View
220
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
ANALISIS ARGUMENTASI HUKUM HAKIM MENDALILKAN BAHWA
DAKWAAN PENUNTUT UMUM BERSIFAT PREMATUR DAN
IMPLIKASI YURIDISNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN PROSES
PENUNTUTAN
DALAM PERKARA PENCURIAN
(Studi Kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk nomor :
09/Pid.B/2012/PN.Ngjk)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
ANGGA CHRISTIAN
NIM. E0008110
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS ARGUMENTASI HUKUM HAKIM MENDALILKAN
BAHWA DAKWAAN PENUNTUT UMUM BERSIFAT PREMATUR
DAN IMPLIKASI YURIDISNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN
PROSES PENUNTUTAN
DALAM PERKARA PENCURIAN
(Studi Kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk nomor :
09/Pid.B/2012/PN.Ngjk)
Oleh
ANGGA CHRISTIAN
NIM. E0008110
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan
Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 17 Januari 2013
Dosen Pembimbing
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Bambang Santoso, S.H., M.Hum NIP. 19620209 198903 1 001
Muhammad Rustamaji S.H., M.H NIP. 19821008 200501 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi) ANALISIS ARGUMENTASI HUKUM HAKIM MENDALILKAN
BAHWA DAKWAAN PENUNTUT UMUM BERSIFAT PREMATUR DAN IMPLIKASI YURIDISNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN
PROSES PENUNTUTAN DALAM PERKARA PENCURIAN (Studi Kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk nomor :
09/Pid.B/2012/PN.Ngjk)
Oleh ANGGA CHRISTIAN
NIM. E0008110
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada :
Hari : Selasa Tanggal : 29 Januari 2013
DEWAN PENGUJI
1. Edy Herdyanto, S.H., M.H. : NIP. 19570629 198503 1002
Ketua 2. Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. :
NIP. 19821008 200501 1 001 Sekretaris
3. Bambang Santoso, S.H., M.Hum. :
NIP. 19620209 198903 1 001 Anggota
MENGETAHUI
Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum NIP. 195702031985032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Angga Christian
NIM : E0008110
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul
:
ANALISIS ARGUMENTASI HUKUM HAKIM MENDALILKAN
BAHWA DAKWAAN PENUNTUT UMUM BERSIFAT PREMATUR
DAN IMPLIKASI YURIDISNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN
PROSES PENUNTUTAN DALAM PERKARA PENCURIAN (STUDI
KASUS DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NGANJUK
NOMOR : 09/Pid.B/2012/PN.Ngjk) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal
yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi
dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti
pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari
penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 17 Januari 2013 Yang membuat pernyataan,
Angga Christian E0008110
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Takut akan TUHAN, adalah Permulaan pengetahuan
(Amsal 1:7a)
Keberhasilan yang kamu raih bukanlah hanya dari usaha yang kamu lakukan
tetap oleh karena karunia TUHAN yang diberikan kepada mu dan doa orang tua
serta orang-orang yang mengasihi kamu, maka kamu sukses.
(Disciples)
Hanya mereka yang berani gagal dapat meraih keberhasilan
(Robert F. Kennedy)
Kegagalan tidak diukur dari apa yang telah Anda raih, namun kegagalan yang
telah Anda hadapi, dan keberanian yang membuat Anda tetap berjuang melawan
rintangan yang bertubi-tubi
(Orison Swett Marden)
Bila Anda berpikir Anda bisa,maka Anda benar. Bila Anda berpikir Anda tidak
sesungguhnya dia telah membuang kesempatan untuk menjadi bisa.
(Henry Ford)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati sebuah karya yang sederhana ini, penulis
persembahkan kepada :
1. Puji Syukur atas anugerah dan karunia yang diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus
yang begitu luar biasa dalam hidupku.
2. Keluargaku tercinta (Papa, Mama, dan adikku tercinta Lola), serta Keluarga
Besar A.Moelyono di Gresik terima kasih atas dukungan, dan semangat yang tak
pernah padam, atas kepercayaan & harapan yang diberikan untukku.
3. Rizki Puspita Widia Putri, yang telah memberikan dukungan, semangat dan cinta
yang tiada habisnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Nanang, Erico, Tata, Shelma, Lina, Vika, Tito, Arseto, Nanda, Dyah NA, Titis,
Yudha, Cori, Maya, Bambang, Citra, Ratna, Nur Saefodin, Cindhy, Hengky,
Hifni, Indah, Aji, Reni, Trisna, Helena, Salmi, Bowo, Gunawan, Maulida Prima,
Faradina, Siska, Vanya, Hima, Kikit, Ika, Rizka, Ria tak lupa juga Santi, Dyah,
Tulus Pardosi,dan Putra (Pseudorechtspraak FH UNDIP), Nency Silalahi, Josye,
Farah Devi (FH UI) serta Lores Pardede(FH UNPAD) terima kasih semua atas
dukungan dan doanya hingga akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi.
5. Keluarga besar MCC (Moot Court Community) FH UNS. Terima kasih atas
kebersamaannya, semoga kita tetap menjadi keluarga selamanya.
6. Keluarga Besar Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK FH UNS) angkatan 2008
Ardy, Piter, Reni, Amel, Nico, Alvin, David, Mega, Eli dan Ndaru, terima kasih
sahabatku atas doa dan dukungannya, kita sahabat untuk selamanya.
7. Semua yang telah mendukung saya sampai penulisan hukum ini selesai, terima
kasih banyak dan Almamater tercinta Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Angga Christian, E0008110. 2013. ANALISIS ARGUMENTASI HUKUM HAKIM MENDALILKAN BAHWA DAKWAAN PENUNTUT UMUM BERSIFAT PREMATUR DAN IMPLIKASI YURIDISNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN PROSES PENUNTUTAN DALAM PERKARA PENCURIAN (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR : 09/Pid.B/2012/PN.Ngjk). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini untuk mengetahui argumentasi hukum hakim dalam mendalilkan bahwa dakwaan penuntut umum bersifat prematur mempunyai payung hukum dalam pertimbangannya dan Untuk mengetahui implikasi yuridis dakwaan penuntut umum yang diputus bersifat prematur terhadap keberlanjutan proses penuntutan dalam perkara nomor : PDM-198/Ep.1/01/2012 mengenai tindak pidana pencurian. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif bahan yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hokum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan cara studi kepustakaan melalui pengumpulan peraturan perundang- undangan, buku, dan dokumen lain yang mendukung, diantaranya Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor: 09/Pid.B/2012/PN.Ngjk. Dalam penulisan hukum ini, penulis menggunakan analisis dengan metode deduksi yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Premis Minor yaitu Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor: 09/Pid.B/2012/PN.Ngjk kedua hal tersebut, kemudian dapat ditarik suatu konklusi guna mendapatkan jawaban atas rumusan masalah Apakah argumentasi hukum Hakim Pengadilan Negeri Nganjuk yang mendalilkan bahwa dakwaan penuntut umum bersifat prematur dalam perkara nomor : PDM-198/Ep.1/01/2012 mengenai tindak pidana pencurian, mempunyai payung hukum dalam pertimbangannya dan Bagaimanakah implikasi yuridis dakwaan penuntut umum yang diputus bersifat prematur terhadap keberlanjutan proses penuntutan dalam perkara nomor : PDM-198/Ep.1/01/2012 mengenai tindak pidana pencurian. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan : Pertama, bahwa hakim pengadilan negeri nganjuk yang memutus perkara, dengan nomor : PDM-198/Ep.1/01/2012 yang tertuang dalam putusan nomor : 09/Pid.B/2012/PN.Ngjk tidak memiliki argumentasi hukum yang kuat dan jelas sebagai dasar penjatuhan putusan dan hakim juga tidak penerapan asas hukum acara pidana sederhana, cepat dan biaya ringan. Kedua, bahwa penuntut umum dapat mengajukan banding dengan berdasarkan putusan hakim perkara perdata menyatakan bahwa tanah tersebut milik dari saksi korban. Kata kunci : pra-yudisial, Argumentasi Hukum Hakim, Upaya Hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRACT
Angga Christian, E0008110. 2013. THE ANALYSIS OF THE LEGAL ARGUMENT THE JUDGE POSTULATED THAT CHARGES THE PUBLIC PROSECUTOR ARE PREMATURE AND IMPLICATION OF JURIDICAL FOR THE SUSTAINABILITY OF THE PROCESS OF PROSECUTION IN THE CASE OF THEFT (A Case Study in Nganjuk of District Court: 06/Pid. b/2012/PN.Ngjk). faculty of law of Surakarta Sebelas Maret University. The research to find out the legal argument the judge in the postulated that charges the public prosecutor are prematurely had a legal umbrella in the reasoning and to know the implications of the public prosecutor's indictment was legally terminated are prematurely against the sustainability process of prosecution in the case number: PDM-198/EP. 1/01/2012 concerning the criminal offence of theft. This research is research that is prescriptive normative legal materials used consist of primary law and secondary law materials. Legal materials collection techniques in this research is to study how the library through the collection of the regulation militate-invitations, books, and other documents that support the District Court's verdict, including Her number: 09/Pid. B/2012/PN.Ngjk. in the writing of this law, the author uses the analysis with the method of deduction stemmed from the filing of the major premise that the book of the law of Criminal Procedure Law and the Minor Premise that the verdict of the District Court Her Number: 09/Pid. B/2012/PN.The second Ngjk it, then a conclusion can be drawn in order to get answers to your problem formulation Is a legal argument the judge District Court a Chance postulated that charges the public prosecutor are prematurely in the case number: PDM-198/EP. 1/01/2012 concerning the criminal offence of theft, have a legal umbrella in consideration. ased on the research results and conclusions generated discussion : First, that district court judge nganjuk cutting off cause, with number: pdm-198 / ep.1 / 01 / 2012 stipulated in a verdict number: 09 / pid.b / 2012 / pn.ngjk not having argumentation legal strongly and distinctly penjatuhan as the basis of the award and judge was not the application of the principle of law event criminal simple, quick and charge mild. Second, that public prosecutor can appeal with based on the judgment judge matters of civil stating that the land belonging to victims of witnesses. Keyword: prejudicial, the legal argument the judge, Legal remedy
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis akhirnya dapat
ANALISIS
ARGUMENTASI HUKUM HAKIM MENDALILKAN BAHWA DAKWAAN
PENUNTUT UMUM BERSIFAT PREMATUR DAN IMPLIKASI
YURIDISNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN PROSES PENUNTUTAN
DALAM PERKARA PENCURIAN (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR : 09/Pid.B/2012/PN.Ngjk)
Penulisan hukum ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Penulisan hukum ini membahas tentang analisis argumentasi hukum hakim
mendalilkan bahwa dakwaan penuntut umum bersifat prematur dan implikasi
yuridisnya terhadap keberlanjutan proses penuntutan dalam perkara pencurian.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis dengan besar hati akan menerima segala masukan yang dapat
memperkaya pengetahuan penulis di kemudian hari.
Dengan selesainya penulisan hukum ini, maka dengan segala kerendahan hati
penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-
pihak yang telah memberikan bantuannya dalam penulisan hukum ini :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan, Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara yang
penuh kebijaksanaan dan kesabarannya membantu penulis dalam mengatasi
kendala-kendala administratif hingga penulis dapat mengikuti sidang skripsi.
3. Bapak Bambang Santoso, S.H.,M.Hum. dan Bapak Muhammad Rustamaji, S.H.,
M.H. selaku Pembimbing MCC FH UNS dan Pembimbing penulisan hukum
(Skripsi) yang telah memberikan segala ilmu dan dengan penuh kesabaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
4. bimbingan serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum
(Skripsi) ini dengan baik.
5. Bapak Sugeng Praptono, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan, motivasi dan arahan selama penulis belajar di Fakultas
Hukum UNS.
6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
dengan keikhlasan dan kemuliaan hati telah memberikan bekal ilmu kepada
penulis selama penulis belajar di kampus Fakultas Hukum UNS.
7. Bapak dan Ibu tercinta (Didik dan Yati) serta adikku tersayang Laura dan
Keluarga Besar A.Moelyono yang senantiasa memberikan dukungan baik secara
moril maupun materiil.
8. Keluarga besar MCC FH UNS yang telah menjadi bagian dari keluarga, terima
kasih atas pengertian dan dukungannya.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsiku yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan bapak, ibu dan
teman-teman semua mendapat balasan kebaikan dari Tuhan Yang Maha Kuasa
10. Demikian, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
Surakarta, 17 Januari 2013
Angga Christian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .............................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................ iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. vi
ABSTRAK .............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ............................................................................ ix
DAFTAR ISI ........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ....................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................... 1
B. Perumusan Masalah .................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ...................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................... 6
E. Metode Penelitian ..................................................... 7
F. Sistematika Penelitian .............................................. 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 12
A. Kerangka Teori ......................................................... 12
1. Tinjauan Umum tentang Surat Dakwaan .......... 12
2. Tinjauan Umum tentang Putusan Hakim .......... 17
3. Tinjauan Umum tentang Pra Yudisial ............... 27
B. Kerangka Pemikiran ................................................. 29
BAB III. 31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
A. Hasil Penelitian ......................................................... 31
1. Kasus Posisi ....................................................... 31
2. Dakwaan ............................................................ 32
3. Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk ................. 34
4. Kesimpulan................................... ..................... 37
B. Pembahasan .............................................................. 38
1. Analisis Argumentasi Hukum Hakim
Pengadilan Negeri Nganjuk yang Mendalilkan
Bahwa Dakwaan Penuntut Umum Bersifat
Prematur dalam Perkara Nomor: PDM-
198/Ep.1/01/2012 Mengenai Tindak Pidana
Pencurian, Mempunyai Payung Hukum dalam
Pertimbangannya ................................................. 39
2. Analisis Argumentasi Hukum Hakim
Pengadilan Negeri Nganjuk yang Mendalilkan
Bahwa Dakwaan Penuntut Umum Bersifat
Prematur dalam Perkara Nomor: PDM-
198/Ep.1/01/2012 Mengenai Tindak Pidana
Pencurian, Mempunyai Payung Hukum dalam
Pertimbangannya ................................................ 49
BAB IV. PENUTUP ....................................................................... 52
A. Simpulan ................................................................... 52
B. Saran ......................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Halaman
Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran .......................................... 29
Gambar 2. Konsep Teori Kehendak John Austin ................................ 39
Gambar 3. Metode Penemuan Hukum Hakim .................................. 43
Tabel 1. Metode Penafsiran dan A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mencermati konsepsi dalam sebuah negara hukum (rechts staats) seperti
Indonesia, pengadilan adalah suatu badan hukum atau lembaga peradilan yang
merupakan tumpuan harapan masyarakat untuk mencari keadilan, dalam
menjalankan tugasnya Hakim berpedoman pada peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia, menurut Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Republik
dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang
diajukan dengan dalih bahwa hukumnya tidak ada atau kurang jelas, melainkan
pemutus perkara tidak boleh menolak memeriksa perkara yang diajukan
kepadanya dengan dalih bahwa hukumnya tidak ada atau kurang jelas, karena
hakim dianggap tahu hukumnya (ius curia novit).
Proses tentang acara perkara pidana sipil sebagaimana yang terjadi pada
masa lalu dengan berpedoman pada Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR)
pada masa sekarang ini dikenal dengan istilah hukum acara pidana, yaitu hukum
yang mengatur tentang tata cara beracara di badan peradilan dalam lingkup
hukum pidana. Istilah hukum acara pidana di Indonesia sekarang ini diatur dalam
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 atau dikenal dengan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada tanggal 31 Desember 1981. Undang-
undang ini disambut oleh segenap Bangsa Indonesia dengan perasaan penuh suka
cita dan penuh harapan akan terwujudnya kepastian hukum dan tertib hukum
berdasarkan kebenaran dan keadilan. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
bahwa setelah membaca perumusan Pasal-Pasal dalam KUHAP, warga
masyarakat yang mencari keadilan mengetahui bahwa secara tersirat maupun
tersurat KUHAP telah mengatur tentang pemberian perlindungan terhadap harkat
dan martabat manusia yang lebih dikenal dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Ketentuan-ketentuan Hukum Acara Pidana yang tercantum dalam KUHAP bukan
saja mengatur tentang tata cara yang wajib dilaksanakan dan dipatuhi oleh aparat
penegak hukum dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan, tetapi secara
sekaligus diatur pula mengenai prosedur dan persyaratan yang harus ditaati oleh
aparat penegak hukum dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan, tetapi
secara sekaligus diatur pula mengenai prosedur dan persyaratan yang harus ditaati
oleh aparat penegak hukum dalam upaya menjaga dan melindungi Hak Asasi
Manusia.( Satjipto Rahardjo, 1998:17)
Jika dikatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang tidak
memberikan peluang diskresi bagi hakim, namun dalam prakteknya, banyak
ditemukan bahwa undang-undang ternyata tidak lengkap atau tidak jelas
meskipun dalam penjelasan undang-undang sudah disebutkan dengan jelas. Maka
seorang hakim harus mencari dan menemukan hukumnya (rehtcsvinding) karena
setiap aturan hukum perlu dijelaskan dan ditafsirkan sebelum diterapkan pada
peristiwa hukum tertentu (Jonny Ibrahim, 2006:215).
Hakim dalam memeriksa perkara dapat menggunakan konstruksi hukum
dalam rangka pembentukan hukum (judge made law) maupun interpretasi atau
penafsiran dalam rangka mencari dan menemukan hukumnya (rehtcsvinding).
Hakim dapat menggunakan konstruksi hukum apabila ternyata hukumnya tidak
ada atau dengan perkataan lain hukum Indonesia belum mengatur mengenai
perkara tersebut, dan menggunakan penafsiran apabila aturan hukumnya tidak
jelas, dengan demikian tidak ada alasan bagi hakim untuk menolak perkara yang
diajukan kepadanya dengan dalil bahwa hukumnya tidak ada atau kurang jelas
(Sudijono Sastroatmodjo, 2005:197-198). Namun dalam prakteknya, penemuan
hukum oleh hakim harus dilakukan dengan bertanggung jawab sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
peraturan perundang-undangan yang ada serta perlu mendapat pengawasan dari
lembaga peradilan diatasnya supaya menghindari kesesatan hukum oleh hakim.
Seperti yang dikemukan oleh William Baude :
Because judges are human, that judgment may be wrong, either misinterpreting law or misapplying fact. Therefore, we have erected constitutional and statutory procedures designed to reduce that possibility of error and its costs, and have vested appellate review, so that more judges review a judgment before the Judicial Branch makes it final (William Baude, 2008:1808).
Hukum pidana formil dalam menggerakkan dan mempertahankan hukum
pidana materiil di Indonesia diatur oleh Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Keberadaan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 dapat dikatakan sebagai landasan bagi terselenggaranya proses
peradilan pidana yang benar-benar bekerja dengan baik dan mengedapankan Hak
Asasi Manusia (Yesmil Anwar dan Adang, 2009:64). Asas presumption of
innonce merupakan salah satu penerapan pentingnya menjunjung hak asasi
manusia dalam hukum pidana. Adanya jaminan dan perlindungan terhadap hak-
hak asasi manusia dalam peraturan hukum acara pidana mempunyai arti yang
sangat penting. Hal ini senada dengan pandangan Paul R. Dubinsky dalam
tulisannya yang mengatakan
(harmonisasi hukum
prosedural, gerakan untuk memajukan hak asasi internasional) (Paul R. Dubinsky,
2005:225). Hukum acara pidana dapat diartikan juga sebagai peraturan yang
mengatur bagaimana cara mempertahankan berlakunya hukum pidana materiil.
Dalam menjalankan hukum pidana formil ini, seringkali terdapat hambatan-
hambatan dari tahap penyidikan maupun penyelidikan sampai dengan
pemeriksaan di persidangan bahkan sampai pada tahapan upaya hukum yang
setiap tahun tunggakannya semakin bertambah (Laden Marpaung, 2000: 91).
Dalam perkara pidana atas nama Terdakwa Kasmin alias Nyoman
Sukarnyo bin Saripin Sowiryo, yang dalam hal ini Kasmin alias Nyoman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Sukarnyo bin Saripin Sowiryo yang diancam Pasal 362 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) tentang Pencurian, kasus ini bermula pada bulan Oktober
2012 Terdakwa menyuruh orang untuk mengambil buah mangga gadung di
pekarangan milik Sdr.Yati tetapi perkara ini tidak hanya mengenai perkara pidana
tetapi juga sebelumnya sudah terlebih dahulu masuk dalam sengketa perdata
antara Terdakwa dengan korban Sdr.Yati mengenai perebutan hak milik atas
pekarangan tersebut dan belum diputus sampai proses persidangan perkara pidana
berjalan. Berdasarkan hal tersebut, dalam putusan hakim menyatakan bahwa
dakwaan yang diajukan oleh Jaksa dinyatakan prematur dikarenakan sengketa
mengenai hak milik tanah pekarangan tersebut masih berjalan. (Putusan
Pengadilan Nganjuk Nomor :09/Pid.B/2012/PN.Ngjk). Perlu dilakukan kajian
yang mendalam terhadap putusan ini untuk mengetahui secara jelas mengenai
dasar hukum yang mendasari hakim dalam pertimbangannya untuk menjatuhkan
putusan, yang mendalilkan bahwa dakwaan serta implikasi yuridisnya mengenai
keberlanjutan proses penuntutan. Berdasarkan uraian di atas, Penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian yang tertuang dalam bentuk penulisan hukum
dengan judul:
BAHWA DAKWAAN PENUNTUT UMUM BERSIFAT PREMATUR DAN
IMPLIKASI YURIDISNYA TERHADAP KEBERLANJUTAN PROSES
PENUNTUTAN DALAM PERKARA PENCURIAN (STUDI KASUS
DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR :
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya,
serta agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
hukum mencapai tujuan yang diinginkan, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah argumentasi hukum Hakim Pengadilan Negeri Nganjuk yang
mendalilkan bahwa dakwaan penuntut umum bersifat prematur dalam
perkara nomor : PDM-198/Ep.1/01/2012 mengenai tindak pidana
pencurian, mempunyai payung hukum dalam pertimbangannya?
2. Bagaimanakah implikasi yuridis dakwaan penuntut umum yang diputus
bersifat prematur terhadap keberlanjutan proses penuntutan dalam perkara
nomor : PDM-198/Ep.1/01/2012 mengenai tindak pidana pencurian?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan jelas, tujuan
tersebut adalah untuk memberikan arah dalam melangkah sesuai dengan maksud
penelitian yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis
dalam penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui argumentasi hakim dalam menerapkan hukum
mengenai sengketa Pra-Yudisial.
b. Untuk mengetahui implikasi yuridis atas dakwaan penuntut umum
yang dinyatakan bersifat prematur terhadap keberlanjutan proses
penuntutan dalam perkara pidana pencurian
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah, memperluas wawasan, pengetahuan, dan
kemampuan penulis dalam mengkaji masalah di bidang Hukum
Acara Pidana, terutama menyangkut argumentasi hakim dalam
memutus perkara pidana dengan kesesuaian dalam Undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan
peraturan lainnya.
b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar
akademik Sarjana di bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan ini akan
bermanfaat bagi penulis sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat yang dapat
diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam terkait pengembangan ilmu di
bidang hukum acara pidana.
b. Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat menambah
referensi dan literatur dalam pengembangkan ilmu hukum.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan
penalaran, membantu dan memberikan masukan terhadap
berbagai pihak yang berminat dalam mengkaji masalah yang
sama.
b. Diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan bagi
berbagai pihak dalam melakukan penelitian-penelitian sejenis
ditahap berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah sebuah proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu
hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki,2006:35). Untuk mendapatkan
bahan hukum dan prosedur penelitian dalam menemukan kebernaran berdasarkan
logika hukum mengenai argumentasi hukum hakim atas dakwaan Jaksa Penuntut
Umum yang bersifat prematur beserta keberlanjutan proses penuntutan dalam
perkara dengan putusan nomor: 09/Pid.B/2012/PN.Ngjk. Adapun metode
penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini dapat dijelasakan sebagai
berikut :
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian doktrinal
atau disebut juga penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum
normatif merupakan suatu perosedural penelitian ilmiah demi menemukan
fakta atas logika keilmuan hukum yaitu dari sisi normatifnya. Penelitian
hukum doktrinal adalah suatu penelitian hukum yang bersifat preskriptif
bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud
Marzuki, 2006 : 33).
2. Sifat Penelitian
Ilmu hukum memiliki karakteristik sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif dan terapan, Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang
preskriptif, artinya sebagai ilmu yang bersifat preskriptif ilmu hukum
memelajari tujuan hukum,konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum
(Peter Mahmud Marzuki, 2006:22)
3. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan pandangan Peter Mahmud Marzuki bahwa dalam
penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk
mendapatkan informasi dari berbagai aspek guna menjawab isu hukum yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
diteliti, adapun beberapa pendekatan yang dimaksud yaitu ; pendekatan
perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach),
pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan
(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach)
(Peter Mahmud Marzuki,2006:93). Berkenaan dengan pandangan Peter
Mahmud Marzuki tersebut, penulis menggunakan beberapa pendekatan yang
relevan dengan permasalahan yang diteliti, yaitu pendekatan kasus (case
approach) karena pendekatan ini dianggap relevan dengan penelitian hukum
yang dikaji oleh penulis.
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Dalam buku Penelitian Hukum karangan Peter Mahmud Marzuki
(2006:141) mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak
mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah bahan hukum dalam
hal ini bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
a) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer dalam penelitian hukum ini adalah norma atau
kaidah dasar dalam hukum di Indonesia, yakni :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
3) Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor : 09/Pid.B/2012/PN.Ngjk
b) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer sehingga dapat membantu memahami dan
menganalisis bahan hukum primer, misalnya buku-buku, literatur,
dokumen resmi, atau karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini.
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan hukum ini
terdiri dari buku-buku referensi, jurnal-jurnal hukum yang terkait, dan
internet yang mengulas mengenai Putusan Hakim Mengenai Dakwaan
Penuntut Umum bersifat Prematur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penulisan hukum ini dengan
menggunakan teksik studi pustaka, pengumpulan bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder diinventarisasi dan diklasifikasikan dengan menyesuaikan
masalah yang diteliti. Bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang
dipaparkan, disistematisasi, kemudian dianalisis untuk menginterpretasikan
hukum yang berlaku (Johny Ibrahim,2008:296).
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis yang digunakan adalah metode penalaran hukum
dengan metode penalaran deduksi. Johny Ibrahim (2008:296) menjelaskan
bahwa metode penalaran hukum adalah kegiatan penalaran ilmiah terhadap
bahan-bahan hukum yang dianalisis dapat menggunakan penalaran deduksi,
penalaran induksi, dan penalaran abduksi. Metode ini menitikberatkan pada
logika, karena logika mengajarkan segala sesuatu yang diperlukan untuk
menghindari kesalahan dalam rangka mencapai kebenaran materi pemikiran.
Penalaran deduktif digunakan untuk menarik kesimpulan dari hal yang
bersifat umum menjadi kasus yang individual dan konkret yang dihadapi.
Penalaran induktif dengan merumuskan fakta, mencari hubungan sebab-
akibat, serta mengembangkan penalaran berdasarkan kasus-kasus terlebih
dahulu yang telah diputus kemudian membandingkan kasus faktual yang
dihadapi kemudian menghasilkan temuan dan kesimpulan. Sedangkan
penalaran abduktif adalah penalaran hukum yang mengandung unsur induksi
dan deduksi secara bersamaan.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan, penganalisaan,
serta penjabaran isi dari penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika
penulisan hukum ini sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang
a. latar belakang masalah;
b. perumusan masalah;
c. tujuan penelitian;
d. manfaat penelitian;
e. metode penelitian; dan
f. sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab yang kedua ini memuat dua sub bab, yaitu :
a. kerangka teori, yang menguraikan mengenai :
1) Tinjauan umum tentang Surat Dakwaan;
2) Tinjauan umum tentang Putusan Hakim; dan
3) Tinjauan umum tentang Prejudicieel Geschil/Pra
Yudisial.
b. Kerangka pemikiran yang menjelaskan mengenai pemikiran
penulis dalam menjawab permasalahan yang diteliti.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan
yang telah ditentukan sebelumnya :
a. Mengenai dasar argumentasi hukum Hakim Pengadilan Negeri
Nganjuk mendalilkan bahwa dakwaan penuntut umum bersifat
prematur dalam perkara pencurian, mempunyai payung hukum
dalam pertimbangannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
b. Mengenai implikasi yuridis dakwaan penuntut umum bersifat
prematur terhadap keberlanjutan proses penuntutan dalam
perkara pencurian
BAB IV : PENUTUP
Merupakan penutup yang menguraikan secara singkat tentang
kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan
permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas
hasil keseluruhan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Surat Dakwaan
a. Pengertian Surat Dakwaan
Pembicaraan tentang teori-teori penyusunan surat dakwaan
yang terdapat dalam hukum acara pidana, maka ada baiknya untuk
mengetahui secara umum tentang hukum acara pidana, diamana
sebenarnya letak hubungan antara hukum acara pidana dengan
penyusunan surat dakwaan serta bentuk-bentuk surat dakwaan dan
tujuan surat dakwaan beserta dengan isi dari surat dakwaan
tersebut.
Yahya Harahap menyatakan bahwa pada umumnya surat
dakwaan diartikan oleh para ahli ilmu hukum berupa pengertian:
surat/akte yang memuat perumusan tindak pidana yang didakwakan
kepada terdakwa, perumusan mana ditarik dan disimpulkan dari
hasil pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan rumusan Pasal
tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan pada terdakwa, dan
surat dakwaan tersebutlah yang menjadi dasar pemeriksaan bagi
hakim dalam sidang pengadilan (Yahya Harahap, 2010:414).
Sehingga dirumuskan bahwa surat dakwaan adalah suatu akta
yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada
terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan
penyidikan dan merupakan dasar bagi hakim dalam pemeriksaan di
persidangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
b. Syarat-Syarat Surat Dakwaan
Menurut Pasal 143 KUHAP, surat dakwaan mempunyai dua
syarat yang harus dipenuhi yaitu :
a) Syarat Formil
Syarat formil diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a
KUHAP yang meliputi :
(1) Diberi tanggal;
(2) Memuat identitas terdakwa secara lengkap yang meliputi
nama lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis
kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan;
(3) Ditandatangani oleh penuntut umum.
b) Syarat Materiil
Bahwa menurut Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, surat
dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas, dan lengkap
mengenai tindak pidana yang dilakukan, dengan menyebut
waktu (tempus delicti) dan tempat tindak pidana itu dilakukan
(locus delicti). Adapun pengertian dari cermat, jelas, dan lengkap
adalah sebagai berikut:
(1) Cermat Cermat berarti dalam surat dakwaan itu dipersiapkan
sesuai dengan undang-undang yang berlaku bagi terdakwa,
tidak terdapat kekurangan atau kekeliruan. Penuntut umum
sebelum membuat surat dakwaan selain harus memahami
jalannya peristiwa yang dinilai sebagai suatu tindak pidana,
juga hal-hal yang dapat menyebabkan batalnya surat
dakwaan.
(2) Jelas
Jelas berarti bahwa dalam surat dakwaan, penuntut
umum harus merumuskan unsur-unsur delik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
didakwakan dan uraian perbuatan materiil (fakta) yang
dilakukan terdakwa. Dalam hal ini tidak boleh memadukan
dalam uraian dakwaan antar delik yang satu dengan yang
lain, yang unsur-unsurnya berbeda satu sama yang lain atau
antar uraian dakwaan yang hanya menunjukkan pada uraian
sebelumnya, sedangkan unsur-unsurnya berbeda.
(3) Lengkap
Lengkap berarti bahwa uraian surat dakwaan harus
mencakup semua unsur-unsur yang ditentukan oleh undang-
undang secara lengkap. Dalam uraian tidak boleh ada unsur
delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak
diuraikan perbuatan materiilnya secara tegas, sehingga
berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana
menurut undang-undang
Dengan demikian, terdakwa hanya dapat dipidana jika
terbukti telah melakukan delik yang disebut dalam dakwaan. Jika
terdakwa terbukti melakukan delik tetapi tidak disebutkan dalam
dakwaan, maka ia tidak dapat dipidana. Dalam KUHAP Pasal
143 disebut syarat yang mutlak ialah dicamtumkannya waktu
dan tempat terjadinya delik dan delik yang didakwakan.(Andi
Hamzah,2009:168)
c. Bentuk Surat Dakwaan
KUHAP tidak menetapkan bagaimana bentuk surat dakwaan
yang dibuat oleh penuntut umum. Mengenai bentuk-bentuk surat
dakwaan yang dikenal sekarang ini adalah merupakan produk yang
timbul dari ilmu pengetahuan hukum dan praktek peradilan.
Bentuk-bentuk surat dakwaan tersebut adalah sebagai berikut :
a) Dakwaan Tunggal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Penyusunan surat dakwaan ini hanya didakwakan satu
perbuatan pidana dan hanya dicantumkan satu Pasal yang
dilanggar. Penyusunan dakwaan ini sangat mengandung resiko
karena kalau dakwaan satu-satunya ini gagal dibuktikan dalam
persidangan maka tidak ada alternatif lain kecuali terdakwa
dibebaskan. Dalam pratek kadang-kadang ditemui suatu keadaan
perkara yang berdasarkan bukti-bukti yang ada sulit dicari alasan
untuk mendakwa secara tunggal. Penyusunan surat dakwaan
tunggal merupakan penyusunan surat dakwaan yang teringan jika
dibandingkan dengan surat dakwaan lain, karena penuntut umum
hanya memfokuskan pada sebuah permasalahan saja. Hal ini
berarti bahwa penyusunan surat dakwaan tunggal mempunyai
sifat sederhana yaitu sederhana dalam perumusannya maupun
sederhana dalam pembuktian dan penerapan hukumnya.
b) Dakwaan Alternatif
Surat dakwaan ini didakwakan beberapa perumusan tindak
pidana, tetapi pada hakekatnya yang merupakan tujuan utama
ialah hanya ingin membuktikan satu tindak pidana saja diantara
tindak pidana yang didakwakan. Dakwaan ini digunakan dalam
hal antara kualifikasi tindak pidana yang satu dengan kualifikasi
tindak pidana yang lain menunjukkan corak atau ciri yang sama
atau hampir bersamaan dan bila belum didapat keputusan tentang
tidak pidana mana yang paling tepat dapat dibuktikan. Dalam
dakwaan ini terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara
berlapis, lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat
mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Meskipun
dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, tetap hanya satu dakwaan
yang akan dibuktikan. Pembuktian dakwaan tidak perlu
dilakukan secara berurut sesuai lapisan dakwaan, tetapi langsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
kepada dakwaan yang dipandang terbukti. Apabila salah satu
telah terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak perlu
dibuktikan lagi.
c) Dakwaan Subsidair
Susunan dakwaan subsidair ini umumnya dalam lingkup
suatu perbuatan yang paralel atau satu jurusan yang dalam
dakwaan disusun berdasar pada urutan berat ringannya perbuatan
yang tentu akan berbeda tentang berat ringan ancaman
pidananya. Dalam dakwaan ini terdiri dari beberapa lapisan
dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud lapisan
yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya.
Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari tindak
pidana yang diancam dengan pidana terberat sampai dengan
tindak pidana yang diancam dengan pidana teringan. Pembuktian
dilakukan secara berurut dimulai dari lapisan teratas sampai
dengan lapisan terbawah.
d) Dakwaan Kumulatif
Bentuk surat dakwaan ini terdapat beberapa tindak pidana
masing-masing berdiri sendiri artinya tidak ada hubungan antara
tindak pidana yang satu tehadap yang lain dan didakwakan
secara serempak. Dalam hal ini didakwakan beberapa tindak
pidana sekaligus dari kesemua dakwaan harus dibuktikan satu
demi satu. Tindak pidana yang didakwakan masing-masing
berdiri sendiri, tetapi didakwakan secara serempak asal saja
pelaku dari tindak pidana itu adalah sama. Dakwaan yang tidak
terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasan
dari dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan dalam hal
terdakwa melakukan beberapa tindak pidana yang masing-
masing merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
e) Dakwaan Kombinasi atau Gabungan
Dakwaan kombinasi adalah merupakan kombinasi dari
dakwaan yang berbentuk alternatif dengan dakwaan subsidair
atau antara dakwaan komulatif dengan dakwaan subsidair atau
antara dakwaan komulatif dengan dakwaan alternatif, dan
sebagainya. Dakwaan ini harus diperhatikan secara teliti
mengenai bentuk-bentuk dari kumulasinya, dan jangan sampai
upaya untuk mencegah terdakwa lepas dari dakwaan. Timbulnya
bentuk ini seiring dengan perkembangan di bidang kriminalitas
yang semakin variatif baik dalam bentuk atau jenisnya maupun
dalam modus operandi yang dipergunakan (Lilik Mulyadi,
2007:111-125).
2. Tinjauan Umum tentang Putusan Hakim
1) Pengertian Putusan Hakim
Putusan hakim pada dasarnya dibuat dalam rangka memberikan
jawaban seperti itu. Oleh karena hakim dianggap tahu hukum (ius
curia novit), maka putusan itu harus memuat pertimbangan-
pertimbangan yang memadai, yang bisa diterima secara nalar di
kalangan institusi kehakiman, forum ilmu pengetahuan hukum,
masyarakat luas, dan para pihak yang berperkara (Shidarta,2011:4).
Pengertian Putusan Hakim menurut Andi Hamzah (2009:485)
adalah hasil atau kesimpulan dari suatu perkara yang telah
dipertimbangkan dengan masak-masak yang dapat berbentuk
putusan tertulis maupun lisan.
Sedangkan dalam Bab I angka 11 Kitab Undang-Undang
sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal sertaa
menurut cara yang diatur dalam undang-
Menurut Lilik Mulyadi (2007:203)
adalah :
persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melakukan proses dan procedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan ammar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan
.
Gray dalam Darmodiharjo dan Shidarta (2004:138),
mengatakan bahwa Putusan hakim adalah hukum yang sebenar-
benarnya (the real law). Asumsi dasar itu dikemukakan oleh aliran
realisme hukum yang menyatakan bahwa all the law is judge made
law, artinya semua hukum itu pada hakikatnya adalah putusan
hakim, sehingga posisi dan kedudukan hakim menjadi pusat
lahirnya hukum.
Putusan harus sah untuk dapat dilaksanakan. Syarat sahnya
putusan diatur dalam Pasal 195 KUHAP yakni apabila diucapkan di
sidang yang terbuka untuk umum. Hal ini dimaksudkan agar
masyarakat dapat mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan
juga dapat memantau apakah jalannya persidangan sesuai dengan
ketentuan di dalan KUHAP atau tidak.
Kemudian, apabila kita melihat dari ketentuan KUHAP, dapat
disimpulkan bahwa putusan hakim itu pada hakikatnya dapat
dikategorisasikan kedalam dua jenis, yaitu putusan akhir dan
putusan yang bukan putusan akhir. Apabila suatu perkara oleh
majelis hakim diperiksa sampai selesai pokok perkaranya, hal ini
berdasarkan ketentuan Pasal 182 ayat (3) dan ayat (8), Pasal 197,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
dan Pasal
Pada jenis putusan seperti ini prosedural yang harus dilakukan
adalah setelah persidangan dinyataka dibuka dan terbuka untuk
umum, pemeriksaan identitas terdakwa, dan peringatan agar
mendengar dan memerhatikan segala sesuatu di dalam persdangan,
pembacaan surat dakwaan, keberatan, pemeriksaan alat bukti, replik
dan duplik kemudian re-replik dan re-duplik, pernyataan
pemb
Adapun mengenai putusan yang bukan putusan akhir dalam
bersumber pada ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP. Putusan ini
secara formal dapat mengakhiri perkara apabila terdakwa/penasihat
hukum dan penuntut umum telah menerima putusan itu. Akan
tetapi, secara materiil perkara tersebut dapat dibuka kembali apabila
salah satu pihak (terdakwa atau penasihat hukum atau penuntuut
umum) mengajukanperlawanan dan perlawanan tersebut oleh
pengadilan tinggi dibenarkan sehingga pengadilan tinggi
memerintahkan pengadilan negeri melanjutkan pemeriksaan perkara
yang bersangkutan.
2) Bentuk-Bentuk Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana
a) Putusan Bebas (Vrijspraak)
Putusan bebas dalam rumpun hukum Eropa Kontinental
lazim disebut dengan putusan , sedangkan dalam
rumpun Anglo-Saxon disebut putusan . Pada
asasnya, esensi dari putusan bebas terjadi karena terdakwa
dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaan. Hal tersebut
tertuang dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP, putusan
bebas/Vrijspraak dapat dijatuhkan oleh Majelis Hakim oleh
karena :
(1) Dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan.
(2) Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan
kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut
hukum.
Dalam penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan perbuatan yang didakwakan
kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan adalah tidak cukup
terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan
menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.
Alasan hakim dalam memutus bebas adalah :
(1) Ketiadaan alat bukti seperti ditentukan asas minimum
pembuktian menurut undang-undang secara negative
(negative wettelijke bewijs theorie) sebagaimana dianut oleh
KUHAP. Pada prinsipnya Majelis Hakim dalam persidangan
tidak cukup dapat membuktian tentang kesalahan terdakwa
serta hakim tidak yakin terhadap kesalahan tersebut.
(2) Majelis Hakim berpandangan terhadap asas minimum
pembuktian yang ditetapkan oleh undang-undang telah
terpenuhi misalnya berupa adanya dua orang saksi atau
adanya petunjuk, tetapi Majelis Hakim tidak yakin akan
kesalahan terdakwa. (Lilik Mulyadi,2007:217-218)
b) Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag
van alle Rechtsvervolging)
Pada Pasal 191 ayat (2) KUHAP mengatur secara Eksplisit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Pada ketentuan Pasal
tersebut, putusan lepas dari segala tuntutan hukum dirumuskan
dengan redaksional bahwa Jika pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi
perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka
terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum
Dengan demikian, bahwa putusan pelepasan, tindak pidana
yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum memang terbukti
secara sah dan meyakinkan menurut hukum, tetapi terdakwa
tidak dapat dipidana dikarenakan perbuatan terdakwa tersebut
misalnya termasuk dalam yurisdiksi hukum perdata ataukah
hukum dagang. (Lilik Mulyadi, 2007:223-224)
c) Putusan Pemidanaan
Putusan Pemidanaan diatur oleh ketentuan Pasal 193 ayat
(1) KUHAP. Apabila dijabarkan lebih detail, terhadap putusan
pemidanaan dapat terjadi jika :
(1) Dari hasil pemeriksaan di depan persidangan
(2) Majelis hakim berpendapat, bahwa:
a) Perbuatan terdakwa sebagaimana didakwakan
jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaan telah terbukti
secara sah dan meyakinkan menurut hukum;
b) Perbuatan terdakwa tersebut merupakan ruang lingkup
tindak pidana (kejahatan/misdrijven atau
pelanggaran/overtredingen)
c) Dipenuhinya ketentuan alat-alat bukti dan fakta-fakta di
persidangan (Pasal 183, Pasal 184 ayat (1) KUHAP)
Oleh karena itu majelis hakim lalu menjatuhkan putusan
pemidanaan kepada terdakwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Putusan hakim dapat dieksekusi bila putusan tersebut
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, yang telah diterima oleh
para pihak yang bersangkutan. Putusan yang berupa
penghukuman terdakwa dapat berupa pidana seperti yang diatur
dalam Pasal 10 KUHP, yaitu :
(1) Pidana Pokok
(a) Pidana mati
(b) Pidana penjara
(c) Kurungan
(d) Denda
(2) Pidana Tambahan
(a) Pencabutan hak-hak tertentu
(b) Perampasan barang-barang tertentu
(c) Pengumuman putusan hakim
3) Isi Putusan
Apabila pemeriksaan sidang dinyatakan selesai seperti yang
diatur dalam Pasal 182 ayat 1 KUHAP, tahap proses persidangan
selanjutnya ialah penuntutan, pembelaan, dan jawaban. Dan kalau
tahap proses penuntutan, pembelaan, dan jawaban telah berakhir,
ti
musyawarah hakim, guna menyiapkan putusan yang akan
dijatuhkan pengadilan (M. Yahya Harahap, 2002 : 347). Dalam
Pasal 182 ayat 4 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) ditentukan bahwa musyawarah yang disebut diatas harus
didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti
dalam persidangan. Ditentukan selanjutnya dalam Pasal 182 ayat 5
KUHAP bahwa dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis
mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
yang tertua, sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapatnya
adalah hakim ketua majelis dan semua pendapat harus disertai
pertimbangan beserta alasannya. Dalam ayat berikutnya, yakni ayat
6 Pasal 182 KUHAP itu diatur bahwa sedapat mungkin musyawarah
majelis merupakan permufakatan bulat, kecuali jika hal itu telah
diusahakan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka ditempuh
dua cara yaitu :
a) Putusan diambil dengan suara terbanyak;
b) Jika yang tersebut pada huruf a tidak dapat diperoleh, maka yang
dipakai ialah pendapat hakim yang menguntungkan bagi
terdakwa.
Pasal 197 ayat (1) KUHAP diatur formalitas yang harus
dipenuhi suatu putusan hakim, dan menurut ayat (2) Pasal itu, kalau
ketentuan tersebut tidak dipenuhi kecuali yang tersebut pada angka
g dan i putusan batal demi hukum. Ketentuan tersebut adalah
Kepala putusan yang ditulis berbunyi:
a) Nama lengkap, tempat tanggal lahir, umur dan tanggal lahir,
jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan
pekerjaan terdakwa.
b) Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan.
c) Pertimbangan yang disusun secara singkat mengenai fakta dan
keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari
pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuankesalahan
terdakwa.
d) Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan.
e) Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
pemidanaan atau tindakan dan Pasal perundang-undangan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
menjadi dasar hukum dari putusan disertai keadaan yang
memberatkan dan memperingan terdakwa.
f) Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim
kecuali perkara oleh hakim tunggal.
g) Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi
semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan
kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan.
h) Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan
menyebutkan jumlahnya pasti dan ketentuan mengenai barang
bukti.
i) Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan
dimana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat autentik
yang dianggap palsu.
j) Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan
atau dibebaskan.
k) Hari dan tanggal putusan, nama Penuntut Umum, nama Hakim
yang memutus dan nama Panitera.
Kemudian, dalam Pasal 200 KUHAP dikatakan bahwa surat
putusan ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah
putusan tersebut diucapkan.
4) Pertimbangan Hakim dalam Putusan
Pertimbangan hakim dalam suatu putusan yang mengandung
penghukuman terdakwa, harus ditujukan kepada hal terbuktinya
suatu peristiwa pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Oleh
sebab itu, suatu tindak pidana selalu terdiri dari beberapa bagian
yang merupakan syarat perbuatan tersebut dapat dipidana, sehingga
tiap-tiap bagian tersebut harus ditinjau apakah perbuatan tersebut
dapat dianggap nyata telah terjadi. Hakim juga mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
pertimbangan-pertimbangan untuk meringankan maupun
memberatkan terdakwa, faktor-faktor yang meringankan merupakan
refleksi sifat yang baik dari terdakwa dan faktor-faktor yang
memberatkan dinilai sebagai sifat yang jahat dari terdakwa.
5) Penemuan Hukum Oleh Hakim/Judge Made Law
Dalam teori Ruscou Pound tersebut, sebagaimana dikutip oleh
Mochtar Kusumaatmadja, hukum dapat memainkan suatu peranan
yang berarti dalam proses pembaharuan. Peranan hukum dalam
bentuk keputusan-keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat
dalam mewujudkan persamaan hak bagi warga yang berkulit hitam
merupakan contoh yang paling mengesankan dari peranan progresif
yang dapat dimainkan oleh hukum dalam masyarakat (Mochtar
Kusumaatmadja, 2002 : 13-14)
Dalam proses lahirnya putusan hakim itu, berlangsunglah apa
yang disebut penalaran hukum. Kenneth J. Vandevelde menekankan
dua hal setiap kali orang berbicara tentang penalaran hukum atau
berpikir ala ahli hukum. Menurutnya,
(Kenneth J.
Vandevelde,1996:1) Persoalan yang pertama (goal pursued)
berdimensi aksiologis, sedangkan yang kedua (method used)
berdimensi epistemologis. Aspek epistemologis berupa metode yang
dimaksud dalam konteks ini adalah hal-hal yang terkait dengan cara-
cara penarikan kesimpulan dalam suatu proses penalaran hukum.
Pada galibnya, penalaran hukum (legal reasoning) direpresentasikan
dengan mengikuti rangkaian proses bekerja (berpikir) seorang hakim
(judicial reasoning).( Sudikno Mertokusumo, 1990 : 4-5)
Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa seorang sarjana hukum
(termasuk hakim, tentu saja) selayaknya menguasai kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
menyelesaikan perkara yuridis (the power of solving legal problems).
Kemampuan ini terdiri dari tiga kegiatan utama yakni merumuskan
masalah hukum (legal problem indentification), memecahkannya
(legal problem solving), dan terakhir mengambil keputusan (decision
making). Ada dua metode cara menemukan hukum yakni:
a. Interpretasi atau penafsiran, merupakan metode penemuan
hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai
teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat
ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Metode
interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui
makna undang-undang. Interpretasi adalah metode penemuan
hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk
dapat diterapkan pada peristiwanya. Interpretasi atau
penafsiran ini dapat dilakukan dengan beberapa metode,
yaitu secara:
1) Gramatikal, yaitu penafsiran menurut bahasa sehari-
hari.
2) Historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah hukum.
3) Sistimatis, yaitu menafsirkan undang-undang sebagai
bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan.
4) Teleologis, yaitu penafsiran menurut makna/tujuan
kemasyarakatan.
5) Perbandingan hukum, yaitu penafsiran dengan cara
membandingkan dengan kaedah hukum di tempat
lain.
6) Futuristis, yaitu penafsiran antisipatif yang
berpedoman pada undang-undang yang belum
mempunyai kekuatan hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
b. Konstruksi hukum, dapat digunakan hakim sebagai metode
penemuan hukum apabila dalam mengadili perkara tidak ada
peraturan yang mengatur secara secara khusus mengenai
peristiwa yang terjadi. Konstruksi hukum ini dapat dilakukan
dengan menggunakan logika berpikir secara:
1) Argumentum per analogiam atau sering disebut
analogi. Pada analogi, peristiwa yang berbeda
namun serupa, sejenis atau mirip yang diatur dalam
undang-undang diperlakukan sama.
2) Penyempitan hukum. Pada penyempitan hukum,
peraturan yang sifatnya umum diterapkan terhadap
peristiwa atau hubungan hukum yang khusus
dengan penjelasan atau konstruksi dengan memberi
ciri-ciri.
3) Argumentum a contrario atau sering disebut a
contrario, yaitu menafsirkan atau menjelaskan
undang-undang yang didasarkan pada perlawanan
pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi
dan peristiwa yang diatur dalam undang-undang
(http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f0aa
8449485b/kapan-dan-bagaimana-hakim-
melakukan-penemuan-hukum).
3. Tinjauan Mengenai tentang Pra Yudisial (Prejudiciel Geschill)
Dalam Kamus Istilah Hukum Fockema Andrea, prejudiciel
geschill (prejudicele geschillen) berarti sengketa yang diputuskan lebih
dahulu dan membawa suatu keputusan untuk perkara di belakang.
Dalam Black Laws Dictionary, Prejudicial publicity adalah Extensive
media attention devoted to an upcoming civil or criminal trial under
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
the Process clause, extensive coverage of a criminal trial may deprive
the defendant of a fair trial.
Di Indonesia, ketentuan prejudiciel geschill diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung Nomor: 1 Tahun 1956 dan Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 1980.
Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956,
an perkara pidana harus diputuskan hal adanya
suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan
hukunl antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana
dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan
dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya
hak perdata itu. Surat Edaran Mahkamah Agung
(SEMA) Nomor 4 Tahun 1980. SEMA itu membagi prejudiciel
geschill menjadi dua.
1) prejudiciel a l' action, yaitu mengenai perbuatan pidana tertentu
yang disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), antara lain Pasal 284 KUHP, dimana disebutkan
ketentuan perdata diputus lebih dulu sebelum mempertimbangkan
penuntutan pidana.
2) question prejudiciel au jugement, yakni menyangkut permasalahan
yang diatur dalam Pasal 81 KUHP. Pasal tersebut sekedar memberi
kewenangan -bukan kewajiban- kepada hakim pidana untuk
menangguhkan pemeriksaan menunggu adanya putusan hakim
perdata mengenai persengketaan. Lebih lanjut, jika hakim hendak
menggunakan lembaga ini, hakim pidana tidak terikat pada
putusan hakim perdata yang bersangkutan. Demikian bunyi
Peraturan MA (Perma) Nomor 1 Tahun 1956.
(http://www.hukumonline.com/Berita/Penerapan/Prejudiciel/Gesc
hill/dalam/Perkara/Publik/dan/Privat.html).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran
Perkara Pencurian PDM-198/Ep.1/03/2012
- Pasal 81 KUHP - PERMA No. 1
Tahun 1956 - SEMA No. 4
Tahun 1980
Putusan Hakim Nomor:
09/Pid.B/2012/PN.Ngjk
Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Keberlanjutan Proses Penuntutan
Argumentasi Hakim
Dakwaan Batal Demi Hukum
Masih adanya proses
penyelesaian
perkara perdata
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Prematur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Keterangan :
Permasalahan yang cukup menarik yaitu dalam perkara tindak
pidana pencurian dengan nomor register perkara :PDM-
198/Ep.1/03/2012 tertanggal 20 Maret 2012 dengan terdakwa
Kasmin alias Nyoman Sukarnyo bin Saripin Sowiryo, dimana
terdakwa didakwa Pasal 362 tentang Pencurian oleh penuntut umum,
yang kemudian terdakwa dan penasihat hukum mengajukan nota
keberatan yang pada intinya bahwa tanah tersebut masih menjadi
sengketa perdata antara terdakwa dan saksi pelapor Sdr.Yati yang
kemudian berlanjut sampai dengan pengajuan tuntutan pidana oleh
penuntut umum, nota pembelaan (pledooi), tanggapan penuntut
umum (Replik), dan duplik oleh penasihat hukum terdakwa kemudian
hakim penjatuhkan putusan.
Terkait putusan yang dijatuhkan oleh hakim dalam Putusan
nomor : 09/Pid.B/2012/PN.Ngjk. yang dalam pertimbangan hakim
menyatakan dakwaan Penuntut Umum bersifat Prematur sehingga
tidak dapat diterima, hal tersebut dijelaskan dalam pertimbangan
hakim dalam putusan tersebut yang menyatakan bahwa masih terjadi
proses persidangan dalam sengketa perdata sehingga proses perkara
pidana tidak dapat dilanjutkan sampai proses sengketa perdata
diputus. Hal tersebut sangat menarik untuk dikaji secara yuridis
mengenai bagaimana argumentasi hakim Pengadilan Nganjuk apakah
sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP serta bagaimana kelanjutan
perkara pidana atas putusan pengadilan negeri nganjuk yang
membatalkan dakwaan penuntut umum dikaitkan sengketa Pra-
Yudisial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Kajian terhadap perkara pencurian dalam putusan nomor
09/Pid.B/2012/PN.Ngjk, menghasilkan temuan-temuan penting diantaranya,
kasus posisi, dakwaan, putusan Pengadilan Negeri Ngajuk. Adapun lebih rinci
dapat peneliti diuraikan sebagai berikut.
1. Kasus Posisi
Kasus ini berawal pada hari Sabtu tanggal 8 Oktober 2011 sekira
pukul 09.00 WIB KASMIN alias NYOMAN SUKARNYO bin SARIPIN
dan SAIMUN dengan memberi mereka upah masing-masing sebesar Rp.
17.500,- (tujuh belas ribu lima ratus Rupiah) untuk mengambil buah mangga
gadung yang ada di pekarangan milik YATI, perbuatan tersebut kemudian
diketahui oleh YATI yang saat melintas depan pekarangannya tersebut
sepulang dari menjemput anak YATI dengan mengendarai sepeda motor dan
melihat di pekarangannya ada ranting pohon manga milik YATI berserakan
serta ada jejak bekas buah mangganya baru diambil seseorang selanjutnya
YATI bertanya kepada Mbah SAERAN siapa yang mengambil buah mangga
yang ada di pekarangan YATI dan dijawab oleh Mbah PAERAN bahwa yang
mengambil buah mangga milik YATI tersebut adalah KASMIN. Kemudian
YATI yang mengetahui hal tersebut kemudian pulang dan memberitahukan
kejadian tersebut kepada anak YATI yaitu saksi NARWANTO dan suami
YATI, SUPIYO selanjutnya NARWANTO bersama dengan SUPIYO langsung
menuju pekarangannya yang terletak di sebelah Barat Pure dan melihat ada 6
(enam) orang sedang mengambil buah mangga yang ada di pekarangan milik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
YATI tersebut yaitu KASMIN, WAIMIN, KARSI, JOKO PURNOMO,
AIMUN, mengambil buah mangga tersebut dengan cara
menggunakan alat berupa 2 (dua) orok-orok untuk mengambil buah mangga
yang masih ada di pohon kemudian dimasukkan ke dalam orok-orok setelah
buah mangga masuk ke dalam orok-orok lalu ditarik begitu seterusnya hingga
orok-orok penuh dengan buah mangga, kemudian setelah orok-orok telah
penuh dengan buah mangga selanjutnya dipindahkan ke dalam keranjang.
Bahwa NARWANTO yang melihat KASMIN, WAIMIN, KARSI, JOKO
ada di dalam pekarangan ibunya kemudian menegur 6 (enam) orang tersebut
namun mereka diam/ tidak menghiraukan sedangkan KASMIN saat itu
selanjutnya NARWANTO dan suami YATI, SUPIYO pulang ke rumah dan
menceritakan kejadian tersebut kepada YATI yang menunggu di rumah,
karena perbuatan KASMIN tersebut akhirnya NARWANTO dan YATI
melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Loceret;
2. Dakwaaan
Bahwa ia Terdakwa KASMIN alias NYOMAN SUKARNYO bin SARIPIN
SOWIRYO pada hari Sabtu tanggal 8 Oktober 2011 sekira pukul 09.00 WIB
atau di sekitar waktu itu setidak-tidaknya pada suatu tertentu dalam bulan
Oktober tahun 2011 bertempat di atas pekarangan milik saksi korban Sdri.
YATI Dsn. Semanding Ds. Bajulan Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk
atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Nganjuk, mengambil barang sesuatu berupa : buah
mangga dengan berat kurang lebih 2 (dua) ton yang ditaksir seharga Rp.
8.000.000,- (delapan juta Rupiah) yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain, yaitu kepunyaan saksi korban Sdri. YATI dengan maksud untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
dimiliki secara melawan hukum, yang dilakukan ia Terdakwa dengan cara-
cara sebagai berikut :
a. Bahwa pada waktu dan tempat seperti tersebut di atas Terdakwa
KASMIN alias NYOMAN SUKARNYO bin SARIPIN SOWIRYO
tanpa ijin dari pemiliknya yang berhak telah menyuruh saksi
WAIMIN, saksi KARSI, saksi JOKO PURNOMO, sdr. IMAM
-
masing sebesar Rp. 17.500,- (tujuh belas ribu lima ratus Rupiah)
untuk mengambil buah mangga gadung yang ada di pekarangan
milik saksi korban sdri. YATI, perbuatan tersebut kemudian
diketahui oleh saksi korban YATI yang saat melintas depan
pekarangannya tersebut sepulang dari menjemput anak saksi korban
dengan mengendarai sepeda motor dan melihat di pekarangannya
ada ranting pohon manga milik saksi korban berserakan serta ada
jejak bekas buah mangganya baru diambil seseorang selanjutnya
saksi korban bertanya kepada Mbah SAERAN siapa yang
mengambil buah mangga yang ada di pekarangan saksi korban dan
dijawab oleh Mbah PAERAN bahwa yang mengambil buah mangga
milik saksi korban tersebut adalah Terdakwa.
b. Bahwa saksi korban yang mengetahui hal tersebut kemudian pulang
dan memberitahukan kejadian tersebut kepada anak saksi korban
yaitu saksi NARWANTO dan suami saksi korban sdr. SUPIYO
selanjutnya saksi NARWANTO bersama dengan sdr. SUPIYO
langsung menuju pekarangannya yang terletak di sebelah Barat Pure
dan melihat ada 6 (enam) orang sedang mengambil buah mangga
yang ada di pekarangan milik saksi korban tersebut yaitu Terdakwa,
saksi WAIMIN, Saksi KARSI, Saksi JOKO PURNOMO, sdr. IMAM
dengan cara menggunakan alat berupa 2 (dua) orok-orok untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
mengambil buah mangga yang masih ada di pohon kemudian
dimasukkan ke dalam orok-orok setelah buah mangga masuk ke
dalam orok-orok lalu ditarik begitu seterusnya hingga orok-orok
penuh dengan buah mangga, kemudian setelah orok-orok telah
penuh dengan buah mangga selanjutnya dipindahkan ke dalam
keranjang;
c. Bahwa saksi NARWANTO yang melihat Terdakwa, saksi WAIMIN,
saksi SAIMUN mengambil buah mangga yang ada di dalam
pekarangan ibunya (saksi korban sdri. YATI) kemudian menegur 6
(enam) orang tersebut, namun mereka diam/ tidak menghiraukan
sedangkan Terdakwa saat itu mengatakan pada saksi NARWANTO
NARWANTO dan suami saksi korban SUPIYO pulang ke rumah
dan menceritakan kejadian tersebut kepada saksi korban yang
menunggu di rumah, karena perbuatan Terdakwa tersebut akhirnya
saksi NARWANTO dan saksi korban melaporkan kejadian tersebut
ke Polsek Loceret;
Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 362 KUHP;
3. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Nganjuk
Dalam pertimbangan Hakim sebagai berikut :
a. Menimbang, bahwa dalam nota pembelaannya, sebagaimana termuat pula
dalam nota keberatannya Penasihat Hukum Terdakwa menyatakan bahwa
dakwaan Penuntut Umum prematur. Bahwa dalam putusan mengenai
keberatan atas nota keberatan dari Penasihat Hukum Terdakwa, Majelis
mempertimbangkan bahwa alasan Penasihat Hukum tentang dakwaan
prematur, telah masuk dalam materi pokok perkara yang harus dibuktikan
di persidangan, oleh karena itu maka sebelum mempertimbangkan lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
lanjut mengenai unsur-unsur delik dari pasal dalam dakwaan Penuntut
Umum, terlebih dahulu Majelis akan mempertimbangkan alasan keberatan
Penasihat Hukum Terdakwa tersebut;
b. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di
persidangan telah terbukti bahwa pada hari Sabtu tanggal 8 Oktober 2011
sekira pukul 09.00 WIB Terdakwa KASMIN menyuruh saksi WAIMIN,
saksi
SAIMUN dengan memberi mereka upah masing-masing sebesar Rp.
17.500,- (tujuh belas ribu lima ratus Rupiah) untuk mengambil buah
mangga gadung yang ada di pekarangan yang terletak di sebelah Barat
Pure di Dsn. Semanding Ds. Bajulan Kecamatan Loceret Kabupaten
Nganjuk;
c. Menimbang, bahwa akan tetapi untuk dapat dikatakan bahwa Terdakwa
telah mengambil barang milik orang lain, in casu mangga milik saksi
YATI, harus dipastikan terlebih dahulu kepemilikan atas tanah yang
diatasnya tumbuh pohon mangga tersebut;
d. Menimbang, bahwa dari keterangan saksi korban YATI, saksi SAMAUN
AHMAD, dan Saksi NARWANTO, pekarangan yang terletak disebelah
Barat Pure di Dsn. Semanding Ds. Bajulan Kecamatan Loceret Kabupaten
Nganjuk yang di atasnya tumbuh pohon mangga yang buahnya Terdakwa
ambil tersebut adalah milik saksi korban sdri. YATI, sedangkan menurut
Terdakwa, dan juga keterangan saksi DAMI RAHAYU, dan saksi
SUDARMO, dan berdasarkan bukti surat yang diajukan oleh Penasihat
Hukum Terdakwa, yaitu Sertifikat Hak Milik No. 213 dan Sertifikat Hak
Milik No. 216 Desa/ Kelurahan Bajulan Kecamatan Loceret Kabupaten
Nganjuk atas nama DAMI RAHAYU, tanah yang di atasnya tumbuh
pohon manga yang buahnya Terdakwa ambil tersebut semula adalah milik
Terdakwa yang berasal dari orang tuanya, dan pada tahun 2005 tanah-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
tanah tersebut telah dijual kepada saksi DAMI RAHAYU dan telah terbit
sertifikat hak milik atas nama DAMI RAHAYU;
e. Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, mengenai
kepemilikan atas barang tersebut, yaitu tanah dan pohon mangga masih
terdapat sengketa, dan berdasarkan surat bukti yang diajukan oleh
Penasihat Hukum Terdakwa, yaitu Surat gugatan yang terdaftar di
Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri Nganjuk dengan register perkara
No. 45/Pdt.G/2011/PN.Ngjk. antara KASMIN (Terdakwa) sebagai
Penggugat melawan YATI sebagai Tergugat, ternyata menjadi obyek
dalam perkara tersebut yang masih dalam proses pemeriksaan;
f. Menimbang, bahwa kepemilikan atas barang tersebut harus dipastikan
terlebih dahulu, karena hal ini akan menimbulkan konsekuensi hukum
yang berbeda terhadap perkara a quo, yaitu :
1) Apabila tanah dan pohon mangga tersebut terbukti milik saksi
YATI, maka Terdakwa dapat didakwa telah melakukan tindak
pidana pencurian;
2) Apabila tanah dan pohon mangga tersebut terbukti milik
Terdakwa, maka Terdakwa tidak dapat didakwa telah melakukan
tindak pidana pencurian;
g. Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tentang perbedaan konsekuensi
tersebut, maka pemeriksaan perkara a quo sangat bergantung pada putusan
perkara perdata No. 45/Pdt.G/2011/PN.Ngjk. antara KASMIN (Terdakwa)
sebagai Penggugat melawan YATI sebagai Tergugat, sementara perkara
No. 45/Pdt.G/2011/PN.Ngjk. tersebut masih dalam proses pemeriksaan di
Pengadilan Negeri Nganjuk;
h. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis
berkesimpulan bahwa dakwaan Penuntut Umum dalam perkara a quo
bersifat prematur, oleh karena itu maka dakwaan Penuntut Umum harus
dinyatakan tidak dapat diterima;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Membaca putusan Pengadilan Negeri Nganjuk No. 09/Pid.B/2012/
PN.Ngjk, tanggal 14 Mei 2005 yang amar lengkapnya sebagai berikut :
1) Menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima;
2) Memerintahkan agar barang bukti berupa:
- 1 (satu) ikat ranting dan daun manga;
- 2 (dua) keranjang;
- (dua) orok-orok.
Dikembalikan ke Terdakwa;
3) Membebankan biaya perkara ini kepada Negara.
4. Kesimpulan
Mencermati temuan-temuan di atas, penulisan menemukan beberapa hal yang
patut untuk dikaji secara mendalam, yaitu :
a. Hakim dalam pertimbangannya tidak memberikan dasar hukum
yang jelas, mengapa dakwaan penuntut umum bersifat prematur.
b. Bahwa hakim telah lalai dalam mengkaji peraturan perundang-
undangan yang lain selain yang diatur dalam KUHAP.
c.
barang tersebut harus dipastikan terlebih dahulu, karena hal ini
akan menimbulkan konsekuensi hukum yang berbeda terhadap
perkara mengenai hal tersebut hakim lalai dalam
mempertimbangkan mengenai asas Sederhana, cepat dan biaya
ringan, karena dikarenakan apabila kepemilikan tanah adalah milik
saksi korban, Terdakwa tidak dapat diajukan kembali
kepersidangan dikarenakan Terdakwa dinyatakan bebas dari segala
tuntutan.
d. Perkara tersebut termasuk dalam perkara yang disebut perkara
Pra-Yudisial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
B. Pembahasan
1. Analisis Argumentasi Hukum Hakim Pengadilan Negeri Nganjuk yang
Mendalilkan Bahwa Dakwaan Penuntut Umum Bersifat Prematur dalam
Perkara Nomor : PDM-198/Ep.1/01/2012 Mengenai Tindak Pidana
Pencurian, Mempunyai Payung Hukum dalam Pertimbangannya
Dalam tradisi keluarga civil law system, norma positif dalam sistem peraturan
perundang-undangan dipandang sebagai sumber formal hukum yang paling utama.
Hal ini terlebih-lebih sangat ditekankan dalam ranah hukum pidana. Dalam alam
pikiran demikian, keberadaan hukum tertulis menjadi sangat penting. Makna
hukum tertulis dalam konteks hukum pidana kerap dibatasi denotasinya yaitu
hanya berupa undang-undang. Alhasil, undang-undang perlu dibuat selengkap
mungkin agar mampu mengakomodasi dan mengantisipasi setiap perilaku
pelanggaran hukum.
Pembentuk undang-undang umumnya berkeyakinan bahwa undang-undang
yang dihasilkannya mampu mengakomodasi dan mengantisipasi pelanggaran-
pelanggaran hukum terkait dengan materi muatan yang tercantum dalam peraturan
tersebut. Jika mengikuti konsepsi teori kehendak dari John Austin, keyakinan
demikian dapat dibenarkan mengingat para pembentuk undang-undang sudah
memastikan bahwa undang-undang itu dibuat dengan menampung kehendak penuh
semua pemangku kepentingan. Oleh sebab itu, undang-undang yang dihasilkan
sudah dipastikan telah menampung rasa keadilan dan memuat jaminan
kemanfaatan jika diterapkan (Shidarta.2011:1). Hakim yang menjumpai adanya
peristiwa konkret yang dihadapkan di muka persidangan, dengan sendirinya
tinggal menerapkan saja undang-undang itu. Jadi, menerapkan undang-undang
dengan sendirinya sudah menjamin tegaknya keadilan dan kemanfaatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Empiri A
Empiri B
Empiri C
Gambar 2. Konsep Teori Kehendak John Austin
Namun, keyakinan seperti di atas sebenarnya hanya sebatas asumsi. Het recht
hinkt achter de feiten aan: hukum selalu berjalan tertatih-tatih di belakang
peristiwa konkret. Oleh sebab itu, cepat atau lambat, undang-undang akan
tertinggal oleh fakta. Jurang ketertinggalan itu kian melebar seiring dengan
berubahnya tatanan sosial tempat hukum itu hidup di dalam alam kenyataannya. Di
Norma hukum ditetapkan
secara top-down menjadi
hukum positif
Norma hukum positif direvisi
(ditetapkan kembali)
Diterapkan secara
rasional rasional rasional
Peristiwa kongkret A
Peristiwa kongkret B
Peristiwa kongkret C
Pengalaman dari waktu ke waktu
adalah penentu nilai kebaikan suatu
norma hukum positif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
sinilah terjadi legal gap antara hukum di atas kertas (law in the books) dan hukum
yang hidup dalam kenyataan (law in action;the living law). Dalam praktik di
ruang-ruang Pengadilan, kesenjangan yang terjadi ini harus disiasati oleh hakim.
Hakikat dari tindakan untuk menyiasati kesenjangan inilah yang disebut dengan
penemuan hukum (rechtsvinding). Kesenjangan-kesenjangan ini, dalam kaca mata
penganut legisme, merupakan anomali dalam penegakan hukum. Anomali adalah
sesuatu yang buruk karena ia berpotensi menggerogoti kewibawaan hukum
(Shidarta.2006:90)
Bahwa hakim sebegai penegak hukum dalam memeriksa dan memutus
perkara di persidangan, sering menghadapi kenyataan bahwa ternyata hukum
tertulis (undang-undang) tidak selalu dapat menyelesaikan persoalan yang
dihadapi. Bahkan seringkali atas inisiatif sendiri hakim harus menemukan
hukumnya (rechtsvinding) dan atau menciptakan hukum (rechtsschepping) untuk
melengkapi hukum yang sudah ada, dikarenakan begitu pentingnya peranan hakim
dalam penegakan hukum, sehingga putusannya nanti tidak hanya bersfat legal
justice (keadilan menurut hukum) tetapi juga mengandung nilai moral justice
(keadilan moral) dan social justice (keadilan masyarakat) (Moch. Yulihadi,
2012:2).
Menurut M. Yulihadi (2012:3), pada hakekatnya semua perkara yang harus
diselesaikan oleh Hakim di Pengadilan membutuhkan metode penemuan hukum
agar aturan hukumnya dapat diterapkan secara tepat terhadap peristiwanya
sehingga dapat dihasilkan putusan yang ideal, yang mengandung aspek juridis
(kepastian), filosofis (keadilan) dan kemanfaatan (sosiologis). Fungsi hakim
dirnaksud, diatur dalam Pasal 28 UU Nornor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman sebagai berikut.:
Pasal 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
1. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
2. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib
memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.
a. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
b. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib
memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.
Memperhatikan ketentuan Pasal 28 UU Nomor 4 Tahun 2004 di atas, dapat
dipahami bahwa hakim dalam sistem hukum Indonesia bukanlah hakim yang pasif
yang merupakan corong dari peraturan perundang-undangan, namun aktif berperan
di dalam menemukan hukum dan atau menciptakan hukum. Karena itu, dapat
dikatakan bahwa Pengadilan atau hakim itu merupakan unsur yang cukup penting,
baik dalam menemukan hukum maupun dalam mengembangkan hukum dan
menerapkan hukum berdasarkan konsep keadilan dalam spirit reformasi (Mochtar
Kusumaatmadja, 2000:98)
Berkaitan dengan penemuan hukum, mantan Ketua Mahkamah Agung RI
Purwoto Gandasubrata mengatakan, dalam perkara yang dihadapi oleh hakim
sudah jelas hukum atau undang-undangnya, hakim menjadi terompet undang-
undang; dalam kasus yang hukumnya belum atau tidak jelas, maka hakim akan
menafsirkan hukum melalui cara-cara atau metoda penafsiran hukum. Maka hakim
termasuk hakim agung dapat menggunakan metode berpikir yuridis dalam bentuk
metode penafsiran terhadap peraturan perundang-undangan dan metode
argumentasi hukum. Hal dimaksud, dapat dilihat pada Tabel berikut ini,
diantaranya (Saifullah Bombang.2008:6) :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Tabel I. Metode Penafsiran dan Argumentasi Hukum
Metode Penafsiran Metode Argumentasi
Penafsiran Bahasa
Penafsiran Sistematis
Penafsiran Sejarah
Penafsiran Sosiologi
Penafsiran Autentik
Penafsiran Komparatif
Penafsiran Restriktif dan Ekstensip
Penafsiran Analogi dan a contrario
Metode Analogi
Metode Argumentum a Contrario
Metode Pengkonkritan Hukum
Metode Fiksi Hukum
Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa, interpretasi atau penafsiran
merupakan salah satu metode berfikir yuridis dalam penemuan hukum yang
memberikan penjelasan secara gambalang mengenai teks peraturan perundang-
undangan agar ruang lingkup kaidah hukum dapat ditetapkan sesuai dengan
peristiwa hukum tertentu. Penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan yang harus
menuju kepada pelaksanaan yang dapat diterima oleh masyarakat mengenai
peraturan hukum terhadap peristiwa yang konkrit (Sudikno Mertokusumo,
2003:154). Untuk itu hakim harus memahami mengenai metode penemuan hukum
hakim. Gr. van der Brught dan J.D.C. Winkelman menyebutkan tujuh langkah
yang harus dilakukan seorang hakim dalam menghadapi suatu kasus : (B. Arief
Sidharta, 1994 : 35-36)
1) meletakkan kasus dalam sebuah peta (memetakan kasus) atau
memaparkan kasus dalam sebuah ikhtisar (peta), artinya:
memaparkan secara singkat duduk perkara dari sebuah kasus
(menskematisasi);
2) menerjemahkan kasus itu ke dalam peristilahan yuridis
(mengkualifikasi, pengkualifikasian);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
3) menyeleksi aturan-aturan hukum yang relevan;
4) menganalisis dan menafsirkan (interpretasi) terhadap aturan-aturan
hukum itu;
5) menerapkan aturan-aturan hukum pada kasus;
6) mengevaluasi dan menimbang (mengkaji) argumen-argumen dan
penyelesaian;
7) merumuskan (formulasi) penyelesaian.
mendukung
Didasarkan pada Didukung oleh
Menjadi dasar untuk melakukan
bila hukumnya Bila hukumnya sudah jelas belum jelas
Gambar 3.Metode Penemuan Hukum Hakim
KETERANGAN DAN ARGUMEN ALAT BUKTI YANG KUAT
FAKTA DAN PERISTIWA YANG ADA DALAM
PERKARA
MENGKONSTANTIR
MENGKUALIFISIR
MENGKONSTITUIR MENAMBAH, MELENGKAPI, MENEMUKAN HUKUMNYA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Di dalam memeriksa dan memutuskan suatu perkara :
a. Arus mengetahui dengan jelas tentang fakta dan peristiwa yang ada
dalam perkara tersebut (keterangan dan argumen dari para pihak yang
berperkara yang didukung alat bukti yang kuat)
b. Majelis hakim harus mengkonstatir dan mengkualifisir peristiwa dan
fakta tersebut sehingga ditemukan peristiwa/fakta yang konkrit
c. Majelis hakim berusaha menemukan hukumnya secara tepat dan
akurat terhadap peristiwa yang terjadi itu.
d. Mengkonstatir mengandung pengertian melihat, mengakui atau
membenarkan tentang telah terjadinya peristiwa yang diajukan
tersebut. Untuk sampai pada konstateringnya, hakim harus memiliki
kepastian yang diperolehnya melalui pembuktian. Oleh karena itu
mengkonstatir berarti pula membuktikan.
e. Mengkualifisir menunjukkan bahwa dalam tindakan ini dilakukan
penilaian terhadap peristiwa yang telah dianggap terbukti itu termasuk
hubungan hukum apa atau yang mana. Dengan perkataan lain,
mengkualifisir merupakan tindakan menemukan hukumnya bagi
peristiwa yang telah dikonstatir.
f. Mengkonstituir merupakan tindakan memberi konstitusinya terhadap
peristiwa yang telah dikonstatir dan dikualifisi (memberikan hukum
terhadap suatu peristiwa konkrit (in-concreto) / membuat keputusan).
Sehingga jika dikaitkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk, dalam
hal Hakim mengkonstantir, tercantum dalam amar pertimbangan hakim yang
menyatakan :
Menimbang, bahwa dari keterangan saksi korban YATI, saksi SAMAUN AHMAD, dan Saksi NARWANTO, pekarangan yang terletak disebelah Barat Pure di Dsn. Semanding Ds. Bajulan Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk yang di atasnya tumbuh pohon mangga yang buahnya Terdakwa ambil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
tersebut adalah milik saksi korban sdri. YATI, sedangkan menurut Terdakwa, dan juga keterangan saksi DAMI RAHAYU, dan saksi SUDARMO, dan berdasarkan bukti surat yang diajukan oleh Penasihat Hukum Terdakwa, yaitu Sertifikat Hak Milik No. 213 dan Sertifikat Hak Milik No. 216 Desa/ Kelurahan Bajulan Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk atas nama DAMI RAHAYU, tanah yang di atasnya tumbuh pohon manga yang buahnya Terdakwa ambil tersebut semula adalah milik Terdakwa yang berasal dari orang tuanya, dan pada tahun 2005 tanah-tanah tersebut telah dijual kepada saksi DAMI RAHAYU dan telah terbit sertifikat hak milik atas nama DAMI RAHAYU;
Dalam hal ini hakim melihat fakta-fakta dalam persidangan dan kesaksian
para saksi yang menjadi pertimbangan hakim, yang kemudian hakim
mengkualifisir terhadap kesaksian para saksi, yang tercantum dalam
pertimbangannya yang mengatakan :
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, mengenai kepemilikan atas barang tersebut, yaitu tanah dan pohon mangga masih terdapat sengketa, dan berdasarkan surat bukti yang diajukan oleh Penasihat Hukum Terdakwa, yaitu Surat gugatan yang terdaftar di Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri Nganjuk dengan register perkara No. 45/Pdt.G/2011/PN.Ngjk. antara KASMIN (Terdakwa) sebagai Penggugat melawan YATI sebagai Tergugat, ternyata menjadi obyek dalam perkara tersebut yang masih dalam proses pemeriksaan;
f. Menimbang, bahwa kepemilikan atas barang tersebut harus dipastikan terlebih dahulu, karena hal ini akan menimbulkan konsekuensi hukum yang berbeda terhadap perkara a quo, yaitu :
1.Apabila tanah dan pohon mangga tersebut terbukti milik saksi YATI, maka Terdakwa dapat didakwa telah melakukan tindak pidana pencurian;
2.Apabila tanah dan pohon mangga tersebut terbukti milik Terdakwa, maka Terdakwa tidak dapat didakwa telah melakukan tindak pidana pencurian;
Kemudian jika dijelaskan dalam metode penemuan hukum hakim menurut
Gr. Van Der Brught dan J.D.C Winkelman, dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Dalam hal hakim memcermati kasus tersebut yang kemudian dipetakan
mengenai duduk perkara yang sebenarnya, hakim pengadilan negeri nganjuk
sudah benar, yaitu dengan mendengarkan keterangan para saksi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
terdakwa untuk menengetahui duduk perkara yang sebenarnya supaya
hakim mengetahui fakta dan peristiwa yang sebenarnya terjadi dalam
perkara tersebut dan diperkuat adanya alat bukti dan barang bukti yang
dihadirkan ke dalam persidangan.
2) Kemudian setelah hakim memahami duduk perkara sebenarnya, hakim
memasukannya kedalam peristilahan yuridis yaitu mengkualifikasi dan
pengkualifikasian, hakim pengadilan negeri ngajuk menentukan hubungan
hukum bahwa dalam perkara ini, dan ditemukan dua hubungan hukum yang
saling bertentangan antara hukum pidana dan hukum perdata.
3) Namun dalam hal hakim menemukan aturan hukum guna pemyelesaian
permasalahan ini, hakim pengadilan negeri nganjuk telah gagal karena
hakim tidak dapat menemukan aturan hukum , seharusnya hakim menyadari
bahwa dalam perkara ini dapat dikatagorikan sebagai perkara pra-yudisial.
4) Lalu hakim dalam melakukan analisis dan penafsiran aturan-aturan hukum
itu pun hakim pengadilan negeri nganjuk juga tidak dapat memberikan
penjelasan dan penafsiran peraturan perundang-undangan dikarenakan
hakim pengadilan negeri nganjuk tidak memberikan dasar pertimbangan
yang kuat, dikarenakan hakim hanya mempertimbangkan Pasal 156 ayat (2)
KUHAP tetapi dalam amar pertimbangan hakim hanya mendasarkan pada
nota keberatan penasihat hukum semata bukan Pasal 81 KUHP, Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) Nomor : 1 Tahun 1956 dan Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) Nomor :4 Tahun 1980 Tentang Pasal 16
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 dan " PREJUDICIEEL
GESCHIEF"
5) Dikarenakan hakim dalam putusannya hanya memperhatikan Pasal 156 ayat
(2) KUHAP dan hakim sependapat dan menguatkan pendapat penasihat
hukum dengan bukti gugatan yang diajukan oleh Terdakwa kepada saksi
korban, tetapi tidak memberikan landasan yuridis yang kuat dalam
pertimbangannya yang sebenarnya bukan merupakan sumber hukum, hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
juga menyalahi tiga niai dasar hukum, yang dalam hal ini hakim dalam
putusannya diharapkan memberikan nilai keadilan, nilai kepastian dan nilai
kemanfaatan.
6) Mengenai argumen-argumen hukum hakim dalam pertimbangan yang ada
termuat dalam amar putusan, sebenarnya sudah ada sedikit pertimbangan
mendasar yang diuraikan oleh hakim, tercantum pada huruf (f) :
f. Menimbang, bahwa kepemilikan atas barang tersebut harus
dipastikan terlebih dahulu, karena hal ini akan menimbulkan
konsekuensi hukum yang berbeda terhadap perkara a quo, yaitu :
1.Apabila tanah dan pohon mangga tersebut terbukti milik saksi
YATI, maka Terdakwa dapat didakwa telah melakukan tindak pidana
pencurian;
2.Apabila tanah dan pohon mangga tersebut terbukti milik Terdakwa,
maka Terdakwa tidak dapat didakwa telah melakukan tindak pidana
pencurian;
7) Walaupun dalam menterjemahkan aturan-aturan hukum, hakim pengadilan
nganjuk gagal memberikan analisis aturan hukum yang tepat untuk
digunakan dan hakim sedikit memberikan argumentasi yang mendasar
mengenai duduk perkara yang menjadi nilai penting dalam inti
pertimbangan hakim dalam pemutus perkara ini, namun yang menarik
bahwa hakim pengadilan negeri nganjuk menjatuhkan putusan dengan
benar.
Hal ini yang seharusnya menjadi perhatian bagi hakim dalam menemukan
penemuan aturan hukum terhadap perkara yang ditangani. Kurangnya hakim
dalam mengakaji aturan-aturan hukum yang ada menyebabkan lemahnya
pengetahuan hukum hakim, yang sebenarnya hakim dengan mudah ditemukan
dalam kompilasi aturan hukum yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung. Padahal
Mahkamah Agung sendiri sudah memberikan petunjuk dalam setiap perkara-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
perkara yang sulit dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung dan Surat
Edaran Mahkamah Agung, sebagai peraturan yang diterbitkan dengan tujuan untuk
memperlancar jalannya peradilan, Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) dibuat
dalam hal terjadinya kekosongan ataupun kekurangan aturan di dalam undang-
undang hukum acara. Kesemuanya itu dilakukan oleh Mahkamah Agung sebagai
sarana penemuan hukum dan dalam rangka melakukan penegakan hukum di
Indonesia. Bahwa terhadap perkara ini hakim seharusnya pencermati Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) Nomor : 1 Tahun 1956, dalam :
Pasal 1
Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.
Selain Peraturan Mahkamah Agung (PERMA), Mahkamah Agung juga
mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor :4 Tahun
1980 Tentang Pasal 16 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 dan
PREJUDICIEEL GESCHIEF" , dimana tercantum dalam :
Bab II
1. " Prejudiciel geschil" ini ada yang merupakan suatu "question prejudicielle a I' action" dan ada yang merupakan suatu " question prejudicielle au jugement "
2. " Question prejudicielle a I' action" adalah mengenai perbuatan-perbuatan pidana tertentu yang disebut dalam KUHP (antara lain Pasal 284 KUHP).
3. Dalam hal ini diputuskan ketentuan perdata dulu sebelum dipertimbangkan penuntutan pidana.
Selain sumber hukum diatas ini, sumber hukum pokok yang menjadi dasar atas
terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) dan Surat Edaran Mahkamah
Agung (SEMA) yaitu Pasal 81 KUHP yang mengatakan bahwa Penundaan
penuntutan pidana berhubung dengan adanya perselisihan pra-yudisial, menunda
daluwarsa. utama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
hakim dalam putusannya, dikarenakan pasal 81 KUHP sudah mengatur secara
tegas yang kemudian diakomodasi oleh Mahkamah Agung dengan dikeluarkan
PERMA Nomor 1 Tahun 1956 dan SEMA Nomor 4 Tahun 1980 yang menjadi
landasan hukum dalam penyelesaian perkara Pra-Yudisial. Untuk itu hakim dalam
perkara ini seharusnya mencermati PERMA ini dan menjadikan landasan hukum
dalam pertimbangan putusannya dengan menunda proses perkara pidana sampai
dengan proses perkara perdatanya selesai, seharusnya majelis hakim memutus
penundaan proses penuntutan terdakwa dalam putusan sela, namun karena majelis
hakim menjatuhkan putusan mengenai dakwaan tidak dapat diterima dalam
putusan akhir maka hakim telah mengesampingkan asas hukum acara pidana,
sederhana, cepat dan biaya ringan, hal ini menyebabkan timbulnya konsekuensi
yuridis mengesampingkan asas hukum acara pidana.
Apabila hakim terlebih dahulu mengetahui bahwa perkara tersebut merupakan
perkara pra-yudisial maka sejak awal seharusnya hakim sudah memutus putusan
sela untuk menunda proses perkara pidana sampai menunggu perkara perdata
terlebih dahulu diputus. Berdasarkan alasan-alasan yang telah penulis uraikan di
atas, hakim pengadilan negeri nganjuk yang memutus perkara, dengan nomor :
PDM-198/Ep.1/01/2012 yang tertuang dalam putusan nomor :
09/Pid.B/2012/PN.Ngjk tidak memiliki argumentasi hukum yang kuat dan jelas
sebagai dasar penjatuhan putusan dan hakim juga tidak penerapan asas hukum
acara pidana sederhana, cepat dan biaya ringan.
2. Implikasi Yuridis Dakwaan Penuntut Umum yang Diputus Bersifat Prematur
Terhadap Keberlanjutan Proses Penuntutan dalam Perkara Nomor : PDM-
198/Ep.1/01/2012 Mengenai Tindak Pidana Pencurian
Bahwa setelah diuraikan mengenai payung hukum hakim dalam menjatuhkan
putusan yang dalam hukum terdapat kekurangan dalam hakim memberikan
dasarkan hukum yang kuat dan jelas pada pertimbangannya dikarenakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
ketidakcermatan hakim dalam menggali nilai-nilai sumber hukum dalam peraturan
perundang-undangan yang ada. Maka selanjutnya penulis hendak menguraikan
terlebih dahulu mengenai konsekuensi yuridis terhadap dakwaan Jaksa Penuntut
Umum tidak dapat diterima dikarenakan bersifat prematur oleh hakim yang
menyebabkan terhentinya proses penuntutan oleh penuntut umum terhadap
terdakwa. Sehingga untuk itu penuntut umum diberikan 2 (dua) bentuk upaya
hukum menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
a. Perlawanan (Verzet)
Perlawanan atau Verzet merupakan salah satu upaya hukum hukum biasa
yang diatur dalam Pasal 1 angka 12, Pasal 149 ayat (1), Pasal 156 ayat (3)
dan Pasal 214 KUHAP. Pada dasarnya perlawanan atau verzet
menyangkut 2 (dua) tahap, mengenai pelimpahan perkara dan terhadap
putusan Pengadilan Negeri yang belum diperiksa pokok perkaranya.
Dalam hal mengenai putusan Pengadilan Negeri yang tidak menyangkut
pokok perkara setelah adanya keberatan atau eksepsi dari terdakwa atau
penasihat hukumnya dan dibenarkan oleh Majelis Hakim sehingga perkara
tersebut diputus dalam bentuk penetapan atau putusan sela (tussen-vonnis)
b. Banding (Revisi)
Permintaan banding dapat diajukan oleh terdakwa atau penasihat
hukumnya dan jaksa atau penuntut umum. Upaya hukum tersebut diatur
pada Bab XVII Bagian Kesatu Pasal 233 sampai dengan Pasal 243
KUHAP. Permohonan banding dilakukan terhadap putusan pada tingkat
pertama atau Putusan Pengadilan Negeri.
Dikarenakan putusan nomor : 09/Pid.B/2012/PN.Ngjk yang menyatakan
bahwa dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima merupakan putusan dari
proses beracara telah selesai dilakukan. Namun dikarenakan dalam putusan
pengadilan negeri ngajuk mempertimbangkan Pasal 156 ayat (2) KUHAP yang
mengatakan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak
diperiksa lebih .lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim
berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka
sidang dilanjutkan
Dikarenakan dalam putusan sela hanya memutus mengenai kewenangan
Absolut. Maka hakim dalam menjatuhkan putusan sela dapat dilakukan diawal
atau diahir dengan digabungkan dengan putusan. Oleh karena pada proses beracara
pada tingkat satu yaitu pada tingkat pengadilan negeri telah selesai. Sehingga
konsekuensi yuridis yaitu dengan mengajukan banding tetapi dalam penuntut
umum mengajukan upaya hukum banding sebelumnya penuntut umum harus
bersabar telebih dahulu guna menunggu putusan pengadilan negeri perkara perdata
sampai mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Setelah
putusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap maka penuntut umum baru
dapat mengambil upaya hukum banding apabila dalam putusan hakim perdata
menyatakan bahwa pemilik tanah tersebut merupakan milik Sdri. YATI maka
penuntut umum mengajukan banding dengan dalil bahwa terdakwa telah
kelakukan pencurian berdasarkan putusan hakim perdata yang menguatkan bahwa
pemilik tanah tersebut bukanlah terdakwa melainkan saksi korban Sdri.YATI.
Namun apabila hakim perkara perdata menyatakan bahwa tanah tersebut milik
terdakwa maka penuntut umum untuk segera pengeluarkan Surat Perintah
Penghentian Penuntutan (SP3). Apabila penuntut umum tidak sabar dan langsung
mengejukan banding maka akan menimbulkan konsekunsi yuridis bahwa banding
yang diajukan oleh penuntut umum akan dimentahkan kembali oleh hakim
pengadilan tinggi.
Berdasarkan alasan-alasan diatas maka penuntut umum dalam hal ini dapat
mengajukan upaya hukum banding pada Pengadilan Tinggi. Dalam hal ini
penuntut umum mengajukan banding dengan dalil bahwa berdasarkan putusan
hakim perkara perdata menyatakan bahwa tanah tersebut milik dari saksi korban.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan serta dalam pembahasan atas
masalah yang timbul tersebut berdasarkan teori-teori yang telah digunakan serta
bahan dan literatur yang ada, Penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa hakim yang berkualitas sangat dibutuhkan dalam penyelesaian
perkara, guna mengisi kekosongan hukum dalam perkara-perkara yang
terdapat kekosongan hukum. Untuk itu hakim-hakim yang berkualitas dapat
berperan dalam penemuan hukum. Hakim pengadilan negeri nganjuk yang
memutus perkara, dengan nomor : PDM-198/Ep.1/01/2012 yang tertuang
dalam putusan nomor : 09/Pid.B/2012/PN.Ngjk tidak memiliki argumentasi
hukum yang kuat dan jelas sebagai dasar penjatuhan putusan supaya putusan
tersebut dapat dikatakan sebagai putusan yang berkualitas. Apabila hakim
pengadilan negeri nganjuk apabila dari awal memutus perkara ini merupakan
perkara pra-yudisial maka hakim dapat menyelenggarakan peradilan yang
berasaskan sederhana, cepat dan biaya ringan, sehingga apabila perkara
pidana ditunda sampai proses perkara perdata mempunyai kekuatan hukum
tetap (inkracht van gewijsde).
2. Lalu mengenai upaya hukum yang dilakukan penuntut umum dapat
mengajukan upaya hukum banding pada Pengadilan Tinggi. Dalam hal ini
penuntut umum mengajukan banding dengan dalil bahwa dakwaan yang telah
dibuatnya telah memenuhi syarat formil dan materiil surat dakwaan, dengan
dibuat secara cermat, jelas dan lengkap serta bahwa berdasarkan putusan
hakim perkara perdata menyatakan bahwa tanah tersebut milik dari saksi
korban. Namun diperlukan kesabaran penuntut umum untuk menunggu hasil
putusan hakim perkara perdata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka sebagai akhir dari seluruh tulisan ini
dapat diajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Bahwa hakim dalam melakukan penemuan hukum diharapkan lebih
mendalam dalam mengkaji peraturan perundang-undangan khususnya
Peraturan Mahkamah Agung dan Surat Edaran Mahkamah Agung yang dapat
dijadikan sumber hukum guna sebagai pengisi kekosongan hukum, pengisi
kekurangan hukum, sarana penegakan hukum, sarana penemuan hukum dan
sebagai sarana sumber hukum.
2. Bahwa diharapkan hakim dapat memberikan putusan yang berkualitas dan
dapat dipertanggungjawabkan sehingga putusan tersebut dapat menjadi
yurisprudensi sebagai sarana pembaharuan hukum.
3. Bahkan Mahkamah Agung sendiri dalam intruksinya No.
KMA/015/INST/VI/1998 tanggal 1 juni 1998 mengintruksikan agar para
hakim memantapkan profesionalisme dalam mewujudkan peradilan yang
berkualitas, dengan menghasilkan putusan hakim yang eksekutabel, berisikan
ethos (integritas), pathos (pertimbangan yuridis yang utama), filosofis
(berintikan rasa keadilan dan kebenaran), sosiologis (sesuai dengan tata nilai
budaya yang berlaku dalam masyarakat), serta logos (dapat diterima akal
sehat), demi terciptanya kemandirian para penyelenggara kekuasaan
kehakiman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Recommended