View
70
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
i
ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL GADIS PANTAI KARYA
PRAMOEDYA ANANTA TOER DAN
RENCANA PEMBELAJARANNYA DI SMA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh:
Giovanno Alexander Engko
NIM: 131224049
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
MOTO
“Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena
usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.”
(Pramoedya Ananta Toer)
PERSEMBAHAN
Karya yang jauh dari sempurna ini saya persembahkan kepada :
• Keluarga saya tercinta terkhusus untuk mama dan papa saya
• Teman-teman saya seperjuangan
• Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar
pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 31 Juli 2019
Penulis,
Giovanno Alexander Engko
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Giovanno Alexander Engko
Nomor Mahasiswa : 131224049
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL GADIS PANTAI KARYA PRAMOEDYA
ANANTA TOER DAN RENCANA PEMEBELAJARANNYA DI SMA”
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak
untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya ataupun
memberikan royalti kepada saya selama tanpa mencatumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 31 Juli 2019
Yang menyatakan,
Giovanno Alexander Engko
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
ABSTRAK
Engko, Giovanno Alexander. 2019. Analisis Unsur Intrinsik Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dan Rencana Pembelajarannya di SMA. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara intrinsik novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer yang terdiri dari tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang tema, dan amanat. Penelitian ini juga nantinya juga akan diimplementasikan dalam pembuatan RPP pembelajaran di SMA.
Penelitian ini menggunakan metode simak catat, yang bertujuan menganalisis tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, tema, dan amanat. Hasil analisis kemudian diimplementasikan dalam pembuatan RPP pembelajaran di SMA. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah simak catat. Peneliti menganalisis suatu kutipan dalam novel yang memiliki kriteria-kriteria dalam unsur intrinsik novel.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu: 1) terdapat tujuh unsur struktural yang terdapat dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer. Jumlah keseluruhan kutipan yang mengandung unsur struktural dalam novel tersebut berjumlah 85 kutipan. Berikut akan dijelaskan rincian masing-masing jumlah unsur struktural yang ditemukan. Tokoh 6 kutipan, penokohan 42 kutipan, alur 11 kutipan, latar 13 kutipan, sudut pandang 5 kutipan, tema 5 kutipan, dan amanat 3 kutipan.
Dengan KTSP sebagai dasar tinjauan dalam pembuatan RPP, penulis menyimpulkan bahwa hasil analisis unsur intrinsik pada novel Gadis Pantai dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra khususnya di kelas XII semester I. Hal ini dapat dibuktikan adanya hubungan unsur-unsur intrinsik novel Gadis Pantai dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Standar Kompetensi mampu, memahami pembacaan novel.
Kata Kunci: unsur intrinsik, Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP), novel Gadis Pantai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRACT
Engko, Giovanno Alexander. 2019. The Intrinsic Analysis of a Novel titled Gadis Pantai by Pramoedya Ananta Toer and its Learning Plan in Senior High School. Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, University of Sanata Dharma.
This research aims to intrinsic analyze a novel titled Gadis Pantai by Pramoedya Ananta Toer , which consists of character and characterization, plot, background/setting, point of view, theme, and message. This research will also be used and implemented in making a lesson plan for senior high school.
The see the note method was used in the study to analyze the characters, characterizations, plot, background, point of view, theme, and moral value. Then, the results of this study are implemented in making a lesson plan for Senior High School. This study used “simak catat (note taking) method as a data collection method. The researcher analyzed the novel’s citation which had someone criteria based on the novel’s structure.
The results of the study show that: 1) There are 7 instrinsics aspects in the novel entitled Gadis Pantai written by Pramoedya Ananta Toer. The number of citations that contains the intrinsic aspects in the novel is 8 citations. The detail explanations of each intrinsic aspects are 6 characters, 42 characterizations, 11 plots, 13 backgrounds, 5 points of view, 5 themes, and 3 moral values.
The reseacher concludes that the results of the novel intrinsic analisys can be used as literature’s learning material specifically in the first semester of XII grade based on KTSP as a basis in making a lesson plan. It can be proven by the relation between intrinsics aspects of Gadis Pantai novel with KTSP. The competency standard, is able to understand a reading novel.
Keywords: intrinsic aspects, KTSP, a novel entitled Gadis Pantai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya
yang dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
Analisis Unsur Intrinsik Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer
dengan baik. Skripsi ini disusun bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan dan doa dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikannya
dengan baik dan lancar. Sehubungan dengan itu, penulis ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan,
bimbingan, motivasi, nasihat, doa, dan dorongan yang teramat besar sehingga
dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.
3. Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum. dan Dr. B. Rahmanto, M.Hum.
selaku dosen pembimbing yang senantisa sabar dalam membimbing,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
memotivasi, memberikan arahan serta masukan yang membangun
sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
4. Septina Krismawati, S.S., M.A. selaku (dosen) trianggulator data yang
telah berkenan meluangkan waktu, pikiran, dan memberikan
masukannya yang membangun demi kebaikan skripsi ini.
5. Dosen-dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing, mendidik,
memberikan dukungan dan dorongan selama perkuliahan berlangsung.
6. Kedua orang tua saya, Glendonald Alexander Engko dan Sonya
Yosephine yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan doa
kepada penulis.
7. Rosalina Ninda Karisa, Ephin Tiara Widya, Stefin Indra Hapsari,
sahabat-sahabat sekelompok yang tidak pernah lelah menghibur dan
selalu mendukung.
8. I Made Bagus Ocky Yogiswara, Kornelis Mauk, Sarta Saogo, Yulius
Steven Balubun, Antonius Mili dan Yohanes Prima Pramudya yang
selalu memberi dorongan, semangat, dan kegilaannya.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang
sudah membantu dan mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.
Harapan penulis semoga segala bantuan dan dukungan serta doa yang
telah dipanjatkan dapat mendorong penulis semakin yakin menatap masa depan
untuk menjadi guru bahasa Indonesia. Akhir kata dalam kesempatan ini, penulis
memohon maaf kepada semua pihak atas segala kesalahan yang dibuat penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
baik secara sadar maupun tidak selama berproses. Penulis berharap penelitian ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 31 Juli 2019
Giovanno Alexander Engko
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………. iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................ v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................. vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
ABSTRACT ................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ................................................................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6 1.4 Manfaat Hasil Penelitian ...................................................................... 6
1.4.1 Manfaat Teoritis ....................................................................... 7 1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................ 7
1.5 Definisi Istilah ...................................................................................... 7 1.5.1 Novel ........................................................................................ 8 1.5.2 Tokoh dan Penokohan .............................................................. 8 1.5.3 Alur .......................................................................................... 8 1.5.4 Latar dan Pelataran................................................................... 8 1.5.5 Tema ........................................................................................ 9 1.5.6 Amanat ..................................................................................... 9 1.5.7 Sudut Pandang ......................................................................... 9 1.5.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)................................. 9
1.6 Sistematika Penulisan .......................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ..................................................... 12 2.2 Landasan Teori ..................................................................................... 13
2.2.1 Novel..................................................................................... 13 2.2.2 Unsur instrinsik Novel............................................................14
2.2.2.1 Tokoh dan Penokohan ............................................. . 14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
2.2.2.2 Alur ......................................................................... . 17 2.2.2.3 Latar ........................................................................ 20 2.2.2.4 Pelataran .................................................................. 22 2.2.2.5 Pengaluran ............................................................... 22 2.2.2.6 Tema ........................................................................ 23 2.2.2.7 Amanat .................................................................... 23 2.2.2.8 Sudut Pandang ......................................................... 24
2.3 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) ................................... 27 2.4 Pembelajaran Novel di SMA ............................................................... 30 2.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaraan (RPP) ........................................ 30 2.6 Pengertian RPP .................................................................................... 31 2.7 Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP ......................................................... 31 2.8 Komponen dan Langkahlangkah Penyusunan RPP ............................. 33 2.9 Kerangka Berpikir.. .............................................................................. 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ..................................................................................... 36 3.2 Metode Penelitian ................................................................................ 36 3.3 Sumber Data dan Data ......................................................................... 37 3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 37 3.5 Instrumen Penelitian ............................................................................ 37 3.6 Triangulasi Data ................................................................................... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data ...................................................................................... 39 4.2 Hasil Analisis Data .............................................................................. 39
4.2.1 Unsur Intrinsik ....................................................................... 40 4.2.1.1 Tokoh dan Penokohan ......................................................... 40 4.2.1.2 Alur ..................................................................................... 50 4.2.1.3 Latar .................................................................................... 55 4.2.1.4 Sudut Pandang ..................................................................... 58 4.2.1.5 Tema .................................................................................... 59 4.2.1.6 Amanat ................................................................................ 60
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ................................................................ 61
4.4 Langkah-Langkah Pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran .... 61
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ............................................................................................... 70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
5.2 Implikasi ................................................................................................ 73
5.3 Saran ...................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….....74
LAMPIRAN..................................................................................................76
BIODATA PENULIS...................................................................................96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra merupakan cerita berupa tafsiran atau imajinasi
pengarang tentang peristiwa yang pernah terjadi, akan tetapi sastra dapat
mengandung unsur kehidupan yang dapat menimbulkan rasa senang, nikmat,
terharu, menarik perhatian, dan menyegarkan para penikmatnya. Salah satu
dari karya sastra itu adalah novel, novel merupakan jenis prosa yang
mengandung beberapa struktur seperti tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang,
gaya bahasa, dan amanat.
Dalam KTSP, salah satu kurikulum yang ada di Indonesia sendiri
telah tercantum dalam Pasal 1 butir 19 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yaitu kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yanng
digunakan sebagai pedoman peyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu (Kurinasih, 2014:3).
Novel merupakan sebuah sastra baru, dikatakan sebagai sastra yang
baru karena novel muncul setelah adanya jenis-jenis sastra lainnya seperti
puisi, drama, dan lain-lain. Dengan begitu, hal ini cocok diterapkan dalam
pembelajaran masa kini karena dari sebuah novel dapat diambil pelajaran-
pelajaran untuk siswa di kelas. Aziez (2010:7) mengatakan bahwa novel
merupakan sebuah genre sastra yang memiliki bentuk utama prosa, dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
panjang yang kurang lebih bisa untuk mengisi satu atau dua volume kecil,
yang menggambarkan kehidupan nyata dalam suatu plot yang cukup
kompleks. Ini pun sejalan dengan Waluyo (2011:5) mengatakan bahwa secara
etimologis, kata “novel” berasal dari kata “novellus” yang berarti baru. Dari
hasil pendapat di atas dapat dikatakan bahwa novel adalah sebuah karya
sastra baru yang menceritakan sebuah gambaran dari kedaan yang terjadi
secara nyata.
Dalam karya sastra, pengarang berusaha menggambarkan segala
peristiwa yang dialami masyarakat. Karya sastra juga sebagai bentuk
pencerminan realitas sosial dan kebudayaan yang terdapat dalam sebuah
masyarakat. Karya sastra dibentuk dari pemikiran-pemikiran dan pengalaman
hidup dari sang pengarang tersebut salah satunya dapat berbentuk sebuah
novel yang dapat dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Peneliti menelaah karya sastra novel, karena novel adalah produk
masyarakat yang dibentuk oleh anggota masyarakat berdasarkan desakan-
desakan emosional atau rasional dalam masyarkat (Sumardjo, 1984:14). Karya
sastra novel dapat membantu anak SMA menghadapi bagaimana dia harus
berperan dalam masyarakat.
Gadis Pantai merupakan salah satu novel dari sastrawan terkenal
Pramoedya Ananta Toer. Dalam novel ini Pramoedya Ananta Toer
memberikan ciri khas gaya penulisannya yaitu melalui tulisannya dia
mengkritik terhadap situasi sosial dan pernikahan dini yang terjadi pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
neneknya sendiri. Peneliti sendiri mengambil novel ini dikarenakan minat
baca anak SMA yang masih rendah terutama pada novel-novel karya
Pramoedya yang menurut mereka tidak sesuai dibaca pada masa modern saat
ini. Padahal jika ditelaah lebih dalam, karya Pramoedya memberi banyak
nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil oleh sang anak.
Selain untuk dibaca, novel Gadis Pantai dapat dibuat juga rencana
pembelajarannya untuk anak-anak dapat menganalisis unsur-unsur intrinsik
yang terdapat dalam novel Gadis Pantai. Pengajaran sastra jika dilakukan
dengan benar akan menghasilkan manfaat bagi kehidupan manusia. Karya
sastra dapat mengandung nilai-nilai yang membawa manusia untuk
memcahkan masalah, menemukan dirinya sebagai manusia, dan nilai-nilai
yang membina kepribadian manusia.
Novel ini sendiri terbagi dalam 5 bab. Pada bab pertama diceritakan
Gadis Pantai terpaksa harus meninggalkan kampung halamannya, sebuah
kampung nelayan karena harus pergi ke kota untuk tinggal di rumah Bendoro.
Bendoro adalah seorang bangsawan yang tinggal di kota Rembang. Pada awal
abad ke-20 pernikahan antarpasangan yang belum saling mengenal dapat
terjadi karena yang menjodohkan adalah sang orang tua. Apalagi orang tua
dapat menikahkan anaknya dengan bangsawan yang dapat menaikkan derajat
mereka.
Pada bab kedua diceritakan Gadis Pantai sudah diterima Bendoro dan
tinggal di rumah bangsawan itu. Selama tinggal di rumah Bendoro ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
perubahan yang dialami oleh Gadis Pantai. Semula ia hanya gadis kampung
yang miskin, tetapi sekarang menjadi istri Bendoro dan disebut Mas Nganten
yang sangat terasa aneh di telinga Gadis Pantai. Bujang perempuan yang
semula kurang menghormatinya, sekarang sangat patuh dan tunduk dengan
segala perintah Gadis Pantai. Selama tiga bulan pertama Gadis Pantai tidak
boleh pergi ke luar. Selama waktu itu, ia belajar sopan santun priayi, mengaji,
membatik, dan aturan-aturan lain yang ditetapkan dalam rumah Bendoro itu.
Pada mulanya ia masih ditemani ayah dan ibunya, tetapi kemudian mereka
pulang ke kampung untuk bekerja seperti biasanya. Selama tiga bulan itu,
Gadis Pantai merasa seperti dalam kurungan. Ia sangat rindu ibu dan kampung
halamannya.
Pada bab ketiga diceritakan Gadis Pantai sudah menjadi istri Bendoro.
Setelah selama tiga bulan Gadis Pantai belajar menyesuaikan diri dengan
kehidupan priayi, ia mulai betah tinggal di rumah Bendoro. Ia lebih sering
meninggalkan kamarnya, dan bercakap-cakap dengan kerabat Bendoro, para
bujang, dan kadang-kadang dengan tetangga. Lama-lama ia bisa mandiri, tidak
harus bertanya-tanya kepada bujang apa yang harus dilakukannya. Ia sudah
berani di kamar tengah untuk bercakap-cakap dengan Bendoro, atau
mengobati Bendoro jika sakitnya kambuh. Selain itu, ia juga mulai rindu
kepada Bendoro. Jika semalam Bendoro tidak mengunjungi kamarnya, ia
merasa sedih. Ia mulai cemburu jika Bendoro berhari-hari pergi, dan ia mulai
menyadari pula bahwa ia tidak berhak melarang Bendoro kemana pun ia pergi.
Ada perasaan iri terhadap kehidupan suami-istri di kampung di mana istri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
dapat mengetahui tujuan suaminya pergi. Istri di kampung dapat pula
mengritik suaminya.
Pada bab keempat diceritakan Gadis Pantai mengunjungi orang tuanya.
Gadis Pantai pulang kampung dengan naik dokar dan diantar Mardinah.
Dalam perjalanan menuju kampung, Gadis Pantai merasa lepas, dunianya
bertambah luas, tidak seperti di rumah Bendoro. Ia bisa tertawa terbahak-
bahak, mengejek orang kota, dan tidak mengindahkan peringatan Mardinah.
Dunia menjadi terbalik, Mardinah sering mengejek Gadis Pantai ketika tinggal
di rumah Bendoro, dalam perjalanan ke kampung menjadi ejekan Gadis Pantai
dan Pak Kusir.
Pada bab kelima atau yang terakhir diceritakan Gadis Pantai diceraikan
oleh Bendoro. Gadis Pantai terkejut mendengar keterangan ayahnya bahwa ia
telah diceraikan. Ia ingin membawa anaknya pulang ke kampung bersamanya,
tetapi dilarang oleh Bendoro. Hati Gadis Pantai sangat sedih dan malu. Ia
mengambil keputusan untuk tidak pulang ke kampung, tetapi akan pergi ke
Blora, ke tempat bujang perempuan yang terusir.
Tujuan dari mempelajari novel adalah untuk memhami apa maksud
yang ingin disampaikan oleh sang pengarang. Novel merupakan curahan hati
atau pengalaman kehidupan dari sang penulis dan pastinya terdapat nilai-nilai
positif yang dapat diambil untuk kehidupan. Pembacaan novel di SMA juga
harus melihat tingkat kemampuan siswa pada tahapan tertentu, selain itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
dalam mempelajari novel siswa dapat menganalisa secara struktural dan dapat
menjalin hubungan komunikasi antara guru dan siswanya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis meremuskan rumusan
masalah penelitian ini yaitu:
1.2.1 Bagaimana unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Gadis Pantai
karya Pramoedya Ananta Toer?
1.2.2 Bagaimana penerapan rencana pembelajaran analisis unsur
intrinsik novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer?
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.3.1 Mendeskripsikan unsur intrinsik novel yang terdapat dalam novel
Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer.
1.3.2 Mendeskripsikan penerapan rencana pembelajaran analisis unsur
intrinsik novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai Analisis Struktural Novel Gadis Pantai Karya
Pramoedya Ananta Toer diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.4.1 Teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu untuk menambah dan
memperluas wawasan mengenai khazanah ilmu sastra khususnya dalam
menganalisis unsur instrinsik karya sastra khususnya novel.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Pengajar
Penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi pengajar dalam
pengenalan pembelajaran sastra.
1.4.2.2 Bagi Pembelajaran Sastra di SMA
Diharapkan dapat memberi kebaharuan dalam materi pembelajaran
di SMA, dan dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam memahami
sebuah karya sastra khususnya novel.
1.4.2.3 Bagi Peneliti lain
Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu acuan berbagai
kepentingan dalam bidang sastra selanjutnya yang berupa penelitian
tentang kemampuan menganalisis struktur-struktur novel pada jenjang
Pendidikan.
1.5 Definisi Istilah
Definisi istilah ditulis agar pembahasan dalam penelitian ini tidak
terlampau luas dan menghindari salah pengertian terhadap pembaca
nantinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
1.5.1 Novel
Novel merupakan sebuah genre sastra yang memiliki bentuk utama
prosa, dengan panjang yang kurang lebih bisa untuk mengisi satu atau dua
volume kecil, yang menggambarkan kehidupan nyata dalam suatu plot
yang cukup kompleks (Aziez, 2010:7).
1.5.2 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlaku dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988:16).
Penokohan adalah sebuah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra
tokoh (Sudjiman, 1988:23).
1.5.3 Alur
Alur adalah jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang
menunjukkan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar
pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang (Waluyo, 2011:9).
1.5.4 Latar dan Pelataran
Latar adalah segala keterangan. Petunjuk pengacuan yang
berkaitan dengan waktu, ruang, suasana terjadinya peristiwa dalam suatu
karya sastra (Sudjiman, 1988:44). Pelataran adalah teknik penulis dalam
menampilkan latar di sebuah karya sastra (Sudjiman, 1988:46).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
1.5.5 Tema
Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari
suatu karya sastra (Sudjiman, 1988:16).
1.5.6 Amanat
Amanat adalah pesan atau ajaran moral dari sebuah karya sastra
yang ingin diangkat oleh pengarangnya (Sudjiman, 1988:57).
1.5.7 Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya dalam
cerita atau tentang siapa yang mengamati peristiwa dan menyampaikan
cerita (Brooks dalam Sudjiman, 1988:77).
1.5.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah program
perencanaan yang disusun sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran
untuk setiap kegiatan proses pembelajaran (Sanjaya, 2011:173).
1.6 Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I merupakan bab pendahuluan
yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, batasan istilah, dan sistematika penulisan. Latar belakang berisi
hal-hal yang mendorong peneliti melakukan penelitian ini dan permasalahan
yang ditemukan. Rumusan masalah mencakup uraian permasalahan yang
dituangkan dalam kalimat tanya. Tujuan penelitian berisi tujuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
dilakukannya penelitian yang sejalan dengan rumusan masalah. Manfaat
penelitian berisi manfaat atau kegunaan dari hasil penelitian. Definisi istilah
digunakan untuk membatasi istilah yang tercantum agar tidak terlalu
melebar. Sistematika penulisan, berisi alur agar tercipta kesistematisan
dalam penulisan.
Bab II berisi landasan teori, yang berisi penelitian yang relevan dan
kajian-kajian teori. Penelitian yang relevan ini menunjukkan posisi tulisan
sehingga tidak dimungkinkan pengulangan tulisan karya ilmiah dan dapat
membahas masalah dengan tajam dan kritis.
Bab III berisi metodologi penelitian. Pada bab ini meliputi jenis
penelitian, data dan sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan
data, teknik analisis data, dan teknik penyajian data. Jenis penelitian
merupakan pengkategorian menurut data yang diperoleh. Data adalah
abahan yang dapat dijadikan bahan kajian. Sumber data merupakan subjek
dari mana data diperoleh. Instrumen penelitian berisi alat pengumpulan data
utama. Teknik pengumpulan data adalah langkah-langkah untuk
mendapatkan data. Teknik analisis data merupakan langkah untuk
menganalisis data utama. Teknik penyajian data merupakan bentuk
penyajian data.
Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini adalah inti dari
sebuah karya ilmiah. Pada bagian ini, masalah yang telah dirumuskan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
bagian latar belakang dan rumusan masalah dibahas dan dibedah sesuai teori
yang digunakan.
Bab V merupakan bab penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran
bagi peneliti selanjutnya. Kesimpulan berisi pokok-pokok penting dari hasil
pembahasan dan berkaitan dengan rumusan masalah. Saran merupakan
imbauan kepada peneliti selanjutnya jika ingin melakukan penelitian yang
sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Sudah ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian
yang dilakukan peneliti, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh
Arief Wibowo (2015) dari Universitas Negeri Semarang yang berjudul
“Struktur Novel Pak Djenggot Tilas Heiho Karya Any Asmara”. Penulisan ini
bertujuan untuk mendeskripsikan susanan struktural yang terdapat dalam
novel. Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan objektif.
Hasilnya adalah pada novel Pak Jenggot Tilas Heiho Karya Any Asmara
terlihat bahwa alur yang digunakan adalah alur campuran karena ceritanya
tersusun secara progresif dan tersusun. Cerita novel ditutup dengan perkataan
penulis yang mengambil hikmah dari cerita tersebut. Terdapat juga satu tokoh
utama dan enam tokoh tambahan sebagai pendukung cerita. Unsur-unsur yang
membangun cerita novel juga saling berkaitan guna membangun keutuhan
sebuah cerita dalam sebuah tema tentang kasih sayang orang tua.
Yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh AG. Dwi Prihantoro
(2008) dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul “Analisis
Struktural Novel Towards Zero karya Agatha Christie serta Implementasinya
dalam Pembelajaran Sastra di SMK”. Skripsi yang kedua ini bertujuan
mendeskripsikan susunan struktural dari novel dan hasilnya dikembangkan
untuk materi pembelajaran di kelas. Hasilnya adalah terdapat beberapa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
struktural yang didapat seperti tokoh yang terbagi menjadi 3 yaitu protagonis,
antagonis, dan tritagonis. Alur yang digunakan adalah alur maju karena
rangkaian peristiwa disusun dengan waktu yang kronologis. Latar tempat
secara umum berada di Eropa khusunya berada di kota London. Latar waktu
menggunakan kronologis yang runtut ditunjukkan dengan tanggal dan bulan
peristiwa. Dari hasil analisis penelitian yang kedua ini dapat dijadikan contoh
dalam pembelajaran sastra di SMK kelas XI dan XII semester II yaitu (1)
siswa dapat memperlihatkan reaksi kinetik (menunjukkan sikap
memperhatikan, mencatat) terhadap novel Towards Zero karya Agatha
Christie yang diperdengarkan. (2) Menunjukkan reaksi verbal berupa
komentar terhadap konteks pembacaan novel Towards Zero karya Agatha
Christie yang didengar.
Sedangkan peneliti sendiri ingin menganalisis unsur intrinsik novel Gadis
Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dan rencana pembelajarannya di SMA
demgan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Novel
Novel atau yang biasa disebut juga sebagai prosa fiksi. Di mana dijelaskan
oleh Abrams (via Nurgiyantoro, 1995: 9) novel adalah cerita pendek yang
berbentuk prosa yang isinya tidak terlalu panjang dan juga tidak terlalu
pendek. Sebutan novel sendiri diambil dari bahasa itali novella yang secara
harafiah berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’. Aziez (2010:7) mengatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
bahwa novel merupakan sebuah genre sastra yang memiliki bentuk utama
prosa, dengan panjang yang kurang lebih bisa untuk mengisi satu atau dua
volume kecil, yang menggambarkan kehidupan nyata dalam suatu plot yang
cukup kompleks. Inipun sejalan dengan Waluyo (2011:5) mengatakan bahwa
secara etimologis, kata “novel” berasal dari kata “novellus” yang berarti baru.
Menurut Sumardjo (1986:47) novel adalah produk masyarakat. Novel
berada di masyarakat karena novel dibentuk oleh anggota masyarakat
berdasarkan desakan-desakan emosional atau rasional dalam masyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa novel adalah
tulisan berupa karangan prosa yang panjang dan menceritakan sebuah kisah.
Jadi dari beberapa pengertian novel menurut ahli, peneliti mengambil sebuah
simpulan bahwa novel adalah sebuah karya sastra berbentuk prosa yang tidak
terlalu panjang yang menceritakan kisah kehidupan yang terbentuk dari
masyarakat.
2.2.2 Unsur Intrinsik Novel
2.2.2.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan salah satu di antara unsur utama di dalam sebuah
cerita rekaan. Dari hal tersebut tokoh berperan penting dalam sebuah cerita
rekaan selain alur, latar, tema, dan amanat. Sudjiman, (1988:16) mengatakan
‘Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlaku dalam
berbagai peristiwa dalam cerita.’ Sumardjo berpendapat bahwa ‘sebuah cerita
terbentuk karena ada pelakunya. Seluruh pengalaman yang dituturkan oleh
pengarang dalam sebuah cerita dapat diikuti berdasarkan tingkah laku dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
perbuatan yang dijalani pelakunya.’ Dari kedua teori yang disampaikan maka
dapat ditarik simpulan bahwa tokoh adalah pelaku yang mengalami sebuah
peristiwa dalam sebuah cerita yang disampaikan dari tuturan sang pengarang.
Tanpa adanya tokoh atau pelaku, cerita dalam sebuah dunia rekaan tidak
bisa berjalan. Tokoh adalah unsur sentral yang diceritakan, yang dibangun
pengarang sebagai penyampai gagasan-gagasannya. Oleh karena itu, setiap
tokoh akan mempunyai watak yang beraneka ragam. Keanekaragaman ini bisa
dipengaruhi dari latar belakang pendidikan, kepribadian, gaya hidup, maupun
lingkungan keluarga.
Pembentukan karakter yang berbeda ini dilakukan pengarang untuk
mempermudah pemahaman karya oleh pembaca. Selanjutnya, tema maupun
amanat yang ingin disampaikan pengarang diharapkan dapat diinterpretasi
pembaca dengan baik.
Sudjiman, (1988:17) berdasarkan fungsi di dalam cerita, tokoh dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral
adalah tokoh yang memiliki peranan penting dalam cerita. Ia menjadi pusat
sorotan dalam kisahan. Untuk menentukan tokoh sentral dalam cerita, dapat
dilakukan melalui tiga cara, yaitu (1) tokoh yang paling banyak berhubungan
dengan tokoh-tokoh lain; (2) tokoh yang paling banyak terlibat dengan tema;
(3) tokoh yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan.
Dalam tokoh sentral biasanya terdapat dua macam tokoh yaitu tokoh
protagonis dan antagonis. Protagonis adalah tokoh yang mewakili yang baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
dan terpuji, karena itu biasanya menarik simpati dari pembaca. Sedangkan
antagonis mewakili pihak yang jahat atau yang salah.
Tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita disebut tokoh
bawahan. Meskipun peranannya tidak cukup penting, kehadiran tokoh
bawahan dalam cerita sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung
tokoh utama. Kategori tokoh bawahan terdiri dari tokoh andalan dan tokoh
tambahan atau lataran. Tokoh andalan adalah tokoh yang tidak sentral
kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya berfungsi untuk memperjelas
tokoh utama. Tokoh tambahan atau lataran adalah tokoh yang tidak sentral
kedudukannya dalam cerita dan kehadirannya hanya berfungsi untuk
menambah suasana, mempertegas setting atau latar cerita.
Unsur terpenting dalam membentuk satu kesatuan cerita adalah unsur
penokohan. “Penokohan adalah sebuah penyajian watak tokoh dan penciptaan
citra tokoh” (Sudjiman, 1988:23). Secara garis besar dapat dikatakan bahwa
penokohan adalah penggambaran bagaimana sifat-sifat yang dimiliki oleh
tokoh yang terdapat dalam sebuah cerita.
Menurut Sumardjo (1986:65), untuk mengenali karakter sebuah cerita ada
beberapa jalan yang dapat menuntun kita sampai pada sebuah karakter, yaitu:
1. Melalui apa yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya, terutama sekali
bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis. Watak seseorang tercermin
pada saat sikapnya dalam situasi gawat karena ia tidak bias berpura-
pira dan bertindak spontan menurut karakternya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
2. Melalui ucapan-ucapannya. Dari apa yang diucapkan oleh tokoh cerita,
kita dapat mengenali apakah ia orang tua, orang dengan pendidikan
rendah atau tinggi, sukunya, wanita atau pria, orang berbudi halus atau
kasar, dan sebagainya.
3. Melalui penggambaran fisik tokoh. Penulis sering membuat deskripsi
mengenai bentuk tubuh dan wajah tokoh-tokohnya. Yaitu tentang cara
berpakaian, bentuk tubuhnya, dan sebagainya. Tapi dalam cerpen
modern cara ini sudah jarang dipakai. Dalam fiksi lama penggambaran
fisik kerap kali dipakai untuk memperkuat watak.
4. Melalui pikiran-pikirannya. Melukiskan apa yang dipikirkan oleh
seorang tokoh adalah salah satu cara penting untuk membentangkan
perwatakannya. Dengan cara ini pembaca dapat mengetahui alasan-
alasan tindakannya. Dalam kenyataan hidup, penggambaran yang
demikian memang mustahil. Tapi inilah kovensi fiksi.
5. Melalui penerangan langsung. Dalam hal ini, penulis membentangkan
panjang lebar watak tokoh secara langsung. Hal ini berbeda dengan
cara tidak langsung, yang pengungkapan watak lewat perbuatannya,
apa yang diucapkannya, menurut jalan pikirannya, dan sebagainya.
2.2.2.2 Alur
Dalam sebuah cerita rekaan, berbagai peristiwa disajikan dengan
urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan dan membangun tulang
punggung cerita disebut alur. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
diterangkan bahwa alur adalah rangkaian peristiwa yang berlangsung
dalam suatu karya fiksi.
Stanton (2007:26) menjelaskan alur adalah rangkaian peristiwa
yang saling berhubungan dan menyebabkan dampak yang berpengaruh
pada karya sastra.
Sudjiman (1992:30), membagi alur menjadi beberapa tahap.
Pertama adalah awal yang meliputi paparan, rangsangan dan gawatan.
Kedua adalah tengah yang meliputi tikaian, rumitan, klimaks. Ketiga
adalah akhir yang meliputi leraian dan selesaian. Secara umum, struktur
alur dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Awal: struktur awal meliputi paparan, rangsangan, gawatan
Paparan adalah bagian awal karya sastra yang berisi keterangan tokoh
dan latar (Sudjiman, 1988:27). Paparan berfungsi untuk memudahkan
pembaca mengikuti kisahan selanjutnya. Situasi yang digambarkan pada
paparan harus membuka kemungkinan cerita itu berkembang. Disinilah
pengenalan tentang ciri-ciri tokoh baik secara fisik maupun non fisik serta
keadaan pada saat itu. Kemudian pada bagian ini juga dibahas tentang
latar/tempat terjadinya peristiwa.
Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan.
Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang
berlaku sebagai katalisator, atau oleh adanya persoalan-persoalan lain.
Dalam hal ini permasalahan mulai timbul dengan adanya suatu berita atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
keadaan yang menuju ke arah konflik, misalnya perselisihan yang terjadi
antar tokoh.
Gawatan adalah rangsangan yang semakin besar sehingga mulai terjadi
ketegangan yang semakin gawat.
2. Tengah: struktur tengah meliputi tikaian, rumitan, klimaks
Tikaian atau konflik adalah menculnya unsur-unsur yang mengarah
pada ketidakstabilan dan konflik dalam cerita. Tikaian ialah perselisihan
yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan.
Tikaian merupakan pertentangan antara tokoh utama dengan kekuatan
alam, dengan masyarakat, orang atau tokoh lain, atau pun pertentangan
antara dua unsur di dalam diri atau batin tokoh utama sendiri (konflik
batin). Rumitan adalah perkembangan dari segala bentuk tikaian menuju
ke klimaks cerita. Pada bagian ini konflik-konflik lebih dikembangkan
atau dipertajam, dengan kata lain rumitan adalah pengembangan dari
tikaian/konflik.
Klimaks adalah bagian dari alur drama, fiksi atau sajak kisahan yang
melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi emosional
pembaca.
3. Akhir : struktur akhir meliputi leraian dan selesaian
Leraian berfungsi sebagai penunjuk perkembangan peristiwa ke arah
selesaian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Selesaian bisa
berbentuk happy ending, sad ending, ataupun open ending. Dalam open
ending, pokok masalah tetap menggantung tanpa pemecahan.
Alur dengan jalan cerita memang tak terpisahkan, tetapi harus
dibedakan. Orang sering mengacaukan kedua pengertian tersebut. Jalan
cerita memuat kejadian. Tetapi suatu kejadian ada karena ada sebabnya.
Yang menggerakkan kejadian itu adalah plot. Sumardjo (1986:56),
membagi plot/alur dalam beberapa elemen yaitu pengenalan, timbulnya
konflik, konflik memuncak, klimaks, dan pemecahan soal. Plot ini
berpusat pada konflik, dengan demikian mampu membawa pembaca ke
dalam suatu keadaan yang menegangkan dalam sebuah cerita.
Susunan plot di atas menekankan bahwa kekuatan sebuah cerita ada
pada konfliknya. Mulai dari timbulnya konflik, memucaknya konflik, dan
berakhirnya konflik. Dalam sebuah karya sastra, konflik dapat
digambarkan sebagai pertarungan antara protagonis dan antagonis.
2.2.2.3 Latar
Sudjiman (1988:44) meyatakan bahwa “Latar cerita adalah segala
keterangan. Petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan
suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra”. Hal tersebut dalam
melingkupi penggambaran lokasi goegrafis, pemandangan, sampai kepada
perincian perlengkapan sebuah ruangan. Adapun Fungsi latar sebagai berikut,
yaitu: 1) Memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
2) Latar sebagai proyeksi keadaan batin tokoh. 3) Latar dapat menciptakan
suasana.
Menurut macamnya, Nurgiyantoro (1995:227) membedakan Latar
menjadi tiga macam, yaitu: 1) Latar tempat adalah gambaran lokasi terjadinya
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Biasanya dapat berupa
desa, sungai, jalan, hutan, kota, dan sebagainya. 2) Latar sosial adalah hal-hal
dalam karya fiksi yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial dapat mencakup
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir
dan bersikap, dan hal-hal yang menyangkut spiritual. 3) Latar waktu
berhubungan dengan ”kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan
dalam karya fiksi.
Sudjiman (1988:44) juga menerangkan bahwa unsur latar dibagi menjadi 3
unsur pokok, yaitu fisik/tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah
tempat di dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah dan sebagainya. Latar
waktu merupakan keterangan kapan waktu terjadinya peristiwa yang berhubungan
dengan tokoh-tokoh dalam cerita. Latar sosial adalah penggambaran keadaan
masyarakat. Kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup,
bahasa, dan lain-lain yang pada dasarnya melatari peristiwa.
Hudson (melalui Sudjiman, 1988 : 44) membedakan latar sosial dan latar
fisik/ material. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat,
kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
lain-lain yang melatari peristiwa. Sedangkan, latar fisik adalah tempat di dalam
ujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya.
2.2.2.4 Pelataran
Teknik menampilkan latar disebut dengan pelataran. Dalam hal ini, latar
dibagi menjadi dua, yaitu latar kontras dan latar sejalan. Latar sejalan ketika
suasana yang digambarkan sesuai dengan kondisi yang dialami tokoh. Contohnya,
saat tokoh sedih maka pengarang memberi suasana mendung dan hujan dalam
novelnya. Selain latar sejalan, adalah latar kontras. Sesuai maknanya, kontras
berarti tidak sesuai atau tidak sejajar. Contohnya, ketika tokoh sedih, pengarang
menampilkan hingar bingar nuansa pesta atau pengarang memperlihatkan langit
yang sangat cerah nan indah (Sudjiman, 1988: 46).
2.2.2.5 Pengaluran
Pengaluran adalah cara pengarang mengurutkan peristiwa yang membentuk
cerita. Dalam Lembaran Sastra, Prihatmi menulis bahwa Pengaluran adalah
teknik menampilkan alur. Berdasarkan urutan kronologis peristiwa-peristiwa yang
disajikan dalam cerita, alur dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alur lurus dan
sorot balik atau flashback. Dalam sorot balik, ditampilkan penyajian peristiwa
yang terjadi sebelumnya yang berupa ingatan, kenangan, mimpi, lamunan, atau
penceritaan kembali oleh sang tokoh (Sudjiman, 1988: 33).
Stanton (1965:28) menyatakan “Alur merupakan tulang punggung cerita.
Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri
meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis”. Dua elemen dasar
yang membangun alur adalah ‘konfliks’dan ‘klimaks’.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
2.2.2.6 Tema
Sudjiman, (1988:16) mengatakan “Gagasan, ide, atau pikiran utama yang
mendasari suatu karya sastra itu yang disebut tema.” Tema dapat membuat sebuah
karya lebih dari hanya sekedar bacaan untuk hiburan. Tema juga dapat faktor
pendukung yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam sebuah karya sastra.
Sejalan dengan itu Sumardjo (1986:56) menyatakan bahwa “tema adalah sebuah
ide cerita.” Di mana melalui tema ini pengarang tidak hanya sekedar bercerita saja
tetapi juga tetapi juga mau menyampaikan suatu pesan.
Nurgiyantoro (1995:70) mengatakan “Tema adalah dasar cerita, gagasan
dasar sebuah karya novel”. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah
ditentukan sebelumnya oleh pengarang dan dipergunakan untuk mengembangkan
sebuah cerita. Dengan kata lain cerita harus mengikuti gagasan dasar ini. Dimana
dapat diambil simpulan dari ketiga ahli tersebut bahwa tema adalah sebuah pokok
cerita yang mendasari sebelum pembuatan cerita tersebut.
2.2.2.7 Amanat
Menurut Sudjiman (1988: 57), dari sebuah karya sastra ada kalanya dapat
diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh
pengarangnya. Hal itulah yang disebut amanat. Amanat dapat diungkapkan secara
implisit atau eksplisit. Hal ini tergantung pengarangnya. Implisit, jika jalan keluar
atau ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita
berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir carita menyampaikan
seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dan sebagainya, berkenaan
dengan gagasan yang mendasari cerita itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
2.2.2.8 Sudut Pandang (Point of view) dan Pusat Pengisahan
Sudut pandang atau Ponit of view memang hanya mempermasalahkan
siapa yang bercerita. Tetapi ketentuan yang diambil oleh pengarang inilah akan
menentukan sekali gaya dan corak cerita. Sudut pandang menyangkut pada teknis
bercerita saja, yaitu soal bagaimana pandangan pribadi pengarang akan bisa
diungkapkan sebaik-baiknya. Menurut Sumardjo (1986:83), terdapat empat
macam point of view yang asasi, yaitu:
1. Omniscient point of view (sudut penglihatan yang berkuasa)
Di sini pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia tahu segalanya. Ia
bisa menciptakan apa saja yang ia perlukan untuk melengkapi ceritanya
sehingga mencapai efek-efek yang diinginkannya. Ia bisa keluar-masukkan
tokohnya. Ia bisa mengemukakan perasaan, kesadaran, jalan pikiran pelaku
cerita. Pengarang juga bisa mengomentari kelakuan para pelakunya. Bahkan
pengarang bisa bicara langsung dengan pembacanya.
2. Objective point of view
Dalam teknik ini pengarang bekerja seperti dalam teknik omniscient, hanya
saja pengarang sama sekali tidak memberi komentar apa pun. Pembaca hanya
disguhi “pandangan mata”. Pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi,
seperti penonton melihat pementasan sandiwara. Pengarang sama sekali tak mau
masuk ke dalam pikiran para pelaku. Dalam kenyataannya orang memang hanya
dapat melihat apa yang diperbuat orang lain. Dan dengan melihat perbuatan
orang lain tersebut kita menilai kehidupan jiwanya, kepribadiannya, jalan
pikirnya, perasaannya, dan sebagainya. Dalam hal ini jelas bahwa pembaca amat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
diharapkan partisipasinya. Pembaca bebas menafsirkan apa yang diceritakan
pengarang. Pengarang sama sekali tak memberi petunjuk atau tuntunan terhadap
pembaca.
3. Point of view orang pertama
Gaya ini bercerita dengan sudut pandangan “aku”. Jadi, seperti orang yang
menceritakan pengalamannya sendiri. Dengan teknik ini pembaca diajak ke
pusat kejadian, melihat, merasakan melalui mata dan kesadaran orang yang
langsung bersangkutan.
4. Point of view peninjau
Dalam teknik ini memilih salah satu tokoh untuk bercerita. Seluruh kejadian
cerita kita ikuti bersama tokoh ini. Tokoh ini bisa bercerita tentang pendapatnya
atau perasaannya sendiri, tetapi terhadap tokoh lain ia hanya bisa
memberitahukan kepada kita seperti apa yang dia lihat saja. Jadi teknik ini
berupa penuturan pengalaman seseorang. Hal demikian cocok dengan untuk
cerita yang memerlukan realisme dan rasa kesatuan, totalitas. Dalam beberapa
hal, efek teknik ini hampir sama dengan teknik orang pertama, tapi teknik ini
lebih bebas dan fleksibel dalam bercerita. Pelaku utama point of view peninjau
ini sering disebut teknik orang ketiga, yang pelakunya disebut “dia”, lengkap
dengan namanya tentu saja. Pengarang bisa keluar masuk kesadaran pelaku si
pencerita ini. Untuk cerita yang bersifat introspektif, mengudar pikiran dan
perasaan, teknik ini sangat efektif.
Brooks (dalam Sudjiman, 1988:77) mengatakan ‘Pusat pengisahan adalah
cara pengarang menempatkan dirinya dalam cerita atau tentang siapa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
mengamati peristiwa dan menyampaikan cerita’. Brooks memisahkan empat pusat
pengisahan sebagai berikut:
1. Tokoh utama menyampaikan kisah diri; jadi, kisahan oleh tokoh utama
dengan sorotan pada tokoh utama;
2. Tokoh bawahan menyampaikan kisah tentang tokoh utama; jadi, kisahan oleh
tokoh bawahan dengan sorotan pada tokoh utama;
3. Pengarang pengamat (observer-author) menyampaikan kisah; sorotan
terutama pada tokoh utama;
4. Pengarang serba tahu (omniscient author) menyampaikan kisah dari segala
sudut; sorotan utama pada tokoh utama.
Sejalan dengan itu, Nurgiyantoro (1995:256) membagi sudut pandang
dalam tiga jenis, seperti:
a. Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia”
Dalam teori ini narator berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh
cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya seperti; ia, dia, dan mereka.
Hal ini akan mempermudah pembaca untuk mengenali siapa tokoh yang
diceritakan dan siapa yang bertindak.
b. Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”
Dalam teori ini narator ikut terlibat dalam cerita. Narator ini sebagai si
“aku” tokoh yang berkisah dalam cerita tersebut. Kita sebagai pembaca hanya
menerima apa yang diceritakan oleh si “aku”, maka kita hanya dapat melihat dan
merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan oleh tokoh si “aku”
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
c. Sudut Pandang Campuran
Dalam sudut pandang ini pengarang bisa saja menggunakan berbagai
teknik, pengarang dapat berganti-ganti dari teknik satu ke teknik yang lainnya
untuk cerita yang dituliskannya. Teknik ini dilakukan biasanya untuk
tercapainya efektivitas penceritaan yang lebih, atau paling tidak untuk mencari
variasi pencitraan agar memberikan kesan yang lain dan baru.
Dalam lingkup karya fisik, Stanton (melalui Jabrohim, 2015 : 72)
menjelaskan “Pembangun struktur itu terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana
sastra”. Di mana yang termasuk dalam fakta cerita itu sendiri ialah alur, tokoh,
dan latar; sedangkan sarana sastra terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa,
suasana, simbol, imaji, dan juga pemilihan pada judul yang digunakan. Fungsi
sarana sastra itu sendiri adalah memadukan fakta sastra dengan tema sehingga
makna karya sastra dapat dipahami dengan jelas.
2.3 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Menurut pasal 1 butir 19 UU Nomor 20 Tahun 2003, kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Menurut Sanjaya (2011 : 4), pengertian kurikulum dapat dilihat dari 3
dimensi pengertian, yaitu kurikulum sebagai jumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh peserta didik, kurikulum sebagai pengalaman belajar siswa, dan
kurikulum sebagai program atau rencana belajar. Secara konseptual, kurikulum
adalah respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
membangun generasi muda bangsanya. Sebagai mata pelajaran yang harus
ditempuh, kurikulum kaitannya dengan pemerolehan ijazah. Ijazah sendiri
menggambarkan kemampuan. Ini berarti, apabila siswa sudah berhasil
mendapatkan ijazah berarti ia telah menguasai pelajaran sesuai dengan kurikulum
yang berlaku.
Kurikulum sebagai mata pelajaran yang harus ditempuh oleh anak didik,
dalam proses perencanaannya memiliki ketentuan sebagai berikut:
1. Perencanaan kurikulum biasanya menggunakan Judgment ahli bidang
pendidikan, ahli tersebut menentukan mata pelajaran apa yang harus
diajarkan pada siswa.
2. Dalam menentukan dan menyeleksi kurikulum perlu dipertimbangkan
beberapa hal seperti tingkat kesulitan, minat siswa, urutan bahan pelajaran,
dan lain sebagainya.
3. Perencanaan dan implementasi kurikulum ditekankan kepada penggunaan
metode dan strategi pembelajaran yang memungkinkan anak didik dapat
menguasai materi pelajaran, semacam menggunakan pendekatan ekspositori.
Kurikulum tidak dianggap lagi sebagai mata pelajaran, akan tetapi
dianggap sebagai pengalaman belajar siswa. Di sini kurikulum sebagai seluruh
kegiatan yang dilakukan oleh siswa baik di dalam maupun di luar sekolah yang
tetap berada di bawah tanggung jawab dan bimbingan guru. Misalnya
mengerjakan tugas rumah, mengerjakan tugas kelompok, observasi, dan lain
sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Kurikulum sebagai program atau rencana belajar ini sejalan dengan
rumusan kurikulum menurut undang-undang pendidikan yang dijadikan sebagai
acuan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Menurut Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa
kurikulum adalah seperengkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
belajar mengajar. Yang dimaksud dengan isi dan bahan pelajaran itu sendiri
adalah susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan
penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya
pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Hal ini harus dipahami, yaitu bahwa pencapaian suatu target pelaksanaan
kurikulum tidak hanya diukur dari kemampuan siswa menguasai seluruh isi atau
materi pelajaran seperti yang tergambar dari hasil tes sebagai produk belajar,
akan tetapi juga harus dilihat dari proses atau kegiatan siswa sebagai
pengalaman belajar. Selain itu, kurikulum memiliki aspek dalam pelaksanannya
yaitu sebagai rencana (as a plan) yang harus dijadikan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar oleh guru, dan kedua pengaturan isi dan
cara pelaksanaan rencana itu yang keduanya digunakan sebagai upaya
pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Menurut Susilo (2008 : 12), kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
adalah merupakan suatu konsep kurikulum yang menawarkan otonomi kepada
sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
dan efisiensi pendidikan agar dapat memodifikasi keinginan masyarakat
setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat,
industri, dan pemerintah dalam membentuk peserta didik.
2.4 Pembelajaran Novel di SMA
Novel dapat dibaca dan dinikamti isinya oleh segala umur, biasanya
terdapat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Banyak siswa yang kesulitan
dalam membaca novel, maka dari itu guru-guru saat ini dituntut untuk
menyiapkan para siswanya untuk lebih mengerti tentang novel lebih mendalam
lagi, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa tidaklah gampang untuk memilih bahan
yang akan disajikan, metode yang akan dipakai untuk memecahkan masalah-
masalah yang nantinya dihadapi oleh siswa.
Tujuan utama mempelajari novel adalah untuk mampu memahami
bagaimana cerita dan aspek-aspek pembangun novel itu mampu untuk
meningkatkan kemampuan mengolah emosi. Memang tidak mudah untuk
mempelajari novel, apalagi yang sama sekali kurang suka membaca karya sastra.
Maka dari itu guru di kelas harus mampu bertanggung jawab untuk
memperkenalkan apa itu novel. Dalam memperkenalkan novel, tentu harus
mengacu dan disesuaikan kurikulum yang sedang diajarkan.
2.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Dalam kurikulum 2013, pengembangan silabus tidak lagi oleh guru, tetapi
sudah disiapkan oleh tim pengembang kurikulum, baik di tingkat pusat maupun
wilayah (Mulyasa, 2013: 80). Dengan demikian guru tinggal mengembangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
RPP berdasarkan buku panduan guru, buku panduan siswa dan buku sumber yang
semuanya telah disiapkan.
2.6 Pengertian RPP
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah rencana yang menggambarkan
prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih
kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan
prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi
dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan telah dijabarkan dalam silabus (Majid
dan Rochman, 2014: 261). Lingkup rencana pembelajaran paling luas mencakup 1
kompetensi dasar yang terdiri atas satu indikator atau beberapa indikator untuk 1
kali pertemuan (Daryanto, 2014: 84).
2.7 Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP
Menurut Majid & Rochman (2014 : 261), terdapat beberapa prinsip dalam
penyusunan RPP, yaitu sebagi berikut.
2.7.1 Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan
awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan
sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang
budaya, norma, nilai, dan / atau lingkungan peserta didik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
2.7.2 Mendorong partisipasi aktif peserta didik
Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk
mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan
semangat belajar.
2.7.3 Mengembangkan budaya membaca dan menulis
Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran
membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk
tulisan.
2.7.4 Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif,
penguatan, pengayaan, dan remedi.
2.7.5 Keterkaitan dan keterpaduan
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaiatan dan keterpaduan antara
SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman
belajar. RPP disusun dengan mengakomodasi pembelajaran tematik, keterpaduan
lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
2.7.6 Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi
dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi
dan kondisi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
2.8 Komponen dan Langkah-langkah Penyusunan RPP
Menurut Muslich (2007 : 47) langkah-langkah penyusunan RPP dapat
dijelaskan sebagai berikut:
2.8.1 Mencamtumkan identitas
Satuan Pendidikan :
Mata Pelajaran :
Kelas/Semester :
Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal. Mata pelajaran adalah pelajaran
yang harus dipelajari pada sebuah sekolah. Kelas adalah jenjang pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan
dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
2.8.2 Mencamtumkan kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai
peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada
suatu mata pelajaran.
2.8.3 Mencantumkan indikator pencapaian kompetensi
Indikator adalah adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi
untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
penilaian mata pelajaran. Indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja
operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap,
dan ketrampilan.
2.8.4 Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
2.8.5 Materi Ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan tujuan pembelajaran
2.8.6 Alokasi Waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapain KD
dan beban belajar.
2.8.7 Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara guru untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau
seperangkat indikator yang telah ditentukan. Sebaiknya metode pembelajaran ini
disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik.
2.8.8 Kegiatan Pembelajaran
Pada dasarnya, kegiatan pembelajaran memuat langkah-langkah
pendahuluan/kegiatan awal, kegiatan inti, dan penutup. Masing-masing disertai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
alokasi waktu yang dibutuhkan. Apabila kegiatan disiapkan untuk lebih dari satu
kali pertemuan, hendaknya diperjelas pertemuan ke-1, pertemuan ke-2, pertemuan
ke-3 dan seterusnya.
2.8.9 Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar difokuskan pada proses dan hasil belajar yang
disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu pada standar
penilaian.
2.8.10 Sumber Belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada silabus, kompetensi dasar,
materi ajar, indikator pencapaian. Jika memungkinkan disiapkan media,
alat/bahan.
2.9 Kerangka Berpikir
Analisis Unsur Intrinsik Novel Gadis Pantai karya Pramoedya
Tokoh dan Penokohan
Alur Latar Sudut Pandang
Tema Amanat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (field research).
Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilaksanakan dengan
menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun
hasil penelitian terdahulu. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis
dokumen untuk diketahui isi dan makna yang terkandung dalam dokumen
tersebut. Macam dokumen antara lain karangan tertulis, gambar, grafik,
lukisan, kartun, biografi, fotografi, laporan, buku teks, surat, surat kabar,
film, drama, buku harian, majalah dan bulletin (Jabrohim, 2015:7).
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.
Metode penelitian ini bersifat menggambarkan objek sesuai dengan apa
adanya. Penelitian kulitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
kata deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2006:4).
Dengan menggunakan deskriptif kualitatif ini, peneliti akan
memaparkan dan menganalisis sebuah novel. Hal yang dideskripsikan
dalam penelitian ini adalah unsur-unsur intrinsik dalam novel Gadis
Pantai karya Pramoedya Ananta Toer.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
3.3 Sumber Data dan Data
Sumber data penelitian adalah novel yang berjudul Gadis Pantai karya
Pramoedya Ananta Toer, sedangkan data penelitian adalah kutipan dari
novel yang akan dianalisis unsur intrinsiknya.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Teknik simak dan Teknik catat. Teknik simak dengan membaca adalah
teknik yang digunakan dalam penelitian dengan cara peneliti berhadapan
langsung dengan teks yang disajikan sebagai objek penelitian. Teknik ini
bertujuan untuk mendapatkan data secara konkret, selanjutnya data yang
diperoleh dicatat dalam kartu data. Kegiatan pencatatan itulah yang
disebut Teknik catat (Sudaryanto, 1993: 135). Pengumpulan data/bahan
yang akan dianalisis berasal dari sebuah novel.
3.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua instrumen penelitian,
yaitu:
a. Peneliti sebagai pengumpul data karena peneliti mengetahui
tentang unsur-unsur intrinsik.
b. Kutipan dari novel yang mengandung unsur intrinsik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
3.6 Triangulasi Data
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong,
2006:330). Berdasarkan pendapat Moleong, dapat disimpulkan bahwa
traingulasi merupakan suatu proses untuk menguji suatu data dengan
memerlukan suatu ahli atau menggunakan metode tertentu agar data
tersebut teruji keabsahannya serta peneliti lebih memahami apa yang
diteliti.
Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi
penyidik. Dalam triangulasi ini, penyidik turut memeriksa hasil
pengumpulan data dan tabulasi data yang telah diperoleh serta telah
dianalisis oleh peneliti. Dalam hal ini peneliti memercayakan Septina
Krismawati, S.S., M.A. sebagai penyidik triangulasi ini. Penyidik
memeriksa dan memberi masukan terhadap hasil pengumpulan data yang
telah dilakukan oleh peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini terbagi dalam empat bagian. Bagian pertama, deskripsi data
penelitian analisis unsur intrinsik novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta
Toer. Bagian kedua, hasil data analisis unsur intrinsik novel Gadis Pantai karya
Pramoedya Ananta Toer. Bagian ketiga, pembahasan hasil yang akan
mendeskripsikan analisis unsur intrinsik novel Gadis Pantai karya Pramoedya
Ananta Toer.
4.1 Deskripsi Data
Sumber data penelitian ini adalah novel Gadis Pantai karya Pramoedya
Ananta Toer. Data ini berisi kutipan-kutipan yang membangun/mendukung unsur
intrinsik dari novel Gadis Pantai.
Unsur intrinsik dari novel ini terdiri dari tujuh unsur yaitu tokoh dan
penokohan, alur (paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, dan
leraian/selesaian), latar (latar fisik dan waktu), sudut pandang, tema dan yang
terakhir amanat.
4.2 Hasil Analisis Data
Sub bab ini akan membahas hasil analisis unsur intrinsik novel Gadis
Pantai karya Pramoedya Ananta Toer. Analisis unsur intrinsik ini untuk
menemukan unsur apa saja yang digunakan dalam novel Gadis Pantai karya
Pramoedya Ananta Toer serta memperkuatnya dengan kutipan-kutipan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
mendukung. Pada sub bab ini akan dipaparkan masing-masing beberapa contoh
analisis unsur intrinsiknya.
4.2.1 Unsur Intrinsik
Dalam novel yang peneliti analisis, peneliti menemukan 6 unsur intrinsik
pembangun sebuah novel yang meliputi tema, alur (paparan, rangsangan,
gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian/selesaian), tokoh dan penokohan, latar
(fisik dan waktu), amanat, dan sudut pandang. Berikut akan diberi contoh
analisisnya.
4.2.1.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlaku
dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988 : 16). Dalam novel Gadis
Pantai terdapat beberapa tokoh yang ada seperti Gadis Pantai itu sendiri,
Bendoro, Emak, Bapak, Mbok, dan Mardinah. Lain tokoh maka lain pula
penokohan, penokohan adalah penyajian watak atau penciptaan citra tokoh
(Sudjiman, 1988 : 23). Secara garis besar penokohan adalah penggambaran sifat-
sifat yang dimiliki tokoh dalam sebuah cerita. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai
berikut:
Gadis Pantai mempunyai sifat yang penurut, penakut, pemrotes,
penyayang, polos dan pengalah. Tokoh macam ini disebut tokoh sentral bersifat
protagonis, di mana tokoh ini menjadi tokoh utama mewakili tokoh dengan
kepribadian baik dan terpuji. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
“Bilang Pangestu.” Emak mendesak.
“Pangestu Bapak.”
(Toer, 2003 : 45)
Saat emak menyuruh Gadis Pantai untuk memberi salam kepada
Bapaknya, dengan langsung Gadis Pantai memberi salam kepada Bapaknya.
“Tidak, tidak, akulah sahaya emakku. Di kampungku aku lakukan segala perintahnya, aku akan terus lakukan perintahnya.”
(Toer, 2003 : 58)
Pernyataan Gadis Pantai tersebut, membuktikan penurutnya Gadis Pantai
terhadap perkataan ibunya. Dengan segera Gadis Pantai melaksanakan segala
perintah yang diucapkan oleh ibunya.
“Gadis Pantai jadi ketakutan. Digenggamnya tangan bujang. Apa aku bakal muncul lagi dari sini? Ah ah, ambillah emas ini.” (Toer, 2003 : 53)
Ketakutan Gadis Pantai kalau-kalau ia tak akan bisa keluar lagi dari rumah
Bendoro yang membuat dia tertekan.
“Sst. Jangan nangis. Hari ini kau jadi istri pembesar.” (Toer, 2003 : 12).
Rasa ketakutan Gadis Pantai yang teramat sangat karena harus menjadi
istri dari seorang yang tak ia kenal sehingga membuat dia menangis.
“Sst. Jangan nangis. Mulai hari ini kau tinggal di gedung besar, nak. Tidak lagi di gubuk. Kau tak lagi buang air di pantai. Kau tak lagi menjahit layar dan jala, tapi sutera, nak. Sst, sst. Jangan nangis.” (Toer, 2003 : 12-13).
Gadis Pantai mengangis karena di rumah Bendoro nanti dia akan
mengalami hal yang berbeda dengan rutinitas kesehariannya di rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
“Aku lebih suka di kampungku sana. Ia mulai protes lagi.” (Toer, 2003 : 55)
Gadis Pantai mengungkapkan perasaan tidak senangnya saat tinggal di
rumah Bendoro, ia lebih senang tinggal di kampungnya.
“Kau dengar, Mardinah? Di sini, di tempat Bendoro suamiku tak ada, akulah Bendoromu. Aku yang perintahkan kau balik ke kota, kalau kau tak suka ya apa boleh buat, kau mesti menginap. Suka atau tidak tanggunglah sendiri.” (Toer, 2003 : 161).
Saat Gadis Pantai pulang ke kampungnya ditemani oleh Mardinah,
Mardinah masih memandang Gadis Pantai sebagai kelas rendah. Tetapi saat itu
juga Gadis Pantai memrotes apa yang dilakukan Mardinah kepadanya, ia
menyadari posisi superioritasnya saat di kampungnya sendiri dan menyuruh
Mardinah untuk pulang.
“Mas Nganten ini mak. Terdengar suara bujang wanita. Gadis Pantai melompat. Waktu dilihatnya emak memasuki pintu, ia lari menubruk wanita tua itu dan merangkulnya......” (Toer, 2003 : 44).
Setelah lama tidak bertemu dengan emak, Gadis Pantai dapat bertemu
kembali dengan emaknya dan ia meluapkan rasa sayang pada emaknya dengan
segera datang menghampirinya dan memeluknya.
“Aku juga sayang mbok. Katakanlah padaku kalau ada keliru.” (Toer, 2003 : 66).
Gadis Pantai mengungkapkan perasaan sayangnya kepada Simbok, karena
Simboklah yang memberikan dia perasaan nyaman dan aman.
“Aku ini, mbok, aku ini orang apa? Rendahan? Atasan?” (Toer, 2003 : 99)
Gadis Pantai menanyakan statusnya saat berada dalam rumah Bendoro.
Dia bertanya apa adanya sesuai yang dialaminya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
“Ambil ini buat mak!” menyodorkan kain sutera untuk emaknya. (Toer,
2003:130.)
Karena sangat polosnya, kain sutera yang menurut orang kebanyakan itu
mahal dan mewah, ia serahkan tanpa ada rasa sesal sedikitpun kepada emaknya.
“Siapa yang Mas Nganten duga?”
“Mana aku berani menduga? Aku sendirilah yang bersalah. Mungkin aku sendiri yang kurang berhati-hati sama juga tidak jujur.” (Toer, 2003:110)
Gadis pantai tidak mementingkan egonya saat mengetahui bahwa mbok
melakukan kesalahan. Ia lebih mendengarkan dulu penjelasan dari si mbok.
“Seseorang menolongnya berdiri. Gadis Pantai tak melawan. Ia sandarkan diri pada orang-orang yang selama itu menjadi bujang. Mereka membimbingnya keluar dari pelataran depan, turun ke jalan raya, ke tepian alun-alun.” (Toer, 2003:265)
Di sini terlihat sifat mengalah dari Gadis Pantai dengan tidak melawan
saat dia diusir dari rumah Bendoro tanpa harus membawa anaknya.
Tokoh kedua yaitu Bendoro yang mempunyai sifat kasar, pengancam,
egois dan tidak berperikemanusiaan, sombong dan pengatur. Tokoh macam ini
disebut tokoh sentral bersifat antagonis, di mana tokoh ini menjadi tokoh utama
mewakili tokoh dengan kepribadian buruk dan jahat. Hal itu dapat dijelaskan
sebagai berikut:
“Tapi segera dilihat mereka Bendoro dengan kasar sedang lemparkan pandang ke arah mereka, mereka menunduk kembali. (Toer, 2003 : 116)
Dengan raut mukanya, Bendoro sudah menunjukkan ekspresinya bahwa
ada yang tidak ia sukai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
“Pergi kau, pergi! Aku tak sudi lihat tampangmu lagi seumur hidup. Pergi!” (Toer, 2003 : 119)
Tanpa belas kasihan Bendoro mengusir Gadis Pantai. Saat diketahui
bahwa anaknya bukan laki-laki melainkan perempuan.
“Seseorang memukul mulutnya hingga berdarah. Masih terdengar orang berbisik ke telinganya, kau hanya dipukul sedikit. Ia tak tahu kepala tongkat Bendoro mengucurkan darah pada bibirnya. Bayi itu tahu-tahu telah lepas dari tubuhnya, dan selendang tergantung kosong di depan perutnya.” (Toer, 2003 : 264).
Karena Gadis Pantai tidak mau meninggalkan anaknya saat dia diusir,
maka dengan segera Bendoro memukul Gadis Pantai dengan tongkatnya sehingga
bayi dalam gendongan Gadis Pantai terlepas dan diambil oleh Bendoro dan
mengusir Gadis Pantai keluar.
“Siapa tidak mengerti?” Bendoro bertanya dengan suara mengancam. (Toer, 2003
: 116)
Dengan kekuasaannya, cukup menggunakan nada bicara yang agak tinggi
sudah membuat takut para bawahannya.
“Jadi sudah lahir dia. Aku dengar perempuan bayimu, benar?” (Toer, 2003 : 253).
Dengan tidak mendekati si Gadis Pantai, si Bendoro hanya berucap
melalui daun pintu menanyakan jenis kelamin anaknya yang baru lahir lalu pergi,
tidak mengindahkan bagaimana perjuangan seorang wanita yang mempertaruhkan
nyawanya dalam proses persalinan, sangatlah egois dan tidak berperikemanusiaan
sekali.
“Seribu ampun Bendoro. Sahaya dengar tuanku telah ceraikan sahaya”. Gadis Pantai terlupa pada ketakutannya demi bayinya. “apa kau tak suka”, “sahaya cuma seorang budak yang harus jalani perintah Bendoro”. “apalagi?”. (Toer, 2003 : 257).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Keegoisan Bendoro terlihat ketika kemauannya memiliki bayi laki-laki
tak terwujud, tanpa belas kasihan dia memisahkan Gadis Pantai dari sang
anaknya, menceraikan Gadis Pantai dan memerintahkan bayinya untuk tetap
tinggal di rumah Bendoro.
“Ia berkopiah haji dan berbaju teluk belanga dari sutera putih dan bersarung bugis hitam dengan beberapa genggang putih tipis-tipis. Ia terlihat orang itu membangunkan bujang dengan kakinya. (Toer, 2003 : 31)
Perlakuan Bendoro yang tidak sopan dan tidak berperkemanuasiaan
terhadap bujang, tanpa tata krama yang benar ia membangunkan bujang dengan
kakinya yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
“Kau milikku. Aku yang menentukan apa yang kau boleh dan tidak boleh, harus mesti kerjakan.” (Toer, 2003 : 136)
Bendoro mengatur apa saja yang harus Gadis Pantai lakukan.
“Husy. Kau harus selalu ingat-ingat, tak boleh ada sesuatu yang terjadi yang menyebabkan penghormatan orang berkurang padaku. Bawalah juga beras sekarang.” (Toer, 2003 : 136)
Kesombongannya di sini terlihat dari ketidak mauan Bendoro kehilangan
rasa hormat dari orang kampung, maka dari itu Gadis Pantai diberi beras untuk ia
bawa pulang agar terlihat bahwa Bendoro masih menjadi orang yang disegani.
Tokoh ketiga yaitu Emak, ibu dari Gadis Pantai yang mempunyai sifat
tabah/sabar, dan pelindung. Tokoh macam ini disebut tokoh bawahan bersifat
tambahan, di mana tokoh ini mampu menjadi tokoh yang berfungsi untuk
menambah dan mempertegas suasana. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
“Sst. Jangan nangis. Jangan nangis. Hari ini kau jadi istri pembesar.” (Toer, 2003 : 12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Saat menghadapi Gadis Pantai yang sedang meronta ketakutan, ibu tetap
dengan sabar menasehati Gadis Pantai untuk berhenti menangis.
“Lihat aku nak!, dari kecil sampai setua ini, tidak pernah punya kain seperti yang kau pakai.” (Toer, 2003 : 13)
Walaupun saat itu suasana sedang kacau, sang ibu tetap sabar menasehati
sang anak.
“Disembunyikannya mukanya dalam pangkuan emaknya.” “biarkan dia pak, biarkan”. (Toer, 2003 : 13)
Sang ibu bersedia menjadi menjadi pelindung Gadis Pantai dari
kemarahan Bapak dan meyuruh Bapak untuk tidak memarahi Gadis Pantai terus
menerus.
Tokoh keempat adalah Mbok yang mempunyai sifat sopan, disiplin, tegas,
dan berdedikasi. Tokoh macam ini disebut tokoh bawahan yang bersifat andalan,
di mana tokoh ini berfungsi memperjelas tokoh utama. Tokoh ini memperjelas
tokoh utama saat bedrada di dalam rumah Bendoro. Hal itu dapat dijelaskan
sebagai berikut:
“Bujang itu membungkuk padanya begitu rendah.” (Toer, 2011 : 26)
Membungkuk merupakan tindakan hormat dan sopan pada majikannya. Di
sini berarti bujang menghargai kedudukan dari Gadis Pantai.
“Bujang itu menangkap tangan Gadis Pantai, membimbingnya ke arah botol serbuk cokelat, meraihkannya pada sendok perak kecil yang begitu aneh bentuknya dan mengaurkan serbuk itu di atas sayatan-sayatan roti yang telah dibuat mengkilat dengan mentega Friesland.” (Toer, 2003 : 43)
Dengan penuh hormat dan sopan si Mbok mengajari Gadis Pantai untuk
melayani Bendoro saat berada di meja makan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
“Ceh ceh ceh. Itu tidak layak bagi wanita utama, Mas Nganten. Wanita utama cukup menggerakkan jari dan semua akan terjadi. Tapi sekarang ini, sahaya inilah yang mengurus Mas Nganten. Sebelum Bendoro memberi izin, Mas Nganten belum bisa bertemu. Mari, mari sahaya mandikan. Pakai selop itu.” (Toer, 2011 : 28)
Mbok hanya mengikuti perintah Bendoro sebagai atasannya untuk
merawat dan mengurus Gadis Pantai.
“Tak ada orang berani berlaku kasar terhadap wanita utama, bujang
memperingatkan.” (Toer, 2011 : 44)
Dengan lantang Mbok memberi tahu Gadis Pantai bahwa Gadis Pantai
harus bisa melawan orang-orang yang berlaku tidak baik kepada Gadis Pantai, itu
dikarenakan Gadis Pantai merupakan Wanita utama.
“Sahaya, Mas Nganten. Sahaya suka pada bocah. Entah sudah berapa bocah saya
besarkan. Sudah limabelas tahun lebih sahaya tinggal di sini.” (Toer, 2011 : 65)
Dia menghabiskan sisa hidupnya hanya untuk mengabdi dengan cara
membesarkan bocah yang berada di tempat Bendoro.
“Bukan tugas sahaya mengikuti, Mas Nganten. Tugas sahaya hanya membantu.”
(Toer, 2011 : 45)
Sangat berdedikasinya si Mbok kepada Gadis Pantai. Sampai-sampai ia
terus mengikuti Gadis Pantai agar bisa selalu membantunya.
Tokoh kelima yaitu Bapak yang mempunyai sifat ringan tangan, kasar, dan
seorang pemberani. Tokoh macam ini disebut tokoh bawahan bersifat tambahan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
di mana tokoh ini mampu menjadi tokoh yang berfungsi untuk menambah dan
mempertegas suasana. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
“Ia tahu sering kena pukul dan tampar tangannya.” (Toer, 2011 : 13)
Saat Gadis Pantai melakukan kesalahan, tidak segan-segan sang Bapak
menampar dan memukul Gadis Pantai untuk memberinya sebuah pelajaran.
“Kamu mau diam, tidak?” (Toer, 2011 :13)
Sang bapak memarahi Gadis Pantai yang tidak mau berhenti menangis
karena ketakutan.
“Akhirnya emak yang mulai mengganjur langkah. Melihat tak ada yang mengikutinya, ia terhenti menatap bapak. Dalam kegugupannya bapak meraih tangan si Gadis Pantai, tak ada yang tahu siapa sebenarnya terpapah. Dan bergeraklah iringan-iringan pengantin itu, selangkah demi selangkah.” (Toer, 2011 : 15)
Saat sampai di tempat Bendoro tak ada dari orang yang mengiri Gadis
Pantai berani masuk ke dalam istana Bendoro, akhirnya Bapaklah yang
memberanikan diri untuk mengambil langkah dan diikuti oleh semua pengiring.
“Pemberani itu yang menentang laut melawan badai, mengaduk laut, menangkap
ikan setiap hari.” (Toer, 2011 : 180)
Sang bapak berani mempertaruhkan nyawanya untuk mengarungi laut
demi menangkap ikan untuk keperluan hidup keluarganya.
Tokoh keenam adalah Mardinah yang merupakan saudara jauh Bendoro
yang memiliki sifat sombong, dan keji. Tokoh macam ini disebut bawahan
bersifat andalan, di mana tokoh ini memperjelas konflik yang dihadapi Gadis
Pantai saat berada di rumah Bendoro. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
“Ngaku cepat!”, “Bendoroku janjikan aku, aku... jadi...”, “cepat! Kalau tidak aku lecut dengan buntut pari”, “istri... istri, istri, istri kelima, kalau...”, “kalau apa?”, “kalau, kalau, kalau aku dapat, dapat usahakan....” “cepat!”, “putrinya, dapat... dapat... jadi istri Bendoro, Bendoro suami Mas Nganten” (Toer, 2003 : 222-223).
Di sini Mardinah mengintrogasi dengan keji apa yang dijanjikan Bendoro
kepada Gadis Pantai.
“Ah, Mas Nganten. Mas Nganten kan orang kampung?”, “benar, aku orang dari kampung, dan aku tidak menyesal berasal dari kampung. Siapa kau sebenarnya?”, “yang jelas , sahaya bukan berasal dari kampung”, “apa bapak Mas Nganten? Nelayan?, bukan? Benar, sahaya tidak salah. Mas Nganten tahu siapa orangtua sahaya? Pensiunan jurutulis.” (Toer, 2003 : 124-125).
Mardinah membanding-bandingkan dirinya yang bukan berasal dari
kampung dan dirinya yang anak pensiunan jurutulis dan mempunyai derajat yang
lebih tinggi dibandingkan dengan Gadis Pantai yang hanya anak seorang nelayan
yang berasal dari kampung.
“Dengan mata berapi-api ditantangnya Gadis Pantai dengan suara mengancam ia menyatakan, “Tidak mungkin orang kampung memerintahkan anak priyayi. Tidak bisa. Tidak mungkin.” (Toer, 2003 : 127).
Dengan sombongnya Mardinah memberi tahu kepada Gadis Pantai bahwa
jabatannya lebih tinggi dari padanya sehingga Mardinah bisa saja tidak mau
menuruti perintah dari Gadis Pantai.
“Jadi Mas Nganten sudah tahu siapa sahaya. Seorang yang kebangsawanannya lebih tinggi dari Bendoro telah perintahkan sahaya ke mari. Sudah waktunya Bendoro kawin benar-benar bangsawan juga.....” (Toer, 2003 : 132)
Di sini mardinah menyombongkan dirinya kalau dia berasal dari keluarga
bangsawan yang memang seharusnya lebih cocok menikah dengan Bendoro yang
sama-sama bangsawan.
“Ngaku cepat!”, “Bendoroku janjikan aku, aku... jadi...”, “cepat! Kalau tidak aku lecut dengan buntut pari”, “istri... istri, istri, istri kelima, kalau...”, “kalau apa?”,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
“kalau, kalau, kalau aku dapat, dapat usahakan....” “cepat!”, “putrinya, dapat... dapat... jadi istri Bendoro, Bendoro suami Mas Nganten” (Toer, 2003 : 222-223).
Di sini Mardinah mengintrogasi dengan keji apa yang dijanjikan Bendoro
kepada Gadis Pantai.
4.2.1.2 Alur
Sudjiman (1992:30), membagi alur menjadi beberapa tahap. Pertama
adalah awal yang meliputi paparan, rangsangan dan gawatan. Kedua adalah
tengah yang meliputi tikaian, rumitan, klimaks. Ketiga adalah akhir yang meliputi
leraian dan selesaian. Alur dalam novel ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap Paparan
Paparan ini berisi mengenai keterangan tokoh dan latar (Sudjiman,
1988:217). Dapat dikatakan bahwa paparan ini merupakan penggambaran ciri-ciri
atau penggambaran fisik maupun non-fisik serta keadaan yang terjadi. Hal ini
ditunjukkan dengan kutipan sebagai berikut:
1. “Empat belas tahun umurnya waktu itu. Tubuhnya kecil mungil. Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya, dan jadilah ia bunga kampung nelayan sepenggal pantai keresidenan Jepara Rembang.” (Toer, 2003 : 11).
2. “Maka pada suatu hari perutusan seorang itu datang ke rumah orangtua gadis dan beberapa hari setelah itu sang gadis harus tinggalkan dapurnya, suasana kampungnya, kampungnya sendiri dengan bau amis abadi.” (Toer, 2003 : 11).
Pada kutipan pertama di atas, tahap paparan dapat dilihat dari penggambaran
secara fisik dari seorang Gadis Pantai. Di sana dijelaskan bahwa Gadis Pantai
memiliki tubuh yang mungil, mata agak sipit, hidung ala kadarnya. Hal itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
dilakukan untuk menggiring pembaca untuk lebih mudah mengikuti kisah
selanjutnya.
Pada kutipan kedua di atas, tahap paparan dapat dilihat dari keterangan latar
yaitu penggambaran kampungnya yaitu kampung nelayan yang baunya amis
karena aroma ikan hasil dari tangkapan para penduduk yang menjadi nelayan
sebagai pekerjaannya.
b. Tahap Rangsangan
Rangsangan ini adalah awal peristiwa/pengantar yang biasa mengawali
timbulnya sebuah gawatan. Biasanya ditandai dengan adanya tokoh baru sebagai
katalisator dan adanya persoalan-persoalan lain yang muncul dalam kehidupan
tokoh utama. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:
1. “Kemarin malam ia telah dinikahkan, dinikahkan dengan sebilah keris. Detik itu juga ia tahu: kini ia bukan anak bapaknya lagi. Ia bukan anak emaknya lagi. Kini ia istri sebilah keris, wakil seorang yang tak pernah dilihatnya seumur hidup.” (Toer, 2003 : 12).
Dari kutipan di atas tahap rangsangan dapat dilihat dari adanya tokoh baru
yang menjadi katalisator atau penyebab persoalan-persoalan lain mucul dalam
kehidupan tokoh utama. Yaitu dengan munculnya Bendoro yang tidak dikenali
dan dicintai oleh Gadis Pantai yang diwakilkan oleh keris yang nantinya akan
menikahi Gadis Pantai dan hal itu akan membuat Gadis Pantai harus jauh dari
orang tuanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
c. Tahap Gawatan
Gawatan adalah munculnya sebuah rangsangan yang semakin besar
sehingga membuat ketegangan itu menjadi semakin besar. Hal ini dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
1. “Apa bapak Mas Nganten? Nelayan, bukan? Benar, sahaya tidak salah. Mas Nganten tahu siapa orang tua sahaya? Pensiunan Jurutulis.” (Toer, 2003 : 125).
2. Lenyaplah tawa dari wajah Mardinah. Dengan mata berapi-api ditantangnya Gadis Pantai dan dengan suara mengancam ia menyatakan, “Tidak mungkin orang kampung memerintah anak priyayi. Tidak bisa. Tidak mungkin. (Toer, 2003 : 127).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa dalam situasi ini suasana semakin
gawat ketika ada pembantu baru bernama Mardinah yang dijanjikan untuk
dikawini oleh Bendoro karena Mardinah beranggapan bahwa dari segi kasta ia
yang lebih cocok untuk menikah dengan Bendoro. Sikapnya pun berani kepada
Gadis Pantai.
d. Tahap Tikaian
Tikaian adalah munculnya pertentangan antara tokoh utama dengan
masyarakat atau dengan tokoh lain. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:
1. “Mengapa tak kau taruh dia di kamar dapur? Tidak patut! Tidak patut!
Lihatlah aku, kau tempatkan dia di bawah satu atap dengan aku?” (Toer, 2003
: 247).
Dari kutipan di atas dapat dilihat adanya pertentangan antara tokoh utama
yang diwakili Gadis Pantai dengan tokoh lainnya yaitu priyayi. Pertentangan itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
diawali ketika perkataan salah satu priyayi bahwa Gadis Pantai tidak layak hidup
dengan bangsawan atau tidak layak menjadi istri dari bangsawan karena dilihat
dari statusnya yang berbeda dan dia lebih cocok tinggal di dapur seperti bawahan
lainnya.
e. Tahap Rumitan
Rumitan adalah perkembangan awal dari munculnya jalan menuju ke
klimaks sebuah cerita. Dalam kata lain tahap rumitan ini merupakan
tikaian/konflik yang telah dikembangkan atau dipertajam. Hal ini dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
1. “Bendoro, ampunilah sahaya, inilah anak Bendoro...” tapi suara itu tak keluar dari mulutnya. Ia terlalu takut.
“Jadi sudah lahir dia, aku dengar perempuan bayimu, benar?”
“Sahaya Bendoro.”
“Jadi Cuma perempuan?”
“Seribu ampun, Bendoro.”
Bendoro membalikkan badan, keluar dari kamar sambil menutup pintu kamar.
(Toer, 2003 : 253).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa perkembangan tikaian menuju
klimaks ditandai dengan lahirnya bayi Gadis pantai yang ternyata seorang
perempuan. Hal itu membuat Bendoro kecewa berat, karena ada kemungkinan
tidak ada lagi penerus dalam kepemimpinan Bendoro setelahnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
f. Tahap Klimaks
Klimaks adalah bagian alur yang melukiskan puncak ketegangan dalam
sebuah cerita, terutama yang mampu menguras emosional pembaca saat
membaca. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:
1. “Aku tak suruh kau mengasuh anakku.”
“Haruskah sahaya pergi tanpa anak sahaya sendiri, tuanku?”
(Toer, 2003 : 257).
2. “Mestikah sahaya pergi tanpa anak sendiri? Tak boleh balik ke kota untuk melihatnya?”
“Lupakan bayimu. Anggap dirimu tak pernah punya anak.”
(Toer, 2003 : 258).
3. “Lempar dia keluar! Bendoro berteriak. (Toer, 2003 : 264).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa klimaks yang terjadi dan membuat
ketegangan dalam sebuah cerita ketika diceraikannya dan diusirnya Gadis Pantai
oleh kesewenang-wenangan sang Bendoro tanpa boleh membawa anaknya
sehingga Gadis Pantai harus berpisah dengan anak yang telah dlahirkannya.
g. Tahap Leraian/selesaian
Leraian/selesaian adalah penunjuk perkembangan peristiwa ke arah
selesainya cerita. Leraian / selesaian di sini berbentuk sad ending, artinya tokoh
utama mengalami akhir yang menyedihkan. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai
berikut:
1. Gadis Pantai mengambil cambuk dan melecut kuda dari bawah perutnya. Kuda pun melompat dan lari. Roda-rodanya menggilas jalanan pasir, lari laju
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
menuju jalan pos. Tanpa menengok lagi Gadis Pantai memusatkan mata ke depan. (Toer, 2003 : 270).
Dari kutipan di atas dapat dilihat selesaian yang terjadi adalah Gadis Pantai
pergi harus meninggalkan tempat Bendoro dengan menggunakan dokar tetapi
tidak balik ke kampungnya melainkan menuju arah jalan pos.
4.2.1.3 Latar
Latar cerita adalah segala keterangan. Petunjuk, pengacuan yang berkaitan
dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra.
(Sudjiman, 1988 : 44). Secara mendetail hal itu juga termasuk penejelasan
mengenai penggambaran lokasi goegrafis, pemandangan, sampai kepada perincian
perlengkapan sebuah ruangan.
Latar sendiri dibagi dalam beberapa unsur seperti latar tempat dan latar
waktu. Latar tempat adalah tempat di dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan,
daerah dan sebagainya. (Sudjiman, 1988 : 44). Jika dilihat dari penjelasan tersebut
maka dapat dikatakan bahwa latar tempat yang diambil dalam novel ini mengacu
pada wujud fisiknya terdiri dari ruangan panjang, kamar tidur, kebun,
gedung/rumah besar, dapur, dan kampung nelayan di daerah/kota Rembang. Dari
beberapa penggambaran latar tempat, dapat dilihat bahwa adanya sebuah
simbolisasi kekayaan dan kekuasaan. Deskripsi ini juga kongkretisasi
penggambaran Bendoro sebagai orang yang berkuasa. Hal ini ditunjukkan dengan
kutipan sebagai berikut:
1. “Mereka melaluinya, kemudian masuk kedalam ruangan yang panjang. Saking panjangnya ruangan itu sehingga Nampak seakan sempit. Beberapa kursi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
berdiri di dalamnya dan sebuah sofa yang merapat ke dinding. Di penghujung ruangan terdapat kamar dengan pintu yang terbuka lebar. Nampak di dalamnya sebuah ranjang besi berpentol kuningan mengkilat, kelambunya mengapa berkait pada jangkar – jangkar gading. Mereka ditinggalkan di ruangan panjang itu. Tak ada seorang pun bicara. Gadis Pantai lupa pada tangisnya. Mereka tak berani bergerak, apalagi meninggalkan kamar (Toer, 2003:17).
2. “Di ruangan ini tak ada lesung. Tak ada bau udang kering. Tak ada babon tongkol tergantung di atas pengasapan. Tak ada yang bergantungan di dinding terkecuali kaligrafi – kaligrafi arab yang tak mengeluarkan bau. “Inilah kamar tidur mas nganten” kata bujang dengan senyum bangga sambil berjongkok di permadani yang menghampar antara tempat tidur dan meja hias” (Toer, 2003:26).
3. “Mereka sedang menghirup udara pagi di kebun belakang. Dan kebun belakang itu jauh lebih besar dari seluruh kampung nelayan tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Seluruhnya dinding tembok tinggi.” (Toer, 2003 : 40).
4. “Sekarang Mas Nganten seorang wanita utama, tinggal di gedung sebesar ini.”
(Toer, 2003 : 65).
5. “Sunyi-senyap sejenak di dalam kamar. Tapi angin dari laut dengan ganasnya menggaruki genteng, sedang laut yang makin lama makin mendesak ke kota, dalam malam tanpa suara manusia, terdengar merangsang masuk ke dalam hati.” (Toer, 2003:102).
6. “Saban pagi gadis pantai turun dari kamarnya, memasuki dapur dan
mengawasi santapan yang akan dihidangkan pada suaminya. Ia cicipi semua untuk menentukan baik tidaknya makanan dihidangkan, kemudian ia tutup meja, setelah itu membatik. Dalam seminggu ini bila ia masuk dapur, matanya tajam mengikuti segala gerak gerik pelayannya.” (Toer, 2011:127-128).
Berbanding terbalik dengan Bendoro, pendeskripsian dari tempat tinggal
Gadis Pantai sendiri mewakili rakyat kecil waktu itu yang khususnya
menggambarkan tempat tinggal rakyat miskin daerah pesisir pantai pada
umumnya dengan wujud fisik berupa kampung tepatnya bernama kampung
nelayan. Hal ini ditunjukkan dengan kutipan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
1. Empat belas tahun umurnya waktu itu. Kulit langsat. Tubuh kecil mungil.
Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya. Dan jadilah ia bunga kampung nelayan
sepenggal pantai keresedinan Jepara Rembang. (Toer, 2003 : 11).
2. “Dan beberapa hari setelah itu sang gadis harus meninggalkan dapurnya,
suasana kampungnya, kampungnya sendiri dengan bau amis abadinya.” (Toer,
2003 : 12).
3. “Aku bisa menetap di kampung ini, kampungku sendiri. Kau boleh pulang,
jangan ikut masuk ke kampung.” (Toer, 2003 : 156).
4. “Kampung akan terima kau seperti dahulu waktu kau dilahirkan, nak. Semua
orang datang memberikan berkahnya.” (Toer, 2003 : 269).
5. “Lihatlah,” ia menuding pada laut, “dia tak berubah,” kemudian membalik badan menuding kampung. “dia pun tak berubah. Atap-atap rumbainya tak ada yang baru. Pohon-pohon kelapa itu kulihat tak bertambah. Ada yang mati sepeninggalku?” (Toer, 2003 : 176).
6. “Bocah-bocah pada berkicau mengenalkan keanehan pantai.Waktu Gadis Pantai lebih jauh lagi berjalan, yang nampak dan tercium masih yang dulu: ampas manusia yang berbaris sepanjang pantai, berbaris tanpa komando. (Toer, 2003 : 176).
Latar waktu adalah kapan terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita tersebut
yang dialami juga oleh tokoh-tokoh yang terdapat di dalamnya. (Sudjiman,
1988:44). Dilihat dari penjelasan tersebut maka secara garis besar dapat dikatakan
bahwa kejadian ini berlangsung pada awal abad ke 20 yang secara gamblang
langsung ditulis oleh pengarangnya. Hal itu dapat ditunjukkan dengan kutipan
sebagai berikut:
1. “Ia telah tinggalkan abad sembilan belas, memasuki abad dua puluh.”
(Toer, 2003 : 11).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
4.2.1.4 Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya dalam cerita
atau tentang siapa yang mengamati peristiwa dan menyampaikan cerita. (Brooks
dalam Sudjiman, 1988:77). Dalam novel ini sudut pandang yang digunakan
adalah pengarang serba tahu atau orang ketiga serba tahu, yaitu penyampaian
kisah dari segala sudut. Itu artinya pengarang berada di luar teks dan menyebut
para tokoh dengan kata ganti orang ketiga, biasanya ditandai dengan kata “dia”
atau “ia”. Hal itu ditunjukkan dengan kutipan berikut:
1. “Inilah tebusan janjiku. Pada dia yang tak pernah ceritakan sejarah diri. Dia yang tak pernah kuketahui namanya. Maka cerita ini kubangun dari berita orang lain, dari yang dapat kusaksikan, kukhayalkan, kutuangkan.” (Toer, 2011 : 9).
2. “Empat belas tahun umurnya waktu itu. Kulit langsat. Tubuh kecil mungil.
Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya. Dan jadilah ia bunga kampung nelayan
sepenggal pantai keresidenan Jepara Rembang.” (Toer, 2011 : 11).
3. “Ia tahu bapaknya pelaut, kasar berotot perkasa. Ia tahu sering kena pukul dan
tampar tangannya.” (Toer, 2011 : 13).
4. “Waktu Bendoro terlelap tidur, dengan kepala pada lengannya, ia mencoba
mengamatai wajahnya. begitu langsat, pikirnya. Orang mulia, pikirnya, tak perlu terkelentang di terik matari. Betapa lunak kulitnya dan selalu tersapu selapis ringan lemak muda! Ingin rasai dengan tangannya betapa lunak kulitnya, seperti ia mengemasi si adik kecil dulu. Ia tak berani. Ia tergeletak diam-diam di situ tanpa berani bergerak, sampai jago-jago di belakang kamarnya mulai berkokok. Jam tiga. Dengan sigap Bendoro bangun. Dang dengan sendirinya ia pun ikut serta bangkit.” 9Toer, 2003 : 33).
5. “Ia angkat pandangnya sekilas ke depan sana ketika dari pintu samping
Bendoro masuk. Ia menggunakan sorban, teluk belanga sutera putih, sarung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
bugis hitam, selembar selendang berenda melibat lehernya. Selopnya tak dikenanannya. Pada tangan kanannya ia membawa tasbih, pada tangan kirinya ia membawa bangku lipat tempat menaruhkan Qur’an.” (Toer, 2011 : 36)
4.2.1.5 Tema
Tema merupakan gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya
sastra (Sudjiman, 1988:16). Dalam novel Gadis Pantai mempunyai tema
kemanusiaan khususnya kritik pada feodalisme pada awal abad 20 di tanah Jawa
khususnya di Rembang yang sangat tak beradab. Di mana adanya perlakuan yang
tak berperikemanusiaan dari golongan atas/ningrat atas orang-orang yang
dianggap rendahan. Salah satunya ditunjukkan pada saat Gadis Pantai yang
melahirkan anak perempuan tetapi tidak dikehendaki oleh Bendoro, sehingga
Bendoro mengusir Gadis Pantai tanpa boleh membawa anaknya. Hal ini
ditunjukkan dengan kutipan berikut:
1. “Seorang Bendoro dengan istri orang kebanyakan tidaklah dianggap sudah beristri, sekalipun telah beranak selusin. Perkawinan demikian hanyalah satu latihan buat perkawinan sesungguhnya: dengan wanita dengan karat kebangsawanan yang setingkat. Perkawinan dengan orang kebanyakan tidak mungkin bisa menerima tamu dengan istri dari karat kebangsawanan yang tinggi, karena dengan istri asal orang kebanyakan itu penghinaan bila menerimanya.” (Toer, 2003 : 80).
2. “Matilah dia berani tolak perintahnya bupati mantri semua priyayi apalagi
orang kecil yang ditakdirkan jadi kuli.” (Toer, 2003 : 170).
3. “Aku tak suruh kau mengasuh anakku.”
“Haruskah sahaya pergi tanpa anak sahaya sendiri, tuanku?”
(Toer, 2003 : 257).
4. “Mestikah sahaya pergi tanpa anak sendiri? Tak boleh balik ke kota untuk melihatnya?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
“Lupakan bayimu. Anggap dirimu tak pernah punya anak.”
(Toer, 2003 : 258).
5. “Lempar dia keluar! Bendoro berteriak. (Toer, 2003 : 264).
4.2.1.6 Amanat
Amanat adalah suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh
pengarangnya. (Sudjiman, 1988:57). Jadi yang ditampilkan dari sebuah amanat
dalam karya sastra adalah pesan atau pelajaran-pelajaran apa yang dapat kita
ambil yang disampaikan oleh pengarangnya. Amanat yang disampaikan di sini
adalah “Budaya feodal yang menyebabkan ketidakadilan dan kesewenang-
wenangan terhadap rakyat kecil oleh para pembesar”. Hal itu dapat ditunjukkan
dengan kutipan berikut:
1. “Oh, oh, dewa sejagat kalah bengisnya. Matilah dia berani tolak perintahnya bupati mantri semua priyayi apalagi orang kecil yang ditakdirkan jadi kuli. Dia sandang pedang tipis di pinggang kiri tapi titahnya wah wah wah lebih dahsat lagi. Laksanan gledek sambar perahu dan tali temali sehela nafas sedepa jalan harus jadi. Menggigil semua mendengar namanya guntur semua pada takluk gunung kali dan rawa. Pantai dan jalan berjajar panjang membujur kepala kawula jadi titian orang yang kuasa....” (Toer, 2011 : 170).
2. “Waktu jalan panjang sempurna jadi. Kereta-kereta indah jalan tiap hari bawa
tuan-tuan nyonya-nyonya dan putri-putri tuan besar gubernur jenderal dan
para abdi.” (Toer, 2011 : 170-171).
3. “Matilah dia berani tolak perintahnya bupati mantri semua priyayi apalagi
orang kecil yang ditakdirkan jadi kuli.” (Toer, 2003 : 170).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
4.3 Pembahasahan Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis unsur intrinsik novel Gadis
karya Pramoedya Ananta Toer. Berdasarkan hasil analisis data ditemukan data-
data sebagai berikut, tokoh 6 buah, penokohan 42 buah, alur (paparan 2 buah,
rangsangan 1 buah, gawatan 2 buah, tikaian 1 buah, rumitan 1 buah, klimaks 3
buah, leraian/selesaian 1 buah), latar (latar fisik 12 buah, latar waktu 1 buah),
sudut pandang 5 buah, tema 5 buah, dan amanat 3 buah.
Struktur-stuktur tersebut di atas, sejalan dengan teori unsur pembangun
yang dikemukakan oleh Sudjiman. Sudjiman (1988) membagi unsur-unsur
pembangun cerita rekaan dalam 6 unsur yaitu tokoh dan penokohan, alur
(paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimkas, leraian, dan selesaian),
latar (tempat dan waktu), tema, amanat, dan sudut pandang.
4.4 Langkah-langkah Pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
4.4.1 Mencamtumkan Identitas
Nama Sekolah :
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/ Semester : XII/I
Alokasi Waktu : 2x45 Menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
I. Standar Kompetensi : 5. Memahamai pembacaan novel
II. Kompetensi Dasar : 5.1 Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari
pembacaan penggalan novel
III. Indikator :
5.1.1 Siswa mampu memahami unsur-unsur intrinsik novel
5.1.2 Siswa mampu menentukan unsur-unsur intrinsik novel
5.1.3 Siswa mampu menganalisis unsur-unsur intrinsik novel
IV. Tujuan Pembelajaran :
1. Siswa dapat memahami unsur-unsur intrinsik novel
2. Siswa dapat menentukan unsur-unsur intrinsik novel
3. Siswa dapat menganalisis unsur-unsur intrinsik novel
V. Materi Pembelajaran
Unsur intrinsik merupakan bagian penting dalam sebuah karya sastra.
Novel merupakan bagian dari karya sastra. Novel merupakan sebuah karya
sastra yang menceritakan sebuah gambaran dari keadaan yang terjadi secara
nyata. Ketika membaca novel, seolah-olah melihat kejadian dalam kehidupan
manusia. Misalnya, tentang kesedihan, perjuangan seseorang menggapai cita-
cita, dan lain-lain. Oleh karena itu, novel sering disebut sebagai gambaran kecil
kehidupan. Novel disajikan dalam bentuk runtutan alur dan dialog antar pelaku
atau tokoh dalam novel. Sebagaimana karya sastra yang lain (drama dan puisi),
novel sebagai bentuk karya sastra juga memiliki unsur-unsur pembangunnya.
Unsur tersebut yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik dalam
drama dapat dilihat berdasarkan dialog antar tokohnya. Macam-macam unsur
intrinsik:
a. Tokoh, merupakan para pelaku dan karakter masing-masing pelaku dalam
novel. Dalam cerita, umumnya terdapat tokoh baik (protagonis) dan tokoh
jahat (antagonis).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
b. Penokohan mengungkapkan perwatakan dalam novel yang digambarkan
menurut keadaan fisik, psikis, dan sosiologis. Watak fisik meliputi jenis
kelamin, ciri-ciri tubuh, umur, dan sebagainya. Keadaan psikis meliputi
kegemaran, mentalitas, temperamen, keadaan emosi, dan sebagainya.
Watak sosiologis meliputi jabatan, pekerjaan, kelompok sosial, dan
sebagainya.
c. Plot atau alur cerita, terjadi berdasarkan jalinan konflik dari permulaan
sampai puncak dan berakhirnya penyelesaian. Alur inilah yang
menggerakkan keseluruhan jalannya cerita dalam sebuah novel.
Alur adalah rangkaian cerita yang merupakan jalinan konflik antar tokoh
yang berlawanan. Alur novel biasanya terdiri atas perkenalan, pertikaian,
klimaks, peleraian dan penyelesaian.
d. Setting atau latar, merupakan tempat kejadian dan gambaran ruang serta
waktu dari penulisan novel. Misalnya, di sebuah pedesaan, suasana perang
kemerdekaan, di dalam rumah dengan perabotan mewah, dan lain-lain.
Latar yaitu gambaran mengenai tempat, waktu, dan keadaan jalannya
cerita. Latar sangat berhubungan dengan tata pentas, tata rias, dan
perlengkapan lainnya.
e. Tema, merupakan ide atau gagasan pokok dalam novel.
Tema merupakan gagasan pokok yang mendasari terbentuknya cerita
secara umum, yang dapat terbangun dari subtema-subtema.
Dalam novel bisa diangkat banyak tema, misalnya kehidupan,
persahabatan, kesedihan, dan lain-lain.
f. Amanat, merupakan pesan pelajaran atau nilai-nilai moral yang ada dalam
novel. Amanat ini biasannya disampaikan secara tersirat melalui para
pelakunya.
g. Sudut Pandang, merupakan penempatan pengarang dalam membuat
sebuah cerita. Dalam novel biasanya menggunakan sudut pandang orang
pertama, orang ketiga, atau campuran.
VI. Pendekatan/Metode
- Metode Inkuiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
VII. Media
- Laptop
- LCD
- Novel
- Alat tulis
- Buku/kertas
VIII. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
No Kegiatan Alokasi
Waktu
Metode
1. Pendahuluan
- Guru mengucapkan salam.
- Guru menyiapkan peserta didik agar
siap mengikuti pembelajaran.
- Guru menyiapkan dan menayangkan
materi.
10 menit
2. Kegiatan Inti
- Guru dan siswa bertanya jawab
tentang novel.
- Guru menjelaskan tentang unsur
yang terdapat dalam novel.
- Guru memberikan tugas agar siswa
menganalisis unsur intrinsik dari
sebuah novel.
- Guru membagikan sebuah novel.
- Siswa membaca novel yang
dibagikan guru.
- Siswa mengerjakan tugas
menganalisis unsur intrinsik dari
sebuah novel.
45 menit
15 menit
Ceramah
Tanya Jawab
Latihan/penugasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
IX. Sumber dan Media Pembelajaran
- Sastromiharjo, Andoyo. 2011. Bahasa dan sastra Indonesia 3 Untuk
SMA/MA Kelas XII. Bogor: Yudhistira.
- Tim Edukatif. 2007. Kompeten Berbahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
X. Penilaian
- Penugasan
- Ujian
- Beberapa siswa membacakan hasil
pekerjaannya.
3. Penutup
- Guru memberikan penilaian serta
apresiasi terhadap pekerjaan siswa.
- Guru menjelaskan kembali dan
menyimpulkan materi yang
dipelajari.
- Guru bersama siswa menemukan
manfaat dan kesulitan menganalisis
unsur intrinsik novel.
- Guru menunjukkan buku sumber
belajar yang dapat dipelajari untuk
menambah wawasan.
- Guru menutup pelajaran dengan
salam dan ucapan terimakasih.
10 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Format penilaian:
- AFEKTIF
No Nama
Siswa
Aspek perilaku yang dinilai
Skor Ketelitian Kesiapan Tanggungja
wab
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
2
3
Dst.
Keterangan:
Diisi dengan menggunakan tanda cek (). Kategori penilaian: 4= sangat baik; 3= baik; 2=
cukup; dan 1= kurang. Penentuan kategori penilaian berdasarkan pada rubrik penilaian.
Jumlah maksimum skor adalah 12.
`Rubrik Penilaian Afektif
Aspek yang
dinilai
Kategori
1 2 3 4
Ketelitian Tidak teliti. Masih
banyak yang
kurang.
Keseluruhan
sudah baik
tetapi kurang
teliti.
Sangat teliti.
Kesiapan Tidak siap. Sudah mulai
siap tapi
tidak
optimal.
Sudah siap
dan sudah
optimal.
Sangat siap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Tabel Konversi Skor
PSIKOMOTORIK
No. Aspek
1. Siswa terampil dalam menyebutkan unsur intrinsik.
2. Siswa terampil dalam menganalisis.
3. Siswa terampil dalam mengaitkan unsur beserta
analisisnya.
KOGNITIF No. Soal
1 Sebutkan pengertian unsur intrinsik!
2 Sebutkan 7 unsur intrinsik dalam surat teks novel!
3 Bagaimana keterkaitan antara unsur intrinsik agar
menemukan makna secara utuh?
Tanggungjawab Mengerjakan
tugas tidak
maksimal.
Mengerjakan
tugas dengan
cukup
maksimal.
Mengerjakan
tugas dengan
optimal.
Mengerjakan
tugas dengan
sangat
maksimal.
Sikap
Modus Predikat
4,00 Sangat baik
3,00 Baik
2,00 Cukup
1,00 Kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Penilaian Kognitif
No. Kompetensi yang dinilai Bobot Skor
Maksimal
Total
Skor
1. Menjawab pengertian unsur
intrinsik dengan benar. 1 2 2
2. Menjawab 8 unsur dengan
benar 2 8 16
Menjawab 7 unsur dengan
benar 2 7 14
Menjawab 6 unsur dengan
benar 2 6 12
Menjawab 5 unsur dengan
benar 2 5 10
Menjawab 4 unsur dengan
benar 2 4 8
Menjawab 3 unsur dengan
benar 2 3 6
Menjawab 2 unsur dengan
benar 2 2 4
Menjawab 1 unsur dengan
benar 2 1 2
3. Menjawab 8 keterkaitan dengan
benar 2 8 16
Menjawab 7 keterkaitan dengan
benar 2 7 14
Menjawab 6 keterkaitan dengan
benar 2 6 12
Menjawab 5 keterkaitan dengan 2 5 10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
benar
Menjawab 4 keterkaitan dengan
benar 2 4 8
Menjawab 3 keterkaitan dengan
benar 2 3 6
Menjawab 2 keterkaitan dengan
benar 2 2 4
Menjawab 1 keterkaitan dengan
benar 2 1 2
4. Menentukan unsur intrinsik
a. Kesesuaian isi 2 5 10
b. Sistematika 2 5 10
Jumlah skor maksimal: 50
Nilai maksimal: jumlah skor x 210
x100%
...................,................................. 20....
Mengetahui,
Guru Pamong Praktikan
Giovanno Alexander E.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Novel Gadis Pantai menceritakan nasib buruk kaum perempuan desa di bawah
feodalisme Jawa. Dalam novel Gadis Pantai ini dianalisis bagian unsur intrinsik yang terdiri
dari tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, tema, dan amanat. Hasil analisis ini
dapat disimpulkan sebagai berikut.
Dalam novel Gadis Pantai terdapat tokoh-tokoh sentral yang berupa protagonis dan
antagonis, tokoh andalan, tokoh bawahan, dan tokoh tambahan. Tokoh protagonis atau tokoh
utama yaitu Gadis Pantai. Gadis Pantai memiliki sifat penurut, penakut, penyayang, polos,
dan pengalah. Ia menjadi korban atas kesewanangan dari Bendoro sang suaminya, yang telah
meninggalkan Gadis Pantai karena melahirkan anak perempuan.
Tokoh antagonis diwakili oleh Bendoro, seorang pemimpin di sekitaran Jepara-
Rembang yang mempunyai sifat kasar, pengancam, egois, tidak berperikemanusiaan, dan
sombong. Dia mengusir Gadis Pantai dari kediamannya tanpa boleh membawa anaknya saat
mengetahui anak yang dilahirkan adalah anak perempuan karena ditakutkan tidak ada
penerus dari kekuasaannya, dan anak yang dilahirkan itu akan dijadikan gundik atau pemuas
seks.
Tokoh bawahan diwakili oleh Mbok yang bersimpati dan berdedikasi kepada Gadis
Pantai selama ia tinggal di rumah Bendoro dan menjadi istri Bendoro. Mempunyai peran
yang mendukung peran utama, dan tokoh yang menjadi kepercayaan tokoh utama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Tokoh andalan diwakili oleh Emak dan Bapak yang memang kehadirannya tidak
sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya berfungsi memperjelas tokoh utama
yang ada dalam sebuah cerita.
Tokoh tambahan diwakili oleh Mardinah yang tidak sentral kedudukannya dalam
cerita dan berfungsi untuk menambah suasana, mempertegas setting atau latar cerita. Di mana
posisi Mardinah di sini adalah saudara jauh dari Bendoro yang sifatnya berani dan tidak takut
pada Gadis Pantai.
Cerita novel Gadis Pantai ini menceritakan kehidupan seorang gadis yang berumur
belasan tahun tetapi sudah harus dinikahkan oleh Bendoro dan harus menaggung tanggung
jawab yang besar. Novel ini menggunakan alur maju, karena adanya rangkaian peristiwa
yang disusun menururt urutan waktu. Pada paparan diceritakan tentang keterangan tokoh dan
latar dengan ciri-ciri penggambaran fisik maupun non fisik serta keadaan yang terjadi serta
penggambaran fisik dari seorang Gadis Pantai. Pada rangsangan diceritakan adanya tokoh
baru yang menjadi katalisator atau penyebab persoalan-persoalan lain yang muncul dalam
kehidupan tokoh utama. Gawatan muncul ketika datangnya pembatu baru yang bernama
Mardinah. Situasi menengangkan terjadi antara Gadis Pantai dan Mardinah, dikarenakan
Mardinah sebagai pembantu baru yang berani melawan Gadis Pantai karena Mardinah
beranggapan bahwa dari segi kasta ia lebih cocok untuk menikahi Bendoro. Tikaian muncul
dengan pertentangan antara tokoh utama yang diwakili Gadis Pantai dengan tokoh lainnya
yaitu Priyayi. Pertentangan itu diawali ketika perkataan salah satu priyayi bahwa Gadis
Pantai tidak layak hidup dengan bangsawan atau menjadi istri dari bangsawan karena dilihat
dari statusnya yang berbeda, dan ia lebih cocok tinggal di dapur seperti bawahan lainnya.
Rumitan ini ada dengan ditandainya lahirnya bayi dari Gadis Pantai yang ternyata adalah
seorang perempuan. Hal itu membuat Bendoro kecewa berat, karena adanya kemungkinan
tidak ada lagi penerus dalam kepemimpinannya. Klimaks terjadi saat diceraikannya dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
diusirnya Gadis Pantai oleh kesewenang-wenangan Bendoro tanpa boleh membawa anaknya
sehingga Gadis Pantai harus berpisah dengan anaknya yang telah ia lahirkan.
Leraraian/selesaian terjadi dengan cerita Gadis Pantai yang harus pergi meninggalkan
anaknya dan kediaman Bendoro dengan menggunakan dokar menuju arah jalan pos.
Mengambil latar tempat kampung nelayan yang berada di pesisir pantai dan kota
Rembang. Daerah nelayan yang berpadu dengan penggambaran rumah Bendoro yang besar,
kamar tidur, kebun, dan ruangan panjang yang berada di dalam istana Bendoro. Latar waktu
menggunakan kronologis waktu yang runtut ditunjukkan dengan apa abad ke berapa terjadi.
Dalam novel Gadis Pantai mengambil latar waktu pada awal abad ke-20 yang secara
gamblang langsung ditulis oleh pengarangnya.
Sudut Pandang yang digunakan dalam novel ini adalah orang ketiga serba tahu yaitu
artinya pengarang berada di luar teks dan menyebut para tokoh dengan kata ganti orang
ketiga. Biasanya ditandai dengan kata “dia” atau “ia”.Tema dalam novel Gadis Pantai ini
adalah tentang kemanusiaan khusunya tentang kritik pada feodalisme pada awal abad 20 di
tanah Jawa khususnya di kota Rembang yang sangat tidak beradab.Amanat dalam novel
Gadis Pantai ini adalah budaya feodal yang menyebabkan ketidakadilan dan kesewenang-
wenangan terhadap rakyat kecil oleh para pembesar.
Novel Gadis Pantai dapat diimplementasikan sebagai bahan pembelajaran sastra di
SMA pada kelas XII semester I sebab berkaitan dengan pembelajaran sastra. Standar
kompetensi: 5. Memahami pembacaan novel. Kompetensi dasarnya adalah menjelaskan
unsur-unsur intrinsik dari pembacaan novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
5.2 Implikasi
Penelitian terhadap struktural yang terdapat dalam novel Gadis Pantai karya
Pramoedya Ananta Toer ini mengandung pesan di dalamnya. Novel ini ingin memberi
pelajaran bahwa kita tidak boleh memperlakukan seseorang yang derajatnya berbeda dengan
kita dengan semena-mena. Dari situ siswa dapat belajar untuk lebih menghargai sesamanya
walaupun ada perbedaan di dalamnya.
Hasil penelitian ini dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan sastra. Dalam
bidang pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran sastra di SMA
khususnya untuk kelas XII semester I. Dalam bidang sastra, hasil penelitian ini menambah
khazanah kajian sastra khusunya tentang struktur yang terdapat dalam sebuah novel.
5.3 Saran
Saran ini diperuntukkan untuk para pengajar bahasa dan sastra Indonesia di sekolah-
sekolah dan para pembaca sekalian. Guru dapat memahami sejauh mana kemampuan siswa
dalam menganalisis sebuah karya sastra. Untuk mahasiswa sendiri agar lebih mengenal dan
memperkaya pemahaman tentang kajian struktur novel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
DAFTAR PUSTAKA
Aziez, F. dan Hasim, A. 2010. Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia
Indonesia
Jabrohim. 2015. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Majid, A. dan Chaerul Rochman. 2014. Pendekatan Ilmiah Dalam Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moeleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (Ed. Revisi). Bandung: Rosdakarya offset.
Muslich, M. 2007. KTSP: Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurgiyantoro, B. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Prihantono, Dwi AG. 2008. Analisis Struktural Novel Towards Zero karya Agatha Christie Serta Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMK. Skripsi Strata 1 pada Universitas Sanata Dharma Yogyakarta: tidak diterbitkan.
Sanjaya, W. H. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sastromiharjo, A. 2011. Bahasa dan Sastra Indonesia 3 Untuk SMA/MA Kelas XII
Stanton, R. 2007. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Tehnik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Sudjiman, P. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sumardjo, J. dan K.M. Saini. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.
Susilo, Muhammad J. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Meyosongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Tim Prima Pena. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gitamedia Press.
Toer, Pramoedya A. 2003. Gadis Pantai. Jakarta: Lentera Dipantara.
Waluyo, Herman J. 2011. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: UNS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Press.
Wibowo, A. 2015. Struktur Novel Pak Djenggot Tilah Heiho Karya Any Asmara. Skripsi Strata 1 pada Universitas Negeri Semarang: tidak diterbitkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
LAMPIRAN 1
Sampul Depan Novel Gadis Pantai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
LAMPIRAN 2
Sampul Belakang Novel Gadis Pantai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
LAMPIRAN 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Yogyakarta, 22 Mei 2018
Perihal : Permohonan Izin Triangulasi Yth. Septina Krismawati, S.S., M.A. Dosen PBSI Universitas Sanata Dharma Dengan hormat, Berkenaan dengan penelitian skripsi, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
nama : Giovanno Alexander Engko NIM : 131224049
fakultas/prodi : Keguruan dan Ilmu Pendidikan/ Pendidkan Bahasa Sastra Indonesia
dosen pembimbing : Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum. dan Drs. B. Rahmanto, M.Hum.
judul skripsi : Analisis Unsur Intrinsik Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dan Rencana Pembelajarannya di SMA
Saya hendak memohon izin Ibu sekiranya bersedia menjadi dosen triangulator dari data-data penelitian skripsi saya. Adapun waktu yang diberikan untuk triangulasi adalah selama satu sampai dua minggu. Saya mohon penilaian dan masukan agar data yang saya lampirkan bisa digunakan untuk penelitian saya. Demikian surat permohonan ini disampaikan. Atas perhatian dan kerja sama Ibu saya mengucapkan terima kasih.
Demikian surat ini saya buat atas perhatian Bapak saya ucapkan terima kasih.
Menyetujui,
Dosen pembimbing I Dosen Pembimbing II
Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum Drs. B. Rahmanto, M.Hum.
Pemohon
Giovanno Alexander Engko
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Sinopsis Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer
Novel ini menceritakan nasib buruk kaum perempuan desa di bawah feodalisme jawa
beberapa abad bahkan sampai abad 20. Tokoh utamanya disebut “Gadis Pantai”, dia
mewakili golongan kaum wanita dari keluarga desa yang miskin dan tidak berpendidikan.
Settingnya di kabupaten Rembang di Pantai Utara Jawa pada awal abad 20.
Di sebuah kampung nelayan yang jauh dari keramaian, hiduplah sebuah keluarga
miskin yang kehidupannya menggantungkan dari laut. Mereka memiliki seorang anak gadis
yang usianya baru berusia empat belas tahun. Usia yang belum cukup untuk mengarungi
bahtera rumah tangga.
Pada usia yang sedini ini dia sudah dinikahkan dengan seorang Bendoro dari kota
yang diwakili oleh sebilah keris. Perkawinan mereka hanya disaksikan oleh ketua kampung
yang sekaligus sebagai perwakilan dari kota. Setelah pernikahan dilangsungkan, Gadis Pantai
itulah nama anak nelayan miskin itu langsung diboyong ke kota, ke tempat keluarga Bendoro
tinggal.
Kehidupan yang jauh berbeda dengan keadaan sewaktu di tempatnya sendiri membuat
Gadis Pantai merasa dirinya dalam sebuah kerangkeng yang serba terbatas. Disekelilingnya
tak ada yang pernah tersenyum dengannya, semuanya begitu kaku, hanya seorang pelayan
tualah yang menjadi teman bicara dan teman bertanya dikala sedang merasa kesepian di
kamarnya.
Tiga bulan telah berlalu Gadis Pantai kini telah menjadi istri seorang Bendoro. Nama
sebutannya pun sudah bukan Gadis Pantai lagi, melainkan Mas Nganten. Dalam waktu yang
tiga bulan, Mas Nganten semakin tidak mengenal dirinya sendiri. Dengan perubahan-
perubahan yang ada pada dirinya. Ini semua berkat bantuan pelayan tua yang senantiasa
membimbing dan mengarahkan Gadis Pantai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Kehidupan yang serba terikat dalam gedung yang besar membuat Gadis Pantai merasa
rindu akan kampung halamannya. Dia ingin pulang kembali ke kampungnya. Tapi apa mau
dikata pelayan tualah yang selalu memuluhkan hatinya agar tidak kembali ke kampungnya
sendiri. Setahun berlalu Gadis Pantai semakin dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang
memaksanya harus begitu rupa. Tidak ada kejadian yang merasa dirinya atau keluarga
Bendoro terganggu. Hal ini karena masing-masing memiliki tugas dan kewajiban berbeda,
serta martabat yang berbeda.
Namun pada suatu ketika Gadis Pantai kehilangan dompet tempat uang belanjaan
dapurnya. Uang itu untuk menghidupi seisi gedung. Gadis Pantai menjadi risih harus
bagaimana dia mengadukan pada Bendoro. Sedangkan yang dicurigainya adalah masih
kerabat Bendoro sendiri, setelah ditanyai dia tidak mengaku, malahan temannya yang lain
ikut membelanya dan sebaliknya menghina pada Gadis Pantai. Namun pelayan tua yang
menemani Gadis Pantai mengadukannya pada Bendoro.
Bendoro menjadi murka setelah tahu pencuri dompet istrinya adalah kerabatnya, dia
langsung mengusirnya dari gedung itu bersama dengan pelayan tua yang mengadukannya.
Hal ini membuat Gadis Pantai merasa terpukul karena dia tidak memiliki lagi teman untuk
mencurahkan perasaanya. Kepergian pelayan tua tidak membuat gusar Bendoro, karena pada
waktu itu juga dia dapat menggantikan pelayan tua dengan seorang pelayan yang masih
muda, Mardinah namanya pelayan itu. Dia masih kerabatnya Bendoro sewaktu ditanya oleh
Gadis Pantai.
Kadatangan Mardinah ke rumah itu sepertinya memiliki niat lain. Dia datang tidak
hanya sebagai pelayan, tetapi ingin menghancurkan rumah tangga Gadis Pantai. Hal ini
membuat Gadis Pantai ingin pulang ke kampungnya, dan Bendoro pun tidak merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
keberatan. Kepulangannya ke kampungnya harus diantar oleh pelayan barunya itu, yakni
Mardinah.
Gadis Pantai tidak pulang kembali bersama Mardinah ke kota, Gadis Pantai tinggal
beberapa hari di kampungnya. Mardinah disuruhnya pulang terlebih dahulu bersama kusir
yang mengantarnya sewaktu mereka datang. Selama di kampung Gadis Pantai tidak merasa
seperti dulu. Semua orang memandangnya lain. Setiap orang yang dilihatnya langsung
menundukkan wajahnya. Hal ini membuat Gadis Pantai merasa seperti dirinya asing bagi
kampungnya sendiri. Bapaknya pun berlaku seperti orang lain, mereka seakan-akan baru
bertemu dengan seorang pembesar.
Setelah empat hari tinggal di kampung, datanglah rombongan Mardinah yang akan
menjemput Gadis Pantai dengan disertai empat orang pengawal. Mereka memaksa Gadis
Pantai untuk segera pulang ke kota ditunggu oleh Bendoro. Sedangkan surat yang diberikan
oleh Bendoro tidak diberikannya pada Gadis Pantai ataupun bapaknya sendiri. Hal ini
membuat Bapaknya Gadis Pantai merasa curiga. Dugaan ini ternyata benar, dan Bapak
mencari akal untuk membuktikannya, serta menyelamatkan anaknya yang ada dalam bahaya.
Akhirnya rahasia Mardinah terbuka, setelah taktik dijalankan. Mardinah mengaku disuruh
Bendoro dari Demak untuk membunuh Gadis Pantai di perjalanan dengan diberi upah yang
cukup besar. Mardinah mendapat hukuman dari warga untuk kawin dengan lelaki yang paling
malas di kampung itu, yang bernama si Dul Pendongeng. Mardinah dapat menerimanya
dengan lapang dada.
Sepulang dari kampung Gadis Pantai merasa dirinya sedang mengandung. Hal ini
langsung dibuktikan oleh paraji Bendoro sendiri. Bendoro pun tidak banyak omong tentang
kepulangannya dari kampung. Tidak banyak ditanyakan oleh Bendoro. Hal ini membuat
Gadis Pantai merasa tenang untuk mnyelamatkan kampung orang tuanya, yang telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
membuat hilangnya pengawal Mardinah. Kandungannya menginjak waktu ke sembilan, saat
itu Gadis Pantai sudah tidak sabar lagi ingin segera memiliki seorang anak, hal inipun sangat
ditunggu-tunggu oleh bapaknya sendiri di kampung.
Saat melahirkan pun kini telah tiba. Kelahiran Gadis Pantai dibantu oleh seorang
dukun beranak kepercayaan Bendoro. Gadis Pantai melahirkan seorang anak perempuan yang
mungil seperti ibunya sendiri. Namun bagi kalangan priyayi anak perempuan kurang
diharapkan. Hal ini kelihatan setelah melahirkan Bendoro tidak mau melihat keadaannya
sehabis melahirkan. Apakah dia sehat atau tidak. Tidak pedulinya Bendoro dikarenakan anak
yang baru dilahirkannya seorang perempuan.
Tiga bulan setelah dilahirkan, Bapak datang menjenguk Gadis Pantai secara tidak
sengaja, Bapak dipanggil oleh Bendoro untuk menghadap. Namun setelah menghadap wajah
Bapak tidak bahagia, Bapak murung tidak seperti biasanya. Kemudian Bapak menyuruh
Gadis Pantai untuk segera membereskan pakaiannya untuk dimasukkan ke dalam wadah.
Gadis Pantai merasa kebingungan Bapak mengajaknya pulang. Namun, Bapak menjelaskan
pada Gadis Pantai bahwa Bendoro telah menceraikannya, dan Gadis Pantai harus segera
pulang dengan bapaknya. Gadis Pantai merasa terkejut, tapi apalah daya seorang sahaya
seperti dia hanya menurut kehendak Bendoro.
Walaupun dengan perasaan berat, Gadis Pantai meninggalkan semua yang dimilikinya
pada waktu digedung bersama Bendoro, termasuk anak gadisnya yang baru tiga bulan dia
lahirkan. Dalam perjalanan pulang Gadis Pantai yang sudah berubah menjadi Mas Nganten
enggan untuk pulang ke kampung halamannya. Perasaan malu menghantui dirinya. Meskipun
bapaknya tetap memaksanya untuk pulang ke rumahnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
BIODATA PENULIS
Giovanno Alexander Engko merupakan anak pertama dari pasangan
Bapak Glendonald Alexander Engko dan Ibu Sonya Yosephine. Vanno
adalah anak pertama dari dua saudara. Lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada tanggal 25
Maret 1995. Penulis menempuh Pendidikan Sekolah Dasar selama enam tahun di SD Teruna
Bangsa Yogyakarta, dari tahun 2001-2007. Kemudian lanjut ke Sekolah Menengah Pertama
di SMP Budya Wacana Yogyakarta, selama tiga tahun, yaitu dari tahun 2007-2010.
Selanjutnya, meyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Budya Wacana Yogyakarta,
selama tiga tahun, yaitu pada tahun 2010-2013. Setelah menamatkan sekolah pada jenjang
SMA, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Sanata Dharma pada tahun 2013.
Fakultas yang diambil adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Recommended