View
68
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
asuhan keperawatan asma
Citation preview
LAPORAN MAKALAH
KELOMPOK II
“Asuhan Keperawatan Anak dengan Asma”
Anggota Kelompok :
1. Arde Sandri N. : 12031006 8. Wulan Khairini : 12031053
2. Dola Ulti Sari : 12031009 9. Wella herliyanti : 12031050
3. Enggi Inglian Dani : 12031014 10. Yulia Nelfiza : 12031055
4. Esti Lestari : 12031015 11. Uci Verdina : 12031046
5. Afrila Bella sari : 12031001 12. Ibnu Agus S. : 12031020
6. Ferina Oetami M. : 12031018 13. M. Dzulfikar : 12031032
7. Lia Racmita Sari : 12031025 14. Trisna : 10031045
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKes HANG TUAH PEKANBARU
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun Laporan Makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Anak dengan Asma” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan laporan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh sebab itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing Ns. Riau Roslita,
S.Kep dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini, semoga bantuannya
mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan laporan selanjutnya.
Akhir kata semoga laporan ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Pekanbaru, 27 Desember 2014
Penyusun
(Kelompok II)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2 Tujuan .....................................................................................................................4
1.3 Manfaat....................................................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Asma......................................................................................................5
2.2 Etiologi Asma..........................................................................................................5
2.3 Klasifikasi Asma......................................................................................................6
2.4 Manifestasi Klinis Asma.........................................................................................7
2.5 Komplikasi Asma....................................................................................................7
2.6 Patofisiologi Asma..................................................................................................7
2.7 Evaluasi Diagnostik Asma.......................................................................................8
2.8 Penatalaksanaan Asma............................................................................................9
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Asuhan Keperawatan Asma.....................................................................................12
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .............................................................................................................21
4.2 Saran........................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma ialah suatu proses obstruksi pernapasan yang reversible, yang ditandai oleh periode
eksaserbasi dan remisi, terjadi spasme bronchial yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
Kondisi ini umumnya muncul sebelum usia 5 tahun, dan sebelum usia remaja, lebih sering pada
anak laki-laki disbanding perempuan.
Asma masih 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey
asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta< Bandung,
Semarang< Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6-
12 tahun) berkisar 3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP si Jakarta Pusat sebesar 5,8% tahun
1995 dan tahun 2001 di Jakarta Timur sebesar 8,6%. Berdasarkan gembaran tersebut di atas,
terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian
secara serius.Pengamatan di 5 propinsi di Indonesia (Sumatra Utara, Jawa tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan) yang silaksanakan oleh subdit Penyakit Kronik dan
Degeneratif Lain pada bulan April tahun 2007, menunjukkan bahwa pada umumnya upaya
pengendalian asma belum terlaksana dengan baik dan masih sangat minimnya ketersediaan
peralatan dan pengetahuan tentang penyakit asma juga sangat kurang.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami konsep Asma
2. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan Asma
1.3 Manfaat
Dengan adanya makalah ini. Diharapkan dapat memberikan manfaat, yakni:
1. Untuk penulis dan pembaca
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan dan
informasi atau wawasan mengenai asuhan keperawatan Asma.
2. Untuk pihak lain
Sebagai sumber data dan acuan dalam melaksanakan penelitian-penelitian selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada jalan napas tempat banyak sel (sel mast, eosinofil,
dan limfosit T) memegang peranan. Pada anak yang rentan, inflamasi menyebabkan episode
mengi kambuhan, sesak napas, dadak sesak, dan batuk, terutama pada malam hari atau pagi hari.
(Wong, 2008)
Asma ialah suatu proses obstruksi pernapasan yang reversible, yang ditandai oleh periode
eksaserbasi dan remisi, terjadi spasme bronchial yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
(Kathleen, 2007)
2.2 Etiologi Asma
Penelitian tentang anak yang menderita asma menunjukkan bahwa alergi memengaruhi
persistensi dan keparahan penyakit. Akan tetapi pada bayi, terdapat hubungan yang kuat antara
infeksi virus dan asma. Allergen tidak begitu berperan menyebabkan asma karena terjadinya
sensitivitas alergi memerlukan waktu. Terdapat juga factor predisposisi genetic utnuk terjadinya
respons alergi terhadap allergen yang banyak terdapat di udara (National Asthma Education and
Prevention Program, 1997). Selain allergen, zat dan kondisi lain juga dapat mencetus episode
asma (Kotak 23-14). Meskipun alergen berperan penting untuk terjadinya asma, pada beberapa
kasus tidak ada proses alergi yang dapat dideteksi. Teori-teori lain seperti (1) defek dasar pada
reseptor adrenergic β terhadap leukosit dan (2) peningkatan aktivitas kolinergik telah
dimunculkan. Akan tetapi, sebagian besar ahli menyetujui bahwa asma melibatkan factor-faktor
biokimia, imunologik, infeksius, endokrin, dan psikologik.
Pemicu yang Mencetuskan dan/atau Memperburuk Eksaserbasi Asma.
Alergen
Diluar rumah pohon, semak-semak, rumput-rumputan, jamur, serbuk sari, polusi udara, spora.
Didalam rmah : debu dan/atau tungau debu, jamur, antigen kecoa.
Iritan : asap tembakau, asap kayu, bau, semprotan
Pajanan pada zat kimia
Latihan fisik
Udara dingin
Perubahan cuaca dan suhu
Perubahan lingkungan : pindah ke rumah baru, ememulai sekolah baru, dll
Flu dan infeksi
Hewan : kucing, anjing, pengerat, kuda
Obat : aspirin, obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID), antibiotic, penyekat data.
Emosi yang kuat : takut, marah, tertawa, menangis
Kondisi : refluks gastroesofagus, fistula trakeosofagus
Aditif makanan : pengawat sulfit
Makanan : kacang, produk susu
Factor-faktor endokrin : menstruasi, kehamilan, penyakit tiroid.
(Wong, 2008)
2.3 Klasifikasi Asma
Klasifikasi keparahan asma pada anak berusia 5 tahun atau lebih : gambaran klinis.
Langkah 4 : Asma Persisten Berat
Gejala kontinu
Eksaserbasi sering
Gejala lebih sering di malam hari
Aktivitas fisik terbatas
Aliran ekspirasi puncak (peak explatory flow, PEF) atau volume ekspirasi kuat dalam 1 detik
(FEV) ≤ 60% dari nilai yang sudah diperkirakan.
Variabilitas PEF > 30%
Langkah 3 : Asma Persisten Sedang
Gejala setiap hari
Penggunaan inhalasi agonis β2 kerja singkat
Ekaserbasi memengaruhi aktivitas
Eksaserbasi ≥ 2 kali seminggu
Eksaserbasi dapat berlangsung berhari-hari
Gejala di malam hari > 1 kali seminggu
PEF/FEV, > 60% sampai < 80% dari nilai yang sudah diperkirakan
Variabilitas PEF> 30%
Langkah 2 : Asma Persisten Ringan
Gejala >2 kali seminggu, namun < 1 kali sehari
Eksaserbasi dapat memengaruhi aktivitas
Gejala di malam hari >2 kali sebulan
PEF/FEV, ≥ 80% dari nilai yang sudah diperkirakan
Varibilitas PEF 20% sampai 30%
Langkah 1 : Asma Intermiten Ringan
Gejala ≤ 2 kali seminggu
Eksaserbasi singkat (dari beberapa jam sampai beberapa minggu); intensitas dapat bervariasi
Gejala dimalam hari ≤ 2 kali sebulan
PEF asimtomatik dan normal diantara eksaserbasi
PEF atau FEV ≥ 80% dari nilai yang sudah diperkirakan
Varibilitas PEF < 20%
(Wong, 2008)
2.4 Manifestasi Klinis Asma
Manifestasi klinis Asma
BATUK
Batuk kering, paroksismal, iritatif, dan nonproduktif.
Kemudian menghasilkan sputum yang berbusa, jernih, dan kental.
TANDA-TANDA TERKAIT PERNAPASAN
Sesak napas
Fase ekspirasi memeanjang
Mengi dapat terdengar
Tulang zigomatik memerah dan telinga merah
Bibir berwarna gelap
Dapat berkembang menjadi sianosis pada dasar kuku dan/atau sianosis sirkumoral
Gelisah
Ketakutan
Berkeringat semakin banhyak sejalan dengan berkembangnya serangan asma.
Anak yang sudah besar dapat duduk tegak dengan bahu dibungkukkan, tangan berada diatas
meja atau kursi, dan lengan menahan.
Berbicara dengan frase yang singkat, terpatah-patah dan terengah-engah.
DADA
Hiperesonansi pada perkusi
Bunyi napas kasar dank eras
Mengi diseluruh bidang paru
Ekspirasi memanjang
Ronki kasar
Mengi pada saat inspirai dan ekspirasi nada meninggi
PADA EPISODE BERULANG
Dada barrel
Bahu meninggi
Penggunaan otot-otot pernapasan aksesoris
Tampilan wajah: tulang zigomatik mendatar, lingkaran di sekeliling mata, hidung mengecil, gigi
atas menonjol.
(Wong, 2008)
2.5 Komplikasi Asma
Komplikasi potensial yang terjadi termasuk pneumotoraks, gagal jantung, infeksi pernapasan,
gangguan emosional, dan bahkan kematian. Pada kasus yang sama, kondisi anak dapat membaik
pada usia remaja, atau berkembang menjadi emfisema pada masa dewasa. (Kathleen,2007)
2.6 Patofisiologi Asma
Terdapat persetujuan umum bahwa inflamasi berperan dalam peningkatan reaktivitas jalan
napas. Mekanisme yang menyebabkan inflamasi jalan nafas cukup beragam, dan peran setiap
mekanisme tersebut bervariasi dari satu anak ke anak lain serta selama perjalanan penyakit. Akan
tetapi, pengetahuan mengenai pentingnya inflamasi telah membuat penggunaan agens anti-
inflamasi sebagai komponen ini dalam terapi asma yang terbaru. Komponene penting asma
lainnya adalah bronkospasme dan obstruksi. Mekanisme yang menyebabkan gejala obstruktif.
Konstriksi bronkus merupakan reaksi normal terhadap stimulasi asing, namun pada anak
yang menderita asma biasanya sangat parah hingga menyebabkan penyempitan dn ppemendekan
jalan nafas, yang secara signifikan meningkatkan reistensi jalan napas tehadap aliran udara.
Secara normal, bronkus berdilatasidan memanjang selama ekspirasi. Oleh karena itu, kesulitan
bernapas lebih berat terjadi selama fase ekspirasi.peningkatan tahanan dalam jalan napas
menyebabkan ekspirasi yang dipaksakan melewati lumen sempit. Volume udara yang terjebak
dalam paru meningkatkan pada saat jalan napas secara fungsional menutup di titik antara alveoli
dan bronkus lobules. Gas yang terjebak ini mendorong individu untuk bernapas pada volume
paru yang semakin tiongg. Akibatnya, orang yang menderita asma harusberjuang untuk
menginspirasi jumlah udara yang cukup. Upaya keras untuk bernapas ini akan menyebabkan
keletihan, penurunan efektivitas pernapasan, dan peningkatan konsumsi oksigen. Inspirasi yang
terjadi ketika volume paru lebih tinggi akan menginflasi alveoli secara berl;ebihan dan
menurunkan efektivitas batuk. Jika obstruksi semakin parah, terjadi penurunan ventilasi alveolus
disertai retensi karbon diokside, hipoksemia, asidosis pernapasan, dan akhirnya, gagal napas.
(Wong, 2008)
2.7 Evaluasi Diagnostik Asma
Anak yang menderita asma dapat mengalami gejala-gejala yang berawal dari episode akut napas
pendek, mengi, dan batuk dilanjutkan dengan periode tenang sampai ke pola gejala kronis yang
relative kontinu dengan tingkat keparahan yang berfluktuasi. Serangan asma dapat terjadi
bertahap atau tiba-tiba dan dapat didahului dengan ISPA. Usia anak sering menjadi factor
signifikan, karena serangan pertama pada kebanyakkan kasus terjadi pada usia antara 3 dan 8
tahun. Pada masa bayi serangan biasanya terjadi setelah infeksi pernapasan. Sebagian anak
dapat mengalami gatal prodromal di bagian depan leher atau di punggung bagian atas tepat
sebelum serangan.
Diagnosis ditentukan terutama berdasarkan manifestasi klinis, riwayat, pemeriksaan fisik,
dan uji laboratorium. Pemeriksaan radiografik biasanya digunakan untuk mengesampingkan
adanya penyakit lain dan untuk mengevaluasi adanya penyakit lain yang menyertai. Umumnya,
batuk kronis pada keadaan tanpa infeksi atau mengi yang menyebar selama fase ekspirasi
pernapasan sudah cukup menetapkan diagnosis.
1. Uji fungsi paru
Uji fungsi paru merupakan metode diagnostic yang objektif dan dapat diulang untuk
mengevaluasi keberadaan dan derajat penyakit paru, serta respons terhadap terapi.
Spirometri umumnya dapat dilakukan secara reliable pada anak berusia 5 atau 6 tahun dan
mencakup penggunaan spirometer mekanis tradisional dan sederhana yang sering dilakukan
di klinik, tempat praktik dokter, dan rumah atau versi yang sudah terkomputerisasi.
Pengukuran penting lainnya adalah laju aliran ekspirasi pernapasan puncak (peak ekpiratory
flow rate, PEFR), yang mengukur aliran udara maksimal yang dapat diekshalasi sekuatnya
dalam 1 detik. PEFR diukur dalam satuan liter per menit menggunakan peak expiratory flow
meter (PEFM). Tiga zona pengukuran biasanya digunakan untuk membaca hasil PEFR.
Sistem zona dengan lampu lalu lintas sehingga mudah digunakan dan dilihat. Setiap anak
perlu membuat nilai terbaik individu. Nilai terbaik individu dapat dibentuk selama periode 2
sampai 3 minggu yairu pada saat anak melakukan PEFR selama sedikitnya dua kali sehari.
Setelah nilai terbaik individu diperoleh, PEFR anak dapat dibandingkan dengan nilai terbaik
tersebut.
2. Uji kulit
Berguna untuk mengidentifikasi allergen spesifik, dan hasil yang diperoleh dengan teknik
fungsi akan lebih baik daripada yang diambil dengan uji intrakutan dengan gejala dan
pengukuran yang sesuai antibody immunoglobulin E (IgE).
3. Uji provokatif
Pajanan langsung membrane mukosa dengan antigen yang dicurigai dalam peningkatan
konsentrasi, membantu identifikasi allergen yang terinhalasi.
4. Uji radioalergosorben (RAST)
Membantu mengidentifikasi antigen terhadap berbagai makanan dan sering digunakan untuk
menentukan terapi yang tepat.
(Wong, 2008)
2.8 Penatalaksanaan Asma
Tujuan umum dari penatalaksanaan asma adalah mencegah disabilitas dan meminimalkan
morbiditas fisik dan psikologis-untuk membantu anak hidup senormal dan sebahagia mungkin.
Hal ini mencangkup memfasilitasi penyesuaian sosial anak dalam keluarga, sekolah, dan
komunitas, serta partisipasi normal dalam aktivitas rekreasi dan olah raga. Untuk mencapai
tujuan ini, berbagai upayah diarahkan pada pengenalan episode akut secara dini, mengunjungi
pemberi layanan kesehatan secara teratur dan menginplementasikan iiritas dan factor alergi dari
lingkungan anak, mengajarkan pada orang tua tentang sifat jangka panjang dari penyakit dan
bagaimana penatalaksanaan eksaserbasi penyakit, serta membantu anakmenghadapi penyakit
tersebut secara konstruktif. Kepatuhan terhadap program pengobatan merupakan hal yang
penting untuk keberhasilan pengobatan.
1. Pengendalian allergen
Tujuan utama terapi nonfakrmakologik adalah pencegahan dan pengurangan pajanan anak
terhadap allergen dan iritan yang ada di udara. Tungau debu rumah dan komponen-
komponen lain debu dalam rumah merupakan agens yang paling diidentifikasi pada anak
yang alergik inhalan. Metode yang paling penting untuk menghilangkan tungau debu adalah
menjaga kelembaban di dalam rumah tetap dibawah 50%, kadar kelembapan yang
menyebabkan tungau debu tidak dapat hidup. Kecoa, binatang rumah tangga lainnya, juga
diidentifikasi sebagai allergen penting diberbagai tempat. Membasmi kecoa, membersihkan
lantai dan lemari dapur dapat cermat, menyingkirkan makanan setelah dimakan, dan
membuang sampah ke luar rumah dimalam hari merupakan tindakan-tindakan penting untuk
mengusir kecoa. Allergen spesifik diidentifikasi dengan uji kulit, dan beberapa tindakan
dilakukan untuk menghilangkan atau menghindari allergen tersebut. Sering kali,
menghilangkan factor lingkungan (mis; menjahui anjing atau kucing dari rumah anak yang
sensitive terhadap bulu binatang) akan menurunkan frekuensi episode asma. Factor-faktor
nonspesifik yang dapat mencetus episode asma tersebut, seperti suhu ekstrim, terkadang
dapat dikendalikan dengan pelembab atau AC.
2. Terapi obat
Tujuan utama terapi farmakologik adalah mencegah dan mengndalikan gejala asma,
mengurangi frekuensi dan keparahan eksaserbasi asma, dan menghilangkan obstruksi aliran
udara. Pendekatan yang bijaksana dianjurkan berdasarkan keparahan asma yang dialami
anak. Karena inflamasi dianggap sebagai gambaran dini dan persisten dari asma, terapi
diarahkan sebagai gambaran dini dan persisten dari asma, terapi diarahkan pada supresi
inflamasi jangka panjang. Pengobatan digolongkan menjadi dua kategori umum: pengobatan
pengendalian jangka panjang (obat pencegah) utnuk mencapai dan mempertahankan
pengendalian inflamasi dan pengobatan asma segera (penyelamatan medis) utnuk mengatasi
gejala dan eksaserbasi.
3. Modifler leukotrien
Leukotrien adalah mediator inflamasi yang menyebabkan peningkatan hiperesponsivitas
jalan nafas. Modifier leukotrien (seperti zafirlukast, zileuton, dan natrium montelukast)
menyekat efek inflamasi dan bronkospasme. Obat-obat ini diberikan secara oral dalam
kombinasi dengan agonis-β dan steroid untuk memberikan pengendalian jangka panjang dan
pencegahan gejala pada asma persisten ringan. (Fost dan Spahn, 1998).
4. Latihan fisik
Bronkospasme akibat latihan fisik (exercise-induced bronchospasm [EIB]) adalah obnstruksi
jalan nafas akut reversible, yang biasanya sembuh sendiri, terjadi selama atau setelah
aktivitas berat, mencapai puncaknya 5 sampai 10 menit setelah aktivitas berhenti, dan
biasanya berhenti 20 sampai 30 menit kemudian. Pasien yang menderita EIB mengalami
batuk, sesak napas, nyeri dada atau dada sesak, mengi, dan masalah ketahanan selama
latihan fisik, namun untuk memastikan diagnosis ini diperlukan pengujian latihan fisik di
laboratorium. Gangguan ini jarang terjadi pada aktivitas yang memerlukan ledakan energy
singkat (mis; baseball, lari cepat, sebnam, ski) dan lebih banyak terjadi pada aktivitas yang
memerlukan ketahanan fisik (mis; sepak bola, basket, lari jarak jauh). Berenag dapat
ditoleransi dengan baik oleh anak yang menderita EIB, karena mereka menghirup udara
bersaturasi penuh dengan kelmbapan dan karena jenis pernapasan yang diperlukan dalam
berenang. Ekshalasi di dalam air bermanfaat karena memperpanjang setiap eksiprasi dan
mingkatkan tekanan akhir ekpsirasi dalam cabang-cabang saluran pernapasan (biasanya
pernapasan mulut).
Anak penderita asma sering tidak dilibatkan dalam latihan fisik oleh orang tua, guru,
dan praktisi, bahkan mereka sendiri pun tidak mau terlibat, karena enggan untuk memicu
serangan. Hal ini dapat menghambat interaksi dengan teman sebaya dan kesehatan fisik
yang serius. Latihan fisik bermanfaat bagi anak-anak penderita asma, dan sebagian besar
anak dapat berpartisifasi dalam aktivitas disekolah dan olahraga dengan kesulitan minimal,
agar asma tetap dapat dikendalikan. Partisipasi bharus dievaluasi berdasarkan toleransi
terhadap durasi dan intensitas upaya masing-masing anak. Pengobatan profilakstik yang
tepat dengan agens adrenergic-β atau natrium kromolin sebelum latihan fisik biasanya
memungkinkan anak berpartisifasi penuh dalam latihan fisik yang berat.
5. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada mencakup latihan bernapas dan latihan fisik. Terapi ini membantu relaksasi
fisik dan mental, memperbaiki postur, memperkuat otot-otot pernapasan, dan membentuk
pola napas yang lebih efisien. Untuk anak yang termotivasi, latihan bernapas cegah inflasi
berlebihan dan meningkatkan keefektifan batuk. Akan tetapi, fisioterapi dada tidak
dianjurkan selama eksaserbasi asma akut tanpa konplikasi (National Astthma Education and
Prevention Program, 1997).
6. Hiposensitisasi
Peran hiposensitisasi pada asma masa kanak-kanak masih menjadi kontroversi. Sebelumnya,
imunoterapi telah digunakan untuk alergi musiman dan jika hanya satu zat yang
menyebabkan alergi. Hiposensitisasi tidak dianjurkan utnuk allergen yang dapat
dihilangkan, seperti makanan, obat, dan bulu binatang. Terapi injeksi biasanya dibatasi
untuk allergen yang signifikan secara klinis. Dosis awal allergen berdasarkan ukuran reaksi
kulit, diinjeksikan secara subkutan. Jumlahnya ditingkatkan setiap minggu sampai toleransi
maksimal diperoleh, yaitu setelah dosis rumatan diberikan dengan interval 4 minggu.
Pemberian dapat memanjang sampai interval 5 atau 6 minggu selama berakhirnya alergi
musiman. Pengobatan yang berhasil dilanjutkan selama minimal 3 tahun, kemudian
dihentikan. Jika tidak ada gejala, imunitas yang didapat dikatakan kembali pulih; jika gejala
kambuh, pengobatan dilakukan kembali. (Wong, 2008)
BAB III
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Respirasi
- Napas pendek
- Mengi ekspirasi yang memanjang
- Retraksi dada
- Takipnea
- Batuk kering dan kering (tanda paling umum)
- Ronki
- Pernapasan cuping hidung
b. Kardiovaskular
- Takikardia
c. Neurologis
- Gelisah
- Cemas
- Sulit tidur
d. Muskuloskeletal
- Tidak mampu beraktivitas
e. Integument
- Sianosis
- Pucat
f. Psikososial
- Tidak patuh dengan pengobatan
2. Diagnosa
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan konstriksi bronkus.
2) Kelelahan yang berhubungan dengan hipoksia.
3) Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan gangguan gastrointestinal.
4) Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan melalui saluran pernapasan.
5) Ketidakmampuan yang berhubungan dengan kendali diri.
6) Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan dirumah.
3. Intervensi
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan engan konstriksi bronkus.
Criteria hasil: anak akan mempertahankan hidrasi yang adekuat yangditandai dengan turgor kulit yang baik dan haluaran urin 1
sampai 2 ml/kg/jam.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Dorong anak untuk batuk dan latihan napas dalam, setiap 2 jam.
Instruksikan napas dalam, 3-4 kali, selanjutnya batuk pada posisi
duduk.
Bila perlu, lakukan pengisapan lender guna mengeluarkan lender dari
jalan napas.
Batuk membantu membersihkan mucus dari paru, dan napas dalam
akan meningkatkan oksigenisasi. Duduk dengan posisi tegak lurus akan
memudahkan batuk.
Pengisapan lender membantu untuk mengeluarkan secret, karena anak
tidak dapat mengeluarkannya sendiri.
Jika anak mengalami kongesti paru yang berat atau pneumonia, lakukan
fisioterapi dada 3 atau 4 kali sehari.
Kaji frekuensi pernapasan anak dan auskultasi bunyi napas.
Posisikan anak fowler tinggi atau duduk, dengan dada dibusungkan.
Beri obat-obatan bronkodilator, seperti albuterol, dan obat-obatan
steroid, missal metilprednisolon (Solu-Medrol).
Beri oksigen yang telah dilembabkan, sesuai petunjuk.
Pantau peak flow rate.
Singkirkan allergen potensial dari kamar anak.
Fisioterapi dada-merupakan kombinasi postural drainase, perkusi dada
dan vibrasi, serta latihan batuk dan napas dalam- membantu
menghilangkan dan mengeluarkan secret, pengembangan jaringan paru
kembali, dan meningkatkan efisiensi penggunaan obat pernapasan.
Data ini akan member informasi tentang perubahan pernapasan sebelum
dan sesudah terapi.
Posisi ini akan meningkatkan ekspansi dada.
Bronkodilator akan merelaksasikan otot polos bronchial; steroid akan
mengurangi peradangan.
Oksigenisasi yang dilembabkan akan meningkatkan oksigenisasi dan
membantu untuk menghilangkan secret.
Peak flow rate mengindikasikan tingkat gangguan fungsi paru.
Allergen dapat memicu timbulnya serangan asma.
2) Kelelahan yang berhubungan dengan hipoksia.
Criteria hasil : anak akan menunjukkan pengurangan kegelisahan dan kelelahan yang ditandai oleh penurunan agitasi, periode
tidur tidak terganggu, tidak ada tanda gawat napas, dan peningkatan kemampuan melakukan aktivitas.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Kaji tanda-tanda hipoksia atau hiperkapnia, termasuk gelisah, agitasi,
sianosis, peningkatan frekuensi jantung, dan peningkatan frekuensi
pernapasan.
Posiskan anak telentang dengan kepala tempat tidur ditingikan 450
.deteksi dini pengobatan yang tepat terhadap hipoksia dan hiperkapnia,
akan mencegah kegelisahan serta kelelahan yang berlebihan.
Membaringkan anak pada posisi tersebut akan meningkatkan
kemampuan paru mengembang dan meningkatkan oksigenisasi, dengan
demikian akan mengurangi kegelisahan.
Beri istirahat yang adekuat dan waktu yang tenang. Kelompokkan
intervensi dengan tepat.
Istirahat yang cukup dan menciptakan waktu tenang dapat mengurangi
tingkat aktivitas anak, yang akan mengurangi usaha bernapas dan
kelelahan.
3) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan gangguan gastrointestinal.
Criteria hasil : gangguan pada sistem gastrointestinal anak akan berkurang, yang ditandai dengan berkurangnya mual dan
muntah, serta asupan nutrisi meningkat (menghabiskan porsi makanan sedikit 80% pada setiap kali makan).
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Beri anak makan dengan porsi sedikit, tetapi sering (5 atau 6 porsi per
hari) dengan jenis makanan yang disukai.
Beri makanan rendah lemak, dan lunak, dunakna warna sebagai
petunjuk; makanan berwarna putih-seperti roti panggang, kentang, dan
pudding yang terbuat dari susu rendah lemak- cenderung dilunakkan.
Hindari makanan yang dapat menyebabkan respons alergi, seperti telur,
terigu, dan cokelat.
Makan sedikit, tetapi sering akan mengurangi energy untuk mengunyah
dan tidak menyebabkan lambung terisi berlebihan sehingga dapat
menurunkan ekspansi paru. Member makanan yang disukai pada anak
akan membantu asupan makanan yang adekuat.
Makanan yang pedas dan tinggi lemak menyebabkan gangguan
pencernaan dan tidak mudah dicerna.
Kelompok makanan ini dapat memicu serangan alergi pada seorang
anak yang sensitive terhadap makanan tersebut.
4) Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan melalui saluran pernapasan.
Criteria hasil : anak akan mempertahankan hidrasi yang adekuat yang ditandai dengan turgor kulit yang baik dan haluaran urin
1 sampai 2 ml/kg/jam.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Kaji turgor kulit anak dan pantau haluaran urine setiap 4 jam. Pengkajian dan pemantauan terhadap hal tersebut membantu untuk
Anjurkan anak minum 90-240 ml gelas cairan per hari, bergantung pada
usia anak.
menentukan tingkat hidrasi dan kebutuhan penambahan cairan.
Anak mebutuhkan cukup cairan untuk mempertahankan hidarasi dan
keseimbangan asam basa, serta mencegah syok.
5) Ketidakpatuhan yang berhubungan dengan kehilangan kendali diri.
Criteria hasil : anak akan mengikuti terapi medis dan asupan keperawatan, yang ditandai dengan mematuhi seluruh
pengobatan, dan berpartisipasi dalam terapi rutinitas.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Bila mungkin, izinkan anak berpartisipasi dalam keputusan yang
berkenaan dengan tindakan rutin, seperti pada kegiatan fisioterapi dada,
dan makan.
Jelaskan pada anak tentang semua prosedur, seperti pemeriksaan
leboratorium dan fisioterapi dada,d an alas an pengobatan itu. Jelaskan
bahwa pemeriksaan laboratorium memungkinkan dokter dan perawat
mengevaluasi efektivitas pengobatan, serta fisioterapi dada yang dapat
membantu menghilangkan secret, dengan cara batuk efektif sehingga
dapat memungkinkan bernapas dan batuk dengan mudah.
Dengan mengajarkan pada anak bagaimana memantau tindakan
rutinitas yang sangat sederhana, akan meningkatkan perasaan kendali
diri, dan meningkatkan kepatuhan terhadap seluruh tindakan
pengobatan yang diberikan.
Penjelasan akan membantu mengurangi perasaan takut dan kehilangan
kendali.
6) Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan dirumah.
Criteria hasil : anak dan orang tua akan mengekspresikan pemahamannya tentang asuhan keperawatan dirumah.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan fisiologis penyakit kepada anak dan orang tuanya. Pemahaman tentang penyakit memabantu anak dan orang tua mematuhi
Berdasarkan riwayat anak, ajarkan tentang factor yang dapat
meningkatkan serangan asma, seperti allergen, infeksi, aktivitas,
perubahan cuaca, dan stress.
Ajarkan anak dan orang tua tentang tanda dan infeksi pernapasan,
termasuk demam, gangguan pernapasan, mengi, serta takipnea.
Ajarkan anak dan orang tua tentang pentingnya mematuhi semua
tindakan pengobatan, dan tentang kemungkinan efek sampingnya.
Ajarkan anak bagaimana menghirup obat-obat inhalasi dengan inhaler
dosis terukur, alat spacer, atau keduanya, jika diperlukan.
Jelaskan orang tua dan anak untuk menghindari antihistamin selama
serangan.
Ajarkan pentingnya mempertahankan tingkat aktivitas yang tepat sesuai
dengan kondisi anak.
Ajarkan orang tua, dan jika perlu, bagaimana memantau peak flow rate,
dan laporkan pada dokter adanya penurunan.
program pengobatan.
Pembelajaran seperti ini dapat mengurangi jumlah serangan dimasa
datang.
Deteksi dini dan terapi pernapasan, dapat mencegah atau mengurangi
kesukaran pernapasan karena serangan asma.
Mematuhi program pengobatan akan menjamin kadar obat dalam darah
tetap stabil dan dapat mengendalikan serangan asma yang berlebihan.
Alat ini meningkatkan pemberian obat dosisi penuh; anak usia sekolah
yang tidak dapat menggunakan inhalasi dengan dosis terukur dapat
menggunakan alat spacer dengan inhaler untuk menjamin dosis yang
tepat.
Antihistamin menyebabkan sekresi menjadi kental dan sulit dikeluarkan
sehingga dapat meningkatkan batuk.
Mempertahankan kebugaran fisik penting untuk perkembangan normal
anak. Anak perlu melakukan tingkat aktivitas seperti biasanya, kecuali
anak mengalami serangan asma akut.
Penurunan pada peak flow rate mengindikasikan perlunya perubahan
obat dan dosisnya.
4. Evaluasi
Selama perawatan di rumah sakit, catatan berikut telah dibuat:
a. Keadaan anak dan temuan pengkajian yang dilakukan saat masuk rumah sakit,
b. Perubahan status anak
c. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostic yang relevan
d. Asupan dan haluaran cairan
e. Status pertumbuhan dan perkembangan
f. Asupan nutrisi
g. Respons anak terhadap terapi
h. Reaksi anak dan orang tua terhadap penyakit dan hospitalisasi
i. Pedoman penyuluhan pasien dan keluarga
j. Pedoman perencanaan pemulangan.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asma ialah suatu proses obstruksi pernapasan yang reversible, yang ditandai oleh periode
eksaserbasi dan remisi, terjadi spasme bronchial yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
Salah satu penyebab utama terjadinya penyakit kronis pada anak, kondisi ini umumnya muncul
sebelum usia 5 tahun, dan sebelum usia remaja, lebih sering pada anak laki-laki disbanding
perempuan. Walaupun serangan asma umumnya disebabkan oleh factor instrinsik (seperti
aktivitas atau alergi bulu binatang, serbuk, asap rokok, atau debu), factor-faktor intrinsic, seperti
penyakit, stes, atau kelelahan juga merupakan factor pemicu serangan. Inflamasi dan edema
menyertai spasme bronchial. Sel mukosa memproduksi secret kental yang sulit dikeluarkan.
Pengobatan biasanya berupa pemberian obat steroid dan bronkodilator, peningkatan
asupan cairan, penanganan pernapasan (seperti latihan batuk dan nafas dalam, dan perlunya
dilakukan fisioterapi dada untuk mengatasi kongesti paru yang berat atau jika terjadi
pneumonia), dan pengobatan nebulizer. Jika terjadi infeksi, pengobatannya berupa antibiotika.
Komplikasi potensial yang terjadi termasuk pneumotoraks, gagal jantung, infeksi pernapasan,
gangguan emosional, dan bahkan kematian. Pada kasus yang sama, kondisi anak dapat membaik
pada usia remaja, atau berkembang menjadi emfisema pada masa dewasa.
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini bisa menambah wawasan pembaca terutama perawat dan
orang tua untuk lebih mengerti cara merawat anak dengan Asma.
DAFTAR PUSTAKA
Meadow, Roy & Simon Newell. 2005. Pedriatika. Jakarta: Erlangga.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical
Pathway. Jakarta: EGC.
Suriadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Wong, Donna. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
Recommended