View
0
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rantai nilai merupakan serangkaian aktivitas bernilai tambah dalam suatu
perusahaan untuk menghasilkan suatu produk. Tujuan pengembangan rantai nilai
ialah untuk mencapai daya saing berkelanjutan dalam menghadapi para
kompetitor (ACIAR 2012). Rantai nilai tidak terbatas pada manufaktur, tapi
lingkupnya juga mencakup pemasaran atau pun logistik dengan tujuan untuk
meningkatkan kepuasan konsumen (Min 2015). Rantai nilai berbeda dengan rantai
pasok karena rantai nilai berfokus pada penciptaan nilai tambah, sedangkan rantai
pasok berfokus pada pemenuhan permintaan produk (Chopra dan Meindl 2013).
Analisis rantai nilai digunakan untuk mengidentifikasi keseluruhan proses yang
terjadi dalam perusahaan sehingga alternatif strategi diformulasikan untuk
meningkatkan keberlanjutan (Sultan dan Saurabh 2013), tapi keberlanjutan tidak
hanya melibatkan proses produksi. Untuk mencapai keberlanjutan, sebuah
perusahaan sebaiknya mengembangkan efisiensi produksi dengan meningkatkan
kinerjanya dengan menerapkan produktivitas hijau (APO 2006). Dampak positif
dari efisiensi produksi ialah berkurangnya biaya produksi sehingga dapat
meningkatkan profit perusahaan. Dampak positif lainnya ialah menjaga kualitas
lingkungan dengan melakukan pengolahan limbah, water reuse, dan efisiensi
energi (James dan Ngarmsak 2010; Lehto et al. 2014). Perusahaan yang ramah
lingkungan akan memperoleh brand image yang baik dalam masyarakat,
khususnya di antara konsumen. Untuk mencapai daya saing berkelanjutan, suatu
perusahaan harus menciptakan keberlanjutan dalam aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan dengan mempertimbangkan institusi, kebijakan, dan faktor-faktor
yang terlibat (WEF 2014, Susiana 2015). Konsep lean dan green sebaiknya
diterapkan untuk mencapai keberlanjutan (Dhingra et al. 2014; Faulkner dan
Badurdeen 2014; Huang et al. 2014) sehingga perlu dilakukan penentuan
alternatif strategi yang tepat (Gonzalez et al. 2015) dengan mengintegrasikan
analisis rantai nilai dan keberlanjutan (Marimin et al. 2018).
Produk potong (fresh-cut) merupakan produk bernilai tambah yang
berpotensi untuk dikembangkan karena permintaan akan produk sehat dan non-
toksik yang meningkat (James dan Ngarmsak 2010). Peningkatan permintaan
tersebut juga disebabkan oleh peningkatan populasi dan pendapatan (Marquez et
al. 2017). Produk potong tersebut terdiri atas sayur potong, buah potong, salad
potong, dan herba potong. Rabobank (2010) mengestimasi pertumbuhan sayur
potong dan buah potong di Eropa sebesar 4% per tahun. Konsumsi sayur potong
di Jepang pun mengalami kenaikan (Kashiwagi 2014). Objek penelitian ini ialah
sayur potong yang mendominasi produk makanan segar yang diolah secara
minimal (Martin-Belloso dan Soliva-Fortuny 2011). Ranjitha et al. (2017)
menyatakan sayur potong merupakan produk siap dimasak atau dikonsumsi yang
mempertahankan karakteristik segar dari bahan baku sehingga produk sayur
potong sesuai dengan gaya hidup sehat yang disukai masyarakat sekarang ini.
Sejak tahun 1930 produk sayur potong telah tersedia di retail supermarkets
(IFPA 2017). Industri sayur potong pertama kali dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan hotel, restoran, catering services, dan institusi lainnya (Martin-Belloso
2
dan Soliva-Fortuny 2011). Konsumen industri sayur potong di Indonesia
didominasi oleh restoran siap saji jika dibandingkan dengan retail supermarkets.
Dengan sayur potong, restoran siap saji dapat mengurangi biaya tenaga kerja,
mengurangi ruang penyimpanan bahan baku, lebih efisien, dan tidak perlu
menangani limbah padat. Berdasarkan hal tersebut, sayur potong merupakan
agribisnis yang berpotensi menjanjikan di Indonesia yang memiliki pangsa pasar
yang besar. Menurut BPS (2017), jumlah penduduk Indonesia mencapai 258.7
juta jiwa. Sebanyak 97.29% penduduk Indonesia mengkonsumsi sayur sebesar
107 gram per kapita per hari (BPS 2016). FAO (2003) merekomendasikan
minimal 400 gram per kapita per hari untuk konsumsi sayuran dan buah, tapi
Indonesia belum mencapai target tersebut. Konsumsi sayuran di perkotaan sebesar
104 gram per kapita per hari, sedangkan konsumsi sayuran di pedesaan sebesar
110 gram per kapita per hari (BPS 2016). Selisih konsumsi sayuran di perkotaan
dan pedesaan tidak berbeda secara signifikan, tapi terdapat perbedaan pola
konsumsi antara masyarakat di perkotaan dengan pedesaan. Masyarakat di
perkotaan cenderung mengkonsumsi sayuran dengan membeli makanan di
restoran siap saji (Mufidah 2012), sedangkan masyarakat di pedesaan cenderung
mengkonsumsi sayuran dengan memasaknya sendiri dan sering menjadikan
sayuran sebagai lauk utama (Aswatini et al. 2008). PT Sayuran Siap Saji
menangkap fenomena tersebut sehingga target konsumennya ialah restoran siap
saji yang memerlukan sayur potong. Sebenarnya PT SSS berpeluang
mengembangkan pangsa pasar ke Jepang yang berminat pada produk sayuran siap
saji dari Indonesia, terutama kedelai edamame dan okra, tapi kapasitas
produksinya belum memadai (Kusbiantoro 2014).
PT SSS merupakan perusahaan sayur potong yang berlokasi di
Megamendung, Kabupaten Bogor. Awalnya PT SSS dikenal dengan nama PT
Saung Mirwan yang didirikan pada tahun 1984. PT SM telah melakukan ekspor
ke negara Taiwan (kol dan paprika), Hongkong (paprika), Korea (paprika),
Malaysia (baby leaves atau yang lebih dikenal dengan rucola atau wild rocket),
dan Jepang (bunga krisan). Ekspor tidak dilanjutkan karena harga PT SM kurang
kompetitif, pemenuhan produksi yang harus sesuai dengan tenggat waktu yang
telah ditentukan, dan perputaran uang yang memakan waktu sehingga perlu
dilakukan perubahan terhadap PT SM. Pada bulan November 2010 didirikan PT
SSS dengan kepemilikan saham 70% dimiliki PT SSS dan sisanya dimiliki oleh
PT Hessing, sebuah perusahaan agribisnis dari Belanda. Berbeda dengan PT SM
yang menjual sayur utuh, PT SSS memproduksi sayur potong dengan spesifikasi
sesuai keinginan konsumen. PT SSS tidak mengekspor ke luar negeri, tapi
membidik konsumen berupa restoran siap saji di area Jabodetabek. Konsumen
utamanya ialah Domino’s Pizza, Bakmi GM, McDonald’s, dan Sate Khas
Senayan.
Studi kasus merupakan analisis deskriptif dan dilakukan berdasarkan
penyelidikan yang seksama atas suatu situasi yang kompleks (Crowe et al. 2011).
Penelitian ini merupakan studi kasus untuk menganalisis fenomena dalam
konteks proses produksi sayur potong di PT SSS, yaitu sejauh mana pencemaran
yang dilakukan oleh PT SSS dan bagaimana cara menerapkan produktivitas hijau.
PT SSS membuang air limbahnya yang mengandung disinfektan kimia tanpa
mengolahnya terlebih dahulu ke lahan pertanian sehingga dikuatirkan
membahayakan konsumen dalam jangka panjang. Benturan antara kepentingan
3
3
bisnis dalam menghasilkan profit dan penerapan produktivitas hijau yang berbiaya
relatif mahal tidak dapat dihindari sehingga perlu dilakukan analisis rantai nilai
dan keberlanjutan PT SSS.
PT SSS menjual 22 jenis produk sayur potong pada tahun 2016, yaitu
lettuce head, paprika, brokoli, horinso, bit, wortel, dan lain-lain. Oleh karena itu,
dilakukan penyaringan dengan menggunakan Pareto dan Metode Perbandingan
Eksponensial. Analisis Pareto dilakukan berdasarkan omzet dan profit. Hasil
analisis Pareto tersebut ialah kelompok produk yang selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial untuk menentukan tiga produk
unggulan.
Penelitian ini menggunakan pemetaan aliran nilai hijau sebagai alat untuk
menganalisis rantai nilai dengan pendekatan produktivitas hijau. Produktivitas
hijau merupakan suatu strategi peningkatan produktivitas yang ramah lingkungan.
Marimin et al. (2014) menyatakan pemetaan aliran nilai hijau digunakan untuk
mengidentifikasi aliran bahan dan informasi sehingga dapat mengembangkan
produktivitas dan daya saing, serta menolong dalam implementasi sistem.
Pemetaan aliran nilai hijau merupakan pengembangan dari pemetaan aliran yang
memperhatikan aspek dampak aktivitas pada lingkungan (Marimin et al. 2015).
Pemetaan aliran nilai hijau dilakukan untuk mengurangi waste lingkungan yang
diterjemahkan sebagai limbah lingkungan. Ketujuh waste generator dalam
pemetaan aliran nilai hijau ialah energi, air, material, sampah, transportasi, emisi,
dan biodiversitas (Marimin et al. 2014). Pemetaan aliran nilai hijau dilakukan
terhadap tiga produk unggulan PT SSS. Kemudian dilakukan analisis rantai nilai
secara deskriptif (Narakusuma et al. 2013) sehingga dapat dikembangkan strategi
untuk mencapai daya saing berkelanjutan dan pengembangan berkelanjutan
(Sultan dan Saurabh 2013).
Analisis keberlanjutan dilakukan dengan menggunakan Rapfish (Rapid
Appraisal for Fisheries) yang merupakan pendekatan statistik yang
menggambarkan secara cepat dan akurat status keberlanjutan pengelolaan
berdasarkan atribut yang bersifat multidimensi menjadi dimensi yang sederhana
(Hasan et al. 2011). Rapfish merupakan metode kuantitatif yang dapat
mengevaluasi keberlanjutan secara komprehensif dengan menyederhanakan
multidimensi (situasi yang rumit) menjadi dimensi yang lebih sederhana.
Walaupun Rapfish awalnya digunakan untuk perikanan (Cisse et al. 2014; Kholil
dan Dewi 2014), tapi dapat digunakan dalam berbagai bidang, misalnya sayuran
(Wibowo 2008; Widiarini 2009; dan Saida 2011), kopi (Jaya et al. 2013); tebu
(Fahrizal 2015); ban karet (Marimin et al. 2018), dan minyak kelapa sawit (Papilo
et al. 2018) karena mudah dimodifikasi dimensi dan atributnya. Oleh karena objek
penelitian ini ialah sayur potong, maka dilakukan modifikasi dimensi dan atribut
sehingga metode kuantitatifnya akan disebut sebagai Rapfreshcut. Dimensi yang
terkait dengan keberlanjutan PT Sayuran Siap Saji ialah dimensi lingkungan,
ekonomi, kemitraan, dan teknologi.
Analisis Rapfreshcut diawali dengan penentuan atribut berdasarkan opini
pakar (Pitcher et al. 2013). Atribut tersebut harus divalidasi dengan analisis
multikriteria berupa perbandingan berpasangan atribut (Adiga et al. 2015). Skala
yang digunakan ialah 1 sampai 9 karena merupakan skala terbaik dalam
mengekspresikan pendapat (Saaty 2009).
Dengan menggabungkan alternatif strategi yang diperoleh dari pemetaan
4
rantai nilai hijau current-state dan Rapfreshcut, cakupannya lebih luas dan
menyeluruh karena kelemahan Rapfreshcut tidak dapat menjelaskan proses secara
rinci. Alternatif strategi tersebut dianalisis dengan Analytic Network Process
(ANP) untuk memperoleh kebijakan prioritas. Beberapa studi menggunakan ANP
untuk menentukan strategi prioritas dalam mencapai keberlanjutan (Ghajar dan
Najafi 2012; Lam dan Lai 2015; Dragoi 2018; Sadeghi dan Larimian 2018). ANP
digunakan dalam pengambilan keputusan karena bersifat obyektif (Hendra 2014;
Persada 2015; dan Teniwut 2016). ANP juga dapat digunakan dalam pengambilan
keputusan yang bersifat kompleks (Ikatrinasari et al. 2011). ANP digunakan
sebagai alat pengambil keputusan untuk mencapai keberlanjutan (Medel-Gonzalez
et al. 2014) dengan meningkatkan kinerja (Murti et al. 2015). ANP memiliki
beberapa kelebihan seperti kemampuan untuk memecahkan model matematika
perancangan yang kompleks, kesulitan untuk memasukkan data, dan pertanyaan
sosial yang sulit diselesaikan dengan model matematika yang berfokus pada
memudahkan proses pengambilan keputusan, dan mengatasi masalah yang sama
berdasarkan aspek benefits, opportunities, costs, dan risks (Dragoi 2018). ANP
yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kontrol kriteria benefits,
opportunities, costs, dan risks (BOCR) agar strategi yang akan diterapkan dapat
teruji kehandalannya (Susanto et al.2017). Beberapa studi yang menggunakan
ANP BOCR (Jaafari et al. 2015; Sato et al. 2017; Xu et al. 2018).
Seluruh aspek yang penting dalam ANP BOCR diwujudkan dalam empat
subnets, yaitu benefits, opportunities, costs, dan risks yang didefinisikan dari tiga
perspektif, yaitu sosial, ekonomi, dan ekologi (Dragoi 2018). Berdasarkan literatur
dan data, analisis pada studi ini dilakukan berdasarkan empat perspektif, yaitu
ekonomi, teknologi, lingkungan, dan kemitraan. Selanjutnya, dilakukan
perhitungan Indeks Produktivitas Hijau terhadap kebijakan tersebut dan pemetaan
aliran nilai hijau future state.
Perumusan Masalah
Pendapatan PT SSS meningkat setiap tahunnya dari tahun 2013 sampai
2017, tapi margin keuntungannya tetap 10% per tahunnya (Gambar 1). Hal
tersebut disebabkan oleh tujuan pendirian PT SSS yang tidak hanya mengejar
profit, tapi juga menyokong kesejahteraan petani mitra. Di sisi lain, PT SSS harus
menghadapi persaingan dengan kompetitor dalam mempertahankan konsumen.
PT SSS juga belum menerapkan produktivitas hijau yang berprinsip ramah
lingkungan.
Sumber: Laporan keuangan PT Sayuran Siap Saji (diolah)
Gambar 1 Penjualan PT Sayuran Siap Saji
0
5
10
15
2013 2014 2015 2016 2017
Penjualan
(Milyar Rupiah)
Tahun
Penjualan
Tahun
5
5
Berdasarkan pemaparan di atas, PT SSS sebaiknya meningkatkan kinerjanya
agar lebih berdaya saing dalam menghadapi kompetitor. Perumusan masalah yang
ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana analisis rantai nilai produk sayuran unggulan PT SSS?
2. Bagaimana analisis keberlanjutan PT SSS berdasarkan empat dimensi, yaitu
lingkungan, ekonomi, kemitraan, dan teknologi?
3. Atribut apa yang sensitif pada sistem keberlanjutan PT SSS?
4. Bagaimana implikasi manajerial untuk meningkatkan status keberlanjutan PT
SSS?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan
yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis rantai nilai produk sayuran unggulan PT SSS.
2. Menganalisis keberlanjutan PT SSS berdasarkan empat dimensi, yaitu
lingkungan, ekonomi, kemitraan, dan teknologi.
3. Menentukan atribut yang sensitif pada sistem keberlanjutan SSS.
4. Merumuskan implikasi manajerial untuk meningkatkan status keberlanjutan
PT SSS.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan
pertimbangan dalam merumuskan kebijakan bagi pengembangan agrobisnis
sayur potong di Indonesia.
2. Bagi pelaku agribisnis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi dan gambaran mengenai usaha sayur potong sebagai bahan referensi
dalam pengambilan keputusan pengembangan usaha.
3. Bagi penulis, penelitian ini digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan
kompetensi diri, yaitu menambah pengetahuan dan menerapkan teori-teori
yang didapatkan semasa perkuliahan, dalam menganalisis rantai nilai dan
keberlanjutan produk sayur potong.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian rantai nilai dibatasi pada tiga produk sayur potong unggulan.
Pemetaan aliran nilai hijau dilakukan terhadap ketiga produk sayur potong
unggulan tersebut. Cakupan rantai nilai sangat luas, mulai dari pemasok hingga
konsumen akhir. Oleh karena keterbatasan waktu dan kendala, penelitian hanya
mencakup rantai nilai dari pemasok hingga konsumen. Analisis keberlanjutan
dilakukan terhadap 4 dimensi, yaitu dimensi lingkungan, teknologi, kemitraan,
dan ekonomi sehingga dapat melihat keberlanjutan PT SSS secara komprehensif.
Recommended