Upload
justitiaintan
View
240
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mencakup pengertian, etiologi, manifestasi klinik patofisiologi dan asuhan keperawatan
Citation preview
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
1/34
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Respirasi merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas di
dalam jaringan (penafasan dalam) dan yang terjadi di dalam paru-paru
(pernafasan luar). Dengan bernafas setiap sel dalam tubuh menerima
persediaan oksigennya dan pada saat yang sama melepaskan produk
oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari
jaringan, memungkinkan setiap sel sendiri-sendiri melangsungkan proses
metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam
bentuk karbon dioksida dan air dihilangkan (Pearce, 2008).
System respirasi pada manusia terdiri dari jaringan dan organ tubuh yang
merupakan parameter kesehatan manusia. Jika salah satu system respirasi
terganggu maka secara system lain yang bekerja dalam tubuh akan terganggu.
Hal ini dapat menimbulkan terganggunya proses homeostasis tubuh dan dalamjangka panjang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
Didalam makalah ini kami akan membahas tentang penyakit respiratory
berupa Bronkhitis Kronis, Emfisema, dan Asma.
1.2Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari Bronkhitis Kronis, Emfisema, dan Asma?
2.
Apa Etiologi dari Bronkhitis Kronis, Emfisema, dan Asma?
3. Apa saja Manifestasi Klinik dari Bronkhitis Kronis, Emfisema, dan Asma?
4. Bagaimana Patofisiologi dari Bronkhitis Kronis, Emfisema, dan Asma?
5.
Apasaja pemeriksaan penunjang dari Bronkhitis Kronis, Emfisema, dan
Asma?
6. Bagaimana Penatalaksanaan medis dari Bronkhitis Kronis, Emfisema, dan
Asma?
7. Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien penderita Bronkhitis Kronis,
Emfisema, dan Asma?
1
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
2/34
2
1.3
Tujuan
1. Mampu mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinik, patofisologi, dari
Bronkhitis kronis, Emfisema paru, dan Asma.
2.
Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang, dan penatalaksaan medis,
sehingga dapat mengintervensi dari Asuhan Keperawatan pada pasien
Bronkhitis Kronis, Emfisema, dan Asma.
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
3/34
3
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BRONKHITIS KRONIS,
EMPHISEMA, dan ASMA
2.1 BRONKHITIS KRONIS
2.1.1 Definisi
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut.
Sekresi yang menumpuk dalam bronkioles mengganggu pernapasan yang
efektif. Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama
bronkitis kronik. Pasien dengan bronkitis kronik lebih rentan terhadap
kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus,
bakteri, dan mikroplasma yang luas dapat menyebabkan episode bronkitis
akut. Eksaserbasi bronkitis kronis hamper pasti terjadi selama musim
dingin. Menghirup udara yang dingin dapat menyebabkan bronkospasme
bagi mereka yang rentan.
2.1.2 Etiologi
Etiologi utama bronkitis kronis adalah merokok, faktor tambahan
iritasi bronkus akibat debu pabrik, polusi udara, dan keadaan iklim,
penyakit ini merupakan penyakit umur pertengahan dan orang tua, lebih
sering pada laki-laki. Hipersekresi mukus bronkus dan penyumbatan jalan
napas merupakan kelainan dasar bronkitis kronis. Dalam keadaan lanjut
dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas yang menetap dan
disebut PPOM
Infeksi virus merupakan penyebab pada 95 % kasus bronkitis akut.
Virus utama yang paling sering dihubungkan dengan gangguan bronkitis
akut adalah Rinovirus, Coronavirus, Virus Influenza A, Virus
parainfluenza, Adenovius dan Respiratory syncytial virus.
3
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
4/34
4
Infeksi bakteri menyebabkan 520 % kasus bronkitis akut. Bakteri
yang paling sering menyebabkan bronkitis adalah Chlamydia psittaci,
Chlamydia pneumoniae, mycoplasma pneumoniae, dan Bordetella
pertussis. Selain itu, bakteri pathogen saluran napas yang sering dijumpai
adalah spesies Staphylococcus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae, dan moraxella catarrahalis. (Ikawati, 2007 ).
2.1.3 Manifestasi Klinik
1. Batuk yang parah pada pagi hari dan pada kondisi lembap.
2. Sering mengalami infeksi saluran napas ( seperti pilek atau flu)
yang dibarengi dengan batuk.
3. Gejala bronkitis akut lebih dari 2-3 minggu.
4. Demam tinggi.
5.
Sesak napas jika saluran tersumbat.
6. Produksi dahak bertambah banyak warna kuning atau hijau.
2.1.4. Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir
dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang
mensekresi lender dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia
menurun, dan lebih banyak lender yang dihasilkan. Sebagai akibat yang
dihasilkan bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang
berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis, mengakibatkan fungsi makrofag , yang berperan penting dalam
menghancurkan partikel asing, termasuk bakteri. Pasien kemudian
menjadi ebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronchial
lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam
jalan napas. Pada waktunya, munkin terjadi perubahan paru yang
irreversible, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
5/34
5
Rhinovirus, Respiratory Syncital Virus (RSV), Virus Influenza, Virus Par
Influenza, dan Coxsackie Virus, Asap Rokok, Polusi Udara
Peradangan Bronkus
Edema, Spasme Bronkus, Peningkatan Sekret
Penurunan
Fungsi
Silia
Obstruksi
Bronchioles
Mual dan
Muntah
Sesak
napas
Batuk
Akumulasi
Sekret
Udara
Tertangkap
dalam
Alveolus
Anorexia Pengeluaran
Energy
meningkat
Penurunan
BB
Kelemahan
fisik
Suplai O2
kejaringan
rendah
PaO2rendah dan
PaCO2
tinggi
Gangguan
Ventilasi
InflamasiAlveolus
sesak
nafas
Bersihan
Jalan Napas
yang tidak
efektif
Gangguan
Pertukaran
Gas
Ketidak
seimbangan
nutrisi kurang
dari
kebutuhan
Gangguan
pada tidur
Intoleransi
Aktifitas
Pola napas tidak
efektif
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
6/34
6
2.1.5.
Pemeriksaan penunjang.
Riwayat kesehatan yang lengkap, termasuk keluarga, pemajanan
terhadap lingkugan, terhadap bahan-bahan yang mengiritasi, dan riwayat
pekerjaan yang dikumpulkan, termasuk kebiasaan merokok (jumlah
bungkus per hari). Selain itu pemeriksaan gas-gas darah arteri, rontgen
dada, dan pemeriksaan fungsi paru dilakukan, jug pemeriksaan hematokrit,
dan hemoglobin. Pemeriksaan fungsi paru menunjukan penurunan
kapasitas vital (VC) dan volume ekspansi kuat (FEV ; jumlah udara yang
diekshalasi) dan peningkatan volume residual (RV ; udara yang tersisa
dalam paru-paru setelah ekshalasi maksimal), dengan kapasitas paru total
(TLC) noral atau sedikit meningkat. Hematokrit dan hemoglobin dapat
sedikit meningkat. Analisa gas darah dapat menunjukan hipoksia dengan
hiperkapnia. Rontgen dada mungkin menunjukan pembesaran jantung
dengan diafragma normal atau mendatar. Konsolidasi dalam bidang paru
mungkin juga terlihat
2.1.5 Penatalaksanaan medis
Objecktif utama adalah untuk menjaga agar bronkiolus terbuka dan
berfungsi, untuk memudahkan pembuangan sekresi bronchial, untuk
mencegah infeksi, dan untuk mencegah kecacatan. Perubahan dalam pola
sputum (sifat, warna, jumlah, ketebalan) dan dalam pola batuk adalah
tanda yang penting untuk dicatat infeksi bakteri kambuhan diobti dengan
terapi antibiotic berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
Untuk membantu membuang sekresi bronchial, diresepkan
bronkodilator untuk menghilangkan broncospasme dan mengurangi
obstruksi jalan napas ; sehingga lebih banyak oksigen didistribusikan
keseluruh bagian paru dan ventilai alveolar diperbaiki. Drainase postural
dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya sangat membantu, terutama
jika bronkiektasis. Cairan (yang diberikan peroral atau parenteral jika
bronkospasme berat) adalah bagian penting dari terapi, karena hidrasi yang
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
7/34
7
baik membantu untuk mengencerkan sekresi sehingga dapat dengan
mudah dikeluarkan dengan membatukannya. Terapi kortikosteroid
mungkin digunakan ketika pasien tidak menunjukan keberhasilan terhadap
pengukuran yang lebih konservatif. Pasien harus menghentikan merokok
karena menyebabkan bronkokonstriksi, melumpuhkan silia, yang penting
dalam membuang partikel yang mengiritasi, dan menginaktivasi surfaktan,
yang memainkan peran penting dalam memudahkan compliance dan recoil
paru.
2.2 EMFISEMA PARU
Emfisema paru didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang
udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli.
Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan
dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika pasien
mengalami gejala, fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan yang
ireversibel. Dibarengi dengan bronkitis obstruksi kronik, kondisi ini
merupakan penyebab utama kecacatan.
Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Akan tetati, pada sedikit
pasien (dalam persentase yang kecil) terdapat prediposisi familial terhadap
emfisema yang berkaitan dengan abnormalitas protein plasma, defisiensi
antritipsin-, yang merupakan suatu enzim inhibitor. Tanpa enzim
inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu
yang secara genetik sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok,
polusi udara, agen-agen infeksius, alergen) dan pada waktunya mengalami
gejala-gejala obstruktif kronis. Sangat penting bahwa karier defek genetik
ini harus diidentifikasikan untuk memungkinkan modifikasi faktor-faktor
lingkungan untuk menghambat atau mencegah timbulnya gejala-gejala
penyakit. Konseling genetik juga harus diberikan.
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
8/34
8
2.2.1 Etiologi
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik
diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau
peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive
bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi
protein alfa1 anti tripsin.
2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan
anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan
keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru
akan berubah dan timbul emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara
patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas,
menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi danhiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran
pernapasan.
4. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat
sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti
pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada
obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu
menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan
paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus
influenzae dan streptococcus pneumoniae.
5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan
angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
9/34
9
padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat
menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya
tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
6. Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan
faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
7. Pengaruh usia
2.2.2 Manifestasi Klinis
Dispnea adalah gejala utama emfisema dan mempunyai awitan
yang membahayakan. Pasien biasanya mempunyai riwata merokok dan
riwayat batuk kronis yang lama, mengi, serta peningkatan napas pendek
dan cepat (takipnea). Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernafasan.
Pada inspeksi, pasien biasanya tampak mempunyai barrel chest
akibat udara terperangkapnya, penipisan massa otot, dan pernapasan bibir
dirapatkan. Pernapasan dada pernapasan abnormal tidak efektif, dan
penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid) adalah
umum terjadi. Pada tahap lanjut dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada
aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti makan dan mandi.
Ketika dada diperiksa, ditemukan hiperesonan dan penurunan
fremitus ditemukan pada seluruh bidang paru. Auskultasi menunjukkan
tidak terdengarnya bunyi napas dengan krekles, ronki, dan perpanjangan
ekspirasi. Kadar oksiden yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbon
dioksida yang tinggi (hiperkapnia) terjadi pada tahap lanjut penyakit.
Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekali pun, seperti
membungkuk untuk mengikatkan tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan
keletihan (dispnea eksersional). Paru yang mengalami emfisematosa tidak
berkontraksi saat ekspirasi dan bronkioles tidak dikosongkan secara efektif
dan sekresi yang dihasilkannya.
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
10/34
10
Pasien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat
pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini terjadi, pasien mengalami
mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat
badan, dan kelemahan umum terjadi. Vena leher mungkin mengalami
distensi selama ekspirasi. Pemeriksaanfisik menunjukkan tidak
terdengarnya bunyi napas dengan ronki dan ekspirasi memanjang,
hiperesonans saat perkusi, dan penurunan fremitus taktil.
2.2.3 Patofisiologi
Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruktif jalan nafas yaitu:
inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan;
kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta
redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang dipercepat
oleh infeksi kambuhan), area permukaan alveolar yang kontak langsung
dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan
ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi)
dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen
mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbon
dioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbon
dioksida dalam darah arteri (disebut hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis
respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaringan-jaringan
kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel
kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam
arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor-
pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya kongesti,
edema tungkai (edema dependen), distensi vena leher, atau nyeri pada
region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk
membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
11/34
11
dan kronis dengan demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami
emfisema, memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai oleh
peningkatan tahanan jalan napas) ke aliran masuk dan aliran keluar udara
dari paru-paru.paru-paru dalam keadaan hiperekspansi kronik. Untuk
mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan
negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat
harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah
salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi
menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus
meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksasi pada persendiannya.
Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat
kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang
berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.
Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang
belakang bagian atas secara abnormal bentuknya menjadi membulat ataucembung. Beberapa pasien membungkuk kedepan untuk dapat bernapas,
menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Retraksi fosa supraklavikula
yang terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada
penyakit lebih lanjut, otot-otot abdomen juga berkontraksi saat inspirasi.
Terjadi penurunan progresif dalam kapasitas vital. Ekshalasi normal
menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak memungkinkan. Kapasitas vital total
(VC) mungkin normal, tetapi rasio dari volume ekspirasi kuat dalam 1-detik
dengan kapasitas vital (FEV:VC) rendah. Hal ini terjadi karena elastisitas
alveoli sangat menurun. Upaya yang dibutuhkan pasien untuk
menggerakkan udara dari alveoli yang mengalami kerusakan dan jalan
napas yang menyempit meningkatkan upaya pernapasan. Kemampuan untuk
mengadaptasi terhadap perubahan kebutuhan oksigenasi sangat terganggu.
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
12/34
12
Dinding alveoli rusak eliminasi CO2 rusak
Peningkatan ruang rugi peningkatan CO2 di darah kurang pengetahuan
Kerusakan difusi O2 asidosis respiratorius perubahan status
kesehatan
Emfisema kurangnya info penyakit
Alveolar di bronkiolus Broncokontriksi penumpukan
Pembesaran dan rusak
Serabut elastic paru rusak batuk tidak efektif
Tidak mampu mengembangkan bersihan jalan nafas tidak efektif
paru secara elastic
Hipoksemia, dispnea pola nafas tidak efektif keletihan
Kerusakan pertukaran gas intoleran aktivitas
Defisit perawatan diri
2.2.4 Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk
memperlambat kemajuan proses penyakit, dan tuk mrngatasi obstruksi jalan napas
untuk menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik mencangkup:
Tindakan pengobatan dimaksudkan tuntuk memperbaiki ventilasi dan
menurunkan upaya bernapas.
Pencegahan dan pengobatan cepat infeksi
Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi
pulmonari
Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan
pernapasan
Dukungan psikologis
Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang bersinambungan
Bronkodilator,bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan napas karena
preparat ini melawan baik edema mukosa maupun spasme muskular dan
Gejala
meningkat
ansietas
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
13/34
13
membantu baik dalam mengurangi obstruksi jalan napas maupun dalam
memperbaiki pertukaran gas.
Medikasi ini mencangkup agonis -adrenergik (metaproterenol, isoproterenol) dan
metilxantin (teofin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial melalui
mekanisme yang berbeda. Bronkodilator mungkin diresepkan peroral, subkutan,
intravena, perektal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui
aerosol bertekanan, nebuliser balon-genggam, nebuliser dorongan pompa, inhaler
dosis terukur, atau IPPB.
Bronkodilator mungkin menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, yang
termasuk takikardia, disritmia jantung, dan perangsangan sistem saraf pusat.
Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual dan
muntah. Karena efek samping ini umum, dosis dapat disesuaikan dengan cermat
sesuai dengan toleransi pasien respon klien.
Terapi Aerosol. Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi serbuk yang
sangat halus) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk
membantu dalam bronkodilatasi. Ukuran partikel dalam kabut aerosol harus
cukup kecil untuk memungkinkan medikasi dideposisikan dalam-dalam di dalam
percabangan trakeobronkial.
Aerosol yang dinebuliser menghilangkan bronkospasme, menurunkan edema
mukosa, dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini memudahkan proses
pembersihan bronkiolus. Membantu mengendalikan proses inflamasi dan
memperbaiki fungsi venilasi. Alat nebuliser dengan balon genggam dan aerosol
dosis terukur memberikan peredaan yang cepat bagi pasien. Nebulizer dengan
tenaga listrik dan nebuliser dengan tenaga udara sangat membantu jika pasien
mengalami kerusakan ventilasi yang lebih parah. Perbaikan saturasi oksigen dari
darah arteri dan reduksi kandungan karbon dioksidanya membantu dalam
menghilangkan hipoksia pasien dan memberikan perbedaan besar akibatkeletihan
pernapasan yang konstan.
Tindakan nebulizer dengan oksigen harus diberikan dengan waspada pada pasien
yang mengalami kenaikan tekanan karbon dioksida secara kronis dan pasien yang
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
14/34
14
bernapas pada stimuli hipoksik. Terdapat trend disamping penggunaan IPPB,
terutama di rumah.
Pengobatan infeksi pasien dengan emfisema rentan terhadap infeksi paru dan
harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. S. Pneumonia, H.
Influenzae, dan Branhamella catarrhalis adalah organisme yang paling ummum
pada infeksi tersebut. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin,
amoksisilin.
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksan radiologis, pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada pada
emfisema paru terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:
a. Gambaran defisiensi arter
Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang terlihat
konkaf. Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan
corakan kedistal.
b. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal, emfisemasentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
2. Pemeriksaan fungsi paru, pada emfisema paru kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis Gas DarahVentilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat
dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau
normal.Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.
4. Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise
jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S
lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.
a) Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya
diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda
vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis),
hasil normal selama periode remisi (asma).
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
15/34
15
b) Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk
memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi,
misalnya bronkodilator.
c) TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada
asma; penurunan emfisema.
d) Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema.
e) Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
f) FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat
menurun pada bronkitis dan asma.
g) GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis. Bronkogram:
dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial
pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat
pada bronchitis.
h) JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas),
peningkatan eosinofil (asma).
i) Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi
dan diagnosa emfisema primer.
j) Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan
alergi.
k) EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat);
disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF
(bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema).
l) EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi
paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi
program latihan.
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
16/34
16
2.3. ASMA
2.3.1 Definisi
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan cirri
bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan
penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh factor biokimia,endokrin,infeksi,
otonomik dan psikologi.
Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia sekitar setengah dari
kasus terjadi pada anak anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40
tahun. Hamper 17 % dari semua rakyat Amerika salah satu contohnya mengalami
asma dalam suatu kurun waktu tertentu dalam kehidupan mereka. Meski asma
dapat berakibat fatal, lebih sering lagi asma sangat mengganggu, mempengaruhi
kehadiran disekolah,tempat kerja,aktivitas fisik dan banyak aspek kehidupan
lainnya.
Jenisjenis Asma
a. Asma alergik
Desebabkan oleh allergen atau allergen allergen yang dikenal
(misalnya serbuk sari,binatang, amarah,makanan dan jamur).
Kebanyakan allergen terdapat diudara dan musiman. Pasien dengan
asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergi dan
riwayat medis masa lalu ekzema atau rhinitis alergik.
b. Asma idiopatik atau non alergik tidak berhubungan dengan allergen
spesifik. Faktor faktor seperti common cold, infeksi traktus
respiratorius, latihan ,emosi dan polutan linhkungan dapat
mencetuskan serangan. Bebrapa agens farmakologi, seperti aspirin
dan agens anti imflamasi nonsteroid lain,pewarnaan rambut,antagonis
beta-adrenergik dan agens sulfit(pengawet makanan),juga mungkin
jadi faktor. Serangan asma idiopatik atau non alergik menjadi lebih
berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan berkembang
menjadi bronchitis kornis dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.
c.
Asma gabungan
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
17/34
17
Adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau
nonalergik.
2.3.2 Etiologi
Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti. Namun
suatu hal yang sering kali terjadi pada semua penderita asma adalah fenomena
hiperaktivitas bronchus. Bronchus penderita asma sangat peka terhadap rangsang
imunologi maupun nonimunologi. Karena sifat tersebut, maka serangan asma
mudah terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik, metabolisme, kimia, allergen,
infeksi dan sebagainya. Factor penyebab yang dapat menimbulkan asma perlu
diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan. Faktorfaktor tersebut adalah :
a.
Allergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari
rerumputan
b. Iritan seperti asap, baubauan dan polutan.
c.
Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus
d.
Perubahan cuaca yang ekstreme. Aktivitas fisik yang berlebihan
f. Lingkungan kerja
g. Obatobatan
h. Emosi
i. Refluks gastro esophagus
2.3.3 Manifestasi Klinik
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Pada beberapa
keadaan, batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Penyebabnya tidak
dimengerti dengan jelas, etapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian,
yang mempengaruhi ambang reseptor jalan napas.
Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak
dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi, laborus. Ekspirasi selalu
lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
18/34
18
tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang
tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi
segera menjadi lebih kuat. Sputum, yang terdiri atas sedikit mukus mngandung
masa gelatinosa bulat, kecil yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda
selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat dan gejala-gejala
retensi karbon dioksida, termasuk berkeringat,takikardia dan pelebaran tekanan
nadi.
Serangan asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam
dan dapat hilang secara spontan. Meski serangan asma jarang yang fatal, kadang
terjadi reaksi kontinu yang lebih berat yang disebut status asmatikus. Kondisi ini
merupakan keadaan yang mengancam hidup.
Reaksi yang berhubungan. Kemungkinan reaksi alergik lainnya yang
dapat menyertai asma termasuk eczema, ruam dan edema temporer. Serangan
asmatik dapat terjadi secara periodic setelah pemajanan terhadap allergen spesifik,
obat-obat tertentu, latihan fisik dan kegairahan emosional.
2.3.4
Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan
oleh limfosit T dan B . asma diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan
molekul IgE yang berkaitan dengan sel mast. Sebagian besar alergan yang
menimbulkan asma bersifat airborne.alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah
banyak dlam oeriode waktu tertentu agar mampu menimbulkan gejala asma.
Namun di lain kasus terdapat pasien yang sangat rsponsif, sihingga jumlah ecil
allergen masuk ke dalam tubuh suah dapat mengakibatkan eksaserbasi penyakit
yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi fase akut asma
adalah aspirin, bahan pewarna tartazin, antagonis beta-adrenergik dan bahan
sulfat. Sindrom khusus pada sistempernapasan yang sensitive terhadap aspirin
terjadi pada orang dewasa, namun dapat pula dilihat pada masa kanak kanak.
Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial lalu menjadi
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
19/34
19
rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal dan akhirnya diikuti oleh
munculnya asma progresif.
Pasien yang sensitive terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan
pemberian obat seriap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang
akan terbentuk terhadap agen anti inflamasi nonsteroid . mekanisme terjadinya
bronkospasme oleh aspirin ataupun obat lainnya belum diketahui, tetapi mungkin
berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh
aspirin.
Antagonis beta-adrenergik merupakan hal yang biasanya menyebabkan
obstruksi jalan napas pada pasien asma, demikian juga dengan pasien lain dengan
peningkatan reaktivitas jalan napas. Oleh karena itu, antagonis beta-adrenergik
harus dihindarkan pada pasien tersebut. Senyawa sulfat yang secara luas
digunakan sebagai agen sanitasi dan pengawet dalam industry makanan dan
farmasi juga dapat menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada pasien yang
sensitive. Senyawa sulfat tersebut adalah kalium metabisulfit, kalium dan natrium
bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida . pada umumnya tubuh akan terpapar
setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa tersebut seperti
salad,buah segar,kentang , karang dan anggur.
Faktor penyebab yang telah disebutkan di atas ditambah dengan sebab
internal pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibody.
Reaksi tersebut mengakibatkan dikeluarkannya substansi pereda alergi yang
sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan, yaitu
dikeluarkannya histamine, bradikinin dan anafilatoksin. Sekresi zat zat tersebut
menimbulkan tiga gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningkatan
permeabilitas kapiler dan peningkatan sekresi mucus seperti terlihat pada gambar
berikut.
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
20/34
20
Kontraksi otot polos
Edema mukosa Hipersekresi
2.3.5 Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi Diagnostik
Tidak ada satu tes yang dapat menegakkan diagnosis asma. Riwayat
kesehatan yang lengkap, termasuk keluarga, lingkungan dan riwayat pekerjaan
dapat mengungkapkan factor factor atau substansi yang mencetuskan serangan
asma. Tes kulit positif yang menyebabkan reaksi lepuh dan hebat mengidentifikasi
alergn spesifik.
Dikeluarkannya substansi vasoaktif(histamin,bradikinin dan anafilatoksin)
Kontraksi otot polos P ermeabilitas kapiler Sekresi mukus meningkat
Obstruksi saluran
napas
Reaksi antigen dan antibodi
Produksi mukus
bertambah
Bronchospasme
Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh
risiko aktual
Bersihan jalan napas
tidak efektif
Hipoventiasi
Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah dan paru - paru
Hipoksemia
Hiperkapnia
Kerusakan
pertukaran gas
Pencetus serangan(Alergen,emosi/stress,obat-obatan dan infeksi)
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
21/34
21
Riwayat positif keluarga sering kali berkaitan dengan asma alergik.
Factor- factor lingkungan, termasuk perubahan musim, jumlah serbuk sari yang
tinggi dan jamur juga berkaitan dengan asma. Perubahan iklim, khususnya dingin
dan polusi udara terutama sekali berkaitan dengan asma nonalergik. Berbagai
bahan kimia dan senyawaan yang berkaitan dengan pekerjaan telah menunjukan
hubungan terjadinya asma, termasuk garam logam, debu kayu dan debu sayuran,
obat- obatan dan sekresi.
Selama episode akut, rontgen dada dapat menunjukan hiperflasi dan
pendataran diafragma. Pemeriksaan sputum dan darah dapat menunjukan
eosinofilia ( kenaikan kadar eosinofil). Terjadi peningkatan kadar serum
immunoglobulin E (IgE) pada asma alergik.
Sputum dapat jernih atau berbusa atau kental dan putih dan berserabut.
Gas darah arteri menunjukkan hipoksik selaama serangan akut. Awalnya,
terdapat hipokapnea dan respirasi alkalosis dan tekanan parsial karbon dioksida
yang rendah. Dengan memburuknya kondisi dan pasien menjadi lebih letih,
karbondioksida dapat meningkat. karbon dioksida yang normal dapat
menunjukkan gagal napas yang mengancam. Karena PCO2 20 kali lebih dapat
berdifusi dibanding dengan oksigen adalah sangat jarang bagi PCO2 untuk normal
atau meningkat pada individu yang bernapas dengan sangat cepat.
Fungsi pulmonary biasanya normal antar serangan. Selama serangan
akut, terdapat suatu peningkatan kapasisitas paru total dan volume resudal
fungsional sekunder terhadap terjebaknya udara. FEV adalah kapasitas vital kuat
(FVC) sangat menentukan.
2.3.6 Penatalaksanaan medis
Prinsipprinsip penatalaksanaan asma bronchial :
a.
Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan
adalah :
1). Waktu terjadinya serangan
2). Obatobatan yang telah diberikan ( jenis dan dosis)
b. Pemberian obat bronkodilator
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
22/34
22
c.
Penilaian terhadap perbaikan serangan
d. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
e. Setelah serangan mereda :
1). Cari faktor penyebab
2). Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
23/34
23
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BRONKHITIS KRONIS,
EMPHISEMA, dan ASMA
3.1 Asuhan Keperawatan pasien Bronkhitis Kronis
Asuhan Keperawatan pasien Bronkhitis Kronis
3.1.1 Pengkajian.
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis kronis :
1.
Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan
aktivitas sehari hari, Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada
saat istirahat.
Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan
massa otot.
2.
Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung/takikardia berat, Distensi vena leher, Edema dependent, Bunyi
jantung redup, Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis, Pucat,
dapat menunjukkan anemi.
3.
Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko, Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
4. Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan
untuk makan,
penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan
berat badan, palpitasi abdomen.
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
24/34
24
5.
Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
6.
Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama
minimun 3 bulan berturut
turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang
timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat, penggunaan otot bantu pernafasan,
bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal, bunyi nafas ronchi,
perkusi hyperresonan pada area paru, warna pucat dengan cyanosis
bibir dan dasar kuku, abuabu keseluruhan.
3.1.2. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekret.
2. Kerusakan pertukaran gas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronchus.3. Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi, mukus.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d dispnoe, anoreksia, mual
muntah.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d menetapnya sekret, proses penyakit
kronis.
3.1.3. Intervensi
Diagnosa I :
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
Tujuan :
Mempertahankan jalan nafas paten.
Intervensi :
23
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
25/34
25
1.
Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
2.
Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan selama/adanya proses infeksi akut.
3. Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe
dan menurunkan jebakan udara.
4.
Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada
lansia, penyakit akut atau kelemahan Tingkatkan masukan cairan
sampai 3000 ml/hari
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret
mempermudah pengeluaran.
Diagnosa 2 :
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasme bronchus.
Tujuan:
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan
kronisnya proses penyakit.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi
dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja
nafas.
3. Auskultasi bunyi nafas.
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
26/34
26
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau
area
4. Konsolidasi. Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
5. Awasi GDA
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga
hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
6. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
Diagnosa 3 : Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi, mukus.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Intervensi :
1. Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan
teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres
berlebihan.
3. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika
diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d dispnoe, anoreksia,
mual muntah.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.
Intervensi :
a. Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi
sputum.
b. Auskultasi bunyi usus
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
27/34
27
Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
c. Berikan perawatan oral
Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat
mual dan muntah.
d. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi.
e. Konsul ahli gizi
Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu
memberikan nutrisi maksimal.
Diagnosa 5 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya
sekret, proses penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Intervensi :
a.
Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.b. Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya
infeksi.
c. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
d. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan
menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
e. Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi
dengan kultur.
3.2 Asuhan Keperawatan Emfisema
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
28/34
28
3.2.1 Pengkajian
Klien mengeluh sesak napas
Klien mengeluh berat saat bernapas
Klien mengeluh adanya rasa penuh di tenggorokan
Klien selalu mengeluh kelelahan dan lemas
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveoli yangreversible.
3.2.3 Intervensi:
Ajari pasien tentang teknik penghematan energi.
Bantu pasien untuk mengidentifikasi tugas-tugas yang bisa
diselesaikan.
Kolaborasi :
Berikan oksigen sesuai indikasi
Berikan penekan SSP (anti ansietas sedatif atau narkotik) dengan
hati-hati sesuai indikasi
Rasional
Pasien dapat bernapas dengan lancer.
Membantu ekspansi paru yang optimal.
Evaluasi tingkat kemapuan pasien dan mempermudah perawat dalam
merencanakan kriteria latihan lanjutan.
Meningkatkan keadekuatan jalan napas.
Menjaga komunikasi dengan pasien dan mampu bekerjasama dalam
memprioritaskan tugas.
Mempercepat proses pemulihan dengan kerja sam yang baik dengan
dokter.
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
29/34
29
2.
Diagnosa keperawatan : Pola pernapasan berhubungan dengan ventilasi
alveoli.
Intervensi:
Latih pasien napas perlahan-lahan, bernapas lebih efektif.
Jelaskan pada pasien bahwa dia dapat mengatasi hiperventilasi melalui
kontrol pernapasan secara sadar.
Kolaborasi: Pemberian obat-obatan sesuai indikasi dokter (ex.
bronkodilator)
Resional :
Ventilasi alveoli normal.
Tidak terjadi gangguan perubuhan fungsi pernapasan.
Untuk melatih ketahanan jalan napas. Serta memungkinkan untuk
melatih batuk efektif.
Mampu mengurangi ansietas pasien dalam menghadapi hiperventilasi..
3.3 Asuhan Keperawatan Pasien Asma
3.3.1 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Timbul
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d bronkospasme : peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental : penurunan
energi/kelemahan
3.3.2 Pengkajian
Pengumpulan data
a. Riwayat penyakit sekarang.
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
30/34
30
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan dengan keluhan,
terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-
gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan,
gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji
kondisi awal terjadinya serangan.
b.
Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran
napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan
asma frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan
serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma (Tjen
Daniel, 1991)
c. Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat
penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karenahipersensitifitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh
lingkungan, (Hood Alsagaf, 1993)
d. Riwayat psikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan
asma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai
lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi
serangan asma. yatim piatu, ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain
sampai ketakutan tidak bisa menjalankan peranan seperti semula, (Antony Croket,
1997 dan Tjen Daniel, 1991).
1. Perencanaan
Setelah pengumpulan data klien, mengorganisasi data dan menetapkan diagnosis
keperawatan maka tahap berikutnya adalah perencanaan. Pada tahap ini perawat
membuat rencana perawatan dan menentukan pendekatan apa yang digunakan
untuk memecahkan masalah klien. Ada tiga fase dalam tahap perencanaan yaitu
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
31/34
31
menentukan prioritas, menentukan tujuan dan merencanakan tindakan
keperawatan (menurut Susan Martin Tucker, 1993). Perencanaan dari diagnosis-
diagnosis keperawatan diatas adalah sebagai berikut:
Diagnosa keperawatan I
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola pernafasan dan
kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan bronkospasme dan peningkatan
sekresi pulmoner.
Hasil yang diharapkan:
- Pasien mempunyai pernafasan yang sesuai usia.
- Pasien menyebutkan bahwa ia dapat bernafas dengan lebih baik.
- Pasien mampu membuang sekresi.
- Mengi minimal dan intoleransi aktivitas minimal.
Rencana tindakan :
- Pantau TTV, termasuk pengkajian pernafasan tiap 2 jam.
- Berikan oksigen sesuai pesanan dan untuk distress pernafasan dan
sianosis; pemantauan oksigen transkutan.
- Hindari penggunaan kadar O2 terlalu tinggi karena dapat menekan
pernafasan secara bermakna.
- Berikan bronkodilator melalui nebulizer sesuai pesanan dan kaji
status pernafasan sebelum dan sesudah pemberian.
- Berikan infus bronkodilator secara intravena sesuai pesanan.
- Jamin bahwa pasien menerima maksimum untuk usia dan berat
badan melalui parenteral dan oral.
- Izinkan pasien memilih posisi yang paling nyaman.
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
32/34
32
- Periksa kadar teofilin dan berikan dosis bolus dari bronkodilator
secara intravena sesuai pesanan untuk mempertahankan kadar obat
terapeutik.
- Patau gas darah.
- Pantau terhadap tanda dan gejala gagal pernafasan dan siapkan
untuk intubasi darurat bila ada hal berikut terjadi: pernafasan cepat dan
dangkal, penurunan bunyi nafas, pengisian kapiler lambat, takikardia,
penurunan kesadaran.
3.3.3
Intervensi
a. Ajarkan pasien untuk mengkoordinasi pernapasan diafraghmatik dengan
aktivitas (misalnya berjalan membungkuk).
b. Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.
2.
Rasional
a. Akan memungkinkan pasien untuk lebih aktif dan untuk menghindari
keletihan berlebihan atau dispnea selama aktivitas.b. Sejalan dengan teratasinya kondisi, pasien akan mampu melakukan
lebih banyak namun perlu didorong untuk menghindari peningkatan
ketergantungan
c. Memberikan dorongan pada pasien untuk terlibat dalam keperawatan
dirinya.
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
33/34
33
BAB IV
PENUTUP
4.1Kesimpulan
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut.
Sekresi yang menumpuk dalam bronkioles mengganggu pernapasan yang
efektif. Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama
bronkitis kronik. Emfisema paru didefinisikan sebagai suatu distensi
abnormal ruang udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan
dinding alveoli. Dibarengi dengan bronkitis obstruksi kronik, kondisi ini
merupakan penyebab utama kecacatan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan cirri
bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma
merupakan penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh factor
biokimia,endokrin,infeksi, otonomik dan psikologi.
4.2Saran
Dengan dibuatnya makalah ini penulis berharap pembaca mampu lebih
memahami tentang penyakit saluran pernafasan khususnya tentang
bronkitis kronis, emfisema dan asma.
32
5/19/2018 Asuhan keperawatan Bronkhitis kronis, emfisema dan asma
34/34
34
DAFTAR PUSTAKA
Bare G Brenda, Sineltzer C Suzanne. Tahun.Keperawatan medical bedah.EGC:
Jakarta