View
695
Download
7
Category
Preview:
DESCRIPTION
Arbitrase konstruksi , alternatif penyelesaian sengketa konstruksi , etika dan aspek hukum industri konstruksi
Citation preview
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
Undang-Undang dan Peraturan yang Mengatur
Arbitrase
dan
Alternatif Pilihan Penyelesaian Sengketa
Undang-undang no 18 tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi
Undang-undang no 30 tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa
PP no 29 tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Haryadi Wirawan (1006706515)
DOSEN PEMBIMBING
Prof. Dr. Ir. Yusuf Latief, MT
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2013
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Mata Ajar Etika dan Aspek Hukum
Industri Konstruksi
Penulisan makalah ini bertujuan untuk dapat menjelaskan lebih detail mengenai
undang-undang yang mengatur tentang arbitrase dan alternatif pilihan penyelesaian sengketa
lewat diksi yang diharapkan dapat dimengerti oleh insinyur.
Tentunya dalam penulisan ini, penulis menemukan kesulitan-kesulitan mungkin
karena kurangnya pengetahuan dalam menulis laporan ini. Namun, berkat adanya bimbingan
dan motivasi dari berbagai pihak, makalah ini dapat diselesaikan walaupun masih banyak
kekurangannya. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Ir. Yusuf
Latief,MT selaku fasilitator yang telah membimbing kami dalam Mata Ajar Etika dan Aspek
Hukum Industri Konstruksi dan juga kepada seluruh pihak yang berusaha membantu dalam
penulisan makalah ini terutama Inayati Ulin Na’mah yang menjadi sumber inspirasi dan
dukungan moral untuk dapat lulus dengan nilai terbaik
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan-
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
positif agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dan berdaya guna dimasa yang akan datang.
Harapan penulis, mudah-mudahan makalah ini dapat berguna bagi kita semua dan
dapat dijadikan media pembelajaran kuliah.
Jakarta, 26 Maret 2013
Penulis
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Makalah ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
NAMA : Haryadi Wirawan
NPM : 1006705615
Tanda Tangan :
Tanggal :
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
ABSTRACT
Construction conflict in Indonesia are often settled out of court for mutual benefit of both
parties who were in dispute. Alternative dispute resolution and arbitration were an good
option to achieve an agreement between the parties who were in dispute. Arbitration process
is fast and scalable is an advantage. Guidelines for dispute resolution set by the government
and protected decision. Any decision made by the Arbitration Board is final and binding for
both parties who were in dispute.
Keywords : conflict construction, alternative conflict service construction, arbitration
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS iii
ABSTRAK iv
DAFTAR ISI v
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 5
1.3 Pasal Yang Berkomplemen 7
1.4 Tujuan Penulisan 8
1.5 Manfaat Makalah 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Undang-Undang Jasa Konstruksi 9
2.2 Undang-Undang Terkait 11
2.3 Refrensi Pendukung 13
BAB III METODE PEMECAHAN MASALAH
3.1 Metode Pemecahan 15
3.2 Metode Pengumpulan Data 16
BAB IV HASIL ANALISA
4.1 Data Yang Didapat 17
4.2 Proses Analisa 18
4.3 Hasil Analisa 19
BAB V PEMBAHASAN 26
BAB VI KESIMPULAN 27
BAB VII SARAN 27
DAFTAR PUSTAKA 28
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Apabila kita membayangkan pembangunan di Indonesia, maka kita membayangkan
era pembangunan dimulai saat negara Indonesia terbentuk yaitu saat 17 Agustus 1945.
Namun dapat kita bayangkan juga bahwa para penyedia jasa konstruksi di Indonesia saat
itu masih dipegang oleh perusahaan milik Belanda meskipun ada pengusaha jasa
konstruksi milik pribumi saat itupun masih bergerak di pembangunan sektor kecil.
Hingga saat Republik Indonesia Serikat dihapuskan dan berubah menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesa pada tahun 1950, pembangunan masih belum merata dan
bentuk kontrak konstruksi saat itu masih mengacu kepada satu-satunya ketentuan warisan
Belanda yaitu SU (AV) 41 selengkapnya bernama “Algemene voorwarden voor de
uitvoering bij aanneming van openbare werken” atau dalam bahasa Indonesia yang
berarti “Syarat-syarat Umum untuk pelaksanaan bangunan umum yang dilelangkan”.
Syarat-syarat Umum ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda,
tanggal 28 Mei 1941, No.4. Oleh sebab itu dikenal dengan nama sebutan SU (AV) 41.
Kemudian ketika Dekrit Presiden pada tanggal 5 juli 1959 dikeluarkan oleh presiden
Ir. Soekarno, pembangunan mulai bergairah dan bergejolak khususnya pada proyek-
proyek megah yang diberi nama “proyek-proyek mandataris” yang artinya di pimpin
langsung oleh presiden Ir. Soekarno sebagai pucuk pimpinan tertinggi. Dengan bantuan
dari para penyedia jasa konstruksi saat itu yang masih berasal dari perusahaan milik
Belanda yang telah di nasionalisasikan oleh pemerintah. Sampai dengan tahun 1966
bentuk kontrak yang berlaku adalah Cost Plus Fee yang berarti pekerjaan langsung
ditunjuk pemerintah (tanpa tender) dan sektor swasta belum disertakan, hal tersebut
mengakibatkan banyaknya manipulasi pada efisiensi konstruksi. Namun setelah tahun
1966, akhirnya pemerintah melarang kontrak Cost Plus Fee tersebut. Sangat disayangkan
bawah proyek-proyek pada era itu lebih diutamakan kepada kemegahan bukan untuk
kesejahteraan rakyat umum.
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
Pembangunan di Indonesia mulai bergairah kembali dengan persaingan dikarenakan
adanya REPELITA atau biasa disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang
ditetapkan oleh presiden Soeharto demi pembangunan secara merata di Indonesia.
Perusahaan-perusahaan penyedia jasa konstruksi milik pemerintah pun tidak dapat lagi
mengandalkan nama besar mereka dikarenakan pada saat itu sudah mulai dilakukan
tender dan pihak swasta juga diikutsertakan.
Setelah mengalami pembangunan yang sangat pesat, pembangunan mulai melemah
disaat era krisis moneter periode 1997-2002 dimana banyak investor asing mulai tidak
percaya untuk berinvestasi di Indonesia. Iklim krisis moneter tersebut secara langsung
mempengaruhi keuntungan beberapa penyedia jasa konstruksi menjadi negatif atau dapat
dikatakan merugi secara dashyat.
Permasalahan tersebut akhirnya dapat diatasi secara perlahan dengan ide
pembangunan berdasarkan otonomi daerah yang berarti setiap daerah dapat
mengendalikan pembangunan di daerahnya sendiri tanpa campur tangan pihak
pemerintah pusat. Sehingga beberapa daerah yang berpotensi seperti dibagian timur
Indonesia diharapkan dapat membangun daerahnya sendiri tanpa terpengaruh kondisi
pemerintah pusat.
Mungkin setelah mengalami masa-masa suka dan duka yang banyak menimpa
perkembangan dunia konstruksi di Indonesia, banyak yang meragukan kembali apakah
aspek legalitas terhadap suatu pembangunan dapat dipercaya lagi mengingat banyaknya
praktik gelap dari beberapa penyelenggara jasa konstruksi seperti arisan tender dan
pengaturan tender , serta beberapa praktik lainnya. Namun untuk mencegah hal itu terjadi,
seringkali peraturan yang ada tidak memberikan kemudahan serta keuntungan bagi
penyedia jasa konstruksi. Seringkali banyak pengguna jasa yang selalu memiliki
keputusan terhadap segala prosedur yang diambil oleh penyedia jasa konstruksi atau
pengguna jasa terlalu dominan.
Seringkali beberapa tindakan diambil oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah
ini, namun masih memiliki beberapa kekurangan dalam pelaksanaannya. Dimana dapat
kita lihat bahwa setiap investor menginginkan keuntungan sehingga memaksa para
penyedia jasa konstruksi untuk melakukan manipulasi terhadap nilai proyek. Hal tersebut
secara tidak langsung menguntungkan pihak penyedia jasa konstruksi namun sedikit
merugikan pengguna jasa konstruksi
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
Umumnya khalayak publik tidak mengetahui bahkan bingung mengenai kontrak
konstruksi. Padahal publik juga berkesempatan untuk mengetahui isi kontrak sebagai
stakeholder dalam pembangunan khususnya pembangunan untuk kepentingan bersama
seperti fasilitas umum.
Hal tersebut tercermin dalam UU no 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi dan PP no
29 tahun 200 tentang penyelenggaraan jasa konstruksi mengenai kesetaraan. Tertulis jelas
bahwa tidak ada kesetaraan dimana saat penyedia jasa konstruksi lalai akan mendapatkan
sanksi namun saat pengguna jasa konstruksi lalai maka sanksi akan ringan bahkan tidak
ada sama sekali. Hal tersebut dapat dikatakan membingungkan publik bahwa dalam
pembangunan suatu fasilitas, seringkali penyedia jasa konstruksi berada dalam posisi
yang tidak menguntungkan. Dari posisi itulah, maka penyedia jasa konstruksi sering
memanipulasi nilai proyek demi mendapatkan keuntungan.
Tak hanya berhenti disitu, namun hal-hal yang berkaitan dengan isi kontrak seringkali
tidak jelas, seperti kelengkapan, pengawasan yang tidak jelas, hingga deadline kontrak
yang disebutkan. Namun penyedia jasa konstruksi dapat berbahagia ketika akhirnya klaim
atas isi kontrak dan konstruksi dapat disetujui oleh pemerintah sehingga proyek dapat
berjalan dengan baik. Hal yang baik lainnya adalah dengan mulai adanya lembaga
penjamin untuk proyek konstruksi sehingga kedua belah pihak dapat merasa aman
terhadap proyek yang dikerjakan.
Dibalik semua intrik yang terjadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa dunia konstruksi
memiliki peran yang besar terhadap kemajuan suatu negara. Namun seringkali kemajuan
tersebut selalu disalahgunakan demi mengambil keuntungan semata, tetapi keuntungan
tersebut terpaksa diambil oleh pihak penyedia jasa karena mereka memiliki posisi yang
kurang setara terhadap pengguna jasa. Oleh karena itu diharapkan para pengguna dan
penyedia jasa dapat mengesampingkan hal tersebut demi tercapainya sinergis terhadap
kemajuan suatu negara
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
Perkembangan dunia konstruksi di Indonesia dapat dikatakan pesat namun ada satu
aspek yang tak kalah penting dalam dunia konstruksi khususnya dalam hal manajemen
proyek konstruksi. Dalam suatu manajemen konstruksi cukup banyak melibatkan sumber-
sumber daya, baik sumber daya manusia, sumber daya alam berupa bahan bangunan,
sumber daya tenaga dan energi peralatan, mekanikal dan elektrikal, serta sumber daya
keuangan. Dalam setiap tahapan pekerjaan tersebut dilakukan dengan pendekatan
manajemen proyek, yang prosedurnya telah diatur dan ditetapkan sedemikian rupa,
sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan waktu
pelaksanaan.
Namun pada setiap tahapan-tahapan pekerjaan tersebut adakalanya mengalami
hambatan baik dari faktor manusia maupun sumber-sumber daya yang lain. Hambatan-
hambatan sekecil apapun harus diselesaikan dengan baik untuk mencegah kerugian yang
lebih besar, baik dari pelaksanaan waktu pekerjaan maupun operasional bangunan kelak.
Apabila kerugian tersebut diderita oleh kedua belah pihak maka jarang ditemukan adanya
sengketa yang diusut. Tapi apabila kerugian tersebut hanya diderita oleh salah satu pihak
yang berkepentingan seperti pihak pengguna jasa atau pihak penyedia jasa konstruksi
maka sering ditemukan adanya klaim atau sengketa atas kerugian yang diderita oleh pihak
yang berkepentingan.
Oleh karena alasan tersebut tulisan ini akan berusaha sedemikian rupa untuk
membahas klaim atau sengketa di bidang konstruksi, alternatif penyelesaian dan arbitrase
secara lebih lanjut serta berbagai peraturan yang mengikat sistem penyelesaian jasa
konstruksi di indonesia dalam diksi yang dapat dengan mudah dimengerti oleh pihak
engineer atau ahli rekayasa berdasarkan pada literatur yang terpercaya.
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Pada realita yang terjadi di zaman ini, peraturan maupun perundang-undangan di
daerah dan pusat yang didesain khusus untuk menangani permasalahan penyelesaian
sengketa dirasakan telah cukup banyak. Apabila kita ingin mencari landasan atau
pegangan aturan yang tepat untuk menangani penyelesaian sengketa dapat dipilih sesuai
dengan perkara dan kondisi yang terjadi. Namun banyaknya peraturan maupun
perundang-undangan seringkali tidak diketahui oleh para pihak yang berkepentingan
khususnya para insinyur sipil yang bergerak di bidang konstruksi. Kondisi yang terjadi di
pengadilan juga nampak selalu menyulitkan para insinyur dengan pasal-pasal dan ayat-
ayat serta nomor-nomor peraturan yang sukar untuk dihapalkan.
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
Namun tidak dapat dipungkiri ada berbagai alternatif penyelesaian sengketa dalam
konstruksi yang dapat digunakan bersama undang-undang maupun peraturan yang
mengikat sistem konstruksi tersebut. Perpaduan antara alternatif penyelesaian sengketa
dengan undang-undang maupun peraturan tersebut dapat menjadi keuntungan bagi kedua
belah pihak yang bersengketa dengan kondisi dan kesepakatan yang ingin dicapai.
Keadaan tersebut dapat ditunjukkan dengan diagram 1.1 sebagai berikut :
---------------- ---------
------------------- -----
2.
Diagram 1.1 Alur penyelesaian sengketa konstruksi
Adapun permasalahan yang muncul sebagai berikut berdasarkan pemikiran 5 W + 1 H :
Mengapa ditemukan sengketa dalam dunia konstruksi?
Apakah insinyur dapat berperan dalam penyelesaian sengketa?
Bagaimana cara insinyur dapat menentukan alternatif penyelesaian sengketa yang
efektif?
Pedoman yang digunakan untuk membantu alternatif penyelesaian sengketa?
Siapa saja yang berwenang menjadi pihak ketiga dalam alternatif penyelesaian
sengketa?
Komplemen
UUJK
Insinyur
Penyedia jasa Pengguna jasa
Sengketa
Konstruksi
berjalan lancar
Damai
Alternatif
penyelesaian Peraturan
Ya
Tidak
Ya Peninjauan
kembali
Tidak
Peran Peran
Pedoman
Pihak Ketiga
Kontrak
Oleh : Haryadi Wirawan
S.T
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
1.3 PASAL YANG BERKOMPLEMEN
Undang-undang jasa konstruksi no 18 Tahun 1999
BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Pertama
U m u m
Pasal 36
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Di luar Pengadilan
Pasal 37
Bagian Ketiga
Gugatan Masyarakat
Pasal 38 ; Pasal 39 ; Pasal 40
Undang-undang No. 30 / 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
BAB II
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Pasal 6
BAB VI
Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Bagian Pertama
Arbitrase Nasional
Pasal 60
Peraturan Pemerintah No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
BAB VI
Penyelesaian Sengketa
Pasal 49 ; Pasal 50 ; Pasal 51 ; Pasal 52 ; Pasal 53 ; Pasal 54
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
1.4 TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah dan pasal-pasal yang saling berkomplemen diatas,
maka tujuan yang hendak dicapai dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk melengkapi nilai Ujian tengah semester mata kuliah etika dan aspek
hukum industri konstruksi tahun ajaran 2013
2. Untuk membantu para insinyur mencegah terjadinya sengketa
3. Untuk membantu para insinyur serta pihak yang terkait dalam meminimalisir
dampak sengketa yang telah terjadi
4. Untuk membantu para insinyur serta pihak yang terkait dalam menyelesaikan
sengketa dengan efektif
5. Untuk menjadi masukan dalam pedoman penyelesaian sengketa
1.5 MANFAAT MAKALAH
Berdasarkan tujuan penulisan, rumusan masalah, dan pasal-pasal yang saling
berkomplemen diatas, maka manfaat yang dapat diambil penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mendidik pola pikir para insinyur dalam penyelesaian sengketa
2. Untuk mengubah proses penyelesaian sengketa lewat pengadilan
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Undang-Undang JASA KONSTRUKSI
Undang-undang jasa konstruksi no 18 Tahun 1999
BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Pertama
U m u m
Pasal 36
1) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
3) Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, gugatan melalui
pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil
oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Di luar Pengadilan
Pasal 37
1) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk
masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan
penyelenggaraanpekerjaan konstruksi, serta dalam hal terjadi kegagalan bangunan.
2) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan jasa pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak.
3) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk oleh Pemerintah
dan/atau masyarakat jasa konstruksi.
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
Bagian Ketiga
Gugatan Masyarakat
Pasal 38
1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak
mengajukan gugatan ke pengadilan secara:
a. orang perseorangan;
b. kelompok orang dengan pemberian kuasa;
c. kelompok orang tidak dengan knasa melalu gugatan perwakilan.
2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi sedemikian rupa sehingga mempengarahi peri kehidupan pokok
masyarakat, Pemerintah wajib berpihak pada dan dapat bertindak untuk kepentingan
masyarakat.
Pasal 39
Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) adalah tuntutan untuk
melakukan tindakan tertentu dan/atau tuntutan berupa biaya atau pengeluaran nyata
dengan tidak menutup kemungkinan tuntutan lain sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 40
Tatacara pengajuan gugatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat
(1) diajukan oleh orang perseorangan, kelompok orang, atau lembaga kemasyarakatan
dengan mengacu kepada Hukum Acara Perdata.
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
2.2 Undang-Undang TERKAIT
Undang-undang No. 30 / 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
BAB II
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 6
1) Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui
alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan
mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.
2) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh
para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan
dalam suatu kesepakatan tertulis.
3) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda
pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun
melalui seorang mediator.
4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan
bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak
berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua
belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau
lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.
5) Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus
sudah dapat dimulai.
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
6) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling
lama 30 ( tiga puluh ) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang
ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.
7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan
mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di
Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
penandatanganan.
8) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh) hari
sejak pendaftaran.
9) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat
(6) tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis
dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad–
hoc.
BAB VI
PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE
Bagian Pertama
Arbitrase Nasional
Pasal 60
Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat
para pihak.
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
2.3 REFERENSI PENDUKUNG
PP No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
BAB VI
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 49
1. Penyelesaian sengketa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi di luar
pengadilan dapat dilakukan dengan cara :
a. melalui pihak ketiga yaitu :
1. mediasi (yang ditunjuk oleh para pihak atau oleh Lembaga
Arbitrase dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa);
2. konsiliasi; atau
b. arbitrase melalui Lembaga Arbitrase atau Arbitrase Ad Hoc.
2. Penyelesaian sengketa secara mediasi atau konsiliasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a dapat dibantu penilai ahli untuk memberikan
pertimbangan profesional aspek tertentu sesuai kebutuhan.
Pasal 50
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan jasa mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a angka 1) dilakukan dengan
bantuan satu orang mediator.
2. Mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditunjuk berdasarkan
kesepakatan para pihak yang bersengketa.
3. Mediator tersebut harus mempunyai sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh
Lembaga.
4. Apabila diperlukan, mediator dapat minta bantuan penilai ahli.
5. Mediator bertindak sebagai fasilitator yaitu hanya membimbing para pihak
yang bersengketa untuk mengatur pertemuan dan mencapai suatu
kesepakatan.
6. Kesepakatan tersebut pada ayat (5) dituangkan dalam suatu kesepakatan
tertulis.
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
Pasal 51
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan jasa konsiliasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a angka 2) dilakukan dengan
bantuan seorang konsiliator.
2. Konsiliator sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditunjuk berdasarkan
kesepakatan para pihak yang bersengketa.
3. Konsiliator tersebut harus mempunyai sertifikat keahlian yang ditetapkan
oleh Lembaga.
4. Konsiliator menyusun dan merumuskan upaya penyelesaian untuk
ditawarkan kepada para pihak.
5. Jika rumusan tersebut disetujui oleh para pihak, maka solusi yang dibuat
konsiliator menjadi rumusan pemecahan masalah.
6. Rumusan pemecahan masalah sebagaimana tersebut pada ayat (5)
dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.
Pasal 52
Kesepakatan tertulis dalam penyelesaian sengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1)
huruf a butir 1 dan butir 2, Pasal 50, dan Pasal 51 yang ditandatangani oleh
kedua belah pihak bersifat final dan mengikat para pihak untuk
dilaksanakan dengan iktikad baik.
Pasal 53
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan jasa arbitrase sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b dilakukan dengan melalui
arbitrase sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat.
Pasal 54
Tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase
dilakukan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian
sengketa.
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
BAB III METODE PEMECAHAN MASALAH
3.1 METODE PEMECAHAN
Penulisan ini menggunakan bentuk penelitian hukum normatif kualitatif yang
menghasilkan data deskriptif dari pihak yang terkait dengan alternatif penyelesaian
konstruksi. Dikaitkan dengan etika, norma, dan disiplin ilmu teknik sipil, penulisan ini
termasuk penelitian juridis normatif. Dengan demikian penilisan ini selalu mengacu kepada
asas-asas hukum, dan peraturan perundang-undangan yang menitikberatkan pada penelitian
kepustakaan dibidang teknik sipil dengan menggunakan bahan yang ada.
Langkah pemecahan masalah dimulai dengan menginventarisasi peraturan-peraturan
yang berlaku. Kemudian disusun menurut norma-normanya untuk menentukan mana yang
merupakan peraturan secara umum maupun yang bersifat khusus.
Sifat pemecahan masalah yang akan dilakukan yaitu deskriptif. Hal tersebut karena
dari penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan pola pikir kepada para insinyur
dalam penyelesaian sengketa. Maksud yang diperjelas adalah untuk menegaskan hipotesa-
hipotesa agar dapat membantu memperkuat argumentasi serta teori-teori lama. Selain itu,
juga agar diperoleh gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai masalah yang
diteliti, melalui pemaparan data dan studi kasus.
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
3.2 METODE PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan sesuai dengan jenis dari
sumber datanya. Sumber data yang kemudian disebut bahan penulisan ini diperoleh lewat
penelitian kepustakaan akan dinventarisasi dan dianalisis secara komprehensif dan terpadu.
Bahan-bahan hukum yang diperoleh lewat penelitian kepustakaan meliputi data
hukum primer, data hukum sekunder dan bahan tersier. Data yang diperlukan , diinventarisasi
kemudian terhadap data hukum yang berkenaan dengan pokok masalah atau tema sentral
diidentifikasi untuk digunakan dalam pembahasan masalah secara analisis. Berikut adalah
data hukum yang digunakan dalam penelitian ini:
a. Data Hukum Primer :
1. Undang-undang
2. Peraturan pemerintaah republik indonesia
b. Data Hukum Sekunder :
1. Karya ilmiah dibidang ilmu hukum konstruksi
2. Hasil-hasil penelitian berupa laporan
3. Jurnal, artikel dan makalah
c. Data Hukum Tersier, terdiri dari berbagai kamus hukum dan ensiklopedi
hukum sebagai pelengkap atas diksi yang digunakan
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
BAB IV HASIL ANALISA
4.1 DATA YANG DIDAPAT
Berdasarkan dari data-data yang telah dihimpun, maka didapatkan susunan data yang
berhasil terinventarisasi berdasarkan topik yang diambil untuk penulisan ini. Data-data
tersebut berisi pasal-pasal, pengertian akan beberapa hal, dan contoh kasus mengenai
arbitrase yang diselesaikan oleh BANI. Berikut adalah beberapa data yang berhasil dihimpun
:
i. Jenis-jenis Sengketa Jasa Konstruksi menurut Bambang Poerdyatmono
ii. Alternatif Penyelesaian Sengketa Jasa Konstruksi menurut Bambang Poerdyatmono
dan Nazarkhan Yasin
iii. Pengertian Arbitrase dan alur pengajuan arbitrase oleh BANI
iv. Salinan Putusan Badan Arbitrase Nasional No 283 / VII/ ARB-BANI / 2008 tanggal
13 Januari 2009
v. Undang undang no 18 tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi
vi. Undang-undang no 30 tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa
vii. PP no 29/ 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
4.2 PROSES ANALISA
Proses analisa yang digunakan adalah untuk penulisan ini bersifat deskriptif kualitatif
dengan menggunakan data-data yang didapat lalu dijadikan dalam bentuk tabulasi sehingga
dapat dengan mudah dibaca dan dimengerti oleh para insinyur. Sebagian dari tabulasi yang
ada merupakan hasil dari data yang terolah sebagian yang berarti data tersebut telah diolah
sebelumnya dan akan dimunculkan kembali sebagai analisa komparatif terhadap topik yang
dibahas dengan menggunakan data pelengkap. Berikut adalah diagram 4.1 yang
menunjukkan proses analisa yang digunakan :
----------------
Data Mentah
Data PRIMER
Data terolah sebagian
Data SEKUNDER
Data Pelengkap
Data TERSIER
Tabulasi
Deskriptif
Komparatif
Deskripsi Komparasi
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
4.3 HASIL ANALISA
i. Jenis-Jenis Sengketa Konstruksi
Jenis Precontractual Contractual Pascacontractual
Terjadi pada tahap Sebelum konstruksi
dimulai
Saat konstruksi
berlangsung
Setelah Konstruksi
dimulai
Kondisi Proses Penawaran Proses Kerja Setelah 10 tahun atau
ketika Garansi habis
Pengikat ---- Kontrak ----
Contoh Pemalsuan dokumen Percepatan Pekerjaan Kerusakan bangunan
ii. Alternatif Penyelesaian Sengketa Jasa Konstruksi menurut Bambang Poerdyatmono
dan Nazarkhan Yasin
Alternatif Mediasi Konsultasi Konsiliasi Negosiasi
Pihak yang
terlibat
Pihak yang
saling
bersengketa
Pihak yang
memerlukan
konsultasi
Pihak yang
saling
bersengketa
Pihak yang
saling
bersengketa
Proses Dipertemukan
untuk
membicarakan
solusi
Konsultasi
kepada pihak
yang ahli
dibidangnya
Dipertemukan
untuk memilih
solusi yang
diberikan
Dipertemukan
untuk diskusi
formal dan
saling bertukar
solusi
Pihak Ketiga Mediator
sebagai
fasilitator
Konsultan
sebagai pemberi
pendapat
Konsiliator
sebagai
penyusun dan
pemberi solusi
Negosiator
sebagai
penghubung
antara pihak
yang
bersengketa
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
iii. Pengertian Arbitrase dan Prosedur arbitrase oleh BANI
Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para
pihak menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yang
disebut arbiter, untuk memberikan putusan.
Arbiter adalah orang perseorangan yang netral yang ditunjuk untuk
memberikan putusan atas persengketaan para pihak.
Perjanjian Arbitrase adalah perjanjian para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase yang dituangkan dalam klausula arbitrase atau
perjanjian tersendiri.
Putusan Arbitrase adalah keputusan tertulis yang dijatuhkan oleh arbiter atas
sengketa yang telah diperiksanya berdasarkan ketentuan hukum atau
berdasarkan kepatutan dan keadilan.
Majelis Arbitrase BANI atau Majelis, baik dalam huruf besar atau huruf
kecil, adalah Majelis yang dibentuk menurut Prosedur BANI dan terdiri dari
satu atau tiga atau lebih arbiter
Putusan, baik dalam huruf besar atau huruf kecil, adalah setiap putusan yang
ditetapkan oleh Majelis Arbitrase BANI, baik putusan sela ataupun putusan
akhir/final dan mengikat;
BANI adalah Lembaga Badan Arbitrase Nasional Indonesia.
Dewan adalah Badan Pengurus BANI;
Ketua adalah Ketua Badan Pengurus BANI, kecuali dan apabila jelas
dinyatakan bahwa yang dimaksud adalah Ketua Majelis Arbitrase. Ketua
BANI dapat menunjuk Wakil Ketua atau Anggota Badan Pengurus yang lain
untuk melaksanakan tugas-tugas Ketua sebagaimana ditetapkan dalam
Peraturan Prosedur ini, termasuk dalam hal tertentu untuk menunjuk satu atau
lebih arbiter, dalam hal mana rujukan kepada Ketua dalam Peraturan ini
berlaku pula terhadap Wakil Ketua atau Anggota Badan Pengurus yang lain
yang ditunjuk tersebut.
Pemohon berarti dan menunjuk pada satu atau lebih pemohon atau para pihak
yang mengajukan permohonan arbitrase;
Undang-Undang berarti dan menunjuk pada Undang-undang Republik
Indonesia No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa;
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
Termohon berarti dan menunjuk pada satu atau lebih Termohon atau para
pihak terhadap siapa permohonan arbitrase ditujukan;
Para Pihak berarti Pemohon dan Termohon;
Peraturan Prosedur berarti dan menunjuk pada ketentuan-ketentuan
Peraturan Prosedur BANI yang berlaku pada saat dimulainya penyelenggaraan
arbitrase, dengan mengindahkan adanya kesepakatan tertentu yang mungkin
dibuat para pihak yang bersangkutan
Sekretariat berarti dan menunjuk pada organ administratif BANI yang
bertanggung jawab dalam hal pendaftaran permohonan arbitrase dan hal-hal
lain yang bersifat administratif dalam rangka penyelenggaraan arbitrase;
Sekretaris Majelis berarti dan menunjuk pada sekretaris majelis yang
ditunjuk oleh BANI untuk membantu administrasi penyelenggaraan arbitrase
bersangkutan; dan
Tulisan, baik dibuat dalam huruf besar atau huruf kecil, adalah dokumen-
dokumen yang ditulis atau dicetak di atas kertas, tetapi juga dokumen-
dokumen yang dibuat dan/atau dikirimkan secara elektronis, yang meliputi
tidak saja perjanjian-perjanjian tetapi juga pertukaran korespondensi, catatan-
catatan rapat, telex, telefax, e-mail dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya
yang demikian; dan tidak boleh ada perjanjian, dokumen korespondensi, surat
pemberitahuan atau instrumen lainnya yang dipersyaratkan untuk diwajibkan
secara tertulis, ditolak secara hukum dengan alasan bahwa hal-hal tersebut
dibuat atau disampaikan secara elektronis.
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
Prosedur Arbitrase
----------------------------
----------------- ----------------
Pihak yang
bersengketa
Pihak yang
bersengketa
Tertulis
Saling sepakat membawa ke arbitrase
Majelis
Badan Arbitrase Nasional Indonesia
Arbiter Arbiter Arbiter
Keputusan Ketua
Majelis
Sekretaris
Majelis
Pengesahan Pengesahan
1.Administrasi
2.Pendaftaran
Bayar
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
iv. Salinan Putusan Badan Arbitrase Nasional No 283 / VII/ ARB-BANI / 2008 tanggal
13 Januari 2009
Perkara diajukan oleh PT. Hutama Karya (Persero) Sebagai Pemohon dan
mengajukan Pemerintah Indonesia (Departemen Pekerjaan Umum cq Direktorat
Jendral Bina Marga cq Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota cq Satuan
Kerja Non Vertikal Tertentu Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Jakarta
Wilayah I Suprapto Flyover dan Pemuda Pramuka Flyover) sebagai Termohon. PT.
Hutama Karya (Persero) mengajukan perkara ini berdasarkan ketentuan yang terdapat
pada addendum no 10 yang dibuat pada tanggal 30 Juni 2008 yang berisikan
mengenai pilihan penyelesaian sengketa melalui forum Arbitrase di BANI (Badan
Arbitrase Nasional Indonesia)
Dalam proyek yang dikenal dengan nama “Urban Arterial Roads
Development in Metropolitan and Large Citites Project, JBIC Loan No. IP 488,
Packet No. 2, Suprapto Flyover and Pemuda Pramuka Flyover”
Berikut hal-hal yang diperkarakan :
Keterlambatan pembebasan tanah oleh Pemerintah
Perubahan nilai kontrak
Jangka waktu penyelesaian pekerjaan konstruksi
Masalah utilitas jalan
Masalah kondisi tidak terlihat
Masalah perubahan urutan pekerjaan
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
Perkara yang diajukan pada tanggal 11 Juli 2008 dan telah memperoleh
pututsan oleh Majelis Arbiter BANI pada hari Selasa tanggal 13 Januari 2009 dan
telah dibacakan dihadapan kuasa hukum Pemohon dan Termohon di kantor BANI,
Gedung Wahana Graha lantai 2, Jln. Mampang Prapatan No.2 Jakarta Selatan oleh
Majelis Arbitrase yang terdiri dari M. Husseyn Umar, S.H, FCBArb., sebagai ketua
Majelis Arbitrase, dan Ir. Harianto Sunidja, M.Sc., Ph.D, FCBArb., dan Ir Madjedi
Hasan, MPE, MH., masing-masing sebagai anggota majelis arbitrase serta didampingi
oleh Sekretaris Majelis Kartadu S, S.H. Adapun hasil putusan telah ditetapkan dan
disahkan oleh Ketua dan Sekretaris Majelis Badan Arbitrase Nasional Indonesia dan
bersifat mengikat dengan inti rincian sebagai berikut
Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian dari nilai yang
dimohonkan
Menyatakan Termohon telah melakukan ingkar janji (wanprestasi)
Menghukum Termohon membayar kepada pemohon sejumlah
Rp. 24.565.037.034,- dibulatkan Rp.24.565.000.000,- (termasuk bunga)
(dua puluh empat milyar lima ratus enam puluh lima juta rupiah)
Menghukum termohon untuk membayar kepada Pemohon biaya arbitrase
dalam perkara ini sebesar Rp. 369.417.000,-
(tiga ratus enam puluh sembilan juta empat ratus tujuh belas ribu rupiah)
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
v. Penjelasan
UU no 18 / 1999
Tentang Jasa Konstruksi
UU no 30 / 1999
Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian
Sengketa
PP no 29 / 2000 Tentang
Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi
Keputusan bersifat final,
mutlak
Keputusan bersifat final,
mutlak
Keputusan bersifat final,
mutlak
Pengadilan (Pidana/Perdata) ---- ----
Luar pengadilan
dibantu pihak ketiga
Luar pengadilan
Konsultasi
Mediasi
Negosiasi
Konsiliasi
Penilaian Ahli
Luar pengadilan
Konsultasi
Mediasi
Negosiasi
Konsiliasi
Penilaian Ahli
vi. Undang-undang no 18 tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi
Cukup Jelas
vii. Undang-undang no 30 tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa
Cukup Jelas
viii. PP no 29/ 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Cukup Jelas
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
BAB V PEMBAHASAN
Pada Bab ini akan dibahas mengenai analisa yang telah ditabulasikan. Beberapa
pembahasan akan langsung menjawab dari beberapa rumusan pertanyaan sebelumnya.
Mengapa ditemukan sengketa dalam dunia konstruksi?
Akibat adanya kerugian pada satu pihak yang berkepentingan
Apakah insinyur dapat berperan dalam penyelesaian sengketa?
Dengan sebagai pemberi data valid atas klaim yang terjadi
Bagaimana cara menentukan alternatif penyelesaian sengketa yang efektif?
Melalui kondisi dan keinginan untuk menyelesaikan sengketa
Pedoman yang digunakan untuk membantu alternatif penyelesaian sengketa?
Undang-undang dan peraturan yang berlaku di Negara Republik Indonesia
Siapa saja yang berwenang menjadi pihak ketiga dalam alternatif penyelesaian
sengketa?
Para ahli di bidangnya, Lembaga yang berwenang, pihak yang ditunjuk oleh
kedua belah pihak
Melalui tabulasi dan diagram diatas, pengertian akan masing-masing unsur menjadi
lebih mudah dimengerti oleh para insinyur. Kemudian mengenai undang-undang dan
peraturan yang berkomplement satu sama lain sebetulnya memiliki persamaan pada klausa
yang dibahas pada BAB peraturan dan undang-undang tersebut. Sehingga mencari
komplement dari undang-undang dan peraturan menjadi lebih mudah. Adapun yang
berkomplement adalah alternatif penyelesaian sengketa dan arbitrase. Hasil yang didapat dari
komplement tersebut juga saling melengkapi tak mengurangi isi yang dijelaskan.
Akan tetapi, pada studi kasus mengenai putusan Badan Arbitrase Nasional No 283 /
VII/ ARB-BANI / 2008 tanggal 13 Januari 2009 telah didapatkan bahwa keputusan tiap
Pemohon kepada Termohon belum tentu terkabulkan semuanya oleh Majelis. Namun
keputusan tersebut telah diterima dengan baik oleh kedua pihak yang bersengketa.
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
BAB VI KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan permasalahan serta analisis yang dikemukakan pada bab-bab
sebelumnya dapat disusun kesimpuan sebagai berikut :
1. Dalam penyelesaian sengketa, pihak insinyur dapat berperan serta untuk membantu
menyelesaikan masalah.
2. Alternatif penyelesaian sengketa dan arbitrase merupakan salah satu cara untuk
menyelesaikan perkara dengan terhormat efektif.
3. Apabila sengketa terjadi, maka pihak yang bersengketa dapat meminimalisir kerugian
yang terjadi dengan alternatif penyelesaian sengketa dan arbitrase.
4. Setiap putusan dari arbitrase merupakan final, mutlak dan tidak dapat naik banding
dan dimasukkan kembali ke arbitrase.
5. Sengketa konstruksi dapat dihindari dengan adanya koordinasi yang baik dan asas
saling percaya dan jujur satu sama lain.
6. Undang-undang no 18 Tahun 1999 dan Undang-undang no 30 tahun 1999 dan
peraturan pemerintah no 29 tahun 2000 merupakan pedoman yang valid untuk
alternatif penyelesaian sengketa dan arbitrase di Indonesia
BAB VII SARAN
1. Perlu adanya tinjauan kembali mengenai sengketa yang melibatkan pihak umum atau
masyarakat.
2. Kasus pengadilan untuk sengketa konstruksi banyak yang tidak valid dan selesai di
pengadilan sehingga tidak bisa dijadikan pembanding untuk alternatif penyelesaian
sengketa dan arbitrase.
3. Validasi lebih lanjut terhadap proses arbitrase yang mengajukan bahwa pembayaran
harus dilakukan diawal pengajuan arbitrase kepad Majelis BANI
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Yasin, Nazarkhan., Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2006
Shahab, Hamid., Aspek Hukum Dalam Sengketa Bidang Konstruksi, Penerbit Djambatan,
Jakarta, 1996
Publikasi jurnal dan skripsi
Poerdyatmono, Bambang., 2003, Sengketa Pelaksanaan Kontrak Kerja Konsultan Pengawas
Konstruksi, Skripsi S-1 llmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sunan Giri,
Surabaya (tidak dipublikasikan)
Poerdyatmono, Bambang., 2005, Asas Kebebasan Berkontrak (Contractvrijheid Beginselen)
dan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) pada Kontrak Jasa
Konstruksi, Jurnal Teknik Sipil, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Atmajaya, Jogjakarta, Volume 6 No. 1.
Poerdyatmono, Bambang., 2008, Sengketa Jasa Konstruksi sebagai Akibat Terbitnya
Beschikking dan Pelaksanaan Kortverban Contract : Tinjauan Aspek Hukum
Manajemen Proyek,Prosiding Seminar Nasional VII, Program Studi Magister
Manajemen Teknologi, Program Pascasarjana Institut Teknologi 10 November
Surabaya
Poerdyatmono, Bambang., 2007, Alternatif Penyelesaian Sengketa Jasa Konstruksi
, Jurnal Teknik Sipil, Fakultas Teknik , Universitas Madura,
Pamekasan
Pinandita, Rizki Wahyu Sinatria., 2009, Penanganan Sengketa Pada Kontrak Konstruksi
Yang Berdimensi Publik, Tesis S-2 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas
Indonesia, Jakarta
Undang-Undang....., Haryadi Wirawan, FT UI, 2009 Universitas indonesia
Undang-Undang dan Peraturan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Jasa Konstruksi
Putusan
Salinan Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia No. 283 / VII / ARB-BANI / 2008
tanggal 13 Januari 2009
Recommended