View
238
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN LELE DUMBO (Kasus : Kecamatan Babelan,
Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat)
SKRIPSI
ROSMAWATI H34076135
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2010
ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN LELE DUMBO (Kasus : Kecamatan Babelan,
Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat)
SKRIPSI
ROSMAWATI H34076135
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2010
RINGKASAN
ROSMAWATI. Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele (Kasus : Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, sehingga laut mempunyai potensi yang sangat besar. Beragam jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti udang, tuna, cakalang, ubur-ubur, kepiting, ikan hias, karang-karangan, termasuk mutiara dan rumput laut sangat mudah didapat.
Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia ditaksir mencapai 6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan saat ini sebesar 4,4 juta ton per tahun (70 persen). Sementara itu, potensi Indonesia di sektor perikanan budidaya sebesar 15,95 juta hektar. Potensi budidaya ini terdiri atas potensi budidaya air tawar sebesar 2,23 juta hektar, budidaya air payau 1,22 juta hektar, dan potensi budidaya laut sebesar 12,44 juta hektar. Total produksi perikanan budidaya nasional saat ini baru sekitar 1,6 juta ton per tahun.
Dengan meningkatnya konsumsi ikan, juga akan meningkatkan produksi budidaya ikan air laut maupun budidaya ikan air tawar. Semakin meningkatnya permintaan ikan konsumsi tersebut maka adanya peluang bagi para petani untuk memenuhi permintaan ikan konsumsi tersebut, serta merencanakan jumlah produksi yang akan menghasilkan output lebih besar lagi untuk memperoleh manfaat yang lebih besar. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan jenis ikan konsumsi yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan, karena ikan lele adalah salah satu komoditas perikanan budidaya unggulan yang dikembangkan secara optimal di darat. Oleh karena itu ikan lele memiliki prospek pasar cukup cerah dilihat dari kelebihan ikan lele, yaitu dapat tahan hidup sehingga masyarakat senantiasa mengkonsumsinya dalam keadaan segar.
Pengusahaan perikanan air tawar yang ada di daerah Kabupaten Bekasi, salah satunya terdapat di Kecamatan Babelan. Di Kecamatan Babelan ini terdapat beragam komoditas ikan konsumsi yang diusahakan, seperti ikan patin, gurame, mujair, mas, dan lele. Untuk jenis ikan konsumsi, ikan lele dumbo adalah komoditas yang banyak diusahakan oleh para petani di Babelan. Pengusahaan ikan lele dumbo pada Kecamatan Babelan ini tergabung dalam kelompok tani yaitu Kelompok LPPMPU (Lembaga Pemberdayaan Pemuda dan Masyarakat Peduli Umat)
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial dan lingkungan, (2) Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan ikan lele dilihat dari kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost (Net B/C Ratio), Internal Rate Of Return (IRR), dan Payback Period (PP), (3) Menganalisis sensitivitas pengusahaan ikan lele, apabila terjadi perubahan pada harga pakan dan harga jual output yaitu ikan lele.
Penelitian dilakukan di daerah Desa Kedung Pengawas, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat pada kelompok tani Lembaga Pemberdayaan Pemuda dan Masyarakat Peduli Umat (LPPMPU). LPPMPU mulai berjalan pada tahun 2004. Tujuannya di bentuk kelompok tani ini adalah untuk meningkatkan produksi hasil pembudidayaan ikan lele, serta mensejahterakan para anggota kelompok tani.
Analisis kelayakan finansial dilakukan melalui beberapa kriteria kelayakan finansial yang bertujuan untuk menganalisis sejauh mana tingkat kelayakan usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele. Berdasarkan perhitungan analisis kelayakan finansial dalam mengembangkan pengusahaan ikan lele dengan menggunakan modal sendiri pada tingkat diskonto sebesar 7 persen dari masing-masing pengusahaan ikan lele memperoleh nilai NPV sebesar Rp 190,564,149.51 pada pengusahaan pembenihan ikan lele, sedangkan nilai NPV yang diperoleh pada pengusahaan pembesaran ikan lele adalah sebesar Rp 118,979,693.69. Nilai NPV diperoleh lebih besar dari nol yang artinya usaha ini layak untuk dikembangkan, sedangkan nilai Net B/C yang diperoleh pada pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele adalah 3,77, dan 2,08 lebih besar dari satu yang berarti dari setiap satu satuan rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 3,77 dan 2,08 rupiah sehingga usaha ini layak untuk dikembangkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah 51 persen, dan 25 persen lebih besar dari tingkat suku bunga deposito sebesar 7 persen artinya investasi di usaha ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan deposito, sedangkan waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi yang ditanamkan pada masing-masing pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele adalah 1,35 tahun dan 1,40 tahun.
Selain menghitung analisis kelayakan, dihitung juga analisis switching value untuk mengetahui tingkat perubahan harga jual benih atau output yang dihasilkan oleh petani ikan LPPMPU, serta adanya kenaikan harga pakan berupa pelet, sehingga keuntungan mendekati normal dimana NPV mendekati atau sama dengan nol. Hasil perhitungan analisis switching value kelompok tani LPPMPU pada pengusahaan ikan lele dengan menggunakan modal sendiri untuk penurunan harga jual output yaitu benih ikan lele dengan ukuran 5-5,5 cm pada pengusahaan pembenihan ikan lele yaitu sebesar 23 persen dari harga benih Rp 150,00 per ekor menjadi Rp 115,00 per ekor, sedangkan pada pengusahaan pembesaran ikan lele diperoleh hasil switching value sebesar 47 persen dari harga jual ikan konsumsi sebesar Rp 10.000,00 per kilogram menjadi Rp 5.318,00 per kilogram.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis switching value pada pengusahaan pembenihan ikan lele terhadap kenaikan harga pakan benih ikan lele yaitu 64 persen untuk cacing sutra, 58 persen untuk pelet 99, dan 51 persen untuk pelet hiprovit. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa pengusahaan pembenihan ikan lele masih layak untuk dilaksanakan apabila besarnya kenaikan harga pakan cacing sutra, pelet 99, dan pelet hiprovit tidak melebihi dari 64 persen, 58 persen, dan 51 persen. Sementara itu kenaikan harga pakan pada pengusahaan pembesaran ikan lele yaitu sebesar 49 persen untuk pakan pelet hiprovit, dan sebesar 31 persen untuk pakan pelet 782, sehingga pengusahaan pembesaran ikan lele masih layak untuk dikembangkan apabila kenaikan harga pakan tidak melebihi dari 49 persen, dan 31 persen.
ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN LELE DUMBO (Kasus : Kecamatan Babelan,
Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat)
ROSMAWATI H34076135
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2010
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele (Kasus : Kecamatan
Babelan, Kabupaten, Bekasi, Propinsi Jawa Barat)
Nama : Rosmawati
NRP : H34076135
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP. 19550713 198703 2 001
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Analisis
Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele (Kasus : Kecamatan Babelan Kabupaten
Bekasi Propinsi Jawa Barat)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2010
Rosmawati H34076135
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi tanggal 16 Mei 1986. Penulis adalah anak
kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Bahrim Lubis dan Ibunda
Dahriani Lubis.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pekayon Jaya III
pada tahun 1998 dan pendidikan tengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di
SLTPN 12 Bekasi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Tulus Bhakti
Jatiasih diselesaikan pada tahun 2004.
Penulis melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Kelayakan
Pengusahaan Ikan Lele Dumbo (Kasus : Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi
Propinsi Jawa Barat) , dibimbing oleh Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS.
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele (Kasus : Kecamatan Babelan
Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat)”.
Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele
apakah usaha yang dijalakan layak atau tidak dengan investasi yang ditanamkan,
serta menganalisis sensitivitas dengan menggunakan analisis switching value atau
nilai pengganti untuk melihat kembali hasil analisis suatu kegiatan investasi atau
aktivitas ekonomi, apakah ada perubahan dan apabila terjadi kesalahan atau
adanya perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat.
Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, April 2010
Rosmawati
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini juga tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah
SWT, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada :
1. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan
skripsi ini.
2. Kepada Ir. Netti Tinaprilla, MM dan Ir. Harmini, M.Si selaku dosen penguji.
3. Kepada Rika Miftahul Jannah, selaku pembahas skripsi ini.
4. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang
diberikan. Semoga ini menjadi persembahan yang terbaik.
5. Kepada Dinas Perikanan Kabupaten Bekasi, Kepala UPTD Kecamatan Babelan
atas waktu, kesempatan, dan informasi yang diberikan.
6. Kepada seluruh anggota Kelompok Tani Lembaga Pemberdayaan Pemuda dan
Masyarakat Peduli Umat, yaitu Pak Sumirta, Pak H. Marjani, Pak Rohmat, dan
Pak Misar yang telah memberikan data dan informasi yang diperlukan dalam
penyusunan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan 41 atas
semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh
pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuannya.
Bogor, April 2010
Rosmawati
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... vi I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 5 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 8 1.5. Ruang Lingkup ........................................................................ 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 10 2.1. Karekteristik Ikan Lele Dumbo ............................................... 10 2.2. Habitat dan Tingkah Laku Ikan Lele ....................................... 11 2.3. Kegiatan Budidaya Ikan Lele .................................................. 12 2.3.1. Kegiatan Pembenihan Ikan Lele .................................... 12 2.3.2. Kegiatan Pendederan Ikan Lele ..................................... 14 2.3.3. Kegiatan Pembesaran Ikan Lele .................................... 15 2.4. Penanggulangan Hama dan penyakit ....................................... 16 2.5. Pakan Ikan Lele ....................................................................... 17 2.6. Hasil Penelitian Terdahulu ...................................................... 18
III. KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................ 25 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................... 25 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek ................................................ 25 3.1.2. Aspek-Aspek Studi Kelayakan ...................................... 25 3.1.2.1. Aspek Pasar ...................................................... 26 3.1.2.2. Aspek Teknis .................................................... 27 3.1.2.3. Aspek Manajemen ............................................ 27 3.1.2.4. Aspek Sosial dan Lingkungan .......................... 28 3.1.2.5. Aspek Finansial ................................................ 28 3.1.3. Teori Biaya dan Manfaat ............................................... 29 3.1.4. Analisis Finansial .......................................................... 29 3.1.5. Analisis Sensitivitas ....................................................... 31 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................ 32
IV. METODE PENELITIAN ............................................................. 35 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 35 4.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 35 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis data ..................................... 35
4.3.1. Analisis Aspek Pasar ..................................................... 36 4.3.2. Analisis Aspek Teknis ................................................... 36 4.3.3. Analisis Aspek Manajemen ........................................... 37 4.3.4. Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan ......................... 37 4.3.5. Analisis Kelayakan Finansial ........................................ 37 4.3.5.1. Net Present Value (NPV) ................................. 37 4.3.5.2. Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio) ..... 38 4.3.5.3. Internal Rate of Return (IRR) ........................... 39 4.3.5.4. Analisis Payback Period .................................. 40 4.3.2. Analisis Sensitivitas ....................................................... 40 4.4. Asumsi Dasar yang digunakan ................................................ 41
V. GAMBARAN UMUM .................................................................. 43 5.1. Gambaran Lokasi Penelitian .................................................... 43 5.1.1. Letak dan keadaan Alam ............................................... 43 5.1.2. Kependudukan ............................................................... 44 5.1.3. Prasarana dan Sarana ..................................................... 45 5.2. Gambaran Umum Pengusahaan Ikan Lele .............................. 45 5.3 Kelompok Pembudidaya ........................................................... 46
VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL ....................... 49 6.1. Aspek Pasar ............................................................................. 49 6.1.1. Permintaan dan Penawaran ............................................ 49 6.1.2 Pemasaran ....................................................................... 50 6.2. Aspek Teknis ........................................................................... 51 6.2.1. Lokasi Usaha ................................................................. 52 6.2.2. Proses Produksi .............................................................. 54 6.2.2.1. Kegiatan Pembenihan Ikan Lele ....................... 54 6.2.2.2. Kegiatan Pendederan Ikan Lele ........................ 60 6.2.2.3. Kegiatan Pembesaran Ikan Lele ....................... 63 6.3. Aspek Manajemen ................................................................... 66 6.4. Aspek Sosial dan Lingkungan ................................................. 67
VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL ................................... 68 7.1. Arus Pengeluaran dan Arus Penerimaan ................................. 68 7.1.1. Arus Pengeluaran ........................................................... 68 7.1.2. Biaya Investasi ............................................................... 68 7.1.3. Biaya Operasional .......................................................... 71 7.1.3.1. Biaya Tetap ....................................................... 71 7.1.3.2. Biaya Variabel .................................................. 71 7.2. Arus Penerimaan ...................................................................... 76 7.3. Kelayakan Analisis Finansial .................................................. 78
7.3.1. Kelayakan Analisis Finansial Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ................... 78 7.3.2. Kelayakan Analisis Finansial Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ................... 80 7.4. Perbandingan Hasil Kelayakan Pengusahaan Pembenihan dan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU .......... 81 7.5. Kelayakan Analisis Pengembangan Pengusahaan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................... 82 7.6. Analisis Switching Value ......................................................... 83
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 85 8.1. Kesimpulan .............................................................................. 85 8.2. Saran ........................................................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 87 LAMPIRAN ............................................................................................. 89
DAFTAR TABEL Nomor Halaman
1. Perbandingan Zat Gizi yang Terkandung dalam Beberapa Sumber Protein Hewani Per Kilogram .......................................... 2
2. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar Ikan Konsumsi di Kabupaten Bekasi Tahun 2004-2008 .............. 3
3. Komposisi Jumlah Penduduk Desa Kedung Pengawas Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2009 ....................................... 44
4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Babelan Tahun 2008-2009 ............................................................ 44
5. Rincian Biaya Investasi Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU .................................................... 69
6. Rincian Biaya Investasi Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................ 70
7. Rincian Biaya Tetap Pengusahaan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................................... 71
8. Rincian Biaya Variabel Pengusahaan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................................... 76
9. Nilai Sisa Investasi Pada Pengusahaan Ikan Lele ......................... 78
10. Kelayakan Finansial Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................. 79
11. Kelayakan Finansial Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................. 81
12. Perbandingan Hasil Kelayakan Pengusahaan Pembenihan dan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ................ 81
13. Kelayakan Finansial Pengembangan Pengusahaan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU .................................................... 82
14. Analisis Switching Value Pengusahaan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................. 84
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Operasional Penelitian .................................................. 34
2. Skema Aliran Pemasaran Ikan Lele .............................................. 51
3. Alur Proses Persiapan Kolam Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................. 57
4. Alur Teknik Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ....................................................................................... 60
5. Alur Proses Produksi Pendederan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................................... 63
6. Alur Proses Produksi Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................................... 66
7. Struktur Organisasi Pada Kelompok Tani LPPMPU .................... 66
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Peta Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi ................................. 90
2. Rincian Biaya Reinvestasi Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU .................................................... 91
3. Rincian Biaya Reinvestasi Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU .................................................... 92
4. Laporan Rugi Laba Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU .................................................... 93
5. Laporan Rugi Laba Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU .................................................... 94
6. Analisis Cash Flow Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU .................................................... 95
7. Analisis Cash Flow Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU .................................................... 97
8. Analisis Cash Flow Pengembangan Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU .................................... 99
9. Analisis Cash Flow Pengembangan Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU .................................... 101
10. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Benih Ikan Lele Sebesar 28 Persen Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................. 103
11. Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Cacing Sutra Sebesar 97 Persen Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................. 105
12. Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Pelet Hiprovit Sebesar 56 Persen Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................. 107
13. Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Pelet 99 Sebesar 250 Persen Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................. 109
14. Analisis Switching Value Penurunan Harga Ikan Lele Ukuran Konsumsi Sebesar 48 Persen Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................ 111
15. Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Pelet 782 Sebesar 93 Persen Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................. 113
16. Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Pelet Hiprovit Sebesar 85 Persen Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................. 115
17. Daftar Kuisioner Pada Pengusahaan Ikan Lele ............................. 117
18. Pola Tanam Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPPMPU ............................................................................. 122
19. Pola Tanam Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ............................................................................... 123
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri
atas perairan, sehingga laut mempunyai potensi yang sangat besar. Beragam jenis ikan
yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti udang, tuna, cakalang, ubur-ubur, kepiting,
ikan hias, karang-karangan, termasuk mutiara dan rumput laut sangat mudah didapat pada
perairan Indonesia 1).
Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan
perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai
6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan saat ini sebesar 4,4 juta ton per tahun
(70 persen). Sementara itu, potensi Indonesia di sektor perikanan budidaya sebesar 15,95
juta hektar. Potensi budidaya ini terdiri atas potensi budidaya air tawar sebesar 2,23 juta
hektar, budidaya air payau 1,22 juta hektar, dan potensi budidaya laut sebesar 12,44 juta
hektar. Pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan budidaya, saat ini baru sekitar 10,1
persen untuk budidaya air tawar, 40 persen untuk budidaya air payau, dan 0,01 untuk
budidaya laut. Total produksi perikanan budidaya nasional saat ini baru sekitar 1,6 juta
ton per tahun. Kegiatan budidaya ikan di Indonesia dapat dilakukan sepanjang tahun, hal
ini dikarenakan kondisi perairan di Indonesia beriklim tropis 2).
Selama ini kegiatan budidaya lebih banyak dilakukan oleh pembudidaya skala
kecil yang belum memiliki akses terhadap manajemen usaha, pasar dan permodalan.
Dalam rangka pemerataan pembangunan, sektor budidaya perikanan dapat dijadikan
salah satu sektor penggerak perekonomian. Apabila dibandingkan dengan sektor
perikanan tangkap yang penuh dengan ketidakpastian, sektor budidaya tampak lebih
menjanjikan untuk dikembangkan. Dilihat dari penggunaan lahan, modal sumberdaya
manusia mau pun manajemennya, usaha budidaya memungkinkan masyarakat melakukan
usahanya dengan daya dukung yang terbatas.
Permintaan terhadap ikan dan produk perikanan lainnya dalam sepuluh tahun
terakhir meningkat, terutama setelah munculnya wabah penyakit sapi gila, flu burung,
serta penyakit kuku dan mulut. Disamping itu, sekarang ini sedang terjadi perubahan
kecenderungan konsumsi dunia dari protein hewani ke protein ikan. Komoditi perikanan
merupakan komoditi ekspor dimana kebutuhan ikan dunia meningkat rata-rata 5 persen
per tahun.
1) Tribun Timur.2007. Konsumsi Ikan Menjamin Sehat dan Cerdas. http://www.tribun-timur.com. Diakses pada tanggal 20 Juni 2009.
2) Departemen Kelautan dan Perikanan. www.dkp.go.id. Indonesia dan Negara Asia, Up Date Data Perikanan. Diakses pada tanggal 20 Juni 2009.
Pada saat ini konsumsi ikan masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan.
Hal ini dapat dilihat dari konsumsi ikan masyarakat Indonesia yang walau pun masih
rendah, tetapi terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tingkat konsumsi ikan
meningkat dari 22,58 kilogram per kapita per tahun pada Tahun 2004, pada Tahun 2007
meningkat menjadi 28,28 kilogram per kapita, sedangkan pada Tahun 2008 naik menjadi
29,98 kilogram per tahun 3). Peningkatan tersebut terjadi akibat keberhasilan program
pemerintah yaitu, pemerintah mencanangkan program Gerakan Makan Ikan (Gemarikan)
dan Pembentukan Forum Peningkatan Konsumsi Ikan Nasional (Forikan). Dengan
adanya program pemerintah tersebut diharapkan dapat terus terjadi semakin
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi ikan.
Ikan merupakan salah satu jenis lauk-pauk yang dapat dikategorikan makanan
empat sehat lima sempurna. Daging ikan memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan
dengan daging lainnya, seperti daging ayam dan daging sapi. Perbandingan nilai gizi
yang terkandung dalam berbagai sumber protein hewani dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Zat Gizi yang Terkandung dalam Beberapa Sumber Protein Hewani Per Kilogram
Unsur Gizi Lele Mas Kembung Udang Tawes Betok Sapi Ayam
Air (gram) 75,10 80,00 76,00 78,50 82,00 75,00 66,00 63,3
Protein (gram)
37,00 16,00 22,00 18,10 9,7 17,50 18,00 18.20
Lemak (gram) 4,80 2,00 1,00 0,10 5,1 5,00 14,00 25,00
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2003)
Berdasarkan Tabel 1, ikan lele memiliki kandungan gizi yang paling baik
dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Daging ikan lele mengandung
protein yang berkualitas tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya dan hewan
lainnya. Protein dalam ikan sangat baik, karena tersusun dari asam-asam amino yang
dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan. Selain itu protein ikan amat mudah dicerna dan
diabsorbsi tubuh (DKP 2003). Ikan pun sering disebut juga sebagai makanan untuk
kecerdasan karena mengandung lemak omega-3 yang berfungsi sebagai asam lemak otak
yang terutama berperan dalam proses tumbuh kembang otak janin.
3) Tempo Interaktif. 2009. Penduduk Yogya Kekurangan Ikan Lele. www.tempointeraktif.com. Diakses pada tanggal 19 November 2009
Salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi perikanan air
tawar yaitu Kabupaten Bekasi. Kabupaten Bekasi memiliki potensi sumberdaya
perikanan yang cukup besar dengan berbagai jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis
tinggi, serta didukung oleh luas perairan umum (rawa) sekitar 74 hektar, lahan kolam 785
hektar, lahan tambak 12.000 hektar, dan lahan sawah berpengairan teknis yang
memungkinkan untuk usaha budidaya mina padi seluas 43.173 hektar (Dinas Peternakan,
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bekasi 2009).
Tersedianya sumberdaya dan faktor klimatologis yang mendukung serta
peluang pasar yang terbuka menjadikan kegiatan usaha budidaya perikanan di
Kabupaten Bekasi mengalami perkembangan yang baik. Hal ini terlihat dari data
peningkatan produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar Ikan Konsumsi di Kabupaten Bekasi Tahun 2004-2008
No Jenis Ikan
Produksi (ton)
Jumlah
Presentasi Kenaikan Produksi
(%) 2004 2005 2006 2007 2008
1. Mas 34.4 62 105.6 96.8 101.46 400.26 22.32%
2. Gurame 8.5 33.3 24.5 17.5 18.4 102.2 35.98
3. Lele 96.5 96.7 107.3 159.4 176.77 636.67 23.27%
4. Tawes 17.8 16.3 13.8 16.3 14.88 79.08 (15.61%)
5. Nila 62.4 85 115 120.5 130.5 513.4 21.15%
Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bekasi (2009)
Berdasarkan Tabel 2, tingkat produksi ikan lele di Kabupaten Bekasi pada Tahun
2004-2008 mencapai angka 636,67 ton, mengalami peningkatan produksi sebesar 23,27
persen. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Bekasi dapat diketahui bahwa produksi ikan budidaya air tawar di Kabupaten Bekasi
pada tahun 2004-2008 yang masih mengalami peningkatan salah satunya adalah ikan lele
dumbo.
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan jenis ikan konsumsi yang
memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan, karena ikan lele adalah salah
satu komoditas perikanan budidaya unggulan yang dikembangkan secara optimal di darat.
Oleh karena itu ikan lele memiliki prospek pasar cukup cerah dilihat dari kelebihan ikan
lele, yaitu dapat tahan hidup sehingga masyarakat senantiasa mengkonsumsinya dalam
keadaan segar. Selain itu beberapa keunggulan dari ikan lele sebagai komoditas budidaya
diantaranya ikan ini dapat dipijahkan sepanjang tahun, tumbuh lebih cepat, dapat hidup
pada lingkungan yang kotor dan sedikit oksigen, dapat mencapai ukuran yang lebih besar,
dan dapat diberikan pakan tambahan bermacam-macam (Agriminakultura 2008).
Salah satu aspek penting dalam melakukan pengusahaan ikan lele adalah kegiatan
pemasaran. Hal ini sangat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat, sebab
dalam upaya tersebut dapat menentukan hasil distribusi produksi perikanan dari tangan
produsen ke konsumen. Sebelum melakukan pemasaran perlu adanya upaya pra
pemasaran yang dapat meningkatkan mutu produksi perikanan air tawar yaitu kegiatan
pembenihan dan pembesaran ikan lele. Cara ini dianggap mampu mempertahankan mutu
produk dari produsen hingga konsumen dan merupakan salah satu mata rantai
perekonomian strategis yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Pengusahaan perikanan air tawar yang ada di daerah Kabupaten Bekasi, salah
satunya terdapat di Kecamatan Babelan. Di Kecamatan Babelan ini terdapat beragam
komoditas ikan konsumsi yang diusahakan, seperti ikan patin, gurame, mujair, mas, dan
lele. Untuk jenis ikan konsumsi, ikan lele dumbo adalah komoditas yang banyak
diusahakan oleh para petani di Babelan. Pengusahaan ikan lele dumbo pada Kecamatan
Babelan ini tergabung dalam kelompok tani yaitu Kelompok LPPMPU (Lembaga
Pemberdayaan Pemuda dan Masyarakat Peduli Umat).
Pengusahaan ikan lele yang dilakukan pada kelompok tani LPPMPU diantaranya
pengusahaan pembenihan ikan lele (termasuk pendederan) dan pengusahaan pembesaran
ikan lele. Pengusahaan pembenihan dilakukan untuk mendapatkan benih yang berkualitas
dengan ukuran sekitar 5-5,5 cm, sedangkan pengusahaan pembesaran ikan lele
merupakan kegiatan menghasilkan ikan lele ukuran konsumsi yaitu 9-10 ekor per
kilogram.
Tujuan dari kelompok tani LPPMPU dalam jangka pendek adalah memperoleh
keuntungan yang maksimal dari hasil kegiatan yang dilakukan, sedangkan tujuan jangka
panjangnya adalah mempertahankan keberlangsungan hidup dan mengembangkan
usahanya menjadi skala besar dari anggota kelompok tani LPPMPU. Oleh karena itu,
dalam rangka mencapai tujuan tersebut kelompok tani LPPMPU perlu mengelola
usahanya dengan baik. Dengan demikian, pentingnya melakukan analisis kelayakan
pengusahaan ikan lele pada kelompok tani LPPMPU yaitu dapat membantu para pelaku
yang terkait didalamnya menyusun alternatif-alternatif yang baik sehingga dapat
memajukan usaha tersebut sesuai dengan aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial
dan lingkungan, aspek pasar serta memastikan bahwa akan memberikan hasil yang
optimal. Dengan adanya analisis tersebut juga dapat melakukan keputusan dengan baik
mengenai upaya dalam memasarkan produk yang dihasilkan, agar kegiatan yang
dilakukan dapat memberikan keuntungan bagi pihak yang terlibat khususnya bagi petani
ikan lele. Hal tersebut dapat diketahui dengan menggunakan analisis finansial melalui
beberapa kriteria kelayakan usaha, yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal
Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP). Selain itu juga dilakukan pula tingkat
sensitivitas apabila terjadi perubahan yang berkaitan dengan perubahan manfaat dan
biaya.
1.2. Perumusan Masalah
Keanekaragaman jenis ikan memberi peluang besar dalam kegiatan budidaya
perikanan ikan air tawar, baik usaha perikanan tangkap maupun perairan umum (waduk,
danau, sungai, dan rawa) serta usaha budidaya ikan di kolam, keramba, dan jaring apung.
Sektor budidaya telah berkembang menjadi sektor usaha yang memiliki peranan penting
terutama sebagai sumber lapangan kerja, sumber bagi pendapatan masyarakat serta
sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat.
Salah satu sektor budidaya yang memiliki potensi adalah pengusahaan ikan lele
dumbo. Dengan semakin dikenalnya konsumsi ikan lele di kalangan masyarakat jumlah
pedagang pecel lele semakin meningkat, sehingga meningkat pula permintaan terhadap
ikan lele dumbo setiap tahunnya. Untuk itu pengusahaan ikan lele pada tahap pembenihan
dan pendederan merupakan usaha yang cukup penting bagi pengusahaan pembesaran ikan
lele ukuran konsumsi.
Keberhasilan produksi pembesaran ikan ukuran konsumsi tergantung pada
ketersediaan benih ikan lele yang baik, karena benih merupakan salah satu faktor penting
yang menunjang keberhasilan pengusahaan ikan lele. Benih perlu tersedia dalam jumlah
yang tepat dan kualitas yang baik. Benih yang baik akan menghasilkan ikan dengan
pertumbuhan yang cepat dan tahan terhadap penyakit.
Salah satu alternatif usaha yang berkembang di Provinsi Jawa Barat adalah ikan
lele. Pengusahaan jenis ikan ini memiliki keunggulan, yaitu dapat dibudidayakan di lahan
dan sumber air terbatas dengan padat tebar tinggi, serta dapat dipijahkan sepanjang tahun.
Daerah yang memiliki potensi untuk melakukan kegiatan pengusahaan ikan lele di
Propinsi Jawa Barat salah satunya adalah Kabupaten Bekasi, Kecamatan Babelan.
Kegiatan pengusahaan ikan lele yang dilakukan di daerah Kecamatan Babelan
yaitu dari kegiatan pembenihan, pendederan dan pembesaran. Petani ikan lele di
Kecamatan Babelan terbentuk dalam kelompok tani yang dinamakan LPPMPU. Pada
awalnya pengusahaan ikan lele di Kecamatan Babelan sudah berkembang dengan pesat,
namun perkembangannya telah menyebabkan penurunan mutu benih yang dihasilkan.
Permasalahan yang dihadapi pada pengusahaan ikan lele ini yaitu turunnya kualitas dan
kuantitas benih ikan lele yang dihasilkan oleh para petani, baik pertumbuhan, daya tahan
terhadap penyakit, maupun kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungannya,
serta kurang pengetahuan dalam kegiatan produksi sehingga produksi yang dihasilkan
tidak kontinyu. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan produksi yang dihasilkan oleh
petani ikan lele yang mengakibatkan para petani ikan lele tidak mampu mencukupi
permintaan ikan lele ukuran konsumsi khususnya untuk daerah Kabupaten Bekasi.
Selain itu, permasalahan yang dihadapi oleh petani adalah belum menerapkan
pola tanam yang teratur, sehingga penebaran benih dan masa pemeliharaan tidak teratur.
Masa pemeliharaan yang tidak teratur berpengaruh terhadap pemberian pakan yang
berlebihan selama menjalankan pengusahaan ikan lele, serta penebaran benih yang tidak
teratur berpengaruh terhadap perkembangan ikan itu sendiri, yang dapat menyebabkan
ukuran ikan tidak sama besar.
Kendala lain yang dihadapi petani adalah biaya produksi pengusahaan ikan lele
sering kali mengalami fluktuasi dalam produksi dan harga. Kegiatan utama dalam
pengusahaan ikan lele dumbo adalah produksi, sedangkan dalam berproduksi
memerlukan input-input produksi dimana harga-harga input (pakan atau pelet baik untuk
induk maupun benih, serta hormon perangsang untuk pemijahan) dipengaruhi oleh nilai
tukar mata uang, serta adanya keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani untuk
mengembangkan usahanya menjadi skala usaha besar. Hal ini dapat dilihat dari
permasalahan petani untuk menambah lahan dan kolam sebagai proses produksi masih
kurang, dikarenakan masih terbatasnya modal yang dimiliki oleh petani.
Pada awal melakukan pengusahaan ikan lele dumbo membutuhkan investasi yang
tidak sedikit, sehingga diperlukan biaya yang cukup besar untuk mempersiapkan dan
melaksanakan usaha ini. Meskipun tingkat keberhasilannya tinggi karena dalam
pengusahaan ikan lele dumbo tergolong hewan yang mudah untuk dibudidayakan, tetapi
besarnya biaya yang dikeluarkan harus diperhitungkan dengan hasil yang akan diperoleh.
Besar kecilnya investasi yang dikeluarkan disesuaikan dengan skala usaha yang
dilakukan dan tingkat pendapatan atau keuntungan yang diperoleh. Oleh karena itu
diperlukan analisis kelayakan pengusahaan ikan lele dumbo untuk mengetahui apakah
pengusahaan ikan lele ini layak untuk dilaksanakan, sehingga investasi yang dikeluarkan
untuk melakukan usaha ini dapat membuahkan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan.
Investasi yang dikeluarkan pada masing-masing anggota kelompok tani LPPMPU
dalam pengusahaan ikan lele dumbo belum dianalisis kelayakannya secara finansial
maupun non finansial, sehingga belum dapat diketahui apakah usaha ini akan
mendatangkan keuntungan atau kerugian bagi kelompok tani LPPMPU. Selain itu juga
pentingnya melakukan analisis kelayakan pengusahaan ikan lele dumbo pada kelompok
tani LPPMPU adalah untuk mengembangkan usaha yang dijalankan di masa mendatang,
agar pengusahaan ikan lele dumbo tersebut menjadi skala usaha besar serta mampu
memenuhi permintaan ikan lele dumbo ukuran konsumsi khususnya di Kota Bekasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi
dalam pengusahaan ikan lele dumbo dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana kelayakan pengusahaan ikan lele di daerah penelitian dilihat dari
aspek non finansial yaitu aspek pasar, teknis, manajemen, serta aspek sosial
dan lingkungan?
2. Bagaimana kelayakan finansial pengusahaan ikan lele dilihat dari kriteria
investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C
Ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP)?
3. Bagaimana pengaruhnya jika terjadi peningkatan biaya produksi dan
penurunan harga jual output (benih ikan lele) pada pengusahaan ikan lele?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele dilihat dari aspek non finansial yaitu
aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, serta aspek sosial dan lingkungan.
2. Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan ikan lele dilihat dari kriteria investasi
yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal
Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP).
3. Menganalisis sensitivitas pengusahaan ikan lele, apabila terjadi perubahan pada
harga pakan dan harga jual output yaitu benih dan ikan lele ukuran konsumsi.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. Bahan informasi dan bahan rujukan penelitian bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
2. Bahan informasi bagi pihak perbankan atau non bank mengenai tingkat
pengembalian investasi dan kelayakan pengusahaan ikan lele, sehingga dapat
memberikan daya tarik bagi mereka untuk menanamkan modal pada kegiatan
tersebut.
3. Bagi pembudidaya ikan lele, sebagai salah satu rekomendasi untuk pengambilan
keputusan dalam mengembangkan usaha yang sedang dijalankan.
1.5. Ruang Lingkup
Penelitian ini hanya dilakukan di Desa Kedung Pengawas, Kecamatan Babelan,
Kabupaten Bekasi. Penelitian ini membahas mengenai pengusahaan ikan lele dengan
menggunakan kolam semen dan kolam terpal. Kegiatan yang dilakukan dalam
pengusahaan ikan lele ini adalah pembenihan ikan lele yang menghasilkan benih
berukuran 5-5,5 cm, sedangkan pengusahaan pembesaran ikan lele menghasilkan 9-10
ekor per kilogram. Adapun analisis kelayakan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, serta
aspek sosial dan lingkungan, sedangkan aspek finansial meliputi Net Present Value
(NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan
Payback Period (PP). Hasil perhitungan pada aspek finansial menggunakan cashflow
yang diolah dengan menggunakan sofware Microsoft Excel.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karekteristik Ikan Lele Dumbo
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah
dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau
Jawa, baik dibudidayakan di kolam maupun di keramba (sungai, danau dan
irigasi). Sebagai bagian kelompok hewan berdarah dingin, sebagian besar ikan
termasuk ikan lele sangat efisien dalam mengonversi energi yang berasal dari
pakan menjadi protein (Khairuman dan Amri 2008). Hal ini tentu sangat
menguntungkan karena dalam pembudidayaan ikan lele dumbo, pakan merupakan
komponen biaya investasi yang cukup besar. Pemanfaatan pakan secara efektif
akan menyokong laju pertumbuhan. Artinya, pakan yang diberikan dapat
sepenuhnya dimanfaatkan untuk memacu laju pertumbuhan yang lebih cepat
sehingga masa pemeliharaan dapat dipersingkat.
Lele dumbo adalah ikan pendatang baru yang merupakan keturunan lele
hasil persilangan antara lele asli dari Taiwan dan lele yang berasal dari Afrika.
Ikan hasil persilangan ini kemudiaan diintroduksi (dimasukkan) ke negara
Indonesia sekitar tahun 1986. Karena ukuran tubuhnya yang cepat besar atau
bongsor dan melebihi ikan lele lokal, lele ini kemudian dinamakan lele dumbo.
Kata ”dumbo” diduga berasal dari kata “jumbo” yang berarti berukuran besar atau
raksasa (Khairuman dan Amri 2008).
Seperti umumnya ikan dari jenis ikan lele dumbo memiliki kulit tubuh
yang licin, berlendir, dan tidak bersisik. Jika terkena sinar matahari, warna tubuh
lele berubah menjadi pucat dan jika terkejut warna tubuhnya berubah menjadi
loreng seperti mozaik hitam-putih. Mulut ikan lele dumbo relatif lebar, yaitu
lebih kurang ¼ dari panjang total tubuhnya. Tanda spesifik lainnya dari lele
dumbo adalah adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8 buah yang berfungsi
sebagai alat peraba saat bergerak atau ketika mencari makan (Khairuman dan
Amri 2008).
Sebagai alat bantu untuk berenang, lele dumbo memiliki tiga buah sirip
tunggal, yakni sirip punggung, sirip ekor, sirip dubur. Lele dumbo juga memiliki
sirip berpasangan, yaitu sirip dada dan sirip perut. Sirip dada dilengkapi dengan
sirip yang keras dan runcing yang disebut dengan patil. Patil ini berguna sebagai
senjata dan alat bantu untuk bergerak (Khairuman dan Amri 2008).
2.2. Habitat dan Tingkah Laku Ikan Lele
Habitat atau lingkungan hidup lele dumbo adalah air tawar. Seperti sungai
yang alirannya air tidak terlalu deras, atau perairan yang tenang misalnya danau,
waduk, rawa serta genangan-genangan kecil (kolam). Menurut Agriminakultura
(2008), salah satu sifat lele dumbo adalah suka meloncat ke darat terutama pada
malam hari. Munculnya sifat ini karena lele merupakan hewan yang aktivitas
hidupnya dilakukan pada malam hari atau biasa disebut hewan nocturnal. Sifat ini
akan lebih tampak pada saat lele dumbo mencari makan, itulah sebabnya lele
dumbo akan lebih suka berada di tempat gelap dibandingkan dengan berada di
tempat yang terang. Sifat lain dari ikan lele dumbo adalah memiliki kebiasaan
mencari makan di dasar perairan (bottom feeder) yang menyebabkan air kolam
tampak keruh.
Lele dumbo dilengkapi insang tambahan (organ arborescent) yang dikenal
dengan sebutan labyrinth. Dengan organ ini lele dumbo bisa hidup dalam lumpur
atau kandungan oksigennya sedikit. Bahkan dengan organ tersebut, lele dumbo
mampu hidup di luar air selama beberapa jam asalkan udara sekitarnya cukup
lembab (Khairuman dan Amri 2008).
Kualitas air tidak menjadi masalah untuk ikan lele tidak seperti ikan-ikan
lainnya, lele tidak menuntut air yang berkualitas misalnya air yang jernih dan air
yang mengalir. Karena itu ikan lele bisa dipelihara di kolam penampungan
buangan air di belakang rumah, bahkan dicomberan sekalipun (Khairuman dan
Amri 2008). Pada kelompok tani LPPMPU kolam yang digunakan untuk
pengusahaan ikan lele menggunakan kolam semen dan kolam terpal yang terletak
di sekitar halaman rumah para petani ikan lele. Dalam pengusahaan ikan lele perlu
juga diperhatikan keadaan suhu air dan tingkat keasaman air (pH). Kondisi iklim
di derah Kecamatan Babelan cukup mendukung untuk melakukan pengusahaan
ikan lele yaitu berkisar antara 27-32 0C, sedangkan tingkat keasaman air tanah
yang dipergunakan untuk kegiatan produksi ikan lele sebesar 7,3.
Ditinjau dari jenis makanannya pakan alami ikan lele dumbo adalah
binatang renik yang hidup di dasar mau pun di dalam air seperti jentik-jentik
nyamuk, larva serangga, anak-anak siput, kutu air, dan sisa bahan organik yang
masih segar. Lele juga bersifat kanibal, yaitu makan sesama ikan yang ukurannya
lebih kecil bila kekurangan pakan (Agriminakultura 2008).
2.3. Kegiatan Budidaya Ikan Lele
Dalam budidaya lele atau perikanan pada umumnya dikenal adanya
subsistem atau kegiatan pembenihan (termasuk didalamnya pemijahan), kegiatan
pendederan dan kegiatan pembesaran. Ketiga kegiatan tersebut saling
berhubungan dalam melakukan pengusahaan ikan lele. Jika ada permasalahan
dalam suatu subsistem, maka akan berpengaruh terhadap subsistem lainnya. Pada
saat ini sebagian besar petani ikan lele mulai memilih kegiatan yang lebih spesifik
seperti spesialisasi pembenihan, spesialisasi pendederan, dan spesialisasi
pembesaran. Dengan demikian, peluang usaha budidaya ikan lele dari masing-
masing subsistem akan terbuka lebar, karena kegiatan pendederan dan
pembesaran tidak akan dapat berjalan apabila tidak ada kegiatan pembenihan, dan
begitu juga sebaliknya kegiatan pembenihan tidak akan dapat berjalan jika tidak
ada kegiatan pendederan dan pembesaran. Sehingga tidak ada masyarakat yang
akan mengkonsumsi ikan lele (Agriminakultura 2008).
2.3.1. Kegiatan Pembenihan Ikan Lele
Secara umum pembenihan adalah kegiatan budidaya lele untuk
menghasilkan benih sampai berukuran tertentu dengan cara mengawinkan induk
jantan dan betina pada kolam-kolam khusus pemijahan. Kegiatan pembenihan
bisa dilakukan di dalam ruangan tertutup atau di ruang terbuka di sekitar rumah.
Usaha budidaya ikan lele bermula dari kegiatan menghasilkan benih, untuk
selanjutnya didederkan dan dibesarkan sampai mencapai ukuran konsumsi
(Agriminakultura 2008).
Tahapan dalam kegiatan pembenihan diawali dengan penyiapan media
unit pembenihan, manajemen atau pengelolaan induk yang baik, pemijahan,
sampai dengan penetasan telur menjadi telur atau larva yang kemudian
dilanjutkan dengan usaha pemeliharaan larva sampai ukuran tertentu untuk
tahapan pendederan. Induk yang akan dipijahkan dipilih yang sudah matang
kelamin dan umurnya tidak kurang dari satu tahun.
Menurut peternak ikan lele, ciri induk betina ikan lele yang telah siap
untuk dipijahkan diantaranya bagian perut tampak membesar kearah anus dan jika
diraba terasa lembek, lubang kelamin berwarna kemerahan dan tampak agak
membesar. Jika bagian perut secara perlahan diurut kearah anus, akan keluar
beberapa butir telur berwarna kekuning-kuningan dan ukurannya relatif besar,
serta pergerakannya lamban dan jinak, sedangkan ciri-ciri induk ikan lele jantan
yang telah siap untuk dipijahkan diantaranya alat kelamin tampak jelas dan lebih
runcing, warna tubuh agak kemerah-merahan, tubuhnya ramping dan gerakannya
lincah.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam kegiatan pemijahan ikan
lele. Saat ini dikenal 3 cara pemijahan, yaitu pemijahan secara alami, pemijahan
semi alami, dan pemijahan buatan. Pemijahan alami diartikan sebagai pemijahan
yang dilakukan dengan cara induk tidak diberi rangsangan, sehingga memijah
secara alami (memijah dengan sendirinya di kolam pemijahan). Pemijahan semi
alami adalah pemijahan dengan cara induk diberi rangsangan dari kelenjar
hipofisa atau hormon ovaprim agar terangsang untuk segera memijah dan
melakukannya secara alami atau memijah sendiri. Adapun pemijahan buatan
adalah induk diberi rangsangan atau suntikan kelenjar hipofisa atau hormon
ovaprim, kemudian memijah secara buatan dengan bantuan manuasi. Untuk
diketahui, kelenjar hipofisa berada di kepala ikan di bawah otak, sementara
ovaprim merupakan hormon (campuran GnRh dan Domperidone).
Pada kelompok tani LPPMPU petani yang melakukan pengusahaan ikan
lele dalam kegiatan pembenihan atau pemijahan dengan cara pemijahan semi
alami yaitu dengan menggunakan ovaprim dan aqua destilata. Teknik
pembenihan dilakukan dengan memilih terlebih dahulu induk ikan lele yang siap
untuk dipijahkan, kemudian dari masing-masing induk ikan lele tersebut
disuntikkan ovaprim yang telah dicampur dengan aqua destilata. Setelah induk
ikan lele disuntik dengan ovaprim maka ikan tersebut ditempatkan pada kolam
pemijahan yang telah disiapkan sebelumnya. Dalam waktu 24 jam induk ikan lele
tersebut akan menghasilkan telur sebanyak 25.000 butir telur yang terletak pada
kakaban atau sarang telur.
Proses produksi pembenihan ikan lele terdiri dari beberapa tahap yaitu
persiapan kolam, pemeliharaan induk, seleksi induk, penyuntikan, pemijahan
induk, penetasan telur, pemeliharaan larva, pencegahan dan pengobatan penyakit,
pemanenan larva dan pengepakan. Pada kegiatan pembenihan ikan lele
menghasilkan benih yang telah berumur 15-17 hari yang berukuran 0,9-1,3 cm,
yang kemudian akan dibesarkan pada kegiatan pendederan ikan lele.
2.3.2. Kegiatan Pendederan Ikan Lele
Pendederan bisa diartikan sebagai pembesaran larva dari ukuran benih
sampai ukuran tertentu untuk dipelihara pada tahap pembesaran atau untuk dijual
kepada peternak pembesaran. Ukuran siap jual (hasil pendederan) yang umumnya
berlaku di kalangan peternak lele adalah 1-3 cm (benih), 3-5 cm (pendederan 1),
dan 5-8 cm (pendederan 2) (Khairuman dan Amri 2008).
Menurut Khairuman dan Amri K (2008) pendederan pertama adalah
pemeliharaan benih ukuran 1-3 cm menjadi ukuran 3-5 cm. Pendederan kedua
adalah pemeliharaan benih hasil pemeliharaan pendederan pertama 3-5 cm
menjadi 5-8 cm. Rata-rata lama masa pendederan adalah 3-4 minggu. Adapun
tempat kegiatan pendederan itu bisa dilakukan di jaring apung, terpal plastik,
maupun di kolam tanah (tembok/semen).
Kegiatan pendederan yang dilakukan pada kelompok tani LPPMPU adalah
pendederan kedua yaitu menghasilkan benih yang berukuran 5-5,5 cm. Kolam
yang pergunakan untuk pemeliharaan benih ikan lele adalah kolam semen dan
kolam terpal. Masa pemeliharaan benih ikan lele adalah selama 1 bulan dari awal
benih ditebar pada kolam pemeliharaan. Jenis pakan yang diberikan adalah pelet
99, dengan dosis yang diberikan adalah 3 kali sehari yaitu pada pagi hari, siang
hari, dan sore hari. Padat tebar dalam setiap kolam adalah sebanyak 22.500 ekor
benih ikan lele yang berukuran 0,9-1,3 cm.
Proses produksi pendederan ikan lele terdiri dari beberapa tahap yaitu
persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan benih, pemberian pakan,
pencegahan dan pengobatan penyakit, pemanenan benih dan pengepakan atau
panen.
2.3.3. Kegiatan Pembesaran Ikan Lele
Hasil pendederan 1 dan 2 hingga ukuran 5-8 cm belum bisa langsung
untuk dikonsumsi. Ikan ukuran seperti ini harus dipelihara lagi untuk tahapan
pembesaran sampai mencapai ukuran layak konsumsi, yaitu minimal 200 gram
per ekor (5-6 ekor per kg). oleh karena itu, tahapan pembesaran merupakan
tahapan penting dalam pemeliharaan ikan lele supaya bisa menghasilkan ikan
panenan yang diterima konsumen untuk langsung dijadikan ikan konsumsi
(Khairuman dan Amri 2008).
Pembesaran ikan lele dapat dilakukan di kolam tanah atau kolam tembok
atau kolam yang menggunakan bak plastik (terpal). Untuk jenis kolam, ada tiga
ketegori utama yang bisa digunakan sebagai tempat pembesaran ikan lele.
Pertama adalah kolam tanah, yaitu kolam yang dasar dan dinding atau tanggulnya
tanah. Kemudian, kolam yang dasarnya tanah dengan dinding tembok, kolam
yang semuanya tembok atau beton (dasar dan dindingnya tembok), dan
menggunakan jaring atau waring untuk memelihara di sungai, danau, maupun
waduk (Khairuman dan Amri 2008).
Kegiatan pembesaran ikan lele pada kelomok tani dilakukan dengan
menggunakan kolam semen dan kolam yang dindingnya semen tetapi dasarnya
adalah tanah. Dalam kegiatan pembesaran kelompok tani LPPMPU menghasilkan
ikan lele ukuran konsumsi 9-10 ekor per kilogramnya. Masa pemeliharan pada
kegiatan pembesaran ikan lele yaitu membutuhkan waktu yang lebih lama bila
dibandingkan dengan kegiatan pembenihan dan pendederan yaitu selama 3 bulan,
sehingga petani LPPMPU dapat melakukan panen sebanyak 4 kali dalam setahun.
Jumlah benih yang ditebar dalam satu kolam adalah 4.000 ekor dengan
ukuran benih yang ditebar adalah pendederan kedua yaitu 5-5,5 cm. Jenis pakan
yang diberikan pada benih ikan lele adalah pelet 782 dan pelet hiprovit. Harga
ikan lele ukuran konsumsi yang siap panen adalah Rp 10.000,00 per kilogramnya.
2.4. Penanggulangan Hama dan Penyakit
Salah satu kendala yang sering dihadapi petani dalam budidaya ikan lele
adalah serangan hama dan penyakit. Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan
hama biasanya tidak sebesar serangan penyakit. Meskipun demikian, keduanya
harus mendapat perhatian sehingga budidaya lele dapat berjalan sesuai dengan apa
yang diharapkan. Pencegahan merupakan tindakan yang paling efektif
dibandingkan dengan pengobatan. Sebab, pencegahan dilakukan sebelum terjadi
serangan, baik hama maupun penyakit, sehingga biaya yang dikeluarkan tidak
terlalu besar (Khairuman dan Amri 2008).
1) Hama
Hama adalah organisme pengganggu yang dapat memangsa, membunuh dan
mempengaruhi produktivitas lele, baik secara langsung maupun secara bertahap. Hama
yang menyerang lele biasanya datang dari luar melalui aliran air, udara atau darat. Hama
yang berasal dari dalam biasanya akibat persiapan kolam yang kurang sempurna. Hama
yang sering menyerang ikan lele, terutama yang masih berukuran kecil adalah ular, belut,
dan cacing. Pada pengusahaan pembenihan ikan lele LPPMPU hama yang sering
menyerang pada benih ikan lele adalah cacing. Cacing tersebut berasal dari tempat
penampungan air, sehingga sebelum benih ikan lele ditebar pada kolam pemeliharaan
diberi garam dengan tujuan untuk membunuh hama atau cacing yang dapat menyebabkan
kematian pada benih ikan lele. Setelah pemberian garam dengan merata, maka cacing-
cacing tersebut akan mati dan mengambang dipermukaan air. Cacing yang sudah mati
diangkat dengan menggunakan serokan, jika pada kolam pemeliharaan sudah bersih dari
cacing maka benih siap ditebar.
2) Penyakit
Penyakit dapat diartikan sebagai organisme yang hidup dan berkembang di dalam
tubuh ikan lele sehingga organ tubuh ikan lele terganggu. Jika salah satu atau sebagian
organ tubuh ikan lele terganggu, akan terganggu pula seluruh jaringan tubuh ikan lele.
Kemudian penyakit akan timbul jika terjadi ketidakseimbangan antara kondisi ikan lele,
lingkugan dan pantogen. Ikan lele yang kondisi tubuhnya buruk, sangat besar
kemungkinan terserang penyakit. Sebaliknya, jika kondisinya tubuhnya baik, ikan lele
sangat kecil kemungkinan terserang penyakit. Kondisi tubuh yang buruk dapat
disebabkan oleh berbagai hal, seperti terjadinya perubahan lingkungan secara mendadak
yang membuat ikan lele mengalami stress atau terjadi luka dan pendarahan pada
tubuhnya.
Luka dan pendarahan dapat terjadi akibat penanganan kurang baik, terutama pada
saat panen, dan sistem pengangkutan yang kurang tepat. Demikian pula dengan kondisi
lingkungan. Jika lingkungan kurang baik, seperti kandungan oksigen di kolam rendah,
ada gas beracun atau terjadi pencemaran (baik limbah industri maupun limbah rumah
tangga), kondisi tubuh lele bisa manjadi lemah. Penyakit yang sering meyerang pada
tubuh ikan lele adalah bintik putih (white spot). Tanda-tanda ikan lele terkena penyakit
bintik putih adalah terdapat bintik-bintik putih pada kulit, sirip dan insang. Ikan lele
berenang sangat lemah dan selalu berenang dipermukaan air. Selain itu juga ikan lele
sering menggosokkan tubuhnya ke dasar kolam atau benda-benda keras. Cara
penanggulangannya yaitu dengan cara ikan lele yang terkena penyakit bintik putih
dipisahkan dengan ikan yang belum terserang penyakit tersebut. Ikan lele dimasukkan
pada kolam yang telah diberikan garam selama 3 jam. Setelah ikan lele diobati selama 3
jam, ikan lele tersebut diangkat dan dipindahkan pada kolam pemeliharaan yang baru,
sampai keadaan ikan lele tersebut pulih kembali.
2.5. Pakan Ikan Lele
Untuk hidup dan berkembang biak ikan lele memerlukan pakan. Jenis, ukuran
dan jumlah pakan yang diberikan tergantung dari ukuran dan jumlah ikan lele yang
dipelihara. Ada dua jenis pakan yang disukai ikan lele, yaitu pakan alami dan pakan
buatan. Pakan alami merupakan mikroorganisme yang hidup di dalam air, seperti
plankton, sedangkan pakan buatan adalah pakan yang di buat oleh manusia atau pabrik,
meskipun demikian pakan alami dapat dibuat dengan cara membudidayakannya.
Disamping pakan tersebut, ada satu lagi jenis pakan yang dapat diberikan, yaitu pakan
alternatif.
Pakan alternatif yang dapat diberikan kepada ikan lele antara lain ikan
rucah atau ikan-ikan hasil tangkapan dari laut yang sudah tidak layak dikonsumsi
manusia, limbah peternak ayam, limbah pemindangan ikan, dan daging bekicot
atau daging keong mas. Karena ikan lele tergolong karnivora atau pemakan
daging, pakan yang diberikan, baik buatan maupun alami harus yang mengandung
daging. Pakan buatan seperti pelet biasanya telah mengandung daging yang
berasal dari tepung ikan, dengan kandungan protein tidak kurang dari 30 persen.
Pakan buatan dalam bentuk pelet diberikan pada lele yang telah berukuran agak
besar, yakni 30 gram ke atas. Sementara itu, ikan lele yang berukuran lebih kecil
dapat diberi pakan pelet, tetapi dalam bentuk tepung atau crumble yang ukurannya
lebih besar daripada tepung. Ukuran pakan buatan yang diberikan disesuaikan
dengan bukaan mulut lele. Semakin kecil bukaan mulut, semakin kecil ukuran
pakan yang diberikan (Khairuman dan Amri 2008).
Jenis pakan ikan lele yang diberikan pada kelompok tani LPPMPU adalah keong
sawah dan pelet kasar merek Hiprovit untuk pakan induk ikan lele, sedangkan jenis pakan
yang diberikan pada benih ikan lele adalah cacing sutra, dan pelet halus (pelet 99 merek
Hiprovit). Dosis yang diberikan pada ikan lele adalah 3 kali dalam satu hari yaitu pada
pagi hari, siang hari, dan malam hari. Keong tidak dapat diberikan langsung pada induk
ikan lele, tetapi harus terlebih dulu dipisahkan cangkang dan dagingnya yaitu dengan cara
memecahkan cangkang (ditumbuk) kemudian diambil dagingnya. Setelah bersih dari
cangkang, daging keong bisa langsung diberikan pada induk ikan lele.
2.6. Hasil Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis kelayakan usaha
budidaya perikanan seperti lobster air tawar, udang dan budidaya ikan konsumsi maupun
ikan hias. Salah satunya adalah Perdana (2007) yang meneliti tentang “Analisis
Kelayakan Usaha secara Partisifasif pada Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Gurame
(Studi Kasus Kelompok Tani Tirta Maju, Desa Situgede)”. Analisis kelayakan usaha yang
dilakukan menunjukkan bahwa usaha keseragaman budidaya pembesaran ikan gurame
pada Kelompok Tani Tirta Maju layak untuk diimplementasikan dilihat dari aspek pasar,
aspek teknis, aspek manajemen maupun finansial. Analisis pendapatan usahatani
menunjukkan nilai keuntungan sebesar Rp 16.238.500,00 dan R/C sebesar 1,29,
sedangkan dalam analisis penilaian investasi usaha diperoleh nilai NPV, PI, IRR dan PBP
masing-masing sebesar Rp 10.433.512,00 : 1,67 ; 28,9 persen ; dan 2,9 periode. Namun
demikian, usaha ini masih termasuk kurang profitable dan menarik bagi bank atau
investor untuk menanamkan modalnya. Hal ini dikarenakan keuntungan per bulan usaha
ini selama 5 periode berjalan hanya sebesar Rp 260.838,00. Selain itu, pendapatan per
bulan setiap anggota yang terlibat berdasarkan nilai keuntungan satu periode hanya
sebesar Rp 225.535,00 dan lebih rendah dari kebutuhan rumah tangga yang mencapai Rp
450.000,00 per bulan.
Hasil perhitungan dari analisis sensitivitas menunjukkan bahwa kelayakan usaha
Tirta Maju cukup peka terhadap perubahan yang terjadi pada faktor harga jual ikan
gurame dan volume produksi. Sementara itu, perubahan pada faktor harga pakan buatan
(pelet) tidak terlalu berpengaruh terhadap kelayakan usaha ini. Pada kenaikan harga pelet
mencapai 61 persen dapat menyebabkan usaha ini menjadi tidak layak.
Afni (2008) yang melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Kelayakan
Pengusahaan Lobster Air Tawar (Kasus K’BLAT’S Farm, Kecamatan Gunung Guruh,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)”. Penelitian ini menggunakan 3 skenario yaitu,
sekenario I pada usaha pembenihan lobster air tawar arus penerimaan diperoleh dari hasil
penjualan benih lobster air tawar dan nilai sisa biaya investasi berupa tanah dan
bangunan. Tiap induk betina dapat menghasilkan 200 ekor telur dengan tingkat kematian
(SR) telur menjadi benih lobster berumur 2 bulan adalah 15 persen. Jadi, pada tiap
produksi didapatkan 10.000 butir telur dengan jumlah benih hidup sebanyak 8.500 ekor.
Hasil analisis kriteria investasi terhadap usaha pembenihan lobster diperoleh
NPV sebesar Rp 73.792.135,00. Net B/C sebesar 3,47 dan IRR sebesar 33 persen.
Menyatakan bahwa usaha pembenihan lobster air tawar layak untuk diusahakan. Pola
usaha pembenihan lobster air tawar memiliki periode pengembalian biaya investasi
selama 4,04 tahun. Hasil analisis sensitivitas pada usaha pembenihan lobster air tawar,
apabila terjadi penurunan produksi, kenaikan harga pakan, dan penurunan harga jual yang
masing-masing adalah 23,8 persen, 774,95 persen, dan 23,8 persen. Besarnya penurunan
produksi dan harga jual sebesar 23,8 persen menunjukkan bahwa usaha pembenihan
lobster air tawar ini masih layak apabila penurunan yang terjadi terhadap produksi dan
harga jual tidak lebih besar dari 23,8 persen. Sementara itu, besarnya kenaikan harga
pakan yang masih dapat mendatangkan keuntungan bagi usaha pembenihan lobster air
tawar adalah 774,95 persen. Hal ini berarti bahwa kenaikan harga pakan memiliki
pengaruh yang kecil terhadap kelangsungan usaha.
Pada usaha pembesaran lobster air tawar dengan menggunakan skenario II, arus
penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan lobster ukuran konsumsi dan diperoleh
dari hasil nilai sisa biaya investasi proyek berupa lahan serta bangunan. Jumlah benih
yang ditebar adalah 3.545 ekor dengan tingkat kematian benih (SR) adalah 25 persen,
sehingga jumlah lobster yang dapat di panen hanya 75 persen dari total benih yang
ditebar. Hasil analisis kriteria investasi terhadap usaha pembesaran lobster air tawar
diperoleh NPV sebesar Rp 112.563.989,00. Net B/C sebesar 4,22 dan IRR sebesar 41
persen. Hal ini menyatakan bahwa usaha pembesaran lobster air tawar layak untuk
diusahakan. Pola usaha pembesaran lobster air tawar memiliki periode pengembalian
biaya investasi selama 3,40 tahun.
Hasil analisis sensitivitas pada usaha pembesaran lobster air tawar menunjukkan
bahwa perubahan terhadap penurunan produksi, kenaikan harga pakan dan harga jual
masih layak apabila besarnya penurunan produksi dan harga jual tidak melebihi 23,11
persen. Jika penurunan yang terjadi lebih besar dari 23,11 persen, maka usaha
pembesaran lobster air tawar ini menjadi tidak layak. Sementara itu, kenaikan harga
pakan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap kelayakan usaha. Hal ini dapat dilihat
dari besarnya perubahan kenaikan harga pakan yang mencapai 571,77 persen, sehingga
dapat dilihat bahwa usaha pembesaran lobster air tawar sangat sensitif terhadap
perubahan produksi dan harga jual karena dapat mengubah tingkat kelayakan usahanya.
Pada pola usaha III yaitu usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar,
arus pemasukan diperoleh dari penjualan benih lobster dan penjualan lobster konsumsi.
Hasil analisis kriteria investasi terhadap usaha pembenihan dan pembesaran lobster air
tawar diperoleh nilai NPV sebesar Rp 138.280.330,00, Net B/C sebesar 5,14 dan IRR
sebesar 52 persen. Hal ini menyatakan bahwa usaha pembenihan dan pembesaran lobster
air tawar layak untuk diusahakan. Pola usaha pembenihan dan pembesaran lobster air
tawar memiliki periode pengembalian biaya investasi selama 2,79 tahun.
Hasil analisis sensitivitas pada usaha pembenihan dan pembesaran lobster air
tawar diperoleh apabila perubahan terhadap penurunan produksi dan penurunan harga
jual yang terjadi melebihi 34,87 persen, maka usaha pembenihan dan pembesaran lobster
air tawar ini menjadi tidak layak. Dengan perubahan kenaikan harga yang masih dapat
mendatangkan keuntungan bagi usaha ini adalah sebesar 828,33 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa kenaikan harga pakan memiliki pengaruh yang kecil terhadap
kelayakan usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar.
Anggraini (2008) melakukan penelitian yang berjudul ”Analisis Kelayakan
Finansial Usaha Ikan Mas (Cyprinus carpio) dengan cara Pemberokan (Kasus : Desa
Selajambe, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)”. Berdasarkan
hasil perhitungan analisis kelayakan finansial pada tingkat diskonto sebesar 5,5 persen
dan umur ekonomis selama 10 tahun menunjukkan bahwa usaha ikan Mas dengan cara
pemberokan pada ketiga skala usaha (kecil, menengah, dan besar) di daerah penelitian
layak diusahakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai NPV pada skala kecil sebesar
Rp 112,293 juta, pada skala menengah sebesar Rp 1.588,601 juta, dan pada skala besar
sebesar Rp 6.772,189 juta. Sementara itu nilai IRR yang diperoleh pada skala kecil
adalah 14 persen, pada skala menengah sebesar 59 persen, dan pada skala besar diperoleh
IRR sebesar 55 persen. Nilai Net B/C yang diperoleh pada skala usaha kecil adalah 1,511,
pada skala menengah adalah 4,45, dan pada skala besar adalah 4,19, sedangkan payback
period pada skala kecil yaitu 9 tahun 3 bulan, pada skala menengah adalah selama 2
tahun 10 bulan, dan pada skala besar adalah selama 3 tahun 7 bulan.
Jika dilihat dari nilai IRR, Net B/C, dan payback period pada ketiga skala usaha
tersebut, dapat disimpulkan bahwa usaha ikan Mas dengan cara pemberokan pada skala
menengah adalah yang paling efisien untuk diusahakan. Hal tersebut dikarenakan usaha
yang dilakukan pada skala menengah merupakan yang paling optimal di mana produksi
ikan Mas per meter perseginya sudah lebih sesuai dengan kondisi ideal menurut dinas
perikanan. Sementara itu untuk skala usaha kecil dan skala usaha besar, produksi ikan
Mas per meter perseginya belum mencapai kondisi ideal. Jumlah tenaga kerja yang
kurang seimbang dengan luas usaha yang diolah mengakibatkan sistem budidaya pada
skala usaha besar, khususnya cara pemupukan dan pemberian pakan, tidak dilakukan
secara optimal. Pada skala usaha kecil, penggunaan benih yang kurang berkualitas
menyebabkan usaha ikan Mas pada skala tersebut memiliki tingkat kelayakan lebih
rendah dibandingkan dengan skala lainnya.
Beberapa penelitian lain yang terkait dengan kelayakan usaha budidaya
komoditas perikanan juga dilakukan oleh Sugama (2008) yang melakukan penelitian
mengenai ”Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Kerapu Kecamatan Gerokgak,
Kabupaten Buleleng, Bali)”. Berdasarkan hasil analisis finansial diperoleh nilai NPV
pada usaha pembenihan ikan kerapu macan, kerapu bebek, kerapu sunu dan masing-
masing hasilnya adalah Rp 330.405.688,00, Rp 448.428.815,00, dan Rp 206.600.377,00
keuntungan yang diperoleh pada selama 10 tahun. Nilai IRR yang diperoleh yaitu pada
ikan kerapu macan sebesar 72 persen, ikan kerapu bebek sebesar 96 persen, dan ikan
kerapu sunu sebesar 46 persen, sedangkan nilai Net B/C yang diperoleh pada usaha
pembenihan ikan kerapu macan sebesar 3,179, pembenihan ikan kerapu bebek diperoleh
4,867, dan pembenihan ikan kerapu sunu diperoleh nilai sebesar 2,431. Payback period
yang diperoleh dalam usaha pembenihan ikan kerapu macan adalah 3 tahun, pembenihan
ikan kerapu bebek adalah 2 tahun 2,9 bulan dan untuk pembenihan ikan kerapu sunu
adalah 3 tahun 3,36 bulan.
Berdasarkan nilai-nilai tersebut maka usaha pembenihan ikan kerapu secara
masing-masing layak untuk diusahakan. Dari hasil analisis sensitivitas, diperoleh bahwa
usaha pembenihan ikan kerapu macan paling sensitif dan tidak layak diusahakan jika
terjadi pada penurunan harga benih, diikuti dengan pembenihan gabungan, pembenihan
kerapu bebek, dan pembenihan kerapu sunu tetapi masih layak untuk dilaksanakan. Jika
terjadi penurunan tingkat kematian (SR), usaha pembenihan ikan kerapu sunu dan ikan
kerapu macan merupakan usaha yang paling sensitif dan tidak layak untuk dilaksanakan,
diikuti dengan pembenihan kerapu gabungan, dan kerapu bebek tetapi masih layak untuk
dilaksanakan. Jika terjadi kenaikan harga telur, usaha pembenihan ikan kerapu sunu
merupakan usaha yang paling sensitif diikuti pembenihan ikan kerapu macan,
pembenihan ikan kerapu bebek, pembenihan ikan gabungan tetapi usaha masih tetap
layak untuk dilaksanakan.
Surahmat (2009), meneliti mengenai Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan
Larva Ikan Bawal Air Tawar Ben’s Fish Farm Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
Berdasarkan kriteria kelayakan finansial pada skenario I dengan tingkat diskonto 7,25
persen usaha pembenihan larva ikan bawal Ben’s Fisha Farm di cabang usaha yang ke 24,
diperoleh NPV lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 587.596.184,05 artinya usaha ini
layak untuk dilaksanakan, sedangkan nilai Net B/C rasio yang diperoleh sebesar 4,15
lebih besar dari satu yang berarti dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan selama umur
proyek mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 4,15 rupiah dan usaha ini layak
untuk dilaksanakan. Nilai IRR sebesar 61 persen lebih besar dari tingkat suku bunga
deposito, sedangkan waktu yang diperlukan untuk pengembalian total investasi selama 2
tahun 3 bulan.
Hasil analisis finansial dengan skenario II yang berasal dari modal pinjaman
diperoleh nilai NPV sebesar Rp 9.501.982,34 yang artinya usaha pembenihan larva Ben’s
Fish Farm di cabang yang ke 24 memberikan manfaat yang positif pada tingkat suku
bunga kredit 14 persen. Usaha tersebut jika dilaksanakan akan masih memperoleh
keuntungan yang sangat kecil yaitu sebesar Rp 9.501.982,34. Nilai Net B/C rasio sebesar
3,9 lebih besar dari satu yang berarti dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan selama
umur proyek mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 3,9 rupiah dan usaha ini layak
untuk dilaksanakan. Nilai IRR sebesar 21 persen lebih besar dari tingkat suku bunga
pinjaman sebesar 14 persen, artinya investasi di usaha ini masih menguntungkan dan
usaha ini layak untuk dilaksanakan. Waktu pengembalian modal investasi melebihi dari
10 tahun yang lebih besar dari umur proyek, sehingga usaha tersebut tidak layak.
Dari hasil analisis switching value untuk mengetahui tingkat perubahan harga jual
larva, penurunan produksi larva, dan kenaikan harga input (ovaprim), sehingga
keuntungan mendekati normal, dimana NPV mendekati atau sama dengan nol atau bisa
juga dengan menggunakan parameter IRR sama dengan tingkat suku bunga. Skenario I
dengan modal sendiri, penurunan harga jual larva yang masih dapat ditolerir sebesar 7,04
persen yaitu dari harga Rp 8 per ekor menjadi Rp 7,43 per ekor. Pengusahaan
pembenihan larva ikan bawal masih layak diusahakan apabila penurunan jumlah produksi
tidak melebihi 42,1 persen yaitu dari 29.030.400 ekor menjadi 16.810.661 ekor,
sedangkan untuk peningkatan harga input agar usaha tersebut masih layak diusahakan
sampai 95,89 persen. Untuk skenario II dengan modal pinjaman, tidak dilakukan
switching value karena dengan modal pinjaman usaha tidak layak untuk dilaksanakan
berdasarkan waktu pengembalian modal investasi yang lebih besar dari umur proyek.
Dengan demikian dapat disimpulkan berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial,
bahwa skenario I dengan modal sendiri usaha tersebut layak untuk dilaksanakan,
sedangkan dengan modal pinjaman tidak layak untuk dilaksanakan, hal ini dikarenakan
waktu pengembalian investasi lebih besar dari umur proyek. Hasil analisis switching
value usaha tersebut sangat sensitif terhadap perubahan harga jual larva ikan bawal.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, persamaan penelitian yang dilakukan
dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada kriteria analisis kelayakan usaha yaitu
menggunakan alat analisis data seperti NPV, Net B/C, IRR, Payback Period dan analisis
Switching value. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
mengambil topik dan komoditi yang berbeda yaitu analisis kelayakan usaha ikan lele dan
tempat yang berbeda dengan yang sebelumnya. Narasumber dalam penelitian ini
merupakan kelompok tani LPPMPU (Lembaga Pemberdayaan Pemuda dan Masyarakat
Peduli Umat) yang melakukan pengusahaan ikan lele di daerah Kecamatan Babelan yang
melakukan kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan lele. Modal awal yang ditanamkan
dalam pengusahaan ikan lele dumbo merupakan modal sendiri, selain itu juga yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah membandingkan jenis
pengusahaan yang dilakukan oleh kelompok tani yaitu pengusahaan pembenihan ikan lele
dumbo dengan pengusahaan pembesaran ikan lele dumbo, serta merencanakan untuk
mengembangkan skala usaha kecil menjadi skala usaha besar. Data diolah dengan
menggunakan Sofware Microsoft Excel dan interpretasi data secara deskriptif untuk
melihat apakah investasi usaha ini nantinya akan layak untuk dilaksanakan atau tidak.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Studi Kelayakan Proyek
Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber
untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit), atau suatu aktivitas di mana dikeluarkan uang
dengan harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan datang, yang dapat
direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit (Kadariah et al. 1999).
Menurut Umar (2007) suatu kegiatan yang berbentuk proyek adalah berbeda dengan
kegiatan yang berbentuk operasional rutin. Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan, sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas dengan alokasi
sumberdaya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah
digariskan dengan jelas. Misalnya, membagun pabrik, membuat produk baru, atau
mengikuti pameran perdagangan.
Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek,
biasanya proyek investasi dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono 2000).
Kriteria keberhasilan suatu proyek dapat dilihat dari manfaat investasi yang terdiri dari :
1. Manfaat ekonomis proyek terhadap proyek itu sendiri (sering juga disebut sebagai
manfaat finansial).
2. Manfaat proyek bagi negara tempat proyek itu dilaksanakan (disebut juga manfaat
ekonomi nasional).
3. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat di sekitar proyek.
3.1.2. Aspek-Aspek Studi Kelayakan
Melakukan studi kelayakan perlu memperhatikan aspek-aspek yang secara
bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman
investasi tertentu. Sementara itu, sesuai dengan definisinya bisnis memiliki kegiatan-
kegiatan yang tidak hanya membangun proyek, tetapi yang utama justru
operasionalisasinya sehingga menjadi beberapa aspek perhatian, termasuk mengenai
layanan pada pasar potensial, kepuasan konsumen dan persaingan bisnis menjadi hal yang
penting.
Proses analisis setiap aspek saling berketerikatan antara satu aspek dan aspek
lainnya, sehingga hasil analisis aspek-aspek tersebut menjadi terintegrasi. Disesuaikan
dengan konsep bisnis serta aspek-aspek studi kelayakan bisnis yang akan dianalisis.
Menurut Gittinger (1986) pada proyek pertanian ada enam aspek yang harus
dipertimbangkan dalam mengambil keputusan yang diantaranya adalah aspek pasar,
aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial lingkungan, dan aspek
finansial.
3.1.2.1. Aspek Pasar
Menurut para ahli, pasar merupakan suatu kelompok orang yang diorganisasikan
untuk melakukan tawar-menawar, sehingga dengan demikian terbentuk harga. Menurut
para ahli pemasaran mengemukan pengertian yang lain tentang pasar, yakni merupakan
kumpulan orang-orang yang mempunyai keinginan untuk puas, uang untuk belanja dan
kemauan untuk membelanjakannya. Jadi ada tiga faktor utama yang menunjang
terjadinya pasar, yaitu orang dengan segala keinginannya, daya belinya, serta tingkah
laku dalam pembeliannya (Umar 2007). Menurut Nurmalina et al. (2009) aspek pasar
dan pemasaran mempelajari tentang :
1) Permintaan, baik secara total maupun terperinci menurut daerah, jenis konsumen,
perusahaan besar pemakai dan perlu diperkirakan tentang proyeksi permintaan
tersebut.
2) Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri maupun juga yang berasal dari
impor. Bagaimana perkembangan dimasa lalu dan bagaimana perkiraan dimasa yang
akan datang.
3) Harga, dilakukan dengan perbandingan barang-barang impor, produksi dalam negeri
lainnya.
4) Program pemasaran, mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan.
5) Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan, market share yang bisa dikuasai.
3.1.2.2. Aspek Teknis
Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses
pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai
dibangun. Berdasarkan analisis ini pula dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya
investasi termasuk biaya eksploitasinya (Nurmalina et al. 2009). Menilai aspek kelayakan
teknis merupakan langkah awal yang harus dilakukan sebelum memutuskan untuk
memulai atau mengembangkan suatu usaha. Aspek-aspek lain dalam analisis proyek akan
berjalan jika analisis secara teknis dapat dilakukan. Analisis aspek teknis akan menguji
hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam suatu proyek yang diusulkan.
Hubungan-hubungan tersebut seperti potensi bagi pembangunan, ketersediaan air,
parameter air, suhu udara dan pengadaan input produksi (Gittinger 1986).
Aspek teknis dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai lokasi proyek,
besar skala operasi atau luas produksi, kriteria pemilihan mesin dan peralatan yang
digunakan, proses produksi yang dilakukan dan jenis teknologi yang digunakan. Dalam
suatu usaha, hubungan aspek-aspek teknis sangat menentukan keberhasilan usaha
terutama keberhasilan proses produksi. Masing-masing komponen dalam aspek teknis ini
saling terkait satu sama lain dan ketidaklayakan salah satu komponen akan mengganggu
proses produksi secara keseluruhan (Gittinger 1986).
3.1.2.3. Aspek Manajemen
Evaluasi manajemen tidak mengenal rumus-rumus matematis, pengalaman dan
keahlian yang dibutuhkan untuk mengelola bisnis pun tidak dapat dilukiskan secara
visual. Namun selama persiapan investasi kegiatan bisnis, evaluasi aspek manajemen
harus dilakukan dengan baik karena menjadi kenyataan bahwa manejemen adalah yang
terpenting di antara seluruh faktor produksi yang dikerahkan (Nurmalina et al. 2009).
Menurut Gittenger (1986) analisis aspek menajemen berkaitan dengan hal-hal
yang berkenaan dengan pertimbangan mengenai sesuai tidaknya proyek dengan pola
sosial, budaya, lembaga yang akan dilayani proyek di masyarakat setempat, susunan
organisasi proyek agar sesuai dengan prosedur organisasi setempat, kesanggupan atau
keahlian staf yang ada untuk mengelola proyek.
Analisis aspek manajemen memfokuskan pada kondisi internal perusahaan.
Aspek-aspek manajemen yang dilihat pada studi kelayakan terdiri dari manajemen pada
masa pembangunan yaitu pelaksana proyek, jadwal penyelesaian proyek, dan pelaksana
studi masing-masing aspek, dan manajemen pada saat operasi yaitu bentuk organisasi,
struktur organisasi, deskripsi jabatan, personil kunci, dan jumlah tenaga yang digunakan.
3.1.2.4. Aspek Sosial dan Lingkungan
Analisis sosial berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi
yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial harus dipikirkan secara
cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek tanggap terhadap keadaan sosial
(Gittinger 1986). Terdiri dari pengaruh proyek terhadap penghasilan negara, pengaruhnya
terhadap devisa negara, peluang kerja dan pengembangan wilayah dimana proyek
dilaksanakan. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya bisnis secara sosial, lebih
banyak memberikan manfaat dibandingkan dengan kerugiannya. Suatu bisnis tidak akan
ditolak oleh masyarakat sekitar bila secara sosial budaya diterima dan secara ekonomi
memberikan kesejahteraan (Nurmalina et al. 2009).
Pada analisis aspek lingkungan mempelajari bagaimana pengaruh bisnis tersebut
terhadap lingkungan, apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik
atau semakin rusak. Pada saat merancang atau menganalisis kegiatan investasi harus
mempertimbangkan masalah dampak lingkungan yang merugikan. Pembangunan
kegiatan usaha pengolahan produk pertanian yang menghasilkan limbah dapat
menimbulkan masalah jika penanganan terhadap limbah tidak dilakukan secara bijaksana
(Nurmalina et al. 2009).
3.1.2.5. Aspek Finansial
Tujuan menganalisis aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis
adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang
diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti
ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana
tersebut dalam waktu yang telah ditentukan. Analisis finansial memiliki arti penting
dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang turut serta dalam mensukseskan
pelaksanaan proyek, sebab tidak ada gunanya melaksanakan proyek yang menguntungkan
dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan jika para pembudidaya yang
menjalankan aktivitas produksi tidak bertambah baik keadaannya (Kadariah et al. 1999).
3.1.3. Teori Biaya dan Manfaat
Dalam analisis proyek, tujuan-tujuan analisis harus disertai dengan definisi biaya-
biaya dan manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
mengurangi suatu tujuan, dan suatu manfaat adalah segala sesuatu yang membantu tujuan
(Gittenger 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang
dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya yang diperlukan
suatu proyek dapat dikategorikan yang diantaranya biaya modal, biaya operasional dan
biaya lainnya seperti pajak, bunga dan pinjaman.
Manfaat juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kontribusi
terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi manfaat langsung dan
manfaat tidak langsung. Manfaat langsung adalah manfaat yang secara langsung dapat
diukur dan dirasakan sebagai akibat dari investasi, seperti peningkatan pendapatan dan
kesempatan kerja. Manfaat tidak langsung, yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh
dengan tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek, seperti
rekreasi.
3.1.4. Analisis Finansial
Analisis finansial adalah suatu analisis proyek dimana proyek dilihat dari sudut
badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang
berkepentingan langsung dalam proyek. Analisis finansial memiliki arti penting dalam
memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang turut serta dalam mensukseskan
pelaksanaan proyek, sebab tidak ada gunanya melaksanakan proyek yang menguntungkan
dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan jika para pembudidaya yang
menjalankan aktivitas produksi tidak bertambah baik keadaannya (Kadariah et al. 1999).
Salah satu untuk melihat kelayakan dari analisis finansial adalah menggunakan
metode cash flow analysis (Gittinger 1986). Analisis kelayakan finansial merupakan
ukuran yang dipakai untuk menyatakan layak tidaknya suatu proyek dilaksanakan.
Beberapa kriteria yang dipakai dalam penilaian kelayakan adalah Nilai Bersih Sekarang
(Net Present Value), Rasio Manfaat Biaya Bersih (Net Benefit and Cost Rasio), Tingkat
Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return) dan Masa Pengembalian Investasi
(Payback Period).
1) Net Present Value (NPV)
Menurut Nurmalina et al. (2009), suatu bisnis dapat dinyatakan layak jika jumlah
seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. Selisih antara
manfaat dan biaya disebut dengan manfaat bersih atau arus kas bersih. Net Present Value
atau nilai kini manfaat bersih adalah selisih antara total present value manfaat dengan
total present value biaya, atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama
umur bisnis. Nilai yang dihasilkan oleh perhitungan NPV adalah dalam satuan mata uang
(Rp) (Nurmalina et al. 2009).
2) Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Net B/C Ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan
manfaat bersih yang bernilai negatif. Dengan kata lain, manfaat bersih yang
menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut.
Suatu bisnis atau kegiatan investasi dapat dikatakan layak apabila Net B/C lebih besar
dari satu, dan dikatakan tidak layak bila Net B/C lebih kecil dari satu (Nurmalina et al.
2009).
3) Internal Rate of Return (IRR)
Menurut Nurmalina et al. (2009), kelayakan bisnis juga dinilai dari seberapa
besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Hal ini ditunjukkan
dengan mengukur besaran Internal Rate of Return (IRR). IRR adalah tingkat discount
rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Besaran yang dihasilkan dari
perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Suatu bisnis dikatakan layak apabila
IRR-nya lebih besar dari opportunity cost of capital-nya (DR).
Pada umumnya dalam menghitung tingkat IRR dilakukan dengan mengunakan
metoda interpolasi di antara tingkat discount rate yang lebih rendah (yang menghasilkan
NPV positif) dengan tingkat discount yang lebih tinggi (yang menghasilkan NPV negatif)
(Nurmalina et al. 2009).
4) Payback Period (PP)
Payback period atau tingkat pengembalian investasi adalah salah satu metode
dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka
waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu dapat kembali, semakin baik suatu
proyek untuk diusahakan karena modal yang kembali dapat dipakai untuk membiayai
kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000).
3.1.5. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas merupakan suatu alat yang langsung dalam menganalisis
pengaruh-pengaruh resiko yang ditanggung dan ketidakpastian dalam analisis proyek.
Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai berapa persen peningkatan atau
penurunan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi
yaitu dari tidak layak menjadi layak untuk dilaksanakan (Gittinger 1986).
Menurut Kadariah et al. (1999) analisis sensitivitas adalah suatu teknik analisis
untuk menguji secara sistematis apa yang akan terjadi pada total penerimaan apabila
terjadi perubahan unsur-unsur dalam aspek finansial yang tidak terduga yang berbeda
dengan perencanaan dan perkiraan semula. Suatu analisis sensitivitas dikerjakan dengan
mengubah unsur-unsur atau dengan mengkombinasikan unsur-unsur lain, kemudian
menentukan pengaruh pada hasil analisis.
Analisis senistivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil
analisa proyek apabila ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan
biaya atau benefit. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu unsur atau
mengkombinasikan perubahan beberapa unsur dan menentukan pengaruh dari perubahan
pada hasil semula. Dalam analisis sensitivitas, semua kemungkinan (yang mempengaruhi
komponen manfaat dan biaya) harus dicoba. Menurut Kadariah et all. (1999) hal-hal yang
harus diperhatikan adalah :
1) Adanya Cost Over Run (kenaikan dalam biaya konstruksi). Biasanya untuk biaya
input seperti biaya untuk benih, pakan, dan peralatan.
2) Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum (penurunan harga
hasil produksi).
3) Adanya implementasi waktu. Biasanya disebabkan oleh keterlambatan pemesanan
dan penerimaan alat baru, masalah administrasi yang tidak terhindarkan, dan adanya
teknik yang baru sehingga membutuhkan waktu untuk beradaptasi dalam penggunaan
teknik baru tersebut.
4) Kesalahan dalam memperkirakan hasil produksi.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Penelitian mengenai analisis kelayakan pengusahaan ikan lele diawali dengan
banyaknya permintaan ikan lele ukuran konsumsi untuk para pedagang pecel lele baik di
daerah Bekasi maupun di luar daerah Bekasi (seperti Jakarta). Bekasi merupakan salah
satu sentra produksi ikan lele dan kondisi alam yang cocok untuk melakukan
pengusahaan ikan lele. Jawa Barat merupakan pasar yang potensial untuk melakukan
pemasaran ikan lele. Hal ini menyebabkan adanya peluang pasar bagi para petani, baik
petani pembenihan maupun pembesaran ikan lele.
Dalam melakukan kegiatan pengusahaan ikan lele masih banyak kendala yang
dihadapi oleh para kelompok tani di Kecamatan Babelan. Kendala yang dihadapi, yaitu
adanya keterbatasan modal, karena petani ikan lele di Kecamatan Babelan masih
kekurangan lahan untuk memperluas skala usahanya, sehingga para petani membutuhkan
modal agar pengusahaan ikan lele yang dilaksanakan dapat berkembang di masa yang
akan datang.
Petani ikan lele belum mengusai secara teknis dalam melakukan kegiatan
budidaya ikan lele. Salah satu kegiatan tersebut, yaitu belum menerapkan pola tanam
yang teratur, penebaran benih tidak sesuai dengan ukuran kolam, serta pemberian pakan
yang berlebihan, sehingga menyebabkan air menjadi keruh yang berakibat benih
terserang penyakit. Selain itu, adanya fluktuasi harga yang menyebabkan biaya produksi
meningkat.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi, maka pentingnya melakukan analisis
kelayakan pengusahaan ikan lele ini adalah untuk melihat apakah pengusahaan ikan lele
ini layak atau tidak untuk dilaksanakan serta apakah pengusahaan ikan lele tersebut dapat
mengembangkan skala usahanya di masa mendatang. Dalam melakukan studi kelayakan
perlu memperhatikan aspek-aspek baik aspek non finansial maupun aspek finansial untuk
menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari pengusahaan ikan lele yang
dilaksanakan. Aspek-aspek yang diteliti dalam pengusahaan ikan lele ini adalah aspek
pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, serta aspek finansial
baik dalam kegiatan pembenihan maupun kegiatan pembesaran ikan lele.
Perhitungan aspek finansial menggunakan kriteria investasi yang digunakan
untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu usaha yang dilaksanakan. Kriteria investasi
yang digunakan dalam perhitungan aspek finansial diantaranya NPV, Net B/C, IRR, dan
Payback Period (PP). Selain perhitungan kriteria investasi, juga digunakan analisis
sensitivitas untuk mengetahui tingkat kepekaan kegiatan pengusahaan ikan lele terhadap
keadaan yang berubah-ubah. Dari hasil perhitungan aspek finansial, maka dapat diketahui
seberapa besar keuntungan yang diperoleh oleh petani dalam melakukan kegiatan
pembenihan ikan lele maupun kegiatan pembesaran ikan lele. Alur pemikiran dapat
dilihat pada Gambar 1.
• Peningkatan konsumsi ikan lele • Jakarta dan Jawa Barat sebagai pasar potensial • Kandungan gizi ikan lele yang baik • Secara teknis mudah dibudidayakan • Pertumbuhan ikan yang relatif cepat
Pengusahaan Pembenihan Ikan lele dan Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele
Permasalahan yang dihadapi oleh petani ikan lele : 1. Adanya permintaan ikan konsumsi yang meningkat, tetapi hasil produksi belum mencukupi. 2. Tingkat kematian tinggi, karena adanya hama dan penyakit sehingga adanya keterbatasan
benih. 3. Harga pakan ikan yang cenderung meningkat.
Analisis Kelayakan Usaha Ikan Lele
Analisis Non Finansial a. Aspek Pasar b. Aspek Teknis c. Aspek Manajemen d. Aspek Sosial dan lingkungan
Analisis Kelayakan Finansial a. Analisis NPV b. Analisis Net B/C c. Analisis IRR d. Analisis Pacback Period
Analisis Sensitivitas
Layak
Baik untuk diusahakan karena dapat memberikan keuntungan bagi para petani yang berinvestasi dalam usaha tersebut.
Tidak Layak
Gambar 1. Kerangka Operasional Penelitian
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Babelan pada Kelompok Tani LPPMPU
yang terletak di Kampung Pangkalan Kali Gempar Rt 04/03 No. 45, Desa Kedung
Pengawas, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Kecamatan
Babelan merupakan salah satu sentra produksi yang membudidayakan ikan lele.
Penelitian ini berlangsung selama satu bulan yaitu dari tanggal 01 September sampai
dengan 01 Desember 2009.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pemilik pengusahaan ikan
lele. Data primer yang didapat mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan selama umur
proyek, yang terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional serta penerimaan dari
pengusahaan ikan lele.
Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari studi literatur
berbagai buku, skripsi, internet, dan instansi terkait seperti Dinas Peternakan, Perikanan
dan Kelautan Kabupaten Bekasi, serta Badan Pusat Statistik (BPS).
4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Studi kasus atau penelitian kasus (case study) adalah penelitian tentang kasus
subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan
personalitas (Maxfield 1930 dikutip dari Nazir 2003). Subjek penelitian dapat berupa
individu, kelompok, lembaga mau pun masyarakat. Tujuan studi kasus adalah untuk
memberikan gambaran secara detail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-
karakter yang khas dari kasus atau pun status individu yang kemudian dari sifat-sifat
tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum (Nazir 2003).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan
satuan kasusnya adalah pengusahaan ikan lele dumbo di Desa Kedung Pengawas,
Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Data yang diperoleh berupa data
kuantitatif, data yang terkumpul lalu diolah dan disajikan dalam bentuk tabel yang
kemudian dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif dan informasi yang telah
dikumpulkan diolah menggunakan komputer program Microsoft Excel dan disajikan
dalam bentuk tabulasi yang digunakan untuk mengklasifikasi data yang ada serta
mempermudah dalam melakukan analisis data.
Data kuantitatif meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani mencakup
biaya investasi dan biaya operasional serta penerimaan dari hasil penjualan ikan lele,
sedangkan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif. Data kualitatif
merupakan hasil analisis terhadap aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek
sosial dan lingkungan.
4.3.1. Analisis Aspek Pasar
Analisis aspek pasar dapat dilihat dari sisi produk yang dihasilkan dimana adanya
suatu permintaan terhadap benih ikan lele dan ikan lele ukuran konsumsi dengan harga
jual yang dapat memperoleh penerimaan yang menguntungkan dalam kegiatan pemasaran
produk yang dihasilkan. Aspek pasar yang dikaji yaitu bagaimana permintaan ikan lele
dipasar, harga output yang dihasilkan yaitu benih dan ikan lele ukuran konsumsi, serta
jalur pemasaran yang dilakukan oleh kelompok tani LPPMPU.
4.3.2. Analisis Aspek Teknis
Analisis aspek teknis dianalisis secara deskriptif yang mengungkapkan
bagaimana secara teknis proses produksi yang dilaksanakan pada kegiatan pembenihan,
pendederan, serta pembesaran ikan lele. Selain itu juga untuk mengetahui gambaran
umum pengusahaan ikan lele, lokasi pengusahaan ikan lele, input proyek (penyediaan)
dan output (produksi yang dihasilkan). Mengkaji perencanaan produksi sehingga dapat
menghasilkan output berupa benih dan ikan lele ukuran konsumsi, kapasitas produksi dan
jenis teknologi yang dipakai.
4.3.3. Analisis Aspek Manajemen
Aspek ini dapat dilihat berdasarkan struktur pengelola proyek, spesifikasi
keahlian dan tanggung jawab pihak yang terlibat dalam proyek dan pelaksanaan
pengusahaan ikan lele di lapangan. Mengkaji struktur organisasi dalam perusahaan,
bagaimana bentuk organisasi atau kelembagaan dalam perusahaan.
4.3.4. Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan
Analisis aspek sosial dan lingkungan dapat dilakukan dengan menganalisis
perkiraan dampak yang ditimbulkan terhadap berjalannya kegiatan pada pengusahaan
∑= +
−=
n
tttt
iCBNPV
0 )1()(
ti)1(1+
ikan lele, maupun manfaat bagi masyarakat sekitar dan lingkungan sekitar, maupun
manfaat bagi perusahaan itu sendiri.
4.3.5. Analisis Kelayakan Finansial
Analisis usaha dilakukan untuk mengukur apakah usaha tersebut layak atau tidak
untuk dilaksanakan. Perhitungannya meliputi biaya-biaya yang harus dikeluarkan serta
keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan produk berdasarkan skala usaha serta
teknologi yang digunakan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan
yang diperoleh dari usaha yang dilakukan dalam satu tahun.
Salah satu untuk melihat kelayakan dari analisis finansial adalah menggunakan
metode cash flow analisis (Kadariah et al. 1999). Beberapa kriteria yang dipakai dalam
penilaian kelayakan adalah Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value), Rasio Manfaat
Biaya Bersih (Net Benefit and Cost Rasio), Tingkat Pengembalian Investasi (Internal
Rate of Return) dan Masa Pengembalian Investasi (Payback Period).
4.3.5.1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value atau nilai kini manfaat bersih adalah selisih antara total present
value manfaat dengan total present value biaya, atau jumlah present value dari manfaat
bersih tambahan selama umur bisnis. Nilai yang dihasilkan oleh perhitungan NPV adalah
dalam satuan mata uang (Rp) (Nurmalina et al. 2009). Secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
Bt = Manfaat pada tahun ke-t
Ct = Biaya pada tahun ke-t
t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, …, n)
i = Tingkat suku bunga (Discount Rate)
= Discount Factor (DF) pada tahun ke-t
ti)1(1+
∑
∑
=
=
+−+−
= n
tttt
n
tttt
iBCiCB
CNetB
0
0
)1()(
)1()(
/
Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu :
• NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan layak dan dapat dilaksanakan.
• NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan.
Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan.
• NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar modal sosial
Opportinities Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak
untung dan tidak rugi.
4.3.5.2 Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Net Benefit dan Cost Ratio (Net B/C Ratio) menyatakan besarnya pengembalian
terhadap setiap satu satuan biaya yang telah dikeluarkan selama umur proyek. Net B/C
adalah perbandingan antara jumlah nilai kini dari keuntungan bersih pada tahun dimana
keuntungan bersih positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif (Nurmalina et
al. 2009). Rumus untuk menghitung Net B/C adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Bt = Manfaat pada tahun ke-t
Ct = Biaya pada tahun ke-t
i = Tingkat suku bunga (Discount Rate)
t = Tahun
= Discount Factor (DF) pada tahun ke-t
4.3.5.3. Internal Rate of Return (IRR)
Menurut Nurmalina et al. (2009), kelayakan bisnis juga dinilai dari seberapa
besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Hal ini ditunjukkan
dengan mengukur besaran Internal Rate of Return (IRR). IRR adalah tingkat discount
rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Besaran yang dihasilkan dari
perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Suatu bisnis dikatakan layak apabila
IRR-nya lebih besar dari opportunity cost of capital-nya (DR).
( Untuk Bt – Ct > 0)
( Untuk Bt – Ct < 0)
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
−+= −+
−
)'"(' iixNPVNPV
NPViIRR ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
−+= −+
−
)'"(' iixNPVNPV
NPViIRR
Pada umumnya dalam menghitung tingkat IRR dilakukan dengan menggunakan
metoda interpolasi di antara tingkat discount rate yang lebih rendah (yang menghasilkan
NPV positif) dengan tingkat discount yang lebih tinggi (yang menghasilkan NPV negatif)
(Nurmalina et al. 2009). Secara sistematis rumus untuk menghitung IRR adalah :
Keterangan :
i’ = Tingkat suku bunga yang menyebabkan nilai NPV > 0
i” = Tingkat suku bunga yang menyebabkan nilai NPV < 0
NPV+ = NPV positif
NPV- = NPV negatif
Kriteria yang berlaku :
IRR ≥ i ; maka usaha layak untuk dilaksanakan
IRR ≤ i ; maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan
4.3.5.4. Analisis Payback Period (PP)
Analisis payback period adalah analisis suatu jangka waktu (periode) kembalinya
keseluruhan investasi kapital yang ditanamkan, dihitung mulai dari permulaan proyek
sampai dengan arus nilai netto produksi tambahan, sehingga mencapai jumlah
keseluruhan investasi kapital yang ditanamkan dengan menggunakan aliran kas (Gittinger
1986). Pada dasarnya semakin cepat Payback Periode menandakan semakin kecil resiko
yang dihadapi oleh investor. Secara matematis payback period dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Dimana :
I = Adalah besarnya biaya investasi yang diperlukan
Ab = Adalah manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya
tahun xAb
IPayback Period 1=
4.3.2. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat perubahan yang ada dalam kegiatan
budidaya ikan lele yang berdampak terhadap suatu analisis. Tujuan analisis ini adalah
untuk melihat kembali hasil analisis suatu kegiatan investasi atau aktivitas ekonomi,
apakah ada perubahan dan apabila terjadi kesalahan atau adanya perubahan di dalam
perhitungan biaya atau manfaat (Nurmalina et al. (2009). Analisis sensitivitas ini perlu
dilakukan karena dalam kegiatan investasi, perhitungan didasarkan pada proyek-proyek
yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan
datang (Gittenger 1986).
Gittenger (1986) mengatakan bahwa suatu variasi pada analisis sensitivitas
adalah nilai pengganti (switching value). Switching value merupakan perhitungan untuk
mengukur perubahan maksimum dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan
harga output, penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga
input atau peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih
tetap layak (Nurmalina et al. 2009). Oleh karena itu, perubahan jangan melebihi nilai
tersebut. Bila melebihi maka bisnis menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Perhitungan
ini mengacu kepada berapa besar perubahan terjadi sampai dengan NPV sama dengan nol
(NPV=0).
4.4. Asumsi Dasar Yang Digunakan
Analisis kelayakan pengusahaan ikan lele ini menggunakan beberapa asumsi dasar
yaitu :
1) Usaha yang dilakukan dengan menggunakan modal sendiri.
2) Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga deposito Bank
Indonesia pada bulan Desember 2009 sebesar 7 persen.
3) Kegiatan pengusahaan ikan lele yang dilakukan di kelompok tani Lembaga
Pemberdayaan Pemuda dan Masyarakat Peduli Umat (LPPMPU) adalah pengusahaan
pembenihan ikan lele, dan pengusahaan pembesaran ikan lele.
4) Skala pengusahaan ikan lele pada pembenihan dan pendederan ikan lele adalah skala
usaha kecil, dengan luasan lahan yang dimiliki oleh kelompok tani LPPMPU adalah
200 m2.
5) Induk yang digunakan dalam kegiatan pengusahaan pembenihan ikan lele merupakan
induk betina yang sudah siap dipijahkan yang berumur 1 tahun dengan bobot ikan
betina 1 kilogram dan bobot ikan jantan 1,25 kilogram dan mempunyai umur
ekonomis.
6) Umur proyek dari analisis kelayakan finansial pengusahaan ikan lele adalah 10 tahun
berdasarkan umur ekonomis kolam (kolam semen) yang digunakan dalam kegiatan
produksi di kelompok tani LPPMPU.
7) Ikan lele yang diusahakan adalah jenis Clarias gariepinus atau disebut juga ikan lele
dumbo.
8) Pada pengusahaan pembenihan ikan lele tingkat daya tetas telur adalah 90 persen dan
tingkat kemampuan hidup adalah 88 persen, sedangkan pada pengusahaan
pembesaran ikan lele tingkat kemampuan hidup adalah 88 persen.
9) Benih ikan lele yang siap panen adalah benih yang telah menjalani masa
pemeliharaan selama 6 minggu dan panjangnya mencapai 5-5,5 cm, sedangkan benih
ikan lele ukuran konsumsi yang mencapai 9-10 ekor per kilogram dipelihara selama 3
bulan.
10) Harga jual benih ikan lele yang berlaku dipasar yaitu Rp 150,00 per ekor kegiatan
pendederan, dan harga ikan lele untuk kegiatan pembesaran atau konsumsi sebesar
Rp 10.000,00 per kilogram. Nilai jual ini berdasarkan harga yang berlaku pada saat
penelitian pada tahun 2009.
11) Analisis sensitivitas dalam penelitian ini menggunakan metode switching value,
dengan adanya perubahan pada kenaikan harga pakan serta penurunan harga jual
output yaitu benih dan ikan lele ukuran konsumsi.
12) Pajak pendapatan yang digunakan adalah pajak berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008
Tentang Tarif Umum PPh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap
yaitu sebesar 28 persen.
V. GAMBARAN UMUM
5.1. Gambaran Lokasi Penelitian
5.1.1. Letak dan Keadaan Alam
Kecamatan Babelan adalah kecamatan yang terletak di bagian utara
Kebupaten Bekasi yang mempunyai garis pantai sepanjang 1,5 kilometer atau
kurang lebih 1.500 meter. Kali Cikarang Barat Laut (CBL) yang membelah
wilayah Kecamatan Babelan merupakan potensi alam yang perlu dimanfaatkan
seoptimal mungkin untuk kegiatan pertanian, transportasi laut, dan wisata bahari.
Luas wilayah Kecamatan Babelan sekitar 5.712,62 hektar, 80 persen dari luas
wilayah merupakan daerah lahan terbuka atau daerah pertanian.
Secara geografis wilayah Kecamatan Babelan terletak antara 107o Bujur
timur dan 60o Lintang Selatan dengan ketinggian 0-7 meter diatas permukaan laut,
suhu maksimum mencapai 280C dan suhu minimum 290C. Adapun batas wilayah
dari Kecamatan Babelan yaitu sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa
(Kecamatan Muaragembong), sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan
Sukawangi dan Kecamatan Tambun Utara, sebelah barat berbatasan dengan
Kecamatan Tarumajaya dan Kecamatan Medan Satria, dan sebelah selatan
berbatasan dengan Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi. Kecamatan Babelan
terbagi menjadi 9 Desa, yang diantaranya Desa Bahagia, Kebalen, Babelan Kota,
Kedung Pengawas, Kedung Jaya, Buni Bakti, Muara Bakti, Pantai Hurip, dan
Hurip Jaya.
Desa Kedung Pengawas merupakan salah satu desa yang ada di
Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, dengan luas wilayah 584.84 hektar.
Secara orbitrasi Desa Kedung Pengawas berjarak 2 kilometer dari Kecamatan
Babelan, dengan lama tempuh setengah jam menggunakan kendaraan beroda dua.
Desa Kedung Pengawas merupakan daerah sentra pertanian (termasuk perikanan)
dan tanaman holtikultura, akses jalan yang menghubungkan desa ini dengan desa
lainnya sangat pesat, sehingga di sisi jalan tumbuh daerah pemukiman baru
banyak bermunculan perdagangan dan industri kecil menengah. Dengan luas
lahan pertanian kurang lebih 150 hektar dari luas desa. Desa Kedung Pengawas
berada pada ketinggian 250 meter di atas permukaan laut, dengan suhu udara rata-
rata 280C.
5.1.2. Kependudukan
Penduduk merupakan jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu
wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil dari proses demografi yaitu
fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Jumlah penduduk Kecamatan Babelan sebanyak
47.093 KK (kepala keluarga). Jumlah penduduk pada daerah ini periode 2009
berjumlah 164.504 jiwa yang terdiri atas 81.068 jiwa laki-laki, dan 83.616 jiwa
perempuan. Komposisi jumlah keluarga penduduk Desa Kedung Pengawas
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Jumlah Penduduk Desa Kedung Pengawas Berdasarkan
Jenis Kelamin Tahun 2009 No Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase
1. Laki-laki 5.522 47 %
2. Perempuan 6.340 53 %
Jumlah 11.862 100 %
Sumber : Data Monografi Kecamatan Babelan (2009)
Jika dilihat dari segi pendidikan, jumlah penduduk di Kecamatan Babelan
mayoritas adalah penduduk dengan tingkat pendidikan tamat SLTP/sederajat yaitu
sebanyak 8.446 orang dan yang paling sedikit adalah tidak tamat SD/sederajat
yaitu 2.346 orang. Tabel 4. menunjukkan komposisi penduduk Kecamatan
Babelan menurut tingkat pendidikan.
Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Babelan Tahun 2008-2009
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa)
Tahun 2008 Tahun 2009
1. Tidak Tamat SD/sederajat 2.111 2.346
2. Tamat SD/sederajat 5.865 7.038
3. Tamat SLTP/sederajat 8.211 8.446
4. Tamat SLTA/sederajat 6.100 6.217
5. Tamat D1-D3 4.926 5.278
6. Tamat Perguruan Tinggi (S1) 3.753 4.340
Sumber : Data Monografi Kecamatan Babelan (2009)
5.1.3. Prasarana dan Sarana
Prasarana dan sarana yang ada di Desa Kedung Pengawas terdiri atas
prasarana dan sarana transportasi, komunikasi, air bersih, irigasi, pemerintahan,
peribadatan, kesehatan, dan pendidikan. Prasarana dan sarana tersebut memegang
peranan penting dalam memperlancar kegiatan pembangunan di Desa Kedung
Pengawas, karena dengan adanya sarana dan prasarana tersebut dapat
memudahkan penduduk Desa Kedung Pengawas dalam melakukan kegiatan
sehari-harinya, serta dapat menunjang kegiatan usaha dalam bidang perikanan
khususnya pengusahaan ikan lele yang melakukan kegiatan pembenihan,
pendederan, serta pembesaran.
5.2. Gambaran Umum Pengusahaan Ikan Lele
Pada umumnya, sebelum mengenal dan melakukan usaha di bidang
perikanan penduduk Desa Kedung Pengawas sudah terbiasa dalam menggarap
sawah dan menanam sayur-sayuran. Ada pula sebagian penduduk yang
melakukan usaha lain, yaitu sebagai pembudidaya ikan. Lahan yang digunakan
untuk melakukan kegiatan tersebut merupakan lahan milik sendiri, yaitu di sekitar
lingkungan rumah. Pada awalnya kegiatan budidaya ikan ini merupakan usaha
yang sifatnya usaha sampingan. Usaha di bidang perikanan ini dilakukan dengan
berbagai alasan antara lain untuk pemenuhan keluarga atas kebutuhan konsumsi
ikan, usaha sampingan ataupun sebagai hobi.
Pada saat ini, para petani beralih untuk melakukan kegiatan budidaya ikan
menjadi usaha yang sifatnya utama. Hal ini dikarenakan kegiatan usaha budidaya
ikan lebih cepat menghasilkan uang apabila dibandingkan dengan kegiatan
menggarap sawah. Selain itu kegiatan usaha budidaya ikan tidak membutuhkan
waktu yang lama, proses kegiatan yang tidak sulit, dan modal yang tidak terlalu
besar, tidak seperti kegiatan usaha menggarap sawah yang membutuhkan waktu
lebih lama dan modal yang besar.
Saat ini, para petani ikan dapat dengan mudah mendapatkan informasi
mengenai dunia perikanan. Para petani mulai mengetahui keberadaan usaha
perikanan khususnya untuk ikan lele, baik mengenai pasarnya, tingkat permintaan
beserta harganya. Pada awalnya para petani ikan mengalami kesulitan untuk
melakukan kegiatan usaha ikan lele, khususnya yang berkaitan dengan masalah
teknis budidaya ikan lele. Setelah berjalan beberapa waktu dan mendapatkan
penyuluhan dari UPTD Perikanan Kecamatan Babelan, maka masyarakat Desa
Kedung Pengawas secara perlahan mulai mengusai teknik pemeliharaan ikan lele
dengan baik dan tepat. Selain itu, para petani juga mendapatkan bantuan dari
pemerintah yaitu berupa induk ikan lele, serta didukung pula oleh keadaan alam
yang potensial dalam melakukan pemeliharaan ikan lele.
Teknologi yang digunakan pembudidaya ikan lele di daerah penelitian
masih bersifat tradisional. Sumber air yang digunakan untuk kegiatan budidaya
ikan lele berasal dari Kali Cikarang Barat Laut (CBL) dan berasal dari pengairan
irigasi. Lahan yang digunakan untuk pemeliharaan ikan lele yaitu halaman di
sekitar rumah. Dengan sebagian menggunakan terpal sebagai tempat pemijahan
dan pemeliharaan benih. Hal ini dikarenakan, lokasi kegiatan budidaya ikan lele
dekat dengan sungai. Jika terjadi hujan lebat menyebabkan daerah ini terkena
banjir, untuk menghindari hal tersebut maka petani menggunakan terpal sebagai
tempat pemeliharaan, agar jika terkena banjir ikan dapat dipindahkan ke tempat
yang tidak terkena banjir.
Dari pengamatan langsung di lokasi penelitian, kondisi alam Desa Kedung
Pengawas cocok untuk melakukan kegiatan usaha ikan lele. Kondisi air baik
dengan sistem setengah irigasi dan dekat dengan Kali Cikarang Barat Laut (CBL),
sehingga air dapat dengan mudah dialirkan secara langsung ke setiap kolam. Suhu
di daerah penelitian berkisar antara 27 0C – 32 0C, dan pH air 7,3 yang merupakan
syarat penting untuk melakukan kegiatan budidaya ikan lele. Begitu juga dengan
ketersediaan input yang digunakan dalam kegiatan produksi dapat dengan mudah
diperoleh petani, petani ikan lele dapat membelinya di pasar terdekat.
5.3. Kelompok Pembudidaya
Dalam perkembangannya, banyak penduduk mulai membudidayakan ikan
lele di beberapa desa yang tersebar di Kecamatan Babelan. Dengan semakin
meningkatnya permintaan ikan lele ukuran konsumsi, sehingga bertambah petani
yang melakukan pengusahaan ikan lele. Oleh karena itu, dibentuklah kelompok
tani ikan lele yang bernama Kelompok Masyarakat Peduli Umat yang berdiri pada
tahun 2002. Jumlah anggota kelompok tani tersebut pada awalnya sebanyak 20
orang. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani ada yang melakukan kegiatan
pembenihan, dan pembesaran.
Pada tahun 1999 terjadi bencana yaitu banjir yang menyebabkan para
petani mengalami kerugian besar. Semua benih serta induk yang dimiliki habis
terkena banjir, sehingga jumlah petani yang melakukan kegiatan budidaya ikan
lele menjadi berkurang hingga saat ini. Selain itu juga, kendala yang membuat
petani mengalami kerugian besar adalah benih ikan lele yang dipelihara terserang
penyakit yang bernama white spot. Hingga saat ini para petani ikan lele belum
dapat mengatasi masalah penyakit tersebut. Sebagian petani ikan lele ada yang
mengalami kebangkrutan (collapse), sehingga petani tersebut tidak melanjutkan
lagi usahanya.
Kelompok Masyarakat Peduli Umat menjadi berkurang akibat
permasalahan yang tidak bisa ditangani dengan baik, maka pada tahun 2004
kelompok tani Masyarakat Peduli Umat mengganti nama kelompoknya menjadi
Lembaga Pemberdayaan Pemuda dan Masyarakat Peduli Umat (LPPMPU).
Tujuannya di bentuk kelompok tani ini adalah untuk meningkatkan produksi hasil
pembudidayaan ikan lele, serta mensejahterakan para anggota kelompok tani.
Peran kelompok tani ini adalah untuk mempermudah proses pengembangan dan
pembinaan pembudidayaan ikan. Anggota yang bergabung dalam kelompok
LPPMPU ini berjumlah 20 orang. Jumlah anggota yang aktif dalam kegiatan
kelompok tani pada tahun 2009 sebanyak 4 orang.
Kelompok LPPMPU mengadakan rapat satu bulan sekali yang membahas
permasalahan kelompok yang mencakup teknik budidaya, mengenai pemasaran,
ketersediaan benih, dan masalah pengadaan modal untuk melakukan
pengembangan skala usaha. Saat ini, kelompok tani LPPMPU belum memiliki
aturan-aturan yang tersusun dalam AD dan ART, tetapi apabila terjadi
permasalahan yang dihadapi maka jalan yang ditempuh adalah dengan mengambil
kesepakatan bersama antara sesama anggota kelompok.
Jenis pengusahaan ikan lele yang dilakukan pada kelompok tani LPPMPU
adalah pengusahaan pembenihan ikan lele dan pengusahaan pembesaran ikan lele.
Kegiatan pengusahaan pembenihan ikan lele dilakukan untuk mendapatkan benih
yang berkualitas dengan ukuran 5-5,5 cm, sedangkan kegiatan pengusahaan
pembesaran ikan lele menghasilkan ikan konsumsi yang berukuran 9-10 ekor per
kilogramnya.
Proses kegiatan yang dilakukan oleh anggota kelompok tani ini merupakan
sistem tradisional. Kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing kelompok tani
LPPMPU dengan menggunakan kolam semen, kolam tanah dan terpal, serta
pengairan kolam berasal dari Kali Cikarang Barat Laut (CBL) dan pengairan
irigasi. Kolam yang digunakan sesuai dengan lahan yang dimiliki oleh masing-
masing anggota kelompok tani LPPMPU. Setiap anggota kelompok tani LPPMPU
menggunakan teknik budidaya yang sama, seperti proses pemijahan, penetasan
telur, pemeliharaan benih, pemberian pakan dan pemanenan.
VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL
6.1. Aspek Pasar
Pasar merupakan suatu sekelompok orang yang diorganisasikan untuk
melakukan tawar-manawar, sehingga dengan demikian terbentuk harga (Umar
2007). Analisis terhadap aspek pasar pada pengusahaan ikan lele yang diproduksi
oleh kelompok tani LPPMPU dapat dilihat melalui permintaan, penawaran, dan
harga benih dan ikan lele ukuran konsumsi yang berlaku di pasar.
6.1.1. Permintaan dan Penawaran
Aspek pasar merupakan aspek yang paling penting dalam memutuskan
untuk membuka suatu usaha, karena usaha tersebut sangat bergantung dari
keberhasilan dalam memasarkan suatu produk yang dihasilkan dalam usaha
tersebut. Salah satu jenis ikan yang memiliki potensi pasar adalah ikan lele.
Permintaan ikan lele datang dari para pedagang seafood (kaki lima) dan restoran-
restoran yang menyajikan hidangan pecel lele, serta rumah tangga, sehingga
permintaan ikan lele untuk pasar dalam negeri mengalami peningkatan yang
cukup signifikan dari tahun ke tahun dan terkait erat dengan perkembangan trend
di kalangan masyarakat.
Menurut data dari Departemen Kelautan dan Perikanan (2009), tingkat
pengkonsumsian ikan termasuk ikan lele di Indonesia semakin meningkat, pada
Tahun 2004 hanya terhitung 22,58 kilogram per kapita per tahun, namun pada
Tahun 2007 meningkat menjadi 28,28 kilogram per tahun, sedangkan pada Tahun
2008 naik menjadi 29,98 kilogram per kapita per tahun. Untuk itu pasar ikan lele
masih sangat terbuka lebar, sehingga para pengusaha ikan lele memiliki peluang
untuk memproduksi ikan lele dalam jumlah besar. Adapun penawaran ikan lele
masih terbatas hal ini dikarenakan banyak petani yang mengalami kerugian dalam
menjalankan usaha budidaya ikan lele, dan belum menguasai secara teknis
mengenai budidaya ikan lele yang baik dan benar. Para petani ikan lele yang
mengalami kerugian dalam menjalankan usahanya, disebabkan karena kurang
memiliki keterampilan dan kemampuan untuk melakukan teknik budidaya ikan
lele yang baik. Selain itu juga, adanya keterbatasan modal yang dimiliki oleh
petani untuk memulai usaha budidaya ikan lele, sehingga petani tidak berani
mengambil resiko untuk menjalankan usahanya tersebut menjadi usaha yang
sangat menguntungkan.
Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran ikan lele di pasar,
memberikan keuntungan bagi para petani khususnya di kelompok tani LPPMPU.
Dengan demikian, pasar dapat menyerap seluruh jumlah produksi ikan lele yang
dipanen oleh kelompok tani LPPMPU. Untuk memenuhi permintaan pasar yang
besar perlu didukung adanya ketersediaan benih ikan lele. Untuk permintaan pasar
tersebut perlu adanya perbaikan usaha yang dapat dilakukan oleh petani ikan di
Kecamatan Babelan dengan mengikuti pelatihan dan penyuluhan yang diberikan
oleh UPTD Perikanan Kecamatan Babelan, sehingga para petani yang melakukan
kegiatan usaha budidaya ikan lele memiliki keterampilan dan kemampuan untuk
menjalankan usahanya dan mampu memproduksi benih ikan lele yang berkualitas.
Perbaikan yang dibutuhkan pasar saat ini adalah bagaimana tersedianya benih
ikan lele secara kontinyu dan berkualitas baik. Harga ikan lele untuk konsumsi
yang dibeli oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 10.000,00 per kilogram (9-10
ekor per kilogram), sedangkan harga pada pedagang di pasar mencapai 15.000 per
kilogram. Dari gambaran di atas peluang usaha budidaya ikan lele masih terbuka
lebar dan pasar masih sangat luas.
6.1.2. Pemasaran
Pada umumnya ikan lele yang siap untuk dipanen hanya dijual kepada
broker atau pedangan pengumpul. Ikan lele yang siap panen ukuran konsumsi,
yang melakukan panen adalah pedagang pengumpul itu sendiri karena pemilik
hanya menerima bersih dalam kegiatan panen, sedangkan untuk benih ikan lele
yang melakukan panen adalah petani atau pemilik ikan sendiri. Hal ini
dikarenakan benih ikan lele masih rentan terhadap kematian, jika ikan mengalami
stress dan terdapat luka-luka dibagian tubuhnya akibat terbentur dengan dinding-
dinding kolam atau jaring pada saat panen. Sehingga dalam memanen benih ikan
lele harus sangat hati-hati untuk mengurangi tingkat kematian.
Ikan lele ukuran konsumsi yang telah dipanen langsung dimasukkan pada
drum-drum yang telah disiapkan oleh pedagang pengumpul yang kemudian
dibawa langsung oleh pedagang pengumpul untuk didistribusikan kepada
pedagang maupun ke restoran-restoran melalui pengecer. Sementara itu untuk
benih ikan lele yang berumur 1 bulan yang siap panen, yang membelinya adalah
anggota kelompok tani LPPMPU yang melakukan kegiatan pembesaran dan para
pedagang pengumpul. Benih yang siap panen terlebih dahulu dihitung sesuai
dengan jumlah permintaan dari pembeli, setelah dihitung akan dikemas dalam
kantong plastik yang telah disediakan. Berikut adalah skema aliran pemasaran
ikan lele yang dilakukan oleh kelompok tani LPPMPU.
Gambar 2. Skema Aliran Pemasaran Ikan Lele
Berdasarkan analisis aspek pasar ikan lele di atas, dapat disimpulkan
bahwa pengusahaan ikan lele layak untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan
besarnya potensi pasar ikan lele, jika dilihat dari sisi permintaan yang terus
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah permintaan yang tidak diimbangi
oleh jumlah penawaran menciptakan peluang yang cukup besar pada pengusahaan
ikan lele di Kecamatan Babelan.
6.2. Aspek Teknis
Analisis aspek teknis merupakan langkah awal yang harus dilakukan
sebelum melakukan usaha yang akan dilaksanakan. Analisis aspek teknis
mencakup hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam suatu proyek yang
diusulkan. Aspek teknis yang akan dikaji diantaranya adalah lokasi usaha proyek,
dan proses produksi.
Pembenihan dan pendederan
Pembesaran
Pedagang pengumpul
Pedagang dan restoran (pengecer)
6.2.1. Lokasi Usaha
Pemilihan lokasi merupakan faktor penting dan sangat menentukan
keberhasilan dalam pengusahaan ikan lele. Lokasi usaha pada kelompok tani
LPPMPU terletak di Kecamatan Babelan, Desa Kedung Pengawas, Kabupaten
Bekasi, Jawa Barat. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan lokasi produksi
adalah sebagai berikut :
1) Ketersediaan bahan baku
Bahan baku utama yang digunakan oleh kelompok tani LPPMPU adalah induk
dan benih ikan lele yang berkualitas. Anggota kelompok tani LPPMPU yang
melakukan kegiatan pembenihan ikan lele memperoleh benih ikan lele berasal
dari anggota kelompok tani yang melakukan kegiatan pembesaran ikan lele,
begitu juga sebaliknya. Petani yang melakukan kegiatan pembesaran ikan lele
memperoleh benih ikan lele yang akan dipelihara berasal dari petani yang
melakukan kegiatan pembenihan ikan lele. Untuk harga induk ikan lele sebesar
Rp 50.000,00 per ekor untuk ukuran 1 kilogram, sedangkan harga benih ikan
berkisar antara Rp 150,00 per ekor dengan ukuran 5-5,5 cm.
Untuk bahan baku lainnya yang diperlukan dalam kegiatan produksi, seperti
pakan untuk benih dan induk ikan lele, plastik packing, bak sortir, ember, serokan,
pupuk kandang, dan garam diperoleh dari pedagang yang menjual kebutuhan
produk perikanan, sedangkan untuk pakan alami seperti keong petani membelinya
dari orang yang menjual keong. Jadi petani LPPMPU tidak mengalami kesulitan
untuk memperoleh bahan baku untuk kegiatan usahanya.
2) Letak pasar yang dituju
Anggota kelompok tani LPPMPU menjual hasil panennya pada pengusahaan
pembesaran ikan lele dan kepada pedagang pengumpul. Hal ini disebabkan karena
untuk menjual langsung kepada konsumen akhir seperti pedagang (pengecer)
maupun restoran (seafood), membutuhkan kontinuitas produksi yang belum dapat
dilakukan oleh kelompok tani LPPMPU, serta membutuhkan dana yang lebih
besar untuk memasarkan hasil produknya sendiri. Sampai saat ini, para kelompok
tani LPPMPU hanya menjual hasil produknya kepada pedagang pengumpul
dengan harga yang telah ditetapkan oleh pihak pedagang pengumpul yaitu Rp
10.000,00 per kilogramnya dengan isi 9-10 ekor per kilogram untuk ikan lele
ukuran konsumsi, sedangkan harga untuk benih ikan lele yang berumur 1 bulan
sekitar Rp 150,00 per ekor. Dalam menjual hasil produksi ikan lele yang siap
panen, diantara kedua belah pihak yaitu petani dan pedagang pengumpul tidak ada
batasan kuota dan jumlah ikan lele yang dapat dijual.
3) Tenaga listrik, sumber air, dan kondisi iklim
Tenaga listrik yang digunakan untuk kegiatan produksi ikan lele sudah
menjangkau lokasi proyek, sehingga untuk penggunaan listrik tidak ada masalah
dalam menjalankan kegiatan budidaya ikan lele. Tenaga listrik yang digunakan
dalam kegiatan budidaya ikan lele ini adalah untuk penerangan pada malam hari
dan untuk menyalakan mesin pompa yang digunakan untuk pengisian air kolam.
Sementara itu untuk ketersediaan air dalam kegiatan budidaya ikan lele sangat
melimpah disekitar lokasi proyek. Pada kegiatan pembenihan ikan lele, air yang
digunakan adalah air tanah, sedangkan untuk kegiatan pembesaran ikan lele petani
menggunakan air yang berasal dari pengairan irigasi yang dekat dengan lokasi
usaha. Hal ini sangat membantu para petani dalam menjalankan usahanya, karena
sumber air yang digunakan langsung dari sumbernya, sehingga tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk penggunaan air yang harus dikeluarkan oleh petani
LPPMPU jika menggunakan air PAM. Air yang berasal dari pengairan irigasi
untuk kegiatan budidaya ikan lele tidak mengandung bahan kimia atau logam,
sehingga para petani LPPMPU tidak perlu melakukan proses penyaringan air
untuk menghilangkan kandungan bahan kimia dan logam. Kualitas air yang
memenuhi persyaratan untuk usaha pembenihan ikan lele diantaranya air tanah
untuk pemijahan, pemeliharaan benih, dan kegiatan pembesaran ikan lele dengan
pH 7,3. Kondisi iklim daerah Kecamatan Babelan cukup mendukung untuk
dilakukan pengusahaan ikan lele, suhu untuk kegiatan budidaya ikan lele berkisar
antara 27-32 0C.
4) Fasilitas transportasi
Lokasi proyek kegiatan pengusahaan ikan lele terletak di perkampungan yang
telah memiliki fasilitas jalan yang sudah dibeton. Untuk alat transportasi tersedia
ojek dan angkutan umum (angkot). Untuk menuju lokasi kegiatan pengusahaan
ikan lele dapat menggunakan mobil pribadi, ojek atau angkutan umum.
6.2.2 Proses Produksi
Proses produksi yang dilakukan oleh anggota kelompok tani LPPMPU
sesuai dengan jenis pengusahaan ikan lele yang dilaksanakan oleh masing-masing
anggota kelompok tani. Jenis kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani
LPPMPU diantaranya adalah kegiatan pembenihan sampai dengan pendederan,
dan kegiatan pembesaran ikan lele untuk konsumsi.
6.2.2.1. Kegiatan Pembenihan Ikan Lele
Pada pengusahaan pembenihan ikan lele, kegiatan yang dilakukan adalah
penebaran induk, pemeliharaan dan pemijahan induk untuk menghasilkan larva
atau benih kecil yang berukuran 1 cm. Dalam kegiatan pembenihan ini
menghasilkan benih yang baru menetas. Kegiatan pembenihan yang dilakukan
adalah pemeliharaan induk dan teknik pembenihan seperti persiapan kolam,
penebaran induk, proses pemijahan, pemeliharaan larva, pemanenan larva, dan
penyeleksian larva.
1. Pemeliharaan Induk
Berhasilnya suatu usaha pembenihan sangat dipengaruhi oleh kedaaan
induk penghasil benih itu sendiri. Apabila induk yang dihasilkan mempunyai
kualitas yang baik, maka benih yang dihasilkan pun akan memiliki kualitas yang
baik begitu pula sebaliknya. Calon induk ikan lele yang dimiliki oleh kelompok
tani LPPMPU harus memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan induk yang
akan dipijahkan, untuk mendapatkan kualitas benih yang baik.
Jumlah induk yang dimiliki oleh kelompok tani LPPMPU masing-masing
anggota berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan jumlah pembelian induk yang
dimiliki oleh petani, dan target produksi yang ingin dicapai untuk memenuhi
permintaan di pasar. Permintaan ikan lele semakin meningkat, maka semakin
banyak pula induk yang dimiliki serta semakin tinggi pula target produksi yang
direncanakan. Induk ikan lele yang siap untuk dipijahkan adalah berumur 12
bulan dan diperkirakan sudah matang kelamin dengan berat 1 kilogram untuk
induk betina, sedangkan untuk induk jantan dengan berat 1,25 kilogram.
Jumlah telur (fekunditas) yang dihasilkan oleh ikan lele adalah 25.000
butir telur, dengan daya tetas telur (Hatching Rate/HR) 90 persen, sehingga
menghasilkan telur yang dapat menetas sebanyak 22.500 butir, dan tingkat
kematian (Survival Rate/SR) 88 persen, sehingga menghasilkan larva sebanyak
19.800 ekor larva. Walaupun jumlah larva yang dihasilkannya sedikit, ikan lele
mempunyai frekuensi pemijahan yang relatif cepat. Hal ini terlihat dari rentang
waktu antara pemijahan satu ke pemijahan berikutnya yaitu selama 3 bulan.
Masa produktif ikan lele adalah 2 tahun, jika induk sudah berumur diatas
2 tahun maka induk harus segera diganti dengan induk baru. Hal ini dikarenakan
induk yang sudah tidak produktif lagi tetap dipijahkan, maka kualitas benih yang
dihasilkan akan menurun. Induk yang sudah tidak produktif lagi disebut dengan
induk afkir, yang kemudian dapat dijual kembali untuk dikonsumsi. Dalam waktu
1 tahun ikan lele dapat memijah sebanyak 4 kali, jadi pemijahan terjadi 8 kali
dalam masa produktif ikan lele.
Pembudidaya ikan lele memberikan pakan bagi induk ikan lele agar induk
dapat menghasilkan benih yang baik dan berkualitas. Jenis pakan yang diberikan
pada induk ikan lele adalah pelet dengan merek hiprovit yang merupakan pelet
kasar. Adapula pakan tambahan yang diberikan pada induk selain pelet yaitu
berupa keong. Pemberian pakan ini dilakukan 3 kali dalam sehari yaitu pagi, sore,
dan malam hari. Jumlah pakan yang diberikan dalam sehari rata-rata sebanyak 4
gram per ekor, sehingga dalam satu hari dapat menghabiskan pakan sebanyak 600
gram.
2. Teknik Pembenihan
Secara umum pembenihan adalah kegiatan budidaya ikan lele untuk
menghasilkan benih sampai berukuran tertentu dengan cara mengawinkan induk
jantan dan betina (pemijahan) pada kolam-kolam khusus pemijahan. Pada usaha
pembenihan, kegiatan yang dilakukan adalah memelihara dan memijahkan induk
ikan untuk menghasilkan larva. Dalam kegiatan pembenihan ini biasanya
menghasilkan benih yang ukurannya berbeda atau tidak sama. Awal menebar
induk sampai dengan menghasilkan benih membutuhkan waktu 2 sampai dengan
3 minggu. Larva yang dihasilkan memiliki panjang 0,9 – 1,3 cm, dengan berat
0,01 gram – 0,02 gram. Adapun proses pembenihan ikan lele pada kelompok tani
LPPMPU yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Persiapan Kolam Pembenihan
Kolam yang digunakan untuk kegiatan pembenihan ikan lele pada
kelompok tani LPPMPU merupakan kolam yang tebuat dari semen (kolam semen)
dan kolam terpal (yang terbuat dari terpal plastik). Dengan luas kolam yang
digunakan pada kelompok tani LPPMPU rata-rata adalah 78 m2. Persiapan kolam
yang dilakukan oleh kelompok tani LPPMPU, yang melakukan pembenihan ikan
lele hanya dengan melakukan perbaikan dan pembersihan kolam. Perbaikan
kolam dilakukan dengan menambal kembali kolam yang bocor, sedangkan
pembersihan kolam dengan cara kolam disikat hingga bersih dari lumut (kolam
semen), sedangkan untuk kolam terpal cukup dibersihkan dengan cara
menggunakan busa (spon), dengan tujuan untuk membasmi kuman penyakit yang
menempel pada dinding maupun dasar kolam. Setelah itu, kolam dibiarkan atau
dijemur selama 1-2 hari.
Kolam yang telah dikeringkan selama 1-2 hari, kemudian dilakukan
pemupukan. Pemupukan pada kolam pembenihan tidak menggunakan pupuk
anorganik, tetapi menggunakan pupuk organik berupa kotoran ayam dan dicampur
dengan kotoran kambing. Dosis yang diberikan dalam setiap kolam adalah 500
gram m2. Pemupukan dilakukan dengan cara disebar sampai merata di sekitar
dalam kolam. Pemupukan ini bertujuan menumbuhkan pakan alami bagi ikan lele,
dan dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton dalam kolam yang akan
dipergunakan untuk kegiatan pemijahan.
Setelah kolam telah selesai dipersiapkan, kegiatan berikutnya adalah
kolam diisi dengan air jernih. Ketinggian air kolam untuk kegiatan pemijahan
adalah 30-35 cm, dan dibiarkan selama 1-2 hari agar pakan alami dapat tumbuh
serta untuk menetralkan pH air. Setelah dibiarkan selama 1-2 hari, maka induk
ikan lele siap untuk ditebar dalam kolam yang telah dipersiapkan. Alur proses
persiapan kolam pada pembenihan ikan lele dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Alur Proses Persiapan Kolam Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU
b) Penebaran Induk
Sebelum induk ikan lele dipijahkan, induk jantan dan betina dipelihara
pada kolam yang terpisah. Hal ini untuk memudahkan dalam pengelolaan dan
pengontrolan. Di samping itu bisa menghindarkan induk melakukan pemijahan
secara diam-diam. Agar kematangan induk memadai, setiap hari induk diberi
pakan bergizi, yaitu pakan buatan maupun pakan alami seperti pelet dan keong.
Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari.
Pada kelompok tani LPPMPU, dalam melakukan pemijahan dilakukan
dengan cara buatan. Ikan yang dipijahkan secara buatan adalah dengan cara kawin
suntik. Hal ini bertujuan untuk merangsang ikan agar bisa memijah sesuai dengan
rencana. Induk disuntik dengan zat perangsang berupa kelenjar hipofisa atau
Human Chlorionic Gonadotropin (HCG). Kelenjar hipofisa dapat diambil dari
ikan lele dumbo atau ikan mas yang telah matang kelamin atau yang telah
berumur minimal 12 bulan. HCG yang dikenal oleh para pembudidaya ikan
adalah ovaprim.
Sebelum ikan ditebar pada kolam pemijahan yang telah disiapkan, induk
ikan jantan dan betina terlebih dahulu disuntik menggunakan ovaprim dengan
dosis 1 cc per kilogram bobot induk yang akan dipijahkan. Setelah itu ikan siap
ditebar pada kolam pemijahan. Pada pemijahan secara alami, tidak ada perlakukan
khusus pada induk. Hanya ada pemilihan induk yang sudah matang kelamin atau
matang gonad maka ikan siap untuk ditebar pada kolam pemijahan. Perbandingan
induk jantan dan induk betina adalah 1 : 1, yang artinya untuk penebaran 1 ekor
jantan ditebar 1 ekor betina. Bobot induk betina yang siap dipijahakan adalah 1
kilogram, sedangkan untuk induk jantan memiliki bobot 1,25 kilogram.
Pembersihan dan Pengeringan kolam
Pemupukan kolam
Pengisian air kolam
c) Pemijahan
Petani yang melakukan pemijahan dengan cara buatan yaitu menggunakan
ovaprim yang telah disuntikkan kepada induk betina dan induk jantan siap untuk
ditebar pada kolam pemijahan yang telah dipersiapkan. Sementara itu, petani yang
melakukan pemijahan dengan cara buatan tanpa menggunakan ovaprim induk
ikan lele yang telah matang kelamin dapat langsung ditebar pada kolam
pemijahan.
Pada saat penebaran induk ikan lele yang akan dipijahkan, pada tiap kolam
pemijahan diberi kakaban atau sarang untuk penempatan telur yang akan
dikeluarkan oleh induk betina yang kemudian dibuahi oleh induk jantan. Dalam
satu kolam kakaban yang digunakan adalah 3 sampai 4 kakaban yang diletakkan
pada sudut-sudut kolam.
Induk yang siap dipijahkan ditebar pada kolam yang telah disiapkan untuk
pemijahan, induk dapat ditebar pada pagi atau sore hari. Induk betina akan
mengeluarkan telur-telurnya yang akan diletakkan pada kakaban, dan secara
bersamaan pula induk jantan mengeluarkan spermanya. Telur yang dikeluarkan
induk betina dibuahi sperma induk jantan di luar tubuh induk. Waktu yang
diperlukan untuk pemijahan adalah selama 1 hari 1 malam atau selama 24 jam.
Biasanya induk betina mengeluarkan telurnya pada malam hari atau menjelang
pagi hari. Setelah proses pemijahan telah selesai, maka proses berikutnya adalah
penetasan telur.
Induk ikan lele yang telah melakukan pemijahan, induk ikan lele harus
segera diangkat dan dipindahkan ke kolam pemeliharaan induk ikan lele. Apabila
induk tidak segera dipisahkan dari telur yang telah dibuahi, induk tersebut akan
memakan telurnya sendiri, karena ikan lele termasuk ikan yang bersifat kanibal.
Telur yang menempel pada kakaban harus segera diangkat dengan perlahan-lahan
dan dipindahkan pada kolam penetasan telur yang telah disiapkan sebelumnya.
Kakaban diletakkan secara mendatar sampai semua permukaannya terendam air.
Hal ini dimaksudkan agar telur-telur yang menempel ikut terendam air, karena
jika ada telur yang tidak terendam air maka telur tersebut tidak akan menetas dan
menjadi busuk atau berjamur.
Jumlah telur yang dikeluarkan oleh induk betina yaitu mencapai 25.000
butir telur. Telur akan menetas dalam kurun waktu 22-24 jam setelah telur
dibuahi. Tidak semua telur tersebut dapat menetas, telur yang menetas adalah
sebayak 22.500 butir dengan daya tetas telur (HR) 90 persen. Benih atau larva
ikan lele yang baru menetas berwarna merah tua, dan biasanya akan berkumpul
dipermukaan dasar kolam. Selama proses penetasan, bak harus mendapat sedikit
aliran air melalui selang kecil. Pengaliran air ini dilakukan agar kualitas air selama
penetasan tetap terjaga. Apabila jika kualitas air yang buruk dapat mengakibatkan
kematian benih yang baru menetas. Setelah telur menetas, kakaban harus segera
diangkat secara perlahan-lahan. Jika pengangkatan kakaban terlambat dilakukan,
dikwatirkan telur–telur yang tidak menetas akan membusuk dan akan
menyebabkan kualitas air menurun. Selanjutnya, telur yang menetas akan
dipelihara sampai larva siap untuk dipanen.
d) Pemeliharaan Larva
Kolam tempat pemeliharaan larva merupakan kolam yang terbuat dari
terpal plastik dan ada juga yang menggunakan kolam semen. Dalam satu kolam,
diberi kakaban sebanyak 3 sampai dengan 4 kakaban. Ukuran kolam yang
digunakan untuk pemeliharaan benih pada kelompok tani LPPMPU berbeda-beda,
hal ini disesuaikan dengan lahan yang dimiliki. Kondisi lingkungan pada kolam
pemeliharaan larva harus memperhatikan kualitas air agar tetap terjaga dengan
baik. Penggantian air atau panambahan air dapat dilakukan setiap 3 atau 4 hari
sekali, atau disesuaikan dengan keadaan kondisi air dalam kolam pemeliharaan.
Larva yang baru menetas sampai berumur 3 hari belum dapat diberikan pakan
tambahan, karena cadangan makanan dalam tubuhnya masih tersedia yaitu berupa
kuning telur.
Pada hari keempat setelah telur menetas, larva harus diberikan pakan
tambahan yang ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva ikan lele. Jenis
pakan tambahan yang baik untuk larva ikan lele adalah pakan alami atau pakan
hidup yaitu berupa plankton dan cacing sutra. Hal ini dikarenakan pakan alami
banyak mengandung protein yang dibutuhkan oleh pertumbuhan larva ikan lele
tersebut. Dosis pakan yang diberikan pada larva adalah 1,98 liter cacing sutra
dalam satu hari. Pemberian pakan dilakukan 3 hari sekali yaitu pada pagi hari,
siang hari dan malam hari.
e) Pemanenan Larva Larva dipelihara selama 15 – 17 hari dari awal penetasan telur. Larva ikan
lele akan muncul kepermukaan air di setiap pinggir sudut kolam. Pemanenan larva
dilakukan pada pagi hari atau sore hari mulai pukul 07.00 atau 16.00 WIB. Proses
pemanenan tergantung dengan jenis kolam yang digunakan. Jika kolam yang
digunakan adalah terpal plastik, cara pemanenannya adalah dari sudut plastik
diangkat sehingga secara perlahan-lahan air dalam plastik mengalir ke bagian
yang rendah (bawah). Maka larva akan berkumpul pada satu sudut yang rendah,
sehingga dengan mudah larva dipindahkan ke tempat bak penampungan
sementara untuk dihitung. Setelah dihitung, larva tersebut ditebar pada kolam
pendederan yang telah disiapkan dengan ukuran yang sama besar. Adapun alur
proses teknik pembenihan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Alur Teknik Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU
6.2.2.2. Kegiatan Pendederan Ikan Lele
Pendederan merupakan pembesaran larva sampai ukuran tertentu untuk
dipelihara pada tahap pembesaran atau untuk dijual kepada peternak pembesaran.
Ukuran siap jual dari kegiatan pendederan yaitu berukuran 5-5,5 cm dalam waktu
pemeliharaan selama 1 bulan. Pada kegiatan pendederan ini dapat dilakukan pada
kolam semen maupun kolam terpal. Adapun tahapan kegiatan pendederan yaitu
Persiapan Kolam
Penebaran Induk
Pemijahan
Pemeliharaan Larva
Pemanenan Benih
persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan benih, dan panen.
1) Persiapan Kolam
Kolam yang digunakan untuk kegiatan pendederan ikan lele pada
kelompok tani LPPMPU adalah kolam semen dan kolam terpal. Sebelum kolam
dipergunakan untuk pemeliharaan sebaiknya dilakukan pembersihan kolam.
Kolam yang akan digunakan dibersihkan dengan cara kolam disikat (kolam
semen), atau dibersihkan dengan menggunakan spon (kolam terpal). Hal ini
bertujuan untuk membunuh kuman penyakit yang menempel pada dasar maupun
dinding kolam, agar ikan tidak mudah terserang penyakit. Setelah dibersihkan
kolam dikeringkan dan dijemur dibawah terik matahari selama 1-2 hari.
Kolam yang telah dibersihkan dan dikeringkan selama 1-2 hari, langkah
berikutnya adalah dilakukan pemupukan dengan cara pupuk disebar secara merata
di dalam kolam dan didiamkan selama 1-2 hari. Pupuk yang diberikan pada kolam
merupakan pupuk organik dari kotoran ayam dengan dosis 500 m2 per kolam.
Pemberian pupuk yang dilakukan bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan
plankton yang merupakan pakan alami lele. Setelah didiamkan selama 1-2 hari,
kolam diisi dengan air jernih yang berasal dari bak penampungan air dan
didiamkan selama satu hari. Persiapan kolam telah selesai maka benih siap untuk
ditebar.
2) Penebaran Benih
Kolam yang telah dipersiapkan, maka benih ikan lele siap untuk ditebar.
Penebaran dilakukan pada pagi hari atau sore hari, sesuai dengan panen pada saat
pembenihan. Kepadatan tebar setiap kolam adalah 22.500 ekor benih dengan
ukuran 0,9-1,3 cm.
3) Pemeliharaan Benih
Dalam proses pemeliharaan, benih harus diberi pakan berupa pelet yang
bermerek Hiprovit 99 dengan dosis pakan yang diberikan sebanyak 0,2 gram per
ekor dalam satu hari. Pemberian pakan dilakukan 3 kali dalam sehari yaitu pagi,
siang dan malam hari. Dalam setiap satu minggu sekali, pada saat pemberian
pakan pelet dicampur dengan telur ayam yang bertujuan untuk menambah protein
dan menambah bau amis pada kolam agar benih tidak terserang penyakit.
Penyakit yang sering menyerang pada benih ikan lele yaitu cacing merah
yang berasal dari bak penampungan air. Oleh karena itu pada saat benih belum
ditebar pada kolam pemeliharaan, maka pada kolam tersebut diberi garam, dengan
cara garam dilarutkan dalam air kolam dan didiamkan selama 2 jam. Setelah 2
jam cacing tersebut akan mati dan mengambang di permukaan air kolam. Cacing
yang mengambang di permukaan kolam dibuang dengan menggunakan serokan.
Selain itu untuk mencegah ikan terserang penyakit, kualitas dan kuantitas
air kolam harus tetap dijaga. Dengan cara air kolam diganti dalam 15 hari sekali,
air kolam tidak dibuang secara keseluruhan tetapi hanya setengah dari ketinggian
air kolam dan dilakukan pengisian kembali sesuai dengan air kolam yang dibuang.
4) Panen Benih dipelihara selama 1 bulan dari awal benih ditebar. Benih yang siap
untuk dipanen adalah benih berukuran 5-5,5 cm dengan harga Rp 150 per ekor.
Pemanenan benih dilakukan pada pagi hari atau sore hari mulai pukul 07.00 atau
pukul 16.00 WIB. Proses pemanenan tergantung dengan jenis kolam yang
digunakan. Jika kolam yang digunakan adalah terpal plastik, cara pemanenannya
adalah dari sudut plastik diangkat, sehingga secara perlahan-lahan air dalam
plastik mengalir ke bagian yang rendah (bawah), maka benih akan berkumpul
pada satu sudut yang rendah, kemudian benih ditangkap dengan menggunakan
serokan atau bak sortir dengan hati-hati. Untuk kolam semen, proses panen yang
dilakukan dengan cara air dibuang melalui pipa saluran pembuangan dengan cara
perlahan-lahan sampai yang tersisa hanya tinggal di kamalir saja, sehingga benih
akan berkumpul pada kemalir. Setelah semua benih berkumpul pada kemalir,
benih ditangkap secara hati-hati dengan menggunakan serokan kecil atau
menggunakan bak sortir. Kemudian benih diletakkan pada tempat bak
penampungan sementara untuk dihitung. Setelah dihitung, benih tersebut dapat
dipasarkan kepada peternak ikan lele yang melakukan kegiatan pembesaran.
Jumlah benih yang dipanen dalam satu kolam adalah sebanyak 16.830 ekor.
Adapun alur proses produksi pada kegiatan pendederan ikan lele dapat dilihat
pada Gambar 5.
Gambar 5. Alur Proses Produksi Pendederan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU
6.2.2.3. Kegiatan Pembesaran Ikan Lele
Hasil pendederan ikan lele yang berukuran 5-5,5 cm belum dapat untuk
dijadikan ikan konsumsi. Ikan seukuran ini harus dipelihara lagi untuk tahapan
pembesaran sampai mencapai ukuran layak konsumsi, yakni minimal 250 gram
per ekor atau 9-10 ekor per kilogram. Oleh karena itu bibit lele masih perlu
dipelihara atau dibesarkan lagi agar menjadi ikan lele dumbo yang siap konsumi.
Pembesaran ikan lele pada kelompok tani LPPMPU adalah kegiatan yang
dilakukan dengan menebarkan benih ukuran 5-5,5 cm yang berumur 3 sampai
dengan 4 minggu. Lama pemeliharaan ikan lele adalah rata-rata 3 bulan, dapat
menghasilkan ikan lele konsumsi berbobot 250-300 gram per ekor atau 9-10 ekor
per kilogram. Pada kegiatan pembesaran, jumlah benih yang ditebar adalah
sebanyak 4.000 ekor per m2 dengan luasan kolam rata-rata 4 x 10 m2. Panen
dilakukan selama 3 bulan sekali, sehingga dalam setahun petani dapat melakukan
penen sebanyak 4 kali.
Pembesaran ikan lele yang dilakukan oleh kelompok tani LPPMPU ada
yang menggunakan kolam tanah dan kolam semen. Sistem pengairan yang
dilakukan adalah secara teknis yaitu sumber air yang berasal dari saluran air
irigasi. Kolam seperti ini mudah dikelola karena air tersedia sepanjang tahun.
Adapun proses kegiatan pembesaran ikan lele pada kelompok tani LPPMPU
dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
Persiapan Kolam
Penebaran Benih
Pemeliharaan Benih
Pemanenan Benih
a) Persiapan Kolam Pembesaran
Sebelum penebaran benih, kolam harus dipersiapkan terlebih dahulu.
Kolam dikeringkan beberapa hari sampai permukaan dasar kolam kering dan
retak-retak (kolam tanah). Tujuannya untuk membunuh hama atau bibit-bibit
penyakit yang ada di kolam tersebut dan untuk memudahkan pengolahan tanah
dasar kolam. Kolam dikeringkan selama 3-4 hari. Langkah selanjutnya adalah
memupuk tanah dasar kolam untuk menumbuhkan makanan alami. Pupuk yang
digunakan adalah pupuk organik yaitu pupuk kandang yang terbuat dari kotoran
ayam dengan dosis 500 gram per m2. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara
disebar sampai merata pada dasar kolam. Setelah pemberian pupuk selesai, maka
kegiatan selanjutnya adalah pengisian kolam yang dilakukan secara bertahap agar
pupuk bereaksi dengan sempurna. Pengisian kolam pada tahap pertama adalah
setinggi 70 cm, dan kolam didiamkan selama 2 hari. Setelah kolam didiamkan
selama 2 hari, maka dilakukan pengisian kolam tahap ke 2 dengan ketinggian
kolam hingga mencapai 150 cm.
b) Penebaran Larva
Penebaran benih dapat dilakukan setelah dipastikan kolam benar-benar
telah siap untuk digunakan. Benih dapat ditebar pada waktu pagi atau sore hari
saat suhu rendah. Hal ini bertujuan untuk menghindari tingkat kematian yang
tinggi karena ikan stress. Jumlah benih ikan yang akan ditebar pada kolam
pembesaran adalah sebanyak 4.000 ekor per m2, dengan ukuran 5-5,5 cm.
c) Pemeliharaan
Untuk memacu pertumbuhan pada benih ikan lele, selama pemeliharaan
ikan lele diberi pakan tambahan. Pakan yang diberikan berupa pakan buatan dan
pakan alami. Pakan buatan yaitu pelet yang bermerek hiprovit 782, dosis yang
diberikan dalam satu hari adalah 1 gram per ekor, harga pelet hiprovit 782 per
kilogram adalah Rp 6.500,00. Pelet hiprovit 782 diberikan pada benih yang telah
berumur satu bulan, hal ini dikarenakan disesuaikan dengan bukaan mulut benih
ikan lele, sedangkan ikan lele yang sudah berumur 2 bulan pakan yang diberikan
berupa pelet kasar yang bermerek hiprovit. Dosis yang diberikan dalam satu hari
untuk pelet kasar adalah 3 gram per ekor. Harga pelet kasar adalah Rp 4.500,00
per kilogram. Pakan yang diberikan selain pelet buatan, benih ikan lele yang telah
berumur 2 bulan dapat juga diberi pakan alami yaitu keong, dalam satu hari
menghabiskan 1 karung keong. Harga keong per kilogram adalah Rp 10.000,00.
Pemberian pakan dilakukan 3 kali dalam satu hari yaitu pagi, siang dan malam
hari.
Selain pemberian pakan, pengontrolan kualitas air harus diperhatikan.
Pergantian air dilakukan 2 minggu sekali, hal ini bertujuan agar ikan tidak
terserang penyakit akibat dari sisa-sisa makan yang mengendap menjadi racun.
Dalam proses pemeliharaan harus dilakukan pengontrolan kolam untuk
menghindari serangan hama dan penyakit. Hama biasanya menyerang pada kolam
pembesaran. Pencegahan dapat dilakukan dengan membersihkan sekitar kolam
dari semak-semak yang dapat dijadikan sarang ular atau hama lainnya. Lama
pemeliharaan ikan lele di kolam pembesaran adalah selama 3 bulan.
d) Pemanenan
Pemanenan merupakan bagian akhir dari kegiatan pembesaran. Setelah
ikan dipelihara selama 3 bulan, maka ikan tersebut siap untuk di panen sesuai
dengan ukuran ikan konsumsi yaitu 9-10 ekor per kilogram. Proses pemanenan
dilakukan pada pagi hari atau sore hari. Pada proses kegiatan panen, yang
melakukan panen adalah para pedagang pengumpul. Ikan yang telah dipanen
langsung dimasukkan pada drum-drum plastik yang telah disiapkan oleh pedagang
pengumpul. Dalam satu kali proses produksi petani dapat memanen ikan lele
sebanyak 350 kilogram per kolam, dengan harga per kilogramnya adalah Rp
10.000,00. Adapun alur proses produksi pada kegiatan pendederan ikan lele dapat
dilihat pada Gambar 6.
Dari hasil analisis terhadap aspek teknis, dapat dikatakan bahwa
pengusahaan ikan lele yang dilakukan oleh kelompok tani LPPMPU layak untuk
dilaksanakan. Dalam hal ini tidak ada masalah yang dapat menghambat jalannya
kegiatan pengusahaan ikan lele.
Gambar 6. Alur Proses Produksi Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU
6.3. Aspek Manajemen
Aspek manajemen pada dasarnya menilai para pengelola proyek dan
struktur organisasi yang ada. Pengusahaan ikan lele di Kecamatan Babelan
merupakan kelompok tani yang dinamakan dengan Lembaga Pemberdayaan
Pemuda dan Masyarakat Peduli Umat (LPPMPU) yang didirikan pada tahun 2004.
Pada saat ini anggota kelompok tani LPPMPU yang aktif dalam pengusahaan
ikan lele hanya 4 orang. Struktur organisasi pada kelompok tani LPPMPU di
Kecamatan Babelan dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 7. Struktur Organisasi Pada Kelompok Tani LPPMPU
Pada masing-masing petani, untuk struktur organisasi sangat sederhana
yaitu Pak Sumirta sebagai ketua dari kelompok tani LPPMPU dan dibantu oleh
anggota lainnya yang melakukan pengusahaan ikan lele yang diantaranya Pak H.
Marjani sebagai sekretaris, Pak Rohmat sebagai bendahara, dan Pak Misar sebagai
memasarkan ikan yang siap untuk dipanen. Ketua kelompok tani LPPMPU adalah
Pak Sumirta sebagai ketua dari kelompok tani LPPMPU yang bertugas
mengawasi dan membantu para anggotanya dalam kegiatan pengusahaan ikan
lele, Pak Sumirta dibantu oleh anggotanya yaitu Pak H. Marjani sebagai sekretaris
Persiapan Kolam
Penebaran Benih
Pemeliharaan
Pemanenan
Ketua Kelompok Tani LPPMPU
Pak Sumirta
Sekretaris : Pak H. Marjani Bendahara : Pak Rohmat Pemasaran : Pak Misar
yang bertugas mencatat jumlah ikan yang dipanen oleh setiap anggota, Pak
Rohmat sebagai bendahara yang bertugas mencatat pendapatan yang diperoleh
dari masing-masing anggota kelompok tani LPPMPU, sedangkan Pak Misar
bertugas untuk memasarkan hasil produksi atau output yang dihasilkan dari
anggota yang melakukan kegiatan pengusahaan ikan lele.
Dilihat dari struktur organisasi pada kelompok tani LPPMPU, dari masing-
masing anggota hanya terdiri atas pemilik pengusahaan ikan lele dan satu orang
tenaga kerja. Pemilik usaha bertindak sebagai pengawas, mengontrol kualitas
produk yang dihasilkan, serta melakukan kegiatan produksi, sedangkan para
pekerja bertugas untuk membantu pemilik pengusahaan yaitu memelihara benih
sampai benih siap panen. Untuk penyerapan tenaga kerja pada kelompok tani
LPPMPU sangat sederhana, karena karyawan yang membantu pemilik dalam
kegiatan produksi adalah masih kerabat atau saudara dari pemilik usaha.
Berdasarkan analisis aspek manajemen, usaha ini dapat dikatakan layak
untuk dilaksanakan meskipun dengan struktur organisasi lini dan pembagian tugas
yang sederhana.
6.4. Aspek Sosial dan Lingkungan
Usaha yang dijalankan oleh kelompok tani LPPMPU memberikan
kontribusi pendapatan bagi anggota tersebut, karena dengan melakukan kegiatan
pengusahaan ikan lele, kehidupan dari kelompok tani LPPMPU dapat
meningkatan pendapatan serta kehidupan yang sejahtera. Selain itu, keberadaan
kelompok tani LPPMPU tidak memberikan dampak buruk bagi kondisi
lingkungan daerah sekitar proyek. Berbeda dengan kegiatan usaha perindustrian
yang menghasilkan limbah mengandung bahan kimia, dapat menyebabkan
terjadinya pencemaran lingkungan.
Sikap masyarakat sangat terbuka dan mendukung dengan adanya
pengusahaan ikan lele di sekitar lingkungan rumah warga. Hal ini dapat dilihat
dari ketertarikan warga sekitar untuk membuka pengusahaan ikan lele dengan
memanfaatkan lahan di sekitar rumah. Namun permasalahan yang dihadapi oleh
petani pada saat penelitian, yaitu adanya keterbatasan modal yang dimiliki petani
untuk memulai usaha barunya, serta kurang memiliki keterampilan untuk kegiatan
teknis budidaya ikan lele.
VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL
Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk
mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele, serta untuk mengetahui apakah
usaha yang dilakukan pada kelompok tani LPPMPU memperoleh keuntungan
secara finansial. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria-
kriteria penilaian investasi yang terdiri dari Net Present Value (NPV), Net Benefit
and Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate Return (IRR), dan Payback Period
(PP). Untuk menganalisis empat kriteria tersebut, digunakan arus kas untuk
mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan oleh
setiap anggota LPPMPU selama umur proyek yaitu 10 tahun. Penentuan umur
proyek tersebut berdasarkan umur ekonomis dari kolam yang digunakan untuk
kegiatan produksi ikan lele, karena kolam merupakan aset yang paling penting
untuk menjalankan pengusahaan ikan lele tersebut.
7.1. Arus Pengeluaran dan Arus Penerimaan
Pada analisis kelayakan pengusahaan ikan lele pada Kelompok Tani
LPPMPU tersebut perlu menghitung manfaat dan biaya yang digunakan dalam
pengusahaan ikan lele. Dalam perhitungan manfaat dan biaya pada analisis
finansial menggunakan harga pasar yang berlaku di daerah tempat penelitian.
7.1.1. Arus Pengeluaran (Outflow)
Arus pengeluaran dalam analisis kelayakan finansial pengusahaan ikan
lele pada kelompok tani LPPMPU terdiri dari biaya investasi dan biaya
operasional. Analisis biaya atau pengeluaran mencerminkan pengeluaran-
pengeluaran yang akan terjadi selama masa proyek atau usaha yang dilaksanakan.
7.1.2. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal
kegiatan dan pada saat tertentu untuk memperoleh manfaat beberapa tahun
kemudian. Pengeluaran biaya investasi umumnya dilakukan satu kali atau lebih,
sebelum bisnis berproduksi dan baru menghasilkan manfaat beberapa tahun
kemudian. Jadi biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan satu kali untuk
memperoleh beberapa kali manfaat sampai secara ekonomis kegiatan bisnis itu
tidak menguntungkan lagi. Biaya tersebut dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan
sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menjalankan pengusahaan ikan pada
kelompok tani LPPMPU. Biaya investasi pada pengusahaan pembenihan ikan lele
LPPMPU meliputi lahan yang merupakan lahan sendiri, dan induk ikan lele.
Biaya investasi lain yang diperlukan adalah bak penampungan air, serokan, pipa
paralon, selang, mesin pompa, ember, genteng dan kayu. Sementara itu biaya
investasi yang diperlukan dalam pengusahaan pemesaran ikan lele adalah lahan,
kolam semen, serokan, mesin pompa, blower, pipa paralon, selang dan ember.
Adapun rincian biaya investasi pada pengusahaan pembenihan ikan lele dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rincian Biaya Investasi Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU
No Uraian Jumlah Satuan Umur
Ekonomis (Tahun)
Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
1 Lahan 200 Meter - 250,000.00 50,000,000.00
2 Kolam : - - -
a) Kolam induk (Uk. 4 x 5 m2) 1 Buah
10 3,100,000.00 3,100,000.00
b) Kolam semen (Uk. 2 x 3 m2) 3 10 1,500,000.00 4,500,000.00
c) Kolam terpal (Uk. 2 x 4 m2) 8 1 675,000.00 5,400,000.00
3 Induk Ikan Lele 50 Ekor 2 45,000.00 2,250,000.00
4 Bak penampungan air 1 Buah 5 2,250,000.00 2,250,000.00
5 Serokan : a) Serokan besar 2 Buah 2 25,000.00 50,000.00
b) Serokan kecil 2 Buah 2 15,000.00 30,000.00
6 Pipa Paralon : a) Pipa (Uk. 0.5 inchi) 2 Batang 5 75,000.00 150,000.00
b) Pipa (Uk. 3/4 inchi) 2 Batang 5 15,000.00 30,000.00
7 Selang 25 Meter 2 5,000.00 125,000.00
8 Mesin pompa 1 Unit 5 450,000.00 450,000.00
9 Ember 3 Buah 2 15,000.00 45,000.00
10 Genteng 1.000 Buah 10 500.00 500,000.00
11 Kayu 60 Batang 10 15,000.00 900,000.00
Total Biaya Investasi 69,780,000.00 Sumber : Data di olah (2009)
Investasi awal yang dikeluarkan untuk pengusahaan pembenihan ikan lele
adalah sebesar Rp 69,780,000.00, sedangkan investasi awal yang dikeluarkan
untuk pengusahaan pembesaran ikan lele adalah sebesar Rp 94,590,000.00 (Tabel
6). Umur ekonomis dari pengusahaan ikan lele pada kelompok tani LPPMPU
adalah 10 tahun, hal ini dilihat dari peralatan yang digunakan untuk kegiatan
produksi yang diperkirakan memiliki ketahanan 10 tahun.
Tabel 6. Rincian Biaya Investasi Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU
No Uraian Jumlah Satuan Umur
Ekonomis (Tahun)
Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
1 Lahan 255 Meter 10 250,000.00 63,750,000.00
2 Kolam : - -
a) Kolam semen (Uk 4 x 10 m2) 5
Buah
10
3,900,000.00 19,500,000.00
b) Kolam semen (Uk 13 x 12 m2) 1 4,600,000.00 4,600,000.00
c) Kolam semen (Uk 4 x 4 m2) 2 2,400,000.00 4,800,000.00
3 Serokan 3 Buah 2 25,000.00 75,000.00
4 Mesin pompa 1 Unit 5 450,000.00 450,000.00
5 Blower 1 Unit 10 850,000.00 850,000.00
6 Pipa Paralon : a) Pipa (Uk. 4 inchi) 7
Batang 5
45,000.00 315,000.00
b) Pipa (Uk. 3/4 inchi) 6 15,000.00 90,000.00
7 Selang 23 Meter 2 5,000.00 115,000.00
8 Ember 3 Buah 2 15,000.00 45,000.00
Total Biaya Investasi 94,590,000.00 Sumber : Data di olah (2010)
Biaya investasi selain dikeluarkan di awal tahun bisnis, juga dikeluarkan
pada beberapa tahun setelah bisnis berjalan, seperti untuk mengganti peralatan
atau komponen investasi yang umurnya sudah habis namun operasional bisnisnya
masih berjalan. Biaya investasi yang dikeluarkan tersebut disebut reinvestasi.
Biaya reinvestasi yang dikeluarkan pada pengusahaan pembenihan ikan lele
adalah plastik terpal, induk ikan lele, serokan, pipa paralon, selang, mesin pompa,
dan ember, sedangkan biaya reinvestasi yang dikeluarkan pada pengusahaan
pembesaran adalah serokan, mesin pompa, pipa paralon, ember dan selang.
Adapun rincian biaya reinvestasi pada kelompok tani LPPMPU dapat dilihat pada
Lampiran 2.
7.1.3. Biaya Operasional
Biaya operasional adalah biaya keseluruhan yang berhubungan dengan
kegiatan operasional dari pengusahaan ikan lele pada kelompok tani LPPMPU.
Biaya tersebut dikeluarkan secara berkala selama usaha tersebut berjalan yang
terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
7.1.3.1. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan selama satu
tahun dengan ada atau tidaknya produksi yang dilakukan. Biaya tetap yang
dikeluarkan tidak berubah walaupun volume produksi berubah. Biaya tetap yang
dikeluarkan pada masing-masing anggota LPPMPU yaitu biaya gaji tenaga kerja,
biaya perawatan peralatan yang digunakan, biaya abodemen listrik, dan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB). Biaya tetap yang dikeluarkan untuk pengusahaan
pembenihan ikan lele adalah Rp 14.075.000,00, sedangkan biaya tetap yang
dikeluarkan pada pengusahaan pembesaran ikan lele adalah Rp 14. 511.750,00.
Biaya tetap yang dikeluarkan pada masing-masing anggota kelompok tani
LPPMPU dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rincian Biaya Tetap Pengusahaan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU
No Uraian Jumlah Harga (Rp/bulan)
Pembenihan ikan Lele
Pembesaran Ikan Lele
1. Gaji tenaga kerja 1 orang 1.100.000,00 13.200.000,00 13.200.000,00 2. Abodemen listrik - 50.000,00 600.000,00 600.000,00 3. Perawatan - 205.000,00 605.000,00 4. PBB - 70.000,00 106.750,00
Total (Rp) 14.075.000,00 14.511.750,00 7.1.3.2. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah suatu biaya yang harus dikeluarkan seiring dengan
bertambah atau berkurangnya produksi. Biaya variabel akan mengalami
perubahan jika volume produksi berubah, beberapa biaya variabel yang sangat
berpengaruh adalah hormon ovaprim dan ketersediaannya pakan. Biaya variabel
yang dikeluarkan dari setiap kelompok tani LPPMPU berbeda-beda, hal ini
dikarenakan pada pengusahaan ikan lele LPPMPU melakukan jenis kegiatan yang
berbeda-beda.
Biaya variabel yang dikeluarkan pada masing-masing anggota LPPMPU
diantaranya, pembelian benih untuk kegiatan pembesaran, pembelian pakan,
pupuk kandang, garam, hormon ovaprim, aqua destilata, plastik packing, karet,
suntikan, telur ayam, bambu, kakaban, busa spons, dan sikat. Total biaya variabel
yang dikeluarkan pada kelompok tani LPPMPU dalam satu tahun yaitu pada
pengusahaan pembenihan ikan lele adalah sebesar Rp 12.163.020,00, sedangkan
biaya yang dikeluarkan dalam pengusahaan pembesaran ikan lele adalah sebesar
Rp 18.300.400,00 (Tabel 8).
a. Biaya Pakan
Pakan yang diberikan dalam pemeliharaan induk adalah untuk memenuhi
kebutuhan ikan tersebut, serta merangsang pertumbuhan gonad sehingga induk
ikan dapat dengan cepat menghasilkan telur dan siap untuk dipijahkan. Jenis
pakan yang diberikan untuk induk ikan lele adalah pelet dan keong, sedangkan
pakan yang diberikan kepada benih ikan lele adalah cacing sutra dan pelet halus.
Pakan pelet yang diberikan kepada induk adalah berupa pelet kasar merk Hiprovit.
Kebutuhan pakan untuk pemeliharaan induk adalah sebanyak 5 karung dengan
berat 30 kilogram per karung dengan harga Rp 4.500,00 per kilogram, sehingga
total biaya pakan induk sebesar Rp 675.000,00 pada pengusahaan pembenihan
ikan lele, sedangkan biaya pakan yang dikeluarkan pada pengusahaan pembesaran
ikan lele adalah sebesar Rp 6.854.400,00. Selain pakan pelet kasar, induk ikan lele
diberi pakan tambahan yaitu berupa keong. Kebutuhan pakan tambahan yaitu
keong yang diberikan dalam pemeliharaan induk ikan lele menghabiskan keong
sebanyak 405 kilogram dengan harga keong per kilogram adalah Rp 1.000,00,
sehingga total biaya pakan keong yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 405.000,00.
Sementara itu dalam pemeliharaan benih ikan lele agar benih dapat
berkembang dengan cepat maka benih ikan lele diberi pakan alami yaitu cacing
sutra. Kebutuhan pakan cacing sutra dalam pemeliharaan benih ikan lele
membutuhkan pakan sebanyak 504 liter dengan harga per liter adalah Rp
5.000,00, sehingga total biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan cacing
sutra adalah Rp 2.520.000,00. Untuk benih yang sudah berukuran besar yaitu
berumur 17 hari jenis pakan yang diberikan adalah pelet halus atau pelet 99 yang
bermerek Hiprovit. Jumlah pakan yang diberikan untuk pemeliharaan benih ikan
lele adalah 1.463,56 kilogram dengan harga per kilogram adalah sebesar Rp
4.500,00, sehingga total biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pelet halus
adalah Rp 6.586.020,00.
Pada pengusahaan ikan lele dalam kegiatan pembesaran ikan lele, jenis
pakan yang diberikan berbeda dengan jenis pakan sebelumnya. Jenis pakan yang
diberikan adalah pelet 782 yang ukurannya lebih besar dari pelet halus, hal ini
dikarenakan jenis pakan yang diberikan disesuaikan dengan bukaan mulut ikan
lele. Jumlah pakan yang diberikan pada pengusahaan pembesaran ikan lele adalah
sebanyak 560 kilogram dengan harga per kilogramnya adalah Rp 6.500,00,
sehingga total biaya pakan yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 3.640.000,00.
b. Biaya Karet, Plastik, dan Jarum Suntik
Benih ikan lele yang siap panen akan dikemas dengan menggunakan
kantong plastik dengan ukuran kantong 60 x 40 cm. Dalam satu kantong plastik
berisi benih sebanyak 400 ekor. Jumlah kantong plastik yang digunakan adalah
sebanyak 4 kilogram, dalam satu kilogram berisi 10 buah kantong plastik. Harga
satu kilogram kantong plastik adalah Rp 12.500,00, sehingga biaya yang
dikeluarkan untuk pembelian kantong adalah sebesar Rp 50.000,00.
Karet yang dipergunakan oleh petani adalah untuk mengikat pada kemasan
benih yang siap untuk dipasarkan kepada konsumen. Karet yang dipergunakan
adalah karet gelang, kebutuhan karet yang diperlukan adalah 1 kilogram dengan
harga Rp 36.000,00 per kilogram, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian karet adalah sebesar Rp 36.000,00. Jarum suntik berfungsi untuk
menyuntikkan hormon ovaprim dan aqua destilata pada tubuh induk ikan lele
sebelum proses pemijahan. Dalam satu tahun petani membutuhkan jarum suntik
sebanyak 2 buah dengan harga per buah adalah Rp 5.000,00.
c. Telur Ayam dan Garam
Telur ayam digunakan untuk menambah nafsu makan pada induk ikan lele
yang siap untuk dipijahkan, serta untuk mencegah timbulnya penyakit pada induk
ikan lele. Pemberian telur ayam dilakukan dengan cara telur ayam dicampur
dengan pelet kasar dan diaduk sampai merata, kemudian pakan tersebut diberikan
dengan merata pada induk ikan lele. Jumlah telur ayam yang diperlukan adalah
sebanyak 2 kilogram dengan harga Rp 16.000,00 per kilogram, sehingga total
biaya telur ayam yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 32.000,00, sedangkan garam
digunakan untuk membunuh hama penyakit, jumlah garam yang diperlukan
adalah sebanyak 2 bungkus dengan harga per bungkus adalah Rp 2.500,00,
sehingga kebutuhan biaya pembenihan garam sebesar Rp 5.000,00.
d. Biaya Hormon Ovaprim dan Aqua Destilata
Pada kelompok tani LPPMPU melakukan proses kegiatan pemijahan
induk ikan lele dengan cara buatan yaitu dengan menyuntikkan hormon ovaprim.
Hal ini bertujuan untuk merangsang terjadinya ovulasi telur. Dosis yang
digunakan untuk induk betina adalah 0,3 ml/kg bobot induk, dan dosis untuk
induk jantan adalah 0,2 ml/kg bobot induk. Dalam satu botol berisi 10 ml dengan
harga per botol adalah Rp 200.000,00. Dalam satu tahun hormon ovaprim yang
dibutuhkan adalah sebanyak 2 botol, jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian ovaprim adalah Rp 400.000,00.
Selain hormon ovaprim dibutuhkan juga aqua destilata yang digunakan
untuk campuran hormon ovaprim, hal ini dikarenakan untuk memudahkan
menyuntikkan hormon ovaprim kedalam tubuh induk ikan lele. Jumlah aqua
destilata yang digunakan dalam kegiatan pembenihan ikan lele adalah sebanyak 1
botol yang berisi 10 ml, dengan harga per botol adalah Rp 7.500,00.
e. Biaya Pupuk Kandang
Pemupukan ini bertujuan menumbuhkan pakan alami bagi ikan lele, dan
dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton dalam kolam yang akan
dipergunakan untuk kegiatan pemijahan maupun pemeliharaan benih ikan lele.
Pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk organik yang berupa kotoran ayam
yang dicampur dengan kotoran kambing. Jumlah pupuk kandang yang digunakan
adalah sebanyak 12 karung dengan harga per karung adalah Rp 5.000,00,
sehingga biaya pembelian pupuk kandang adalah Rp 60.000,00.
f. Biaya Bambu dan kakaban (sarang telur)
Bambu digunakan untuk pembuatan sarang telur pada kegiatan
pengusahaan pembenihan ikan lele, serta digunakan untuk pembuatan kolam yang
menggunakan plastik terpal. Harga bambu adalah Rp 7.000,00 per batang,
sehingga kebutuhan bambu yang diperlukan dalam kegiatan pengusahaan
pembenihan ikan lele dalam satu tahun adalah sebanyak 67 batang, maka biaya
pembelian bambu adalah Rp 469.000,00.
Kakaban atau sarang telur merupakan suatu wadah yang digunakan
sebagai penempatan telur pada saat proses pemijahan. Harga kakaban per ikat
adalah Rp 40.000,00, sehingga kebutuhan kakaban dalam satu tahun sebanyak 4
ikat. Biaya pembelian kakaban adalah sebesar Rp 160.000,00.
g. Busa spons dan Sikat
Busa spons digunakan untuk membersihkan dinding dan dasar kolam yang
terbuat dari plastik terpal, dengan tujuan untuk membasmi kuman penyakit yang
menempel pada dinding maupun pada dasar kolam. Jumlah busa spons yang
digunakan adalah sebanyak 2 buah dengan harga Rp 6.750,00 per buah, sehingga
biaya pembelian busa spons dalam setahun adalah Rp 13.500,00.
Sikat dipergunakan untuk membersihkan dinding dan dasar kolam yang
terbuat dari semen, dengan tujuan untuk membasmi kuman penyakit dan
membersihkan dari lumut yang menempel pada dinding. Jumlah sikat yang
digunakan adalah sebanyak 2 buah dengan harga Rp 7.000,00 per buah, sehingga
biaya pembelian sikat dalam setahun adalah Rp 14.000,00.
h. Biaya Pemakaian Listrik
Sumber tenaga listrik yang digunakan dalam kegiatan ini berasal dari PLN
dengan daya 900 watt, sumber energi tersebut digunakan untuk penerangan, mesin
air dan blower. Pengeluaran biaya listrik per tahun Rp 720.000,00 pada
pengusahaan pembenihan ikan lele, sedangkan biaya listrik yang dikeluarkan
pada pengusahaan pembesaran ikan lele yaitu sebesar Rp 780.000,00. Adapun
rincian biaya variabel dari setiap anggota kelompok tani LPPMPU dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8. Rincian Biaya Variabel Pengusahaan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU
No Uraian Responden
Pembenihan Ikan Lele Pembesaran Ikan Lele
1. Pakan :
a) Cacing sutra
b) Pelet 99
c) Pelet 782
d) Pelet Hiprovit
e) Keong
2.520.000,00
6.586.020,00
-
675.000,00
405.000,00
-
3.640.000,00
6.854.400,00
896.000,00
2. Pembelian benih - 6.000.000,00
3. Telur ayam 32.000,00 -
4. Garam 5.000,00 -
5. Ovaprim 400.000,00 -
6. Aqua destilata 7.500,00 -
7. Plastik packing 50.000,00 -
8. Suntikan 10.000,00 -
9. Pupuk kandang 60.000,00 130.000,00
10. Karet 36.000,00 -
11. Pemakaian listrik 720.000,00 780.000,00
12. Bambu 469.000,00 -
13. Kakaban (sarang) 160.000,00 -
14. Busa spons 13.500,00 -
15. Sikat 14.000,00 -
Total (Rp) 12.163.020,00 18.300.400,00
7.2. Arus Penerimaan (Inflow)
Pada pengusahaan ikan lele kelompok tani LPPMPU jenis pengusahaan
yang dijalankan adalah pengusahaan pembenihan ikan lele dan pengusahaan
pembesaran ikan lele. Penerimaan yang diperoleh dari masing-masing jenis
pengusahaan ikan lele berasal dari jumlah penjualan benih kecil dan ikan ukuran
konsumsi dengan harga jual pada masing-masing produk adalah Rp 150,00 per
ekor untuk benih kecil, sedangkan untuk ikan ukuran konsumsi adalah Rp
10.000,00 per kilogram (9-10 per ekor).
Untuk kegiatan pembenihan sampai dengan pendederan dalam satu tahun
dilakukan sebanyak 4 kali, sesuai dengan jumlah induk yang dimiliki oleh petani
pembenihan ikan lele. Untuk pengusahaan pembenihan sampai dengan
pendederan ikan lele dalam satu tahun dapat melakukan pemijahan sebanyak 4
kali dengan jumlah induk yang dipijahkan adalah 16 pasang. Satu pasang induk
terdiri dari satu induk jantan dan satu induk betina (berpasangan yaitu 1:1).
Fekunditas atau kemampuan menghasilkan telur satu ekor induk dapat
menghasilkan 25.000 butir telur dengan derajat penetasan telur adalah 90 persen
yang akan menghasilkan 22.500 ekor larva dari 25.000 butir telur yang terbuahi.
Larva yang hidup memiliki tingkat kemampuan hidup (Survival Rate/SR)
sebanyak 88 persen yang akan menghasilkan 19.800 ekor per satu induk,
sedangkan larva yang hidup sampai panen memiliki tingkat SR sebanyak 15
persen yang akan menghasilkan 16.830 benih. Penerimaan yang diperoleh selama
satu tahun yaitu 16.830 ekor benih x Rp 150,00 x 19 (jumlah induk yang
dipijahkan ) adalah Rp 47.965.500,00.
Sementara itu, untuk pengusahaan ikan lele yang melakukan kegiatan
pembesaran dalam satu tahun dilakukan 4 kali panen dengan kegiatan produksi
setiap 3 bulan sekali. Pada pengusahaan pembesaran ikan lele dalam satu kali
produksi jumlah benih yang ditebar sebanyak 4.000 ekor per kolam, dengan
tingkat kematian sampai panen adalah 12 persen sehingga dalam satu kolam akan
menghasilkan 350 kilogram (ukuran 9-10 ekor per kilogram). Jumlah kolam yang
digunakan untuk kegiatan produksi ikan lele pada tahun pertama sebanyak 3
kolam, sehingga penerimaan yang dihasilkan dalam satu tahun adalah 3 kolam x
350 kilogram x Rp 10.000,00 per kilogram x 4 (jumlah panen dalam satu tahun)
yaitu Rp 42.000.000,00 pada tahun pertama.
Selain dari penjualan benih, penerimaan untuk masing-masing anggota
diperoleh dari nilai sisa (salvage value) biaya investasi yang dikeluarkan pada
tahun pertama yang tidak habis terpakai selama umur proyek. Nilai sisa yang
terdapat hingga akhir umur proyek dapat ditambahkan sebagai manfaat proyek.
Biaya-biaya investasi pada pengusahaan ikan lele dari masing-masing
pengusahaan ikan lele yaitu lahan, mesin pompa, dan blower. Nilai sisa pada
kelompok tani LPPMPU dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai Sisa Investasi Pada Pengusahaan Ikan Lele LPPMPU
No Uraian
Nilai sisa (Rp)
Pembenihan Ikan Lele
(Rp)
Pembesaran Ikan Lele
(Rp)
1. Lahan 55.000.000,00 75.625.000,00
2. Mesin pompa 150.000,00 150.000,00
3. Mesin blower - 350.000,00
Total Nilai Sisa (Rp) 55.150.000,00 76.125.000,00
7.3. Analisis Kelayakan Finansial
Dalam analisis finansial kriteria kelayakan yang digunakan untuk menilai
kelayakan proyek yaitu Net Present value (NPV), Net B/C Ratio, Internal Rate Return
(IRR), dan Payback Period (PP). Pada analisis kelayakan finansial pengusahaan
ikan lele menggunakan modal sendiri. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah
7 persen, ini berdasarkan suku bunga deposito Bank Indonesia (BI) pada tahun
2009.
7.3.1. Kelayakan Analisis Finansial Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele
Pada Kelompok Tani LPPMPU
Analisis kelayakan finansial yang digunakan untuk pengusahaan
pembenihan ikan lele pada kelompok tani LPPMPU seluruhnya modal yang
dipergunakan dalam menanamkan investasinya berasal dari modal sendiri.
Tingkat suku bunga yang digunakan yaitu 7 persen, hal ini berdasarkan suku
bunga deposito Bank Indonesia bulan Desember tahun 2009 pada saat melakukan
penelitian.
Perhitungan kelayakan finansial ini menggunakan manfaat bersih yang
diperoleh dari selisih antara biaya dan manfaat setiap tahunnya dengan dikurangi
pajak berdasarkan jumlah manfaat bersih yang dihasilkan (benefit). Tarif pajak
yang digunakan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia tentang
Perpajakan No. 36 Tahun 2008 yaitu sebesar 28 persen. Analisis kelayakan
finansial dilihat dari kriteria nilai NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode.
Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan pembenihan ikan
lele kelompok tani LPPMPU (Tabel 10).
Tabel 10. Kelayakan Finansial Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU
No Kriteria Investasi Hasil
1. NPV 90,708,028.61
2. Net B/C 2,82
3. IRR 35%
4. Payback Period 1,45 Tahun
Berdasarkan analisis finansial pada Tabel 10. dapat dilihat bahwa
pengusahaan pembenihan ikan lele memperoleh nilai NPV lebih besar dari nol
yaitu sebesar Rp 90,708,028.61 yang artinya bahwa pengusahaan pembenihan
ikan lele ini layak untuk dilaksanakan. NPV sama dengan Rp 90,708,028.61 juga
menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari pengusahaan pembenihan ikan
lele selama umur proyek terhadap tingkat suku bunga yang berlaku. Kriteria lain
yang dianalisis adalah Net B/C, pada pengusahaan pembenihan ikan lele
kelompok tani LPPMPU diperoleh nilai Net B/C lebih besar dari nol yaitu sebesar
2,82 yang menyatakan bahwa pengusahaan pembenihan ikan lele ini layak untuk
dilaksanakan.
Nilai Net B/C sama dengan 2,82, artinya setiap satu rupiah yang
dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan manfaat bersih sebesar 2,82
rupiah. Nilai IRR yang diperoleh dari analisis finansial pada pengusahaan
pembenihan ikan lele adalah 35 persen, dimana nilai IRR tersebut lebih besar dari
discount factor yang berlaku yaitu 7 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan
tingkat pengembalian internal proyek sebesar 35 persen, dan karena nilai IRR
lebih besar dari discount factor yaitu 7 persen maka usaha ini layak untuk
dilaksanakan. Pengusahaan pembenihan ikan lele ini memiliki periode
pengembalian biaya investasi selama 1,45 tahun (Lampiran 6).
7.3.2. Kelayakan Analisis Finansial Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele
Pada Kelompok Tani LPPMPU
Pada pengusahaan pembesaran ikan lele kelompok tani LPPMPU investasi
yang ditanamkan dalam pengusahaan ini berasal dari modal sendiri. Tingkat suku
bunga yang digunakan adalah sebesar 7 persen, berdasarkan tingkat suku bunga
deposito Bank Indonesia bulan Desember 2009 pada saat melakukan penelitian di
kelompok tani LPPMPU.
Perhitungan kelayakan finansial ini menggunakan manfaat bersih yang
diperoleh dari selisih antara biaya dan manfaat setiap tahunnya dengan dikurangi
pajak berdasarkan jumlah manfaat bersih yang dihasilkan (benefit). Tarif pajak
yang digunakan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia tentang
Perpajakan No. 36 Tahun 2008 yaitu sebesar 28 persen. Analisis kelayakan
finansial dilihat dari kriteria nilai NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode.
Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan pembesaran ikan
lele kelompok tani LPPMPU (Tabel 11).
Berdasarkan hasil perhitungan analisis kelayakan finansial pada
pengusahaan pembesaran ikan lele diperoleh nilai NPV lebih besar dari nol yaitu
sebesar Rp 64,722,045.98, sehingga pengusahaan pembesaran ikan lele ini dapat
dikatakan layak untuk diusahakan. Nilai pada NPV yang diperoleh kelompok tani
LPPMPU pengusahaan pembesaran ikan lele menunjukkan manfaat bersih yang
diterima pada tingkat suku bunga yang berlaku yaitu sebesar 7 persen, sedangkan
nilai Net B/C yang diperoleh pada pengusahaan pembesaran ikan lele adalah
sebesar 2 dimana nilai Net B/C lebih besar dari nol sehingga pengusahaan ikan
lele ini layak untuk dilaksanakan. Net B/C sama dengan 2 berarti setiap satu
rupiah biaya yang telah dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan 2 rupiah
manfaat bersih.
Nilai IRR yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan analisis kelayakan
finansial pada pengusahaan pembesaran ikan lele yaitu sebesar 20 persen lebih
besar dari discount factor yang berlaku yaitu 7 persen. Hal ini berarti pengusahaan
pembesaran ikan lele layak untuk dilaksanakan dengan tingkat pengembalian
internal sebesar 20 persen, sedangkan periode yang diperlukan untuk
mengembalikan semua biaya investasi adalah 1,5 tahun (Lampiran 7).
Tabel 11. Kelayakan Finansial Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU
No Kriteria Investasi Hasil
1. NPV 64,722,045.98
2. Net B/C 2
3. IRR 20%
4. Payback Period 1,5 Tahun
7.4. Perbandingan Hasil Kelayakan Pengusahaan Pembenihan dan
Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU
Pada pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele layak untuk
dilaksanakan. Tetapi untuk melihat jenis pengusahaan mana yang paling
menguntungkan untuk dilaksanakan, dapat dilihat dari perbandingan hasil
kelayakan finansial pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele pada
kelompok tani LPPMPU (Tabel 12).
Tabel 12. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Pengusahaan Pembenihan dan Pembesaran Ikan Lele Kelompok Tani LPPMPU
No Kriteria
Investasi
Hasil
Pengusahaan Pembenihan
Ikan Lele
Pengusahaan Pembesaran
Ikan Lele
1. NPV 90,708,028.61 64,722,045.98
2. Net B/C 2,82 2
3. IRR 35% 20%
4. Payback Period 1,45 Tahun 1,5 Tahun
Berdasarkan Tabel 12. menunjukkan bahwa pada pengusahaan
pembenihan ikan lele merupakan pengusahaan yang memberikan keuntungan
paling besar bila dibandingkan dengan pengusahaan pembesaran ikan lele. Hal ini
terlihat dari hasil analisis finansial, nilai NPV pada pengusahaan pembenihan
ikan lele lebih besar bila dibandingkan dengan pengusahaan pembesaran ikan lele.
Demikian juga dengan nilai Net B/C dan IRR, pada pengusahaan pembenihan
ikan lele menghasilkan nilai Net B/C dan nilai IRR yang lebih besar dari pada
pengusahaan pembesaran ikan lele yaitu sebesar 2,82 dan 35 persen. Pada masa
pengembalian biaya investasi (payback period) pengusahaan pembenihan lebih
cepat bila dibandingkan dengan pengusahaan pembesaran ikan lele yaitu selama
1,45 tahun.
7.5. Kelayakan Analisis Pengembangan Pengusahaan Ikan Lele Pada
Kelompok Tani LPPMPU
Pada analisis pengembangan pengusahaan pembenihan dan pembesaran
ikan lele layak untuk dikembangkan. Tetapi untuk melihat jenis pengusahaan
mana yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan, dapat dilihat dari hasil
kelayakan finansial pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele pada
kelompok tani LPPMPU (Tabel 13).
Tabel 13. Analisis Pengembangan Pengusahaan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU
No Kriteria
Investasi
Hasil
Pengusahaan Pembenihan
Ikan Lele
Pengusahaan Pembesaran
Ikan Lele
1. NPV 190,564,149.51 118,979,693.69
2. Net B/C 3,77 2,08
3. IRR 51% 25%
4. Payback Period 1,35 Tahun 1,40 Tahun
Berdasarkan Tabel 13. menunjukkan bahwa pada pengusahaan
pembenihan ikan lele layak untuk dikembangkan menjadi skala usaha besar bila
dibandingkan dengan pengusahaan pembesaran ikan lele. Hal ini terlihat dari hasil
perhitungan analisis cash flow, nilai NPV yang diperoleh pada pengusahaan
pembenihan ikan lele adalah sebesar Rp 190,564,149.51 yang artinya bahwa
pengusahaan pembenihan ikan lele ini layak untuk dilaksanakan. Nilai NPV sama
dengan Rp 190,564,149.51 juga menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari
pengusahaan pembenihan ikan lele selama umur proyek terhadap tingkat suku
bunga yang berlaku. Kriteria lain yang dianalisis adalah Net B/C, pada
pengusahaan pembenihan ikan lele diperoleh nilai Net B/C sebesar 3,77 lebih
besar dari nol yang menyatakan bahwa pengusahaan pembenihan ikan lele ini
layak untuk dikembangkan, sedangkan nilai IRR yang diperoleh pada
pengusahaan pembenihan ikan lele adalah sebesar 51 persen. Dimana nilai IRR
tersebut lebih besar dari discount factor yang berlaku yaitu 7 persen. Nilai IRR
tersebut menunjukkan tingkat pengembalian internal proyek sebesar 51 persen.
Nilai IRR lebih besar dari discount factor yaitu sebesar 7 persen maka
pengusahaan pembenihan ikan lele pada kelompok tani LPPMPU layak untuk
dikembangkan. Pengusahaan pembenihan ikan lele ini memiliki waktu
pengembalian investasi yaitu selama 1,35 tahun.
Sementara itu pada pengusahaan pembesaran ikan lele diperoleh nilai NPV
lebih kecil bila dibandingkan dengan pengusahaan pembenihan ikan lele. Nilai
NPV yang diperoleh adalah sebesar Rp 118,979,693.69 yang artinya bahwa
pengusahaan pembesaran ikan lele ini layak untuk dilaksanakan. Nilai NPV sama
dengan Rp 118,979,693.69 juga menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari
pengusahaan pembesraran ikan lele selama umur proyek terhadap tingkat suku
bunga yang berlaku. Nilai Net B/C dan IRR yang diperoleh pada pengusahaan
pembesaran lebih kecil bila dibandingkan dengan pengusahaan pembenihan ikan
lele yaitu sebesar 2,08 dan 25 persen, sedangkan waktu pengembalian biaya
investasi yang ditanamkan adalah 1,40 tahun dimana pengusahaan pembesaran
juga layak untuk dikembangkan (Lampiran 8).
7.6. Analisis Switching Value
Analisis switching value dilakukan dengan menghitung perubahan
maksimum yang terjadi akibat adanya perubahan beberapa parameter. Parameter
yang digunakan yaitu penurunan harga jual benih dan ikan lele ukuran konsumsi,
serta kenaikan harga pakan yaitu pelet sehingga keuntungan mendekati normal
dimana NPV mendekati atau sama dengan nol atau bisa juga dengan
menggunakan parameter IRR sama dengan tingkat suku bunga.
Hasil perhitungan analisis switching value kelompok tani LPPMPU pada
pengusahaan pembenihan ikan lele untuk penurunan harga jual output yaitu benih
ikan lele dengan ukuran 5-5,5 cm adalah sebesar 23 persen yaitu dari harga Rp
150,00 per ekor menjadi Rp 115 per ekor, sedangkan pada pengusahaan
pembesaran ikan lele yaitu sebesar 47 persen dari harga Rp 10.000,00 per
kilogram menjadi Rp 5.318,00 per kilogram. Apabila perubahan yang terjadi
melebihi dari batas tersebut maka pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan
lele menjadi tidak layak untuk diusahakan. Besarnya penurunan harga jual benih
ikan lele dan ikan lele ukuran konsumsi ini masih layak, apabila penurunan yang
terjadi terhadap harga jual benih dan ikan lele ukuran konsumsi tidak lebih besar
dari 23 persen dan 47 persen.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis switching value pada pengusahaan
pembenihan ikan lele terhadap kenaikan harga pakan benih ikan lele yaitu 64
persen untuk cacing sutra, 58 persen untuk pelet 99, dan 51 persen untuk pelet
hiprovit. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa pengusahaan pembenihan dan
ikan lele masih layak untuk dilaksanakan apabila besarnya kenaikan harga pakan
cacing sutra, pelet 99, dan pelet hiprovit tidak melebihi dari 64 persen, 58 persen,
dan 51 persen.
Sementara itu kenaikan harga pakan pada pengusahaan pembesaran ikan
lele yaitu sebesar 49 persen untuk pakan pelet hiprovit, dan sebesar 31 persen
untuk pakan pelet 782, sehingga pengusahaan pembesaran ikan lele masih layak
untuk dilaksanakan apabila kenaikan harga pakan tidak melebihi dari 49 persen,
dan 31 persen (Lampiran 10).
Tabel 14. Analisis Switching Value Pengusahaan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU
No Perubahan Hasil (%)
Pembenihan Ikan Lele Pembesaran Ikan Lele
1. Penurunan harga jual benih dan
ikan lele ukuran konsumsi 23 47
2.
Kenaikan harga pakan :
a) cacing sutra
b) pelet 99
c) pelet hiprovit
d) pelet 782
64
58
51
-
-
-
49
31
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan 1. Pengusahaan ikan lele pada kelompok tani LPPMPU dari aspek non finansial
yaitu analisis pasar, analisis teknis, analisis manajemen, dan analisis sosial
lingkungan layak untuk dilaksanakan. Hal ini terlihat dari parameter kualitas
air yaitu pH air sebesar 7,3 dan suhu udara yaitu 27-320C sehingga cocok
untuk melakukan pengusahaan ikan lele, serta dilihat dari aspek pasar yaitu
jumlah permintaan ikan lele tingkat konsumsi terus meningkat setiap
tahunnya, sehingga masih ada peluang pasar untuk mengembangkan
pengusahaan ikan lele pada kelompok tani LPPMPU. Selain itu dilihat dari
analisis manajemen pengusahaan ini dikatakan layak meskipun struktur
organisasi yang masih sederhana, serta dilihat dari analisis sosial dan
lingkungan yang tidak memberikan dampak buruk bagi kondisi lingkungan di
sekitar daerah pengusahaan ikan lele.
2. Berdasarkan hasil perhitungan analisis kelayakan finansial pengusahaan ikan
lele pada kelompok tani LPPMPU dapat mendatangkan keuntungan. Namun
pengusahaan ikan lele yang layak untuk dilaksanakan adalah pada
pengusahaan pembenihan ikan lele dengan nilai NPV yang diperoleh sebesar
Rp 90,708,028.61, sedangkan nilai NPV yang diperoleh pada pengusahaan
pembesaran ikan lele adalah Rp 64,722,045.98. Selain itu dapat juga dilihat
dari hasil nilai Net B/C dan IRR yang diperoleh pada pengusahaan
pembenihan ikan lele adalah 2,82 dan 35 persen, sedangkan nilai Net B/C dan
IRR yang diperoleh pada pengusahaan pembesaran ikan lele pada kelompok
tani LPPMPU adalah sebesar 2 dan 20 persen. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pengusahaan ikan lele yang memberikan keuntungan lebih
besar dan layak untuk dilaksanakan adalah pengusahaan pembenihan ikan lele.
Pada masa pengembalian biaya investasi pengusahaan pembenihan ikan lele
lebih cepat bila dibandingkan dengan pengusahaan pembesaran ikan lele yaitu
selama 1,45 tahun.
3. Hasil perhitungan pengembangan pengusahaan pembenihan dan pembesaran
ikan lele layak untuk dikembangkan, tetapi pengusahaan yang memperoleh
keuntungan yang lebih besar adalah pengusahaan pembenihan ikan lele
dengan memperoleh nilai NPV yaitu sebesar Rp 190,564,149.51, sedangkan
nilai NPV yang diperoleh pada pengusahaan pembesaran ikan lele lebih kecil
dari pengusahaan pembenihan ikan lele dengan nilai yang diperoleh adalah
sebesar Rp 118,979,693.69. Sementara itu nilai Net B/C dan IRR yang
diperoleh adalah sebesar 3,77 dan 51 persen pada pengusahaan pembenihan
ikan lele, sedangkan nilai Net B/C dan IRR yang diperoleh pada pengusahaan
pembesaran ikan lele adalah sebesar 2,08 dan 25 persen. Masa pengembalian
investasi yang ditanamkan pada pengusahaan pembenihan ikan lele lebih cepat
bila dibandingkan dengan pengusahaan pembesaran ikan lele yaitu selama
1,35 tahun pada pengusahaan pembenihan ikan lele dan 1,40 tahun pada
pengusahaan pembesaran ikan lele.
4. Jika dilihat dari hasil analisis switching value dengan parameter penurunan
harga jual benih ikan lele yang berukuran 5-5,5 cm sangat sensitif yaitu
sebesar 23 persen, sedangkan pada kenaikan harga pakan yang sangat sensitif
adalah pelet 782 pada pengusahaan pembesaran ikan lele yaitu sebesar 31
persen.
8.2. Saran 1. Bagi para anggota kelompok tani LPPMPU yang melakukan kegiatan
pengusahaan ikan lele agar lebih ditingkatkan lagi dalam pengembangannya
dan tingkat produktifitas indukan ikan lele, agar menghasilkan jumlah telur
dan larva yang baik dan lebih produktif.
2. Petani yang melakukan pengusahaan ikan lele harus memperhatikan pola
tanam agar rencana produksi meningkat sehingga memperoleh keuntungan
yang besar serta dapat mengembangkan usahanya menjadi skala usaha besar.
3. Kelompok tani LPPMPU sebaiknya sering mengikuti penyuluhan perikanan
yang diadakan oleh UPTD Kecamatan Babelan, agar para petani ikan lele
memiliki keterampilan dan menguasai secara teknis dalam melakukan
pengusahaan ikan lele baik itu pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan
lele.
DAFTAR PUSTAKA
Afni K. 2008. Analisis Kelayakan Pengusahaan Lobster Air Tawar (Kasus K’BLAT’S Farm, Kecamatan Gunung Guruh, Kabupaten. Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Agriminakultura T. 2008. Bisnis dan Budidaya Lele Dumbo. Jakarta : PT
Gramedian Pustaka. Amri K dan Khairuman. 2008. Budidaya Ikan Lele Dumbo Secara Intensif.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka. Anggarini S. 2008. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Ikan Mas (Cyripnus
carpio) Dengan Cara Pemberokan (Kasus Desa Selajambe, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Indeks Harga Konsumen di Ibukota Propinsi
Indonesia (1978 = 100). Jakarta : Biro Pusat Statistik.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Ayo makan ikan. Artikel. http://www.dkp.go.id/content.php?c=1866. Diakses : Jumat, 07 Agustus 2009.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Ikan Lele Menjadi Komoditas Utama.
Artikel. http://www.dkp.go.id/. Diakses : Rabu, 25 November 2009. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bekasi. 2009. Potensi
Perikanan di Kabupaten Bekasi. Bekasi.
Fauzi A. 2001. Makalah Prinsip-prinsip Penelitian Sosial Ekonomi. Panduan Singkat. Bogor : Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi ke-2. Sutomo S, K Mangiri. Penerjemah. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari : Economics Analysis of Agriculture Project.
Husnan S dan Muhammad S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta : Unit Penerbit
dan Percetakan AMP YKPN.
Kadariah, L Karlina, C Gray. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek : Analisis Ekonomis. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Lipsey RG, PN Courant, DD Purvis, PO Steiner. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Jilid Satu. Wasana AJ, Kibrandoko, Budijanto. Penerjemah. Ed ke-10. Jakarta : Binarupa Aksara. Terjemahan dari : Economics 10th ed.
Nazir M. 1988. Metode Penelitian. Cetakan 3. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor
Perdana A. 2007. Analisis Kelayakan Usaha Secara Partisipasif Pada Usaha
Budidaya pembesaran Ikan Gurame (Studi Kasus Kelompok Tani Tirta Maju Desa Situ Gede) [Skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Rachmina D dan Burhanuddin. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
Rahardi F, Kristiawati, Nazaruddin. 2005. Agribisnis Perikanan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Soetomo M. 2000. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Bandung. Sinar Baru Algesindo Offset.
Sugama N. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Kerapu Macan Kecamatan
Gerokgok, Kabupaten Buleleng, Bali [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sugiarto, T Herlambang, Brastoro, R Sudjana, S Kelana. 2005. Ekonomi Mikro. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Surahmat. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar Ben’s Fish Farm Cibungbulan, Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Umar H. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka.
Wulandari S. 1997. Analisis Permintaan Konsumen Terhadap Ikan Laut Segar di Pasar Swalayan Hero Jakarta (Studi Kasus di Hero Cabang Gatot Subroto dan Hero Cabang Kalibata) [Skripsi]. Bogor: Departemen Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi
Recommended