View
214
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah suatu perbuatan yang diperintahkan oleh Allah dan
juga diperintahkan oleh Nabi. Banyak perintah-perintah Allah dalam al-Qur’an
untuk melaksanakan perkawinan. Firman Allah SWT dalam surat al-Nu>r ayat
32:
ن فضلو واللو وأنكحوا األيامى منكم والصالني من عبادكم وإمائكم إن يكونوا ف قراء ي غنهم اللو م واسع عليم
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan, jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya, dan
Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.1
Banyak pula perintah Nabi kepada umatnya untuk melakukan perkawinan, di
antaranya, seperti dalam hadis Nabi, yang berbunyi
النكاح سنت فمن رغب عن سنت ف ليس من . )رواه البخا ري ومسلم(
1 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Semarang, Wicaksana, 1994), 549.
2
Artinya: “Nikah adalah termasuk sebagian dari sunnahku. Maka barang siapa
yang tidak senang (benci) terhadap sunnahku, ia bukanlah dari
umatku.” (HR. Bukhari dan Muslim ra.).2
Dalam Islam juga ada rukun dan syarat pernikahan, mengenai rukun
akad nikah ada beberapa hal, yaitu:
1. Adanya calon mempelai wanita dan mempelai pria yang tidak memiliki
hambatan untuk mengadakan akad nikah yang sah. Misalnya, calon mempelai
wanita yang dinikahi bukanlah wanita yang haram untuk dinikahi bagi calon
memepelai pria.3
2. Adanya wali, yaitu orang yang akan menikahkan perempuan, dari keluarga
(laki-laki) yang terdekat. Apabila tidak ada, maka qadhi bertindak sebagai
wali, kalau wali tidak ada pernikahan tidak sah.
Wali yang dapat memberikan haknya dalam pernikahan yang dalam
kehendaknya apabila dia (perempuan) masih kecil, tetapi manakala sudah
(dewasa) dia punya hak penarikan kembali. Tetapi ada juga yang berpendapat
bahwa dia (istri) tidak punya hak apabila ayahnya adalah orang yang telah
memberinya hak dalam pernikahan. Aturan-aturan serupa itu, berlaku pula
apabila pengantin laki-laki yang masih kecil dinikahkan oleh wali, begitu
pula dengan budak perempuan yang tuannya telah menikahkannya, kemudian
2 Imam Bukhari, Shahih Bukhari Juz 5, (Bairut: Darul Fikri 1989), 118
3 Saleh Al Fauzan, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta, Gema Insani, 2006), 648
3
bertentangan dengan kehendak (perempuan), punya hak menolak apabila dia
sudah merdeka. Seorang perempuan merdeka yang bertanggung jawab penuh,
boleh menikahkan dirinya sendiri tetapi walinya berhak menolak apabila
suaminya tidak sekufu.4
Syarat-syarat wali ialah:
a. Islam
b. Baligh (dewasa)
c. Berakal
d. Merdeka
e. Adil
f. Laki-laki
3. Adanya saksi, kesaksian dalam suatu pernikahan mempunyai arti yang
khusus, hingga ia menjadi salah satu dari rukun pernikahan, atau menjadi
salah satu syarat sahnya suatu pernikahan. Dalam pernikahan maka saksi itu
dimaksudkan untuk memuliakan pernikahan itu sendiri, dan untuk menolak
berbagai prasangka yang mungkin timbul.5 Firman Allah surat at-Talaq ayat
2:
4 Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam, diterjemahkan oleh Moh. Said, (Jakarta: Depag RI,
1985), 207
5 Ibnu Mas’ud, Fiqih Mazhab Syafi’i II, (Bandung, Pustaka Setia, Cet.II, 2007), 270
4
...وأشهدواذوي عدل منكم واقيمواالشهادةهلل...
Artinya: “…persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara
kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena
Allah…”(QS. At Talaq: 2)6
Imam Abu Hanifah, Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal
menegaskan bahwa sesungguhnya pemberitahuan itu sudah terpenuhi
dengan adanya saksi-saksi waktu akad nikah. Kesaksian dua orang saksi
itu adalah pemberitahuan yang minimal. Tidak sah suatu pernikahan
tanpa adanya dua orang saksi, sekalipun ada pemberitahuan yang lain,
seperti upacara pesta pernikahan dan sebagainya yang hukumnya hanya
sunnah.
4. Adanya ijab atau penyerahan, yaitu lafazh yang diucapkan oleh seorang wali
dari pihak mempelai wanita atau pihak yang diberi kepercayaan dari pihak
mempelai wanita dengan ucapan “saya nikahkan kamu dengan... dengan
mahar…”
5. Adanya kabul atau penerimaan, yaitu suatu lafazh yang berasal dari calon
mempelai pria atau orang yang telah mendapat kepercayaan dari pihak
6 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, 445
5
mempelai pria, dengan mengatakan “saya terima nikahnya…, dengan
mahar…”7
Ijab kabul itu suatu yang tidak dapat dipisahkan sebagai salah satu
rukun nikah. Teknik mengijabkan dan mengkabulkan dalam akad nikah
itu ada empat macam, yaitu:
a. Wali sendiri yang menikahkan perempuan.
b. Wali-wali yang menikahkan (pihak yang diberi kepercayaan dari
pihak mempelai wanita)
c. Suami sendiri yang menerima nikah
d. Wakil suami yang menerima nikah.8
Adapun Imam Malik mengatakan bahwasanya mahar itu termasuk rukun
nikah. Mahar adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri
sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi
seorang istri kepada calon suaminya. Atau bisa diartikan juga suatu pemberian
yang diwajibkan bagi calon suami kepada calon istrinya, baik dalam bentuk
benda maupun jasa.
Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita
dengan memberi hak kepadanya, diantaranya adalah hak untuk menerima mahar
(maskawin). Mahar hanya diberikan oleh calon suami kepada calon istri, bukan
7 Saleh Al Fauzan, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta, Gema Insani, 2006), 649
8 Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, (Jakarta, Rineka Cipta, 1992), 200
6
kepada wanita lainnya atau siapa pun walaupun sangat dekat dengannya, orang
lain tidak boleh menjamah apalagi menggunakannya, meskipun oleh suaminya
sendiri, kecuali dengan ridha dan kerelaan si istri.9
Allah SWT berfirman dalan surat an Nisa ayat 4:
ه ىنيئبمريئب. اتاالنسآء صدقتين نحلة فإن طبن لكم عن شيء منو نفسب فكل
Artinya:“dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu
dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatillah pemberian itu
dengan senang hati” (an Nisa: 4)10
Syarat-Syarat Sah Perkawinan/Pernikahan
1. Mempelai Laki-Laki / Pria
a. Agama Islam
b. Tidak dalam paksaan
c. Pria / laki-laki normal
d. Tidak punya empat atau lebih istri
e. Tidak dalam ibadah ihram haji atau umroh
f. Bukan mahram calon istri
9 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta, Kencana, 2003), 47
10 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 16
7
g. Yakin bahwa calon istri halal untuk dinikahi
h. Cakap hukum dan layak berumah tangga
i. Tidak ada halangan perkawinan
2. Mempelai Perempuan / Wanita
a. Beragama Islam
b. Wanita / perempuan normal (bukan bencong/lesbian)
c. Bukan mahram calon suami
d. Mengizinkan wali untuk menikahkannya
e. Tidak dalam masa iddah
f. Tidak sedang bersuami
g. Belum pernah li’an
h. Tidak dalam ibadah ihram haji atau umrah
3. Syarat Wali Mempelai Perempuan
a. Pria beragama islam
b. Tidak ada halangan atas perwaliannya
c. Punya hak atas perwaliannya
4. Syarat Bebas Halangan Perkawinan Bagi Kedua Mempelai
a. Tidak ada hubungan darah terdekat (nasab)
b. Tidak ada hubungan persusuan (radla’ah)
c. Tidak ada hubungan persemendaan (mushaharah)
d. Tidak Li’an
8
e. Si pria punya istri kurang dari 4 orang dan dapat izin istrinya
f. Tidak dalam ihram haji atau umrah
g. Tidak berbeda agama
h. Tidak talak ba’in kubra
i. Tidak permaduan
j. Si wanita tidak dalam masa iddah
k. Si wanita tidak punya suami
5. Syarat-Syarat Syah Bagi Saksi Pernikahan/Perkawinan
a. Pria / Laki-Laki
b. Berjumlah dua orang
c. Sudah dewasa / baligh
d. Mengerti maksud dari akad nikah
e. Hadir langsung pada acara akad nikah
6. Syarat-Syarat/Persyaratan Akad Nikah Yang Syah :
a. Ada ijab (penyerahan wali)
b. Ada qabul (penerimaan calon suami)
c. Ijab memakai kata nikah atau sinonim yang setara.
d. Ijab dan kabul jelas, saling berkaitan, satu majelis, tidak dalam ihrom
haji/umroh.
Islam membina masyarakat yang damai, aman, dan tenteram melalui
perkawinan, dan peraturan-peraturan telah cukup rinci, baik melalui Al-Qur’an
9
maupun hadist. Para ulama telah memberi penjelasan, sehingga tidak ada lagi
keraguan di dalamnya.
Memilih pasangan (suami atau isteri) dalam Islam sesuai dengan yang
dicontohkan Nabi SAW sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim :
ألربع لمالا ولسبها ولمالا ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك ت نكح المرأة ....
Artinya: “.....wanita dinikahi karna empat perkara, karna hartanya, karna
keturunannya ( nasabnya), karna wajahnya ( kecantikkannya) dan
karna agamanya. Maka utamakanlah wanita yang bergama ( karna bila
tidak) maka kamu akan mengalami kehancuran.”11
Dalam hadis di atas Nabi menyebutkan hanya empat alasan dalam
menikahi wanita, yaitu hartanya, keturunannya (nasabnya), kecantikannya, dan
agamanya. Hadis tersebut tidak hanya berlaku bagi laki-laki dalam memilih
calon isteri, tapi juga berlaku bagi wanita dalam memilih calon suami.
Islam juga tidak ditemukan adanya pemilihan calon suami atau istri
dengan cara undian, selain itu undian dalam kajian Islam hanya ada di bidang
mu’amalah saja. Undian dalam istilah Islam disebut dengan nama qur’ah yang
berarti upaya memilih sebagian pilihan (alternatif) dari keseluruhan pilihan yang
tersedia itu memiliki kemungkinan (probabilitas) yang sama besarnya untuk
terpilih. Undian merupakan upaya yang paling mampu menjauhkan unsur
11 Ima>m Muslim, S{ah}i>h Muslim, Juz IV, (maktabah al-Sya>milah versi 3.48), 175
10
keberpihakan dalam memilih dan dapat dilakukan untuk maksud-maksud yang
beragam dan luas, bisa untuk maksud perjudian dan bisa pula untuk maksud-
maksud yang jauh sama sekali dari perjudian.12
Ada yang menganggap bahwa undian adalah sama dengan judi,
dengan menggunakan ayat dalam surat Al-Maidah ayat 3 atau menyamakan al-
Azlam dengan al-Maisir. Padahal yang dimaksud dengan azlam adalah
mengundi nasib dengan panah yang biasa dilakukan oleh orang-orang Quraisy.
Jadi undian semacam ini adalah upaya untuk dapat mengetahui sesuatu yang
sifatnya ghaib yang hanya dimiliki oleh Allah SWT yang dilakukan dengan cara
mengundi anak panah tersebut, undian yang semacam inilah yang dilarang oleh
Islam, karena disini terdapat perbuatan syirik.
Adapun undian yang dimaksudkan untuk dapat menentukan bagian
sesuatu yang sifatnya konkret, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Arab
jahiliyyah tersebut, itulah yang dilarang oleh agama.
سر واألنصاب واألزالم رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم ي ها الذين آمنوا إنا المر والمي ا ي ت فلحون
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
maisir, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
12 . Abdul Azis Dahlan, et al., Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar BaruVan Hoeve,
Cet. Ke-1, 1997) , 1869.
11
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan’’. (QS.
Al-Ma`idah : 90).
Hadist Nabi :
االطهيبا ل الهی هقبه طهيب الله ان
Artinya: “Sesungguhnya Allah itu baik, ia tidak mau menerima kecuali yang baik” (HR.
Muslim)13
Dari pengertian di atas jelas bahwa mengundi nasib adalah cara untuk
mengetahui keadaan di masa depan atau perkara yang ghaib yang berdasarkan
undian tersebut ditentukan pilihan perbuatan antara melakukan atau
meninggalkan. Dengan kata lain teknis menentukannya memang dengan undian,
hanya saja tujuannya adalah untuk menebak perkara yang ghaib yang dengan
hasil tebakan tersebut ditentukan tindakan yang akan dilakukan, dan perbuatan
tersebut dilarang oleh agama.
Pada masa jahiliyah, perempuan yang memilih laki-laki yang
disenanginya untuk dijadikan pendamping hidupnya dan tidak boleh menolak,
tetapi proses sebelum itu adalah mengumpulkan beberapa laki-laki untuk
menyetubuhi perempuan tersebut satu persatu. Ketika perempuan itu hamil dan
13 Ima>m Muslim, S{ah}i>h ...., Juz III, (maktabah al-Sya>milah versi 3.48), 85
12
sampai pada melahirkan anak yang dikandungnya, barulah perempuan itu
menunjuk calon suaminya untuk diajak nikah.14
Dasar dilakukannya model perkawinan di zaman jahiliyah adalah atas
kehendak perempuan, karena mereka menginginkan mendapatkan keturunan
yang unggul. Pada zaman jahiliyah banyak sekali laki-laki yang terhormat di
kaumnya disebabkan kekayaannya, kehebatan berperang, ototnya kekar, dan
lain-lain.
Jalan untuk melakukan perkawinan pada masa jahiliyah adalah suatu
perbuatan yang hina, padahal sudah jelas perbuatan yang seperti itu dilarang
oleh Islam. Perbuatan itu sangat bertentangan dengan norma agama dan sama
dengan perbuatan yang tidak beriman.
Meskipun keinginan setiap wanita pada zaman jahiliyah keturunan yang
baik pada hasil perkawinan nanti, tetapi cara yang dilakukan sangatlah salah.
Perkawinan model seperti itu sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Hal itu sama saja dengan zina.
Kehancuran hidup seorang pezina akan terlihat ketika dia merasa minder
apabila berkumpul di tengah-tengah masyarakat. Apalagi ada larangan menikahi
14 H.S.A.Alhamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta, Pustaka, Amani, 1989), 22.
13
perempuan yang berzina kecuali laki-laki yang berzina, seperti yang disebut
dalam surat al-nur ayat 3, yang berbunyi:
منني الزان ال ي نكح إال زانية أو مشركة والزانية ال ي نكحها إال زان أو مشرك وحرم ذلك ع لى الم
Artinya: “laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang
berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina
tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki
musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang
mu’min”.15
Ayat di atas menjelaskan bahwa pezina haruslah kawin dengan pezina
diharamkan kepada seorang mu’min untuk menikahinya, karena perbuatan zina
itu adalah dosa. Meskipun banyak terjadi perbedaan pendapat ulama dalam
mengartikan haramnya menikah dengan pezina.
Pergaulan bebas antara muda-mudi, seperti yang terjadi sekarang ini,
sering membawa kepada hal-hal yang tidak dikehendaki, yakni terjadi hubungan
suami istri sebelum sempat dilakukan pernikahan.
Dengan demikian, hubungan yang layaknya suami istri sebelum
diadakannya akad nikah telah menjadi problema yang membutuhkan
pemecahan, karena jelas akan membawa kegelisahan masyarakat, terutama
15
Ibid, 543
14
orang tua, tokoh masyarakat, dan para ulama, karena di tangan mereka tanggung
jawab yang besar, terlebih lagi hal ini menyangkut masalah hukum Islam atau
syari’ah.
Ditinjau dari segi sosiologis, orang tua yang tau anaknya melakukan
hubungan yang layaknya suami istri sebelum akad nikah dilangsungkan, akan
merasa malu, dan berusaha menikahkan putrinya dengan laki-laki yang telah
menyetubuhinya. Masalah seperti itulah sangat relevan dibutuhkan pembahasan
kedudukan hukum Islam.
Seperti yang terjadi di Desa Kemaduh Kecamatan Baron Kabupaten
Nganjuk, Kasus yang terjadi dalam penelitian ini adalah pemilihan calon suami
dengan cara undian yang telah dilaksanakan di Desa Kemaduh Kecamatan
Baron Kabupaten Nganjuk, yaitu pemilihan calon suami dengan dua orang pria,
yang berinisial Ryan (nama samaran) usia (28) tahun, Kamim (nama samaran)
dengan usia (@27) tahun dan perempuan yang bernama Halimah (nama samaran)
dengan usia (25) tahun.
Kasus pemilihan calon suami dengan undian yang terjadi di Desa
Kemaduh Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk tersebut terjadi pada tahun
2010. Kasus ini terungkap ketika Halimah merasa takut dengan perbuatan yang
telah dia lakukan, sehingga Halimah memutuskan melaporkan semua
perbuatannya pada keluarganya. Setelah mendapatkan laporan dari Halimah,
15
pihak dari keluarga meminta pertanggungjawaban dari pelaku untuk segera
menikahi Halimah.
Yang menjadi masalah, mereka mempunyai alasan yang sama ketika
diminta pertanggungjawaban atas perbuatan yang mereka lakukan, yaitu
menolak untuk dijadikan calon suami dengan alasan karena masing-masing di
antara mereka (pelaku) sudah melakukan perbuatan zina terhadap perempuan
yang dijadikan korbannya. Setelah diadakan musyawarah berdasarkan
kesepakatan dari pihak pelaku, keluarga, tokoh masyarakat dan warga, akhirnya
diadakan undian untuk memilih calon suami. Tujuan dari undian ini agar salah
satu dari pelaku mau bertanggung jawab atas perbuatannya untuk menikahi
gadis tersebut.
Metode dalam pemilihan calon suami tersebut adalah dengan cara
mengundi dengan menggunakan kertas sebagai media pemilihan untuk
menentukan calon suami, dan bagi yang mendapatkan undian atas pemilihan
tersebut wajib menikahinya.
Pemaparan di atas timbul suatu permasalahan apa yang menjadi latar
belakang pemilihan calon suami dengan cara undian di Desa Kemaduh, Baron,
Nganjuk? bagaimana metode pemilihan calon suami dengan cara undian di Desa
Kemaduh, Baron, Nganjuk, dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pemilihan
calon suami dengan cara undian di Desa Kemaduh, Baron, Nganjuk?
16
Beberapa hal inilah yang kemudian mendorong penulis untuk mengkaji dan
menganalisis dalam skripsi yang diformulasikan dalam sebuah judul “Tinjauan
Hukum Islam terhadap pemilihan calon suami dengan cara undian di Desa Kemaduh
kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk” dalam bentuk karya ilmiah yang disebut
skripsi.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakakang yang sudah dipaparkan, maka dapat
diidentifikasi masalah sebagai beri\kut :
1. Pernikahan dalam Islam
2. Rukun dan syarat nikah
3. Pemilihan calon suami atau istri dalam Islam
4. Undian dalam islam
5. Pernikahan di zaman jahiliyah
6. Latar belakang pelaksanaan undian dalam menentukan suami di Desa
Kemaduh, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk
7. Metode pelaksanaan undian dalam menentukan suami di Desa Kemaduh,
Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk
8. Tinjauan hukum Islam terhadap pemilihan calon suami dengan undian
Dari identifikasi masalah tersebut, maka penulis membatasi masalah
dalam beberapa aspek, yaitu:
17
1. Latar belakang pelaksanaan dalam menentukan suami di Desa Kemaduh
Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk.
2. Metode yang digunakan dalam menentukan calon suami di Desa Kemaduh
Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk.
3. Tinjauan hukum Islam terhadap terjadinya praktik undian dalam menetukan
suami di Desa Kemaduh Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk.
C. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah yang ada di atas, maka yang
dijadikan permasalahan adalah sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi latar belakang pemilihan calon suami dengan cara undian
di Desa Kemaduh, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk?
2. Bagaimana metode pemilihan calon suami dengan cara undian di Desa
Kemaduh, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk?
3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pemilihan calon suami dengan
cara undian di Desa Kemaduh, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk?
D. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini
mempunyai tujuan sebagai berikut:
18
1. Untuk mengetahui latar belakang pemilihan calon suami dengan cara undian
di Desa Kemaduh, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk.
2. Deskripsi pemilihan calon suami dengan cara undian di Desa Kemaduh,
Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk.
3. Menganalisis hukum Islam terhadap pemilihan calon suami dengan cara
undian di Desa Kemaduh, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi singkat tentang kajian atau penelitian
yang pernah sudah dilakukan diseputar masalah yang diteliti sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau
duplikasi dari kajian atau penelitian tersebut.16
Sebelumnya masalah pernikahan telah banyak ditulis di dalam literatur,
akan tetapi masalah pemilihan calon suami dengan cara undian di Desa
Kemaduh Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk belum pernah ada yang
membahas sebelumnya dan penelitian ini adalah yang pertama kali dikupas dan
dibahas.
Adapun pembahasan tentang pernikahan sebagaimana yang sudah pernah
dibahas oleh para mahasiswa adalah:
16 Fakultas syari’ah, Panduan Skripsi, (Surabaya: 2011), 7.
19
1. Arif azhari tahun 2009 di dalam tulisannya “ Tinjauan hukum islam
terhadap wanita hamil di luar nikah di KUA kec. Cerme Kabupaten
Gresik”. Penelitian tersebut lebih fokus pada proses pencatatan pendaftaran
perkawinan wanita hamil di kantor KUA dan tinjauan hukum Islam
terhadap pernikahan wanita hamil di kantor KUA Kecamatan Cerme.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi
setiap umat serta dapat memberi wawasan kepada seluruh masyarakat
khususnya penulis sendiri. Adapun kegunaan hasil penelitian ini sekurang-
kurangnya dapat digunakan untuk dua aspek, sebagai berikut:
1. Aspek teoritis, yaitu sebagai usaha untuk menambah pengembangan ilmu
pengetahuan dalam bidang hukum Islam dengan realita yang ada dalam
kehidupan masyarakat.
2. Aspek praktis, yaitu memberi informasi tentang adanya praktek undian
dalam pemilihan calon suami dan sebagai bahan pertimbangan bagi
masyarakat Desa Kemaduh, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk dalam
melaksanakan perkawinan dengan ajaran Islam.
20
G. Definisi Oprasional
Berdasarkan judul skripsi yang telah diangkat oleh penulis, maka dapat
diberikan suatu pendefinisian yang lebih terperinci yaitu:
1. Hukum Islam adalah adalah ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT yang
telah dijelaskan oleh RasulNya.17
2. Undian adalah upaya memilih untuk menentukan bagian (hak) atas orang
yang lain, dalam penelitian ini adalah cara untuk menentukan calon suami
dari para pelaku zina (laki-laki).
H. Metode Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian lapangan, yaitu di Desa Kemaduh
Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk. Oleh karena itu, supaya penelitian dapat
tersusun dengan benar, maka penulis mengemukakan metode penulisan skripsi,
yaitu:
1. Data yang dikumpulkan
Terkait dengan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka
data-data yang dapat dikumpulkan dalam penelitian ini, adalah:
a. Data para pihak yang terlibat dalam kasus undian.
b. Data para pelaku undian.
c. Data tentang sebab-sebab dilakukannya undian.
17 Satria Effendi, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2009), 36.
21
d. Data tentang hukum dilakukannya undian.
2. Sumber Data
Penelitian ini bersifat lapangan, maka untuk mendapatkan data yang
konkrit dalam penelitian ini dibutuhkan sumber data. Berdasarkan data di
atas perlu data-data sebagai berikut:
a. Sumber Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber
pertama, yakni pelaku, warga masyarakat dan terutama tokoh
masyarakat Desa Kemaduh Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk.
b. Sumber Data Sekunder, yaitu suatu catatan tentang adanya peristiwa
yang jaraknya telah jauh dari sumber orisinil, data ini diperoleh dari
sumber tidak langsung, seperti pada buku-buku kepustakaan yang masih
bersangkutan dengan pembahasan dalam penelitian ini. Seperti dalam
buku-buku:
1) Hukum Perkawinan Islam di Indonesia.
2) Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan.
3) Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah.
4) Hukum Perkawinan Islam.
5) Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam.
6) Ensiklopedi Hukum Islam.
7) Kamus al-Munawwir.
8) Fiqih Indonesia, dan buku-buku lain yang berkaitan dengan skripsi ini.
22
3. Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini
digunakan teknik:
a. Penelitian Dokumenter, yaitu alat pengumpulan data yang dilakukan
melalui data tertulis, membaca dan menganalisis buku-buku (daftar
pustaka).
b. Penelitian Lapangan, meliputi:
1) Interview: yaitu penulis melakukan wawancara dan tanya jawab
atau berdialog antara dua orang atau lebih pada pihak-pihak yang
bersangkutan seperti pelaku, korban, warga dan tokoh masyarakat
dalam proses penelitian ini, guna mencapai tujuan informasi yang
lengkap dan mendapatkan data-data mengenai kasus pemilihan
calon suami dengan cara undian yang terjadi di Desa Kemaduh
Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk untuk dijadikan sebagai
hasil laporan penelitian.
4. Teknik Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, maka penulis mengadakan analisis data,
dalam hal ini tahapan-tahapan yang akan ditempuh adalah, sebagai berikut:
a. Editing: adalah pemeriksaan kembali terhadap data tentang pemilihan
calon suami dengan cara undian di Desa Kemaduh Kecamatan Baron
23
Kabupaten Nganjuk yang telah diperoleh dalam kejelasan untuk
penelitian.
b. Organizing: adalah menyusun secara sistematis data yang diperoleh
tentang pemilihan calon suami dengan cara undian di Desa Kemaduh
Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk dalam kerangka paparan yang
telah direncanakan sebelumnya untuk memperoleh bukti-bukti dan
gambaran secara jelas tentang permasalahan yang diteliti.
5. Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini selanjutnya akan
dianalisis dengan menggunakan penelitian sebagai berikut:
a. Deskriptif: adalah metode penelitian digunakan untuk menganalisis
data tentang pemilihan calon suami dengan cara undian serta akibat
hukumnya.
b. Deduktif: adalah metode yang mengemukakan data yang bersifat umum
kemudian diterangkan untuk kesimpulan yang bersifat khusus, diawali
teori atau dalil yang bersifat umum tentang pernikahan, undian,
memilih calon suami atau istri menurut islam, kemudian
mengemukakan kenyataan yang bersifat khusus tentang adanya
pemilihan calon suami dengan cara undian yang kemudian dianalisis
menggunakan teori-teori tersebut, sehingga mendapat gambaran yang
jelas mengenai masalah tersebut.
24
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahhasan dalam penelitian ini, maka
Penulis penulis mengorganisasikan dalam lima bab pembahasan, yang
mencakup sub-sub bab dengan sistematika sebagai berikut:
Bab pertama merupakan bab pendahuluan, pada bab pertama ini
terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan
masalah, tinjauan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi oprasional,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua Merupakan landasan teori yang memaparkan tinjauan
tentang perkawinan secara umum dan dasar hukum undian menurut hukum
Islam.
Bab ketiga membahas deskripsi pemilihan calon suami dengan laki-
laki hasil undian, bab ini terdiri dari sub bab: proses penentuan calon suami
dengan cara undian, tanggapan dari tokoh masyarakat terhadap proses
penentuan calon suami dengan cara undian.
Bab empat membahas tinjauan hukum Islam tentang pemilihan calon
suami dengan cara undian di Desa Kemaduh, Baron, Nganjuk.
Bab kelima penutup, pada bab ini terdiri dari sub bab: kesimpulan dan
saran.
Recommended