View
51
Download
7
Category
Preview:
Citation preview
ANALISIS UNSUR INTRINSIK (TOKOH, PENOKOHAN, ALUR, LATAR,
DAN TEMA) ROMAN LARASATI KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
–
oleh:
Yuliana Ina T.B.M
151224038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
ANALISIS UNSUR INTRINSIK (TOKOH, PENOKOHAN, ALUR, LATAR,
DAN TEMA) ROMAN LARASATI KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
–
oleh:
Yuliana Ina T.B.M
151224038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Ayah saya, alm. Wilhem Kaliwasa yang sudah memfasilitasi saya selama
sisa hidupnya.
3. Ibu saya, Emiliana Martina yang selalu memberikan dukungan,
bimbingan, serta doa.
4. Abang pertama saya Januarius Chytede Making yang tidak pernah lupa
untuk mengingatkan saya untuk mengerjakan skripsi.
5. Abang kedua saya Stefanus Tupen Kraeng Making yang memberikan
teguran berupa tidak mau berbicara dengan saya selama 6 bulan supaya
saya sadar untuk mengerjakan skripsi.
6. Teman-teman PBSI angkatan 2015 yaitu Dyah, Desma, Siska, Ephy,
Sensi, Aisin, dan Dara yang sekali-kali mengingatkan saya untuk
mengerjakan skripsi.
7. Teman-teman kos putri Eyang Sastro yang memberikan lingkungan yang
nyaman untuk saya mengerjakan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTO
“Perdamaian dimulai dengan sebuah senyuman”.
(Mother Teresa)
“Ini bukan berapa banyak yang kita berikan, tapi berapa banyak cinta yang kita
masukkan ke dalam sebuah pemberian.”
(Mother Teresa)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Making, Yuliana Ina Tuto Banyu. 2020. “Analisis Unsur Intrinsik (Tokoh,
Penokohan, Alur, Latar dan Tema) Roman Larasati Karya Pramoedya
Ananta Toer”. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini berisi kajian unsur intrinsik roman Larasati karya Pramoedya
Ananta Toer dan rancangan pembelajarannya di kelas XII SMA. Tujuan penelitian
ini adalah mendeskripsikan hasil analisis struktur yang terdapat dalam roman
Larasati yang terdiri dari tokoh, penokohan, alur, latar, tema, dan mendeskripsikan
rancangan pembelajarannya dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik baca dan
teknik tulis. Data dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan kalimat atau paragraf
dalam roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer.
Hasil analisis menunjukkan terdapat tokoh utama yaitu tokoh Larasati,
sedangkan tokoh tambahan ialah Mardjohan, Lasmidjah (ibu Larasati), Martabat,
Jusman, Chaidir, dan Kapten Oding. Teknik penggambaran tokoh atau penokohan
yang digunakan ialah teknik ekspositori dan teknik dramatik. Teknik dramatik yang
dipakai pengarang adalah teknik cakapan, teknik pikiran, teknik tingkah laku, dan
teknik perasaan. Alur yang digambarkan dalam roman Larasati karya Pramoedya
Ananta Toer ialah alur maju. Terdapat lima tahap yang menggambarkan alur yaitu
1) tahap penyituasian (situation), 2) tahap pemunculan konflik (generating
circumstances), 3) tahap peningkatan konflik (rising action), 4) klimaks (climax),
dan 5) tahap penyelesaian (denouement). Latar dalam roman Larasati karya
Pramoedya Ananta Toer ialah latar tempat, latar waktu, dan latar sosial-budaya.
Tema yang ditampilkan dalam roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer ialah
perjuangan revolusi, khususnya perjuangan Larasati dan kaum revolusioner
melawan kolonialisme. Kehadiran tema tersebut berdampingan dengan unsur lain
seperti unsur tokoh (dan penokohan), plot atau alur, dan latar.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa roman Larasati
karya Pramoedya Ananta Toer dapat dianalisis unsur intrinsiknya. Unsur intrinsik
yang terdapat dalam roman Larasati diantaranya tokoh, penokohan, alur, latar, dan
tema.
Kata kunci: Unsur Intrinsik Roman dan Pendekatan Struktural
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Making, Yuliana Ina Tuto Banyu. 2020. "The Intrinsic Element Analysis (Figure,
Character, Characteristics, Background and Theme) of Roman Larasati
Pramoedya Ananta Toer's work". Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Sanata
Dharma University.
This study contained a review of the intrinsic elements of the Larasati
romance by Pramoedya Ananta Toer and the learning design in class XII of high
school. The purpose of this study was to describe the results of the structural
analysis contained in the Larasati novel consisting of figures, characterizations,
plot, setting, themes, and the learning design in the form of a Learning
Implementation Plan (RPP). This research employed qualitative research. Data
collection techniques used in this study were reading and writing techniques. The
data in this study were in the form of sentence excerpts or paragraphs in the novel
Larasati by Pramoedya Ananta Toer.
The analysis showed that there was a main character, Larasati, while
additional figures were Mardjohan, Lasmidjah (Larasati's mother), Dignity,
Jusman, Chaidir, and Captain Oding. The technique of depicting figures or
characterizations used is ekspository and dramatic technique. Dramatic techniques
used by the author are conversational, techniques, mind techniques, behavior
techniques, and feeling techniques. The plot described in Pramoedya Ananta Toer's
novel Larasati was the flow forward. There were five elements that described the
flow, such as 1) situation, 2) generating circumstances, 3) rising action, 4) clima,
dan 5) denouement. The setting in the Prasedya Ananta Toer's Larasati romance
was the setting of the place, time, and the socio-cultural setting. The theme featured
in Pramoedya Ananta Toer's novel Larasati was the struggle for revolution,
especially the struggle of Larasati and the revolutionaries against colonialism. The
presence of these themes coexiste with other elements such as character elements
(and characterizations), plot, and setting.
Based on the results of the study, it can be concluded that the novel Larasati
by Pramoedya Ananta Toer can be analyzed intrinsic element’s contained in the
Larasati romance include characters, characterizations, plot, setting, and theme.
Keywords: Roman Intrinsic Elements and Structural Approach.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….……i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….....iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………..iv
MOTO…………………………………………………………………………....v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………..................vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPERLUAN AKADEMIS…….…………………………………………….vii
ABSTRAK…………………………………………………………………......viii
ABSTRACT………………………………………………………………………ix
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...x
DAFTAR ISI……………………………………………………………………xii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………….1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………4
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………….4
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………...4
1.5 Batasan Istilah………………………………………………………..5
1.6 Sistematika Penulisan………………………………………………..7
BAB II LANDASAN TEORI…………………………………………………...8
2.1 Penelitian yang Relevan……………………………………………...8
2.2 Landasan Teori……………………………………………………...11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
2.2.1 Hakikat Roman……..…………………………….…………12
2.2.2 Unsur Intrinsik Roman………...………….………………....13
a. Tokoh…………………………………………………...14
b. Penokohan……………………………………………....15
c. Alur…………………………………………………......18
d. Latar…………………………………………….……....22
e. Tema…………………………………………………....23
2.3 Kerangka Berpikir…………………………………………………..24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………….....26
3.1 Jenis Penelitian……………………………………………………...26
3.2 Data Penelitian dan Sumber Data…………………………………...27
3.3 Instrumen Penelitian…………………………………………….......27
3.4 Teknik Pengumpulan Data………………………………………….28
3.5 Teknik Analisis Data…………………………………………..……28
3.6 Triangulasi…………………………………………………...……...29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………………...30
4.1 Deskripsi Data……………………………………………………….30
4.2 Sinopsis Roman Larasati Karya Pramoedya Ananta Toer…….……31
4.3 Analisis Unsur Intrinsik Roman Larasati Karya Pramoedya Ananta
Toer………………………………………………………….............33
4.3.1 Tokoh………………………………………………………34
4.3.2 Penokohan………………………………………………….42
4.3.3 Alur………………………………………………………...55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
4.3.4 Latar………………………………………………………..61
4.3.5 Tema……………………………………………….............65
BAB V PENUTUP………………………………………………………………68
5.1 Simpulan…………………………………………………………......68
5.2 Saran….……………………………………………………………...70
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...72
LAMPIRAN…………………………………………………………………......74
BIOGRAFI PENULIS………………………………………………………...125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini mengkaji enam subbab, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Latar
belakang berisi uraian dari informasi-informasi yang melatarbelakangi penelitian.
Rumusan masalah sejalan dengan tujuan penelitian. Manfaat penelitian meliputi
manfaat teoretis dan manfaat praktis. Batasan istilah berfungsi untuk membatasi
masalah-masalah yang akan diteliti. Sistematika penyajian berisi urutan penyajian
penelitian yang meliputi bab 1, bab II, bab III, bab IV, dan bab V. Berikut rincian
enam subbab pada bagian pendahuluan.
1.1 Latar Belakang
Karya sastra adalah refleksi pengarang tentang hidup dan kehidupan
yang dipadu dengan daya imajinasi dan kreasi yang didukung oleh pengalaman
maupun pengamatannya atas kehidupan tersebut (Djojosuroto, 2006:17).
Dengan begitu, melalui karya sastra pembaca dapat menikmati imajinasi
pengarang yang dikemas menggunakan unsur-unsur yang membangun sebuah
karya sastra.
Semi (dalam Djojosuroto, 2006:17) mengatakan bahwa hakikat
kesusastraan/karya sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif
yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan
bahasa sebagai mediumnya. Sastra harus pula mampu menjadi wadah
penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang
kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa karya sastra memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
gambaran sosial yang terjadi di dalam masyarakat, baik yang terungkap dalam
realita ataupun yang tidak terungkap dalam realita. Melalui karya sastra,
pembaca secara tidak langsung akan mendapatkan suatu kesempatan untuk
belajar memahami dan menghayati berbagai persoalan kehidupan manusia
yang diungkapkan oleh pengarang.
Roman sebagai salah satu bentuk karya sastra yang menceritakan tentang
kehidupan manusia, dibangun dengan berbagai unsur intrinsik seperti tema,
alur, tokoh, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Unsur pembangun
ini menyebabkan karya sastra menjadi nyata dan hidup ketika dinikmati oleh
pembaca. Pembaca seolah dihadapkan pada suatu persoalan hidup dalam
rangkaian cerita. Oleh karena itu, karya sastra yang berbentuk prosa ini harus
dianalisis unsur intrinsiknya. Unsur intrinsik sangat penting untuk diteliti
karena hasil dari penelitian ini akan mempermudah pembaca untuk memahami
secara menyeluruh unsur-unsur pembangun dari sebuah karya sastra.
Dalam penelitian ini, peneliti menitikberatkan pada analisis roman.
Roman memiliki karakter cerita panjang yang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang yang berada di sekelilingnya dan
menonjolkan watak (karakter) dan sifat setiap pelaku. Van Leeuwen ( dalam
Nurgyantoro, 2015: 18) mengatakan bahwa roman berarti cerita prosa yang
melukiskan pengalaman-pengalaman batin dari beberapa orang yang
berhubungan satu dengan yang lain dalam suatu keadaan. Maka dari itu roman
dapat diartikan sebagai cerita prosa yang mengandung pengalaman hidup
orang lain maupun pengarang itu sendiri. Sebagian besar roman diciptakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
dari romansa abad pertengahan Wellek & Warren ( dalam Nurgyantoro,
2015:18).
Karya sastra yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebuah roman yang
berjudul Larasati karya Promoedya Ananta Toer. Roman Larasati ini memiliki
banyak kekhasan sehingga menarik untuk diteliti. Kekhasan dari roman ini
yaitu pengarang menghadirkan tema yang menggambarkan kehidupan pada
masa revolusi, alur yang dapat mengaduk emosi pembaca karena menyajikan
alur maju (progresif), tokoh-tokoh yang memiliki sifat sederhana dan
mengesankan seperti pemberani, pembela negara, pantang menyerah, dan latar
yang menceritakan Yogyakarta, Cikampek, Bekasi, dan Jakarta.
Roman Larasati ini menceritakan segelintir rakyat Indonesia, yang
mengabdikan dirinya pada revolusi. Pramoedya sebagai seorang yang
mendukung revolusioner menggunakan kalimat-kalimat yang memberikan
semangat untuk kaum muda Indonesia pada saat itu, semangat untuk berubah,
berubah cara pandang dan tingkah laku.
Pramoedya Ananta Toer memilih tokoh Larasati sebagai tokoh utama
bertujuan untuk menggugah rasa nasionalisme. Ia ingin menunjukkan bahwa
perjuangan tidak hanya menggunakan fisik namun bisa juga melalui profesi.
Itu sebabnya, ia tidak memilih tokoh militer, namun seorang seniwati.
Meskipun berlatar tahun 1950-an roman ini memiliki pesan yang relevan untuk
generasi muda zaman sekarang yaitu perjuangan belum selesai. Semangat
juang dan pantang menyerah harus dimiliki oleh generasi muda supaya bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
merdeka dari kebodohan, merdeka dari ketertindasan, merdeka dari korupsi,
dan merdeka dari kemalasan.
Nurgyantoro (2015) mengatakan bahwa unsur intrinsik sebuah karya
sastra terdiri dari tujuh yaitu, tokoh, penokohan, alur, latar, tema, gaya bahasa,
dan amanat. Namun, dalam penelitian ini, peneliti hanya menganalisis lima
unsur intrinsik karena lima unsur intrinsik tersebut diharapkan dapat
mengungkapkan makna roman secara keseluruhan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumusan masalah penelitian
sebagai berikut.
Bagaimanakah unsur intrinsik yang terdapat dalam roman Larasati karya
Pramoedya Ananta Toer ditinjau dari tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka
tujuan yang akan dicapai adalah sebagai berikut.
Mendeskripsikan hasil analisis struktur yang terdapat dalam roman Larasati
karya Pramoedya Ananta Toer ditinjau dari tokoh, penokohan, alur, latar, dan
tema.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoretis
maupun praktis sebagai berikut.
a. Manfaat Teoretis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh
pembaca atau mahasiswa sebagai literatur dalam memahami analisis
unsur intrinsik khususnya tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema dalam
roman, serta menambah referensi penelitian sastra Indonesia.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan wawasan yang luas
mengenai sastra, serta dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam
pembelajaran bahasa Indonesia terutama dalam pembelajaran
kesusastraan. Penelitian ini bermanfaat juga bagi guru, guru dapat
memberikan pilihan alternatif mengenai media yang digunakan dalam
mengajar sehingga proses belajar mengajar jadi menyenangkan. Bagi
peserta didik, penelitian ini dapat memberikan kemudahan dalam
memahami materi mengenai unsur intrinsik roman.
1.5 Batasan Istilah
Berikut batasan istilah penelitian ini.
a. Roman
Dalam pengertian modern, seperti yang dikemukakan Nurgiyantoro (dalam
Jassin, 1961: 70) roman merupakan cerita prosa yang melukiskan
pengalaman-pengalaman batin dari beberapa orang yang berhubungan satu
dengan yang lain dalam suatu keadaan.
b. Tokoh
Baldic (dalam Nurgyantoro, 2015:247) menjelaskan bahwa tokoh adalah
orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
c. Penokohan
Jones (dalam Nurgyantoro, 2015:247) mengatakan bahwa penokohan
adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan
dalam sebuah cerita.
d. Alur
Abrams (dalam Nurgyantoro, 2015:167) mengemukakan bahwa plot
sebuah teks fiksi merupakan struktur peristiwa-peristiwa, yaitu
sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai
peristiwa tersebut untuk mencapai efek artistik dan emosional tertentu.
e. Latar
Abrams (dalam Nurgyantoro, 2015:302) menyatakan bahwa latar atau
setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada
pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
f. Tema
Tema merupakan gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah
karya sastra sebagai struktur semantis dan bersifat abstrak yang secara
berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan
secara implisit (Nurgyantoro, 2015:115).
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti membagi ke dalam lima bagian.
Bagian pertama pendahuluan. Dalam pendahuluan diuraikan latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, batasan istilah, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
sistematika penulisan. Bagian kedua tinjauan pustaka. Dalam tinjauan pustaka
diuraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka berpikir.
Bagian ketiga metodologi penelitian. Dalam metodologi penelitian diuraikan
jenis penelitian, data dan sumber data, instrumen penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data dan triangulasi. Bagian keempat hasil
penelitian dan pembahasan. Bagian kelima penutup. Dalam penutup diuraikan
kesimpulan dan saran-saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini mengkaji dua subbab yaitu, penelitian terdahulu yang relevan dan
landasan teori. Penelitian yang relevan berisi penelitian terdahulu yang relevan
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Subab landasan teori berisi teori-
teori ahli yang digunakan oleh peneliti sebagai dasar untuk melakukan penelitian.
Berikut ini uraian berisi subbab tersebut.
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Peneliti mencantumkan tiga penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian tersebut antara lain, pertama
“Analisis Unsur Intrinsik Novel Midah Si Manis Bergigi Emas Karya
Pramoedya Ananta Toer” diteliti oleh Elli Agustina mahasiswa PBSI,
Universitas Sanata Dharma (2011). Kedua, “Analisis Alur, Latar, Tema, dan
Tokoh Cerpen Milana Karya Bernard Batubara” diteliti oleh Ryan Pamula Sari
mahasiswa PBSI, Universitas Sanata Dharma (2018). Ketiga, “Unsur-unsur
Intrinsik Novel Memoar Seorang Geisha Karya Arthur Golden serta
Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA” diteliti oleh Yustina Dwi
Oktama Dian H mahasiswa PBSI, Universitas Sanata Dharma (2006).
Penelitian pertama dilakukan oleh Elli Agustina (2011) yang berjudul
“Analisis Unsur Intrinsik Novel Midah Si Manis Bergigi Emas Karya
Pramoedya Ananta Toer”. Peneliti mengkaji unsur intrinsik dalam novel Midah
Si Manis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer. Tujuan dari penelitian
tersebut adalah untuk mendeskripsikan tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
dalam novel Midah karya Pramoedya Ananta Toer. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan struktural yang menitikberatkan pada unsur intrinsik karya
sastra yang terdiri dari tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema. Metode induktif
digunakan untuk menganalisis data dan menarik kesimpulan. Metode deskripsi
digunakan untuk melaporkan hasil analisis data.
Secara garis besar, hasil penelitian tersebut meliputi unsur tokoh, alur,
latar, dan tema. Tokoh dalam novel Midah Si Manis Bergigi Emas adalah
Midah, Haji Abdul, nyonya Abdul, Ahmad, Riah, Ros, Mimin kurus, Nini,
Nyonya rumah. Tokoh-tokoh sentral dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas
yaitu Midah sebagai tokoh utama (protagonis), Haji Abdul sebagai tokoh
antagonis, Nyonya Abdul/Emak, sebagai wirawati, Riah, adapun tokoh lain
yang merupakan tokoh bawahan adalah Rois, Nini, Mimin kurus, nyonya
rumah. Alur dalam novel Midah Si Manis Bergigi Emas adalah alur maju atau
kronologis yang tersusun dari paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, klimaks,
dan selesaian. Novel ini mempunyai latar waktu, latar tempat, latar sosial dan
latar spiritual. Tema novel Midah Si Manis Bergigi Emas adalah perjuangan
seorang perempuan dalam menghadapi tantangan hidup.
Penelitian kedua dilakukan oleh Ryan Pamula Sari (2018) dengan judul
penelitian Analisis Alur, Latar, Tema, dan Tokoh Cerpen Milana Karya
Bernard Batubara. Tujuan penelitian tersebut adalah mendeskripsikan
penokohan, latar, alur, dan tema cerpen Milana karya Bernard Batubara.
Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Sumber data yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
digunakan adalah cerpen yang berjudul Milana karya Bernard Batuara. Teknik
pengumpulan data adalah teknik simak dan catat.
Secara garis besar, hasil dari analisis penelitian tersebut meliputi alur,
latar, tema, dan tokoh. Alur dalam cerpen ini adalah alur campuran
(menceritakan masa lalu dan masa depan) yang terdiri atas paparan, rangsangan,
gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian, dan selesaian. Latar yang digunakan
dalam cerpen meliputi tiga unsur, latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
Tema yang terkandung dalam cerpen adalah tema jasmaniah (tema percintaan).
Tokoh utama dalam cerpen tersebut adalah Milana dan tokoh tambahan adalah
saya dan Areno Adamar.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Yustina Dwi Oktama Dian H (2006),
dengan judul Unsur-unsur Inrinsik Novel Memoar Seorang Geisha karya
Arthur Golden serta Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA.
Penelitian tersebut mendeskripsikan setiap unsur intrinsiknya dan bagaimana
implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA. Metode yang digunakan
adalah metode kualitatif, dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data
adalah teknik pustaka. Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi pustaka
karena penelitian ini mengkaji objek kajian berupa bahan-bahan tertulis yaitu
unsur intrinsik dan metode pembelajaran sastra. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa novel Memoar seorang Geisha mempunyai tema pokok
perjuangan seorang geisha dan tema tambahan diskriminasi gender, novel ini
menampilkan lima tokoh yaitu Sayuti, Mameha, Hatsumomo, Nobu, dan Ketua.
Alur dalam novel ini meliputi tujuh tahapan yaitu eksposisi, rangsangan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
konflik, rumitan, klimaks, leraian, dan selesaian. Latarnya meliputi latar waktu,
latar tempat, dan latar sosial. Latar waktu novel Memoar seorang Geisha antara
tahun 1929 sampai 1940-an. Latar tempat di Okiya, rumah-rumah minum teh,
dan Gion. Latar sosialnya, masyarakat Jepang pada masa sebelum Perang Dunia
II khusunya para geisha yang pernah berjaya di Jepang.
Terdapat relevansi berupa persamaan dan perbedaan antara ketiga
penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.
Persamaan penelitian pertama dan kedua terletak pada analisis unsur intrinsik,
sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang dikaji. Selanjutnya,
persamaan dari penelitian ketiga terletak pada analisis unsur intrinsik,
sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang dikaji dan implementasi
berupa rancangan pembelajaran.
Dari persamaan dan perbedaan yang sudah dipaparkan, penelitian ini
memiliki kebaruan sehingga layak untuk dijadikan sebagai tugas akhir.
Kebaruan tersebut meliputi 1) analisis unsur intrinsik sebuah roman yang
berjudul Larasati yang belum pernah diteliti sebelumnya dan 2) data yang
diperoleh dari analisis roman Larasati memiliki data yang autentik, karena
peneliti menganalisis secara langsung unsur intrinsik roman Larasati karya
Pramoedya Ananta Toer.
2.2 Landasan Teori
Landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu landasan
mengenai pengertian roman dan unsur intrinsik roman. Uraian tentang
pengertian roman akan diambil dari pendapat para ahli yang kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
diinterpretasikan oleh peneliti. Unsur intrinsik roman yang akan digunakan
sebagai landasan teori dalam penelitian ini adalah tokoh, penokohan, alur, latar,
dan tema. Berikut ini uraian tentang landasan teori tersebut.
2.2.1 Hakikat Roman
Frye (dalam Nurgyantoro, 2015:18) mengemukakan bahwa sebenarnya
kemunculan istilah roman lebih tua daripada novel. Roman kata Frye, tidak
berusaha menggambarkan tokoh secara nyata, tidak lebih realistis. Ia lebih
merupakan gambaran angan, dengan tokoh yang lebih bersifat introver, dan
subjektif. Di pihak lain novel lebih mecerminkan gambaran tokoh nyata, tokoh
yang berangkat dari realitas sosial. Jadi ia merupakan tokoh yang lebih
memiliki derajat lifelike, di samping merupakan tokoh yang bersifat ekstrover.
Di sisi lain Van Leeuwen (dalam Nurgyantoro, 2015:18) mengatakan bahwa
roman berarti cerita prosa yang melukiskan pengalaman-pengalaman batin dari
beberapa orang yang berhubungan satu dengan yang lain dalam suatu keadaan.
Sebagian besar roman diciptakan dari romansa abad pertengahan Wellek &
Warren (dalam Nurgyantoro, 2015:18).
Istilah roman, novel, cerpen, dan fiksi memang bukan asli Indoneisa
sehingga tidak ada pengertian yang khas Indonesia. Untuk mempermudah
persoalan tersebut, kesastraan Inggris dan Amerika (sumber utama literatur
kesastraan Indonesia), cenderung menyamakan istilah roman dan novel, dalam
penulisan ini roman pun dianggap sama dengan novel. Secara teoretis kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
dapat saja mencari-cari perbedaan di antara keduanya. Dengan begitu roman,
novel, dan cerpen secara bersama, sederhana, dan mudah disebut sebagai fiksi.
Istilah roman sama dengan istilah novel. Roman dianggap sama dengan
novel. Roman memiliki karkter cerita panjang yang mengandung rangkaian
cerita kehidupan seseorang dengan orang yang berada di sekelilingnya dan
menonjolkan watak (karakter) dan sifat setiap pelaku. Pengarang biasanya
berusaha melukiskan kisah hidup seseorang yang tidak jauh dari gambaran
hidup masyarakat di sekitarnya.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa roman adalah
sebagai cerita prosa yang mengandung pengalaman hidup orang lain maupun
pengarang itu sendiri. roman adalah cerita fiksi yang mengandung pengalaman
hidup seseorang baik dari kecil hingga dewasa dan berupa perjalanan hidup
seseorang dalam kurun waktu tertentu.
2.2.2 Unsur Intrinsik Roman
Roman sebagai salah satu bentuk karya sastra merupakan bangunan
yang berstruktur. Struktur roman merupakan susunan yang bersistem dan
antara susunan tersebut terjadi hubungan timbal balik dan saling menentukan
yang biasa disebut dengan istilah unsur intrinsik (Nurgyantoro, 2015:113).
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Unsur-unsur inilah yang menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks sastra,
unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya
sastra (Nurgyantoro, 2015:113). Unsur intrinsik sebuah roman adalah unsur-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur intrinsik
meliputi tokoh, penokohan, alur, latar, tema, amanat, gaya bahasa, dan sudut
pandang. Dalam penelitian ini hanya akan berfokus pada analisis unsur
intrinsik tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema yang terdapat dalam roman
Larasati karya Pramoedya Ananta Toer. Analisis unsur intrinsik tersebut
mempermudah pembaca untuk memahami roman secara keseluruhan. Berikut
uraian satu persatu secara urut unsur intrinsik roman.
a. Tokoh
Menurut Abrams (dalam Nurgyantoro, 2015: 247) tokoh cerita
(character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif,
atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan. Tidak berbeda dengan Abrams, Baldic (dalam
Nurgyantoro, 2015:247) menjelaskan bahwa tokoh adalah orang yang menjadi
pelaku dalam cerita fiksi atau drama.
Dari pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh
(character) adalah pelaku dan seorang pemain dalam cerita. Tokoh merupakan
seorang yang memiliki peran penting dalam cerita. Kehadiran seorang tokoh
sangat menentukan bagaimana berjalannya sebuah cerita agar bisa menarik
perhatian pembaca. Oleh karena itu, kemampuan pengarang dalam
mengisahkan tokoh cerita dengan menarik sangat dibutuhkan agar pembaca
tidak bosan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Jenis tokoh menurut peranannya terdapat tokoh utama dan tokoh
tambahan. Nurgyantoro (2015:259) mengatakan bahwa tokoh utama (central
character) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang
bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian, sedangkan tokoh
tambahan (peripheral character) adalah tokoh yang dimunculkan sekali atau
beberapa kali dalam cerita, dan itupun dalam porsi penceritaan yang relatif
pendek.
Tokoh utama adalah tokoh yang paling banyak diceritakan dalam
sebuah cerita. Sebagian besar tokoh utama terlibat dalam alur cerita. Baik alur
yang menceritakan tentang paparan, tikaian, hingga selesaian, sedangkan
tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak terlibat dalam keseluruhan alur cerita.
Meskipun sering muncul secara bersamaan dengan tokoh utama, namun asal-
usul tokoh tambahan tidak diceritakan secara mendalam dan detail. Tokoh ini
hanya sebagai pelengkap. Peran yang dimiliki oleh tokoh tambahan sangat
terbatas. Tokoh tambahan sering berkonflik dengan tokoh utama. Namun,
selain berkonflik biasanya tokoh tambahan memiliki peran sebagai orang baik
(membantu tokoh utama) atau tokoh yang bersifat netral (penengah).
b. Penokohan
Penokohan (characterization) adalah penghadiran tokoh dalam cerita
fiksi atau drama dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang
pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya. Di
sisi lain, Jones (dalam Nurgyantoro, 2015:247) mengatakan bahwa penokohan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan
dalam sebuah cerita. Penokohan adalah pemberian karakter atau watak
terhadap seorang tokoh dalam karya naratif. Sama halnya dengan unsur plot
dan pemplotan, tokoh dan penokohan merupakan unsur yang penting dalam
karya naratif. Dalam sebuah fiksi sering digunakan istilah seperti tokoh dan
penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara
bergantian dengan menunjuk pengertian yang sama.
Dari pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah penokohan
(characterization) adalah perwatakan atau pemberian karakter oleh pengarang
kepada seorang tokoh. Perwatakan, watak, atau karakter yang dimiliki seorang
tokoh biasanya diperankan sesuai dengan lakon dalam cerita.
Menurut Nuryantoro (2015:279) teknik penggambaran tokoh dibagi
menjadi dua yaitu teknik ekspositori atau secara langsung dan teknik dramatik
atau secara tidak langsung. Teknik ekspositori adalah pelukisan tokoh cerita
dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara
langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang kehadapan
pembaca dengan cara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung
disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak,
tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya.
Teknik dramatik adalah pengarang tidak mendeskripsikan secara
eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku para tokoh. Ada beberapa wujud
penggambaran teknik dramatik yang sering dipakai oleh pengarang,
diantaranya: 1) teknik cakapan, 2) teknik tingkah laku, 3) teknik pikiran dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
perasaan, 4) teknik arus kesadaran, 5) teknik reaksi tokoh, 6) teknik reaksi
tokoh lain, 7) teknik pelukisan latar, 8) teknik pelukisan fisik. Berikut adalah
penjelasan tentang teknik-teknik tersebut.
1) Teknik Cakapan
Teknik cakapan merupakan pengambaran sifat-sifat tokoh dilihat dari
tingkah laku verbal yang berwujud kata-kata atau dialog para tokoh.
Melalui percakapan para tokoh dapat terlihat sifat dan watak dari tokoh
tersebut misalnya jahat, baik, rendah hati, dan sombong.
2) Teknik Tingkah Laku
Jika teknik cakapan dimaksudkan untuk menunjukkan tingkah laku verbal
yang berwujud kata-kata, teknik tingkah laku menunjuk pada tindakan
nonverbal, fisik. Dalam hal ini reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap dapat
mencerminkan perwatakan tokoh.
3) Teknik Pikiran dan Perasaan
Teknik pelukisan pikiran menekankan pada pikiran-pikiran tokoh,
sedangkan teknik perasaan menekankan pada penggambaran perasaan
tokoh yang tidak termasuk pengalaman bawah sadar.
4) Teknik Arus Sadar
Teknik ini merupakan cara penceritaan untuk menangkap dan melukiskan
warna-warni perkembangan karakter, yakni ketika persepsi bercampur
kesadaran atau setengah kesadaran, dengan kenangan dan perasaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
5) Teknik Reaksi Tokoh
Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu
kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap tingkah laku orang lain, dan
sebagainya yang berupa “rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan.
6) Teknik Reaksi Tokoh Lain
Teknik ini dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain
terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kehadirannya, yang
berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain.
7) Teknik Pelukisan Latar
Teknik pelukisan latar sering juga untuk menggambarkan tokoh karena
latar sering pula dapat menunjukkan tokoh dan karena latar merupakan
lingkungan yang hakikatnya dapat dilihat sebagai peluasan diri tokoh.
8) Teknik Pelukisan Fisik
Pada teknik ini, pengarang dapat menyatakan secara langsung wujud fisik
tokoh-tokohnya. Dan dapat pula melalui mata dan pandangan tokoh
lainnya.
c. Alur
Menurut Stanton (dalam Nurgyantoro, 2015:167) alur atau plot adalah
cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan
secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan
terjadinya peristiwa yang lain. Di sisi lain, Kenny (dalam Nurgyantoro,
2015:167) mengemukakan bahwa plot sebagai peristiwa-peristiwa yang
ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana karena pengarang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Tidak jauh
berbeda dari pendapat kedua ahli di atas, Waluyo (2011:9) mengemukakan
bahwa alur atau plot disebut sebagai kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang
disusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan sebab akibat dan
memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan
datang.
Dari ketiga pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa alur atau plot
adalah rangkaian peristiwa yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Alur
merupakan urutan peristiwa atau kejadian yang dihubungkan dengan
hubungan sebab akibat, dalam arti lain peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan peristiwa lainnya terjadinya. Alur dapat diartikan juga sebagai
peristiwa dalam karya sastra yang memiliki penekanan pada hubungan
kausalitas.
Secara umum struktur alur terbagi menjadi tiga bagian yaitu awal,
tengah, dan akhir. Namun, dalam proses urutan peristiwa dalam karya naratif,
pengarang memiliki preferensi tertentu dalam menyusun ceritanya, pembagian
tersebut dapat dispesifikasikan lagi. Struktur alur dapat dirinci lagi ke dalam
bagian-bagian kecil lainnya. Di sini, penulis mengambil struktur alur menurut
Burhan Nurgiyantoro karena pembagiannya sangat rinci dan bisa digunakan
untuk menganalisis alur pada roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer.
Menurut Nurgiyantoro (2015:169-170) struktur alur terdiri dari lima tahap
yaitu 1) tahap penyituasian (situation), 2) tahap pemunculan konflik
(generating circumstances), 3) tahap peningkatan konflik (rising action), 4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
klimaks (climax), dan 5) tahap penyelesaian (denouement). Berikut penjelasan
mengenai struktur alur.
1) Tahap Penyituasian (situation)
Tahap penyituasian adalah tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan
situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan
cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain yang berfungsi untuk
melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya (Nurgiyantoro,
2015:169).
2) Tahap Pemunculan Konflik (Generating Circumstance)
Tahap pemunculan konflik adalah masalah-masalah dan peristiwa-
peristiwa yang menyulut terjadinya munculnya konflik, dan konflik itu
sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik
pada tahap berikutnya (Nurgiyantoro, 2015:169)
3) Tahap Peningkatan Konflik (Rising Action)
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin
berkembang dan dikembangkan intensitasnya. Peristiwa-peristiwa
dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencengkam menegangkan.
Konflik-konflik yang terjadi, internal, eksternal, ataupun keduanya,
pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antarkepentingan, masalah,
dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin dapat dihindari
(Nurgiyantoro, 2015: 169-170).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
4) Klimaks (Climax)
Konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang diakui dan atau
ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak.
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan
sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Sebuah fiksi yang
panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks, atau paling tidak
dapat ditafsirkan demikian (Nurgiyantoro, 2015:170).
5) Penyelesaian (Denouement)
Tahap penyelesaian (denouement), konflik yang telah mencapai klimaks
diberi jalan keluar dan cerita diakhiri. Penyelesaian adalah bagian akhir
atau penutup cerita. Selesaian boleh jadi mengandung penyelesaian
masalah yang melegakan (happy ending). Boleh juga mengandung
penyelesaian masalah yang menyedihkan; misalnya si tokoh bunuh diri.
Ada juga pokok masalah tetap menggantung tanpa pemecahan. Jadi, cerita
sampai pada selesaian tanpa menyelesaikan masalah, keadaan yang penuh
ketidakpastian dan ketidakjelasan (Nurgiyantoro, 2015:170)
Pada prinsipnya ada tiga jenis alur, yaitu pertama alur garis lurus atau alur
progresif atau alur konvensional adalah urutan peristiwa yang berurutan dari
awal hingga akhir. Pengarang memilih peristiwa-peristiwa penting yang
menurut pertimbangan pengarang harus dimasukkan dalam karyanya karena
mendukung proses penceritaan. Kedua, alur flashback atau sorot balik atau alur
regresif adalah alur yang terjadi karena pengarang mendahulukan akhir cerita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
dan setelah itu kembali ke awal cerita. Ketiga, alur campuran yaitu pemakaian
alur garis lurus dan flashback sekaligus di dalam cerita fiksi.
d. Latar
Abrams (dalam Nurgyantoro, 2015:302) mengemukakan bahwa
latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada pengertian
tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Hal ini menunjukan bahwa latar
memiliki pengaruh terhadap kehidupan tokoh dalam cerita. Dalam sebuah
kehidupan nyata biasanya ada tokoh di dalamnya. Untuk mendukung
perjalanan hidup seorang tokoh tidak terlepas dari latar. Bahkan, sifat dan
perilaku tokoh dipengaruhi oleh latar dan situasi. Dengan kata lain, seperti
halnya dikehidupan nyata, fiksi sebagai sebuah dunia, selain membutuhkan
tokoh, cerita, dan alur juga membutuhkan latar.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa latar adalah unsur
yang tidak kalah penting dalam sebuah cerita. Latar berfungsi memberikan
penanda yang mendukung berjalannya sebuah cerita. Jika tidak ada latar maka
keberadaan para tokoh tidak dapat diketahui dan diterima maknanya oleh
pembaca.
Burhan Nurgyantoro (2015:314) mengatakan bahwa unsur latar dapat
dibedakan dalam tiga unsur pokok, sebagai berikut.
1) Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin
lokasi tertentu tanpa nama jelas. Latar tempat yang tanpa nama jelas biasanya
hanya berupa penyebutan jelas dan sifat umum tempat-tempat tertentu,
misalnya desa, sungai, jala, hutan, kota kecamatan, dan sebagainya.
2) Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah
“kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang
ada kaitannya dengan peristiwa sejarah.
3) Latar Sosial-Budaya
Latar sosial-budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai
masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan
bersikap, dan yang tergolong latar spiritual. Di samping itu, latar sosial-
budaya juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan,
misalnya rendah, menengah, atau atas.
e. Tema
Tema yang terkandung dalam sebuah karya sastra merupakan gagasan
pokok sebuah cerita. Untuk menemukan makna dalam sebuah cerita kita harus
mengetahui terlebih dahulu makna pokok atau tema itu sendiri. Menurut
Stanton dan Kenny (dalam Nurgyantoro, 2015:114) tema adalah makna yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
dikandung dan ditawarkan oleh sebuah cerita, sedangkan menurut
(Nurgyantoro, 2015:115) Tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang
menopang sebuah karya sastra sebagai struktur semantik dan bersifat abstrak
yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya
dilakukan secara implisit.
Tema akan menjadi makna cerita jika memiliki keterkaitan dengan
unsur-unsur cerita lainnya. Sebaliknya, unsur tokoh, plot, dan latar akan
menjadi padu dan bermakna jika diikat oleh sebuah tema. Tema sebuah cerita
tidak disampaikan secara langsung melainkan disampaikan secara implisit
melalui unsur cerita lainnya yakni tokoh, plot, dan latar.
Berdasarkan pendapat Nurgyantoro di atas, dapat disimpulkan bahwa
tema adalah makna yang dikandung dan ditawarkan oleh sebuah cerita yang
berfungsi untuk menopang sebuah karya sastra. Makna tersebut dapat kita
temukan dalam sebuah cerita dengan membaca secara keseluruhan, setelah itu
baru menyimpulkan tema cerita.
2.3 Kerangka Berpikir
Fenomena karya sastra berupa roman Larasati. Peneliti memilih roman
Larasati karya Pramoedya Ananta Toer untuk dianalisis. Roman ini layak
untuk diteliti karena menguraikan isi roman yang kaya akan pengalaman-
pengalaman batin. Dalam penelitian ini, hal pertama yang dilakukan oleh
peneliti adalah mencari roman yang akan dianalisis unsur intrinsiknya.
Peneliti menggunakan teori Nurgiyantoro untuk menganalisis roman
Larasati. Hasil penelitian ini terdapat unsur pembangun dalam roman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Larasati karya Pramoedya Ananta Toer. Unsur tersebut ialah unsur intrinsik
yang meliputi tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema.
Skema 1 Kerangka Berpikir
Roman Larasati karya
Pramoedya Ananta Toer, roman
ini layak untuk diteliti karena
menguraikan isi roman yang
kaya akan pengalaman-
pengalaman batin.
Dianalisis
menggunakan teori
Nurgiyantoro.
Fenomena karya sastra
berupa roman.
Hasil penelitian ini terdapat unsur
pembangun dalam roman Larasati
karya Pramoedya Ananta Toer. Unsur
tersebut ialah unsur intrinsik yang
meliputi tokoh, penokohan, alur, latar,
dan tema.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah jenis penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan. Pada bab ini terdiri dari enam subbab yaitu jenis penelitian, data dan
sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data,
dan triangulasi. Berikut akan dijelaskan rincian enam subbab pada bagian
metodologi penelitian.
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian dengan judul Analisis Unsur Intrinsik (Tokoh, penokohan, alur,
latar, dan tema) dalam Roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer. Dalam
penelitian ini, peneliti akan menganalisis sebuah wacana. Data utama yang
digunakan adalah kutipan-kutipan yang mengandung unsur intrinsik berupa
tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema dari roman Larasati. Oleh karena itu,
penelitian kualitatif sangat cocok digunakan dalam penelitian ini. Penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan produk analisis yang tidak
menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kualifikasi lainnya (Moleong,
2006:6). Dari pendapat Moleong, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif
adalah penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata dan tidak
menggunaan prosedur analisis statistik dalam datanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
3.2 Data Penelitian dan Sumber Data
Data yang digunakan adalah kutipan-kutipan yang mengandung unsur
intrinsik berupa tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema dari roman Larasati.
Identitas sumber data yang digunakan sebagai berikut.
judul roman : Larasati
halaman : 178
pengarang : Pramoedya Ananta Toer
penerbit : Lentera Dipantara
tahun terbit : 2017
kota : Jakarta.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah, hasilnya lebih baik,
cermat, lengkap, dan sistematis, sehingga lebih mudah diolah (Arikunto,
2006:163). Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks roman
Larasati karya Pramoedya Ananta Toer. Dalam penelitian ini, peneliti memiliki
peran utama sebagai alat pegumpul data. Selain itu, peneliti juga layak disebut
sebagai instrumen penelitian. Peneliti layak disebut sebagai instrumen
penelitian karena sebelum melakukan penelitian, peneliti sudah memiliki modal
ilmu pengetahuan mengenai analisis unsur intrinsik roman dan merancang
rencana pembelajaran yang didapatkan selama proses perkuliahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik baca dan teknik
tulis. Teknik baca dilakukan oleh peneliti dengan membaca keseluruhan isi
roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer, sedangkan teknik tulis
dilakukan oleh peneliti setelah membaca roman tersebut. Dalam teknik ini
peneliti menulis hal-hal penting yang berkaitan dengan unsur intrinsik berupa
tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema yang terdapat dalam roman Larasati.
Kedua teknik ini dilakukan karena penelitian ini berupa analisis wacana.
3.5 Teknik Analisis Data
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
struktural. Pendekatan struktural merupakan sebuah pendekatan terhadap teks-
teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks.
Teori struktural adalah paham mengenai unsur-unsur teks sastra. Unsur yang
terdapat dalam teks sastra berarti struktur itu sendiri. Dalam sebuah karya
sastra memiliki beberapa unsur yaitu tema, alur, tokoh, penokohan, latar, gaya
bahaya, sudut pandang, dan amanat.
Analisis data yang dilakukan untuk mengolah hasil dari penelitian ini
dibagi menjadi dalam beberapa langkah sebagai berikut.
a. Peneliti harus membaca keseluruhan roman Larasati karya Pramoedya
Ananta Toer dan membuat sinopsis.
b. Peneliti menganalisis dan menulis informasi penting berupa unsur intrinsik
seperti tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema yang terdapat dalam roman
Larasati karya Pramoedya Ananta Toer.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
c. Setelah menganalisis, peneliti menyusun hasil analisis tersebut dalam
bentuk tabel triangulasi.
3.6 Triangulasi
Penelitian ini menggunakan triangulasi untuk memeriksa keabsahan
data yang telah diperoleh dari hasil penelitian. Triangulasi dalam pengujian
kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara, dan berbagai waktu (Sugiyono, 2010:273). Triangulasi adalah
penggunaan dua atau lebih sumber untuk mendapatkan gambaran yang
menyeluruh tentang suatu fenomena yang akan diteliti (Herdiansyah,
2012:201). Triangulasi dilakukan untuk memperkuat data, triangulasi tersebut
dapat dilakukan secara terus menerus sampai peneliti puas dengan datanya,
sampai yakin dengan datanya valid (Herdiansyah, 2012:168). Dalam penelitian
ini, peneliti membuat triangulasi dengan tujuan untuk melakukan pengecekan
terhadap validitas dan keterpercayaan hasil penelitian. Triangulasi dalam
penelitian ini menggunakan teknik pemeriksaan yang memanfaatkan keahlian
peneliti lain untuk membantu mengurangi ketidakcermatan dalam analisis data.
Peneliti lain yang melakukan pengecekan dalam triangulasi penelitian ini adalah
pakar yang ahli dalam bidang sastra yakni, Diani Febriasari, M.Pd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti memaparkan deskripsi data, sinopsis roman Larasati,
dan hasil analisis unsur intrinsik roman Larasati. Analisis unsur intrinsik berupa
tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema. Berikut rincian subbab pada bagian hasil
penelitian dan pembahasan.
4.1 Deskrips Data
Pada bab ini akan dikemukakan data yang ditemukan dalam penelitian
analisis unsur intrinsik roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer. Roman yang
digunakan untuk dianalisis terdiri dari 178 halaman. Data yang ditemukan adalah
kalimat atau paragraf yang terdapat dalam roman Larasati.
Adapun unsur intrinsik yang dianalisis berfokus pada tokoh,
penokohan, alur, latar, dan tema dalam roman Larasati. Secara umum tokoh dibagi
menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Pada bagian penokohan,
terdapat dua teknik penggambaran tokoh yaitu teknik ekspositori atau secara
langsung dan teknik dramatik atau secara tidak langsung. Ada beberapa wujud
penggambaran teknik dramatik yang sering dipakai oleh pengarang, diantaranya: a)
teknik cakapan, b) teknik tingkah laku, c) teknik pikiran dan perasaan, d) teknik
arus kesadaran, e) teknik reaksi tokoh, f)teknik reaksi tokoh lain, g) teknik pelukisan
latar, h) teknik pelukisan fisik.
Selanjutnya peneliti akan menganalisis unsur intrinsik alur. Struktur
alur terdiri dari lima bagian yaitu 1) tahap penyituasian (situation), 2) tahap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
pemunculan konflik (generating circumstances), 3) tahap peningkatan konflik
(rising action), 4) klimaks (climax), dan 5) tahap penyelesaian (denouement).
Peneliti juga akan menganalisis unsur intrinsik latar yang terbagi menjadi tiga unsur
pokok yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial-budaya. Bagian terakhir dari
analisis unsur intrinsik adalah tema. Peneliti akan menganalisis makna yang
ditawarkan dalam roman Larasati.
4.2 Sinopsis Roman Larasati Karya Pramoedya Ananta Toer
Roman Larasati merupakan salah satu karya sastra yang di dalamnya
mengandung semangat perjuangan bangsa Indonesia. Roman ini ditulis oleh
Pramoedya Ananta Toer dengan mengambil latar belakang sejarah pasca
proklamasi Indonesia.
Cerita dimulai ketika seorang tokoh perempuan berparas cantik
bernama Larasati melakukan perjalanan dari daerah pedalaman (Yogyakarta)
menuju daerah pendudukan (Jakarta). Bagian awal cerita, Larasati diantar oleh
Kapten Oding hingga stasiun Yogya. Kapten Oding adalah seorang opsir yang
bertugas di Yogyakarta. Larasati dikenal sebagai seorang bintang film terkenal dan
tak heran jika banyak orang yang mengenal dan menyapanya di sepanjang
perjalanan.
Lahir sebagai seorang pribumi, Larasati hadir dengan mengemban jiwa
nasionalisme yang menolak berkompromi dengan kolonialisme. Sebagai seorang
bintang film, Larasati berharap kedatangannya di Jakarta akan membuatnya
semakin terkenal dengan bermain film. Larasati juga berkeinginan untuk menemui
ibunya yang telah lama berpisah dengannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Namun sesampainya di Bekasi, Larasati justru direndahkan dan diolok
oleh Mardjohan dan teman-temannya. Mardjohan adalah teman lama Larasati yang
licik dan tunduk pada kekuasaan kolonial. Ketika bertemu Larasati di Bekasi,
Mardjohan merayu Larasati untuk ikut dengannya bermain film untuk kolonial.
Namun Larasati menolak dan berjanji tidak akan bermain untuk bangsa kolonial.
Larasati menghindar dari Mardjohan dan menghampiri ibunya,
Lasmidjah. Lasmidjah adalah sosok perempuan tangguh yang hidup di salah satu
kampung di pinggir kota Jakarta. Lasmidjah bekerja di salah satu rumah keluarga
Arab. Ketika Larasati menghampirinya di rumah keluarga Arab, salah satu pemuda
Arab melihat Larasati dan menaruh hati padanya.
Lasmidjah bercerita bahwa di kampungnya sering terjadi pertempuran.
Pemuda-pemuda yang berjuang tak jarang terluka dan akhirnya dirawat oleh warga
kampung. Sikap Larasati yang kukuh terhadap perjuangan revolusi, membawanya
terlibat dalam pertempuran bersama kelompok pemuda revolusioner melawan
tentara patroli di sekitar kampung ibunya.
Usai pertempuran itu, Lasmidjah memohon kepada Larasati untuk pergi
dari kampung tersebut. Namun, tidak lama setelah itu seorang pemuda Arab
bernama Jusman menahan dan memanfaatkan Lasmidjah untuk mendapatkan
Larasati. Lasmidjah tak pernah pulang kembali ke rumahnya meski Larasati
menunggunya.
Perjuangan Larasati dan kaum revolusioner di daerah pendudukan dan
pedalaman perlahan mampu diredam oleh kolonial. Jalanan mulai dihias oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
bendera merah putih biru. Pada saat ini, Jusman menghampiri Larasati yang
kelaparan dan tergopoh-gopoh berjalan. Jusman memaksa Larasati menjadi istri.
Berbulan-bulan Larasati dikurung di rumah keluarga Arab. Ia dan
ibunya tak mampu berbuat apa-apa selain hanya mendengar kabar perjuangan dari
rumah tersebut, sedangkan Jusman selalu pergi keluar rumah tanpa Larasati ketahui
apa yang dikerjakan oleh lelaki itu.
Seiring berjalannya waktu, bangsa kolonial mendapat perlawanan dari
pejuang revolusi. Pemberontakan terjadi dari Jawa perlahan menuju Jakarta.
Akhirnya perjanjian dalam Konferensi Meja Bundar ditandatangani dan Republik
mendapatkan kekuasaannya kembali. Larasati dan orang-orang membanjiri jalan
Merdeka Utara dan merayakan kemenangannya.
Di akhir cerita, Larasati kembali bertemu Kapten Oding. Larasati
terharu bisa bertemu kembali dengan lelaki tersebut. Kini Kapten Oding telah hidup
berkecukupan dan akhirnya mengajak Larasati untuk hidup bersamanya.
4.3 Analisis Unsur Intrinsik Roman Larasati Karya Pramoedya Ananta
Toer
Analisis unsur intrinsik dalam penelitian ini menggunakan roman
Larasati karya Pramoedya Ananta Toer. Analisis ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran tentang isi cerita roman Larasati secara menyeluruh. Analisis ini
difokuskan pada unsur intrinsik roman Larasati, meliputi tokoh, penokohan, alur,
latar, dan tema. Berikut hasil analisis unsur intrinsik roman Larasati karya
Pramoedya Ananta Toer.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
4.3.1 Tokoh
Ada dua jenis tokoh menurut peranannya yaitu, tokoh utama dan tokoh
tambahan. Nurgyantoro (2015:259) mengatakan bahwa tokoh utama (central
character) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang
bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian dan selalu berhubungan
dengan tokoh-tokoh lain, sedangkan tokoh tambahan (peripheral character)
adalah tokoh yang dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan
itupun dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Dalam roman Larasati
terdapat berbagai macam tokoh, antara lain Larasati (Ara), Mardjohan,
Lasmidjah (ibu Larasati), Martabat, Jusman, Chaidir, dan Kapten Oding.
Selanjutnya, peneliti akan menganalisis tokoh menurut peranan.
a. Tokoh Utama
Nurgyantoro (2015:259) mengatakan bahwa tokoh utama (central
character) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang
bersangkutan. Dalam roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer, tokoh
utama atau tokoh sentralnya adalah seorang perempuan bernama Larasati.
Dilihat dari intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa yang
membangun cerita, tokoh Larasati merupakan tokoh yang diutamakan dalam
cerita dan paling banyak hadir dalam setiap peristiwa. Tokoh Larasati
diceritakan sebagai seorang perempuan bintang film yang setia berjuang demi
revolusi bangsanya. Di tengah masa kependudukan Belanda di tanah
Indonesia, perempuan pribumi ini berulang kali mengalami konflik sepanjang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
hidupnya yang berkaitan dengan perjuangan revolusi tanah airnya. Larasati
merupakan tokoh yang diutamakan ceritanya dalam roman Larasati, hal
tersebut dapat dibuktikan dalam peristiwa-peristiwa berikut ini.
(1) “Sayang sekali. Aku pun ingin lihat kau main di sini. Tapi aku tahu
itu tidak mungkin mengapa pulang ke Jakarta?”
“Keluargaku tinggal seorang. Ibuku. Tidak baik kuserahkan dia
pada nasibnya sendiri. Begitu lama sudah—lebih setahun.” (Toer,
2017:24)
(2) Dan segera ia menjerit untuk kedua kalinya.
“Aku juga berjuang dengan caraku sendiri.” (Toer, 2017:25)
(3) Orang berlari-larian mendekatinya. Dan jendelanya kini seperti
sebutir gula dalam rubungan semut hijau. Juga orang-orang preman
ikut merubung—hanya saja dari suatu jarak. (Toer, 2017:28)
(4) Larasati mencoba bangun dari bangku panjang kayu jati tebal itu.
Tetapi kakinya terasa lemas. Ia mencoba ingat apa yang terjadi.
Mula-mula ia teringat pada darah lempengan hitam merah,
kemudian pada sebuah wajah. Akhirnya teringatlah ia pada si sakit:
Ketut Suratna. (Toer, 2017:63)
(5) “Tidur? Hhh. Tidur, katanya. Di sini tak ada orang tidur, Ara. Kau
dengar derap sepatu tadi? Sebentar lagi mereka tinggalkan kampung
kita. Jam tiga malam datang lagi. Jam lima pergi lagi. Kau dengar
pertempuran tadi. Sebentar lagi lebih hebat. Dekat-dekat jam tiga
pagi puncaknya. Di sini orang tidak tidur. Mereka bilang jangan
tidur!… (Toer, 2017:86)
(6) Mau rasanya Ara mengucurkan airmata untuk ke sekian kalinya
dalam sehari ini. Api yang juga harus menanggung kelaparan! Api
Revolusi ini. Ara menggeleng. Dan baru sekarang Ara mulai bicara,
“Apa guna makan hari ini? Yogya jatuh!” (Toer, 2017:137)
(7) Dan waktu ia memandangi ibunya lagi, orangtua itu sudah ada di
hadapannya. Jusman menariknya hati-hati duduk di kursi Panjang,
duduk di sampingnya. Dengan bibir menghampiri pipinya berbisik:
“Sejak kini kau tinggal di sini. Kau cintai ibumu, bukan?” (Toer,
2017:141)
(8) Orang berduyun-duyun membanjiri Merdeka Utara, menyambut
Presiden Soekarno dari Yogyakarta, menggantikan Gubernur
Jenderal Hindia Belanda sebagai Presiden Sementara Negara
Kesatuan Republik Indonesia Serikat? Orang tidak peduli Serikat
atau Kesatuan. Pokoknya penjajahan Belanda telah diakhiri.
Ara adalah seorang di antara sekian ratus ribu hadirin. (Toer,
2017:174:175)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Pada kutipan (1) bagian awal, tokoh Larasati diceritakan sedang
melakukan perjalanan dari pedalaman Yogyakarta ke Jakarta untuk
melanjutkan karir film dan menemui ibunya, Lasmidjah. Kutipan (2), seorang
perwira piket di Cikampek berpesan pada Larasati bahwa Revolusi akan
menang dan mereka akan bertemu di Jakarta sebagai dua orang seniman.
Larasati meyakinkan perwira piket tersebut bahwa ia juga akan ikut berjuang
dengan caranya sendiri sebagai seniman. Kutipan (3), di perjalanan menuju
Jakarta, Larasati berulang kali mendapat sorak-sorai dari pemuda-pemuda
pejuang revolusi yang melihatnya melintas dengan kereta. Larasati
digambarkan sebagai seorang bintang film yang selalu dipuja-puja oleh banyak
orang, termasuk para pemuda pejuang revolusi.
Kutipan (4), setelah Larasati menjalani pemeriksaan di sebuah kemah,
Larasati dengan paksa mengunjungi penjara. Peristiwa saat di dalam penjara
ini, Larasati bertemu dengan salah satu tawanan yang sakit hingga
membuatnya pingsan. Kutipan (5), kehidupan Larasati bersama ibunya di
sebuah kampung di Jakarta membuatnya menyadari bahwa orang-orang di sana
tidak pernah sungguh-sungguh tidur. Peperangan antara pejuang revolusi
melawan kolonial selalu terjadi setiap tengah malam hingga subuh.
Kutipan (6), ketika Lasmidjah meninggalkan Larasati dan tidak pernah
pulang lagi, Larasati hidup sendiri, kelaparan, dan merasa sedih mendengar
perjuangan revolusi mulai padam di Yogyakarta. Di saat itulah Larasati
bertemu dengan Chaidir dan merasa kehilangan harapan. Kutipan (7), hidup
Larasati pun penuh rintangan. Suatu kali, ibunya, Lasmidjah, ditahan oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
keluarga Arab oleh karena pemuda Arab bernama Jusman ingin memiliki
Larasati. Larasati akhirnya terpaksa menuruti kemauan tersebut saat kondisi
kehidupannya sedang susah dan tak menentu. Kutipan (8), pada bagian akhir
roman ini, diceritakan bahwa Republik telah berhasil menang dan
mendapatkan penuh kemerdekaan dan kekuasaannya. Sebagai seorang pejuang
revolusi, Larasati, ikut merayakan kemenangan dengan memenuhi jalan
Merdeka Utara.
Kehadiran tokoh Larasati pada peristiwa-peristiwa di atas selalu
berhubungan dengan tokoh-tokoh tambahan. Peristiwa-peristiwa yang
dihadirkan dominan menceritakan kisah Larasati dalam menghadapi konflik
seperti yang telah disebutkan di atas. Hal itu membuktikan bahwa keterlibatan
tokoh Larasati disetiap peristiwa-peristiwa lebih banyak dibandingkan tokoh
lainnya. Oleh karena itu, tokoh Larasati dapat dinyatakan sebagai tokoh sentral
atau tokoh utama.
b. Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak terlibat dalam keseluruhan
alur cerita. Meskipun sering muncul secara bersamaan dengan tokoh utama,
namun asal-usul tokoh tambahan tidak diceritakan secara mendalam dan detail.
Tokoh ini hanya sebagai pelengkap dalam peristiwa-peristiwa tertentu.
Nurgyantoro (2015:259) mengatakan bahwa tokoh tambahan (peripheral
character) adalah tokoh yang dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam
cerita, dan itupun dalam porsi penceritaan yang relatif pendek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Selain tokoh utama atau tokoh sentral, roman Larasati karya
Pramoedya Ananta Toer memiliki tokoh tambahan antara lain adalah
Mardjohan, Lasmidjah (ibu Larasati), Martabat, Jusman, Chaidir, dan Kapten
Oding. Beberapa tokoh yang disebutkan di atas merupakan tokoh tambahan
yang muncul bersamaan dengan tokoh utama dalam peristiwa-peritiwa
tertentu.
Tokoh tambahan bernama Mardjohan adalah tokoh yang mencoba
menghasut Larasati untuk bermain dalam film propaganda Belanda. Tawaran
tersebut justru berlawanan dengan kehendak hati Larasati yaitu tetap setia
kepada perjuangan Revolusi. Kehadiran Mardjohan terlihat dalam kutipan
berikut.
(9) Seseorang berpakaian preman berlari-larian dari kantor. Stasiun
menghampirinya. Dan sebelum ia menyadari ini, terdengar orang
berseru-seru girang: “Ara! Ara!”
Larasati menyeka mukanya dengan selendang tengik itu.
menajamkan pandang pada pendatang. Tapi ia pura-pura tak peduli.
Dia juga pengkhianat, bisik hatinya. Ia kenal dia: Mardjohan—di
jaman Jepang seorang announcer. Sebentar lagi bakal banjir
propaganda dari mulutnya yang jorok itu, ia memperingatkan dirinya
sendiri. (Toer, 2017:34)
(10) “Lebih baik kau pikirkan keselamatanmu.” Mardjhoan mulai
mengancam. “Lihat semua orang mengawasi kau.” (Toer, 2017:35)
(11) “Tak ada guna dibicarakan terus, Ara.” Mardjohan memutuskan. Ia
geserkan duduknya. Mendekat. Kian mendekat. Berapatan. “Kita bisa
jadi sekutu yang baik! Kau dan aku.” (Toer, 2017:43)
(12) “Mengapa kau?” Mardjohan bertanya. “Kau datang kemari karena
kecewa di pedalaman, bukan? Kau pergi ke daerah pendudukan buat
cari duit. Tak patut kau bersikap bergitu garang.” (Toer, 2017:49)
(13) Mardjohan Nampak berdiri di pojok kantor sambil kadang-kadang
menghapus keringat dengan setangan indah. Pada bibirnya selalu
nampak senyum, yang sengaja dikirimkannya pada Larasati. (Toer,
2017:63)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Pada kutipan (9), (10), (11), (12), (13), tokoh Mardjohan diceritakan.
Tokoh Mardjohan diceritakan dari halaman 34 hingga halaman 66.
Keterlibatan tokoh Mardjohan dalam cerita relatif sedikit. Seperti yang telah
dijelaskan di atas bahwa tokoh tambahan diceritakan lebih sedikit dari tokoh
utama. Hal ini membuktikan bahwa tokoh Mardjohan adalah tokoh tambahan.
Tokoh tambahan Lasmidjah hadir ketika Larasati telah berhasil
sampai disalah satu kampung di Jakarta. Lasmidjah merupakan ibu dari
Larasati yang bekerja di salah satu rumah keluarga Arab. Lasmidjah
diceritakan telah menanti-nanti kabar dan kedatangan anaknya. Berikut kutipan
yang membuktikan.
(14) Orang tua itu terburu-buru membuka pintu depan, menuruni
jenjang rumah dan menubruk Ara. “Ara kebangetan kau. tidak ada
kabar tidak ada cerita.” (Toer, 2017:81)
(15) “Rumahku tak layak buatmu, Ara.” (Toer, 2017:82)
(16) “Dia anakku. Anakku Larasati!” Tiba-tiba terdengar jawaban dari
dalam rumah dan segera kemudian muncul Lasmidjah dengan
rambut kusut masai dan terhenti di ambang pintu. (Toer, 2017:90)
Pada kutipan (14), (15), (16), tokoh Lasmidjah diceritakan. Tokoh
Lasmidjah diceritakan dari halaman 81 hingga 93, kemudian muncul lagi pada
halaman 108 hingga 115, dan muncul lagi dibagian akhir cerita. Tokoh
Lasmidjah beberapa kali terlibat dalam percakapan dengan tokoh utama,
Larasati. Intensitas keterlibatan tokoh Lasmidjah dalam peristiwa-peristiwa
yang membangun cerita lebih sedikit. Hal ini membuktikan bahwa tokoh
Lasmidjah adalah tokoh tambahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Martabat merupakan tokoh tambahan. Martabat diceritakan sebagai
seorang sopir NICA yang membawa Larasati ke penjara dan juga kampung ibu
Larasati. Martabat memiliki cita-cita yang sama dengan Larasati yaitu
kemerdekaan bagi Republik. Tokoh Martabat hadir dalam peristiwa bersama
Larasati seperti pada kutipan berikut.
(17) “Nona curiga karena pakaianku, karena pekerjaanku. Aku baru
seminggu turun dari Papua, dari Sorong. Tidak tahu tentang
semua ini.”
“Pergilah sendiri ke seberang.”
“Seberang mana, nona.”
“Seberang kali Bekasi. Kau akan tahu sendiri.”
“Itulah nona, aku mencari hubungan. Aku yakin nona bisa
menghubungkan. Kalau tidak sia-sia saja bakalnya. Aku mau
melarikan mobil itu, dan beberapa kawan ikut serta nanti.” (Toer,
2017:69)
(18) “Tentu kau tau, nona, kini tak bisa tinggal lama. Berilah alamat
itu.” (Toer, 2017:87)
Pada kutipan (17) dan (18), tokoh Martabat diceritakan. Tokoh
Martabat muncul pertama kali pada halaman 69, kemudian muncul lagi pada
halaman 87 hingga halaman 109. Tokoh Martabat beberapa kali terlibat dalam
percakapan dengan tokoh utama, Larasati. Intensitas keterlibatan tokoh
Martabat dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita lebih sedikit. Hal
ini membuktikan bahwa tokoh Martabat adalah tokoh tambahan.
Jusman adalah seorang pemuda dari keluarga Arab. Kehadiran tokoh
Jusman dalam peristiwa bersama Larasati kerap menahan keinginan dari tokoh
utama, yaitu keinginan Larasati untuk berjuang mencapai kemerdekaan.
Berikut kutipan yang membuktikan.
(19) “Bukan saja Yogya yang jatuh. Juga aku,” bisiknya pada diri
sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
“Apa lagi mau kau lawan?” pemuda Arab itu mengejek. Ara diam
saja.
“Sekarang tak ada lagi permusuhan,” Jusman meneruskan. “Yang
ada sekarang cuma satu: kepatuhan. Barangsiapa tak sanggup
patuh.
Dia dihancurkan.” (Toer, 2017:144)
(20) “Kau sudah mulai bicara denganku sekarang, Ara!” Jusman
berseri-seri berbahagia. Ia tangkap tangan Ara, ia tarik dan
dipeluknya erat-erat. (Toer, 2017:147)
Pada kutipan (19) dan (20), tokoh Jusman diceritakan. Tokoh Jusman
muncul pada halaman 118, kemudian muncul lagi pada halaman 129 hingga
halaman 149, dan muncul lagi pada halaman 162 hingga 173. Tokoh Jusman
beberapa kali terlibat dalam percakapan dengan tokoh utama, Larasati.
Intensitas keterlibatan tokoh Jusman dalam peristiwa-peristiwa yang
membangun cerita lebih sedikit. Hal ini membuktikan bahwa tokoh Jusman
adalah tokoh tambahan.
Chaidir merupakan tokoh tambahan dalam roman Larasati.
Meskipun Chaidir hadir dan bertemu Larasati ketika Larasati mengalami fase
kesunyian perjuangan di Jakarta, ia tetap memberi semangat perjuangan
terhadap Larasati.
(21) “Dalam keadaan bagaimanapun setiap orang membutuhkan
segala-galanya. Berikan apa yang mereka butuhkan. Tapi jangan
padamkan api Revolusi. Berikan minyak pada api itu.” (Toer,
2017:137)
(22) “… Apa gunanya ngomong lagi? Revolusi ada dalam diri kita.
Kitalah Revolusi itu sendiri. Keadaan kita keadaan Revolusi.
Hidup kita hidup Revolusi. Mari cari makan Ara.” (Toer,
2017:138)
Pada kutipan (21) dan (22), tokoh Chaidir diceritakan. Tokoh Chaidir
muncul pertama kali pada halaman 136 hingga halaman 139. Jika dilihat dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
keterlibatan tokoh Chaidir dalam peristiwa-peristiwa pembangun cerita
sangatlah sedikit. Hal ini membuktikan bahwa tokoh Chaidir adalah tokoh
tambahan.
Di bagian awal dan akhir dalam roman Larasati, tokoh tambahan
bernama Kapten Oding hadir menemani tokoh utama, Larasati. Kapten Oding
diceritakan sebagai seorang opsir di Yogyakarta. Kapten Oding berusaha
membantu Larasati agar bisa aman sampai di Jakarta.
(23) Kalau surat dari Kapten Oding itu beres, pikirnya, nanti sore aku
sudah di Cikampek, besok di Jakarta, Jakarta! (Toer, 2017:9)
(24) “Sekarang kita hidup bersama-sama lagi. Kau tentu tidak ada
keberatan apa-apa. Sudah bertemu dengan ibumu?” (Toer,
2017:176)
Pada kutipan (23) dan (24), tokoh Kapten Oding diceritakan. Tokoh
Kapten Oding pertama kali muncul pada halaman 9. Kemudian muncul lagi
pada halaman 176 hingga halaman 178. Keterlibatan tokoh Kapten Oding
dalam peristiwa-peristiwa pembangun cerita sangat sedikit. Hal ini
membuktikan bahwa tokoh Kapten oding adalah tokoh tambahan.
4.3.2 Penokohan
Penokohan adalah pemberian karakter atau watak terhadap seorang
tokoh dalam karya naratif. Sama halnya dengan unsur plot dan pemplotan,
tokoh dan penokohan merupakan unsur yang penting dalam karya naratif.
Dalam sebuah fiksi sering digunakan istilah seperti tokoh dan penokohan,
watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian
dengan menunjuk pengertian yang sama (Nurgyantoro, 2015:247). Pada roman
Larasati karya Pramoedya Ananta Toer, pengarang menggambarkan setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
karakter tokoh menggunakan teknik ekspositori dan teknik dramatik. Hal ini
dapat dilihat dari penggalan kalimat berupa kutipan-kutipan dari roman
Larasati yang peneliti tulis sebagai bukti dari analisis penggambaran karakter
tokoh.
Teknik ekspositori adalah penggambaran tokoh yang disampaikan
secara langsung, sedangkan teknik dramatik adalah pengarang tidak
menggambarkan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku para tokoh
(Nurgyantoro, 2015:285). Teknik dramatik terdiri dari teknik cakapan, teknik
pemberian nama, teknik tingkah laku, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus
kesadaran, teknik perbuatan tokoh, teknik sikap tokoh, teknik pelukis latar, dan
teknik pelukisan fisik. Berikut adalah kutipan penokohan dari tokoh-tokoh
dalam roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer.
a. Larasati
Larasati digambarkan sebagai seorang perempuan pantang menyerah.
Meskipun memiliki latar belakang yang buruk, dia tetap setia pada Revolusi.
Selain itu, dia juga bekerja sebagai bintang film. Banyak orang yang tergila-
gila akan kecantikan yang dimilikinya. Tokoh ini digambarkan dengan
menggunakan teknik ekspositori dan teknik dramatik, yaitu teknik cakapan,
teknik pikiran, teknik tingkah laku, dan teknik perasaan. Hal ini dapat
dibuktikan dalam kutipan berikut.
(25) Malah dialah yang bertanya kagum, “Apanya Lasmidjah sih?
Anaknya?”
“Benar, nek.”
“Benar juga kalau begitu Lasmidjah, ya? Kok anaknya begini
cakap?”
“Kan ibuku juga cakap, nek?” (Toer, 2017:72-73)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Pada kutiapan (25), membuktikan bahwa Larasati digambarkan sebagai
seorang perempuan yang memiliki wajah yang cantik. Kecantikan Larasati
ditampilkan dalam teknik dramatik cakapan ketika ia bertemu dengan seorang
nenek di kampung ibunya.
Larasati merupakan tokoh yang setia pada revolusi dan berulang kali
menolak bermain film untuk propaganda Belanda. Watak ini digambarkan
dengan teknik dramatik yaitu teknik pikiran, seperti dalam kutipan berikut.
(26) Tapi biar bagaimana pun, aku tidak akan berkhianat. Aku juga
punya tanah air. Jelek-jelek tanah airku sendiri, bumi dan manusia
yang menghidupi aku selama ini. Cuma binatang ikut Belanda.
(Toer, 2017:13)
Ketika singgah di Cikampek dan bertemu dengan seorang perwira piket,
tokoh Larasati digambarkan sebagai seorang dermawan atau orang yang suka
berderma. Perwatakan ini diungkapkan dengan teknik dramatik tingkah laku,
yaitu diwujudkan dengan membelikan nasi rames dan memberikan uang ke
dalam saku perwira piket, seperti dalam kutipan berikut.
(27) Pergaulan Larasati yang luas sekaligus memberinya pengertian:
opsir piket yang sedang dinas itu, dan yang kini sedang menguasai
seluruh kota militer Cikampek, sedang bapét—tidak punya!
Dengan cekatan ia panggil pelayan. Dari balik pintu ia
memerintahkan membelikan nasi rames untuk dua orang. (Toer,
2017:20-21)
(28) Dengan cekatan dan baik hatinya, seperti biasa, ia selipkan uang
lembaran limaratus ke dalam saku tamunya, tanpa yang akhir ini
mengetahuinya. Tidak, aku bukan menyogok. (Toer, 2017:23)
Ketika Larasati melanjutkan perjalanan dari Cikampek menuju Jakarta,
Larasati melihat para pemuda bersorak-sorai kepadanya. Larasati merasa sedih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
dan kemudian menangis ketika memikirkan para pemuda yang rela berjuang
demi Revolusi esok hari akan bertemu maut. Peristiwa ini menujukkan sifat
sentimental Larasati dalam wujud menangis yang diungkapkan dengan teknik
ekspositori, seperti dalam kutipan berikut.
(29) Untuk pertama kali ini Ara menangis begitu lama, seorang diri. Ia
menangisi jiwa-jiwa muda yang begitu rela, yang begitu tanpa
dosa. Dan, katanya dalam hati, aku adalah penjelmaan dari dosa
sendiri. (Toer, 2017:29)
Ketika Larasati sampai di sebuah penjara bersama Mardjohan, Larasati
digambarkan memiliki sifat simpati di dalam penjara ketika melihat seorang
tawanan yang sakit. Kemudian dengan simpati Larasati menghampiri tawanan
tersebut. Hal itu diungkapkan dengan teknik dramatik tingkah laku oleh
pengarang, seperti dalam kutipan berikut.
(30) Dan sersan itu menghilang. Bintang film itu menghampiri
tawanan itu. meraba kakinya: panas di atas 41 derajat. Orang ini
akan segera mati, pikir Larasati. Mati, berhadapan dengan
pembunuhnya sendiri. (Toer, 2017:59)
Sesaat ketika pemain gambus bernama Achmad datang menghampiri
Larasati di rumah keluarga Arab, Achmad bercerita bahwa Jusman telah
tertembak oleh seorang pemuda. Mendengar kata pemuda membuat Larasati
memiliki keyakinan bahwa Revolusi belum menghilang. Seketika Larasati
menjadi terharu mengingat perjuangan para pemuda. Watak ini ditampilkan
dalam teknik dramatik perasaan, seperti dalam kutipan berikut.
(31) Debaran jantung sekali ini terasa sedemikian tebal darahnya. Ia
terharu. Matanya berkaca-kaca. Indahnya dunia ini bila pemuda
masih tahu perjuangan! (Toer, 2017:160)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Tokoh Larasati juga digambarkan sebagai seorang perempuan
pemberani. Keberanian tersebut diungkapkan melalui teknik dramatik cakapan.
Ketika Larasati baru sampai di Bekasi dan masuk ke dalam kemah
pemeriksaan, Larasati tidak merasakan takut berhadapan dengan sersan
inlander, seperti dalam kutipan berikut.
(32) Orang-orang di luar kemah menjadi gempar. Baik serdadu yang
berdinas maupun para penumpang dari pedalaman—semua
mengarahkan pandang pada kemah. Terdengar sekali lagi
Larasati meradang garang, “Ayoh, sentuh kalau berani. Aku
garuk mukamu yang jelek sampai dadal!” (Toer, 2017:34)
b. Mardjohan
Mardjohan adalah tokoh tambahan yang hadir ketika Larasati baru saja
keluar dari kemah pemeriksaan. Mardjohan merupakan teman lama Larasati
yang bekerja sebagai produser dan sutradara film. Berulang kali Mardjohan
menghasut Larasati untuk bersekutu dengannya dan bermain dalam film
propaganda Belanda. Namun, Larasati selalu menolaknya. Watak Mardjohan
yang suka menghasut diceritakan sepanjang halaman 42 hingga 55 dengan
teknik dramatik cakapan dan ekspositori. Salah satunya terdapat pada kutipan
berikut.
(33) Mardjohan memutuskan. Ia geserkan duduknya. Mendekat. Kian
mendekat. Berapatan. “Kita bisa jadi sekutu yang baik! Kau dan
aku.”
“Sekutu apa?”
“Segala-galanya.” (Toer, 2017:43)
Penokohan tokoh Mardjohan digambarkan secara ekspositori atau
secara langsung yaitu memiliki sifat yang licik. Sifat licik itu terwujud ketika
ia berkhianat akan cintanya terhadap seorang perempuan bernama Maria
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Magdalena, dan lebih memilih bergabung dengan NICA, seperti dalam kutipan
berikut.
(34) Tiba-tiba hati berkisar begitu sentimental, meneruskan kata-
katanya: Waktu Revolusi pecah segera mayor besar Surjo
Sentono dibebaskan oleh Sekutu dari kamp Jepang,
menggabungkan diri dengan Nica. Maria Magdalena Sentono
lari, menggabungkan diri dengan korps mahasiswa—melakukan
perlawanan terhadap Nica. Dua manusia dari satu darah kedua-
duanya menjadi harapannya pecah-belah, berhadap-hadapan
sebagai musuh. Ayah dan anak. Sang ibu tinggal menangis.
“Aku lepaskan cintaku pada Maria. Aku berpihak pada ayahnya.”
(Toer, 2017:55)
c. Lasmidjah
Tokoh Lasmidjah adalah ibu dari Larasati dan tergolong dalam tokoh
tambahan dalam roman Larasati. Lasmidjah tinggal di sebuah kampung di
daerah pendudukan NICA di Jakarta. Sehari-hari, Lasmidjah bekerja sebagai
babu di rumah keluarga Arab. Tokoh ini digambarkan dengan menggunakan
teknik dramatik, yaitu teknik ekspositori, teknik cakapan, dan teknik tingkah
laku.
Sebagai seorang ibu, Lasmidjah merupakan seorang ibu yang sangat
mengasihi anaknya, Larasati. Watak yang penuh kasih sayang ibu terhadap
anaknya diungkapkan dalam teknik ekspositori seperti dalam kutipan berikut.
(35) Kasih sayang ibunya yang tidak pernah putus ini menyebabkan
Larasati terus merasa tersiksa bila jauh darinya—biar hanya buat
sehari pun! (Toer, 2017:81)
Sifat sebagai seorang ibu yang mengasihi anaknya juga ditampilkan
Lasmidjah dalam bentuk nasihat kepada Larasati. Saat kondisi di lingkungan
rumah Lasmidjah semakin genting, Lasmidjah memberi nasihat kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Larasati untuk kembali ke pedalaman dan hidup dengan benar, seperti yang
diungkapkan dengan teknik dramatik cakapan dalam kutipan berikut.
(36) “Aku tak pernah suruh kau, Ara. Aku tak pernah larang kau, juga
tak pernah meminta sesuatu pun darimu. Cuma sekali ini aku
minta, kembalilah kau ke pedalaman. Kau tak boleh macam yang
sudah-sudah. Kau mesti hidup yang benar, yang sungguh-
sungguh. Jadilah wanita biasa seperti ibumu sendiri dulu, yang
punya suami benar, punya anak yang benar. Cuma itu pintaku,
Ara.” (Toer, 2017:115)
Tokoh Lasmidjah juga hadir sebagai seorang ibu yang bertanggung-
jawab. Watak tanggung-jawab tersebut dihadirkan Lasmidjah ketika ia
mencarikan beras agar anaknya dapat makan dan tidak kelaparan. Watak ini
hadir dengan teknik dramatik tingkah laku, seperti dalam kutipan berikut
(37) Ibunya tak ada. Cari beras! Itu Ara tahu. Ia telah melarangnya.
Tapi orang tua itu tak sampai hati melihat anaknya lapar.
Bagaimana pun Larasati tak dapat mencegah orang tua itu hendak
membebaskan diri dari perasaan wajib terhadap dirinya. (Toer,
2017:83)
Tokoh Lasmidjah juga diceritakan sebagai seorang ibu yang rela
berkorban. Watak rela berkorban tersebut dihardirkan Lasmidjah ketika ia tidak
memberontak dan memilih untuk tetap tinggal di rumah keluarga Arab agar
Larasati aman dari gangguan Jusman. Sebelum Lasmidjah diculik dia
menyuruh anaknya (Larasati) pergi dari kampung untuk kembali ke
Yogyakarta karena tempat itu tidak aman untuk anaknya. Watak ini hadir
dengan teknik dramatik tingkah laku dan cakapan, seperti pada kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
(38) Lasmidjah terdiam. Ia uraikan rangkulannya dan dengan tubuh
merengkul dan lemas ia tinggalkan rumah. Sebelum menuruni
jenjang got ia berpesan. “Kalau lapar mintalah pada tetangga.
Mungkin ada.” (Toer, 2017:115)
d. Martabat
Martabat adalah tokoh tambahan yang berperan sebagai seorang pejuang
revolusi yang menyamar dan bekerja menjadi sopir NICA. Tokoh Martabat
hadir ketika mengantarkan Larasati ke penjara hingga ke perkampungan
tempat ibu dari Larasati tinggal. Penggambaran watak tokoh tambahan ini
hanya sedikit, karena keterlibatannya dalam peristiwa-peritiwa pembangun
cerita relatif sedikit. Tokoh ini digambarkan dengan teknik dramatik, yaitu
teknik pikiran dan teknik cakapan.
Tokoh Martabat memiliki tampilan fisik dengan tubuh yang masih muda
dan hidung yang pesek di wajah, seperti yang diungkapkan dengan teknik
dramatik pikiran dalam kutipan berikut.
(39) Larasati menatap wajah sersan NICA di hadapannya itu. dia
masih muda. Hidung pesek bertengger di wajahnya. Ia tak
mengerti maksud si sopir. Ia tetap menatapnya. (Toer, 2017:68-
69)
Martabat memiliki watak baik dan sopan. Dalam perjalanan mengantar
Larasati ke kampung ibunya, ia mengajak Larasati berhenti sejenak untuk
mengisi perut. Mereka berhenti di rumah makan Tionghoa. Martabat adalah
seorang laki-laki yang baru seminggu turun dari Papua Sorong. Dia belum
begitu mengenal daerah dan keadaan yang sekarang sedang ia hadapi. Watak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
tersebut digambarkan pengarang dengan teknik dramatik cakapan, seperti
dalam kutipan berikut.
(40) “Kita makan dulu, nona.” (Toer, 2017:68)
(41) “Nona curiga karena pakaianku, karena pekerjaanku. Aku baru
seminggu turun dari Papua, dari Sorong. Tidak tau tentang semua
ini.” (Toer, 2017:69)
Martabat memiliki watak seorang pemberani. Sebagai seorang yang
menyamar, Martabat ingin sepenuhnya menjadi pejuang di pedalaman. Dengan
wataknya yang pemberani, Martabat juga membawa lari mobil, senjata, dan
kawan-kawannya. Keberanian itu diungkapkan dengan teknik dramatik
cakapan, seperti dalam kutipan berikut.
(42) Ia menggeser. Menatap Ara dengan tiada sabarnya. Kemudian
menerangkan, “Aku mau masuk ke sana dengan bukti perjuangan.
Aku mau larikan mobil, beberapa pucuksenjata, ban-ban mobil
dan lima atau enam kawan.” (Toer, 2017:87)
e. Jusman
Tokoh Jusman merupakan tokoh tambahan dalam roman Larasati.
Ketika pertama kali bertemu Larasati, Jusman telah menaruh hati dan berusaha
keras untuk mendapatkan Larasati. Jusman diceritakan sebagai seorang
pemuda Arab yang memiliki tubuh tinggi, kurus, berkulit hitam, dan mata
kekuning-kuningan. Hal ini diungkapkan sepanjang halaman 129 dengan
teknik dramatik pikiran, salah satunya dalam kutipan berikut ini.
(43) Dan giginya yang putih gemerlapan waktu membuka mulut.
Kuliltnya yang hitam mengkilat mengingatkan ia pada iblis yang
tak pernah dilihatnya, tetapi yang pernah dimainkan oleh Oom
Didong di atas panggung. (Toer, 2017:129)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Jusman digambarkan memiliki sifat yang licik. Hal itu diungkapkan
dengan teknik dramatik cakapan yaitu menahan Lasmidjah lalu mengancam
Larasati agar mau hidup bersamanya, seperti dalam kutipan berikut.
(44) Pemuda Arab itu terkejut. Mengawasi Larasati dengan mata tiba-
tiba menyala-nyala.
“Tapi nona, ibu nona juga ada di sana. Bagaimana pikir nona?”
“Kau boleh ambil ibuku kalau kau suka. Dia boleh tidak pulang
untuk selama-lamanya.”
Pemuda Arab itu kini menatap nenek tapi tak berkata apa-apa.
Akhirnya ia bangkit berdiri, bersiap hendak pulang, tetapi
berhenti dan berpaling ke belakang, “Tapi ibu nona dalam
bahaya.” (Toer, 2017:132)
Tokoh Jusman memiliki sikap yang kasar terhadap Larasati ketika
amarahnya memuncak akibat cemburu. Sikap kasar tersebut diungkapkan
dengan teknik dramatik tingkah laku, seperti dalam kutipan berikut.
(45) Tapi Jusman kini dengan ganas menariknya lebih dekat pada
tubuhnya. Dan cengkaman kakaktua pergelangan tangan itu
kembali menyakiti dagingnya. (Toer, 2017:165)
Tokoh Jusman juga diceritakan sebagai seseorang yang berwatak egois
atau mementingkan diri sendiri. Watak egois itu hadir ketika Jusman
sebenarnya tak memiliki perasaan terhadap Larasati dan itu semua hanya untuk
kepentingannya sendiri. Hal tersebut diungkapkan dengan teknik ekspositori,
seperti dalam kutipan berikut.
(46) Sudah sejak semula Ara dapat rasakan, pemuda itu tidak
mempunyai sesuatu perasaan apapun, bila tidak mengenai
kepentingan dirinya sendiri. (Toer, 2017:146)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Jusman juga digambarkan sebagai seseorang yang sayang dengan Ara.
Dia akan menuruti apapun yang diminta Ara demi mendapakan cintanya. Pada
suatu hari Ara berbicara dengan manis kepada Jusman supaya dibelikan semua
surat kabar yang terbit kemarin dan sekarang. Hal tersebut diungkapan
pengarang dengan teknik dramatik tingkah laku dan teknik ekspasitori, seperti
dalam kutipan berikut.
(47) “Kau sudah mulai bicara denganku sekarang, Ara!” Jusman
berseri-seri berbahagia. Ia tangkap tangan Ara, ia tarik dan
dipeluknya erat-erat. (Toer, 2017:147)
(48) Ara menatap Jusman. Jusman menggeleng lemah dan membalas
pandang Ara dengan pandangan yang lembut penuh kasih sayang.
(Toer, 2017:173)
f. Chaidir
Chaidir merupakan tokoh tambahan yang berprofesi sebagai penyair di
Yogyakarta. Keterlibatkan Chaidir dalam peristiwa-peristiwa pembangun
cerita relatif sedikit. Ia diceritakan dari halaman 136 hingga halaman 139.
Chaidir muncul dalam roman Larasati ketika ia bertemu dengan Larasati di
sebuah taman di Jakarta. Chaidir digambarkan memiliki mata yang merah,
tubuh dekil, dan krempeng. Hal ini diungkapkan dengan teknik dramatik
pikiran seperti dalam kutipan berikut ini.
(49) Dan karena kata-katanya ini, sandiwara berkembang cepat
laksana api di tengah-tengah padang rumput kering. Begitu
bersimpati ia kepada pemuda kerempeng ini. Tapi mengapa
sekarang matanya semerah itu? mengapa tubuhnya sedekil itu?
(Toer, 2017:137)
Meskipun kehadiran tokoh Chaidir digambarkan dengan mata yang
merah, tubuh dekil, dan badan yang krempeng, namun Chaidir memiliki cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
berpikir yang kritis. Chaidir berwatak kritis ketika melihat situasi Revolusi
yang semakin hari semakin mereda. Watak ini ditampilkan dengan teknik
dramatik cakapan dalam kutipan berikut.
(50) “Apa guna perkembangan edan semacam itu. Dia paksa aku
menjadi edan keparat juga semacam ini. Siapa yang suka edan
kalau tidak terpaksa? Begitu banyak aku coba beri nasehat
mereka! Dasar kepalanya cuma berisi kerikil! Bukan begitu
caranya memimpin Revolusi. Apa kemudian? Masa semangat
Revolusi bisa dipreteli seperti ayam panggang! Kota demi kota
jatuh.” (Toer, 2017:138)
Tokoh Chaidir memiliki watak seorang yang rela berkorban meskipun
dalam keadaan susah. Ketika bertemu dengan Larasati, keduanya menahan
lapar dan tak memiliki uang untuk membeli makan. Akhirnya Chaidir membeli
makan untuk Larasati dan dirinya dengan mengorbankan kemejanya. Watak
tersebut diungkapkan dengan teknik dramatik tingkah laku, seperti dalam
kutipan berikut.
(51) “Ayoh berangkat.”
“Kau belum bayar belanjamu!”
Chaidir melemparkan kemejanya pada tukang kue pancong.
(Toer, 2017:139)
Chaidir digambarkan sebagai seseorang yang hendak bangkit dari
keterpurukkan. Hal ini tergambar ketika ia mengajak Ara untuk bersatu.
Namun, Ara menolaknya karena mereka sudah mempunyai jalan masing-
masing. Hal ini digambarkan pengarang dengan teknik dramatik yaitu teknik
reaksi tokoh, seperti dalam kutipan berikut.
(52) “Orang-orang semacam kita semestinya bersatu, Ara.”
“Di kuburan persatuan lebih kekal, Chaidir. Kita sedang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
memperjuangkan hidup, bukan mati. Jalanlah kau. Biar aku
tempuh
hidupku sendiri. Kau penyair, kau pasti tau maksudku.”
(Toer, 2017:139)
g. Kapten Oding
Kapten Oding merupakan tokoh tambahan yang berinteraksi dengan
tokoh utama pada bagian awal dan akhir cerita dalam roman Larasati. Kapten
Oding merupakan seorang opsir yang bertugas di Yogyakarta. Kapten Oding
memiliki sikap dermawan terhadap Larasati ketika Larasati hendak berangkat
menuju Jakarta. Hal ini diungkapkan dengan teknik dramatik cakapan, seperti
dalam kutipan berikut.
(53) Wajah opsir itu berseri-seri. Dikeluarkannya sebuah sampul
kuning dari saku kemejanya dan diserahkannya pada Larasati,
“Ini akan berguna sampai di perbatasan. Mungkin juga sampai di
Jakarta. Kalau kau sudah di sana, ingat-ingat, Ara, jangan lupa
pada Yogya lagi, kirimlah surat dulu,” dan tanpa menunggu
jawaban ia menerobos para penumpang yang mendesak-desak,
siksa-menyiksa satu sama lain, untuk kemudian menongol di
bawah jendela. (Toer, 2017:8)
Setelah sekian lama tidak bertemu Larasati, Kapten Oding dan Larasati
akhirnya bertemu kembali di Jakarta ketika republik kembali berkuasa. Kapten
Oding menunjukkan watak penyayangnya terhadap Larasati dengan
menghibur Larasati yang sedih. Hal ini diungkapkan dengan teknik dramatik
tingkah laku dan cakapan seperti dalam kutipan berikut.
(54) Ara menggelengkan kepala. Dan waktu ia menunduk dilihatnya
beberapa titik airmata membasahai kainnya. Oding menghampiri,
mengeluarkan setangan mililter hijau dan menyeka matanya.
“Kita sudah mennagkan Revolusi ini,” Oding meneruskan.
“Airmata tak kita butuhkan lagi. Kita akan niokmati hasil
kemenangan ini. (Toer, 2017:176-177)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Kapten Oding adalah sebagai seorang yang memiliki sifat perhatian
terhadap Ara dan ibunya. Hal ini digambarkan pengarang menggunakan teknik
dramatik cakapan, seperti dalam kutipan berikut.
(55) “Ranjang seperti ini kita tak pernah punya. Hanya kemenangan
Revolusi, kemenangan kita yang mempu memberikan ranjang
semacam ini. Bukan, Ara?” Dan malam ini, semua ini mulai kita
nikmati bersama-sama. Juga dengan Ibu. Bagaimana pendapatmu,
Ara?
Dari analisis penggambaran tokoh di atas, ada beberapa teknik
penggambaran yang digunakan oleh pengarang diantaranya teknik ekspositori
atau teknik penggambaran tokoh secara langsung dan teknik dramatik atau
teknik penggambaran tokoh secara tidak langsung. Namun, teknik yang
paling banyak digunakan oleh pengarang adalah teknik dramatik yaitu teknik
cakapan, teknik pikiran, teknik tingkah laku, dan teknik perasaan. Dari
keempat teknik dramatik tersebut, pengarang paling banyak menggunakan
teknik dramatik cakapan.
4.3.3 Alur
Menurut Stanton (dalam Nurgyantoro, 2015:167) alur atau plot
adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Dalam unsur intrinsik alur
terdapat tiga jenis alur yaitu pertama, alur garis lurus atau alur konvensional,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
alur flashback atau sorot balik, dan alur campuran yaitu pemakaian alur garis
lurus dan flashback sekaligus di dalam cerita fiksi.
Dalam roman Larasati, alur yang digunakan adalah alur lurus atau
konvensional. Peristiwa-peristiwa dihadirkan secara kronologis dari awal
hingga akhir sesuai dengan runtutan waktu dalam cerita. Cerita dimulai dari
stasiun di Yogyakarta menuju Jakarta hingga kisah hidup Larasati di rumah
ibunya di daerah pendudukan. Adapun rangkaian peristiwa-peristiwa yang
menjalin plot meliputi yaitu tahap penyituasian (situation), tahap pemunculan
konflik (generating circumstances), tahap peningkatan konflik (rising
action), klimaks (climax), dan tahap penyelesaian (denouement)) diuraikan
sebagai berikut.
a. Tahap Penyituasian (Situation)
Tahap penyituasian adalah tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi
latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita,
pemberian informasi awal, dan lain-lain yang berfungsi untuk melandasi
cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya (Nurgiyantoro, 2015:169).
Dalam roman Larasati bagian eksposisi bercerita tentang pengenalan tokoh
Larasati, tempat kejadian, dan latar belakang tokoh Larasati dalam peristiwa,
seperti pada kutipan berikut.
(56) Larasati membuang pandang keluar jendela wagon. Orang masih
berdesak-desak hendak masuk ke dalam dan menguasai tempat
yang enak di tengah-tengah kepadatan aneka ragam manusia itu.
keringat menetes setelah mengguris bedak pada pelipisnya.
Sepagi itu! (Toer, 2017:7)
(57) Tapi dalam bayangannya terbentang hari depan yang gilang-
gemilang di daerah pendudukan Nica. Ia akan terjun kembali di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
gelanggang film. Dan seluruh rakyat, dari Sabang sampai
Merauke, akan bertempik-sorak untuknya. (Toer, 2017:8)
Pada kutipan (56) dan (57), menceritakan tentang keberangkatan
Larasati dari stasiun Yogya menuju Jakarta. Bagian ini memperkenalkan
tokoh Larasati sebagai bintang film yang hendak meneruskan pekerjaannya
di dunia film di pendudukan Nica di tengah kepadatan rombongan di dalam
kereta.
b. Tahap Pemunculan Konflik (Generating Circumstance)
Tahap pemunculan konflik adalah masalah-masalah dan peristiwa-
peristiwa yang menyulut terjadinya munculnya konflik, dan konflik itu
sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik
pada tahap berikutnya (Nurgiyantoro, 2015:169). Permulaan konflik dimulai
dari pertemuan Larasati dengan Madjohan. Mardjohan mengajak Larasati
untuk bergabung dengan kolonial sebagai pemain film. Hal ini dapat
dibuktikan dalam kutipan berikut.
(58) “Kapan kau hancurkan aku, Djohan? Aku toh tak berarti apa-apa?
Biar besok atau lusa kau jadi orang penting. Tapi bersekutu
denganmu, sayang sekali, Djohan, tidak mungkin.” (Toer,
2017:47)
(59) Mardjohan membutuhkan seorang partner—partner yang terkenal
di antara artis film, yang bakal dapat meningkatkan namanya
menjulang di dunia film. Dan siapa yang lebih terkenal dari Ara!
Ara mengerti ini. Ia tidak sudi membawanya ke tingkat yang lebih
tinggi. Dan Mardjohan hanya berdiri sendiri. (Toer, 2017:51)
Pada kutipan (58) dan (59), tokoh Larasati terlibat konflik dengan
Mardjohan yaitu ketika Larasati dengan pendiriannya yang berjuang bersama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
kaum revolusioner, menolak tawaran untuk bersekutu bersama dan gabung
dalam film yang dibuat oleh Mardjohan dan kolonial.
c. Tahap Peningkatan Konflik (Rising Action)
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin
berkembang dan dikembangkan intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik
yang menjadi inti cerita semakin mencengkam menegangkan. Konflik-
konflik yang terjadi, internal, eksternal, ataupun keduanya, pertentangan-
pertentangan, benturan-benturan antarkepentingan, masalah, dan tokoh yang
mengarah ke klimaks semakin dapat dihindari (Nurgiyantoro, 2015: 169-
170). Seperti pada kutipan berikut.
(60) Pasukan pemuda itu diam-diam mengawasi kedua orang itu, tak
tahu apa yang mesti diperbuat. Melihat itu Ara segera menyerbu
untuk menguasai suasana: “Malam ini kami ikut bertempur.
Mengapa diam semua?” (Toer, 2017:93)
(61) Larasati berdebar-debar. Pemimpin itu menaruhnya berjajar
dengan Martabat dan ia sendiri mengiringkan dari belakang,
dengan revolver di tangan kiri. (Toer, 2017:95)
(62) “Ini kamarmu. Kau tinggal dan tidur di sini. Mengapa tak bicara
juga? Ini kamarmu. Kau dengar Ara?”
Dan Ara mengangguk. “Dan juga kamarku. Kau dengar Ara?”
Sekali lagi Ara mengangguk. (Toer, 2017:141)
(63) Telah sebulan Ara tinggal dalam genggaman kekuasaan pemuda
Arab itu. Ia tak dapat merasakan lagi dirinya mati atau hidup.
Hanya masih ada satu keinginan tinggal: ia ingin mendapatkan
hubungan dengan dunia luar. (Toer, 2017:145)
Pada kutipan (60), tokoh Larasati telah bertemu kembali dengan ibunya,
Lasmidjah. Kedatangan Larasati di tengah kampung membawa kecurigaan
warga sekitar. Para kaum revolusioner akhirnya mencurigai Sersan Martabat
yang berkunjung ke rumah Larasati di tengah malam. Pada kutipan (61),
keadaan konflik meningkat ketika Larasati meyakinkan diri untuk ikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
berperang bersama Sersan Martabat dan pemimpin revolusioner malam itu
juga untuk melawan tentara patrol. Pada kutipan (62) dan (63), Jusman
seseorang dari keluarga Arab menahan Lasmidjah agar Jusman dapat
menikahi Larasati. Dalam keadaan terpaksa, akhirnya Larasati menuruti
keinginan Jusman dan tinggal di rumah keluarga Arab bersama ibunya.
d. Klimaks (Climax)
Konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang diakui dan
atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak.
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai
pelaku dan penderita terjadinya konflik utama (Nurgiyantoro, 2015:170). Hal
tersebut dapat terlihat saat berita yang menyebar begitu cepat di radio tentang
kekuatan pemuda Indonesia yang sedang dikoyak-koyak oleh kekuatan
kolonial hingga Yogya jatuh.
(64) Chaidir mati. Chaidir? Yogya telah jatuh. Para penguasa dan
pembesar sudah kibarkan bendera kain kafan, menyerahkan diri
dalam perlindungan Sri Ratu. Sekarang Chaidir pula. Dia
meninggal! dia—Revolusi itu sendiri! Dan aku—aku sendiri telah
patah dua di sini. (Toer, 2017:147)
(65) Sudah sejak sepagi ia pasang radio, tapi lanjutan berita tentang
Chaidir ternyata tak ada. Revolusi yang mati di atas bumi
tanahair, dan bumi tanahair yang sedang dikepal musuh.
Nasibnya seperti aku. Tapi aku belum lagi mati. (Toer, 2017:148)
Pada kutipan (64) dan (65), setelah mendengar berita di radio. Saat itulah
Larasati merasa begitu sedih ketika mendengar jatuhnya Yogya dan kabar
kematian Chaidir, seorang penyair sekaligus temannya semasa di Yogya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
e. Tahap Penyelesaian (Denouement)
Tahap penyelesaian (denouement), konflik yang telah mencapai klimaks
diberi jalan keluar dan cerita diakhiri. Penyelesaian adalah bagian akhir atau
penutup cerita, yaitu ketika Jusman gagal membujuk Larasati untuk menikah
dengannya, Jusman pergi entah kemana. Larasati dan ibunya, Lasmidjah pun
keluar dari rumah keluarga Arab dan hidup kembali dalam pondoknya yang
dulu. Dan suatu hari, Larasati mendengar kabar Tentara Nasional Indonesia
akan masuk ke Jakarta. Larasati menghadiri upacara menyambut Presiden
Soekarno dari Yogyakarta di Merdeka Utara, ia bertemu kembali dengan
Kapten Oding. Larasati begitu bahagia ketika Kapten Oding mengajaknya
untuk menikah. Larasati, Kapten Oding, dan Lasmidjah akhirnya hidup
bahagia di gedung bekas tempat tinggal Belanda Hal itu memiliki arti bahwa
Revolusi telah menang. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut.
(66) Tiba-tiba orang lupa pada selisih-selisih dan pertentangan-
pertentangan pendapat. Revolusi menang! Belanda bakal angkat
pantat pulang ke negeri leluhur! Dimana-mana timbul suasana
pesta. Seperti disulap, kewaspadaan dan kekuatiran, ketakutan
dan kekecutan hilang dari tiap dada. Merdeka! Merdeka! (Toer,
2017:174)
(67) Sekarang tak lagi terdengar lagu Wilhelmus yang manis
membelai-belai syahdu itu, tetapi Indonesia Raya yang menderu,
menggelegak, dan menggapai-gapai. (Toer, 2017:175)
(68) Ara mengangguk. “Di mana kalian tinggal?”
Ara hanya menjawab dengan pandang matanya.
“Baik-baik, nanti malam kuambil. Kalian tinggal di sini bersama-
sama denganku. Kita kawin Ara!” (Toer, 2017:176)
(69) Ara terharu. Ia tak dapat bicara apa-apa. Ia hanya pandangi Oding.
Dan Oding menciumnya.
“Indahnya dunia ini kalau kita menang. Bukan, Ara?”
Ara mengangguk.
Dan malam itu keluarga Ara pindah ke gedung ini. (Toer,
2017:178)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Pada kutipan (66) dan (67), menceritakan tentang kemenangan revolusi.
Semua orang berpesta dan merayakan kemerdekaan. Tidak ada lagi
perselisihan dan pertentangan pendapat. Lagu Indonesia Raya terdengar
menderu-deru. Pada kutipan (68) dan (69), menceritakan tentang akhir dari
roman Larasati. Larasati bertemu kembali dengan Kapten Oding. Kemudian
Kapten Oding mengajak Larasati untuk menikah. Kebahagian terpancar di
wajah Larasati dan akhirnya Larasati, Kapten Oding, dan Lasmidjah hidup
bahagia.
4.3.4 Latar
Latar merupakan salah satu unsur yang penting untuk dianalisis.
Unsur latar umumnya merujuk pada pengertian tempat, hubungan waktu
sejarah, dan lingkungan sosial dalam sebuah cerita. Latar juga mampu
mempengaruhi sifat dan perilaku tokoh. Burhan Nurgyantoro (2015:314)
mengatakan bahwa unsur latar dapat dibedakan dalam tiga unsur pokok, yaitu
latar tempat, latar waktu, dan latar sosial-budaya. Bab ini akan menganalisis
tiga unsur pokok latar dalam roman Larasati, yaitu latar tempat, latar waktu,
dan latar sosial-budaya yang akan dijelaskan sebagai berikut.
a. Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Terdapat beberapa latar tempat di
antaranya stasiun Yogyakarta, Cikampek, Bekasi, kemah pemeriksaan,
penjara, dan kampung di Jakarta. Latar tempat paling awal berada di stasiun
Yogyakarta. Ketika itu Larasati hendak berangkat menuju Jakarta untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
kembali bermain film. Latar tempat stasiun Yogyakarta diungkapkan dalam
kutipan berikut.
(70) Peluit kondektur ikut menyambut. Lambat-lambat kereta mulai
meninggalkan stasiun Yogya. Beberapa lampu jalanan yang
belum dipadamkan, Nampak muram kelap-kelip seperti harapan
yang tidak menentu. (Toer, 2017:9)
Sebelum Larasati sampai di Jakarta, kereta terlebih dahulu berhenti sejenak
di Cikampek. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut.
(71) Kereta berhenti. Matari telah rendah di barat Cikampek. Pemuda
itu menolongnya menurunkan kopor-kopor kecil dari karton.
Sebentar terdengar beberapa kali letusan kerabin. (Toer, 2017:14-
15)
Setelah dari Cikampek, kereta yang ditumpangi Larasati melanjutkan
perjalanan melewati kali Bekasi dan berhenti di stasiun, seperti dalam
kutipan berikut.
(72) Akhirnya kereta lebih perlahan lagi. Setelah menyeberangi kali
Bekasi, kemudian berhenti di stasiun. Di bawah jembatan kali
nampak beberapa orang serdadu NICA inlander mencuci pakaian
dalam keadaan setengah telanjang. (Toer, 2017:30)
Setelah sampai di Bekasi, Larasati dan penumpang lainnya masuk ke dalam
sebuah kemah tempat pemeriksaan, seperti dalam kutipan berikut.
(73) Tanpa disadarinya barisan wanita itu maju setapak demi serapak
membawa bawaan masing-masing yang telah digeledah dan
diobrak-abrik—menuju ke dalam kemah hijau tiada berjendela.
Nampaknya kemah itu dibangunkan khusus untuk pemeriksaan.
(Toer, 2017:33)
Ketika berbicara dengan Larasati, Kolonel Surjo Sentono memaksa
Mardjohan untuk mengantar Larasati dengan paksa melihat penjara, seperti
dalam kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
(74) Dan mobil telah berhenti persis di depan pintu kayu berat sebuah
penjara. Seorang kopral Knil membuka pintu berat itu, memberi
salut, membuka pintu mobil dan menyilakan para penumpangnya
masuk. (Toer, 2017:55-56)
Setelah meninggalkan penjara, seorang sopir mengantarkan Larasati menuju
rumah ibunya, Lasmidjah. Rumah tersebut berada di sebuah perkampungan
di Jakarta, seperti dalam kutipan berikut.
(75) Akhirnya tak dapat lagi menahan hati bertanya, “Memang begini
buruk kampung, nona!”
“Rata-rata kampung di Jakarta memang begini.”
“Di Kemayoran agak bersih.”
“Tentu di sana tinggal pejabat-pejabat Nica.”
Ia terdiam. (Toer, 2017:70)
(76) Dan malam ini keluarga Ara pindah ke gedung ini. (Toer,
2017:178)
Pada kutipan (70) menceritakan latar tempat paing awal yaitu di
stasiun Yogyakarta. Kutipan (71) kereta berhenti sejenak di Cikampek.
Kutipan (72) kereta yang ditumpangi Larasati berhenti di stasiun kali Bekasi.
Kutipan (73) selanjutnya Larasati dan penumpang lainnya masuk ke dalam
kemah tempat pemeriksaan. Kutipan (74) Mardjohan membawa Larasati
melihat penjara. Kutipan (75) Larasati sampai di rumah Lasmidjah (ibunya) di
perkampungan Jakarta. Pada kutipan (76) Kapten Oding, Larasati, dan
Lasmidjah hidup bahagia di rumah bekas peninggalan Belanda.
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu
dalam roman Larasati tidak ditulis secara rinci tanggal maupun tahun.
Namun, latar waktu dalam peristiwa-peristiwa yang dihadirkan memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
hubungan dengan waktu faktual dalam peristiwa sejarah yaitu masa
pendudukan oleh pemerintahan sipil Belanda yang disebut NICA
(Nederlands-Indies Civil Administration) hingga penyerahan kedaulatan
Indonesia sepenuhnya dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Peristiwa
tersebut dibuktikan melalui data pada subbab analisis alur bagian eksposisi
dalam kutipan berikut.
(77) Mereka hanya rakyat biasa, yang merdeka berpendapat, tapi tak
merdeka mengatur diri. Dan dengan demikian KMB
ditandatangani. Dan dengan demikian, kekuasaan Republik
dipulihkan…. (Toer, 2017:174)
Pada kutipan (77), menceritakan Konferensi Meja Bundar yang
ditandatangani, dan kekuasaan Republik yang dipulihkan. Hal ini
membuktikan bahwa waktu terjadinya peristiwa-peristiwa dalam roman ini
adalah pada saat peristiwa sejarah yaitu masa pemerintahan sipil Belanda
yang disebut NICA.
c. Latar Sosial-Budaya
Latar sosial-budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalam karya fiksi. Sesuai dengan latar waktu yaitu masa
pendudukan NICA hingga dipulihkannya kekuasaan Republik. Hal tersebut
dapat dilihat dalam kutipan berikut.
(78) Tak terkirakan kecut dan kecil hati Larasati. Rupa-rupanya di
bumi jajahan ini setiap orang hidup atas dasar hancur-
menghancurkan. (Toer, 2017:42)
(79) Dan seperti selamanya dalam perjuangan, mereka bersiap-siap
terus, selalu bersiap-siap. Bersiap untuk menyerang dan diserang,
bersiap untuk merdeka seratus prosen. (Toer, 2017:93)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
(80) Di mana-mana terjadi bentrokan antara patroli Belanda dengan
pemuda. (Toer, 2017:133)
Pada kutipan (78), (79), (80), menceritakan tentang peristiwa hancur-
menghancurkan, serang menyerang, dan bentrokan antara patroli Belanda
dengan pemuda revolusioner. Peristiwa-peristiwa tersebut banyak melibatkan
Larasati. Oleh karena itu, latar sosial-budaya dalam roman Larasati adalah
kehidupan sosial seorang perempuan revolusioner yang terlibat dalam
perjuangan Revolusi di daerah pendudukan kolonial. Larasati hidup dalam
perilaku kehidupan yang saling menghancurkan dan saling berperang.
4.3.5 Tema
Tema yang terkandung dalam sebuah karya sastra merupakan
gagasan pokok sebuah cerita. Untuk menemukan makna dalam sebuah cerita
kita harus mengetahui terlebih dahulu makna pokok atau tema itu sendiri.
Menurut Stanton dan Kenny (dalam Nurgyantoro, 2015:114) tema adalah
makna yang dikandung dan ditawarkan oleh sebuah cerita, sedangkan
menurut (Nurgyantoro, 2015:115) tema adalah gagasan (makna) dasar umum
yang menopang sebuah karya sastra sebagai struktur semantik dan bersifat
abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan
biasanya dilakukan secara implisit.
Dalam roman Larasati tema yang ditampilkan adalah perjuangan
revolusi, khususnya perjuangan Larasati dan kaum revolusioner melawan
kolonialisme. Kehadiran tema tersebut berdampingan dengan unsur lain
seperti unsur tokoh (dan penokohan), plot atau alur, dan latar. Tokoh utama
yaitu Larasati “bertugas atau ditugasi” menyampaikan tema yang terdapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
dalam roman Larasati. Kehadiran Larasati dalam menyampaikan tema secara
implisit hadir dengan unsur alur dan latar dalam cerita, seperti dalam kutipan
berikut.
(81) Waktu kereta telah berangkat itulah ia berpikir orang seperti aku,
bagaimana pun buruk namanya, dia tidak mungkin bakal
berkhianat. Berkhianat pada Revolusi ini berarti juga berkhianat
pada diri sendiri, pada publik yang membayarnya. (Toer,
2017:25-26)
(82) Dan untuk pertama kali dalam hidupnya ia menyesali
kelahirannya sendiri sebagai wanita. Kalau aku lelaki—aku bisa
berbuat banyak. Daerah ini bisa kalah berkali-kali. Tapi Revolusi
tak bakal menyerah! Pada waktunya, mulut-mulut besar ini akan
dibabat oleh Revolusi. Semua! (Toer, 2017:32)
(83) Larasati menahan amarahnya. Ia teringat pada kanak-kanak yang
berjuang mempertahankan kemerdekaan tanah airnya sebentar
tadi. Dan di bawah kakinya sekarang: daerah pendudukan
Belanda, diduduki sesudah membunuh anak-anak tanpa dosa itu.
(Toer, 2017:32)
(84) Sekutu—Belanda, Inggris, setiap hari mendapat kemenangan
selangkah demi selangkah. Tapi pemuda tetap melawan. Mereka
bertempur. Mereka tukarkan bambu runcingnya dengan senjata
api di pertempuran-pertempuran. (Toer, 2017:85)
(85) Larasati terduduk kejang di ambin. Airmata meleleh sejadi-
jadinya. Tidak, tidak mungkin Revolusi kalah, dengan pemuda-
pemuda semacam itu, pemuda sekeras itu. Kalau Revolusi kalah,
bukan karena mereka kurang berjuang. Kalau Revolusi kalah
pasti karena para penguasanya yang berkhianat! (Toer, 2017:108)
(86) Mereka berjabat tangan, seperti gunung berjabatan dengan
samudera. Mereka hanya dua gumpal daging kecil, tetapi jiwanya
lebih besar daripada gunung, lebih luas dari laut, karena mereka
ikut melahirkan sesuatu yang nenek-moyangnya dan bangsa-
bangsa lain tidak atau belum melahirkannya: kemerdekaan. (Toer,
2017:127)
Pada kutipan (81), menceritakan latar belakang yang buruk tidak
membuat Larasati berkhianat pada Revolusi dan Republik. Kutipan (82),
menceritakan bahwa Larasati menyesal karena dilahirkan sebagai seorang
wanita. Jika ia dilahirkan sebagai laki-laki, ia bisa berbuat banyak hal untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Revolusi. Kutipan (83), menceritakan bahwa dendam Larasati terhadap
Belanda selalu mengingatkannya dengan kaum muda revolusioner yang gugur
di medan perang. Kutipan (84), menceritakan tentang perjuangan kaun muda
yang tidak mengenal kata kalah. Kutipan (85), Larasati menangis mendengar
kabar bahwa Revolusi kalah. Ia yakin bahwa Revolusi kalah bukan karena
kurang berjuang, akan tetapi karena para penguasanya berkhianat. Kutipan
(86), menceritakan semangat Revolusi dalam diri Larasati dan pemuda
revolusioner terpancar dalam diri mereka. Dari kutipan peristiwa-peristiwa di
atas, membuktikan bahwa tema yang ditampilkan dalam roman Larasati adalah
perjuangan revolusi, khususnya perjuangan Larasati dan kaum revolusioner
melawan kolonialisme. Selain itu, kutipan peristiwa-peristiwa di atas
menggambarkan dan merefleksikan unsur-unsur lain seperti tokoh,
penokohan, alur, dan latar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini berisi mengenai simpulan dan saran. Pada subbab simpulan
merupakan hasil simpulan penelitian dari analisis yang sudah dilakukan oleh
peneliti dan pada subbab saran akan dipaparkan anjuran kepada guru Bahasa
Indonesia dan peneliti lainnya.
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang sudah peneliti lakukan, diperoleh simpulan
bahwa terdapat unsur pembangun dalam roman Larasati karya Pramoedya Ananta
Toer. Unsur tersebut ialah unsur intrinsik. Unsur yang terdapat dalam roman
Larasati karya Pramoedya Ananta Toer meliputi tokoh, penokohan, alur, latar, dan
tema. Berikut paparan mengenai simpulan tersebut.
Dalam roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer, tokoh dibagi
berdasarkan peran pentingnya tokoh yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh
utama pada roman ini ialah Larasati, sedangkan tokoh tambahan ialah Mardjohan,
Lasmidjah (ibu Larasati), Martabat, Jusman, Chaidir, dan Kapten Oding.Penokohan
dalam roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer yaitu tokoh Larasati
digambarkan sebagai seorang perempuan pantang menyerah, cantik, setia pada
Revolusi, dermawan, sentimental, dan simpati. Tokoh Mardjohan digambarkan
sebagai seorang yang licik dan suka menghasut. Tokoh Lasmidjah (ibu Larasati)
digambarkan sebagai seorang ibu yang penuh kasih sayang kepada anaknya,
bertanggung jawab, dan rela berkorban. Penokohan dalam roman Larasati karya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Pramoedya Ananta Toer yaitu tokoh Larasati digambarkan sebagai seorang
perempuan pantang menyerah, cantik, setia pada Revolusi, dermawan, sentimental,
dan simpati. Tokoh Mardjohan digambarkan sebagai seorang yang licik dan suka
menghasut. Tokoh Lasmidjah (ibu Larasati) digambarkan sebagai seorang ibu yang
penuh kasih sayang kepada anaknya, bertanggung jawab, dan rela berkorban.
Tokoh Martabat memiliki fisik dengan tubuh yang masih muda dan hidung
pesek. Ia digambarkan sebagai seorang yang baik, sopan, dan pemberani. Tokoh
Jusman diceritakan sebagai seorang pemuda Arab yang memiliki tubuh tinggi,
kurus, berkulit hitam, dan mata kekuning-kuningan. Ia digambarkan sebagai
seorang yang licik, kasar, egois, dan sayang terhadap Larasati. Tokoh Chaidir
diceritakan memiliki mata yang merah, tubuh dekil, dan krempeng. Ia digambarkan
sebagai seorang yang berpikir kritis, rela berkorban, dan seorang yang ingin bangkit
dari keterpurukan. Tokoh Kapten Oding digambarkan sebagai seorang yang
dermawan, penyayang, dan perhatian.
Alur yang digunakan dalam roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer
ialah alur maju. Peneliti menggunakan teori Nurgiyantoro dalam menganalisis alur.
Terdapat lima unsur yang menggambarkan alur yaitu 1) tahap penyituasian
(situation), 2) tahap pemunculan konflik (generating circumstances), 3) tahap
peningkatan konflik (rising action), 4) klimaks (climax), dan 5) tahap penyelesaian
(denouement).
Latar dalam roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer meliputi latar
tempat yaitu, stasiun Yogyakarta, Cikampek, Bekasi, kemah pemeriksaan, penjara,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
dan kampung di Jakarta. Latar waktu dalam roman Larasati tidak ditulis secara rinci
tanggal maupun tahun. Namun, latar waktu dalam peristiwa-peristiwa yang
dihadirkan memiliki hubungan dengan waktu faktual dalam peristiwa sejarah yaitu
masa pendudukan oleh pemerintahan sipil Belanda yang disebut NICA
(Nederlands-Indies Civil Administration) hingga penyerahan kedaulatan Indonesia
sepenuhnya dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Latar sosial-budaya dalam
roman Larasati adalah kehidupan sosial seorang perempuan revolusioner yang
terlibat dalam perjuangan Revolusi di daerah pendudukan kolonial. Larasati hidup
dalam perilaku kehidupan yang saling menghancurkan dan saling berperang. Selain
itu, tema yang ditampilkan dalam roman Larasati ialah perjuangan revolusi,
khususnya perjuangan Larasati dan kaum revolusioner melawan kolonialisme.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan beberapa permasalahan yang belum
terpecahkan, sehingga peneliti mengajukan beberapa saran. Saran tersebut antara
lain sebagai berikut.
a. Bagi guru
Peneliti menyarankan bagi guru bahasa Indonesia dalam proses
pembelajaran agar tidak membosankan. Hendaknya guru menyusun dan
mempersiapkan RPP yang lebih kreatif dan menarik, agar peserta didik
lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Selain itu, gunakan media
belajar yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, agar proses
belajar mengajar lebih efektif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti lain dapat meneliti maupun mengembangkan
penelitian sejenis dengan menggunakan objek yang lebih baru, karena
peneliti hanya meneliti unsur intrinsiknya saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Elli. 2011. Analisis Unsur Intrinsik Novel Midah Si Manis Bergigi Emas
Karya Pramoedya Ananta Toer. Skripsi. Yogyakarta:PBSI,JPBS, FKIP,
Universitas Sanata Dharma.
Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Djojosuroto, Kinayati. 2006. Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya.
Yogyakarta:Pustaka.
Harjanti, Yustina Dwi Oktama Dian. 2006. “Unsur-unsur Inrinsik Novel Memoar
Seorang Geisha karya Arthur Golden serta Implementasinya dalam
Pembelajaran Sastra di SMA”. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP,
Universitas Sanata Dharma.
Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Pendekatan Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kuaitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nurgyanto, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2014. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: UGM Press.
Rafiek. 2012. Teori Sastra: Kajian Teori dan Praktik. Bamdung: PT Refika
Aditama
Sari, Ryan Pamula. 2018. Analisis Alur, Latar, Tema, dan Tokoh Cerpen Milana
Karya Bernard Batubara. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP,
Universitas Sanata Dharma.
Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan Dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama
Media.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sugyono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Tarigan, Henry Guntur. 2012. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Toer, Pramoedya Ananta. 2017. Larasati. Jakarta: Lentera Dipantara.
Waluyo, Herman J. 2011. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: UNS
Press.
Wijaya Tri. 2019. Panduan Praktis Menyusun Silabus, RPP, Dan Penilaian.
Yogyakarta: Noktah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Triangulasi Data
Berikut ini adalah hasil dari penelitian menganalisis unsur intrinsik roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer yang perlu
divalidasi oleh ahli/pakar. Berilah tanda ( √ ) pada kolom “setuju” atau “tidak setuju” yang menggambarkan penilaian Anda terhadap
hasil analisis unsur intrinsik roman Larasati karya Pramoedya Ananta Toer, serta berilah keterangan yang dapat membuat kebenaran
hasil analisis tersebut.
1. Tokoh
No. Unsur Hasil Analisis Keterangan Hasil Analisis Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
1.
Tokoh
Utama
Tokoh
Larasati
Tokoh Larasati disebut sebagai tokoh
utama dalam roman Larasati karya
Pramoedya Ananta Toer. Larasati juga
diceritakan sebagai seorang perempuan
bintang film yang setia berjuang demi
revolusi bangsanya. Larasati
merupakan tokoh yang diutamakan
ceritanya dalam roman Larasati, hal
tersebut dapat dibuktikan dalam
peristiwa-peristiwa berikut ini.
Dalam roman Larasati tokoh
Larasati diceritakan sebagai
seorang perempuan bintang
film yang setia berjuang
demi revolusi bangsanya. Di
tengah masa kependudukan
Belanda di tanah Indonesia,
perempuan pribumi ini
berulang kali mengalami
konflik sepanjang hidupnya
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
(1) “Sayang sekali. Aku pun ingin
lihat kau main di sini. Tapi aku
tahu itu tidak mungkin mengapa
pulang ke Jakarta?”
“Keluargaku tinggal seorang.
Ibuku. Tidak baik kuserahkan dia
pada nasibnya sendiri. Begitu
lama sudah—lebih setahun.”
(Toer, 2010:24)
(2) Dan segera ia menjerit untuk
kedua kalinya.
“Aku juga berjuang dengan
caraku sendiri.” (Toer, 2010:25)
yang berkaitan dengan
perjuangan revolusi tanah
airnya.
Pada kutipan (1),
membuktikan bahwa awal
mula perjalanan Larasati dari
pedalaman Yogyakarta ke
Jakarta untuk melanjutkan
karir film dan menemui
ibunya, Lasmidjah. Banyak
peristiwa yang dialami
Larasati dalam perjalanan
menuju Jakarta hingga ia
terlibat dalam perjuangan
revolusi.
Pada kutipan (2), seorang
perwira piket di Cikampek
berpesan pada Larasati
bahwa Revolusi akan
menang dan mereka akan
bertemu di Jakarta sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
(3) Orang berlari-larian
mendekatinya. Dan jendelanya
kini seperti sebutir gula dalam
rubungan semut hijau. Juga
orang-orang preman ikut
merubung—hanya saja dari
suatu jarak. (Toer, 2010:28)
(4) Larasati mencoba bangun dari
bangku panjang kayu jati tebal
itu. Tetapi kakinya terasa lemas.
dua orang seniman. Larasati
meyakinkan perwira piket
tersebut bahwa ia juga akan
ikut berjuang dengan
caranya sendiri sebagai
seniman.
Pada kutipan (3), di
perjalanan menuju Jakarta,
Larasati berulang kali
mendapat sorak-sorai dari
pemuda-pemuda pejuang
revolusi yang melihatnya
melintas dengan kereta.
Larasati digambarkan
sebagai seorang bintang film
yang selalu dipuja-puja oleh
banyak orang, termasuk para
pemuda pejuang revolusi.
Pada kutipan (4), setelah
Larasati menjalani
pemeriksaan di sebuah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Ia mencoba ingat apa yang
terjadi. Mula-mula ia teringat
pada darah lempengan hitam
merah, kemudian pada sebuah
wajah. Akhirnya teringatlah ia
pada si sakit: Ketut Suratna.
(Toer, 2010:63)
(5) “Tidur? Hhh. Tidur, katanya. Di
sini tak ada orang tidur, Ara. Kau
dengar derap sepatu tadi?
Sebentar lagi mereka tinggalkan
kampung kita. Jam tiga malam
datang lagi. Jam lima pergi lagi.
Kau dengar pertempuran tadi.
Sebentar lagi lebih hebat. Dekat-
kemah, Mardjohan mengajak
Larasati untuk bertemu
dengan kolonel Surjo
Sentono. Kolonel Surjo
Sentono merasa tersinggung
dengan ucapan Larasati dan
memerintahkannya dengan
paksa untuk mengunjungi
penjara. Peristiwa saat di
dalam penjara ini, Larasati
bertemu dengan salah satu
tawanan yang sakit hingga
membuatnya pingsan.
Pada kutipan (5), kehidupan
Larasati bersama ibunya di
sebuah kampung di Jakarta
membuatnya menyadari
bahwa orang-orang di sana
tidak pernah sungguh-
sungguh tidur. Peperangan
antara pejuang revolusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
dekat jam tiga pagi puncaknya.
Di sini orang tidak tidur. Mereka
bilang jangan tidur! … (Toer,
2010:86)
(6) Mau rasanya Ara mengucurkan
air mata untuk ke sekian kalinya
dalam sehari ini. Api yang juga
harus menanggung kelaparan!
Api Revolusi ini. Ara
menggeleng. Dan baru sekarang
Ara mulai bicara, “Apa guna
makan hari ini? Yogya jatuh!”
(Toer, 2010:137)
(7) Dan waktu ia memandangi
ibunya lagi, orangtua itu sudah
ada di hadapannya. Jusman
menariknya hati-hati duduk di
kursi Panjang, duduk di
sampingnya. Dengan bibir
melawan kolonial selalu
terjadi setiap tengah malam
hingga subuh.
Pada kutipan (6), ketika
Lasmidjah meninggalkan
Larasati dan tidak pernah
pulang lagi, Larasati hidup
sendiri, kelaparan, dan
merasa sedih mendengar
perjuangan revolusi mulai
padam di Yogyakarta. Di
saat itulah Larasati bertemu
dengan Chaidir dan merasa
kehilangan harapan.
Pada kutipan (7), hidup
Larasati pun penuh
rintangan. Suatu kali, ibunya,
Lasmidjah, ditahan oleh
keluarga Arab oleh karena
pemuda Arab bernama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
menghampiri pipinya berbisik:
“Sejak kini kau tinggal di sini.
Kau cintai ibumu, bukan?”
(Toer, 2010:141)
(8) Orang berduyun-duyun
membanjiri Merdeka Utara,
menyambut Presiden Soekarno
dari Yogyakarta, menggantikan
Gubernur Jenderal Hindia
Belanda sebagai Presiden
Sementara Negara Kesatuan
Republik Indonesia Serikat?
Orang tidak peduli Serikat atau
Kesatuan. Pokoknya penjajahan
Belanda telah diakhiri. Ara
adalah seorang di antara sekian
ratus ribu hadirin. (Toer,
2010:174:175)
Jusman ingin memiliki
Larasati. Larasati akhirnya
terpaksa menuruti kemauan
tersebut saat kondisi
kehidupannya sedang susah
dan tak menentu
Pada kutipan (8), bagian
akhir roman ini diceritakan
bahwa Republik telah
berhasil menang dan
mendapatkan penuh
kemerdekaan dan
kekuasaannya. Sebagai
seorang pejuang revolusi,
Larasati, ikut merayakan
kemenangan dengan
memenuhi jalan Merdeka
Utara. Dari beberapa
keterangan hasil analisis di
atas, membuktikan bahwa
keterlibatan tokoh Larasati
disetiap peristiwa lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
2.
Tokoh
Tambaha
n
Tokoh
Mardjohan
(9) Seseorang berpakaian preman
berlari-larian dari kantor. Stasiun
menghampirinya. Dan sebelum
ia menyadari ini, terdengar orang
berseru-seru girang: “Ara! Ara!”
Larasati menyeka mukanya
dengan selendang tengik itu.
menajamkan pandang pada
pendatang. Tapi ia pura-pura tak
peduli. Dia juga pengkhianat,
bisik hatinya. Ia kenal dia:
Mardjohan—di jaman Jepang
seorang announcer. Sebentar
lagi bakal banjir propaganda dari
mulutnya yang jorok itu, ia
memperingatkan dirinya sendiri.
(Toer, 2010:34)
banyak dibandingkan tokoh
lainnya. Oleh karena itu
tokoh Larasati dapat
dinyatakan sebagai tokoh
utama.
Pada kutipan (9), tokoh
tambahan bernama
Mardjohan adalah tokoh
mencoba menghasut Larasati
untuk bermain dalam film
propaganda Belanda.
Tawaran tersebut justru
berlawanan dengan
kehendak hati Larasati yaitu
tetap setia kepada perjuangan
Revolusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Tokoh
Lasmidjah
Tokoh
Martabat
(10) Orang tua itu terburu-buru
membuka pintu depan, menuruni
jenjang rumah dan menubruk
Ara. “Ara kebangetan kau. tidak
ada kabar tidak ada cerita.”
(Toer, 2010:81)
(11) “Nona curiga karena
pakaianku, karena pekerjaanku.
Aku baru seminggu turun dari
Papua, dari Sorong. Tidak tahu
tentang semua ini.”
“Pergilah sendiri ke seberang.”
“Seberang mana, nona.”
Pada kutipan (10), tokoh
tambahan Lasmidjah hadir
ketika Larasati telah berhasil
sampai di salah satu
kampung di Jakarta.
Lasmidjah merupakan ibu
dari Larasati yang bekerja di
salah satu rumah keluarga
Arab. Lasmidjah diceritakan
telah menanti-nanti kabar
dan kedatangan anaknya.
Pada kutipan (11), Martabat
merupakan tokoh tambahan
dalam roman ini. Martabat
diceritakan sebagai seorang
sopir NICA yang membawa
Larasati ke penjara dan juga
kampung rumah dari ibu
Larasati. Martabat memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Tokoh
Jusman
“Seberang kali Bekasi. Kau akan
tahu sendiri.”
“Itulah nona, aku mencari
hubungan. Aku yakin nona bisa
menghubungkan. Kalau tidak
sia-sia saja bakalnya. Aku mau
melarikan mobil itu, dan
beberapa kawan ikut serta nanti.”
(Toer, 2010:69)
(12) “Bukan saja Yogya yang jatuh.
Juga aku,” bisiknya pada diri
sendiri.
“Apa lagi mau kau lawan?”
pemuda Arab itu mengejek. Ara
diam saja.
“Sekarang tak ada lagi
permusuhan,” Jusman
meneruskan. “Yang ada sekarang
cuma satu: kepatuhan.
Barangsiapa tak sanggup patuh.
cita-cita yang sama dengan
Larasati yaitu kemerdekaan
bagi Republik. Tokoh
Martabat hadir dalam
peristiwa bersama Larasati.
Pada kutipan (12), Jusman
adalah seorang pemuda dari
keluarga Arab. Jusman
termasuk dalam tokoh
tambahan. Kehadiran tokoh
Jusman dalam peristiwa
bersama Larasati kerap
menahan keinginan dari
tokoh utama, yaitu keinginan
Larasati untuk berjuang
mencapai kemerdekaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
k
Tokoh
Chaidir
Tokoh
Kapten
Oding
Dia dihancurkan.” (Toer,
2017:144)
(13) “… Apa gunanya ngomong
lagi? Revolusi ada dalam diri
kita. Kitalah Revolusi itu sendiri.
Keadaan kita keadaan Revolusi.
Hidup kita hidup Revolusi. Mari
cari makan Ara.” (Toer,
2017:138)
(14) Kalau surat dari Kapten Oding
itu beres, pikirnya, nanti sore aku
sudah di Cikampek, besok di
Jakarta, Jakarta! (Toer, 2017:9)
Pada kutipan (13), Chaidir
merupakan tokoh tambahan
dalam roman Larasati.
Meskipun Chaidir hadir dan
bertemu Larasati ketika
Larasati mengalami fase
kesunyian perjuangan di
Jakarta, ia tetap memberi
semangat perjuangan
terhadap Larasati.
Pada kutipan (14), di bagian
awal dan akhir dalam roman
Larasati, tokoh tambahan
bernama Kapten Oding hadir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
menemani tokoh utama,
Larasati. Kapten Oding
diceritakan sebagai seorang
opsir di Yogyakarta. Kapten
Oding berusaha membantu
Larasati agar bisa aman
sampai di Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
2. Penokohan
No. Tokoh Penokohan Hasil Analisis Keterangan Hasil Analisis Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
1.
Tokoh Larasati
Cantik, setia
pada bangsa,
dermawan,
sentimental,si
mpati, mudah
terharu, dan
pemberani
Tokoh Larasati ialah tokoh
perempuan yang cantik, setia pada
bangsa, dermawan/ suka berderma,
sentimental, simpati, mudah
terharu, dan pemberani. Hal
tersebut dapat dibuktikan dalam
peristiwa-peristiwa berikut ini.
(15) Malah dialah yang
bertanya kagum, “Apanya
Lasmidjah sih? Anaknya?”
“Benar, nek.”
“Benar juga kalau begitu
Lasmidjah, ya? Kok
anaknya begini cakap?”
“Kan ibuku juga cakap,
nek?” (Toer, 2017:72-73)
Pada kutipan (15),
membuktikan bahwa
Larasati digambarkan
sebagai seorang perempuan
yang memiliki wajah yang
cantik. Kecantikan Larasati
ditampilkan dalam teknik
dramatik cakapan ketika ia
bertemu dengan seorang
nenek di kampung ibunya.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
(16) Tapi biar bagaimana pun,
aku tidak akan berkhianat.
Aku juga punya tanah air.
Jelek-jelek tanah airku
sendiri, bumi dan manusia
yang menghidupi aku
selama ini. Cuma binatang
ikut Belanda. (Toer,
2017:13)
(17) Pergaulan Larasati yang
luas sekaligus memberinya
pengertian: opsir piket yang
sedang dinas itu, dan yang
kini sedang menguasai
seluruh kota militer
Cikampek, sedang bapét—
tidak punya! Dengan
cekatan ia panggil pelayan.
Dari balik pintu ia
memerintahkan membelikan
Pada kutipan (16),
membuktikan bahwa
Larasati merupakan tokoh
yang setia pada revolusi dan
berulang kali menolak
bermain film untuk
propaganda Belanda. Watak
ini digambarkan dengan
teknik dramatik yaitu teknik
pikiran.
Pada kutipan (17) dan (18),
ketika singgah di Cikampek
dan bertemu dengan seorang
perwira piket, tokoh Larasati
digambarkan sebagai
seorang dermawan atau
orang yang suka berderma.
Perwatakan ini diungkapkan
dengan teknik dramatik
tingkah laku, yaitu
diwujudkan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
nasi rames untuk dua orang.
(Toer, 2017:20-21)
(18) Dengan cekatan dan baik
hatinya, seperti biasa, ia
selipkan uang lembaran
limaratus ke dalam saku
tamunya, tanpa yang akhir
ini mengetahuinya. Tidak,
aku bukan menyogok. (Toer,
2017:23).
(19) Untuk pertama kali ini Ara
menangis begitu lama,
seorang diri. Ia menangisi
jiwa-jiwa muda yang begitu
rela, yang begitu tanpa dosa.
Dan, katanya dalam hati,
aku adalah penjelmaan dari
dosa sendiri. (Toer,
2017:29).
membelikan nasi rames dan
memberikan uang ke dalam
saku perwira piket.
Pada kutipan (19), ketika
Larasati melanjutkan
perjalanan dari Cikampek
menuju Jakarta, Larasati
melihat para pemuda
bersorak-sorai kepadanya.
Larasati merasa sedih dan
kemudian menangis ketika
memikirkan para pemuda
yang rela berjuang demi
Revolusi esok hari akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
(20) Dan sersan itu menghilang.
Bintang film itu
menghampiri tawanan itu
dan meraba kakinya: panas
di atas 41 derajat. Orang ini
akan segera mati, pikir
Larasati. Mati, berhadapan
dengan pembunuhnya
sendiri. (Toer, 2017:59)
bertemu maut. Peristiwa ini
menujukkan sifat
sentimental Larasati dalam
wujud menangis yang
diungkapkan dengan teknik
ekspositori.
Pada kutipan (20), ketika
Larasati sampai di sebuah
penjara bersama Mardjohan,
Larasati digambarkan
memiliki sifat simpati di
dalam penjara ketika melihat
seorang tawanan yang sakit.
Kemudian dengan simpati
Larasati menghampiri
tawanan tersebut. Hal itu
diungkapkan dengan teknik
dramatik.
tingkah laku oleh
pengarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
(21) Debaran jantung sekali ini
terasa sedemikian tebal
darahnya. Ia terharu.
Matanya berkaca-kaca.
Indahnya dunia ini bila
pemuda masih tahu
perjuangan! (Toer,
2017:160)
(22) Orang-orang di luar kemah
menjadi gempar. Baik
serdadu yang berdinas
maupun para penumpang
dari pedalaman—semua
Pada kutipan (21), sesaat
ketika pemain gambus
bernama Achmad datang
menghampiri Larasati di
rumah keluarga Arab,
Achmad bercerita bahwa
Jusman telah tertembak oleh
seorang pemuda. Mendengar
kata pemuda membuat
Larasati memiliki keyakinan
bahwa Revolusi belum
menghilang. Seketika
Larasati menjadi terharu
mengingat perjuangan para
pemuda. Watak ini
ditampilkan dalam teknik
dramatik perasaan.
Pada kutipan (22), tokoh
Larasati juga digambarkan
sebagai seorang perempuan
pemberani. Keberanian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
mengarahkan pandang pada
kemah. Terdengar sekali
lagi Larasati meradang
garang, “Ayoh, sentuh kalau
berani. Aku garuk mukamu
yang jelek sampai dadal!”
(Toer, 2017:34)
tersebut diungkapkan
melalui teknik dramatik
cakapan. Ketika Larasati
baru sampai di Bekasi dan
masuk ke dalam kemah
pemeriksaan, Larasati tidak
merasakan takut berhadapan
dengan sersan inlander.
2. Tokoh
Mardjohan
Penghasut, dan
licik
Mardjohan adalah tokoh tambahan
yang hadir ketika Larasati baru
saja keluar dari kemah
pemeriksaan. Mardjohan
merupakan teman lama Larasati
yang bekerja sebagai produser dan
sutradara film. Dia memiliki sifat
suka menghasut dan licik. Hal
√ Pada kolom
penokohan, setelah
kata “penghasut”
tidak perlu diberi
tanda (,) koma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
tersebut dapat dibuktikan dalam
peristiwa-peristiwa berikut ini.
(23) Mardjohan memutuskan.
Ia geserkan duduknya.
Mendekat. Kian mendekat.
Berapatan. “Kita bisa jadi
sekutu yang baik! Kau dan
aku.”
“Sekutu apa?”
“Segala-galanya.”
(Toer, 2017:43)
(24) Tiba-tiba hati berkisar
begitu sentimental,
meneruskan kata-katanya:
Waktu Revolusi pecah
segera mayor besar Surjo
Sentono dibebaskan oleh
Pada kutipan (23), berulang
kali Mardjohan menghasut
Larasati untuk bersekutu
dengannya dan bermain
dalam film propaganda
Belanda. Namun, Larasati
selalu menolaknya. Watak
Mardjohan yang suka
menghasut diceritakan
sepanjang halaman 42
hingga 55 dengan teknik
dramatik.
Pada kutipan (24),
penokohan tokoh Mardjohan
digambarkan secara
ekspositori atau secara
langsung yaitu memiliki sifat
yang licik. Sifat licik itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Sekutu dari kamp Jepang,
menggabungkan diri dengan
Nica. Maria Magdalena
Sentono lari,
menggabungkan diri dengan
korps mahasiswa—
melakukan perlawanan
terhadap Nica. Dua manusia
dari satu darah kedua-
duanya menjadi harapannya
pecah-belah, berhadap-
hadapan sebagai musuh.
Ayah dan anak. Sang ibu
tinggal menangis.
“Aku lepaskan cintaku pada
Maria. Aku berpihak pada
ayahnya.” (Toer, 2017:55)
terwujud ketika ia berkhianat
akan cintanya terhadap
seorang perempuan bernama
Maria Magdalena, dan lebih
memilih bergabung dengan
NICA.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
3.
Tokoh
Lasmidjah
Penuh kasih
sayang
terhadap
anaknya.
Tokoh Lasmidjah adalah ibu dari
Larasati dan tergolong dalam
tokoh tambahan dalam roman
Larasati. Lasmidjah tinggal di
sebuah kampung di daerah
pendudukan NICA di Jakarta.
Sehari-hari, Lasmidjah bekerja
sebagai babu di rumah keluarga
Arab. Dia memiliki watak yang
penuh kasih saying. Hal ini dapat
dibuktikan dalam perisriwa-
peristiwa berikut.
(25) Kasih sayang ibunya yang
tidak pernah putus ini
menyebabkan Larasati terus
merasa tersiksa bila jauh
darinya—biar hanya buat
sehari pun! (Toer, 2017:81)
Pada kutipan (25), sebagai
seorang ibu, Lasmidjah
merupakan seorang ibu yang
sangat mengasihi anaknya,
Larasati. Watak yang penuh
kasih sayang ibu terhadap
anaknya diungkapkan dalam
teknik ekspositori.
√ Ada beberepa kata
yang salah ketik,
“saying” dan
“perisriwa”.
4. Tokoh
Martabat
Pemberani,
memiliki fisik
Martabat adalah tokoh tambahan
yang berperan sebagai seorang
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
masih muda,
dan hidung
yang pesek.
pejuang revolusi yang menyamar
dan bekerja menjadi sopir NICA.
Tokoh Martabat hadir ketika
mengantarkan Larasati ke penjara
hingga ke perkampungan tempat
ibu dari Larasati tinggal. Dia
memiliki watak pemberani. Hal ini
dapapt dibuktikan dalam
peristiwa-peristiwa berikut.
(26) Larasati menatap wajah
sersan NICA di hadapannya
itu. dia masih muda. Hidung
pesek bertengger di
wajahnya. Ia tak mengerti
maksud si sopir. Ia tetap
menatapnya. (Toer,
2017:68-69)
(27) Ia menggeser. Menatap Ara
dengan tiada sabarnya.
Kemudian menerangkan,
“Aku mau masuk ke sana
dengan bukti perjuangan.
Aku mau larikan mobil,
beberapa pucuksenjata, ban-
ban mobil dan lima atau
Pada kutipan (26), tokoh
Martabat memiliki tampilan
fisik dengan tubuh yang
masih muda dan hidung
yang pesek di wajah, seperti
yang diungkapkan dengan
teknik dramtik.
Pada kutipan (27), Martabat
memiliki watak seorang
pemberani. Sebagai seorang
yang menyamar, Martabat
ingin sepenuhnya menjadi
pejuang di pedalaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
enam kawan.” (Toer,
2017:87)
Dengan wataknya yang
pemberani, Martabat juga
membawa lari mobil,
senjata, dan kawan-
kawannya. Keberanian itu
diungkapkan dengan teknik
dramatik cakapan.
5. Tokoh Jusman Licik, kasar,
dan egois
Tokoh Jusman merupakan tokoh
tambahan dalam roman Larasati.
Ketika pertama kali bertemu
Larasati, Jusman telah menaruh
hati dan berusaha keras untuk
mendapatkan Larasati. Dia
memiliki sifat yang licik, kasar,
dan egois. Hal ini dapat dibuktikan
dalam peristiwa-peristiwa berikut.
(28) Dan giginya yang putih
gemerlapan waktu membuka
mulut. Kuliltnya yang hitam
mengkilat mengingatkan ia
pada iblis yang tak pernah
Pada kutipan (28), Jusman
diceritakan sebagai seorang
pemuda Arab yang memiliki
tubuh tinggi, kurus, berkulit
hitam, dan mata kekuning-
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
dilihatnya, tetapi yang pernah
dimainkan oleh Oom Didong
di atas panggung. (Toer,
2017:129)
(29) Pemuda Arab itu terkejut.
Mengawasi Larasati dengan
mata tiba-tiba menyala-nyala.
“Tapi nona, ibu nona juga ada
di sana. Bagaimana pikir
nona?”
“Kau boleh ambil ibuku kalau
kau suka. Dia boleh tidak
pulang untuk selama-
lamanya.”
Pemuda Arab itu kini menatap
nenek tapi tak berkata apa-
apa. Akhirnya ia bangkit
berdiri, bersiap hendak
pulang, tetapi berhenti dan
berpaling ke belakang, “Tapi
kuningan. Hal ini
diungkapkan sepanjang
halaman 129 dengan teknik
dramatik pikiran.
Pada kutipan (29), Jusman
digambarkan memiliki sifat
yang licik. Hal itu
diungkapkan dengan teknik
dramatik cakapan yaitu
menahan Lasmidjah lalu
mengancam Larasati agar
mau hidup bersamanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
ibu nona dalam bahaya.”
(Toer, 2017:132)
(30) Tapi Jusman kini dengan
ganas menariknya lebih dekat
pada tubuhnya. Dan
cengkaman kakaktua
pergelangan tangan itu
kembali menyakiti
dagingnya. (Toer, 2017:165)
(31) Sudah sejak semula Ara
dapat rasakan, pemuda itu
tidak mempunyai sesuatu
perasaan apapun, bila tidak
mengenai kepentingan dirinya
sendiri. (Toer, 2017:146)
Pada kutipan (30), tokoh
Jusman memiliki sikap yang
kasar terhadap Larasati
ketika amarahnya memuncak
akibat cemburu. Sikap kasar
tersebut diungkapkan dengan
teknik dramatik tingkah laku.
Pada kutitpan (31), tokoh
Jusman juga diceritakan
sebagai seseorang yang
berwatak egois atau
mementingkan diri sendiri.
Watak egois itu hadir ketika
Jusman sebenarnya tak
memiliki perasaan terhadap
Larasati dan itu semua hanya
untuk kepentingannya
sendiri. Hal tersebut
diungkapkan dengan teknik
ekspositori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
6. Tokoh Chaidir Rela berkorban Chaidir merupakan tokoh
tambahan yang berprofesi sebagai
penyair di Yogyakarta. Chaidir
muncul dalam roman Larasati
ketika ia bertemu dengan Larasati
di sebuah taman di Jakarta. Dia
memiliki watak yang rela
berkorban. Hal ini dapat
dibuktikan dalam peristiwa-
peristiwa berikut.
(32) Dan karena kata-katanya ini,
sandiwara berkembang
cepat laksana api di tengah-
tengah padang rumput
kering. Begitu bersimpati ia
kepada pemuda kerempeng
ini. Tapi mengapa sekarang
matanya semerah itu?
mengapa tubuhnya sedekil
itu? (Toer, 2017:137)
(33) “Ayoh berangkat.”
Pada kutipan (32), Chaidir
digambarkan memiliki mata
yang merah, tubuh dekil, dan
krempeng. Hal ini
diungkapkan dengan teknik
dramatik pikiran.
Pada kutipan (33), tokoh
Chaidir memiliki watak
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
“Kau belum bayar
belanjamu!”
Chaidir melemparkan
kemejanya pada tukang kue
pancong. (Toer, 2017:139)
seorang yang rela berkorban
meskipun dalam keadaan
susah. Ketika bertemu
dengan Larasati, keduanya
menahan lapar dan tak
memiliki uang untuk
membeli makan. Akhirnya
Chaidir membeli makan
untuk Larasati dan dirinya
dengan mengorbankan
kemejanya. Watak tersebut
diungkapkan dengan teknik
dramatik tingkah laku.
7. Tokoh Kapten
Oding
Dermawan,
dan
penyayang.
Kapten Oding merupakan tokoh
tambahan yang berinteraksi
dengan tokoh utama pada bagian
awal dan akhir cerita dalam roman
Larasati. Kapten Oding
merupakan seorang opsir yang
bertugas di Yogyakarta. Dia
memiliki watak yang dermawan,
dan penyayang. Hal ini dapat
√ Ada beberapa kata
yang salah ketik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
dibuktikan dalam peristiwa-
peristiwa berikut.
(34) Wajah opsir itu berseri-seri.
Dikeluarkannya sebuah
sampul kuning dari saku
kemejanya dan
diserahkannya pada
Larasati, “Ini akan berguna
sampai di perbatasan.
Mungkin juga sampai di
Jakarta. Kalau kau sudah di
sana, ingat-ingat, Ara,
jangan lupa pada Yogya
lagi, kirimlah surat dulu,”
dan tanpa menunggu
jawaban ia menerobos para
penumpang yang mendesak-
desak, siksa-menyiksa satu
sama lain, untuk kemudian
menongol di bawah jendela.
(Toer, 2017:8)
Pada kutipan (34), Kapten
Oding memiliki sikap
dermawan terhadap Larasati
ketika Larasati hendak
berangkat menuju Jakarta.
Hal ini diungkapkan dengan
teknik dramatik cakepan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
(35) Ara menggelengkan kepala.
Dan waktu ia menunduk
dilihatnya beberapa titik
airmata membasahai
kainnya. Oding
menghampiri,
mengeluarkan setangan
mililter hijau dan menyeka
matanya.
“Kita sudah mennagkan
Revolusi ini,” Oding
meneruskan. “Airmata tak
kita butuhkan lagi. Kita akan
niokmati hasil kemenangan
ini. (Toer, 2017:176-177)
Pada kutipan (35), Setelah
sekian lama tidak bertemu
Larasati, Kapten Oding dan
Larasati akhirnya bertemu
kembali di Jakarta ketika
republik kembali berkuasa.
Kapten Oding menunjukkan
watak penyayangnya
terhadap Larasati dengan
menghibur Larasati yang
sedih. Hal ini diungkapkan
dengan teknik dramtik
tingkah laku dan cakapan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
3. Alur
No Unsur Hasil Analisis Keterangan Analisis Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
. 1. Alur Alur maju Dalam roman Larasati, alur yang
digunakan adalah alur lurus atau
konvensional. Peristiwa-
peristiwa dihadirkan secara
kronologis dari awal hingga
akhir sesuai dengan runtutan
waktu dalam cerita. Cerita
dimulai dari stasiun di
Yogyakarta menuju Jakarta
hingga kisah hidup Larasati di
rumah ibunya di daerah
pendudukan.
√ Diberi penjelasan di
kolom keterangan
analisis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
2.
Eksposisi
Bagian eksposisi berisi paparan
awal roman Larasati. Hal ini
dapat dibuktikan dalam
peristiwa-peristiwa berikut.
(36) Larasati membuang
pandang keluar jendela
wagon. Orang masih
berdesak-desak hendak
masuk ke dalam dan
menguasai tempat yang
enak di tengah-tengah
kepadatan aneka ragam
manusia itu. keringat
menetes setelah mengguris
bedak pada pelipisnya.
Sepagi itu! (Toer, 2017:7)
(37) Tapi dalam bayangannya
terbentang hari depan yang
gilang-gemilang di daerah
pendudukan Nica. Ia akan
terjun kembali di
Pada kutipan (36) dan (37),
yang bercerita tentang
keberangkatan Larasati dari
stasiun Yogya menuju
Jakarta. Bagian ini
memperkenalkan tokoh
Larasati sebagai bintang film
yang hendak meneruskan
pekerjaannya di dunia film di
pendudukan Nica di tengah
kepadatan rombongan di
dalam kereta.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
gelanggang film. Dan
seluruh rakyat, dari Sabang
sampai Merauke, akan
bertempik-sorak untuknya.
(Toer, 2017:8)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
3.
Inciting
Momen
Bagian inciting moment atau
permulaan konflik dalam cerita.
Hal ini dapat dibuktikan dalam
peristiwa-peristiwa berikut.
(38) Kapan kau hancurkan aku,
Djohan? Aku toh tak berarti
apa-apa? Biar besok atau lusa
kau jadi orang penting. Tapi
bersekutu denganmu, sayang
sekali, Djohan, tidak
mungkin.” (Toer, 2017:47)
(39) Mardjohan membutuhkan
seorang partner—partner
yang terkenal di antara artis
film, yang bakal dapat
meningkatkan namanya
menjulang di dunia film. Dan
siapa yang lebih terkenal dari
Ara! Ara mengerti ini. Ia tidak
sudi membawanya ke tingkat
yang lebih tinggi. Dan
Pada kutipan (38) dan (39),
merupakan permulaan
konflik ketika Larasati
dengan pendiriannya yang
berjuang bersama kaum
revolusioner, menolak
tawaran untuk bersekutu
bersama dan bergabung
dalam film yang dibuat oleh
Mardjohan dan kolonial.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
4.
Rising Action
Mardjohan hanya berdiri
sendiri. (Toer, 2017:51)
Bagian rising action atau
meningkatnya konflik cerita. Hal
ini dapat dibuktikan dalam
peristiwa-peristiwa berikut.
(40) Pasukan pemuda itu diam-
diam mengawasi kedua
orang itu, tak tahu apa yang
mesti diperbuat. Melihat itu
Ara segera menyerbu untuk
menguasai suasana: “Malam
ini kami ikut bertempur.
Mengapa diam semua?”
(Toer, 2017:93)
(41) Larasati berdebar-debar.
Pemimpin itu menaruhnya
berjajar dengan Martabat
dan ia sendiri mengiringkan
dari belakang, dengan
revolver di tangan kiri.
(Toer, 2017:95)
Pada kutipan (40) dan (41),
meningkatnya konflik cerita
dimulai ketika Larasati telah
bertemu kembali dengan
ibunya, Lasmidjah.
Kedatangan Larasati di
tengah kampung membawa
kecurigaan warga sekitar.
Para kaum revolusioner
akhirnya mencurigai Sersan
Martabat yang berkunjung
ke rumah Larasati di tengah
malam. Keadaan konflik
meningkat ketika Larasati
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
meyakinkan diri untuk ikut
berperang bersama Sersan
Martabat dan pemimpin
revolusioner malam itu juga
melawan tentara patroli.
5. Complication
Bagian complication dalam roman
Larasati menunjukkan keadaan
yang semakin ruwet. Hal ini dapat
dibuktikan dalam peristiwa-
peristiwa berikut.
(42) “Ini kamarmu. Kau
tinggal dan tidur di sini.
Mengapa tak bicara juga?
Ini kamarmu. Kau dengar
Ara?”
Dan Ara mengangguk.
“Dan juga kamarku. Kau
dengar Ara?”
Sekali lagi Ara
mengangguk. (Toer,
2017:141)
Pada kutipan (42) dan (43),
keadaan yang semakin ruwet
setelah Larasati dengan
Sersan Martabat dan pemuda
revolusioner terlibat dalam
pertempuran melawan
tentara patroli. Jusman,
seseorang dari keluarga
Arab, menahan Lasmidjah
agar Jusman dapat menikahi
Larasati. Dalam keadaan
terpaksa, akhirnya Larasati
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
(43) Telah sebulan Ara tinggal
dalam genggaman
kekuasaan pemuda Arab
itu. Ia tak dapat
merasakan lagi dirinya
mati atau hidup. Hanya
masih ada satu keinginan
tinggal: ia ingin
mendapatkan hubungan
dengan dunia luar. (Toer,
2017:145)
menuruti keinginan Jusman
dan tinggal di rumah
keluarga Arab bersama
ibunya.
6 Climax
Bagian climax atau puncak cerita
atau puncak penggawatan, yaitu
puncak dari kejadian-kejadian dan
merupakan jawaban dari semua
problem atau konflik yang tidak
mungkin dapat meningkat atau
dapat lebih riwet lagi. Hal ini
dapat dibuktikan dalam peristiwa-
peristiwa berikut.
(44) Chaidir mati. Chaidir?
Yogya telah jatuh. Para
Pada kutipan (44) dan (45),
puncak konflik terjadi saat
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
penguasa dan pembesar
sudah kibarkan bendera
kain kafan, menyerahkan
diri dalam perlindungan
Sri Ratu. Sekarang Chaidir
pula. Dia meninggal! dia—
Revolusi itu sendiri! Dan
aku—aku sendiri telah
patah dua di sini. (Toer,
2017:147)
(45) Sudah sejak sepagi ia
pasang radio, tapi lanjutan
berita tentang Chaidir
ternyata tak ada. Revolusi
yang mati di atas bumi
tanahair, dan bumi tanahair
yang sedang dikepal musuh.
Nasibnya seperti aku. Tapi
aku belum lagi mati. (Toer,
2017:148)
Larasati mendengar berita di
radio tentang kekuatan
pemuda Indonesia yang
sedang dikoyak-koyak oleh
kekuatan kolonial hingga
Yogya jatuh kekuasaan. Saat
itulah Larasati merasa begitu
sedih ketika mendengar
jatuhnya Yogya dan kabar
kematian Chaidir, seorang
penyair sekaligus temannya
semasa di Yogya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
7 Falling
Action
Pada bagian falling action mulai
menunjukkan perkembangan
peristiwa ke arah selesaian. Dalam
tahap ini sudah dapat terlihat
adanya penyelesaian masalah
menuju selesaian. Di sini, konflik
akan semakin menuju perubahan
dengan adanya selesaian. Hal ini
dapat dibuktikan dalam peristiwa-
peristiwa berikut.
(46) Tiba-tiba orang lupa pada
selisih-selisih dan
pertentangan-pertentangan
pendapat. Revolusi menang!
Belanda bakal angkat pantat
pulang ke negeri leluhur!
Dimana-mana timbul
suasana pesta. Seperti
disulap, kewaspadaan dan
kekuatiran, ketakutan dan
kekecutan hilang dari tiap
Pada kutipan (46) dan (47),
menunjukkan adanya
penyelesaian masalah
menuju selesaian. Setelah
Jusman gagal membujuk
Larasati untuk menikah
dengannya, Jusman pergi
entah kemana. Larasati dan
ibunya, Lasmidjah, pun
keluar dari rumah keluarga
Arab dan hidup kembali
dalam pondoknya yang dulu.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
dada. Merdeka! Merdeka!
(Toer, 2017:174)
(47) Sekarang tak lagi terdengar
lagu Wilhelmus yang manis
membelai-belai syahdu itu,
tetapi Indonesia Raya yang
menderu, menggelegak, dan
menggapai-gapai. (Toer,
2017:175)
Dan suatu hari, Larasati
mendengar kabar Tentara
Nasional Indonesia akan
masuk ke Jakarta. Hal itu
memiliki arti bahwa
Revolusi telah menang.
8 Denouement Pada bagian denouement atau
penyelesaian, konflik dalam cerita
telah mencapai klimaks. Hal ini
dapat dibuktikan dalam peristiwa-
peristiwa berikut.
(48) Ara mengangguk. “Di mana
kalian tinggal?”
Ara hanya menjawab
dengan pandang matanya.
Pada kutipan (48) dan (49),
setelah Larasati menghadiri
upacara menyambut
Presiden Soekarno dari
√ Siapa “Ara”?
Di tokoh dan
penokohan belum
dijelaskan tokoh
Ara
(Sebaiknya
dipenokohan
dijelaskan Larasati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
“Baik-baik, nanti malam
kuambil. Kalian tinggal di
sini bersama-sama
denganku. Kita kawin Ara!”
(Toer, 2017:176)
(49) Ara terharu. Ia tak dapat
bicara apa-apa. Ia hanya
pandangi Oding. Dan Oding
menciumnya.
“Indahnya dunia ini kalau
kita menang. Bukan, Ara?”
Ara mengangguk.
Dan malam itu keluarga Ara
pindah ke gedung ini. (Toer,
2017:178
Yogyakarta di Merdeka
Utara, ia bertemu kembali
dengan Kapten Oding.
Larasati begitu bahagia
ketika Kapten Oding
mengajaknya untuk
menikah. Larasati, Kapten
Oding, dan Lasmidjah
akhirnya hidup bahagia di
gedung bekas tempat tinggal
Belanda.
atau biasa disebut
dengan Ara)
4. Latar
No Unsur Hasil Analisis Keterangan Analisis Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
1. Latar Tempat stasiun
Yogyakarta,
Cikampek,
Bekasi,
Latar tempat dalam roman ini
meliputi berbagai tempat sesuai
dengan perkembangan plot dalam
cerita. Hal ini dapat dibuktikan
dalam peristiwa-peristiwa berikut.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
kemah
pemeriksaan,
penjara, dan
kampung di
Jakarta
(50) Peluit kondektur ikut
menyambut. Lambat-lambat
kereta mulai meninggalkan
stasiun Yogya. Beberapa
lampu jalanan yang belum
dipadamkan, Nampak muram
kelap-kelip seperti harapan
yang tidak menentu. (Toer,
2017:9)
(51) Kereta berhenti. Matari telah
rendah di barat Cikampek.
Pemuda itu menolongnya
menurunkan kopor-kopor
kecil dari karton. Sebentar
terdengar beberapa kali
letusan kerabin. (Toer,
2017:14-15)
(52) Akhirnya kereta lebih
perlahan lagi. Setelah
menyeberangi kali Bekasi,
kemudian berhenti di stasiun.
Di bawah jembatan kali
nampak beberapa orang
serdadu NICA inlander
mencuci pakaian dalam
keadaan setengah telanjang.
(Toer, 2017:30)
Pada kutipan (50),
menunjukkan bahwa latar
tempat paling awal berada di
stasiun Yogyakarta. Ketika
itu Larasati hendak
berangkat menuju Jakarta
untuk kembali bermain film.
Pada kutipan (51),
menunjukkan bahwa
sebelum Larasati sampai di
Jakarta, kereta terlebih
dahulu berhenti sejenak di
Cikampek.
Pada kutipan (52),
menunjukkan bahwa setelah
dari Cikampek, kereta yang
ditumpangi Larasati
melanjutkan perjalanan
melewati kali Bekasi dan
berhenti di stasiun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
(53) Tanpa disadarinya barisan
wanita itu maju setapak demi
serapak membawa bawaan
masing-masing yang telah
digeledah dan diobrak-
abrik—menuju ke dalam
kemah hijau tiada berjendela.
Nampaknya kemah itu
dibangunkan khusus untuk
pemeriksaan. (Toer, 2017:33)
(54) Dan mobil telah berhenti
persis di depan pintu kayu
berat sebuah penjara. Seorang
kopral Knil membuka pintu
berat itu, memberi salut,
membuka pintu mobil dan
menyilakan para
penumpangnya masuk. (Toer,
2017:55-56)
(55) Matahari telah melewati
sedikit dari titik puncaknya.
Kerikil perkarangan depan
penjara berderai-derai. (Toer,
2017:56)
Pada kutipan (53),
menunjukkan bahwa setelah
sampai di Bekasi, Larasati
dan penumpang lainnya
masuk ke dalam sebuah
kemah tempat pemeriksaan.
Pada kutipan (54) dan (55),
menujukkan bahwa Larasati
dibawa ke dalam penjara
untuk melihat penderitaan
tahanan yang ada di dalam
penjara tersebut. Hal ini
dilakukan oleh Kolonen
Surjo Sentono untuk
mengancam Larasari.
Kolonel Surjo Sentono
memaksa Mardjohan untuk
mengantar Larasati dengan
paksa melihat penjara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
(56) Akhirnya tak dapat lagi
menahan hati bertanya,
“Memang begini buruk
kampung, nona!”
“Rata-rata kampung di
Jakarta memang begini.”
“Di Kemayoran agak
bersih.”
“Tentu di sana tinggal
pejabat-pejabat Nica.”
Ia terdiam. (Toer, 2017:70)
Pada kutipan (56), setelah
meninggalkan penjara,
seorang sopir mengantarkan
Larasati menuju rumah
ibunya, Lasmidjah. Rumah
tersebut berada di sebuah
perkampungan di Jakarta.
2. Latar Waktu Latar waktu dalam roman
Larasati tidak ditulis secara rinci
tanggal maupun tahun. Namun
latar waktu dalam peristiwa-
peristiwa yang dihadirkan
memiliki hubungan dengan
waktu faktual dalam peristiwa
sejarah yaitu masa pendudukan
oleh pemerintahan sipil Belanda
yang disebut NICA (Nederlands-
Indies Civil Administration)
hingga penyerahan kedaulatan
Indonesia sepenuhnya dalam
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Konferensi Meja Bundar
(KMB). Peristiwa tersebut
dibuktikan melalui data pada
subbab analisis alur bagian
eksposisi dan dalam kutipan
berikut.
(57) Mereka hanya rakyat biasa,
yang merdeka berpendapat,
tapi tak merdeka mengatur
diri. Dan dengan demikian
KMB ditandatangani. Dan
dengan demikian, kekuasaan
Republik dipulihkan….
(Toer, 2017:174)
Pada kutipan (57),
menunjukkan bahwa latar
waktu dalam peristiwa-
peristiwa yang dihadirkan
dalam roman Larasati
memiliki hubungan dengan
waktu faktual dalam
peristiwa sejarah yaitu masa
pendudukan oleh
pemerintahan sipil Belanda
yang disebut NICA
(Nederlands-Indies Civil
Administration) hingga
penyerahan kedaulatan
Indonesia sepenuhnya dalam
Konferensi Meja Bundar
(KMB).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
3. Latar Sosial-
Budaya
Sesuai dengan latar waktu yaitu
masa pendudukan NICA hingga
dipulihkannya kekuasaan
Republik maka latar sosial-budaya
dalam roman Larasati adalah
kehidupan sosial seorang
perempuan revolusioner yang
terlibat dalam perjuangan Revolusi
di daerah pendudukan kolonial.
Hal tersebut dapat dilihat dalam
kutipan berikut.
(58) Tak terkirakan kecut dan
kecil hati Larasatai. Rupa-
rupanya di bumi jajahan ini
setiap orang hidup atas dasar
hancur-menghancurkan.
(Toer, 2017:42)
(59) Dan seperti selamanya
dalam perjuangan, mereka
bersiap-siap terus, selalu
bersiap-siap. Bersiap untuk
menyerang dan diserang,
bersiap untuk merdeka
seratus persen. (Toer,
2017:93)
(60) Di mana-mana terjadi
bentrokkan antara patroli
Pada kutipan (58), (59), (60),
membuktikan bahwa latar
sosial-budaya dalam roman
Larasati adalah kehidupan
sosial seorang perempuan
revolusioner yang terlibat
dalam perjuangan Revolusi
di daerah pendudukan
kolonial. Larasati hidup
dalam perilaku kehidupan
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Belanda dengan pemuda.
(Toer, 2017:133)
yang saling menghancurkan
dan saling berperang.
5. Tema
No Unsur Hasil Analisis Keterangan
1. Tema utama
adalah
perjuangan
revolusi.
Dalam roman Larasati tema yang
ditampilkan adalah perjuangan
revolusi. Hal ini dapat dibuktikan
dalam peristiwa-peristiwa berikut.
(61) Waktu kereta telah
berangkat itulah ia berpikir
orang seperti aku,
bagaimana pun buruk
namanya, dia tidak mungkin
bakal berkhianat.
Berkhianat pada Revolusi
ini berarti juga berkhianat
pada diri sendiri, pada
publik yang membayarnya.
(Toer, 2017:25-26)
(62) Dan untuk pertama kali
dalam hidupnya ia
menyesali kelahirannya
sendiri sebagai wanita.
Kalau aku lelaki—aku bisa
berbuat banyak. Daerah ini
bisa kalah berkali-kali. Tapi
Revolusi tak bakal
Pada kutipan (61), (62), (63),
(64), (65), dan (66),
menceritakan tentang
perjuangan revolusi,
khususnya perjuangan
Larasati dan kaum
revolusioner melawan
kolonialisme. Tema tersebut
termasuk dalam golongan
tema tradisional yang
berkaitan dengan kebenaran
dan kejahatan.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
menyerah! Pada waktunya,
mulut-mulut besar ini akan
dibabat oleh Revolusi.
Semua! (Toer, 2017:32)
(63) Larasati menahan
amarahnya. Ia teringat pada
kanak-kanak yang berjuang
mempertahankan
kemerdekaan tanah airnya
sebentar tadi. Dan di bawah
kakinya sekarang: daerah
pendudukan Belanda,
diduduki sesudah
membunuh anak-anak tanpa
dosa itu. (Toer, 2017:32)
(64) Sekutu—Belanda, Inggris,
setiap hari mendapat
kemenangan selangkah
demi selangkah. Tapi
pemuda tetap melawan.
Mereka bertempur. Mereka
tukarkan bambu runcingnya
dengan senjata api di
pertempuran-pertempuran.
(Toer, 2017:85)
(65) Larasati terduduk kejang di
ambin. Airmata meleleh
sejadi-jadinya. Tidak, tidak
mungkin Revolusi kalah,
dengan pemuda-pemuda
semacam itu, pemuda
sekeras itu. Kalau Revolusi
kalah, bukan karena mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
kurang berjuang. Kalau
Revolusi kalah pasti karena
para penguasanya yang
berkhianat! (Toer,
2017:108)
(66) Mereka berjabat tangan,
seperti gunung berjabatan
dengan samudera. Mereka
hanya dua gumpal daging
kecil, tetapi jiwanya lebih
besar daripada gunung,
lebih luas dari laut, karena
mereka ikut melahirkan
sesuatu yang nenek-
moyangnya dan bangsa-
bangsa lain tidak atau belum
melahirkannya:
kemerdekaan. (Toer,
2017:127)
2. Tema tingkat
sosial
Roman Larasati termasuk dalam
tingkatan tema ketiga yaitu tema
tingkat sosial. Permasalahan sosial
yang hadir antara lain masalah
ekonomi, politik, perjuangan, cinta
kasih, propaganda, dan masalah
sosial lainnya yang berisi kritik
sosial. Hal tersebut dipaparkan
dalam kutipan berikut.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
(67) Kadang-kadang memang
terasa olehnya bahwa
heroisme dan patriotisme
wanita di jaman Revolusi ini
terletak pada kepalang-
merahan saja! Tapi ia takkan
meninggalkan kejuruannya.
Ia cintai kejuruannya. Dan ia
yakin, melalui kejuruaannya
ia pun dapat berbakti pada
Revolusi. Ia merasa dirinya
pejuang, berjuang dengan
caranya sendiri. (Toer,
2017:26)
(68) “Dram!” Larasati
membentak marah. “Tahu
apa kau tentang perjuangan
bintang film? Sedang para
pemimpin bisa hargai
perjuanganku, mengapa kau
tidak? Apa kau lebih besar
dari mereka? Lepaskan
ikatan dia. Kalau hanya
bertempur, ayoh. Aku juga
bisa bertempur di bawah
komando yang baik. Kapan
kau mau bertempur?
Sekarang?” (Toer, 2017:93)
Pada kutipan (67), dan (68),
menggambarkan bahwa
kehadiran tokoh Larasati
bukan berprofesi sebagai
seorang tentara maupun
geriliyawan yang berjuang
di medan perang untuk
mencapai kemerdekaan,
namun hadir sebagai seorang
seniman bintang film yang
berjuang melawan
kolonialisme dengan
jalannya sendiri.
3. Tema tambahan
adalah kasih
sayang seorang
ibu kepada
anaknya.
Selain tema utama, roman Larasati
memiliki tema tambahan atau tema
minor yaitu kasih sayang seorang
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
ibu terhadap anak. Hal ini dapat
dibuktikan dalam peristiwa-
peristiwa berikut.
(69) Ibunya tak ada. Cari beras!
Itu Ara tahu. Ia telah
melarangnya. Tapi orang tua
itu tak sampai hati melihat
anaknya lapar. Bagaimana
pun Larasati tak dapat
mencegah orang tua itu
hendak membebaskan diri
dari perasaan wajib terhadap
dirinya. (Toer, 2017:83)
(70) “Aku tak pernah suruh kau,
Ara. Aku tak pernah larang
kau, juga tak pernah
meminta sesuatu pun
darimu. Cuma sekali ini aku
minta, kembalilah kau ke
pedalaman. Kau tak boleh
macam yang sudah-sudah.
Kau mesti hidup yang benar,
yang sungguh-sungguh.
Jadilah wanita biasa seperti
ibumu sendiri dulu, yang
punya suami benar, punya
anak yang benar. Cuma itu
pintaku, Ara.” (Toer,
2017:115)
Pada kutipan (69), kasih
seorang ibu yang dimaksud
adalah Lasmidjah kepada
anaknya, Larasati. Kasih
sayang Lasmidjah kepada
Larasati terlihat ketika
hendak mencari beras untuk
memberi makan anaknya.
Pada kutipan (70), sebagai
seorang ibu, kasih sayang
Lasmidjah juga ditampilkan
dalam roman Larasati ketika
kondisi di lingkungan rumah
Lasmidjah semakin genting
dan Lasmidjah berpesan
kepada Larasati untuk
kembali ke pedalaman dan
hidup dengan benar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Triangulasi Data
ANALISIS UNSUR INTRINSIK (TOKOH, PENOKOHAN, ALUR, LATAR, dan TEMA)
ROMAN LARASATI KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
Oleh:
Yuliana Ina T.B.M.
NIM: 151224038
Telah disetujui oleh
Yogyakarta, 15 Juni 2020
Triangulator
Diani Febriasari, M.Pd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
BIODATA PENULIS
Yuliana Ina T.B.M, lahir di Desa Mahawa, Kecamatan
Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat pada 9
Juli 1996. Pada tahun 2003 melanjutkan pendidikan di SD
Negeri 05 Mahawa hingga kelas 2 SD. Kemudian, pada tahun
2005 melanjutkan pendidikan di SD Negeri 03 Tumbang Titi
hingga lulus. Pada tahun 2009 melanjutkan pendidikan di SMP
Yayasan Pangudi Luhur Santo Alquino Kecamatan Tumbang Titi dan lulus pada tahun
2012. Kemudian, melanjutkan pendidikan di SMA Yayasan Pangudi Luhur Santo
Yohanes Kabupaten Ketapang dan lulus pada tahun 2015. Penulis tercatat sebagai
mahasiswa aktif di Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta sejak tahun
2015. Masa kuliah di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Analisis Unsur Intrinsik (Tokoh, Penokohan, Alur, Latar, dan
Tema) Roman Larasati Karya Pramoedya Ananta Toer”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Recommended