View
215
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Jenis Audit Secara Umum
Audit secara umum dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Audit Keuangan
2. Audit Operasional
3. Audit Ketaatan
4. Audit Investigatif
2.1.1 Audit Keuangan
Audit keuangan adalah audit terhadap laporan keuangan perusahaan atau
organisasi yang akan menghasilkan opini pihak ketiga mengenai relevansi,
akurasi, dan kelengkapan laporan-laporan tersebut.
Audit keuangan umumnya dilaksanakan oleh perusahaan atau akuntan publik
independen yang harus mengikuti prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum.
Banyak perusahaan mempekerjakan auditor internal yang berfokus pada
pengawasan pelaksaaan dan operasi perusahaan untuk memastikan kesesuaiannya
dengan kebijakan organisasi.
10
2.1.2 Audit Operasional
Audit Operasional adalah pengkajian atas setiap bagian organisasi terhadap
prosedur operasi standar dan metoda yang diterapkan suatu organisasi dengan
tujuan untuk mengevaluasi efisiensi, efektivitas, dan keekonomisan (3E).
Menurut Arens dkk (2003), definisi audit operasional, yaitu :
“An operational audits is a review of any part of organization’s operating
procedures and methods for the purpose of evaluating efficiency and
effectiveness. At the completion of an operational audit, recommendations to
management for improving operations are normally expected.”
Definisi audit operational menurut Kell dan Boynton (2001), adalah :
“Operational auditing is a systematic process of evaluating an organization’s
evectiveness, efficiency, and economy of operations under management’s
control and reporting to appropriate person the result of the evaluation along
with recommendation for improvement.”
Menurut Reider (1999), definisi audit operasional, yaitu :
“Combining these definition, it could be said that operational review is a
review of operations performed from a management viewpoint to evaluate the
economy, efficiency, and effectiveness of any and all operations, limited only
by management’s desires.”
Jadi inti dari konsep audit operasional didasarkan atas pemikiran bahwa seiring
dengan semakin luas dan kompleks lingkup kegiatan perusahaan, pemilik atau
11
owner tidak dapat mengawasi secara langsung seluruh operasi kegiatan
perusahaannya, pemilik akan membutuhkan suatu system yang dapat menilai
tingkat keberhasilan suatu proses yang tentunya juga dapat mendeteksi berbagai
masalah pada system produksi yang dapat merugikan perusahaan. Jika ternyata
ditemukan permasalahan pada saat audit operasional dilakukan, perusahaan dapat
melakukan action dengan cepat untuk melakukan counter measure yang tentunya
telah disepakati antara auditor dan owner perusahaan tersebut.
2.1.3 Audit Ketaatan
Audit Ketaatan adalah proses kerja yang menentukan apakah pihak yang
diaudit telah mengikuti prosedur, standar dan aturan tertentu yang ditetapkan oleh
pihak yang berwenang.
2.1.4 Audit Investigatif
Audit Investigatif adalah: 1. "Serangkaian kegiatan mengenali (recognize),
mengidentifikasi (identify), dan menguji (examine) secara detail informasi dan
fakta-fakta yang ada untuk mengungkap kejadian yang sebenarnya dalam rangka
pembuktian untuk mendukung proses hukum atas dugaan penyimpangan yang
dapat merugikan keuangan suatu entitas (perusahaan/organisasi/negara/daerah)."
2. "a search for the truth, in the interest of justice and in accordance with
specification of law" (di negara common law)
12
Jadi, audit itu adalah suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut :
1. Proses pengumpulan dan evaluasi bahan bukti
2. Informasi yang dapat diukur. Informasi yang dievaluasi adalah informasi
yang dapat diukur. Hal-hal yang bersifat kualitatif harus dikelompokkan
dalam kelompok yang terukur, sehingga dapat dinilai menurut ukuran
yang jelas, seumpamanya Baik Sekali, Baik, Cukup, Kurang baik, dan
Tidak Baik dengan ukuran yang jelas kriterianya.
3. Entitas ekonomi. Untuk menegaskan bahwa yang diaudit itu adalah
kesatuan, baik berupa Perusahaan, Divisi, atau yang lain.
4. Dilakukan oleh seseorang(atau sejumlah orang) yang kompeten dan
independen yang disebut sebagai Auditor.
5. Menentukan kesesuaian informasi dengan kriteria penyimpangan yang
ditemukan. Penentuan itu harus berdasarkan ukuran yang jelas. Artinya,
dengan kriteria apa hal tersebut dikatakan menyimpang.
6. Melaporkan hasilnya. Laporan berisi informasi tentang kesesuaian antara
informasi yang diuji dengan kriterianya, atau ketidaksesuaian informasi
yang diuji dengan kriterianya serta menunjukkan fakta atas
ketidaksesuaian tersebut.
13
2.2 Pengertian Audit Operasional Proses Produksi
Audit operasional proses produksi adalah suatu proses yang sistematik untuk
mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-
pernyataan, kegiatan dan kejadian dalam suatu proses produksi, dengan tujuan
untuk menentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan yang
dilakukan pada proses produksi tersebut dengan kriteria atau standard yang telah
ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
Kualitas memegang peranan yang sangat penting dalam mewujudkan fungsi
sebenarnya dari suatu produk. Kualitas yang tidak baik atau tidak sesuai dengan
desain spesifikasi produk yang telah ditetapkan merupakan kerugian bagi
perusahaan. Menindaklanjuti hal di atas, perusahaan perlu merumuskan kebijakan
kualitas melalui pengendalian kualitas dengan cara melaksanakan audit
operasional atas proses produksi berdasarkan tahap-tahap audit operasional.
Suatu proses produksi tentunya mempunyai standard-standard yang telah
ditetapkan oleh pihak-pihak yang berkompeten untuk merancang dan
membuat suatu produk. Contohnya, sebuah perusahaan bahan kimia yang
digunakan untuk material campuran plating memberikan panduan dan tata
cara dalam membuat atau memproses campuran plating yang baik sehingga
menghasilkan suatu produk yang diinginkan. Untuk itu maka setiap proses
yang menggunakan bahan kimia tersebut harus mengikuti petunjuk atau
spesifikasi proses produksi agar produk yang dihasilkan berkualitas.
14
2.3 Tujuan Audit Operasional Proses Produksi
Audit operasional proses produksi bertujuan untuk menilai tingkat
keberhasilan suatu proses produksi dan menghasilkan perbaikan dalam
pengelolaan aktifitas proses produksi dengan membuat saran-saran tentang tata
cara pelaksanaan yang sesuai dengan standard proses produksi.
Menurut Reider (1999; 13-14), audit operasional dilakukan dengan tujuan
umum sebagai berikut :
1) Menilai kinerja (Assess performance)
Menilai kinerja dilakukan dengan membandingkan bagaimana
pelaksanaan aktifitas suatu organisasi dengan kriteria yang ada, misalnya :
tujuan yang telah ditetapkan manajemen.
2) Mengidentifikasi kesempatan untuk perbaikan (Identify opportunities for
improvement).
Dengan meningkatkan efisiensi dan aktifitas diharapkan dapat
menciptakan perbaikan kegiatan operasional suatu organisasi.
2.4 Tahap-Tahap Audit Operasional
Dalam melakukan audit operasional diperlukan adanya suatu kerangka tugas
sebagai pedoman dalam melaksanakan audit. Menurut Arens dkk (2003:745).
Pemerikasaan operasional dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu :
1. Planning
Dalam pemeriksaan operasional serupa dengan pemeriksaan atas laporan
keuangan. Pada saat perencanaan, auditor harus menentukan ruang lingkup
15
penugasan, menyampaikan pada unit organisasional, menentukan staf
yang tepat dalam penugasan, memperoleh informasi mengenai latar
belakang unit.
1. Evidence Accumulation and Evaluation (Pengumpulan Bukti dan
Evaluasi)
2. Adalah suatu tahap dimana auditor mengumpulkan berbagai jenis bukti
yang diperoleh melalui cara pendokumentasian, wawancara dengan klien,
dan observasi. Setelah bukti terkumpul maka auditor harus
mengevaluasinya agar dapat menarik suatu kesimpulan mengenai temuan-
temuan yang diperolehnya dan mengajukan saran-saran rekomendasi.
3. Reporting and Follow-up (Pelaporan dan Tindak Lanjut)
Merupakan suatu tahap dimana pelaporan pemeriksaan operasional
biasanya ditujukan hanya pada pihak manajemen. Laporan pemeriksaan
operasional perlu disusun secara khusus untuk menyajikan ruang lingkup
audit, temuan, dan rekomendasi disampaikan kepada manajemen.
Tujuannya adalah untuk memastikan apakah perubahan-perubahan yang
direkomendasikan telah dilakukan, dan jika tidak, mengapa. Tindak lanjut
biasanya dilakukan setelah rekomendasi.
2.5 Hubungan Audit Operasional Proses dan Kualitas Produk
Tujuan dari audit operasional dari proses produksi ini adalah untuk
menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan proses produksi yang dapat
menyebabkan kecacatan produk. Kecacatan produk yang dimaksud disini adalah
16
apabila produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan standard yang ditetapkan atau
dengan kata lain, produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan standard drawing.
Kualitas produk sangat ditentukan oleh proses produksi produk itu sendiri.
Untuk mendapatkan produk yang baik, suatu proses produksi harus mengikuti
standard-standar pembuatan produk yang sudah ditetapkan. Agar semuat tujuan
tersebut tercapai, maka harus dilakukan Process Quality audit atau audit mutu
proses. Quality audit process atau audit mutu proses adalah sebagai suatu
pemeriksaan yang sistematik dan independen untuk menentukan apakah kualitas
aktifitas dan pencapaian hasil sesuai dengan rencana yang sudah dirancang, dan
apakah rancangan tersebut dapat diimplementasikan secara efektif dalam
pencapaian tujuan.
Gambar 2.1 : Flow Chart Hubungan Audit dan Tingkat Kecacatan Produk
Pengumpulan data supplier Zinc
Aktifitas audit
Penilaian proses : - Saran, Rekomendasi.
Implementasi hasil audit dan improvement
Menekan Tingkat kecacatan produk
17
2.6 Hubungan Audit Operasional Proses dan Efisiensi Proses
Sebuah proses produksi yang melakukan kontrol yang baik terhadap
prosesnya, tentu akan menghasilkan proses yang efisien. Artinya, tidak ada hal
yang disia-siakan pada saat proses tersebut berlangsung. Sebagai contoh, pada
saat dilakukan waktu pencelupan benda yang di proses plating. Waktu celup
melebihi ketentuan yang telah di tentukan. Hal ini tentu akan mengakibatkan
banyak kerugian yang di sebabkan oleh proses tersebut. Kerugian yang
disebabkan antara lain :
1. Biaya Man-Power.
Operator yang melakukan proses pencelupan tersebut harus menambah
waktu kerjanya.
2. Biaya Overhead Pabrik.
Pabrik dan peralatan yang ada di dalamnya, tentu mempunyai overhead
cost yang terus berjalan, seperti listrik, depresiasi equipment, air, dsb.
2.7 Zinc Chromating
Zinc Chromating yang sering disebut juga dengan istilah Zinc Plating adalah
salah satu jenis plating yang paling banyak digunakan pada part yang terbuat dari
logam (steel). Zinc Plating terdiri dari dua jenis yaitu :
1. Hexavalent Chromium
2. Trivalent Chromium
18
2.7.1 Proses Produksi Zn Plating
Proses produksi plating pada umumnya terdiri dari urutan proses sebagai
berikut :
Gambar 2.2 : Alur Proses Plating Trivalent Chromium
Proses Zn plating diawali dari proses degreasing, degreasing adalah proses
pembersihan permukaan benda yang akan diproses plating untuk memisahkan
material dari kandungan minyak atau oli yang menempel. Setelah proses
degreasing benda di bersihkan pada larutan air yang dinamakan dengan proses
Rinsing. Untuk aktivasi logam pada saat proses, part diproses pada larutan acid
pickling (larutan asam) agar struktur permukaan dapat aktif jika diproses dengan
bahan kimia lain. Proses selanjutnya adalah pembersihan part dari larutan asam
dengan cairan yang dialiri arus listrik agar permukaan logam benar-benar bersih
dari kotoran. Setelah proses pembersihan dan aktivasi material dilakukan, lalu
dilakukan proses pelapisan pertama yaitu pelapisan Zinc. Zinc berfungsi sebagai
pengikat antara Chromate dengan logam, karena logam tidak dapat berikatan
secara langsung dengan Chromate. Akan tetapi sebelum proses Chromating
Degreasing Rinsing Acid Pickling Electro Cleaner
Zinc Reclaim Activation Rinsing Chromating
Rinsing Rinsing
19
dilakukan, permukaan yang telah dilapisi oleh zinc terlebih dahulu dinormalkan
dengan larutan reclaim dan kemudian diaktivasi kembali. Setelah Chromating,
benda dibersihkan pada larutan pembersih sebanyak dua kali untuk meyakinkan
bahwa benda tersebut benar-benar bersih.
Cromating adalah proses inti yang harus diperhatikan, karena proses ini adalah
lapisan terluar yang bersifat keras dan melindungi permukaan logam dari korosi.
Jika lapisan Chromating rusak, akan menyebabkan lapisan zinc yang ada di
bawahnya juga rusak, hal ini akan menyebabkan permukaan logam tidak
terlindungi sehingga rentan terhadap karat atau korosi.
2.7.2 Jenis Zn Plating
Pada prinsipnya, Zinc Plating (Zn Plating) terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Zn plating hexavalent atau disebut juga Hexavalent Chromate,
Yang umumnya berwarna kuning.
Gambar 2.3 : Hexavalent Chromate.
20
2. Zn plating Trivalent atau disebut juga Trivalent Chromate,
Yang umumnya berwarna putih kekuningan.
Gambar 2.4 : Trivalent Chromate.
Kedua jenis plating tersebut mempunyai sifat yang hampir sama, yang
membedakan hanya jenis lapisan chromate yang merupakan lapisan terluar pada
plating. Kedua jenis zinc plating tersebut menpunyai kesamaan sifat self-
restoration, yaitu sifat yang dapat memperbaiki permukaan jika terjadi gores
halus pada lapisan Cr (Chrom). Seperti yang ditunjukan pada bagan dibawah ini.
Gambar 2.5 : Bagan Struktur Lapisan Plating Hexavalent Chromate dan Trivalent
Chromate (Zn Chromate structure – PT.ADM).
Sumber : Materi OPAM DAIHATSU (2005)
Cr2O3-CrO3-xH2O
Material
Zn plating Zn plating
Crack
Cr6+
Material
Zn plating Zn plating
M
Crack
(1) The barrier effect by a chromate film(2) The self-repair effect by Cr6+
(1) The barrier effect by a chromate film(2) The self-repair effect by an addition
element (Addition element: Co, Si, etc.)
Chr
omat
e co
mpo
sitio
n an
d cr
oss-
sect
iona
l stru
ctur
e C
orro
sive
pro
tect
ion
mec
hani
sm
Current technology(Hexavalent chromate)
Alternative technology (Trivalent chromate)
“Cr6+" “Cr3+ + addition element" The barrier and self-repair effects are obtained. “Cr6+" “Cr3+ + addition element" The barrier and self-repair effects are obtained.
Self-restoration by an addition
element
Self-restoration by Cr6+
chromate
Zn plating
0.3 micrometers chromate
0.3 micrometers
Zn plating
Cr2O3-MaOb-yH2O (M:Si、Co)
21
2.7.2.1 Hexavalent Chromate (Cr6+)
Hexavalent Chromate (Cr6+) adalah salah satu jenis plating yang sering
digunakan pada industri otomotif roda dua dan roda empat seperti mobil
DAIHATSU. Namun seiring berkembangnya bisnis yang ada di PT.ADM yang
memproduksi unit dengan merk DAIHATSU, PT.ADM melakukan export ke
manca negara yang mempunyai banyak karakter dan keinginan masing-masing di
negara tujuan eksport. Termasuk regulasi-regulasi pemerintahan negara tujuan
export yang harus dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk menjual unit
produk di negara tujuan tersebut.
Salah satunya yaitu SoC free, SoC (Substance of Concern) adalah empat jenis
logam berat yang berbahaya bagi manusia yang terdapat pada part-part kendaraan
bermotor. SoC free merupakan regulasi pemerintah Jepang untuk menjaga
lingkungan hidup dari pencemaran limbah industri otomotif.
Pada saat kendaraan seperti mobil dan motor telah mencapai umurnya (ELV =
End of Live Vehicle) untuk di sekrap atau di daur ulang, semua material akan
dipisahkan menurut jenis dan sifat material tersebut sehingga memudahkan proses
daur ulang. Namun diantara sekian banyak material tersebut, ada juga material
yang akhirnya menjadi sampah atau tidak bisa didaur ulang. Material yang tidak
dapat didaur ulang tersebut dikhawatirkan akan mencemari tanah karena
mengandung SoC yang terdiri dari empat logam berat, yaitu :
1. Pb (Lead)
2. Cd (Cadmium)
3. Hg (Mercury)
4. Cr6+ (Hexavalent Chromium)
22
Keempat jenis bahan kimia tersebut terkandung dalam material. Untuk
menghindari kandungan logam berat yang ada, PT.ADM melakukan kampanye
anti SoC (SoC free activity) kepada supplier-suppliernya. Khusus untuk material
yang mengandung bahan kimia seperti Pb, Cd, dan Hg harus diganti dengan
material lain yang bebas dari kandungan tersebut. Akan tetapi untuk Cr6+
(Hexavalent Chromium) yang harus dilakukan adalah penggantian jenis material
plating dengan jenis Cr3+ (Trivalent Chromium) pada saat proses plating
berlangsung.
2.7.2.2 Trivalent Chromate (Cr3+)
Trivalent Chromate (Cr3+) adalah jenis plating alternatif yang ramah terhadap
lingkungan karena sifatnya tidak merusak lingkungan dan aman bagi makhluk
hidup. Hanya saja yang menjadi kendala adalah proses yang dilakukan lebih sulit
daripada proses Hexavalent Chromium (Cr6+), karena parameter yang harus
dikontrol pada proses Cr3+ mempunyai range toleransi parameter yang lebih ketat
daripada Cr6+. Sehingga harus dilakukan pengontrolan dengan alat bantu atau
equipment pendukung dalam proses pengerjaannya.
2.7.3 Sifat parameter pada larutan krom (Chromate)
Parameter pada larutan Chromate Hexavalent maupun Trivalent mempunyai
sifat yang sama. Yang menjadi perbedaan diantara kedua jenis plating tersebut
adalah Range parameter serta besaran nilai parameter pada larutannya.
23
Sifat parameter pada larutan chromate dapat dilihat pada bagan sebagai
berikut:
Tabel 2.1 : Sifat SST Level Terhadap Perubahan Parameter Pada Larutan
Chromate dan Sifat Perubahan Temperatur dan Waktu Pada Drying
(pengeringan).
Sumber : Materi OPAM DAIHATSU (2005)
Tabel 2.2 : Grafik Hubungan Zn, Fe, Dan Cu Terhadap SST Level.
Sumber : Materi OPAM DAIHATSU (2005)
Bath composition(concentration)
pH
Temperature Time
Concentration Whi
te ru
st g
ener
atin
g tim
e
72
Control range
pH
72
Control range
Temperature
72
Currentlevel Control range
Time
72
Control range
Low High
Low High
Low High
Short Long
(h) (h)
(h) (h)
Chromate Drying Temperature
Temperature
72
Control range
Low High
(h)
Time
Time
72
Control range
Short Long
(h)
Whi
te ru
st g
ener
atin
g tim
e
Whi
te ru
st g
ener
atin
g tim
e W
hite
rust
gen
erat
ing
time
Whi
te ru
st g
ener
atin
g tim
e W
hite
rust
gen
erat
ing
time
Currentlevel
Currentlevel
Currentlevel
Currentlevel
Currentlevel
A setup of the renewal conditions of a bath
Cu
72
Usable range
Limit Cu cumulative dosage
Low High
(h)
Zn
72
Usable range
Limit Zn cumulative dosage
Low High
(h)
Fe
72
Usable range
Limit Fe cumulative dosage
Low High
(h)
The amount of processings Updating (when early [ either ])
Con
cent
ratio
n of
bat
h Zn
Fe
Cu
Zn concentration limit
Fe concentration limit Cu concentration limit
Updating time is decided from each above-mentioned impurities limit and the upward tendency under processing.
Whi
te ru
st g
ener
atin
g tim
e
Currentlevel
Whi
te ru
st g
ener
atin
g tim
e
Currentlevel
Whi
te ru
st g
ener
atin
g tim
e
Currentlevel
24
2.7.4 Parameter Larutan Trivalent Chromium (Cr3+)
Proses chromating atau pelapisan trivalent chromium menggunakan berbagai
jenis merk dalam proses pembuatan plating Cr3+. Dalam penelitian kali ini penulis
menggunakan Trivalent jenis Eco Tri untuk melakukan eksperimennya. Untuk
membuat larutan chromate pada bak plating, komposisi antara air dan Eco Tri
adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 : Komposisi air dan Kadar Eco Tri dalam Bak Chromating.
Make-up of 100L Liter Kg
Water* about 88,0 -
Ecotri 12 17
* Pada area proses pengerjaan yang memiliki kandungan kualitas air yang rendah, disarankan
untuk melakukan deionisasi air untuk Make-up.
Sumber : DATA SHEET EcoTri
Dengan parameter larutan sebagai berikut :
1. Temperature = 60°C (55 – 80°C)
2. PH = 1,8 (1,8 – 2,0) diukur dengan PH meter.
3. Waktu celup (Immertion Time) = 60 detik (30 – 90 detik)
2.8 Standard Zn Plating (Cr3+)
Standard yang digunakan untuk proses Zn Plating khususnya Trivalent
Chromium (Cr3+) pada penelitian ini adalah menggunakan DAIHATSU
STANDARD dengan nomor DTSH6524G. Pada standard DTSH6524G dibahas
25
mengenai standard pengujian dan spesifikasi plating Cr3+ yang harus diikuti dalam
membuat suatu part.
2.8.1 Klasifikasi
Jenis plating trivalent chromium diklasifikasikan berdasarkan tingkat ketebalan
(thickness), seperti ditunjukan pada tabel berikut ini :
Tabel 2.4 : Klasifikasi Thickness Plating Trivalent Chromium berdasarkan warna
plating.
Code
Grade As plated
Clear chromating
after plating
Black chromating
after plating
Use condition
U DTSH6524G - U DTSH6524G - UC DTSH6524G - UE
S DTSH6524G - S DTSH6524G - SC DTSH6524G - SE
Extremely
severe
A DTSH6524G - A DTSH6524G - AC DTSH6524G - AE Severe
B DTSH6524G - B DTSH6524G - BC DTSH6524G - BE Normal
Sumber : DAIHATSU STANDARD (DTSH6424-G)
2.8.2 Ketebalan coating (Coating thickness)
Dalam drawing part, biasanya disebutkan jenis klasifikasi yang akan
diaplikasikan pada part. Jenis klasifikasi yang tercantum dalam drawing tersebut
tentunya juga menentukan coating tickness seperti pada tabel di bawah ini :
26
Tabel 2.5 : Standard Thickness Plating Trivalent Chromium berdasarkan Grade.
Grade Coating thickness (µm)
U minimum 25
S minimum 13
A minimum 8
B minimum 5
Sumber : DAIHATSU STANDARD (DTSH6424-G)
Untuk menguji Coating thickness, dipergunakan alat yang bernama Thickness
tester. Thickness tester mengukur ketebalan mulai dari permukaan logam hingga
permukaan terluar lapisan plating.
Gambar 2.6 : Thickness tester.
27
2.8.3 Tingkat Ketahanan Terhadap Korosi (Corrosion Resistance)
Tabel 2.6 : Klasifikasi Tingkat ketahanan Terhadap Korosi.
Corrosion Resistance
Type Time to formation of white
corotion products (h)
Time to formation of iron rust
(brown rust) (h)
DTSH6524G - UC
DTSH6524G - UE minimum 312
DTSH6524G - SC
DTSH6524G - SE minimum 216
DTSH6524G - AC
DTSH6524G - AE minimum 168
DTSH6524G - BC
DTSH6524G - BE
minimum 72
minimum 120
Sumber : DAIHATSU STANDARD (DTSH6424-G)
Tingkat ketahanan terhadap korosi diuji dengan menggunakan alat yang
bernama SST (Salt Spray Test) machine. Cara kerja SST machine adalah dengan
menyemprotkan uap garam setiap interval waktu yang ditentukan pada setingan
mesin.
Pada proses pengujian SST, tingkat ketahanan suatu lapisan plating akan
terlihat hingga lapisan mengeluarkan karat putih. Setelah karat putih muncul
untuk selanjutnya akan muncul pula karat coklat yang menandakan korosi yang
terjadi akan merusak material besi yang dilapisi oleh plating. SST machine dapat
dilihat pada gambar berikut ini :
28
Gambar 2.7 : SST Machine.
Setiap tahapan proses munculnya karat putih dan karat coklat diatur oleh
spesifikasi tipe plating.
Berikut adalah salah satu contoh dalam pemakaian standard uji SST :
- Dalam sebuah standard gambar tertulis :
“after machining process, DTSH6524-BC are applied to each child-
parts”.
Kalimat diatas menunjukan bahwa semua child-part atau part pretelan
menggunakan standard DTSH6524-BC yang artinya mempunya starat :
1. Warna lapisan plating adalah Clear chromating Tabel 2.8.1 atau secara
umum tampak permukaan lapisan berwarna putih.
2. besar thickness lapisan plating minimum adalah 5µm Tabel 2.8.2.
3. Tingkat ketahanan terhadap korosi Tabel 2.8.3.pada saat pengujian SST
adalah :
1. Karat putih muncul pada rentan waktu minimum jam ke-72 pada
saat pengujian. Artinya, jika karat putih muncul dibawah jam ke-72
maka lapisan plating tersebut dinyatakan NG (Not Good).
29
2. Karat coklat muncul pada rentan waktu minimum jam ke-120 pada
saat pengujian. Artinya, jika karat putih muncul dibawah jam ke-
120 maka lapisan plating tersebut dinyatakan NG (Not Good).
Atau dalam kata lain seperti yang dijeleskan pada tabel berikut ini:
Tabel 2.7 : Standard Urutan Waktu munculnya Karat.
2.9 Peta Kendali
Peta kendali adalah peta yang menunjukkan batas-batas yang dihasilkan oleh
suatu proses dengan tingkat kepercayaan tertentu.
Contoh peta kendali dengan kondisi yang stabil :
Grafik 2.1 : Contoh Peta Kendali Yang Stabil.
0 jam 72 jam 120 jam
Tanpa KaratKarat PutihKarat coklat
Tipe karat
Waktu tidak dibatasi
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
CL
UCL
LCL
Waktu
Ting
kat m
utu
30
Proses pembuatan:
1. Tetapkan ukuran dari subgrup (kelompok data) (n) dan juga jumlah sub
grup yang akan dianalisis (N).
2. Kumpulkan data pengamatan
3. Hitung harga rata-rata setiap subgrup, dan juga harga R (range)
4. Hitung grand average :
X-double bar = ∑Xi /N
R-double bar = ∑Ri/N
5. Hitung nilai Batas Kontrol Atas (UCL) dan Batas Kontrol Bawah
(LCL) dengan formula sebagai berikut :
UCL x = X-double bar + A2(R);
LCL x = X-double bar - A2(R);
UCL R = D4 R-bar
LCL R = D3 R-bar
6. Petakan seluruh harga Xi dan Ri pada peta, dan periksa : bila semua titik
berada dalam batas, berarti proses pembuatan peta sudah selesai.
7. Bila ada yang keluar dari batas kendali, hilangkan data ini dan lanjutkan
dengan mengulangi 4, 5 dan seterusnya
8. Hasil akhir dari perhitungn menunjukkan terkendalinya proses/ sistem
yang dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.
31
Suatu proses akan menjadi tidak stabil akibat munculnya faktor ”X” yang
mengakibatkan pola suatu variasi menjadi berubah. Dalam istilah statistik, faktor
”X” dikenal dengan istilah ”Special Causes”.
Contoh :
1. Terjadi kerusakan pada alat potong. Keausan pahat adalah faktor ”X” yang
muncul sehingga menyebabkan pola variasi bergeser ke bawah.
2. Operator yang baru masuk belum mampu atau belum mempunyai skill
dalam melakukan proses machining. Maka operato baru tersebut
merupakan faktor ”X”.
Dalam menganalisa suatu peta kendali (control chart) perlu diperhatikan trend-
trend yang terjadi pada point-point dalam suatu peta kendali, sehingga dapat
dinilai kestabilan dan sifat dari kualitas proses yang telah dilakukan. Berikut
adalah pola-pola grafik yang menunjukakan ketidakstabilan proses :
Bersambung ...
32
Grafik 2.2 : Pola-Pola Grafik (SPC)
Seperti yang telah dijelaskan pada proses pembuatan peta kendali di atas,
bahwa terdapat nilai koefisien dalam perhitungan batas-batas peta kontrol X-bar
dan R serta indeks kapabilitas proses. Nilai koefisien tersebut antara lain :
Tabel 2.8 : Standard Koefisien (SPC)
Ukuran contoh
Koefisien Untuk Batas Kontrol X-
Bar
Koefisien Untuk Batas Kontrol R
Koefisien Untuk Menduga Simpangan
Baku, s
(n) A2 D3 D4 d2
2 1,880 0 3.267 1.128 3 1.023 0 2.574 1.693 4 0.729 0 2.282 2.059 5 0.577 0 2.114 2.326
Bersambung...
33
Ukuran contoh
Koefisien Untuk Batas Kontrol X-
Bar
Koefisien Untuk Batas Kontrol R
Koefisien Untuk Menduga Simpangan
Baku, s
(n) A2 D3 D4 d2
6 0.483 0 2.004 2.534 7 0.419 0.076 1.924 2.704 8 0.373 0.136 1.864 2.847 9 0.337 0.184 1.816 2.97
10 0.308 0.223 1.777 3.078 11 0.285 0.256 1.744 3.173 12 0.266 0.283 1.717 3.258 13 0.249 0.307 1.693 3.336 14 0.235 0.328 1.672 3.407 15 0.223 0.347 1.653 3.472 16 0.212 0.363 1.637 3.532 17 0.203 0.378 1.622 3.588 18 0.194 0.391 1.608 3,640 19 0.187 0.403 1.597 3.689 20 0,180 0.415 1.585 3.735 21 0.173 0.425 1.575 3.778 22 0.167 0.434 1.566 3.819 23 0.162 0.443 1.557 3.858 24 0.157 0.451 1.548 3.895 25 0.153 0.459 1.541 3.931
Sumber : Modul Perkuliahan Pengendalian Kualitas BINUS
Untuk mengetahui kapabilitas suatu proses yang berlangsung tersebut baik atau
tidak, dilakukan pengujian indeks kapabilitas proses sebagai berikut :
Cp = (USL – LSL) 6 (R-bar/d2)
Dimana : Cp = Indeks kapabilitas proses
R-Bar = Rata-rata range
d2 = Koefisien untuk menduga simpangan
dengan standard kapailitas yang dihasilkan :
1. Jika Cp > 1,33 maka proses tersebut baik
2. Jika 1 < Cp < 1,33 maka proses cukup
3. Jika Cp < 1 maka proses tidak baik
34
2.10 One Way / Simple ANOVA (Analysis of Variance)
ANOVA diperkenalkan oleh Sir Ronald A. Fisher, yang digunakan misalnya
untuk RAL (Rancangan Acak Lengkap), maupun penelitian observasional analitik
dengan lebih dari dua kelompok. ANOVA (Analysis of Variance) berguna untuk
mengendalikan satu atau lebih variabel independent yang disebut dengan faktor
(Variabel Treatment) dan Tiap faktor mengandung 2 atau lebih level (kategori /
klasifikasi).
Sifat dari ANOVA adalah :
Populasi berdistribusi normal.
Populasi mempunyai variansi yang sama.
Sampelnya random dan independent.
Syarat dari ANOVA :
1. Analisis komparasi dari data kuantitatif
2. Masing-masing (kelompok) sampel bebas (independent) satu sama lain.
3. Masing-masing sampel berasal dari populasi dengan distribusi normal.
4. Populasi asal sampel mempunyai varians yang sama.
5. Jumlah (kelompok) sampel bisa lebih dari dua.
- Model : Yij = μj + eij
- Uji homogenitas varians : Uji Ho : δ12 = δ1
2 = δ22 = δ3
2 = ..... = δk2
(disebut juga dengan Barlet Test atau Lavene Test)
35
Formula yang dipakai :
I II .. k Total
X11 X12 .. X1k X21 X22 .. X2k .. .. .. .. .. .. .. ..
Data
Xn1 Xn2 .. Xnk
Σxi Σx1 Σx2 .. Σxk ΣΣxi Σxi2 Σx1
2 Σx22 .. Σxk
2 ΣΣxi2 n n1 n2 .. nk Σn = N
Tabel 2.9 : ANOVA
Sumber
Variasi
Sum of
Square (SS) df
Mean Square
(MS) F-Ratio
Between
Group (BG)
Within Group
(WG)
SSBG
SSTOTAL-SSBG
k - 1
N - k
SSBG / (k-1)
SSWG / (N-k)
SSBG / SSWG
Total SSTOTAL N - 1
Untuk melihat titik kritis dipergunakan Tabel F : F(numerator=k-1, denominator=N-k, df=1-α)
Dengan kesimpulan sebagai berikut :
F-Ratio < F2,12
0.46 < 3.89
H0 (μ1 = μ2 = ... = μk) ditolak, bila
Harga F-ratio (F-hitung) > F-tabel
36
2.11 Uji Kecukupan data
Uji Kecukupan data ini dilakukan dengan mencari banyaknya data yang
diperlukan sesuai dengan ketelitian yang diinginkan. Uji kecukupan data ini perlu
dilakukan untuk mengetahui apakah sample data yang diambil sudah mencukupi
untuk mewakili data populasi.
Rumus yang digunakan :
N’ = (k/s N (ΣXi2) – (ΣXi)2 ) ΣXi Dimana : s = Tingkat ketelitian (%)
K = Tingkat kepercayaan dari distribusi normal
Xi = Data pengamatan
N = Jumlah pengamatan/pengukuran yang telah
dilaksanakan.
N’ = Banyaknya data yang diperlukan untuk tingkat
ketelitian dan kepercayaan yang diinginkan.
Recommended