View
280
Download
9
Category
Preview:
DESCRIPTION
disorder GI
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN PENCERNAAN : ATRESIA ANI
MAKALAH
oleh
Kelompok 2
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER
2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN PENCERNAAN : ATRESIA ANI
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Klinik 3B dengan dosen pengampu Ns. Lantin Sulistyorini, S. Kep, M. Kes
oleh
Sri Ariani NIM 142310101005Efi Pandan Sari NIM 142310101061
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER
2016
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pencernaan : Atresia Ani”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan tugas Keperawatan Klinik 3B Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns.Lantin Sulistyorini,S.Kep.,M.Kes. selaku ketua program studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember,
2. Ns. Peni Perdani J., M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Klinik 3B,
3. teman - teman yang selalu memberikan dukungan pada saat penulisan makalah, dan
4. semua pihak yang memberikan bantuan dalam penyelesaian makalah ini.Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak deni
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Jember, 27 Februari 2016
Penulis
ii
DAFTAR ISI
halamanKATA PENGANTAR.................................................................................. iiDAFTAR ISI................................................................................................. iiiBAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 11.1 Latar Belakang....................................................................................... 11.2 Tujuan..................................................................................................... 11.3 Implikasi Keperawatan......................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN TEORI......................................................................... 32.1 Pengertian............................................................................................... 32.2 Epidemiologi........................................................................................... 42.3 Etiologi.................................................................................................... 42.4 Tanda dan Gejala................................................................................... 52.5 Patofisiologi............................................................................................ 52.6 Klasifikasi............................................................................................... 52.7 Komplikasi dan Prognosis..................................................................... 72.8 Penatalaksanaan.................................................................................... 82.9 Pemeriksaan Diagnostik........................................................................ 102.10 Pencegahan........................................................................................... 11BAB 3 PATHWAY...................................................................................... 12BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN......................................................... 134.1 Pengkajian.............................................................................................. 134.2 Diagnosa.................................................................................................. 194.3 Perencanaan........................................................................................... 194.4 Pelaksanaan............................................................................................ 324.5 Evaluasi................................................................................................... 40BAB 5 PENUTUP........................................................................................ 445.1 Kesimpulan............................................................................................. 445.2 Saran....................................................................................................... 44DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 45LAMPIRAN.................................................................................................. 46
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia yang diartikan tidak mempunyai lubang dapat terjadi pada saluran
tubuh misalnya atresia ani, atresia hymenalis, atresia saluran empedu dan atresia
esophagus. Atresia ani dalam istilah kedoketan juga disebut sebagai imperforate
anus, malformasi anorektal, atau kelainan ektopik anal. Atersia ani termasuk
kelainan congental yang terjadi karena gangguan pemisah kloaka menjadi rectum
dan sinus urogenitalia. Pada kelainan bawaan anus ini umumnya tidak ada
kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul (Sjamsuhidajat, 1996).
Atresia ani merupakan kelainan congenital yang tergolog rendah angka
kejadiannya dibandingkan penyakit lain dalam saluran pencernaan. Kejadian di
Amerika Serikat 600 anak lahir dengan atresia ani. Data yang didapatka kejadian
atresia ani timbul dengan perbandingan 1 dari 5000 kelahiran. (Walker, 1996)
Angka kejadian di Indonesia sekitar 90%. Kasus artesia ani di Jawa
Tengah Khusunya di semarang yaitu sekitar 50% dalam kurun waktu tahun 2007-
2009, di RS Dr. Kariadia Semarang terdapat 20% pasien dengan kasus atresia ani,
khususnya dirawat di ruang bedah A2 (bedah wanita dan anak).
Menyikapi kasus yang muncul tentang atresia ani maka penulis
mengangkat kasus atresia ani sebagai bahasan agar lebih memahami perawatan
pada pasien dengan atresia ani. Dan juga, mempermudah perawat dalam membuat
asuhan keperawatan pada pasien dengan atresia ani. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk membuat makalah dengan judul “ Asuhan Keperawatan pada Pasien
Atresia Ani” untuk mempermudah mengatasi masalah atresia ani dan dapat
digunakan sebagai bahan bacaan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu menggambarkan dan membuat asuhan keperawatan pada pasien
atresia ani.
1
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang teori Atresia ani.
b. Penulis ingin mendapatkan gambaran tentang pengkajian dan
pemenuhan kebutuhan pada pasien dengan artesia ani.
c. Menggambarkan hasil pembahasan dengan kasus atresia ani.
1.3 Implikasi Keperawatan
1.3.1 Memperdalam pemahaman tentang atresia ani.
1.3.2 Dapat dijadikan bahan bacaan dalam penanganan pasien dengan kasus
atresia ani.
1.3.3 Mempermudah dalam penulisan asuhan keperawatan pada pasien atresia
ani.
2
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Anus Imperforata (atresia ani) merupakan suatu kelainan kongential di
mana terjadi ketidak lengkapan perkembangan embriotik pada bagian anus atau
tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara
tetap pada daerah anus. Lokasi terjadinya anus imperforate ini meliputi bagian
anus, rectum, atau bagian di antara keduanya.(Aziz, 2008:106)
Gambar 1. Anus imperforate
Atresia ani merupakan suatu kelainan dimana lubang dubur/anus tertutup
dubur membran (Suryanah, 1996:137). Menurut Manuaba (1998:323), atresia
merupakan suatu gangguan pembentukan alat tubuh berupa tidak terbentuknya
anus. Oleh karena itu, kelainan kongential ini perlu mendapatkan perhatian dan
pemberitahuan kepada keluarga tentang kejadian ini.
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002).
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Donna, 2003). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan
embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001).
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto,
2001).
Menurut kamus kedokteran, Artesia berarti tidak adanya lubang pada
tempat yang seharusnya berlubang. Oleh karena itu, atresia ani berarti tidak
terbentuk lubang pada anus.
Gambar 2. Tidak terbentuknya anus
Penulis menyimpulkan bahwa, atresia ani adalah kelainan kongenital
dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
3
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1
dalam 5000 kelahiran ( Grosfeld J, 2006).
Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui
pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan,
jenis atresia ani yang paling banyak ditemui adalah atresia ani diikuti fistula
rektovestibular dan fistula perineal (Oldham K, 2005).
Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa
atresia ani letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan atresia letak tinggi (
Boocock G, 1987).
2.3 Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa factor, antara lain:
2.3.1 putusnya saluran pencernaan atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
2.3.2 adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah
usus, rectum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam usia kehamilan.
2.3.4 kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3
bulan.
Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah
komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi
meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1
dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000
kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara atresia ani
dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut
menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat
menyebabkan atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat
multigenik (Levitt M, 2007).
4
2.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada penderita atresia ani antara lain: (Suryanah,
1996:137; Huda, 2015: 83)
2.4.1 Perut kembung
2.4.2 Muntah-muntah mulai umur 24 jam - 48 jam
2.4.3 Mekoneum tidak keluar melalui anus tetapi melalui flustula atau anus yang
salah letaknya
2.4.4 Ujung thermometer tidak dapat masuk ke dalam anus
2.4.5 Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membrane anal
2.4.6 Distensi terhadap adanya tanda-tanda obruksi usus (bila tidak ada fistula)
2.5 Patofisiologi
Kelainan ini diawali karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari
tonjolan embrionik sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena
adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam
agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan
usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang
anus.
2.6 Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
2.6.1 Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses
tidak dapat keluar.
2.6.2 Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
5
2.6.3 Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.
2.6.4 Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
Gambar 3. Jenis atresia ani
Melbourne mengklasifikasi atresia ani atau malforasi anorektal berdasarkan
garis pubokoksigeus dan garis yang melewati ischii kelainan yaitu letak tinggi,
letak inter mediet, dan letak rendah sebagai berikut :
2.6.1 Anomali tinggi
Letak tinggi, rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus
pubokoksigeus). Rektum memiliki jalur desenden normal melalui otot
puborektalalis, terdapat spingter internal dan eksternal yang berkembang baik
dengan fungsi normal, dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinary.
2.6.2 Anomali intermediate
Letak intermediet, akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.
Rectum berada atau di bawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan
spingterbeksternal berada pada posisi yang normal.
2.6.3 Anomali rendah
Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawahmuskulus levator ani.
Ujung rectum diatas otot puborektalis, dan spingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius rektouretral (pria) atau
rektovaginalis (wanita).
Gambar 4. Atresia ani pada laki-laki
Gambar 5. Atresia ani pada perempuan
Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip oleh Hamami, atresia
ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki –
laki golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia
rektum, perineum datar, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari
kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan yaitu kelainan fistel
perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram:
6
udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 6
kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum,
fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada
perempuan dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel
tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit (Hamami A.H, 2004).
2.7 Komplikasi dan Prognosis
2.7.1 Komplikasi
Menurut Betz (2002), komplikasi yang dapat terjadi pada artesia ani
antara lain:
a. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
b. Obstruksi intestinal.
c. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
d. Komplikasi jangka panjang antara lain:
1) Evresi mukosa anal.
2) Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
3) Impaksi dan konstipasi akibat terjadinya dilatasi sigmoid.
4) Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet
training.
5) Inkontinensia akibat stenosis anal atau implikasi.
6) Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
2.7.2 Prognosis
Prognosis pada atresia ani sebagaian besar baik jika didukung perawatan
yang tepat dan juga tergantung kelainan letak anatomi saat lahir. Namun
berprognosis buruk apabila klien atresia ani tidak segera mendapatkan
penatalaksanaan yang tepat. Pada Atresia Ani letak tinggi, banyak anak
mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus. Kebanyakan juga mengalami
konstipasi. Pada atresia ani letak rendah, anak-anak umumnya memiliki kontrol
buang air besar yang baik, tetapi masih mungkin mengalami sembelit. Bila atresia
ani tidak segera ditangani makan akan terjadi komplikasi seperti obruksi
intestinal, konstipasi, dan inkontinensia feses.
7
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani
letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada waktu lalu
penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthought,
tetapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus
yang lebih tinggi.
Pena dan Defries (1982) memperkenalkan metode operasi dengan
pendekatan postero sagital anoreltoplasi (PSARP), yaitu dengan cara membelah
muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan
mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatominya, fungsinya, bentuk kosmetik serta antisipasi
trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditemukan ketinggian akhiran
rectum yang dapat ditentuakan dengan berbagai cara antara lain dengan
pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Tindakan yang dapat dilakukan antara lain: (Suryanah, 1996:137)
a. Segera dilakukan operasi/eksisi anal membrane, kolostomi sementara.
b. Setelah 3 bulan diperbaiki lagi.
c. Perawatan pre dan pasca operasi sama dengan yang lain.
Menurut letak ketinggian akhiran rectum dan ada tidaknya fistula. Leape (1987)
menganjurkan melakukan tindakan sebagai berikut.
a. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau
TCD dahulu, setelah 6-12 bulan baru dikerjakan tindakan definitive
(PSARP).
b. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas
otot sfingter ani ekternus.
c. Bila terdapat fistula dilakukan cut bac incicion.
d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena
dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
8
Klasifikasi penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang
biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk
anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
Gambar 6. Pembuatan kolostomi
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12
bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar
dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi
untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
Gambar 7. Operasi PSARP
c.Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi
seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
Gambar 8. Penutupan kolostomi
2.8.2 Penatalaksanaan Non medis
1. Toilet Training
Metode ini biasanya dilakukan pada anak usia 2-3 tahun, dimana strategi
yang digunakan sama halnya dengan anak normal pada umumnya. Toilet
training ini diajarkan apada anak untuk memungkinkan anak akan merasa
nyaman aman ketika eliminasi, serta strategi ini juga akan membantu
memfasilitasi anak untuk defekasi.
2. Diet konstipasi
Penatalaksanaan ini dilakukan dengan membatasi anak untuk
mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran mentah, serta menghindarkan
anak mengkonsumsi makanan yang mengandung gas seperti permen
karet, buncis, kol, dan pemakaian sedotan.
3. Diet laktasit
9
Diet ini dilakukan dengan mengkonsumsi ASI pada anak, serta
didampingi makanan pendamping ASI yang berserat tinggi untuk
menghindari anak dari terjadinya konstipasi.
4. Bowel Management
Management bowel disini maksudnya yaitu dengan dilakukan
enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk membersihkan kolon. Hal ini
dilakukan untuk mencegah obstruksi sisa pencernaan makanan kesaluran
organ lainnya.
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
Untuk memperkuat diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan penunjang
antara lain:
a. Pemeriksaan radiologis: dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obruksi
intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen: dilakukan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung
rectum dari sfingternya. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik
wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam
ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai
keujung kantong rectal.
c. Ultrasound terhadap abdomen: digunakan untuk melihat fungsi organ
internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya factor
reversible seperti obstruksi karena massa tumor.
d. CT Scan: digunakan untuk menentukan lesi
e. Pyelografi intra vena: digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter
f. Pemeriksaan fisik rectum: kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur
dengan menggunakan selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis: digunakan untuk mengkonfirmasi
adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
h. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum
tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat
jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
10
2.10 Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya atresia ani, yang dapat dilakukan antara lain:
melakukan pemeriksaan kromosom, seta USG untuk mengetahui lebih awal
kelainan yang terjadi pada bayi dan pemenuhan gizi yang baik untuk bayi. Ada
beberapa pantangan yang berhubungan dengan penyakit ini, seperti ibu hamil
hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap obat-
obatan, makanan awetan dan alcohol yang dapat memicu terjadinya atresia ani.
11
BAB 3. PATWAY
♀ ♂
12
Atresia ani
Dysuria
Mikrorganisme masuk ke
saluran kemih
Nyeri akut
Operasi anoplasti atau colostomi
Mual dan muntah
nyeri
Inkontinensia defekasi
Resiko infeksi
↑ Tekanan intra
abdominal
Feses keluar dari vagina
Gang. Pertumbuhan Pembentukan anus dari tonjolan
embrionik Fusi
Feses tidak keluar
Penumpukan feses
Fistula di rektovaginal
Reabsorbsi sisa metabolisme oleh tubuh
Fistula di rekturetralis
Feses masuk ke uretra
Gang. Eleminasi Urine
Keracunan
Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari keb. tubuh
Ansietas
Gang. Rasa nyaman
Resiko tinggi integritas kulit
Iritasi mukosa pada area anal
Pengeluaran tidak
terkontrol
Perubahan defekasi
Trauma jaringan
(pelukaan)
anoreksia
Abnormalitas spingter rektal
Resiko kekurangan vol. cairan b.d. intake yang tidak adekuat, muntah
Kontipasi b.d. penyakit atresia ani
Diskontinuitas pemberian ASI b.d. atresia ani
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
Pengkajian pada anak-anak dengan orang dewasa memiliki beberapa
perbedaan.
4.1.1 Identitas
a. Nama pasien
b. Nama Ortu
c. Pendidikan (pasien atau orang tua)
d. TTL
e. Umur : bayi-anak-anak
f. Jenis Kelamin : laki-laki >> perempuan
g. Alamat
h. Agama
i. Tanggal Masuk RS
j. Diagnosa Medis : Atresia Ani
4.1.2 Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang biasa muncul pada pasien dengan atresia ani : perut
kembung, muntah-muntah, dan tidak bisa BAB
b. Riwayat penyakit terdahulu
Antenatal : nutrisi ibu yang kurang, ibu mengkonsumsi obat-obatan saat
trimester 1 kehamilan, ibu jarang tidak melaukan atau jarang melakukan
control (ring ANC), dan trauma fisik ibu.
Intenatal : bayi lahir dengan premature dengan kondisi kaki, badan lalu
kepala yang keluar.
Post natal : pemberian makanan yang kasar dan kurang serat bisa
memperparah kondisi pasien yang mengalami atrsia ani. Karena kondisi
anus dengan lubang yang kecil atau bahkan tidak ada lubang akan
menyebabkan meconium keras.
c. Riwayat penyakit keluarga
13
Apakah ada keluarga yang dulunya pernah mengalami penyakit yang
dapat meningkatkan terjadinya atresia ani. Kejadian atresia ani akan
meningkat pada pasien yang memiliki saudara yang sebelumnya
mengalami atresia ani.
d. Riwayat Imunisasi : riwayat imunisasi pada kejadian atresia ani
kemungkinan besar tidak berpengaruh karena atresia ani biasanya
berhubungan genetic yang terjadi pada anak sejak dia dalam kandungan.
e. Riwayat tumbuh kembang : untuk anak yang mengalami atresia ani akan
mengalami gangguan pada tahap tumbuh kembang toileting.
f. Riwayat Tumbang : anak yang mengalami atresia ani akan mengalami
gangguan pada fase anal yang berlangsung pada umur 1-3 tahun.
Pengeluaran feses yang ditandai dengan berkembangan kepuasan (katesis
dan ketidakpuasan (antikateksis) di sekitar fungsi eliminasi. Dengan
buang air besar akan timbul perasaan lega, nyaman, dan puas. Kepuasan
tersebut bersifat egosentrik, artinya anak mampu mengendalikan sendiri
fungsi tubuh. Namun, pada penderita atresia ani tidak akan merasakan
lega, nyaman, dan puas. (Sunaryo, 2004: 39)
g. Genogram : tidak ada anggota keluarga yang menderita atresia ani
sebelumnya
14
Generasi I: meninggal tidak diketahui penyebabnya oleh klien.
Generasi II: meninggal tanpa sakit.
Dalam keluarga tidak ada penyakit keturunan.
4.1.3 Pola fungsi kesehata
Pola GORDON
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Pasien belum bisa mengucapkan secara verbal apa yang dirasakan saat
ini, namun saat bayi merasa sakit atau nyeri biasa akan menangis.
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan
Bayi akan terlihat lemah dan cemas karena atresia ani.
c. Pola istirahat/tidur
Karena pasien bisa mengalami konstipasi dan perut kembung pola
istirahatnya akan terganggu. Terutama pos operasi yang bisa
menimbulkan rasa nyeri pada anak ataupasien. Informasi bisa diperoleh
dari keterangan keluarga jika pasiennya bayi
d. Pola nutrisi metabolik
15
Pasien mengkonsumsi ASI eksklusif atau susu pendamping ASI atau
makanan yang dikonsumsi anak.
e. Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar dan atau dalam urin ada mekonium.
f. Pola kognitif perseptual
Pasien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi dengan
baik pada orang lain karena usianya yang masih bayi. Jika pasiennya
anak-anak yang sudah mampu berkomunikasi, bagaimana cara dia
mengungkapkan rasa tidak nyamannya atau nyeri yang dirasakan.
g. Pola konsep diri
Pola ini terdiri dari identitas diri, ideal diri, gambaran diri, peran diri dan
harga diri.
h. Pola seksual Reproduksi
pasien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Bayi tidak bisa dikaji pola nilai dan kepercayaannya karena masih ana-
anak.
j. Pola peran hubungan
Pasien bayi akan memiliki hubungan yang dekat dengan ibunya.
Sehingga saat berada didekat ibunya pasien akan merasa lebih tenang.
mandiri
k. Pola koping
Pasien anak-anak akan menangis untuk menunjukan apa yang dirasakan
supaya mendapat bantuan atau pertologan dari sekitarnya.
Head to toe
1. Tanda-tanda vital
Nadi
Respirasi
Suhu axila
2. Kepala
16
Kepala simetris, tidak ada lesi, kulit kepala bersih, , tidak ada caput
succedanium, dan tidak ada chepal hematom.
3. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan pada subkonjungtiva,
tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, pada pasien atresia ani biasanya
conjungtiva agak pucat.
4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka atau secret, tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada pus dan lendir.
5. Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak
Cheilochisis.
6. Telinga
Telinga simetris dan matur tulang kartilago berbentuk sempurna.
7. Leher
Tidak ada webbed neck.
8. Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,
pernafasan normal.
9. Jantung
Tidak terdengarmur-mur atau suara abnormal lainnya saat auskultasi dan
frekuensi jantung teratur .
17
10. Abdomen
Simetris, tidak ada massa atau tumor , tidak terdapat perdarahan pada
umbilicus, terdengar suara hiperperistaltik. Pada pemeriksaan palpasi pada daerah
usus akan terdengar pekak (konstipasi).
11. Genitalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis, tidak ada hipospandia
pada penis, tidak ada hernia sorotalis. Pada penderita atresia ani bisa
terjadi meconium keluar bersamaan dengan urin.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang
tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan oleh
jaringan.
13. Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan
kukunya tampak agak pucat.
14. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid.
15. Pemeriksaan Reflek
Suching +
Rooting +
Moro +
Grip +
Plantar +
18
4.2 Diagnosa
4.2.1 Gangguan eleminasi urine b.d dysuria
4.2.2 Inkontenensia defekasi b.d abnormalitas sfingter rectal
4.2.3 Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
4.2.4 Resiko infeksi b.d perawatan tidak adequat, trauma jaringan post operasi
4.2.5 Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit, dysuria, trauma jaringan
post operasi
4.2.6 Kerusakan integritas kulit b.d kolostomi
4.2.7 Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah.
4.2.8 Ansietas b.d pembedahan dan kurangnya pengetahuan dari keluarga tentang
penyakit.
4.2.9 Resiko kekurangan volume. cairan b.d. intake yang tidak adekuat, muntah.
4.2.10 Kontipasi b.d. penyakit atresia ani.
4.2.11 Diskontinuitas pemberian ASI b.d. atresia ani
4.3 Perencanaan
No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan
eleminasi
urine b.d
dysuria
Tujuan : setelah
dilakukan perawatan
2x24 jam fungsi
eleminasi urine
berjalan baik
Kriteria hasil :
1. Kandung kemih
kosong sempurna
2. Tidak ada residu
urine > 100-200 c
3. Intek cairan dalam
rentang normal
4. Tidak ada spasme
bladder
1. Penilaian
urine yang
berfokus
pada
inkonteninsia
( output
urine, pola
berkemih)
2. Memantau
penggunaan
obat dengan
sifat
antikolinergi
k atau
1.Menghitung
output urine
2&3.Melihat
apakah ada efek
dari obat yang
harus dihentikan
penggunaannya
4.membantu
proses eleminasi
urine
5.Menghitung
output urine
6.agar tidak
terjadi konstipasi
19
5. Balance cairan
seimbang.
properti
alpha agonis
3. Memonitor
efek dari
obat-obatan
yang
diresepkan
4. Memasang
kateter
5. Catat input
dan output
urin
6. Instruksikan
cara-cara
menghindari
konstipasi
7. Pantau
asupan dan
keluaran
8. Pantau
tingkat
distensi
kandung
kemih
9. Menerapkan
katerisasi
intermitten
7.melihat apakah
ada penumpukan
urin pada
kandung kemih
2. Inkontenen
sia
defekasi
b.d
abnormalit
Tujuan : setelah
dilakukan perawatan
3x24 jam pasien tidak
kesulitan BAB.
Kriteria hasil :
Bowel inkontinen
care
1. Perkirakan
penyebab
fisik atau
1. Supaya bisa
tepat
penangananny
a. Karena
penyebab fisik
20
as sfingter
rectal (post
operasi)
1. BAB teratur
2. Defekasi
lunak
3. Penurunan
inkontenensia
4. Status nutrisi
dan minuman adequat
5. Integritas
jaringan kulit
membran mukosa
baik
psikologi dari
inkontinensia
fekal
2. Jelaskan
penyebab
maslah dan
rasional dari
tindakan
kepada
pasien atau
keluarga
3. Jelaskan
tujuan
managemen
bowel pada
pasien atau
keluarga.
4. Diskusikan
dan kriteria
hasil yang
diharapkan
bersama
pasien atau
keluarga
5. Kolaborasi
pemberian
supositoria
jika
memungkink
an
6. Monitor efek
samping obat
dan psikologis
bisa memiliki
penanganan
yang berbeda
2. Pasien tidak
cemas
3. Pasien bisa
mengungkap
kan apa yang
diinginkan
4. Memudahkan
pengeluaran
feses
5. Mengetahui
efek yang
diberikan
obat
6. Mengetahui
peningkatan
atau
penurunan
konstipasi
21
yang
diberikan
7. Evaluasi
status BAB
secara rutin.
3. Nyeri akut
berhubung
an dengan
trauma
jaringan
Tujuan : setelah
dilakukan perawatan
2x24 jam nyeri bisa
berkurang
Kriteria hasil :Bayi
tidak rewel
Pain management
1. Lakukan
pengkajian
nyeri secara
komprehensif
dengan
PQRST
2. Observasi
reaksi non
verbal dari
nyeri
3. Bantuan
pasien dan
keluarga
untuk
menemukan
dukungan
dalam
mengurangi
nyeri
4. Kontrol
lingkungan
yang dapat
mempengaru
hi nyeri
5. Lakukan
kontor nyeri
Pain management
1&2.Mengetahui
tingkat nyeri
3.mengurangi
persepsi nyeri
4, 5, &6.
Mengurangi nyeri
Analgesic
administration
1,2,&3.
Mengurangi
kesalahan
pemberian
obat
4&5. mengevaluasi
efek setelah
pemberian
obat
22
6. Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
Analgesic
administratio
n
1. Cek obat
dengan 6
benar
2. Cek apa
punya alergi
dengan obat
3. Tentukan
pilihan obat
analgesic
sesuai tingkat
nyeri
4. Monitar TTV
sebelum dan
sesudah
pemberian
obat
5. Evaluasi
keefektifan
pemberian
obat
4. Resiko
infeksi b.d
perawatan
tidak
adequat,
trauma
Tujuan : setelah
dilakukan perawatan
1x 24 jam dapat
menunjukan
penurunan resiko
infeksi pada pasien.
Infection control
1. Instruksikan
pengunjung
untuk
mencuci
tangan
Infection control
1.menjaga sepsis
dan mengurangi
kontaminasi
bakteri atau
kuman baik dari
23
jaringan
post
operasi
Kriteria hasil : Bebas
dari tanda dan gejala
infeksi
sebelum dan
sesudah
berkunjung
2. Pertahan
lingkungan
aseptik
3. Monitor
tanda dan
gejala infeksi
4. Batasi
pengunjung
5. Dorong
nutrisi yang
cukup
pasien atau
pengunjung
2.menghindari
infeksi
3.melihat adanya
tanda infeksi
4.mengurangi
factor
perpindahan
bakteri atau
kuman
5.meningkatkan
daya tahan tubuh
sehingga tidak
mudah terserang
kuman
5. Gangguan
rasa
nyaman b.d
gejala
terkait
penyakit,
dysuria,
trauma
jaringan
post
operasi
Tujuan : setelah
dilakukan perawatan
3x24 jam pasien bisa
tidur nyenyak dan
tidak rewel
Kriteria hasil :
1. Pasien tidak
terlihat cemas
2. Status
lingkungan nyaman
3. Kualitas tidur
dan istirahat adequat
Anxiety reduction
1. Gunakan
pendekatan
yang
menenangkan
2. Jelaskan
semua
prosedur dan
apa yang
akan terjadi
setelah
tindakan
pada pasien
atau keluarga
3. Identifikasi
tingkat
Anxiety reduction
1.mengurangi
persepsi tegang
2.agar pasien
tidak terkejut
3.menilai seberapa
tingkat kecemasan
pasien
4.agar pasien
merasa tenang
24
kecemasan
4. Ciptakan
suasana yang
nyaman dan
tenang
6. Kerusakan
integritas
kulit b.d
kolostomi
Tujuan : setelah
dilakukan perawatan
7x24 jam integritas
kulit pasien
membaik.
Kriteria hasil :
1. Integritas
kulit yang baki bisa
dipertahankan
2. Tidak ada lesi
3. Perfusi
jaringan baik
Pressure
management
1. Anjurkan
pasien
menggukan
pakain
longgar
2. Hindari
kerutan pada
tempat tidur
3. Jaga
kebersihan
kulit agar
tetap bersih
dan kering
4. Monitor
adanya
kemerahan
Insision site care
1. Monitor
tanda infeksi
2. Monitor
proses
kesembuhan
area insisi
3. Bersihkan
area bekas
Pressure
management
1.tidakmenekan
tubuh
2.agar tidak
terjadi decubitus
3&4.menghindari
infeksi
Insision site care
Menurunkan
resiko terjadinya
infeksi pada area
yang luka
25
jahitan
4. Ganti balutan
sesuai
interval
waktu
7. Ketidak
seimbanga
n nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubung
an dengan
mual
muntah.
Tujuan : setelah
dilaukan perawatan
1x24 jam pasien
menunjukan nutrisi
terpenuhi.
Kriteria hasil :
1. BB normal
2. Tidak ada
tanda-tanda
malnutrisi
3. Tidak terjadi
penurunan BB yang
berarti
Nutition
management
1. Kaji
kemampuan
pasien untuk
menelan dan
menguyah
makanan
2. Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
menentukan
jumlah kalori
dan
nutrisiyang
dibutuhkan
pasien
3. Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi pasien
kepada
pasien atau
keluarga
Nutrition
monitoring
26
1. Monitor
adanya
penurunan
BB
2. Monitor
interaksi
anak dan
orang tua
selama
makan atau
menyusu
3. Monitor
turgor kulit
4. Monitor mual
muntah
5. Monitor
intake nutrisi
dan kalori
8. Ansietas
b.d
pembedaha
n dan
kurangnya
pengetahua
n dari
keluarga
tentang
penyakit.
Tujuan: setelah
dilakukan perawatan
selama 1x24 jam
pasien menunjukkan
ansietas hilang.
Kreteria hasil:
1. Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan
gejala cemas.
2. Mengidentifik
asi, menunjukkan dan
mengungkapkan
tehknik untuk
Anxiety
Reduction
(penurunan
kecemasan) :
1. Gunakan
pendekatan
yang
menenangkan
.
2. Nyatakan
dengan jelas
harapan
prilaku
pasien
Anxiety Reduction
(penurunan
kecemasan) :
1.agar pasien
tenang dan
nyaman
2&3. Pasien tidak
cemas dan
mengerti apa yang
akan dilakukan
kepadanya
sebelumnya
4-13. mengurangi
tingkat kecemasan
27
mengontrol cemas.
3. Tanda-tanda
vital dalam batas
normal.
4. Postur tubuh,
ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.
3. Jelaskan
semua
prosedur dan
apa yang
dirasakan
selama
prosedur.
4. Pahami
prespektif
pasien
terhadap
situasi stress.
5. Temani
pasien untuk
memberikan
keamanan
dan
mengurangi
takut.
6. Dorong
keluarga
untuk
menemani
anak.
7. Lakukan
back/neck
rub.
8. Dengarkan
dengan
penuh
perhatian.
9. Identifikasi
pasien
28
tingkat
kecemasan.
10. Bantu pasien
mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan.
11. Dorong
pasien untuk
mengungkap
kan perasaan,
ketakutan,
persepsi.
12. Intruksikan
pasien
menggunaka
n teknik
relaksasi.
13. Berikan obat
untuk
mengurangi
kecemasan.
9. Resiko
kekurangan
volume
cairan b.d.
intake yang
tidak
adekuat,
muntah.
Tujuan: setelah
dilakukan perawatan
selama 1x24 jam
menunjukkan
keseimbangan cairan,
intake, dan status
nutrisi yang baik.
Kriteria hasil:
1. Mempertahan
kan urine output
Fluid
Management
1. Timbang
popok jika
diperlukan.
2. Pertahankan
catatan intake
dan output
yang akurat.
3. Monitor
Fluid Management
1.Mengetahui
output cairan
2.supaya hasilnya
valid
3-5.menilai
perubahan yang
terjadi
6.menambah input
29
sesuai dengan usia
dan BB.
2. Tekanan nadi,
darah, suhu tubuh
dalam batas normal.
3. Tidak ada
tanda-tanda dehidrasi.
4. Elastisitas
turgor kulit baik,
mukosa lembab, dan
tidak ada rasa haus
yang berlebih.
status hidrasi
(kelembaban
membrane
mukosa, nadi
adekuat),
4. Monitor
tanda-tanda
vital.
5. Monitor
status nutrisi.
6. Dorong
masukan oral
7. Monitor berat
badan.
10. Kontipasi
b.d.
penyakit
atresia ani.
Tujuan: setelah 1x24
jam pasien mampu
memperliatkan bowel
elimination yang
baik.
Kriteria hasil:
1. Mempertahan
kan bentuk feses
lunak setiap 1-3 hari.
2. Bebas dari
ketidaknyamanan
kontipasi.
3. Feses lunak
dan berbentuk.
4. Kolaborasi
pemberian laksatif
1. Monitor
tanda dan
gejala
kontipasi.
2. Monitor
feses:
frekuensi,
konsistensi
dan volume.
3. Jelaskan
etiologi dan
rasionalisasi
tindakan
terhadap
pasien
4. Dukung
intake cairan
5. Timbang
1.melihat apakah
pasien mengalami
konstipasi
2. menilai
karakteristik feses
3.pasien atau
keluarga tidak
cemas saat terjadi
sesuatu
4.membantu
proses pencernaan
berjalan dengan
baik
5.menilai gizi
pasien
30
pasien secara
teratur
11. Diskontinu
itas
pemberian
ASI b.d.
atresia ani
Tujuan: setelah
dilakukan perawatan
1x24jam pasin
menunjukan menyusu
dengan baik.
Kriteria hasi:
1. Pertumbuhan
dan perkembangan
bayi dalam batas
normal
2. Berat badan
bayi=masa tubuh
3. Tanda-tanda
vital bayi dalam batas
normal
1. Pantau berat
badan bayi
jika
diperlukan
2. Beri
dorongan
untuk tetap
melanjutkan
menyusui
sepulang
kerja.
3. Monitor atau
evaluasi
refleks
menelan
sebelum
memberikan
susu.
1.menilai nutrisi
bayi
2.agar gizi bayi
terpenuhi
3.menilai
keberhasilan
cairan masuk
kedalam
pencernaan pasien
4.4 Pelaksanaan
Tanggal Jam ImplementasiParaf
Perawat
15 Maret 2016 08.00 WIB 1. Mencatat penilaian
urine yang berfokus
pada inkonteninsia
(output urine, pola
berkemih)
2. Memantau penggunaan
obat dengan sifat
antikolinergik atau
Ns. Ani
31
properti alpha agonis
3. Memonitor efek dari
obat-obatan yang
diresepkan
4. Memasang kateter
5. Catat input dan output
urin
6. Memberi edukasi cara-
cara menghindari
konstipasi pada
keluarga
7. Memantau asupan dan
keluaran
8. Memantau antau tingkat
distensi kandung kemih
9. Memasang katerisasi
intermitten
15 Maret 2016 01.00 WIB 1. menjelaskan penyebab
masalah dan rasional
dari tindakan kepada
pasien atau keluarga
2. menjelaskan tujuan
managemen bowel pada
pasien atau keluarga.
3. mendiskusikan dan
kriteria hasil yang
diharapkan bersama
pasien atau keluarga
4. melakukan kolaborasi
pemberian supositoria
jika memungkinkan
5. Monitoring efek
Ns. Efi
32
samping obat yang
diberikan
6. Mengevaluasi status
BAB secara rutin
15 Maret 2016 20.00 WIB Pain management
1. Mengkajian nyeri
secara komprehensif
dengan PQRST
2. mengobservasi reaksi
non verbal dari nyeri
3. memberikan kompres
hangat pada area
pelukaan (post operasi)
4. menganjurkan ibu
menenangkan anaknya
bisa dengan berada
disampingnya
5. mengevaluasi
keefektifan kontrol
nyeri
6. Mengukur tanda-anda
vital sebelum dan
sesudah tindakan
Analgesic administration
1. Cek obat dengan 6
benar
2. Cek apa punya alergi
dengan obat
3. Tentukan pilihan obat
analgesic sesuai tingkat
nyeri
4. Monitar TTV sebelum
Ns. Ani
33
dan sesudah pemberian
obat
5. Evaluasi keefektifan
pemberian obat
16 Maret 2016 09.00 WIB 1. Instruksikan
pengunjung untuk
mencuci tangan
sebelum dan sesudah
berkunjung
2. Pertahan lingkungan
aseptik
3. Monitor tanda dan
gejala infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Dorong nutrisi yang
cukup
Ns. Ani
16 Maret 2016 14.00 WIB Anxiety reduction
1. Anjurkan ibu berada
didekat pasien atau
mengelus tubuh bayi
2. menjelaskan semua
prosedur dan apa yang
akan terjadi setelah
tindakan pada pasien
atau keluarga
3. mengidentifikasi tingkat
kecemasan
4. Memciptakan suasana
yang nyaman dan
tenang sepeti tidak rame
di dekat pasien
Ns. Efi
16 Maret 2016 21.00 WIB Pressure management Ns. Ani
34
1. Memakaikan pakaian
longgar pada pasien
2. Merapikan tempat tidur
setiap terlihat tidak rapi
3. Menyeka dan
mengeringkan kulit
pasien kemudian
berikan lotion atau
minyak kayu putih
untuk menghangatkan
4. Monitoring adanya
kemerahan
Insision site care
1. Monitoring tanda
infeksi
2. Monitoring proses
kesembuhan area insisi
3. Melakukan perawatan
luka dengan konsep
steril
4. mengganti balutan
sesuai interval waktu
17 Maret 2016 07.00 WIB Nutition management
1. Melakukan kolaborasi
dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisiyang
dibutuhkan pasien
2. membeerikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi pasien kepada
pasien atau keluarga
Ns. Efi
35
Nutrition monitoring
1. menganjurkan ibu
memerikan ASI eklusif
pada bayi
2. Monitoring adanya
penurunan BB
3. Monitoring interaksi
anak dan orang tua
selama makan atau
menyusu
4. Monitoring turgor kulit
5. Mengkaji adanya mual
muntah
6. Monitoring intake
nutrisi dan kalori
17 Maret 2016 12.00 WIB Anxiety Reduction
(penurunan kecemasan):
1. Mengunakan
pendekatan yang
menenangkan.
2. Menyatakan dengan
jelas harapan prilaku
pasien
3. Menjelaskan semua
prosedur dan apa yang
dirasakan selama
prosedur.
4. Memahami prespektif
pasien terhadap situasi
stress.
5. Menemani pasien untuk
memberikan keamanan
Ns. Ani
36
dan mengurangi takut.
6. Mendorong keluarga
untuk menemani anak.
7. Melakukan back/neck
rub.
8. mendengarkan dengan
penuh perhatian.
9. Mengidentifikasi
tingkat kecemasan.
10. Membantu pasien
mengenal situasi yang
menimbulkan
kecemasan.
11. Mendorong pasien
untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi.
12. Mengintruksikan
pasien menggunakan
teknik relaksasi.
13. Memberikan obat
untuk mengurangi
kecemasan.
17 Maret 2016 07.00 WIB 1. Menimbang popok jika
diperlukan.
2. Mempertahankan
catatan intake dan
output yang akurat.
3. Memonitor status
hidrasi (kelembaban
membrane mukosa,
nadi adekuat),
Ns Efi
37
4. Memonitor tanda-tanda
vital.
5. Memonitor status
nutrisi.
6. Mendorong masukan
oral
7. Memonitor berat badan.
18 Maret 2016 04.00 WIB 1. Memonitor tanda dan
gejala kontipasi.
2. Memonitor feses:
frekuensi, konsistensi
dan volume.
3. Menjelaskan etiologi
dan rasionalisasi
tindakan terhadap
pasien
4. mendukung intake
cairan
5. memantau tanda-tanda
dan gejala kontipasi.
6. Menimbang pasien
secara teratur
7. Berkolaborasi
pemberian laksatif
Ns. Ani
18 Maret 2016 09.00 WIB 1. Memantau berat badan
bayi jika diperlukan
2. Memberikan dorongan
untuk tetap melanjutkan
menyusui sepulang
kerja.
3. Memonitor atau
evaluasi refleks
Ns. Efi
38
menelan sebelum
memberikan susu.
4.5 Evaluasi
No. Diagnosa Evaluasi Paraf Perawat
1. Gangguan eleminasi
urine b.d dysuria
S= keluarga mengatan bayi tidak
lagi menangis ketika pipis
O= pipis teratur
A=gangguan eleminasi urin
teratasi
P= intervensi dihentikan
Ns. Ani
2. Inkontenensia
defekasi b.d
abnormalitas
sfingter rectal
S= pasien BAB dengan teratur
O=distensi abdomen nerkurang
A= Inkontenensia defekasi
teratasi
P= intervensi dihentikan
Ns. Efi
3. Nyeri akut
berhubungan dengan
trauma jaringan
S=keluarga mengatakan anaknya
sedikit tidak rewel
O=bayi terlihat lebih tenang,
terkadang menangis
A= nyeri teratasi sebagian
P=lanjutkan intervensi
pemberian analgesic
Ns. Ani
4. Resiko infeksi b.d
perawatan tidak
adequat, trauma
jaringan post operasi
S=keluarga mengatakan anaknya
menangis
O= area insersi sedikit memerah
A= resiko infeksi pada trauma
jaringan post op teratasi sebagian
P=lanjutkan intervensi 2, 4, dan
5
Ns. Ani
5. Gangguan rasa S= keluarga pasien mengatakan Ns. Efi
39
nyaman b.d gejala
terkait penyakit,
dysuria, trauma
jaringan post operasi
anaknya tidak rewel lagi
O=pasien tidur lelap
A=gangguan rasa nyaman
teratasi
P=menjaga lingkungan tetap
nyaman
6. Kerusakan integritas
kulit b.d kolostomi
S=keluarga mengatakan luka
insersi (post op) mulai
mengering
O= suhu=370 C, terlihat tanda
penyembuhan pada daerah
insersi
A=kerusakan integritas kulit
teratasi sebagian
P=intervensi dilanjutkan 3, dan 5
Ns. Ani
7. Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
mual muntah.
S=keluarga mengatakan pasien
tidak lagi muntah atau terlihat
mual serta mau di susui
O= pasien terlihat mau menyusu,
BB normal, turgor kulit normal
A=masalah teratasi
P=intervensi dihentikan
Ns. Efi
8. Ansietas
berhubungan dengan
pembedahan dan
kurangnya
pengetahuan
keluarga tentang
penyakit.
S=keluarga mengatakan sudah
mengerti tentang penyakit atresia
ani
O=keluarga terlihat lebih tenang
A=masalah ansietas teratasi
P=intervensi dihentikan
Ns. Ani
9. Resiko kekurangan S= keluarga mengatakan pasien Ns. Efi
40
volume cairan b.d.
intake yang tidak
adekuat, muntah
sudah tidak mutah lagi.
O= Elastisitas turgor kulit baik,
mukosa lembab, dan tidak ada
rasa haus yang berlebih.
A=masalah resiko kekurangan
volume cairan teratasi sebagian
P=lanjutkan intervensi 5,6, dan
7.
10. Kontipasi b.d.
penyakit atresia ani
S=keluarga mengatakan pasien
sudah dapat buang air besar
dengan normal.
O= feses lunak
A=masalah kontipasi teratasi
total.
P=hentikan intervensi.
Ns. Ani
11. Diskontinuitas
pemberian ASI b.d.
atresia ani
S=keluarga mengatakan pasien
mutah setiap disusui.
O= Tanda-tanda vital bayi dalam
batas normal, Pertumbuhan dan
perkembangan bayi dalam batas
normal.
A=masalah diskontinuitas
pemberian ASI teratasi total.
P=hentikan intervensi.
Ns. Efi
41
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penulis menyimpulkan bahwa, atresia ani adalah kelainan kongenital
dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Atresia ani atau
malforasi anorektal berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang melewati
ischii kelainan yaitu letak tinggi, letak inter mediet, dan letak rendah.
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Keberhasilan penatalaksanaan atresia
ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatominya, fungsinya,
bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis.
42
5.2 Saran
Perawat merupakan salah satu dari parameter keberhasilan dari suatu
rumah sakit. Kepuasan yang dirasakan oleh pasien dan keluarga bisa dipengaruhi
oleh layanan yang diberikan perawat. Sebagai seorang perawat harus bisa
memberikan perawatan yang baik pada pasien dan keluarga pasien dengan
atresia ani. Pendekatan yang digunakan kepada pasien anak-anak melalui ibu atau
ayah yang dekat dengannya, supaya ketika memberikan intervensi pasien tidak
merasa terganggu dan tidak nyaman. Selain itu pengetahuan dan diagnose tentang
atresia ani harus dikuasai dengan baik, supaya tepat dalam memberikan
perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul Hidayat, A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC.
Faradilla, Nova Dkk. 2009. Anestesi pada Tindakan Posterosagital Anorektoplasti pada Kasus Malformasi Anorectal. Pekanbaru: FK UNRI yang di akses pada http://www.files-of-drsmed.tk
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-heldanilag-5416-2-babii.pdf diakses pada 27 Februari 2016 pukul 21.30 WIB.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-adibrofiud-6318-2-babii.pdfdiakses pada 2 maret 2016 pukul 21.05 WIB
43
http://dokteryudabedah.com/atresia-ani-bayi-lahir-tanpa-anus/ diakses pada 01 Maret 2016 pukul 09.45 WIB.
http://mediskus.com/penyakit/atresia-ani diakses pada 28 Februari 2016 pada pukul 09.30 WIB.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23480/3/Chapter%20II.pdf diakses pada 02 Maret 2016 pukul 05.45 WIB.
https://www.academia.edu/8685826/ASKEP_PADA_PASIEN_ATRESIA_ANIdiakses pada 2 maret 2016 pukul 19.33 WIB
Huda Nurarif, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: MediAction.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Suryanah. 1996. Keperawatan anak untuk siswa SPK. Jakarta : EGC.
Wong, Donna, L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
LAMPIRAN
Gambar 1. Anus imperforate Gambar 2. Tidak terbentuknya anus
44
Gambar 3. Jenis atresia ani Gambar 4. Atresia ani pada laki-laki
Gambar 5. Atresia ani pada perempuan
Gambar 6. Pembuatan kolostomi Gambar 7. Operasi PSARP
Gambar 8. Penutupan kolostomi
45
Recommended