teh sebagai berikut :
1. Magnesium sebagai pengatur elektrolit tubuh, karena reseptor metabolisme vitamin D
dan pembentukan tulang
2. Kalium merupakan mineral utama dalam menjaga keseimbangan elektrolit tubuh, turut
berperan dalam metabolisme energy, transportasi membran, dan mempertahankan permeabilitas
sel. Serta berfungsi dalam menyampaikan pesan syaraf otot (neuromuscular)
3. Flour fungsinya paling dalam mempertahankan dan menguatkan gigi agar terhindar
dari karies. Studi laboraturium di Jepang menemukan bahwa teh membantu mencegah
pembentukan plak gigi dan membunuh bakteri mulut penyebab pembengkakan gusi.
4. Natrium sebagai salah satu mineral utama, fungsinya dalam tubuh berperan erat dalam
mengatur keseimbangan elektrolit
5. Fe juga terkandung dalam teh, namun biovaillabitynya kurang sehingga tubuh
memanfaatkannya secara maksimal
6. Seng penting dalam proses metabolisme tubuh dan berperan erat dalam pertumbuhan
dan perkembangan, sintesis vitamin A serta immune tubuh dan pembentukan enzim pemunah
radikal bebas
7. Mangan merupakan KO-enzim berbagai metabolic enzim dan juga sebagai enzim
aktivator. Metabolik enzim tersebut (MUSOD) berperan penting dalam menghancurkan radikal
bebas.
8. Cu semakin penting perannya dalam berbagai metabolisme tubuh dan satu fungsinya
sebagai pembunuh radikal bebas
9. Trace mineral lain yang terkandung dalam teh adalah selenium yang merupakan salah
satu mineral yang berperan dalam pembentukan enzim antioksidan glutation peroksidase. Selain
itu, selenium juga sangat erat hubungannya dengan metabolisme yodium.
2.3 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron
kepada radikal bebas. Sehingga radikal tersebut dapat diredam. Berdasarkan sumber
perolehannya ada 2 macam antioksidan yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik).
Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah lebih, sehingga jiak terjadi
paparan berlebih maka tubuh akan membutuhkan eksogen. Antioksidan sintetik menyebabkan
antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Kuncahyo dan Sunardi, 2007).
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksidasi dengan cara bereaksi
dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. Senyawa
fenolik dan flavonoid merupakan sumber antioksdidan alami yang biasanya terdapat dalam
tumbuhan. Adanya kandungan flavonoid mendorong untuk melakukan pengujian aktivitas
antioksidan sehingga dapat digunakan sebagai antioksidan alami (Oktavia, 2008).
Antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu senyawa yang dapat menunda,
memperlama dan mencegah kerusakan atau ransiditas makanan yang dikarenakan proses desidasi
antioksidan dapat menghambat atau memperlambat oksidasi melalui 2 jalur, yaitu (1) melalui
penangkapan radikal bebas (free radicals scavenging). Antioksidan jenis ini disebut dengan
antioksidan primer. Termasuk dalam jenis ini senyawa-senyawa fenolik seperti galat dan
flavonoid. (2) tanpa penangkapan radikal bebas. Antioksidan ini disebut dengan antioksidan
sekunder yang mekanisme melalui pengikatan logam ; menyerap sinar ultraviolet dan
mendeaktivasi oksigen singlet. Antioksidan dapat menghambat atau menunda proses oksidasi
dengan konsentrasi yang rendah (Pribudi, 2009).
Antioksidan dapat bersumber dari zat-zat sintesis atau zat-zat alami hasil isolasi. Nutrisi
antioksidan dapat diperoleh dari makanan sehari-hari seperti sayuran, buah-buahan, kacang-
kacangan dan tanaman lainnya yang mengandung senyawa antioksidan bervitamin (seperti
vitamin C, vitamin A, dan vitamin E), asam-asam fenolat (seperti asam kafeat) dan senyawa
flavonoid (Sitombing et al.,2011).
2.3.1 Fungsi Antioksidan
Menurut Astuti (2009), bertambahnya radikal bebas dan liat yang masuk kedalam tubuh
akan mempersulit tubuh untuk mengatasi serangan radikal bebas. Antioksidan yang terbentuk
dari luar sel tubuh salah satunya dari makanan. Antioksidan ini berfungsi untuk membantu
ketidakmampuan sistem antioksidan tubuh.
Fungsi utama antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil terjadinya proses
kerusakan dalam makanan. Makanan memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan,
meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta mencegah hilangnya
kualitas sensori dan nutrisi dan dapat memperkecil terjadinya proses desidasi dari lemak minyak.
Lipid peroksida merupakan salah satu factor yang cukup berperan dalam kerusakan selama
penyimpanan dan pengolahan makanan. Antioksidan tidak hany digunakan dalam industri
farmasi tetapi digunakan secara luas dalam industri makanan, industri petroleun, industri karet
dan sebagainya (Kuncahyo dan Sumardi, 2007).
Berdasarkan fungsinya antioksidan menurut Hariyatim (2003) dapat dibagi menjadi :
1. Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas dengan menyumbangkan atom H,
misalnya vitamin E
2. Tipe pereduksi, dengan mentransfer atom H atau oksigen atau bersifat pemulung, misalnya
vitamin C
3. Tipe pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan seperti Fe2+ dan Cu2+ misalnya
flavonoid
4. Antioksidan sekunder, mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi bentuk stabil
Menurut Dr Burhan (2005), sistem pertahanan antioksidan secara fisiologis dan farmakologis
bekerja dalam 3 kategori pencegahan (primer), pencegatan (sekunder), pemilihan (tersier).
Sebagian besar antioksidan bekerja pada tingkat pencegatan, dengan menyingkirkan prooksidan
terutama dari bagian-bagian sel yang sensitip. Secara fungsional mereka dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1. Antioksidan primer (mencegah pembentukan radikal bebas) :
• Superoksida dismutase (SOD)
• Glutation peroksida (GPx)
2. Antioksidan sekunder (menangkap dan menetralisir radikal bebas)
• Vitamin E, C,β carotene
• Asam urat, bilirubin, albumin\
3. Antioksidan tersier (melakukan perbaikan)
• Enzim yang memperbaiki DNA
• Methionin suphoxide reductase
2.3.2 Sumber Antioksidan
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik
(antioksidan yang di peroleh dari hasil sinteak, reaksi kimia)dan antioksidan alami (antioksidan
hasil ekstraksi bahan alami).
1. Antioksidan Sintetik
Ada empat antioksidan sintetik yang penggunaannya meluas dan menyebar diseluruh dunia,yaitu
Buni Hidroksi Anisol (BHA), Buni Hidroksi Tolven (BHT), propil galat Tert-Buni Hidroksin
Quinon (TBHQ)
Gambar 3. Struktur kimia beberapa antioksidan sintetik
2. Antioksidan Alami
Menurut Wulandari (2009), antioksidan alami didalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa
antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan
yang berbentuk dari reaksi – reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang
diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan kemakanan sebagai bahan tambahan pangan.
Senyawa alami yang ditambahkan kemakanan sebagai bahan tambahan pangan. Senyawa alami
yang ditambahkan sebagai antioksidan antara lain: β-karoten, karetenoid, vitamin C dan vitamin,
ekstrak teh hijau, senyawa polifenol dan flavonoid, senyawa proslanidia serta senyawa kurkumin
dan kurkuminoid lainnya.
Menurut Burhan (2005), secara alamiah terdapat berbagai sistem pertahanan radikal bebas yang
sering dikenal sebagai antioksidan :
1. Enzim Antioksidan
- Catalase
- Glutathione Peroxidase
- Glutathione Reductase
- Superoxide Dismutase (Cu-Zn dan Mn)
2. Ikatan Protein dan Logam
- Ceruloplasmin
- Ferritin
- Lactoferrin
- Mefallothelnein
- Transferrin
- Hemoglobin
- Myoglobin
3. Antioksidan Lain :
- Tembaga
- Glutathione
- Mangan
- Selenium
- Seng
2.4 Mekanisme Kerja Antioksidan
Antioksidan dapat menghambat atau menurunkan oksidasi dengan dua cara, yaitu dengan
radikal bebas disebut antioksidan primer atau tidak melibatkan penangkapan radikal bebas,
secara langsung disebut antioksidan sekunder. Antioksidan primer termasuk komponen fenolik
seperti vitamin E (γ-tokofenol). Antioksidan sekunder mempunyai mekanisme yang bervariasi
seperti peningkatan Ion logam, menangkap oksigen mengubah hidroperoksida menjadi spesies
non radikal, mengabsorsi radikal UV atau deaktivasi oksigen singlet. Biasanya anioksidan
sekunder hanya menunjukan aktivitas antioksidan ketika komponen mulai muncul.
Antioksidan dapat mengahmbat atau memperlambat oksidai melalui dua jalur, yaitu: (1)melalui
penangkapan radikal bebas (Free Radikal Scavenging). Antioksidan jenis ini disebut sebagai
antioksidan primer. Termasuk dalam jenis ini adalah vitamin E (γ – tokofenol) dan flavonoid,
dan (2)tanpa melibatkan penangkapan radikal bebas. Antioksidan ini disebut dengan antioksidan
sekunder yang mekanisme pengikatannya melalui pengikat logam : menangkap oksigen :
mengubah hidroksiperoksida menjadi spesies non radikal menyerap sinar ultra violet dan
mendeaktivasi oksigen singlet (Wulandari, 2009).
Menurut Hariyatmi (2003), mekanisme kerja antioksidan seluler adalah sebagai berikut :
1. Berinteraksi langsung dengan oksidan, radikal bebas atau oksigen tunggal
2. Mencegah pembentukan jenis oksigen relative
3. Mengubah jenis oksigen negatif menjadi kurang toksik
4. Mencegah kemampuan oksigen negative
5. Memperbaiki kerusakan yang timbul
Menurut Dr. Burhan (2005), secara biokemis antioksidan dapat digolongkan dalam
kelompok dan bekejanya secara enzimatik dan non enzimatik :
1. Enzimatik
• Gluthation peroksidasi (enzim yang mengandung serenium), menetralisir Hidrogen
perokisda
• Gatalase (enzim yang mengandung Fe), menetralisir Hidrogen peroksida.
H2O2 ? H2O + ½O2
• Superoxide Dismutase menetralisis radikal superoxide (O2?) 2O2?- +2H+ ? H2O2 +O2
Sumber: Suratmo (2004)
Gambar 5. Contoh mekanisme reaksi senyawa antioksidan dengan metode DPPH
Menurut Suratmo (2004), ada tiga langkah reaksi antara DPPH dengan zat antioksidan,
dicontohkan senyawa monofenolat. Langkah pertama meliputi delokalisasi satu elektron pada
gugus yang tersubtitusi para dari senyawa tersebut kemudian memberikan atom hidrogen untuk
mereduksi DPPH. Langkah berikutnya meliputi dimerisasi antara dua radikal fenoksil, yang akan
mentransfer radikal hidrogen yang akan bereaksi kembali dengan radikal DPPH. Langkah
terakhir adalah pembentukan kompleks antara radikal arIL dengan radikal DPPH. Pembentukan
dimer maupun komplek antara zat antioksidan dengan DPPH tergantung pada kestabilan dan
potensial reaksi dari struktur molekulnya, seperti terlihat pada gambar diatas.
2.5 Ekstrasi Senyawa Aktif
Ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif dengan menggunakan pelarut
tertentu. Pemilihan metode ekstraksi senyawa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat
jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang digunakan.
Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar
dalam pelarut non polar (Ummah, 2010).
Ekstraksi adalah proses penarikan / zat aktif suatu simolisia dengan menggunakan pelarut
tertentu. Demikian metode ekstrak senyawa bukan atom dipergunakan oleh beberapa faktor,
yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif, serta kelarutan dalam pelarut yang
digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa
non polar dalam senyawa non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut – turut
mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang kepolaranya menengah (diklormetan
atau etilasetat)kemudian pelarut yang bersifat polar (metanol dan etanol) (Widjanarko, 2008).
Menurut Utami (2009), ekstraksi adalah istilah yang digunakan untuk operasi yang melibatkan
perpindahan suatu konstituen padat atau cair (solute) kedalam cairan lain yaitu solvent atau
pelarut. Istilah ekstraksi padat – cair terbatas pada kondisi dimana terdapat fase padat dan
mencakup operasi seperti leading, uxiriation dan masking. Prinsip dasar ekstraksi adalah
berdasarkan kelarutan, untuk memisahkan zat terlarut yang diinginkan komponen zat terlarut
atau menghilangkan komponen zat terlarut yang tidak diinginkan dari fase padat, maka fase
padat dikontakkan dengan fase cair. Pada kontak dua fase tersebut, zat terlarut terdifusi dari fase
padat ke fase cair sehingga terjadi pemisahan dari komponen padat.
Menurut Moeksin et al., (2007) keberhasilan ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Adapun faktor – faktor tersebut antara lain ukuran bahan baku, keadaan bahan baku dan waktu
ekstraksi.
2.6 Pelarut
Pemilihan pelarut untuk ekstrasi harus mempertimbangkan banyak faktor. Pelarut harus
menemukan syarat – syarat sebagai berikut : murah dan mudah diperoleh, netral tidak mudah
menguap dan tidak mudah terbakar, selektif dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat. Pada
penelitian digunakan beberapa pelarut berdasarkan tingkat kepolaranya yaitu aquadest, metanol,
etanol dan aseton (Ummah, 2010).
Menurut Hukmah (2007), ada dua pertimbangan utama dalam memilih pelarut yaitu
pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi dan pelarut tidak berbahaya atau beracun.
Pelarut yang paling aman adalah aseton, etil diklorida, etanol, heksana, isopropyl alkohol dan
metanol. Secara umum ekstrasi dilakukan secara berturut – turut mulai dengan pelarut non polar
(n-heksan) lalu pelarut yang kepadatannya menengah (diklorometan atau etil asetat) kemudian
pelarut yang bersifat polar (metanol atau etanol).
Menurut Purwanti (2009), metanol termasuk dalam menstrum (agen ekstraksi) golongan
alkohol. Alkohol yang biasanya digunakan sebagai menstrum dalam ektraksi adalah golongan
alkohol rendah atau yang memiliki rantai atom C pendek seperti metanol, etanol, propanol, dan
butanol. Metanol lebih polar dibandingkan dengan etanol karena memiliki jumlah atom C yang
lebih sedikit, sehingga senyawa yang terikat oleh kedua pelarut tersebut memilki tingkat
kepolaran yang berbeda. Akan tetapi kedua pelarut tersebut termasuk golongan alkohol yang
pada umunya bersifat non polar. Senyawa yang diikat oleh etanol lebih bersifat non polar
dibandingkan senyawa yang terikat oleh metanol. Pada pelarut alkohol ini senyawa yang
berkhasiat obat banyak tertarik atau terlarut.
Menurut Andriyani (2009). Beberapa pelarut organik dan fisiknya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 3. Sifat-sifat Pelarut
Pelarut Titik didih (0C) Titik beku Konstanta dielektrik bebye
Dietil ester 35 -116 4,3
Karbon disulfider 46 -111 2,6
Aseton 56 -95 20,7
Khlroform 61 -64 4,8
Metanol 65 -98 32,6
Terrahidrofaran 66 -65 7,6
Di-iso propil eter 68 -60 3,9
N-neksan 69 -94 1,9
Karbontirraklorida 76 -23 2,2
Etil asetat 77 -84 6,0
Etanol 78 -117 24,3
Benzena 80 5,5 2,3
Sikloheksana 81 5,5 2,0
Isopropanol 82 -8,9 18,3
Air 100 0 78,5
Dioksan 102 12 2,2
Toluena 111 -95 2,4
Asam asetat glacial 118 17 6,2
M,N – dimetil formanida 154 -61 34,8
Dietilenaglikol 245 -10 37,7
Sumber : Nur dan adijuwana (1989)
2.7 Uji Aktvitas Senyawa Antioksidan
Menurut Wulandari (2009), metode lain yang dapat mengukur potensi penangakap radikal antara
lain:
a. Pengujian akivitas antioksida dengan sistem linoneat – tiolanat
Asam linoneat merupakan asam lemak tak jenuh dengan 2 buah ikatan rangkap yang mudah
mengalami oksidan membentuk peroksida. Peroksida ini selanjutnya mengoskidasi ion fero
menjadi ion feri yang kemudian bereaksi dengan ammonium tiosianat membentuk kelompok
feritiosianat (Fo(SCH)3).
b. Pengujian dengan asam thiobarbiturat (TBA)
Pengujian ini berdasarkan adanya malanoldehid yang terbentuk dalam asam lemak bebas tak
jenuh dengan paling sedikit mempunyai tiga ikatan rangkap dua. Malanoldehid selanjtunya
bereaksi dengan asam blubarbi turat membentuk produk homogen yang berwarna merah yang
dapat diukur pada panjang gelombang 532 mm.
c. Pengujian dengan sistem β – karoten – linoleat pengujian ini, dilakukan dengan mengamati
kecepatan terjadinya pemucatan warna β – karoten – selain ini juga dilakukan dengan bilangan
pora ansiclin dan pengujian dengan bilangan oktanoat.
Metode yang paing sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan tanaman obat
adalah metode uji dengan menggunakan radikal bebas DPPH. Tujuan metode ini adalah
mengetahui parameter konsentrasi ekuivalen memberikan 50% efek aktivitas antioksidan (IC50).
Hal ini dapat dicapai dengan cara menginterpresentasikan data eksperimental dari metode
tersebut Metode DPPH
Menurut Wulandari et al., (2009), senyawa DPPH adalah radikal bebas yang stabil
berwarna ungu. Ketika direduksi oleh antioksidan akan berwarna kuning (difenil pikril hidrazil).
Metode DPPH berfungsi untuk mengukur elektron tunggal seperti aktivitas transfer H-. Sekalian
juga untuk mengambat radikal bebas, campuran reaksi berupa larutan sampel yang dilarutkan
dalam metanol absolut dan di inkubasi pada suhu 37 0C selama 30 menit dibaca panjang 517 nm.
Hasil perubahan warna ungu menjadi kuning slukiometrik dengan jumlah elektron yang
ditangkap. Metode ini sering digunakan untuk mendeteksi kemampuan anti radikal suatu
senyawa sebab hasil deteksi kemampuan anti radikal suatu senyawa sebab hasil terbukti akurat
retiabel dan praktis. Selain itu sederhana cepat dan memerlukan sedikit sampel.
Metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan tanaman obat adalah
dengan menggunakan radikal bebas DPPH. Tujuan metode ini adalah mengetahui parameter
konsentrasi yang ekuivalen dengan cara efek aktivitas (IC50). Hal ini dapat dicapai dengan cara
menginterpresentasikan data eksperimental dari metode tersebut. DPPH merupakan radikal bebas
yang dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna
untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak (Edhisambada,
2011)
Menurut Astuti (2009), DPPH adalah radikal bebas yang stabil berwarna ungu ketika
direduksi oleh radikal akan berwarna kuning. Metode DPPH berfungsi untuk mengukur elektron
tunggal seperti aktivitas transfer hidrogen sekalian juga untuk mengukur aktivitas penghambat
radikal bebas.
Menurut Suryaningrum (2006), uji aktivitas antioksidan dengan menggunkan metode 1,1
– diphenil, 2 pikrilhidrazil (DPPH) terhadap edible sampel seperti noni, kumbu, wakane dan
nijiki menunjukkan bahwa rumput laut tersebut mengandung antioksidan yang cukup tinggi.
Kandungan antioksidan pada rumput laut terutama terhadap berupa senyawa antioksidatif
polifenol Kandungan Kimia Sargassum policystum.
Menurut Praniato (2009), Sargassum policystum menghasilkan alginat. Alginat
merupakan senyawa organik kompleks yang berbentuk dari polimer asam – D – mannunonat
yang terdiri γ dan B-D mannurunat sehingga membentuk rumus (C6H12O6)n. Alginat berfungsi
sebagai pemeliharaan bentuk jaringan pada makanan asam alginat tidak larut dalam air, tetapi
akan mengembang sehingga dapat dimanfaatkan sebagai blinder. Selain mengandung saat yang
tinggi dan saat bermanfaat bagi tubuh. Sargassum policystum juga mengandung beberapa unsur
makromineral dan mikromineral seperti yang magnesium, kalsium, kalium, tembaga, seng, zat
besi yang semuanya sangat bermanfaat bagi kelangsungan metabolisme.
Rumput laut coklat adalah salah satu komoditi laut yang melimpah dan memilki potensi tinggi
karena kandungannya, namun masih sedikit upaya yang dilakukan untuk memanfaatkan potensi
rumput laut coklat sargassum yang potensial untuk bahan obat – obatan adalah sargassum
polityscum karena mengandung iodium, protein, vitamin C dan mineral seperti Ca, K, Mg, Na,
Fe, Cu, Zn, S, P, dan Mn, antibakteri antikuman, sumber alginat. Fenol dan auxin serta zat
merangsang pertumbuhan dan zat yang dapat mengontrol logam berat (Yuwanita, 2011).
Alginat adalah salah satu jenis polisakarida yang terdapat dalam dinding sel alga coklat dan
memegang peranan penting dalam mempertahankan struktur jaringan sel alga. Jenis alga coklat
sebagai sumber bahan baku alginat berbeda – beda disetiap negara produsen (Rasyid, 2010).
Menurut Purba dan Nugroho (2007), Flavonoid adalah senyawa yang mengandung karbon C15
atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon cincin A yang memilki
karakteristik bentuk hidrolisasi phloroglusinol atau revosinol dan cincin B biasanya 4, 3, 4 atau
3, 4, 5 terhidroksilasi. Pada tanaman tingkat tinggi, flavonoid terdapat pada semua bagian
tumbuhan seperti akar, kayu, kulit, batang, daun, tepung sari, bunga, buah dan biji. Adapun
alkoloid merupakan senyawa basa yang mengandung atom nitrogen pada heterosiklik. Alkaloid
tersebar luas didunia tumbuhan. Alkaloid biasanya tanwarna, seringkali bersifat optis aktif dan
kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada
suhu kamar. Sedangkan senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari
tumbuhan, yang mengandung satu atau gugus hidroksil. Senyawa fenol cenderung larut dalam air
karena umumnya mereka seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya
terdapat pada vakuola sel.
Menurut Hayati et al., (2010), tanin merupakan suatu senyawa fenol yang memilki berat
molekul besar yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang bersangkutan seperti
karboksi untuk membentuk kompleks kuat yang efektif dengan protein dan beberapa
makromolekul.
3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Materi Praktikum
3.1.1 Bahan Praktikum
3.1.1.1 Sampel masing-masing Kelompok
Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium sampel yang digunakan diantaranya:
- Sargassum duplicatum : digunakan sebagai sampel yang akan di uji antidioksidanya pada
kelompok 1 dan 2 dengan suhu yang berbeda dengan kelompok 2 yaitu suhu rendah 40 C dan
suhu ruang 270 C pada kelompok 1.
- Sargassum polycystum : digunakan sebagai sampel yang akan digunakan di uji antidioksidanya
pada kelompok 3 dan 4 dengan yang berbedea, kelompok 3 dengan suhu renda 40 C dan suhu
ruang 270 C pada kelompok 4.
- Teh : digunakan sebagai sampel yang akan digunakan di uji antidioksidanya pada kelompok 5
dan 6 dengan yang berbedea, kelompok 5 dengan suhu renda 40 C dan suhu ruang 270 C pada
kelompok 6.
3.1.1.2 Bahan Pelarut Maserasi
Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium bahan pelarut maserasi yang
digunakan diantaranya:
- Metanol : digunakan sebagai pelarut yang sifat polar
Menurut Hikmah dan Zuliyana (2010), metanol juga dikenal sebagai metal alkohol, wood
alkohol atau spirtus, adalah senyawa kimia dengan rums kimia CH3OH. Metanol merupakan
bentuk senyawa paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol cairan yang ringan, mudah
menguap, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan dari pada
etanol). Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai
bahan additive bagi etanol industri.
Pelarut metanol digunakan untuk mengambil komponen dengan berbagai tingkat kepolaran,
sehingga komponen kimia dengan kepolaran yang rendah sampai yang tertinggi bias terekstrak
semua. Glikosidanya dalam tumbuhan dapat ditarik dengan pelaru-pelarut organik yang bersifat
polar seperti metanol dan etanol. Penggunaan pelarut metanol untuk mengambil semua
komponen baik yang bersifat polar maupun non polar (Marsetya, 2009).
Pelarut yang digunakan dapat melarutkan zat yang diingkannya, mempunyai titik didih yang
rendah, murah tidak toksik dan tidak mudah terbakar. Kebanyakan pelarut organik biasa
digunakan saat ini diketahui bersifat toksik dan berbahaya. Etanol dan metanol adalah sejenis
cairan ringan yang mudah menguap dan terbakar. Tapi, pemilihan pelarut perlu dipertimbangkan
untuk mendapatkan zat kimia tertentu yang diinginkan. Pelarut metanol mampu mengekstrak
senyawa alkualid kuartener, kompos fenolik, karotenoid dan tannin (Andryanti, 2002).
3.1.1.3 Bahan Uji DPPH dan Fitokimia
Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium bahan bahan yang diuji DPPH dan
Fitokimia diantaranya:
- Metanol 100 ml : digunakan sebagai pelarut yang bersifat polar
- Larutan DPPH : digunakan segai indicator untuk menguji ada tidaknya senyawa antioksidan
- Aluminium foil : digunakan untuk menutup botol vial agar tidak terjadi oksidasi
- Kertas label : digunakan untuk member tanda pada tiap perlakuan
- Air : digunakan untuk mencuci perlatan yang selesai digunakan
Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium bahan bahan yang diuji DPPH dan
Fitokimia diantaranya
1. Uji Flavonoid, bahan yang digunakan diantaranya:
- ekstraksi Sargassum polycystum : digunakan sebagai sampel yang akan diuji flavonoidnya.
- Serbuk Mg : digunakan untuk meningkatkan warna pada uji flavoid.
- HCℓ pekat : digunakan untuk menghidrolisis flavonoid, sehingga terjadi perubahan warna.
- Kertas label : digunakan untuk member tanda pada tiap perlakuan.
- Air : digunakan untuk mencuci alat yang sudah dipakai.
- Tissue : digunakan untuk mengeringkan alat setelah dicuci.
2. Uji Alkohol Meyer, bahan-bahan yang digunakan diantaranya:
- ekstrak Sargassum polycystum : digunakan sebagai sampel yang akan diuji alkaloidnya.
- Metanol : digunakan sebagai pelarut yang bersifat polar.
- Air : digunakan untuk mencuci alat yang sudah dipakai.
- Tissue : digunakan untuk mengeringkan alat setelah dicuci.
- Pereaksi Meyer : digunakan sebagai pereaksi pengendap untuk alkohol.
3. Pereaksi Meyer, bahan-bahan yang digunakan diantaranya:
- HgCℓ2 1,36 gr : digunakan sebagai bahan pembuat pereaksi meyer.
- Aquadeast : digunakan untuk menghomogenkan larutan
- Kl 5 gr : digunakan sebagai bahan pembuat pereaksi meyer dan
wager
- Air : digunakan untuk mencuci alat yang sudah dipakai.
- Tissue : digunakan untuk mengeringkan alat setelah dicuci.
4. Uji Alkohol Meyer, bahan-bahan yang digunakan diantaranya:
- Sargassum polycystum : digunakan sebagai sampel yang akan diuji alkaloidnya.
- Metanol : digunakan sebagai pelarut yang bersifat polar.
- FeCℓ3 1% : digunakan sebagai bahan pembuat pereaksi meyer
- Air : digunakan untuk mencuci alat yang sudah dipakai.
- Tissue : digunakan untuk mengeringkan alat setelah dicuci.
3.1.2 Alat-alat Praktikum
3.1.2.1 Alat-alat Ekstraksi
Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium mengenai alat-alat yang digunakan
diantaranya:
- Camera digital : digunakan untuk membantu mendokumentasikan tiap perlakuan.
- Gunting : digunakan untuk mencacah sampel.
- Timbangan digital : digunakan untuk menimbang sampel dengan ketelitian 0, 01 gram.
- Erlenmeyer : digunakan untuk meletakkan sampel dan larutan.
- Corong : digunakan untuk membantu penyaringan dan memasukkan larutan dalam beaker
glass.
- Beaker glass : digunakan untuk tempat larutan sementara saat penyaringan.
- Gelas ukur 100 ml : digunakan untuk membantu mengukur aquades yang dibutuhkan.
- Nampan : digunakan untuk tempat meletakkan alat-alat.
- Rotary evaporator : digunakan untuk menguapkan pelarut hasil ekstraksi
- Baskom : digunakan untuk tempat mencuci sargassum policystum.
- Kipas : digunakan untuk membantu mengeringkan sargassum policystum yang telah dicuci.
3.1.2.2 Alat-alat DPPH
Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium mengenai DPPH alat-alat yang
digunakan diantaranya:
- Beaker glass 250 ml : digunakan untuk tempat larutan sementara
- Pipet volume 5 ml : digunakan untuk membantu mengambil larutan
- Bola hisap : digunakan untuk membantu mengambil larutan dan pipet volume
- Corong : digunakan untuk membantu penyaringan dan memasukkan larutan dalam beaker
glass.
- Botol vial : digunakan untuk tempat ekstrak sampel
- Incubator : digunakan untuk menginkubasi dengan suhu 300 C selama 30 menit
- Beaker glass 100 ml : digunakan untuk tempat larutan sementara.
3.1.2.3 Alat-alat Fitokimia
Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium mengenai Fitokimia alat-alat yang
digunakan diantaranya:
- Tabung reaksi : digunakan untuk meletakkan sampel
- Rak tabung reaksi : digunakan untuk meletakkan tabung reaksi
- Pipet volume 5 ml : digunakan untuk membantu mengambil larutan
- Bola hisap : digunakan untuk membantu mengambil larutan dan pipet volume
- Timbangan digital : digunakan untuk membantu menimbang sampel yang dibutuhkan dengan
ketelitian 0,01 gr
- Spatula : digunakan untuk mengambil serbuk Mg.
3.2 Materi Praktikum
3.2.1 Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah prosedur penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan hubungan
sebab dan akibat dua variabel atau lebih, dengan mengendalikan pengaruh variabel yang lain.
Metode ini dilaksanakan dengan membahas secara sengaja (bersifat induse) kepada objek
penelitian untuk mengetahui akibatnya di dalam variabel terikat (Zulnaidi, 2007).
Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium yang telah dilaksanakan
menggunakan metode eksperimen. Karena praktikum ini bertujuan untuk mengetahui uji
antidioksida pada sampel sargassum policystum dengan perlakuan yang berbeda, serta
mengetahui kandungan antidioksida pada sargassum policystum. Sehingga bermanfaat untuk
kesehatan dan industri pangan.
Menurut Megasari (2009), kelebihan metode eksperimen:
- Menambah keaktifan untuk berbuat dan memecahkan sendiri sebuah permasalahan
- Dapat melaksanakan metode ilmiah dengan baik Kekurangan metode eksperimen:
- Tidak semua mata pelajaran dapat menggunakan metode ini
- Murid yang kurang mempunyai daya intelektual yang kurang baik hasilnya.
Metode yang digunakan adalah metode eksperimen, yaitu suatu metode mengadakan kegiatan
percobaan untuk melihat suatu hasil atau hubungan kasual antara variabel-variabel yang
diselidiki. Tujuan eksperimen adalah untuk menemukan hubungan sebab dan akibat antara
variabel. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan
manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya konisol (Purwitasari, 2011).
Proses penelitian ini menggunakan metode eksperimen menurut Arikunto (2002) dalam Firdaus
(2009), adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kasual) antara dua
factor yang sengaja ditimbulkan dengan mengeliminasi, mengurangi dan menyisihkan factor-
faktor lain yang mengganggu. Eksperimen ini selalu dilakukan dengan maksimal dengan maksud
untuk melihat akibat dari suatu perlakuan.
3.2.2 Variabel Praktikum
Menurut Suryabrata (1989) dalam Yuniarto (2007). Variabel merupakan segala sesuatu yang
akan menjadi variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang dipilih
sebagai variabel yang sengaja dipelajari pengaruhnya terhadap variabel terikat, sedangkan
variabel terikata dalah variabel yang menjadi pusat persoalan. Variabel penelitian dapat
dibedakan menjadi: (1) variabel bebas (independent variabel), (2) variabel terikat (dependent
variabel). Dalam hal ini sifat hubungannya adalah hubungan kausalitas.variabel bebas juga
sering disebut variabel antecedent dan variabel terikat disebut qonsequent. Variabel bebas adalah
variabel yang oleh peneliti diperkirakan menjadi penyebab munculnya atau berubahnyavariabel
terikat. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang terjadi atau muncul atau berubah karena
mendapat pengaruh atau disebabkan oleh variabel bebas. Diantara hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat tersebut terdapat variabel-variabel perantara (moderator), variabel
pengganggu (intervening variable) dan variabel lain (control variable) (Kartika, 2008).
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu rendah (40C) dan suhu ruang
(270C). sedangkan variabel terikat digunakan dalam penelitian ini adalah sargassum duplicatum,
sargassum policystum dan teh.
3.2.3 Rancangan Praktikum
Rancangan praktikum uji DPPH yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL)
sederhana dengan dua perlakuan berbeda dimana sampel yang digunakan berbeda, masing-
masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan diuji daya hambatnya pada suhu maserasi yang
berbeda yaitu suhu ruang (27 0C) dan suhu rendah (4 0C).
Menurut Bambang (2005), dalam RAL tidak ada control lokasi yang diamati hanya pengaruh
perlakuan dan galat saja. Sesuai untuk meneliti masalah yang kondisi lingkungan data bahan dan
medianya homogeny atau untuk kondisi heterogen yang khususnya tidak memerlukan control
local.
Setelah didapatkan data dilakukan analisa data. Menurut Yitno Sumarno (1993) dalam Yuniarto
(1993). Analisa data dapat memberikan jawaban gugus data mempunyai atau mengikuti sebaran
tertentu atau bias tersebut berasal dari populasi yang sama atau tidak. Pengolahan data hasil
praktikum menggunakan Analisa Sidik Ragam (Anova).
Tabel 4 . Rancangan acak lengkap
Sampel Ulangan Rerata
1 2 3
A1
A2
Perlakuan
A1 = suhu ruang
A2 = suhu rendah
3.3 Prosedur Praktikum
3.3.1 Proses Ekstraksi
3.2.2 Uji Antioksidan (DPPH)
3.3.3 Uji Fitokimia
3.3.3.1 Uji Flavonoid
3.3.3.2 Uji Alkaloid dengan Pereaksi Mayer
3.2.4 Parameter Uji
Parameter uji yang dilaksanakan adalah parameter kuantitatif pada hasil perhitungan IC50
dimana senyawa antioksidan berhasil memberikan penghambatan 50% karakter radikal bebas
yang diekstraksi sampel. Hasil identifikasi fitokimia berupa senyawa Flavonoid, alkaloid dan
total fenol. Menurut Hernani (2009), senyawa-senyawa kimia bahan alami mempunyai efek
potensial untuk potensi kesehatan karena adanya campuran kompleks senyawa biokimia. Fungsi
senyawa kimia tersebut sebagai substrak dalam reaksi stabil atau kofaktor dari enzim metabolik.
3.2.5 Analisa Data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap respon parameter yang diukur dilakukan analisa
keragaman (ANOVA) dengan uji F pada taraf 5% dan 1% jika terhadap hasil yang berbeda nyata
maka dilakukan uji BNT pada taraf 5% untuk mengetahui perlakuan terbaik dalam hal suhu
maserasi yang digunakan.
Menurut Yitno Sumarno (1993), dalam Yuniarto (1993), analisis data dapat memberikan
jawaban gugus data mempunyai atau mengikuti sebaran tertentu atau bias mempunyai dua atau
lebih contoh, maka dapat menunjukkan apakah data tersebut berasal dari populasi yang sama
atau tidak. Sedangkan berdasarkan data pada hasil praktikum dapat dianalisis dengan analisa
sidik ragam (Anova).
4. PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan
Pada praktikum Metode Analisa dan Manajemen Laboratorium pada proses ekstraksi dengan
sampel sebanyak 50 gr dengan perbandingan antara sampel dengan pelarut yaitu 1:3 pada suhu
pengkondisian yang pertama ekstraksi sampel dilakukan pada suhu ruang (± 27 0C) selama 3×24
jam, dan yang kedua dilakukan pada suhu rendah (± 4 0C) selama 3×24 jam. Ekstrak yang
diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan Rotary Evaporator pada suhu 40 0C.
penggunaan suhu pada saat proses evaporasi dilakukan dibawah titik didih. Menurut Sudarmadji
et al., (2003), suhu yang digunakan untuk pemekatan dengan menggunakan Rotary Evaporator
sebaiknya dibawah titik didih pelarut, hal ini untuk mencegah terjadinya kerusakan komponen
yang terkandung dalam ekstrak. Hasil ekstraksi dari Sargassum Polycystum dengan pelarut
methanol bisa dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar . Hasil ekstrak pada Gambar . Hasil ekstrak pada
Suhu ruang (27 0C) Suhu rendah (4 0C)
Bentuk dan warna ekstrak pelarut methanol pada suhu ruang (27 0C) dan suhu rendah (4 0C)
setelah dievaporasi dengan Rotary Evaporator
Tabel 5. Hasil Proses Evaporasi
Pelarut Hasil Proses Evaporasi
Suhu 27 0C Suhu 4 0C
Bentuk Warna Bentuk Warna
Metanol Cair, terdapat endapan hitam Hijau kecoklatan Cair, sedikit terdapat endapan hitam
Hijau kecoklatan
4.1.1 Reandemen
Rendemen praktikum Metode Analisa dan Manajemen Laboratorium diperoleh perhitungan
rendemen pada sampel, pada kelompok 3 dengan sampel Sargassum Polycystum yang diperoleh
berat awal sebanyak 50 gr, dengan perlakuan suhu ruang (27 0C), setelah dilakukan ekstraksi
sampel ditimbang untuk mendapatkan berat akhir. Berat akhir diperoleh sebanyak 32,74 gr, serta
didapatkan pula rendemen ekstrak sebesar 65,48 %. Nilai rendemen ekstrak dinytakan dalam
persen (%). Pada perlakuan suhu rendah (4 0C) dengan sampel Sargassum Polycystum diperoleh
berat awal sebanyak 50 gr, setelah dilakukan ekstraksi sampel ditimbang untuk mendapatkan
berat akhir. Berat akhir diperoleh sebanyak 35,70 gr, serta diperoleh hasil rendemen ekstrak
sebesar 71,4%
Tabel 6. Rendemen ekstrak Sargassum Polycystum pada suhu ruang (27 0C)
Pelarut Berat Awal (gr) Berat Akhir (gr) % Rendemen
Metanol 50 gr 32,74 gr 65,48 %
Tabel 7. Rendemen ekstrak Sargassum Polycystum pada suhu rendah(4 0C)
Pelarut Berat Awal (gr) Berat Akhir (gr) % Rendemen
Metanol 50 gr 35,70 gr 71,4 %
Diketahui dari hasil esktrak Sargassum Polycystum diperoleh % rendemen tertinggi pada suhu
rendah yaitu 71,4%. Rendemen ekstrak senyawa bioaktif antioksidan yang diperoleh sampel
Sargassum Polycystum pada suhu ruang (27 0C) dengan pelarut methanol didapatkan hasil
pemekatan yang sempurna, yaitu berupa ekstrak kental. Hal ini berbeda jika dibandingkan
dengan sampel Sargassum Polycystum yang diekstraksi pada suhu rendah (4 0C) dengan
menggunakan pelarut yang sama, ekstrak yang didapatkan tidak kental karena masih berupa
campuran antara ekstrak dan cairan yang bisa berupa pelarut ataupun berupa air. Timbulnya air
diduga disebabkan oleh suhu rendah yang digunakan pada saat proses ekstraksi yang
menyebabkan terjadinya pengembunan sehingga air dimungkinkan masuk kedalam tempat
terjadinya proses ekstraksi, sehingga berpengaruh pada hasil ekstraksi dan evaporasi. Menurut
Tensiska et al., (2007), kandungan air yang tinggi pada hasil ekstraksi akan membuat proses
pemekatan menjadi sulit karena air memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan pelarut
organic yang digunakan.
4.2 Uji Aktivitas Antioksidan
4.2.1 Uji Aktivitas Pada Suhu Ruang (± 27 0C)
Pangujian senyawa aktivitas antioksidan pada Sargassum Polycystum dilakukan dengan
menggunakan metode DPPH karena mudah, cepat, peka serta hanya memerlukan sedikit sampel.
Menurut Sunarni et al., (2005), prinsip uji dengan metode ini yaitu DPPH berperan sebagai
radikal bebas yang diredam oleh antioksidan dari bahan uji, dimana DPPH akan bereaksi dengan
antioksidan tersebut membentuk 1,1-difenil-2-pikrilhidrazyl. Reaksi ini menyebabkan perubahan
warna dari ungu pekat menjadi kuning atau kuning gelap yang dapat diukur dengan
spektrofotometer VV-Vis pada gelombang 517 nm, sehingga aktivitas peredaman radikal bebas
oleh sampel dapat ditentukan. Ditambahkan oleh Edhi Sambada (2011), DPPH merupakan
radikal bebas yang dapat direaksikan dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hydrogen,
dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak.
Hasil pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak Sargassum Polycystum yang diekstraksi
dengan pelarut methanol pada suhu ruang dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 8. Persamaan regresi
Sampel Konsentrasi (ppm) Absorbansi % inhibisi Rata-rata
1 2 3 1 2 3
Sargassum
Polycystum 200 0,33 0,25 0,31 61,63 70,93 63,95 65,50
100 0,40 0,32 0,37 53,49 62,79 56,98 57,75
50 0,42 0,40 0,37 51,16 53,46 56,98 57,75
25 0,49 0,49 0,42 43,02 48,83 51,16 51,62
Persamaan Regresi Nilai IC50 Rata-rata
1 2 3 1 2 3
Y=0,244x+25,02 Y=0,266x+27,23 Y=0,21x+29,50 111,52
ppm 85,60
ppm 94,47,47
ppm 102,955
ppm
Hasil perhitungan rata-rata persentase penghambatan (%inhibisi) menunjukkan bahwa ekstrak
Sargassum Polycystum yang diekstraksi dengan pelarut methanol pada suhu ruang didapatkan
rata-rata % inhibisi terendah pada konsentrasi 25 ppm yaitu 51,62%, sedangkan rata-rata %
inhibisi tertinggi pada konsentrasi 200 ppm yaitu 65,50%, jadi semakin tinggi pada konsentrasi
ekstrak Sargassum Polycystum yang digunakan maka dihasilkan persentase penghambatan
radikal bebas (% inhibisi) yang tinggi pula.
Hasil perhitungan IC50 didapatkan garis persamaan garis yang diperoleh dalam bentuk y=6<n
(x)+a digunakan untuk nilai mencari nilai IC (Inhibitor Concentration), dengan menyatakan nilai
y sebesar 50 dan nila x sebagai IC50 menyatakan konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan
untuk mereduksi DPPH sebesar 50% (Suryaningrum et al., 2005).
Nilai-nilai rata IC50 ekstrak Sargassum Polycystum menunjukkan bahwa ekstrak methanol pada
Sargassum Polycystum dapat menghambat aktivitas radikal bebas DPPH sebesar 50% pada
konsentrasi 65,155 ppm. Hal ini dapat dilihat dengan berubahnya warna ungu menjadi kuning
pada konsentrasi tersebut yang menunjukkan bahwa ekstrak memiliki aktivitas antioksidan.
Tingkat diklorasasi warna ungu DPPH mengindikasikan aktivitas penghambatan radikal bebas
oleh sampel antioksidan (Abdille et al., 2004).
4.2.1 Uji Aktivitas Antioksidan Pada Suhu Rendah (± 4 0C)
Pangujian senyawa aktivitas antioksidan pada Sargassum Polycystum dilakukan dengan
menggunakan metode DPPH karena mudah, cepat, peka serta hanya memerlukan sedikit sampel.
Menurut Sunarni et al., (2005), prinsip uji dengan metode ini yaitu DPPH berperan sebagai
radikal bebas yang diredam oleh antioksidan dari bahan uji, dimana DPPH akan bereaksi dengan
antioksidan tersebut membentuk 1,1-difenil-2-pikrilhidrazyl. Reaksi ini menyebabkan perubahan
warna dari ungu pekat menjadi kuning atau kuning gelap yang dapat diukur dengan
spektrofotometer VV-Vis pada gelombang 517 nm, sehingga aktivitas peredaman radikal bebas
oleh sampel dapat ditentukan. Ditambahkan oleh Edhi Sambada (2011), DPPH merupakan
radikal bebas yang dapat direaksikan dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hydrogen,
dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak.
Hasil pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak Sargassum Polycystum yang diekstraksi
dengan pelarut methanol pada suhu ruang dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 9. Persamaan regresi
Sampel Konsentrasi (ppm) Absorbansi % inhibisi Rata-rata
1 2 3 1 2 3
Sargassum
Polycystum 200 0,32 0,31 0,33 61,79 63,79 61,63 62,79
100 0,42 0,40 0,39 51,16 53,49 54,65 53,1
50 0,43 0,40 0,48 50,00 53,49 44,18 49,22
25 0,50 0,48 0,49 41,86 44,18 43,02 43,02
Persamaan Regresi Nilai IC50 Rata-rata
1 2 3 1 2 3
Y=0,231x+23,80 Y=0,231x+25,67 Y=0,532x+23,25 113,42
ppm 105,37
ppm 115,30
ppm 111,36
Ppm
Hasil perhitungan rata-rata persentase penghambatan menunjukkan bahwa ekstrak Sargassum
Polycystum yang diekstrak dengan pelarut matanol pada suhu rendah memiliki rata-rata
kemampuan menghambat radikal bebas terendah pada konsentrasi 25 ppm yaitu diperoleh %
inhibisi 43,02%. Sedangkan rata-rata kemampuan menghambat radikal bebas tertinggi terdapat
pada konsentrasi 200 ppm, yaitu 62,79%.semakin tingginya konsentrasi ekstrak Sargassum
Polycystum yang digunakan menghasilkan persentase penghambatan radikal bebas yang tinggi
pula.
Hasil perhitungan IC50 didapatkan garis persamaan garis yang diperoleh dalam bentuk y=6<n
(x)+a digunakan untuk nilai mencari nilai IC (Inhibitor Concentration), dengan menyatakan nilai
y sebesar 50 dan nila x sebagai IC50 menyatakan konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan
untuk mereduksi DPPH sebesar 50% (Suryaningrum et al., 2005).
Nilai-nilai rata IC50 ekstrak Sargassum Polycystum menunjukkan bahwa ekstrak methanol pada
Sargassum Polycystum dapat menghambat aktivitas radikal bebas DPPH sebesar 50% pada
konsentrasi 65,155 ppm. Hal ini dapat dilihat dengan berubahnya warna ungu menjadi kuning
pada konsentrasi tersebut yang menunjukkan bahwa ekstrak memiliki aktivitas antioksidan.
Tingkat diklorasasi warna ungu DPPH mengindikasikan aktivitas penghambatan radikal bebas
oleh sampel antioksidan (Abdille et al., 2004).
4.2.2 Perlakuan Terbaik
Dari uji aktivitas senyawa antioksida yang diekstraksi menggunakan pelarut methanol pada suhu
ruang dan suhu rendah dapat disimpulkan bahwa senyawa antioksidan yang menghasilkan IC50,
yaitu penghambatan 50% radikal bebas oleh senyawa antioksidan yang lebih besar disbanding
dengan senyawa antioksidan yang diekstraksi pada suhu rendah. Senyawa yang bersifat
antioksidan tidak banyak yang larut dalam kondisi suhu yang rendah, segingga mempengaruhi
kerja pelarut dalam melarutkan senyawa yang dikandung oleh Sargassum Polycystum .
Menurut Suryandari (1981), menyatakan suhu dapat membantu cepat atau tidaknya suatu pelarut
menembus membrane sel dan menarik senyawa yang ada didalam bahan cukup banyak dan
pelarut mencari titik jenuhnya, segingga pelarut berhasil menarik semua senyawa-senyawa aktif
yang berada pada bahan.
Menurut Zuhro et al., (2008), secara spesifik suatu senyawa dikatan sebagai antioksidan sangat
kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat untuk IC50 bernilai 50-100 ppm, sedang jika IC50
bernilai 100-150 ppm dan lemah jika IC50 bernilai 150-200 ppm.
4.3 Uji Fitokimia
Pengujian Fitokimia dilakukan setelah diketahui ekstrak terbaik yang digunakan untuk meredam
radikal bebas. Dalam praktikum in, ekstrak terbaik yang berpotensi sebagai antioksida adalah
ekstrak yang dilarutkan dengan pelarut metanol pada suhu ruang (± 27 0C). setelah itu diuji
fitokimia untuk mengetahui komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak yang dilarutkan
dengan pelarut metanol pada suhu ruang (± 27 0C). komponen bioaktif berpotensi mencegah
berbagai penyakit seperti penyakit degradatif dan kardiovaskular (Harbone, 1987). Uji fitokimia
yang dilakukan meliputi Uji alkaloid, Flavonoid, dan fenol. Hasil analisa fitokimia dapat dilihat
pada table dibawah in
Tabel 10. Hasil Uji Fitokimia
Ekstraksi Uji fitokimia Pereaksi Kelompok 3 Kelompok 4
Hasil Keterangan Hasil Ketengan
Sargassum polycystum Flavonoid HCl - Berubah menjadi warna hijau + Berubah warna menjadi
kuning
Alkaloid Mayer + Berubah menjadi kuning merah - Berubah warna menjadi kuning
Fenolik FeCl3 + Terdapat endapan hitam - Tidak terdapat endapan berwarna coklat
Keterangan : ( + ) = mengandung senyawa fitokimia
( – ) = tidak mengandung senyawa fitokimia
Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa Sargassum Polycystum yang diekstrak dengan pelarut
metanol pada suhu rendah tidak mengandung senyawa alkaloid. Alkaloid adalah senyawa alami
amina, baik pada tanaman, hewan jamur dan merupakan produk yang dihasilkan dari proses
metabolism sekunder, dimana saat ini diketahui sebanyak 5500 jenis alkaloid (Harbone, 1987).
Pada umumnya bisa alkaloid hanya larut dalam pelarut organik meskipun beberapa
pseudoalkaloida dan protoalkaloida larut dalam air (Sastrohamidjojo, 1996).
Menurut Salamah et.al., (2008), pengujian fitokimia dimaksudkan untuk mengidentifikasi
kandungann kimia sebagai langkah untuk mengetahui jenis komponen bioaktif yang terkandung.
Metode uji berdasarkan perubahan warna atau terbentuknya endapan sebagai respon atau
pereaksi tertentu.
Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, dalam bentuk glikon maupun terikat pada gula
sebagai glikosida (Harbone, 1987). Karena mempunyai sejumlah gugus gula, flavonoid bersifat
polar maka umumnya flavonoid dalam pelarut polar, seperti etanol (E±OH), metanol (MeOH),
butanol (BuOH), aseton, dimetilsolfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain.
Flavonoid dapat digunakan untuk mengurangi resiko beberapa penyakit kronis dengan
kemampuannya sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan anti-proliferasi (Chen dan Blumberg,
2007). Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonoid,
isoflavon, coteckin, flavonomol, kalkon. Jadi pada hasil praktikum sampel Sargassum
Polycystum yang menggunakan pelarut metanol pada suhu rendah tidak mengandung senyawa
antioksidan.
Senyawa fenol cenderung mudah terlarut dalam air karena umumnya senyawa ini seringkali
berikatan dengan gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harbone,
1987). Senyawa yang termasuk dalam golongan fenolik cenderung mudah larut dalam pelarut
yang mempunyai polaritas tinggi (Nurani, 2007). Peranan beberapa golongan fenol sudah
diketahui, misalnya lignin sebagai bahan pembangun dinding sel, antosianin, sebagai pigmen
bunga. Selain itu, dengan mengkonsumsi fenol dipercaya dapat mengurangi resiko beberapa
penyakit kronis karena bersifat sebagai antioksidan, anti-inflamasi, dan anti kolesterol (Chen dan
Blumberg, 2007). Jadi pada hasil ekstrak Sargassum Polycystum dengan menggunakan pelarut
metanol pada suhu ruang positif mengandung senyawa fenolik.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum Metode analisa dan manajemen laboratorium dengan materi antioksidan
diperoleh kesimpulan bahwa :
• Dari dua suhu yang dilakukan, suhu yang paling efektif untuk mengekstrak antioksidan pada
Sargassum Polycystum yakni pada suhu ruang, karena nilai IC50 lebih rendah disbanding nilai
IC50 pada suhu rendah
• Diketahui kandungan metabolit sekunder yang terkandung didalam sel Sargassum Polycystum
yaitu senyawa fenolik. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya
senyawa ini seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat dalam
valuola sel serta dapat digunakan sebagai senyawa antioksidan
5.2 Saran
Pada praktikum Metode Analisa dan Manajemen Laboratorium sebaiknya praktikan lebih hati-
hati dalam menggunakan alat-alat praktikum karena alat yang digunakan mudah pecah dan
larutan yang digunakan berbahaya. Praktikan juga sebaiknya menguasai materi sebelum
melakukan praktikum agar praktikum bisa berjalan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Ajisaka, Tetsuro. 2006. Problems in the identification of “ Sagassum duplycatum “ group.
Coastal Marine Science 30 (1) : 174-178.2006
Andayani, Regina, Yovita Lisawati dan Maimunah. 2008. Penentuan aktivitas antioksidan, kadar
fenolat dan likopen pada buah tomat ( Solanum Lycopersicum L ). Jurnal sains dan Teknologi
Farmasi, vol.13.No.1.2008
Andriyanti, Ryzki. 2009. Ekstraksi senyawa aktif antioksidan dari lintah laut ( Discodoris sp )
asal perairan kepulauan Belitung. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Astuti, Niluh Yuni. 2009. Uji aktivitas penangkapan radikal DPPH oleh analog Kurkumin
Monoketon dan N-Heteroalifatik Monoketon. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ayuningrat, Eka. 2009. Penapisan awal komponen Bioaktif dari tulang Kijing Taiwan
( Anodonta woodiana Lea ) sebagai senyawa antioksidan. Institut Pertanian Bogor
Bambang, Murdiyanto. 2005. Rancangan percobaan. http : //ikan laut.tripod.com/edesign.pdf.
Diakses pada tanggal 15 Juni 2011 pukul 15.15 WIB
Bondet,V,W,Brand Williams and C, Berset. 1997. Kineticks and Mechanisms of antoxidant
Activity using the DPPH Free Radical Method. Lebensm Wiss u-Technol.,30,609-615 (1997)
Dewi, Priyanka Prima, Rina Hidayat dan ReNI Ratmatasari. 2009. Pengukuran Kapasitas
antioksidan pada teh komersial serta korelasinya dengan kandungan total fenol. Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Edhisambada. 2011. Antioksidan. http :// edhisambada.wordpress.com/2011/12/22/metode-uji-
aktivitas-radikal-11-difenil-2-pikrilhidrazil-dpph. Diakses pada tanggal 15 Juni 20111 pukul
11.35 WIB
Fahri. 2009. Sargassum duplicatum. http ://elfahrybima. Blogspot.com/2009/12/alga-coklat-
sagassum duplicatum.html. Diakses pada tanggal 11 Juni 2011 pukul 15.15 WIB
Fidaus, Muhammad dan Happy N. 2011. Metode eksperimen. http ://fpik.ac.id. Diakses pada
tanggal 11 Juni 2011 pukul 11.00 WIB
Fitriya, Lenny Anwardan Fitria Sari. 2009. Identifikasi Flavonoid dari buah tumbuhan
mempelas. Jurnal Penelitian Sains Volume 12 nomer 3 (C) 12305
Hariyatmi. 2003. Kemampuan Vitamin E sebagai Antioksidan Terhadap Radikal Bebas pada
lanjut usia. MIPA. Vol. 14 No. 1, Januari 2004 : 52-60
Hendriadi. 2010. Alga Coklat. http
://hendriadi-biota.ucoz.com/news/phaeophyta-algae-coklat/2010-12-13-13. Diakses paa tanggal
15 Juni 2011 pukul 13.15 WIB
Hernani, Cristina Winarni dan Tri Marwati. 2009. Pengaruh pemberian ekstrak daun belimbing
wuluh terhadap penurunan tekanan darah pada hewan uji. Pascapanen 6 (1) 2009 : 54-61
Hikmah, Maharani Nurul dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester ( Biodiesel ) dari minyak
dedak dan metanol dengan proses Esterifikasi dan Transesterifikasi. Universitas Diponegoro.
Semarang
Hukmah, Sho’irotul. 2007. Aktivitas antioksidan Katekin dari teh hijau ( Camella sinesis O.K.
var. Assamica ( Mast ) hasil ekstraksi dengan variasi pelarut dan suhu. Universitas Islam Negeri
Malang.
Juneidi, Wahid. 2004. Rumput Laut, jenis dan morfologinya. Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta
Kartika, Henny. 2008. Variabel Penelitian. http : //hennykartika.wordpress.com/2008/01/27/
variabel. Penelitian Diakses pada tanggal 15 Juni 2011 pukul 11.15 WIB
Kuncahyo, Ilham dan Sunardi. 2007. Uji aktivitas antioksidan eksrak belimbing wuluh
(Averrhoa belimbi. L ) terhadap 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Seminar Nasional
Teknologi 2007 (SNT 2007) ISSN : 1978-19777
Kusumawati, Pipin. 2009. Potensi Produk Pangan Fungsional Berantioksidan dari Makroalga
dan Mikroalga. Oseana, volume XXXIV, nomer 3. Tahun 2009 : 9-18
Marstya, Yuliana Rikha. 2009. Aktivitas Antioksidan, kadar fenolat dan flavonoid ekstrak buah
pare belut ( Trichosanthes anguina L ). Universitas Sebelas Maret Surakarta
Megasari. 2009. Metode Eksperimen. http :// megasari.net/ home. Diakses pada tanggal 6 Juni
2011 pukul 12.33 WIB
Muawwanah. 1996. Ekstraksi antioksidan dari alga laut Sargassum sp. Dan efektivitas dalam
menghambat kerusakan awal emulsi minyak ikan. Institut Pertanian bogor. Bogor
Oktariana, Eka Wahyu. 2008. Uji aktivitas antioksidan ekstrak etonal Rimpang Lengkuas Merah
( Alpina galangal ) dengan metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil). Universitas Diponegoro.
Semarang
Oktavia, Ririn Wulan. 2009. Pengaruh Seduhan The hijau ( Camellia senesis ) terhadap
farmakokinetika Paracetamol yang diberikan bersama secara oral pada kelinci jantan. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Pembayun, Rindut, Murdijati Gardjito, Slamet Sudarmadji dan Kapti Rahayu Kuswanto. 2007.
Kandungan fenol dan sifat antibakteri dari berbagai jenis ekstrak produk gambir ( Uncaria
gambir Roxb ). Majalah farmasi Indonesia, 18 (3), 141-146. 2007
Pranoto, Eunike Noviana, Shofiatun Nimah dan Bayu Hendra Susetya. 2009. Tahu berserat
tinggi untuk diet Harian penderita kanker dan obesitas di Indonesia. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Pribadi, Labai. 2009. Uji aktivitas penangkap radikal buah Ps;idium guajava L. Dengan metode
DPPH (1,1-Diefenil-2-Pikrilhidrazil ) serta penetapan kadar fenolik dan flavonoid totalnya.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Purwitasari, Henny. 2011. Skripsi tentang karakteristik adesi protein Pili 9,08 KDa Aerumonas
salmonicidae terhadap sel Epitel Usus ikan Mas (Cyprinus carpio ). Universitas Brawijaya
Malang.
Rahayu, Dwi Sri, Dewi Kurini dan Enny Fachriyah. 2009. Penentuan aktivitas antioksidan dari
ekstrak etanol daun ketapang. (Terminalia catapal L )dengan metode 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil
(DPPH).Jurusan Kimia. MIPA Universitas Diponegoro.
Ramadhan, Ahmad Eka dan Haries Aprival Phaza. 2010. Pengaruh Konsentrasi Etanol, suhu dan
jumlah stage pada ekstraksi Oleorosin Jahe ( Zinfiber Officinile Rosc )secara Batch. Fakultas
Teknik. Univerasitas Diponegoro
Rasyid, Abdullah. 2010. Ekstraksi Natrium Alginat Coklat. Sargassum echinocarpom.
Oseonologi dan Limnologi di Indonesia (2010) 36 (3) : 393-400
Rinita, nindy. 2008. KLT. Autografi Cuprac sebagai Teknik cepat pendeteksian senyawa
antioksidan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Shabby. 2010. Saragassum Polycystum. http :// lovehipin.wordpress.com. Diakses pada tanggal
15 Juni 2011 pukul 11.35 WIB
Salamah, E, Eka Adan Sri P. 2008. Penapisan awal komponen Biokatif dari Kijing Taiwan
sebagai senyawa antioksidan. Jurnal Buletin Teknologi Hasil Perikanan. Vol. XI, No.2 Tahun
2008
Sandrasari. 2009. Kapasitas antioksidan dan hubungannya dengan nilai total fenol ekstrak
sayuran Bidegonous. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Septianingrum, ER, Faradhila RHF, Ekafiri R, Murtini Sdan Perwatasari. 2009. Kadar total fenol
dan aktivitas antioksidan pada teh hijau dan teh hitam Komersial. Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Simbala. Henry E. I. 2009. Analisis senyawa alkaloid beberapa jenis tumbuhan obat sebagai
bahan aktif fitofarmaka. Pacific JournalJuli. 2009. Vol. 1 (4) : 489-494
Sith, itb. 2011. http ://www.sith.itb.ac.id. Diakses pada tanggal 15 Juni 2011 pukul 11.30 WIB
Sulistijo. 1998. Pengaruh Salinitas terhadap pertumbuhan Zygote Rumput Laut Sagassum.
Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia 1’98. Jakarta
Sunarmi, T. 2008. Aktivitas antioksidan penangkap radikal bebas beberapa kecambah pari Biji
tanaman fimilia pupliomaceae . Jurnal farmasi Indonesia 2001 : 53-61
Sulistyowati, Yenny. 2006. Pengaruh pemberian likopen terhadap status antioksidan ( Vitamin
C, Vitamin E dan Glukhation Peroksidase ) Tikus ( Ractus norvegikus galur sparague Dawley )
Hiperkolesterolemik. Universitas Diponegoro
Suratmo. 2005. Potensi Ekstrak DAUN Sirih Merah ( Piper crocotum ) sebagai Antioksidan.
Universitas Brawijaya. Malang
Suryaningrum, Th. Dwi, Thamrin Wikanta dan Hendy Kristini . 2006. Uji aktivitas senyawa
antioksidan dari rumput laut Halymenia harveyana dan Eucheuma Cottoni. Jurnal Pascapanen
dan Bioteknologi Kelautan dan Periakanan. vOL.1.No.1.Juni 2006
Tensika, Masetio Yudiastuti. 2010. Hasil penelitian pengaruh jenis pelarut terhadap aktivitas
antioksidan ekstrak kasar isoflavon dari ampas tahu.
Ummah, Masithah Kharul. 2010. Ekstraksi dan pengujian aktivitas antibakteri senyawa Tanin
pada daun Belimbing Wuluh ( Averrhoa Belimbi L). Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim. Malang
Utami, Sri, Soleh Kosela dan M. Hanafi. 2009. Efek peredaman Radikal Bebas 1,1-Difenil-2-
pikrilhidrazil (DPPH) dan uji Toksisitas pendahuluan terhadap larva Udang Artemia salina
Leach dari ekstrak aseton daging buah Sesoot ( Garcinia Dierrorhyza MIQ ). Jurnal Kedokteran
Yarsi 14 (3) : 171-176 (2006)
Wulandari. Rini Ratna. 2009. Uji aktivitas penangkap radikal DPPH analog Kurkumin Sikilik
dan N-Heterosikilik Monoketon. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Widjanarko. 2008. Fitokomia Herbal Kenyal. http ://Widjanarko wordpress.com/fitokimia-
herbal-kenyal. Diakses pada tanggal 15 Juni 2011 pukul 11.15 WIB
Yasita, Dian dan Intan Dewi Rachmawati. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi pada pembuatan
karaginan dari rumput laut Eucheuma Cottoni untuk mencapai Foodgrade. Universitas
Diponegoro. Semarang
Yeladh. 2010. Alga coklat. http ://yeladh.blogspot.com/2010/01/modul pheophyta.html. Diakses
pada tanggal 15 Juni 2011 pukul 11.15 wib
Yuniarto, Redi. 2007. Pengaruh paparan berulang ikan nila ( Orechromis nilloticus ) berformalin
secara oral selama satu bulan terhadap perubahan Fisiologi Mencit
( Mus mucullus ). Universitas Brawijaya. Malang
Yunizal. 1999. Teknologi pengolahan alginate. BADAN Riset Kelautan dan Perikan . Jakarta
Yuswantina, Richa. 2009. Uji aktivitas penangkap radikal dari ekstrak Petroleum Ester, Etil
asetat dan etanol Rhyzoma Binahong ( Anradera Cordiffola Tenore Streen ) dengan metode
DPPH. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Yuwanita, Rani. 2011. Pengaruh Ekstrak Sargassum polycystum terhadap bakteri Vibrio harveyl
pada udang windu secara invitro. Universitas Brawijaya. Malang
Zulnaidi. 2007. Metode Penelitian. Universitas Sumatera Utara. Medan
LAMPIRAN
Analisa hasilekstraksi
Beratsampelawal : 50 gram
Beratakhirsampel : 37.70
Volume pelarut (Metanol) : 150 ml
Beratbotol vial : 2 gram
= 71,40 %
UjiaktivitasAntioksidan (Ujikuantitas)
Sampel Suhu Nilai IC 50
1 2 3
Sargasum polycystum Suhu ruang
(to)
111.29 85.51 94.26
Suhu rendah
113.19 105.15 114.99
Kelompook3 :
Konsentrasi 1 2 3
200 0.33 0.25 0.31
100 0.40 0.32 0.37
50 0.42 0.40 0.37
25 0.49 0.44 0.42
1. % Inhibisi
2. % Inhibisi
3. % Inhibisi
Recommended