View
103
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 PENGERTIAN ROTI DAN PROSES PEMBUATANNYA
Roti merupakan makanan yang berbahan dasar gandum atau tepung terigu. Roti adalah
makanan produk fermentasi yang dibiakkan pada tepung yang dicampur dengan bahan lainnya.
Roti yang tadinya dianggap sebagai makanan para sinyo dan noni Belanda di zaman penjajahan,
kini sudah jadi makanan pokok kedua setelah nasi. Sama halnya seperti di belahan dunia lain,
budaya makan roti juga berkembang di Indonesia. Memang, mula-mula hanya pada kelompok
masyarakat tertentu. Itu pun sebatas sebagai pengganti nasi pada saat sarapan pagi yang
umumnya disajikan bersama-sama dengan telur dadar atau segelas susu. Seiring dengan
berjalannya waktu, roti akhirnya tidak lagi dikaitkan dengan sarapan pagi, tetapi sudah meluas
sebagai menu makanan alternatif di segala kondisi dan waktu makan. Roti tidak lagi dinikmati di
pagi hari, tetapi juga di siang hari, malam hari, atau sebagai snack di antara dua waktu makan.
Secara umum roti dibedakan atas roti tawar dan roti manis. Namun ada beberapa jenis
roti fungsional yang kaya serat dan mengandung omega-3 yang berfungsi sebagai penangkal
berbagai penyakit degeneratif. Ditinjau dari jenis roti tawar dibedakan menjadi 2 yaitu roti putih
dan roti cokelat. Roti putih dibuat dari tepung terigu, sedangkan roti cokelat dibuat dari tepung
gandun utuh.
Pada prinsipnya roti dibuat dengan cara mencampurkan tepung dan bahan penyusun
lainnya menjadi adonan kemudian difermentasikan dan dipanggang. Bahan penyusun lainnya
dalam pembuatan roti adalah gula, garam, shortening, susu, dan bread improver. Pembuatan roti
dapat dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu proses pembuatan adonan dan proses pembakaran.
Kedua proses ini akan menentukan kualitas akhir.
Urutan proses pembuatan roti secara umum adalah pencampuran dan pengadukan
bahan, peragian/fermentasi, pembentukan dan penimbangan, pengembangan adonan, dan
pembakaran. Proses pengadukan bahan baku berkaitan dengan pembentukan zat gluten, sehingga
adonan siap menerima gas CO2 dari aktivitas fermentasi. Prinsip dari pengadukan ini adalah
pemukulan dan penarikan jaringan zat gluten sehingga struktur yang awalnya spiral akan
4
menjadi sejajar satu dengan lainnya. Apabila struktur tersebut tercapai, maka adonan akan
terlihat mengkilap pada permukaan dan lengket serta mengembang pada titik optimum.
Pada proses fermentasi adalah proses mendasar dan penting dalam pembuatan roti. Pada
proses ini terjadi proses biologis yang dilakukan oleh ragi roti yang akan berfungsi
mengembangkan, memetangkan, memproduksi senyawa-senyawa gas dan aroma adonan. Suhu
optimum proses fermentasi adalah 27°C. Proses pengembangan adonan atau proofing dilakukan
setelah adonan ditimbang dan dibentuk. Pada tahap ini gluten akan menjadi lebih halus dan
meluas serta penampakan pengembangan volume adonan menjadi dua kali lipat. Suhu proofing
yang baik adalah 32-38°C dengan kelembapan relatif (RH) 80-85% selama 30-45 menit. Proses
pengembangan adonan merupakan suatu proses yang terjadi secara sinkron antara peningkatan
volume sebagai akibat bertambahnya gas-gas yang terbentuk sebagai hasil fermentasi dan protein
larut, lemak, dan karbohidrat yang juga mengembang dan membentuk film tipis. Beberapa faktor
yang mempengaruhi daya produksi gas adalah konsentrasi ragi, gula, garam, makanan ragi, dan
suhu.
Proses terakhir dalam pembuatan roti adalah pembakaran atau pemanggangan. Pada
proses pembakaran adonan merupakan proses yang menentukan berhasil tidaknya suatu proses
pembuatan roti. Melalui proses ini adonan roti diubah menjadi produk yang ringan dan berongga,
mudah dicerna, dan aroma yang sangat merangsang. Untuk memperoleh hasil yang baik
dibutuhkan pemanasan pada suhu 150-200°C dengan lama waktu yang disesuaikan pada ukuran
atau bentuk roti, jumlah gula yang digunakan dan jenis roti. Pada proses pembakaran, aktivitas
biologi yang terjadi dihentikan dengan disertai hancurnya mikroorganisme dan enzim yang ada.
Pada saat yang sama substansi terbentuk, meliputi karamelisasi gula, pirodekstrin dan
melanoidin sehingga menghasilkan produk dengan sifat organoleptik yang diinginkan
(Anonyimous 2008).
II.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN ROTI
Pada pembuatan roti proses yang penting adalah proses pengembangan adonan. Pada
saat pengembangan adonan ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain :
a) Jumlah Cairan
Penggunaan jumlah cairan yang sedikit atau kurang akan membuat adonan mengembang
berat, artinya adonan dapat mengembang namun tidak besar, hasilnya juga akan lebih
5
berat, kencang, tetapi cepat kenyang saat mengkonsumsinya (bantat). Sedangkan jika
cairan yang digunakan terlalu banyak, maka adonan yang dihasilkan akan rapuh, setelah
matang akan keriput, serta kempes setelah matang atau saat keluar dari oven (Joice
2006).
b) Ragi atau Yeast
Yeast yang digunakan harus masih bekerja dengan baik. Jika yeast tidak bekerja, maka
adonan juga tidak akan mengembang.
Untuk memastikan yeast yang akan digunakan masih berfungsi dengan baik, maka bisa
dilakukan percobaan dengan mencampurkan setengah sendok teh yeast dan satu sendok
teh gula dalam setengah gelas air hangat, lalu aduk hingga rata dan tunggu beberapa saat.
Jika timbul buih dan mengembang maka yeast tersebut masih bekerja. Sedangkan jika
tidak terjadi buih, maka yeast tersebut harus diganti dengan yang baru. Cara
penyimpanan yeast yang baik adalah penempatan pada wadah yang kering di tempat
dingin seperti kulkas (Joice 2006).
c) Waktu pengembangan
Pada pembuatan roti proses pengembangan yang digunakan adalah 1 sampai 1,5 jam.
Waktu pengembangan yang terlalu lama akan mengakibatkan roti berasa asam.
d) Cara dan tempat pengembangan adonan
Adonan yang stress tidak bisa dipaksakan untuk diisi, sebaiknya didiamkan dulu selama
15 menit sebelum digunakan kembali. Adonan yang digolongkan menjadi adonan stress
adalah adonan yang baru dikencangkan atau adonan yang baru dikempiskan udaranya.
Adonan yang seperti ini belum siap digunakan, jadi waktu toleransi selama 15 menit
sangat dibutuhkan supaya tercipta kulit yang bagus.
Adonan yang dalam keadaan tersebut diusahakan kulinya selalu dalam keadaan lembab,
dan tidak kering. Tujuannya adalah agar tidak pecah saat digilas sehingga pada hasil
akhirnya kulit roti juga terlihat mulus. Untuk menjaga keadaan agar kulit dalam keadaan
lembab, maka harus menutup dengan plastik dan menyimpan dalam suhu ruangan yang
tidak terlalu dingin. Suhu ruangan yang terlalu dingin akan menyebabkan adoonan lama
mengembang (Joice 2006).
6
e) Penanganan adonan
Penggilasan adonan sebaiknya tidak terlalu tipis, karena akan mengakibatkan adonan
stress dan tidak mempunyai bahan untuk mengembangkan diri. Apabila sudah terlanjur
terjadi, solusinya adalah mengencangkan atau membulatkan adona terlebih dahulu dan
istirahatkan 15 menit sebelum digunakan kembali. Pembuangan gas dalam adonan yang
akan digunakan juga sebaiknya tidak terlalu berlebihan. Keadaan adonan harus tetap
dijaga agar tetap dalam keadaan lentur, lemas, dan tidak kaku untuk tahap pengisian
(Joice 2006).
f) Takaran dan bahan yang digunakan
Penakaran bahan-bahan yang digunakan harus sesuai dengan takaran yang diberikan,
karena akan mempengaruhi proses pembuatan roti. Air yang digunakan dalam pembuatan
roti sebaiknya air kemasan, karena mempunyai pH yang seimbang.
II.3 KANDUNGAN GIZI ROTI
Jenis roti sangat beragam, begitu juga dengan kandungan gizi yang ada pada roti.
Kandungan gizi roti sangat ditentukan oleh bahan penyusun adonan dan cara pembuatan roti.
Menurut Astawan (2004) roti diperkaya berbagai vitamin dan mineral, masyarakat Indonesia kini
telah banyak yang memanfaatkan roti sebagai alternatif sumber karbohidrat bukan nasi. Peran
roti kelak tidak lagi sebatas sebagai menu sarapan, tetapi juga untuk menu makan siang dan
malam. Oleh karena itu kandungan gizi sangat perlu untuk diperhatikan agar dapat memberikan
sumbangan gizi yang berarti pada manusia. Serat pangan sangat penting bagi kesehatan, dewasa
ini dedak gandum sering ditambahkan kedalam proses pembuatan roti dari terigu agar sifat dan
nilai gizinya mendekati roti yang terbuat dari tepung gandum utuh terutama untuk meningkatkan
kadar serat pangan, vitamin, dan mineral.
Selain serat, roti juga mengandung berbagai macam zat gizi. Beberapa gizi yang
umumnya ditambahkan kedalam roti adalah vitamin seperti thiamin (vitamin B1), ribofhavin
(vitamin B2), dan niasin serta sejumlah mineral berupa zat besi, iodium, kalsium, dan lain-lain.
Roti juga sering d (vitamin B2), dan niasin serta sejumlah mineral berupa zat besi, iodium,
kalsium, dan lain-lain. Roti juga sering diperkaya dengan asam amino tertentu untuk lebih
meningkatkan mutu protein bagi tubuh (Astawan 2004).
7
Tabel 2.1 Syarat Mutu Roti Tawar
Karakteristik Syarat mutuKadar air 40 %Kadar abu 1 % (tidak termasuk garam, dihitung
atas dasar bahan kering)Kadar garam (NaCl) 2,5 % (dihitung atas dasar bahan kering)Kadar silica 0,1 % (dihitung atas dasar bahan kering)Logam berbahaya :Hg, Pb, Cu, dan As NegatifSerangga NegatifBau dan rasa Negatif
II.4 UWI (DIOSCOREA ALATA)
Uwi merupakan sumber hayati umbi-umbian yang belum banyak dimanfaatkan secara
optimal untuk membuat aneka pangan olahan enak, bergizi dan menyehatkan. Potensi uwi ungu
adalah sebagai sumber karbohidrat dan diduga banyak mengandung senyawa fenol, antosianin
yang tinggi antioksidannya. Uwi ungu (Dioscorea Alata) merupakan tanaman umbi yang berasal
dari daerah tropis. Di Filipina, uwi diproses menjadi tepung yang digunakan sebagai bahan
pembuatan produk pangan, antara lain es krim, selai uwi, dan lainnya. Pengolahan uwi menjadi
tepung terlihat sebagai teknik yang dapat menjamin persediaan tetap uwi selama bertahun–tahun.
Hal ini juga berperan penting terhadap nilai tambah dan kenaikan manfaat tanaman ini (Noche et
al. 2011 ).
Menurut Lingga (1986) Uwi Ungu (Dioscorea Alata) secara umum memiliki panjang
batang 10-25 m, bersayap pendek dan jumlahnya empat buah, berdiameter 1cm. Uwi (Dioscorea
Alata) merupakan salah satu varietas umbi-umbian potensial sebagai sumber bahan pangan
karbohidrat non beras. Selain sebagai sumber pangan non beras, Diosorea Alata bermanfaat
untuk kesehatan. Varietas lokal yang berwarna ungu mengandung zat-zat yang bermanfaat untuk
kesehatan dan manfaat lain yang belum banyak diketahui oleh masyarakat (Anonim 2010).
Dioscorea Alata mempunyai umbi yang berwarna putih kekuningan dan ada yang
berwarna biru tua. Uwi ini biasa disebut uwi ireng (Jawa) kulit umbi bagian dalam berwarna
ungu tua dagingnya berwarna ungu muda, terkadang terdapat bercak-bercak ungu tak beraturan.
Kulitnya kasar berserabut,bentuknya tidak beraturan berwarna ungu kecoklatan karena warna
diikuti warna coklat kayu (Anonim 2009).
8
Tanaman ini tumbuh di tanah datar hingga ketinggian 800 m dpi, tetapi dapat juga
tumbuh pada ketinggian 2.700 m dpi. Pada musim kemarau umbinya mengalami masa istirahat.
Agar tidak busuk biasanya umbinya disimpan di tempat kering, atau dibungkus abu. Menjelang
musim hujan umbi ini akan bertunas. Umbi yang telah bertunas digunakan sebagai bibit. Setelah
masa tanam 9-12 bulan, umbinya dapat dipanen.
Di Indonesia, Dioscorea dikenal dengan nama uwi (varietas umbi uwi). Uwi merupakan
varietas umbi-umbian yang banyak tumbuh di Indonesia, namun kurang dimanfaatkan oleh
masyarakat. Dioscorea spp. (varietas umbi uwi) merupakan salah satu jenis tanaman yang
mengandung inulin dalam jumlah yang cukup tinggi. Inulin adalah salah satu karbohidrat yang
berfungsi sebagai prebiotik (Printa 2010).
Uwi merupakan tanaman dataran rendah yang sangat bervariasi morfologinya, baik
dalam bentuk umbinya, warna kulit, dan warna daging. Sifat morfologi tidak selalu
mencerminkan sifat tekstur patinya. Umumnya, umbi yang memiliki rasio kadar amilosa dan
gula >0,17 memiliki sifat gel pudding yang cukup keras tapi elastik. Selain itu umbi dengan
kualitas tekstur pati yang disukai umumnya mengandung bahan kering dan total gula yang tinggi,
kadar protein dan mineral yang rendah (Purwandari 2008).
Uwi ungu (Dioscorea alata var purpurea) juga salah satu jenis uwi. Uwi jenis ini juga
dikenal dengan purple yam atau violet yam karena warna umbinya adalah ungu. Beberapa
referensi menyebutkan bahwa uwi ungu termasuk genus Dioscorea yang tumbuh di kawasan tropis
dan subtropis. Bagian uwi yang dapat dimakan (edible corms) merupakan salah satu bahan makanan
pokok bagi masyarakat di banyak negara tropis antara lain Afrika Barat, Asia Selatan dan Amerika
Latin. Literatur yang lain juga telah banyak melakukan kajian nutrisinya. Uwi ungu mengandung
nutrisi yang tinggi dan beberapa komponen fungsional, misalnya mucin, dioscin, allantoin, choline,
dan asam amino esensial. Uwi ungu juga bisa mengurangi tingkat plasma dan kolesterol hepatik
dengan menambahkan 50% uwi pada makanan yang diujikan pada tikus (Li et al. 2011).
9
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Uwi Ungu
Komposisi JumlahKalori 101 KalProtein 2,0 grLemak 0,2 grKarbohidrat 19,8 grKalsium 45 mgFosfor 280 mgBesi 1,8 mgVitamin B1 0,10 mgVitamin C 9 mgAir 75,0 gr
2.5. CARBOXYL METHYL CELLULOSE (CMC)
Karboksimetil selulosa pertama kali dikembangkan di Jerman selama perang dunia
pertama sebagai pengganti gelatin. Selama tahun 1930, karboksimetil selulosa telah digunakan
untuk mengeliminasi redeposisi tanah pada kain selama pencucian dan pembilasan. Ketertarikan
terhadap produksi karboksimetil selulosa mulai muncul setelah perang dunia. Kalle and Co. di
Wiesbaden-Biebrich memproduksi karboksimetil selulosa pada akhir 1930-an. Hercules
mengembangkan proses komersil pada tahun 1943.
Karboksimetil selulosa merupakan merupakan eter polimer selulosa linear dan berupa
senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, butiran
atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH
sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada rentang pH 2 – 10, bereaksi dengan garam logam berat
membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa
organik. Karboksimetil selulosa berasal dari selulosa kayu dan kapas yang diperoleh dari reaksi
antara selulosa dengan asam monokloroasetat, dengan katalis berupa senyawa alkali.
Karboksimetil selulosa juga merupakan senyawa serbaguna yang memiliki sifat penting seperti
kelarutan, reologi, dan adsorpsi di permukaan. Selain sifat-sifat itu, viskositas dan derajat
substitusi merupakan dua faktor terpenting dari karboksimetil selulosa. (Rosnah Mat Som dkk,
2004). Karboksimetil selulosa memiliki beberapa nama lain, yaitu crosscarmellose sodium; Ac-
di-sol; Aquaplast; Carmethose; gum selulosa; sodium karboksimetil selulosa; asam glikolik
selulosa, Daice; Fine Gum HES; Lovosa; NACM, dan garam selulosa (Anonimous3 2009).
10
Pembuatan karboksimetil selulosa meliputi tahap alkalisasi yaitu pereaksian antara
selulosa dengan NaOH, yang dilanjutkan dengan reaksi karboksimetilasi antara alkaliselulosa
dengan garam natrium monokloroasetat yang disebut tahap eterifikasi.
Saat ini karboksimetil selulosa telah banyak digunakan dan bahkan memiliki peranan
yang penting dalam berbagai aplikasi. Karboksimetil selulosa secara luas digunakan dalam
bidang pangan, kimia, perminyakan, pembuatan kertas, tekstil, serta bangunan. Khusus di bidang
pangan, karboksimetil selulosa dimanfaatkan sebagai stabilizer, thickener, adhesive, dan
emulsifier. Karena pemanfaatannya yang sangat luas, mudah digunakan, serta harganya yang
tidak mahal, karboksimetil selulosa menjadi salah satu zat yang diminati.
Menurut Sopandi (1989) dalam Manoi (2006), penambahan CMC bertujuan untuk
membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen tetapi tidak mengendap
dalam waktu yang relatif lama. Penggunaan CMC lebih efektif dibandingkan dengan gum arab
atau gelatin. Penambahan CMC dengan konsentrasi 0,50 – 3% sering digunakan untuk
mempertahankan kestabilan suspensi (Benu 2011).
II.6 RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)
Menurut Myers dan Montgomery (2002) RSM merupakan metode khusus yang
digunakan dengan pengujian hubungan/relasi antara respon dan faktor –faktor yang
mempengaruhi eksperimen tesebut. Metode RSM merupakan gabungan antara teknik
matematika dan statistik yang digunakan untuk pemodelan dan analisis masalah dalam suatu
respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel, tujuannya adalah untuk mengoptimasi respon
tersebut. Optimasi dengan RSM secara luas dapat diterapkan pada penelitian ilmu pangan
(teknologi hasil pertanian), ilmu teknik, ilmu kimia, teknik kimia, bioteknologi, sosial, dan ilmu
kesehatan (Oramahi 2008). Penggunaan RSM tidak hanya terbatas pada ilmu tersebut saja, akan
tetapi RSM dapat diaplikasikan pada bidang ilmu lain, khususnya penelitian yang bertujuan
mencari kondisi variabel optimum.
RSM meliputi perancangan percobaan dan penentuan harga optimum untuk variabel
sehingga diperoleh hasil maksimum yang bertujuan untuk menemukan respon optimal, ketika
lebih dari satu respon maka penting untuk menemukan kompromi optimal yang mengoptimalkan
tidak hanya satu respon (Oehlert 2000 dalam Bradly 2007).
11
Menurut Orahami (2008) desain penelitian dengan menggunakan RSM telah banyak
dikembangkan oleh ahli-ahli statistika. Beberapa desain penelitian yang sering digunakan untuk
penelitian pengaruh beberapa variabel terhadap hasil antara lain; desain tiga variable Box-
Behnken, CCD (Central Composite Design), Central Composite Face-Centered Design, Central
Composite Face-Centered (CCF) dan Central Composite Rotatable Design (CCRD). Pada
penelitian ini desain yang digunakan adalah Central Composite Rotatable Design (CCRD)
dengan 2 faktor, 5 level dan 13 kombinasi perlakuan. Desain penelitian dapat dilihat di bawah
ini:
Tabel 2.3 Central Composite Rotatable Design (CCRD) Dengan 2 Faktor, 5 Level Dan 13
Kombinasi Perlakuan
Run X1 X2 Respon (Y)1 -1 -12 -1 13 1 -14 1 15 0 06 0 07 0 08 0 09 0 010 1.414 011 -1.414 012 0 1.41413 0 -1.414
Sumber: Oramahi (2008)
Dengan RSM diperoleh persamaan polinomial kuadratik yang dapat digunakan untuk
memperkirakan hasil yang merupakan fungsi variabel benda sesuai interaksinya. Dengan metode
tersebut diharapkan akan diketahui kondisi optimum dari penggunaan tepung uwi ungu dengan
penambahan CMC pada pembuatan roti tawar. Penggunaan RSM ini dapat menampilkan grafik 3
dimensi dengan menggunakan software statistika.
12
Recommended