View
221
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam perdagangan bebas, tantangan-tantangan yang dihadapi oleh
kalangan dunia usaha menjadi semakin berat. Persaingan bisnis yang semakin
ketat menuntut perusahaan untuk dapat menyusun strategi bisnis yang tepat
dalam rangka mempertahankan eksistensinya dalam suatu lingkungan bisnis. Di
era perkembangan teknologi yang makin cepat dewasa ini bukan lagi perang
kualitas produk yang ditonjolkan akan tetapi perang merek. Membangun sebuah
merek yang kuat di pasar adalah sebuah tujuan yang dimiliki oleh banyak
perusahaan di dunia. Merek yang kuat akan memberikan banyak benefit bagi
perusahaan, beberapa keuntungan tersebut adalah sedikitnya pengaruh yang
diterima oleh sebuah merek akibat adanya persaingan kompetitif pada pasar,
margin keuntungan yang lebih besar, memperoleh dukungan dan sikap kooperatif
dari supplier, serta peluang untuk melakukan brand extension.
Salah satu asset untuk membuat konsumen percaya terhadap suatu
produk yaitu melalui merek (brand). Sebuah merek yang terkenal dan terpercaya
merupakan asset yang tak ternilai. Merek mempunyai peran strategis yang
penting dengan menjadi pembeda antara produk yang ditawarkan suatu
perusahaan dengan merek-merek saingannya. Dari perspektif konsumen, merek
yang terpercaya merupakan jaminan atas konsistensi kinerja suatu produk dan
2
menyediakan manfaat apapun yang dicari konsumen ketika membeli produk atau
merek tertentu (Shimp, 2003).
Persaingan yang semakin ketat, dimana semakin banyak produsen yang
terlibat didalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen menyebabkan
setiap perusahaan menempatkan orientasi pada kepuasan konsumen sebagai
tujuan utama. Dengan adanya kepuasan konsumen maka dapat memberikan
beberapa manfaat, seperti hubungan antara perusahaan dan konsumen menjadi
harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya
loyalitas pelanggan, membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang
menguntungkan perusahaan.
Pangsa pasar sangat erat berhubungan dengan peningkatan yang penting
dari konsep brand equity. Hasilnya akan mendorong tercapainya brand
profitability, yang bergantung pada berbagai macam aspek dari brand loyalty
terutama pada loyalitas merek konsumen yang bersedia membayar lebih untuk
suatu merek karena mereka memperoleh nilai yang unik dari merek tersebut yang
tidak tersedia pada merek lain. Keunikan tersebut boleh jadi dihasilkan dari
tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap suatu merek atau dari pengaruh yang
menyenangkan ketika konsumen menggunakan merek tersebut. Pada saat yang
sama, brand loyalty berdampak pada peningkatan market share ketika merek
yang sama dibeli secara berulang kali oleh konsumen yang loyal, berturut-turut
pada situasi yang berbeda. Selanjutnya, karena berbagai faktor yang
3
mempengaruhi, konsumen yang loyal mungkin lebih sering menggunakan merek
untuk mengidentifikasikan produk yang baik.
Pentingnya loyalitas merek telah diakui dalam berbagai literatur
pemasaran selama tiga dekade ini. Aaker (1991) telah membahas peranan
loyalitas terhadap proses ekuitas merek dan secara spesifik menekankan bahwa
loyalitas merek secara pasti membawa pada berbagai keunggulan pemasaran
seperti menurunkan biaya pemasaran, menghasilkan lebih banyak konsumen dan
penjualan yang lebih tinggi. Loyalitas ini bisa ditentukan dari kepercayaan
terhadap merek dan dari perasaan suka terhadap merek. O’Shaughnessy dalam
Lau dan Lee (1999) mengemukakan bahwa hal pokok yang mendasari loyalitas
adalah kepercayaan.
Kepercayaan pada suatu merek (brand trust) bukanlah kepercayaan
pada seseorang tetapi kepercayaan pada satu symbol atau nama. Kepercayaan
pada suatu merek adalah kesediaan konsumen untuk bersandar pada merek dan
resikonya karena adanya harapan merek tersebut akan memberikan hasil yang
positif.
Hasil penelititan sebelumnya didapat suatu kesimpulan bahwa variabel
brand trust ini tidak dapat dijelaskan hanya dalam satu dimensi saja, harapan dan
risiko menjadi dua hal yang sangat penting dalam membentuk suatu brand trust
(Delgado et al, 2004). Selama ini penelitian mengenai trust yang terkait dengan
consumer-brand sangat jarang diteliti, biasanya penelitian mengenai trust terkait
pada konteks jalur distribusi dan hubungan penjual-pembeli industrial. Sesuai
4
dengan penelitian dalam Delgado (2004) variabel brand trust dijelaskan dalam
dua dimensi yaitu brand reliability dan brand intentions. Brand reliability
menjelaskan mengenai pentingnya aspek harapan konsumen sedangkan brand
intentions menjelaskan mengenai pentinganya aspek rasa aman yang akan timbul
sebagai akibat dari risiko-risiko yang nantinya akan dihadapi konsumen. Secara
ringkas brand trust dapat didefinisikan sebagai gabungan kepercayaan terhadap
reliability dan intentions dari suatu merek (Delgado et al, 2004).
Penelitian ini mereplikasi murni penelitian yang telah dilakukan oleh
Delgado dan Munuera (2005) dimana untuk lebih menyempurnakan analisis
pengaruh brand trust dalam membentuk suatu brand equity. Dalam penelitiannya
selain menganalisis hubungan yang melekat pada variabel brand trust peneliti
juga menganalisis hubungan brand trust terhadap loyalitas atas merek yang
merupakan asset dari brand equity.
Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa brand trust adalah sebuah
penggerak (driver) yang mempengaruhi loyalitas merek (Chaudhuri dan
Holbrook, 2001; Delgado et al, 2003; Lau dan Lee, 1999). Menurut teori Trust-
Commitment (Morgan dan Hunt, 1994), trust adalah salah sati variabel kunci
untuk memelihara suatu hubungan jangka panjang, termasuk pada sebuah merek.
Sebagai konsekuensinya, jika kepercayaan akan suatu merek tertentu sudah
tinggi maka dapat dikatakan bahwa hal itu akan berlanjut pada loyalitas pada
merek tersebut. Secara umum dikatakan bahwa loyalitas adalah suatu ekspresi
bahwa konsumen puas dengan keseluruhan kinerja atas produk atau jasa yang
5
didapatkan (Bloemer dan Kasper, 1995). Loyalitas akan memberi banyak
keuntungan bagi perusahaan, termasuk di dalamnya perulangan pembelian dan
rekomendasi mengenai merek tersebut kepada teman dan kenalan (Lau dan Lee,
1999).
Objek pada penelitian ini adalah deodoran merek Rexona yang
diproduksi oleh PT. Unilever Indonesia Tbk. Pemilihan produk deodorant ini
adalah karena produk ini termasuk dalam non-durable consumer goods. Hal ini
disebabkan karena sifat deodoran yang tidak tahan lama dan akan cepat habis
nilai gunanya, sehingga konsumen sudah terbiasa dan akan sering membeli.
Selain itu penggunaan deodorant tidak terbatas pada gender maupun umur
tertentu dan juga konsumen biasanya sudah pernah mencoba deodorant lebih dari
satu merek sehingga mereka sudah dapat mengevaluasi merek apa yang menjadi
kepercayaan bagi mereka. Menurut Top Brand Index tahun 2010, survey yang
dilakukan oleh Frontier Consulting Group, Rexona menduduki peringkat pertama
dalam kategori deodoran dengan presentase sebesar 72,3% (Sumber :
MARKETING, No. 02/X/FEBRUARI 2010).
Penulis melakukan penelitian pada mahasiswa Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Mahasiswa merupakan salah satu konsumen primer yang
memiliki pengalaman dan keterlibatan yang tinggi terhadap keputusan pembelian
produk yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini diarahkan untuk
meneliti hubungan kausalitas antara overall satisfaction, brand trust yang terdiri
6
dari dua dimensi yaitu brand reliability dan brand intentions, serta brand loyalty
terhadap brand equity.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dengan mengambil judul “ANALISIS PENGARUH
OVERALL SATISFACTION TERHADAP BRAND EQUITY DENGAN
BRAND TRUST DAN BRAND LOYALTY SEBAGAI VARIABEL
PEMEDIASI (Studi pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta) ”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dari latar belakang di muka, maka pokok permasalahan
yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah overall satisfaction berpengaruh terhadap brand reliability ?
2. Apakah overall satisfaction berpengaruh terhadap brand intentions ?
3. Apakah brand reliability berpengaruh terhadap brand loyalty ?
4. Apakah brand intentions berpengaruh terhadap brand loyalty ?
5. Apakah brand loyalty berpengaruh terhadap brand equity ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian adalah apa yang ingin dicapai dengan melakukan
penelitian tersebut. Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
yang akan dilaksanakan adalah :
7
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh overall satisfaction terhadap
brand reliability.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh overall satisfaction terhadap
brand intentions.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh brand reliability terhadap
brand loyalty.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh brand intentions terhadap
brand loyalty
5. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh brand loyalty terhadap brand
equity.
D. MANFAAT PENELITIAN
Dalam melakukan sebuah penelitian, seorang peneliti ingin mendapatkan
manfaat yang terwujud dari penelitiannya tersebut baik bagi diri sendiri pada
khususnya maupun orang lain pada umumnya.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
· Bagi Praktisi
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai
pengaruh peran sebuah overall satisfaction terhadap brand equity yang
dimediasi oleh brand trust dan brand loyalty, sehingga nantinya diharapkan
8
dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan strategi
perusahaan secara efektif di waktu yang akan datang.
· Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi bagi penelitian-
penelitian berikutnya dan diharapkan penelitian berikutnya mampu
memperbaiki dan menyempurnakan kelemahan ataupun kekurangan dalam
penelitian ini.
9
BAB II TELAAH PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Overall Satisfaction (Kepuasan Konsumen)
1.1 Pengertian Kepuasan Konsumen
Kepuasan telah dikonsep pada cara yang berbeda dalam literatur
pemasaran. Beberapa peneliti menyatakan bahwa kepuasan adalah sebuah
ukuran yang spesifik dari transaksi (Cronin dan Taylor, 1992). Peneliti yang
lain memandang bahwa sebuah kepuasan adalah sebagai sebuah evaluasi
secara keseluruhan berdasarkan pada total konsumsi pembelian dan
pengalaman (Anderson et al., 1994). Secara umum, pengertian kepuasan
mengenai apakah produk atau jasa memenuhi kebutuhan dan harapan dari
konsumen (Zeithaml dan Bitner, 2000). Oliver (1997) mendefinisikan
kepuasan sebagai ringkasan psikologikal yang menyatakan suatu hasil ketika
emosi yang melingkupi tidak memenuhi harapan yang dipasangkan dengan
perasaan utama mengenai pengalaman konsumen.
Menurut Oxford Advance Learner’s Dictionary (2000)
mendeskripsikan kepuasan sebagai “the good feeling that you have when you
achieved something or when something that you wanted to happen does
happen” “the act of fulfilling a need or desire”; dan an acceptable way of
dealing with a complaint, a debt, an injury, etc.” Oliver (1997) menyatakan
10
bahwa semua orang paham apa itu kepuasan, tetapi begitu diminta
mendefinisikannya, kelihatannya tak seorang pun tahu.
Giese & Cote (2000) mengidentifikasi 20 definisi yang diacu dalam
riset kepuasan pelanggan dan menemukan kesamaan dalam tiga komponen
utama :
(1) Kepuasan pelanggan merupakan respons (emosional atau kognitif)
(2) Respon tersebut menyangkut fokus tertentu (ekspektasi produk,
pengalaman konsumsi, dsb)
(3) Respon terjadi pada waktu tertentu (setelah konsumsi, setelah
pemilihan produk/jasa, berdasarkan pengalaman akumulatif, dll.
Secara singkat, kepuasan pelanggan terdiri atas tiga komponen : respon
menyangkut fokus tertentu yang ditentukan pada waktu tertentu.
1.2 Pengukuran Kepuasan Konsumen
Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan
untuk mengukur dan memantau kepuasan konsumennya. Kotler (2002)
mengemukakan empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu :
a. Sistem Keluhan dan Saran
Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer
oriented) perlu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi para
pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka.
Media yang bisa digunakan meliputi kotak saran, menyediakan kartu
komentar, menyediakan saluran telepon khusus, dan sebagainya.
11
Informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide
baru dan masukan berharga kepada perusahaan sehingga
memungkinkannya untuk merespon secara cepat dan tanggap terhadap
masalah yang timbul. Meskipun demikian karena metode ini cenderung
bersifat pasif, maka sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai
kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua pelanggan yang
tidak puas lantas akan menyampaikan keluhannya. Bisa saja mereka
langsung beralih pemasok dan tidak akan membeli lagi produk
perusahaan. Upaya mendapatkan saran terutama saran yang berkualitas
baik dari pelanggan juga sulit diwujudkan dengan metode ini. Terlebih
lagi bila perusahaan tidak memberikan timbal-balik yang memadai
kepada mereka yang telah bersusah payah menyumbangkan ide kepada
perusahaan.
b. Survei Kepuasan Pelanggan
Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan
balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan
tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para
pelanggannya. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat
dilakukan dengan metode-metode sebagai berikut (Tjiptono, 2005) :
12
1) Directly reported satisfaction
Metode pengukuran kepuasan pelanggan ini menggunakan
pengukuran secara langsung melalui pertanyaan yang diajukan
kepada pelanggan.
2) Derived satisfaction
Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni
besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya
kinerja yang mereka rasakan.
3) Problem analysis
Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk
mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, masalah-masalah yang
mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan.
Kedua, saran-saran untuk melakukan perbaikan.
c. Importance-performance analysis
Dalam teknik ini, responden diminta untuk meranking berbagai
elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajad pentingnya elemen
tersebut. Selain itu, responden juga diminta meranking seberapa baik
kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut tersebut.
d. Ghost Shopping
Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang
(ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli
potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian orang tersebut
13
diminta untuk menyampaikan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan
kelemahan perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka
dalam pembelian produk-produk tersebut.
e. Analisis Kehilangan Pelanggan (customer lost analysis)
Metode ini dilakukan dengan menghubungi para pelanggan
perusahaan yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok,
sehingga diharapkan akan diperoleh informasi tentang penyebab
terjadinya hal tersebut. Informasi ini akan sangat bermanfaat bagi
perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka
meningkatkan kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan.
Garbarino dan Johnson (1999) menggambarkan kepuasan konsumen
sebagai suatu evaluasi (evaluation model) secara menyeluruh berdasarkan
pengalaman konsumen selama membeli dan mengkonsumsi barang atau
jasa perusahaan. Kepuasan secara menyeluruh tersebut merupakan
sesuatu yang kumulatif, gabungan dari kepuasan terhadap produk atau
jasa tertentu dari perusahaan, dan kepuasan terhadap berbagai aspek lain
dari perusahaan.
2. Brand Loyalty
2.1 Pengertian Brand Loyalty
Loyalitas menurut Stanton (1996) adalah suatu komitmen yang
mendalam untuk membeli kembali atau berlangganan secara konsisten dimasa
yang akan datang sehingga dapat menyebabkan pengulangan pembelian
14
ditempat yang sama walaupun ada pengaruh situasi dan berbagai usaha
pemasaran yang berpotensi untuk menyebabkan tindakan perpindahan
pembelian.
Loyalitas konsumen dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok yaitu
loyalitas merek (brand loyalty) dan loyalitas toko (store loyalty). Loyalitas
merek bisa didefinisikan sebagai sikap menyenangi terhadap suatu merek
yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu
sepanjang waktu.
Brand loyalty (loyalitas merek) merupakan suatu ukuran keterkaitan
pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran
tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang
lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik
menyangkut harga ataupun atribut lain. (Darmadi Durianto, 2001)
Terdapat 2 pendekatan yang bisa dipakai untuk mempelajari loyalitas merek.
a. Pendekatan instrumental conditioning yang memandang bahwa
pembelian yang konsisten sepanjang waktu adalah menunjukkan loyalitas
merek. Perilaku pengulangan pembelian diasumsikan merefleksikan
penguatan atau stimulus yang kuat. Jadi, pengukuran bahwa seorang
konsumen itu loyal atau tidak dilihat dari frekuensi dan konsistensi
perilaku pembelian terhadap suatu merek.
b. Pendekatan yang didasarkan pada teori kognitif. Menurut
pendekatan ini, loyalitas menyatakan komitmen terhadap merek yang
15
mungkin tidak hanya direfleksikan oleh perilaku pembelian yang terus
menerus. Konsumen mungkin sering membeli merek tertentu karena
harganya murah, dan ketika harganya naik, konsumen beralih ke merek
lain.
Assael (2001) mengemukakan 4 hal yang menunjukkan kecenderungan
konsumen yang loyal sebagai berikut:
· Konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri
terhadap pilihannya.
· Konsumen yang loyal lebih memungkinkan merasakan tingkat resiko yang
lebih tinggi dalam pembeliannya.
· Konsumen yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap
toko.
· Kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap
merek.
2.2 Fungsi Brand Loyalty
Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, brand loyalty dapat
menjadi aset strategis bagi perusahaan. Berikut adalah beberapa potensi yang
dapat diberikan oleh brand loyalty kepada perusahaan (Darmadi Durianto,
2001) :
1) Reduced marketing costs (mengurangi biaya pemasaran)
2) Trade leverage (meningkatkan perdagangan)
16
3) Attracting new customers (menarik minat pelanggan baru)
4) Provide time to respond to competitive threats (memberi waktu untuk
merespon ancaman persaingan)
2.3 Tingkatan Brand Loyalty
Dalam kaitannya dengan brand loyalty suatu produk, didapati adanya
beberapa tingkatan brand loyalty. Masing-masing tingkatannya menunjukkan
tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat
dimanfaatkan. Adapun tingkatan brand loyalty tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Switcher (berpindah-pindah)
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai
pelanggan yang berada pada tingkat yang paling dasar. Semakin tinggi
frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek
ke merek-merek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang
sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada
tingkatan ini merek apa pun mereka anggap memadai serta memegang
peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling
nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk
karena harganya murah.
2) Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)
Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan
sebagai pembeli yang puas dengan mereka produk yang dimonsumsikan
17
atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam
mengkonsumsi merek produk tersebut. Pada tingkatan ini pada dasarnya
tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk
membeli produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan
tersebut memerlukan usaha, biaya maupun berbagai pengorbanan lain.
Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek
didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.
3) Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)
Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila
mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja
mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menganggung
switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau
resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk
dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini
maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung
oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai
manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal).
4) Likes the brand (menyukai merek)
Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan
pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan
ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka
pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol,
18
rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami
pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality
yang tinggi. Meskipun demikian sering kali rasa suka ini merupakan suatu
perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk
dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik.
5) Comitted buyer (pembeli yang komit)
Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka
memiliki suatu kebanggan sebagai pengguna suatu mereka dan bahkan
merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi
fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya
mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli
ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek
tersebut kepada pihak lain.
3. Brand Trust
Kepercayaan telah mendapatkan perhatian besar dari sarjana pada
beberapa disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi, ekonomi, seperti pada yang
diterapkan pada beberapa ilmu seperti manajemen dan marketing. Disiplin
ilmu tersebut tertarik untuk menambahkan pengayaan terhadap konstruk,
tetapi juga dapat membuat kesulitan saat mengintegrasikan barbagai macam
perspektif pada kepercayaan dan untuk menemukan konsensus dalam masalah
tersebut. Trust didefinisikan sebagai suatu kepercayaan yang akan
19
menemukan apa yang diinginkan dari orang lain, agak lebih dari apa yang
ditakutkan (Deutsch, 1973). Hal tersebut menghadirkan suatu kepercayaan
bahwa suatu hubungan relasional dalam suatu pertukaran dengan tidak
memanfaatkan kelemahan pihak lain.
Lau dan Lee (1999) mendefinisikan kepercayaan sebagai kesediaan
(willingness) seseorang untuk menggantungkan dirinya pada suatu merek dan
risikonya karena adanya harapan bahwa merek itu akan memberikan hasil
yang positif. Kepercayaan adalah variabel kunci dalam membangun dan
menjaga hubungan jangka panjang, termasuk hubungan dengan merek
(Garbarino dan Johnson, 1999; Delgado 2001) karena pembentukan
kepercayaan itu lebih menggambarkan pada proses percobaan seseorang
sepanjang waktu. Oleh karena itu, kepercayaan terhadap merek merujuk pada
pengetahuan konsumen dan pengalamannya terhadap merek (Delgado, 2001)
Chaudhuri dan Holbrook merumuskan skala pengukuran untuk brand
trust, tetapi mereka tidak memberikan perhatian lebih pada isu yang ada, dan
skala yang dikembangkan tidak dapat menangkap lingkup dari brand trust.
Delgado-Bellester mencoba mengembangkan skala yang cukup komprehensif
untuk merefleksikan berbagai macam segi dari konsumen dalam kepercayaan
terhadap merek. Penemuannya menyarankan akan penggunaan dua model
dimensi untuk brand trust. Dimensi tersebut antara lain :
20
1. Brand Reliability.
Reliability berhubungan dengan dasar kompetensi alami dari sebuah
merek, menerapkan kemampuannya dan kemauannya untuk menjaga
harapan dan kepuasan akan kebutuhan konsumen serta menyertakan
keuntungan seperti kompetensi, kredibilitas, dan kemampuan memprediksi
kinerja.
2. Brand Intentions.
Dimensi kedua dari brand trust ini mengindikasikan bahwa suatu
merek akan menempatkan ketertarikan konsumen dan kesejahteraan yang
seharusnya merupakan masalah yang tidak diharapkan dengan timbulnya
suatu produk. Dimensi ini melingkupi manfaat seperti dapat diandalkan,
kebajikan, dan fokus pada kebutuhan konsumen.
4. Brand Equity
Salah satu aset tak berwujud adalah ekuitas yang diwakili oleh merek.
Bagi banyak perusahaan, merek dan segala yang diwakilinya merupakan aset
yang paling penting karena dasar keuntungan kompetitif dan sumber
penghasilan masa depan. Merek yang kuat adalah merek yang memiliki
ekuitas merek yang tinggi. Menurut Farquhar (1989), brand equity is the
“added value” with which a given brand endows a product. Bisa dikatakan
bahwa brand equity adalah suatu nilai tambah yang diberikan oleh merek
terhadap produk.
21
Keller (1993) mengatakan bahwa ekuitas merek konsumen terbentuk
pada saat pengetahuan akan merek yang dimiliki konsumen memberikan
dampak pada respon konsumen yang berbeda terhadap pemasaran suatu
merek. Pengetahuan akan merek dari kosumen merupakan hal yang penting
dalam mengonseptualisasikan dan mengelola ekuitas merek. Merek akan
menambah nilai pada produk jika konsumen memiliki pengetahuan positif
tentang merek.
Dalam ekuitas merek, konsumen dibantu dalam menafsirkan,
memproses dan menyimpan informasi mengenai produk dan merek. Ekuitas
merek juga mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil
keputusan pembelian (baik itu karena pengalaman masa lalu dalam
menggunakan merek tersebut, maupun kedekatan dengan merek dan
karakteristiknya).
Menurut Durianto, Sugiarto, dan Budiman (2004) pengukuran ekuitas
merek telah dikembangkan oleh David A. Aaker menjadi model Brand Equity
Ten. Pengukuran-pengukuran dikelompokkan dalam lima kategori. Empat
kategori yang pertama mewakili persepsi konsumen tentang suatu merek
melalui empat dimensi ekuitas merek, yaitu loyalitas, persepsi kulaitas,
asosiasi, dan kesadaran (loyalty, perceived quality, associations, and
awareness). Kategori kelima meliputi pengukuran dua jenis perilaku pasar
(market behaviour) yang mewakili informasi yang diperoleh berdasarkan
pasar, dan bukan langsung dari konsumen.
22
Aaker menyatakan bahwa merek memberikan “nilai” sehingga nilai
total produk yang “bermerek” baik menjadi lebih tinggi dibandingkan produk
yang dinilai semata-mata secara objektif. Salah satu pertimbangan yang dapat
dikemukakan adalah reputasi tinggi merek yang baik dibangun melalui proses
yang memakan waktu ratusan tahun. Aaker menyebut nilai tersebut sebagai
brand equity. Munculnya konsep ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa
merek yang bereputasi merupakan aset yang juga dapat diperjualbelikan
sebagaimana aset-aset perusahaan lainnya. Merek yang prestisius memiliki
ekuitas merek yang tinggi. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, semakin
kuat daya tariknya untuk menggiring konsumen mengonsumsi produk
tersebut, yang selanjutnya akan mengantar perusahaan memanen keuntungan
dari waktu ke waktu.
B. PENELITIAN TERDAHULU
1. Penelitian yang telah dilakukan oleh Chaudhuri dan Holbrook (2001)
dengan judul “The Chain of Effect from brand trust and brand affect to brand
performance: The role of brand loyalty.” Dalam penelitian tersebut peneliti
bertujuan meneliti pengaruh brand trust terhadap loyalty dimana mereka
mendefinisikan loyalty itu sendiri ke dalam dua dimensi yaitu purchase
loyalty dan attidunal loyalty. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan
bahwa brand trust berpengaruh positif terhadap purchase loyalty dan
attidunal loyalty.
23
2. Penelitian yang dilakukan oleh Elena Delgado-Ballester, Jose Luis
Munuera-Alema, dan Maria Jesus Yague-Guillen (2003). Penelitian ini
memilih objek pengguna produk deodorant dan shampoo dengan jumlah
responden sebesar 399 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah random sampling. Penelitian ini menguji pengaruh
variable overall satisfaction terhadap brand loyalty dengan brand trust
sebagai variabel pemediasi. Hasil menunjukkan bahwa hubungan antara
overall satisfaction terhadap brand trust adalah signifikan secara positif,
begitu juga dengan hubungan antara brand trust terhadap brand loyalty juga
menunjukkan hasil yang positif.
3. Penelitian yang telah dilakukan oleh Geok Theng Lau dan Sook Han
Lee (1999). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen
yang membuat keputusan pembelian untuk sembarang barang konsumsi dan
berusia lebih dari 12 tahun. Penelitian ini menguji pengaruh antara reputasi
merek, brand predictability, kompetensi merek, kepercayaan pada
perusahaan, reputasi perusahaan, perceived motives of the company, integritas
perusahaan, kesamaan antara konsep diri konsumen dengan kepribadian
merek, kesukaan pada merek, pengalaman dengan merek, kepuasan dan peer
support terhadap loyalitas yang juga dimediasi oleh variable kepercayaan
pada merek. Hasilnya menunjukkan hubungan yang positif dari variabel-
variabel independen yang ada terhadap variabel mediasi. Serta terdapat
pengaruh yang positif antara variabel mediasi terhadap variabel dependen.
24
4. Penelitian yang dilakukan oleh Patricia Gurviez dan Michael Korchia
(2003). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa universitas di Prancis
Region Paris yang melakukan pembelian merek Nutella. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 389 responden. Alat analisis yang
digunakan adalah SEM (Structural Equation Modelling). Hasil yang
didapatkan adalah adanya pengaruh positif antara brand trust terhadap
komitmen. Hasil yang kedua adalah adanya pengaruh yang positif antara
brand trust terhadap penerimaan pada ekstensi merek. Hasil yang ketiga
menunjukkan hubungan yang positif dari komitmen terhadap penerimaan pada
kekurangan temporer.
5. Penelitian yang telah dilakukan oleh Elena Delgado-Ballester dan Jose
Luis Munuera-Aleman (2005). Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen
yang melaporkan pengalaman konsumsi mereka dengan satu atau dua kategori
produk yang berbeda. Dalam hal ini produk yang digunakan adalah produk
shampoo dan bir. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 134
untuk shampoo dan 137 untuk bir. Hasil dalam penelitian ini adalah adanya
hubungan yang positif antara overall satisfaction terhadap brand trust yang
memiliki dua dimensi antara lain brand reliability dan brand intentions. Hasil
yang kedua adalah adanya pengaruh yang positif antara brand trust terhadap
brand loyalty. Dan yang terakhir adalah adanya hubungan yang positif antara
brand loyalty terhadap brand equity.
25
C. KERANGKA PIKIR
Penelitian ini mengacu dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan
oleh Elena Delgado-Ballester dan Jose Luis Munuera-Aleman (2005). Namun
dalam penelitian ini dilakukan beberapa modifikasi berkenaan dengan obyek dan
metode penelitian yang akan digunakan, untuk memudahkan peneliti dalam
mengumpulkan dan mendapatkan data. Dari tinjauan pustaka dan beberapa dasar
teori yang ada serta pemahaman terhadap penelitian sebelumnya, maka berikut
ini peneliti mengajukan kerangka pemikiran yang menggambarkan pengaruh
peran kepuasan konsumen (overall satisfaction) yang dimediasi oleh
kepercayaan terhadap merek (brand trust) dengan dimensi brand reliability dan
brand intentions serta loyalitas merek (brand loyalty), terhadap ekuitas merek
(brand equity).
H2a
H1a H3
H3
H1b
H2b
Gambar II.1
Overall Satisfaction
Brand reliability
Brand intentions
Brand loyalty
Brand equity
26
Sumber : Delgado, E. , dan Munuera, JL (2005), “Does Brand Trust Matter To Brand Equity?”,
Journal of Product and Brand Management, Vol.14 No.3, pp.183-196
Keterangan :
Variabel Independen : overall satisfaction.
Variabel Dependen : brand equity.
Variabel Mediasi : brand trust yang terdiri dari brand reliability
dan brand intentions; brand loyalty
D. HIPOTESIS
Brand trust mengembangkan sebuah pengalaman masa lalu dan interaksi
utama (Garbarino dan Johnson, 1999) karena perkembangan dari brand trust
melukiskan banyak pengalaman individual dalam proses belajar selama beberapa
waktu. Sehingga hal tersebut meringkas pengetahuan dari konsumen dan
pengalaman konsumen terhadap sebuah merek. Sebagai sebuah atribut dari
pengalaman, brand trust dipengaruhi oleh evaluasi konsumen terhadap interaksi
langsung (seperti percobaan, penggunaan) dan interaksi tidak langsung (seperti
periklanan, word of mouth) terhadap merek (Keller, 1993; Krishnan, 1996).
Diantara seluruh perbedaan interaksi, pengalaman dalam mengkonsumsi adalah
sumber yang paling relevan dan penting dalam brand trust, karena hal tersebut
menghasilkan asosiasi, gagasan, kesimpulan yang lebih relevan terhadap pribadi
dan dilakukan dengan kepastian yang lebih (Dwyer et al., 1987; Krishnan, 1996).
Di dalam pengertian ini, dapat dikatakan bahwa kepuasan secara keseluruhan,
27
sebagai evaluasi secara umum dari pengalaman konsumsi dengan suatu merek,
menghasilkan kepercayaan terhadap merek (Ganesan, 1994; Selnes, 1998).
Berdasarkan teori yang dipaparkan di atas, maka penulis mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
H1a . Overall satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap brand
reliability.
H1b . Overall satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap brand
intentions.
Mempertimbangkan brand equity sebagai sebuah hubungan pasar
berdasarkan asset menyiratkan bahwa membangun dan mengelola kepercayaan
adalah sebuah inti dari ekuitas merek, karena hal tersebut adalah karakteristik
kunci dari semua hubungan jangka panjang yang sukses (Garbarino dan Johnson,
1999; Larzelere dan Huston, 1980; Morgan dan Hunt, 1994).
Dengan mengambil hal tersebut sebagai suatu hubungan konseptual dari
aspek relasi dan gagasan dari loyalitas (Fournier dan Yao, 1997), gagasan yang
berlaku pada penelitian-penelitian sebelumnya (Chaundhuri dan Holbrook, 2001;
Delgado et al, 2003; Garbarino dan Johnson, 1999; Lau dan Lee, 1999) adalah
bahwa sebuah kepercayaan merupakan sebuah penggerak utama dari loyalitas
karena hal tersebut membuat suatu pertukaran hubungan dengan nilai yang
tinggi. Dalam konteksi ini, loyalitas merek tidak secara khusus difokuskan pada
pembelian ulang, tetapi lebih pada sisi internal atau sikap terhadap suatu merek,
berfokus pada perilaku tidak akan menyediakan dasar yang memadai untuk
28
sebuah pemahaman yang lengkap pada hubungan merek dengan konsumen.
Sebagai konsekuensinya, loyalitas merek mendasari padsa proses kesinambungan
dan pengelolaan nilai dan hubungan yang penting yang telah dibentuk oleh
kepercayaan.
Hal tersebut secara baik didukung oleh beberapa penulis pada literature
mengenai merek. Sebagai contoh, Sheth dan Parvatiyar (1995) menyatakan
bahwa logika dibalik keberadaan suatu merek adalah bagaimana menanamkan
kepercayaan pada pasar, terutama ketika kontak langsung diantara konsumen dan
perusahaan tidak dimungkinkan terjadi. Pendapat lain yang mendukung sudut
pandang ini adalah bahwa suatu keunikan nilai yang diterima dari suatu merek
oleh konsumen dapat diperoleh dari kepercayaan yang besar dari sebagian merek
yang tidak dapat diberikan oleh merek lain (Chaudri dan Holbrook, 2001).
Hiscock (2001) telah menyatakan bahwa tujuan terakhir dari pemasaran
adalah untuk menghasilkan suatu ikatan yang kuat diantara konsumen dengan
merek, dan unsur utama dari iklan tersebut adalah kepercayaan. Berdasarkan
pada gagasan tersebut, penulis mengajukan hipotesis yaitu bahwa brand trust
akan berkontribusi terhadap loyalitas merek sebagai ungkapan maksimal dari
hubungan yang berhasil diantara konsumen dengan suatu merek.
H2a. Brand reliability memiliki pengaruh positif pada brand loyalty.
H2b. Brand intentions memiliki pengaruh positif pada brand loyalty.
Akhirnya, salah satu karakteristik merek dengan tingkat ekuitas yang
tinggi adalah bahwa seorang konsumen akan sangat loyal terhadap suatu merek
29
tersebut. Pada faktanya, loyalitas merek adalah kunci utama dari ekuitas merek
karena hal tersebut dipertimbangkan untuk menjadi jalan yang dapat mendorong
pada keuntungan dan hasil dari pemasaran (seperti pengurangan biaya marketing,
harga premium, market share, pengaruh perdagangan yang lebih besar), yang
diasosiasikan dengan ekuitas merek (Aaker, 1991; Bello dan Holbrook, 1995;
Park dan Srinivasan, 1994). Oleh karena itu, penulis mengusulkan hipotesis
ketiga yang menjelaskan mengenai hubungan diantara loyalitas merek dan
ekuitas merek.
H3. Brand loyalty memiliki pengaruh positif pada brand equity.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kausal, yaitu penelitian
diadakan untuk menjelaskan hubungan antar variabel. Variabel yang satu
menyebabkan atau menentukan nilai variabel yang lain (Ghozali, 2005).
Penelitian ini menggunakan desain survei, yaitu penelitian yang mengambil
sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan
data primer. Dilihat dari sisi dimensi waktunya, penelitian ini termasuk dalam
kategori penelitian cross-sectional. Yaitu sebuah penelitian yang mengambil data
melalui penyebaran kuesioner yang hanya sekali dikumpulkan, mungkin selama
periode harian, mingguan, atau bulanan dalam rangka menjawab pertanyaan
penelitian (Sekaran, 2000). Unit analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah
individu, karena jawaban setiap responden mewakili pendapatnya sendiri, pada
penelitian ini yaitu seluruh pengguna produk deodorant merek Rexona di
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
a. Populasi
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan obyek (satuan-satuan atau
individu-individu) yang karakteristiknya hendak diduga (Djarwanto,2001).
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil populasi konsumen produk
31
deodorant merek Rexona di kalangan mahasiswa Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak
diselidiki, dan dianggap bisa mewakili keseluruhan populasinya (Djarwanto
dan Pangestu, 2000). Ada beberapa alasan mengapa peneliti menggunakan
sebagian sampel untuk diteliti. Pertama, dalam praktek peneliti tidak
mungkin melakukan pengumpulan dan pengujian terhadap setiap elemen
populasi. Kedua, pengumpulan dan pengujian terhadap setiap elemen
populasi, akan memerlukan banyak waktu, biaya, dan orang yang
melaksanakan. Ketiga, penelitian terhadap sebagian elemen populasi,
kadang-kadang memberikan hasil yang lebih dapat dipercaya dan kesalahan
dalam pengumpulan data relatif lebih kecil, terutama jika elemen-elemen
terdiri atas banyak data. Keempat, pengujian terhadap seluruh elemen
populasi, dalam kasus tertentu tidak mungkin dilakukan (Sekaran, 2000).
Ferdinand (2005) memberikan pedoman ukuran sampel yang dapat diambil
yaitu :
1. 100-200 sampel untuk teknik Maximum Likehood Estimation.
2. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya
adalah 5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi.
32
3. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh
variable laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10.
4. Bila sampelnya besar maka peneliti dapat memilih teknik estimasi.
Berdasarkan pedoman di atas, maka sampel minimal yang akan diambil
dalam penelitian ini adalah berdasarkan jumlah parameter yang diestimasi
dikalikan lima. Penelitian ini menggunakan model persamaan structural
maka menurut Hair et al, (1998) jumlah sampel yang dinilai cukup untuk
model penelitian ini adalah minimal lima kali estimated parameter. Jumlah
parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah 19, selain itu juga
ditambah menguji pengaruh antar variabel-variabelnya (arah panah dari
variabel-variabelnya) sehingga jumlah minimal sampel yang
direkomendasikan adalah 19 x 5 = 95. Namun supaya lebih aman maka
sampel yang diambil sebanyak 150 responden.
c. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan desain non
probability sampling method. Alasan mengapa menggunakan pengambilan
sampel secara non probability sampling method karena pengambilan sampel
non probability merupakan satu-satunya alternatif yang cocok (feasible)
apabila populasi total tidak tersedia atau tidak diketahui peneliti (Cooper dan
Schindler, 2003).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling dengan tipe judgment sampling. Dimana purposive
33
sampling merupakan pengambilan sampel penelitian yang terbatas pada jenis
orang tertentu yang dapat memberikan informasi yang diinginkan, entah
karena mereka adalah satu-satunya yang memilikinya atau memenuhi
beberapa kriteria yang ditentukan oleh peneliti (Sekaran, 2000). Sedangkan
judgment sampling adalah cara pengambilan sampel dimana subyek
dipandang mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian
(Sekaran, 2000). Dan peneliti telah melakukan kriteria anggota sampel
(Cooper and Schindler, 1999), dalam hal ini kriteria yang digunakan adalah
mahasiswa pengguna produk deodorant merek Rexona selama enam bulan
terakhir di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam hal ini cara pengambilan sampel yang dilakukan peneliti adalah
dengan menyebar kuesioner kepada mahasiswa Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Sebelum responden diberikan kuesioner, peneliti terlebih dahulu
menanyakan apakah mahasiswa tersebut menggunakan produk deodorant
merek Rexona. Penyebaran kuesioner dilakukan di area Universitas Sebelas
Maret antara lain sebanyak 30 kuesioner disebar di UPT. Perpustakaan
Pusat, 35 kuesioner disebar di area Boulevard UNS, 30 kuesioner disebar di
Fakultas Ekonomi, 15 kuesioner disebar di Fakultas Kedokteran, 20
kuesioner di Fakultas MIPA, 15 kuesioner di Fakultas KIP, dan sebanyak 20
kuesioner disebar di Fakultas Teknik. Penentuan kriteria pengambilan
sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan karakteristik target populasi
dalam penelitian ini dan juga pertimbangan mengenai pentingnya suatu
34
proses evaluasi atau pembelajaran terhadap suatu merek dalam mengukur
kepuasan konsumen sehingga konsumen dapat memutuskan apakah akan
loyal terhadap merek tersebut dan juga menilai apakah merek tersebut
bernilai tinggi atau tidak. Dalam penelitian-penelitian sebelumnya terdapat
adanya inkonsistensi penentuan seberapa lama sebenarnya waktu yang tepat
untuk menilai tingkat loyalitas konsumen terhadap suatu merek, sehingga
penentuan berapa lama pembelian ulang dipengaruhi oleh subyektifitas dan
pengalaman peneliti (Durianto, 2001).
C. Pengukuran Variabel dan Definisi Operasional
Definisi operasional adalah keterangan yang memberikan arti pada suatu
konsep dengan memperinci aktivitas-aktivitas atau tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk mengukurnya (Kerlinger, 1973 dalam Zikmund, 2000). Definisi
ini memberikan rincian langkah-langkah yang harus diikuti oleh peneliti terhadap
konsep yang diselidiki.
Adapun variabel-variabel yang akan diukur dlam penelitian ini antara lain :
overall satisfaction, brand trust yang terdiri dari dua dimensi yaitu brand
reliability dan brand intentions, dan brand loyalty. Definisi operasional masing-
masing variabel tersebut adalah sebagai berikut :
1. Variabel Overall Satisfaction
Menurut Kotler (2003) kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau
kecewa yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja
35
(hasil) suatu produk dengan harapan-harapannya. Jika kinerja produk yang
dirasakan konsumen sama dengan atau lebih besar dari harapannya, maka
konsumen akan merasa puas. Dan sebaliknya apabila kinerja produk kurang
dari yang diharapkan, pembeli akan merasa tidak puas. Pengukuran dari
variabel overall satisfaction menggunakan pengalaman penggunaan suatu
merek yang telah dialami oleh konsumen. Pengukuran ini bukan hanya
termasuk hal yang positif dan negatif dari suatu merek tetapi juga intensitas
yang ditunjukkan oleh tiga item yang diukur pada skala lima poin (Oliver,
1997 ; Spreng et al, 1996). Skor-skor untuk setiap tanggapan adalah sebagai
berikut : 1=Sangat Tidak Setuju; 2=Tidak Setuju; 3=Netral; 4=Setuju;
5=Sangat Setuju, dengan indikator sebagai berikut :
· Berdasarkan pengalaman pengunaan Rexona, konsumen merasa puas.
· Berdasarkan pengalaman pengunaan Rexona, konsumen merasa
senang.
· Berdasarkan pengalaman pengunaan Rexona, konsumen merasa tidak
kecewa.
2. Variabel Brand Trust
Brand Trust didefinisikan sebagai suatu kepercayaan sebagai kesediaan
(willingness) seseorang untuk menggantungkan dirinya pada suatu merek dan
risikonya karena adanya harapan bahwa merek itu akan memberikan hasil
yang positif. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Delgado 2003; Delgado et
36
al., 2004) empat buah item digunakan untuk mengukur setiap dimensi dalam
konstruk ini, yang terdiri dari dua dimensi yaitu Brand Reliability dan Brand
Intentions. Variabel-variabel ini juga diukur dalam lima skala poin, yaitu :
1=Sangat Tidak Setuju; 2=Tidak Setuju; 3=Netral; 4=Setuju; 5=Sangat
Setuju, dengan definisi sebagai berikut :
a. Brand Reliability didefinisikan sebagai sebuah kompetensi atau hal yang
bersifat teknis yang dimiliki oleh suatu merek untuk mampu menepati
janji dan memuaskan kebutuhan konsumen (Delgado dan Munuera,
2005). Indikatornya adalah :
· Rexona merupakan merek yang dapat memenuhi harapan
konsumen.
· Perasaan yang nyaman dengan merek Rexona.
· Merek Rexona tidak pernah mengecewakan.
· Merek Rexona menjamin kepuasan.
b. Brand Intentions didefinisikan sebagai atibut niat baik dari merek yang
berhubungan dengan kepentingan dan kesejahteraan konsumen (Delgado
dan Munuera, 2005). Indikatornya adalah:
· Merek Rexona jujur dan tulus terhadap kepentingan konsumen.
· Konsumen akan bergantung terhadap merek Rexona dalam
memecahkan masalah dengan produk tersebut.
37
· Merek Rexona berusaha untuk memuaskan konsumen dalam
mengatasi masalah.
· Merek Rexona akan mengganti kerugian konsumen jika terdapat
masalah dengan produk.
3. Variabel Brand Loyalty
Brand loyalty (loyalitas merek) merupakan suatu ukuran keterkaitan
pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran
tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang
lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik
menyangkut harga ataupun atribut lain. (Darmadi Durianto, 2001). Empat
item skala digunakan untuk mengukur pembagian komitmen dari konsumen
untuk memelihara hubungan yang ada dengan merek (Bloemer dan Kasper,
1995; Dick dan Basu, 1994). Pengukuran variable menggunakan lima skala
poin yaitu : 1=Sangat Tidak Setuju; 2=Tidak Setuju; 3=Netral; 4=Setuju;
5=Sangat Setuju, dengan indikator sebagai berikut :
· Mempertimbangkan untuk loyal pada Rexona.
· Jika dalam keadaan terpaksa akan mempertimbangkan membeli
merek lain, yang bukan Rexona.
· Jika kehabisan merek Rexona, akan mencari di toko lain.
· Jika merek lain sedang diskon, tetap memilih merek Rexona.
38
4. Variabel Brand Equity
Brand equity adalah suatu nilai tambah yang diberikan oleh merek
terhadap produk (Farquhar, 1989). Pengukuran variabel ini menggunakan
empat item skala. Empat item tersebut mengukur perbedaan pada pilihan
konsumen terhadap produk. Dengan teknik pengukuran variabel
menggunakan skala lima poin yaitu : 1=Sangat Tidak Setuju; 2=Tidak Setuju;
3=Netral; 4=Setuju; 5=Sangat Setuju, dengan indikator sebagai berikut :
· Masuk akal untuk membeli merek Rexona dibanding merek lain.
· Jika merek lain memiliki tampilan yang sama, konsumen lebih
menyukai membeli merek Rexona.
· Jika merek lain sebaik Rexona, konsumen tetap membeli merek
Rexona.
· Jika merek lain tidak terlalu berbeda, membeli merek Rexona
adalah pilihan tepat bagi saya.
D. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data
primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu organisasi
atau perorangan langsung dari objeknya. Dalam penelitian ini, data primer
diperoleh dari jawaban responden yang disebar melalui kuesioner.
39
E. Metode Pengumpulan Data
Data yang diolah dalam rangka pengujian hipotesis berupa data primer yang
diperoleh dari hasil tanggapan responden atas daftar pertanyaan (kuesioner) yang
bersifat tertutup yang disebarkan kepada responden. Metode pengumpulan data
kuesioner pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode personally
administrated qustionnaires, yaitu peneliti menyampaikan sendiri kuesioner
kepada responden dan mengambil sendiri kuesioner yang telah diisi oleh
responden, tujuan utamanya supaya tingkat pengembalian kuesioner dapat terjaga
didalam periode waktu yang relatif pendek (Sekaran, 2003).
F. Prosedur dan Analisis Data
1. Pengujian Instrumen Penelitian
a. Uji Validitas
Pengujian validitas item-item pertanyaan dalam kuesioner bertujuan
untuk mengetahui apakah item-item tersebut benar-benar mengukur
konsep-konsep yang dimaksudkan dalam penelitian ini dengan tepat.
Butir-butir pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini direplikasi
dari kuesioner jurnal yang digunakan dalam penelitian ini dan dipadukan
dengan penjabaran atas definsi teoritis dari variabel yang digunakan
dalam penelitian ini. Hal ini memberikan dukungan bahwa butir-butir
pengukuran yang dijadikan indikator konstruk terbukti memiliki validitas
isi (content validity) yaitu butir-butir pengukuran tersebut merupakan alat
40
ukur yang mencukupi dan representative yang telah sesuai dengan konsep
teoritis (Cooper dan Schindler, 2006). Dengan kata lain, dapat
dikemukakan bahwa indikator-indikator pengukuran yang digunakan
dalam penelitian ini telah divalidasi oleh beberapa peneliti sebelumnya.
Namun karena perbedaan setting penelitian, waktu, dan objek penelitian,
peneliti merasa perlu untuk mengadakan pengujian ulang atas validitas
instrumen penelitian ini.
Dikarenakan syarat untuk dapat menganalisis model dengan SEM,
indikator masing-masing konstruk harus memiliki loading factor yang
signifikan terhadap konstruk yang diukur maka dalam penelitian ini
pengujian validitas instrumen yang digunakan adalah Confirmatory
Factor Analysis (CFA) dengan bantuan SPSS For Windows versi 16.0,
dimana setiap item pertanyaan harus mempunyai factor loading yang
lebih dari 0,50 (Ghozali, 2005).
Dalam Confirmatory Factor Analysis (CFA), kita juga harus melihat
pada output dari rotated component matrix yang harus terekstrak secara
sempurna. Jika masing-masing item pertanyaan belum terekstrak secara
sempurna, maka proses pengujian validitas dengan Factor Analysis harus
diulang dengan cara menghilangkan item pertanyaan yang memiliki nilai
ganda.
41
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui tingkat konsistensi
terhadap instrumen-instrumen yang mengukur konsep. Reliabilitas
merupakan syarat untuk tercapainya validitas suatu kuesioner dengan
tujuan tertentu. Untuk menguji reliabilitas digunakan Cronbach Alpha
dengan bantuan SPSS For Windows versi 16.0. Hair et al (1998)
menyatakan bahwa nilai Cronbach Alpha dapat dikatakan reliable (andal)
apabila nilainya > 0,60.
Indikator pengukuran reliabilitas menurut Sekaran (2000) yang
membagi tingkatan reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut :
Jika alpha atau r hitung :
1. 0,8-1,0 = Reliabilitas Baik
2. 0,6-0,799 = Reliabilitas Diterima
3. Kurang dari 0,6 = Reliabilitas Kurang Baik.
2. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalm penelitian ini menggunakan
Structural Equation Modelling (SEM). SEM merupakan teknik multivariate
yang mengkombinasikan aspek regresi berganda dan analisis faktor untuk
mengestimasi serangkaian hubungan ketergantungan secara simultan (Hair et
al, 1998). Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan program
42
AMOS versi 7 untuk menganalisis hubungan kausalitas dalam model
struktural yang diusulkan.
G. Estimasi dan Pengujian Model Struktural
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan pengujian model
struktural melalui pendekatan Structural Equation Modelling adalah sebagai
berikut (Hair et.al., 1998):
1. Asumsi Kecukupan Sampel
Jumlah sampel minimal bagi penelitian yang menggunakan alat statistik SEM
dengan prosedur maximum likehood estimation yaitu sebesar 5 – 10 observasi
untuk setiap parameter yang diestimasi (Hair et.al., 1998).
2. Asumsi Normalitas
Syarat yang harus dipenuhi selain kecukupan sampel dalam menggunakan
analisis SEM yaitu normalitas data. Nilai statistik untuk menguji normalitas
menggunakan z value (Critival Ratio atau C.R pada output AMOS 7.0) dari
nilai skewness dan kurtosis sebaran data.
Curran et al., dalam Ghozali dan Fuad (2005) membagi distribusi data
menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Normal jika nilai skewness kurang dari 2 dan nilai kurtosis kurang dari 7.
b. Moderately non-normal, yaitu besarnya data yang tidak normal adalah
sedang. Nilai skewness antara 2 sampai 3 dan nilai kurtosis antara 7 sampai
21.
43
c. Extremely non-normal, yaitu distribusi data yang tidak normal sangat
besar dimana nilai skewness diatas 3 dan nilai kurtosis diatas 21.
3. Asumsi Outliers
Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim yang
memiliki karakteristik unik yang sangat berbeda dari observasi lainnya dan
muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk variabel tunggal maupun
variabel kombinasi (Hair et.al., 1998). Adanya outlier dalam analisis
multivariate dapat diuji dengan statistic chi square (X2) terhadap nilai
mahalanobis distance squared pada tingkat signifikansi 0,001 dengan degree
of freedom sejumlah variabel yang digunakan dalam penelitian (Ghozali,
2006), dalam hal ini variabel yang dimaksud adalah jumlah item pengukuran
pada model, bila terdapat observasi yang mempunyai nilai mahalanobis
distance square yang lebih besar dari Chi Square maka observasi tersebut
dikeluarkan dari analisis. Umumnya perlakuan terhadap outliers adalah
dengan mengeluarkannya dari data dan tidak diikutsertakan dalam
perhitungan berikutnya. Bila tidak terdapat alasan khusus untuk mengeluarkan
outliers, maka observasi dapat diikutsertakan dalam analisis selanjutnya.
Evaluasi outliers ini dilakukan dengan bantuan program computer AMOS 7.0.
4. Uji Goodness of Fit dari model struktural.
Berbagai fit index digunakan untuk mengukur derajat kesesuaian
antara model yang disajikan dan data yang disajikan dalam analisis SEM. Fit
index yang digunakan meliputi:
44
a. Chi Square
Nilai chi square merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu
model (Ghozali, 2006). Nilai chi square yang tinggi terhadap degree of
freedom menunjukkan bahwa matrik kovarian yang diobservasi dengan
yang diprediksi berbeda secara nyata dan menghasilkan probabilitas (p)
lebih kecil dari tingkat signifikansi (Ghozali, 2006).
b. The Root Mean Square of Approximation (RMSEA)
RMSEA merupakan indeks yang digunakan untuk mengkompensasi
chi-square statistic dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan
goodness of fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi dalam
populasi. Nilai penerimaan yang direkomendasi RMSEA £ 0,08 (Ghozali,
2006).
c. Goodness of Fit Index (GFI)
GFI mencerminkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan.
Tingkat penerimaan yang direkomendasikan GFI adalah sebasar ³ 0,90
(Ghozali, 2006).
d. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)
Indeks ini sama seperti GFI tetapi telah menyesuaikan pengaruh
degrees of freedom pada suatu model (Ghozali, 2006). Nilai yang
direkomendasikan adalah > 0,90 (Ghozali, 2006).
45
e. Normed Chi-Square (CMIN/DF)
Normed Chi-square merupakan indeks kesesuaian parsimonious
yang mengukur hubungan goodness of fit model dan jumlah koefisien-
koefisien estimasi yang diharapkan untuk mencapai tingkat kesesuaian.
Nilai yang direkomendasikan adalah sebesar £2,0 atau £3,0 (Hair et.al.,
1998).
f. Tucker Lewis Index (TLI)
TLI merupakan alternative incremental fit index yang
membandingkan model yang diuji dengan baseline (Ghozali, 2006). Nilai
penerimaan yang direkomendasikan TLI adalah > 0,90 (Ghozali, 2006).
g. Normed Fit Index (NFI)
NFI yaitu membandingkan model yang diuji dengan baseline model.
Nilai penerimaan yang direkomendasikan NFI ³ 0,90 (Ghozali, 2006).
h. Comparative Fit Index (CFI)
CFI yaitu indeks kesesuaian incremental yang membandingkan model
yang diuji dengan null model. Nilai yang direkomendasikan CFI adalah ³
0,90 (Hair et.al, 1998).
i. Incremental Fit Index (IFI)
IFI digunakan untuk mengatasi masalah parsimoni dan ukuran sampel.
Nilai yang direkomendasikan IFI adalah sebesar > 0,90 (Hair et.al, 1998).
46
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Analisis Deskriptif Responden
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik dan
tanggapan responden terhadap item-item pertanyaan dalam kuesioner. Jumlah
responden yang diambil dalam penelitian ini tidak diketahui jumlahnya,
sehingga sampel diambil dengan metode non probability sampling.
Dengan melihat karakteristik populasi yang ada dan tujuan penelitian
ini, maka penentuan responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini
dilakukan dengan metode purposive sampling maka responden dalam penelitian
ini adalah mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang pernah
menggunakan deodoran Rexona selama lebih dari 6 bulan. Karakter responden
yang memakai produk lebih dari 6 bulan ini dipilih peneliti dengan alasan agar
responden yang dipilih benar-benar mengetahui tentang produk deodoran
Rexona ini.
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 150
responden. Gambaran umum tentang responden diperoleh dari data diri yang
terdapat dalam kuesioner pada bagian identitas responden yang meliputi jenis
kelamin, usia, pendidikan saat ini dan berapa lama penggunaan produk
deodoran Rexona. Gambaran umum responden dapat dilihat dalam tabel berikut
ini :
47
1. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel IV.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Pria 52 34,7 %
Wanita 98 65,3 % Jumlah 150 100 %
Sumber : Data Primer yang diolah oleh peneliti (2010)
Berdasarkan Tabel IV.1 dapat diketahui bahwa dari 150 responden,
34,7 % atau 52 responden memiliki jenis kelamin pria dan 65,3 % atau 98
responden memiliki jenis kelamin wanita. Sehingga jumlah sampel terbanyak
adalah wanita.
2. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia
Tabel IV.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase 18 14 9,3 % 19 22 14,7 % 20 30 20,0 % 21 23 15,3 % 22 38 25,3 % 23 18 12,0 % 24 5 3,3%
Jumlah 150 100 % Sumber : Data Primer yang diolah oleh Peneliti (2010)
Berdasarkan tabel IV.2 dapat diketahui bahwa responden dengan usia
18 tahun sebanyak 14orang atau 9,3 %, responden dengan usia 19 tahun
sebanyak 22 orang atau 14,7 %, responden dengan usia 20 tahun sebanyak 30
orang atau 20 %, responden dengan usia 21 tahun sebanyak 23 orang atau
48
15,3%, responden dengan usia 22 tahun sebanyak 38 orang atau 25,3 %,
responden dengan usia 23 tahun sebanyak 18 orang atau 12 %, dan responden
dengan usia 24 tahun sebanyak 5 orang atau 3,3 %. Sehingga dapat dketahui
bahwa responden dengan persentase terbanyak adalah reponden dengan usia
22 tahun sebanyak 25,3%.
3. Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel IV.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan Frekuensi Persentase Mahasiswa D3 43 28,7 % Mahasiswa S1 107 71,3 %
Jumlah 150 100 % Sumber : Data Primer yang diolah oleh Peneliti (2010)
Berdasarkan tabel IV.3 dapat diketahui bahwa responden sejumlah 43
orang atau sebesar 28,7 % adalah mahasiswa D3 dan responden sejumlah 107
orang atau sebesar 71,3% adalah mahasiswa S1.
B. Pengujian Instrumen Peneltian
1. Uji Validitas
Pengujian validitas item-item pertanyaan dalam kuesioner bertujuan
untuk mengetahui apakah item-item tersebut benar-benar mengukur
konsep-konsep yang dimaksudkan dalam penelitian ini dengan tepat. Butir-
butir pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini direplikasi dari
kuesioner jurnal yang digunakan dalam penelitian ini dan dipadukan
dengan penjabaran atas definisi teoritis dari variabel yang digunakan dalam
49
penelitian ini. Hal ini memberikan dukungan bahwa butir-butir pengukuran
yang dijadikan indikator konstruk terbukti memiliki validitas isi (content
validity) yaitu butir-butir pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang
mencukupi dan representative yang telah sesuai dengan konsep teoritis
(Cooper dan Schindler, 2006).
Dikarenakan syarat untuk dapat menganalisis model dengan SEM,
indikator masing-masing konstruk harus memiliki loading factor yang
signifikan terhadap konstruk yang diukur maka dalam penelitian ini
pengujian validitas instrumen yang digunakan adalah Confirmatory Factor
Analysis (CFA) dengan bantuan SPSS For Windows versi 16, dimana
setiap item pertanyaan harus mempunyai factor loading yang lebih dari
0,50 (Ghozali, 2005). Hasil pengujian sampel besar dapat dilihat pada table
IV.4 berikut ini:
Tabel IV.4
Hasil Pengujian Validitas
Component Item 1 2 3 4 5 BR1 ,677 BR2 ,752 BR3 ,719 BR4 ,771 BI1 ,646 BI2 ,678 BI3 ,559 BI4 ,792 BL1 ,674
50
BL2 ,860 BL3 BL4 BE1 ,734 BE2 ,776 BE3 ,618 BE4 ,645 OS1 ,790 OS2 ,765 OS3 ,757
Warna biru menunjukkan item tidak valid Sumber: data primer diolah 2010
Hasil analisis faktor seperti yang terlihat pada tabel IV.4 diatas
menunjukkan bahwa data telah terekstrak secara sempurna, akan tetapi
terdapat dua item yang tidak muncul nilai loading faktornya (< 0,5)
sehingga item BL3 dan BL4 harus drop karena tidak valid.
Hasil pengujian setelah dua item (BL3 dan BL4) dihilangkan atau
didrop adalah sebagai berikut:
51
Tabel IV.5
Hasil Pengujian Validitas Setelah BL3 dan BL4 didrop
Component Item 1 2 3 4 5 BR1 ,675 BR2 ,752 BR3 ,733 BR4 ,788 BI1 ,648 BI2 ,691 BI3 ,552 BI4 ,796 BL1 ,676 BL2 ,890 BE1 ,749 BE2 ,790 BE3 ,622 BE4 ,651 OS1 ,780 OS2 ,784 OS3 ,752
Sumber: data primer diolah 2010
Berdasarkan hasil pengujian validitas ulang (kembali) setelah item
yang tidak valid dibuang, diperoleh hasil bahwa sebaran data terekstrak
sempurna dan memiliki nilai loading factor > 0,5, hal ini mengindikasikan
bahwa data telah valid semua dan layak dilakukan pengujian pada tahap
selanjutnya.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui tingkat konsistensi
terhadap instrument-instrumen yang mengukur konsep. Reliabilitas
52
merupakan syarat untuk tercapainya validitas suatu kuesioner dengan
tujuan tertentu. Untuk menguji reliabilitas digunakan Cronbach Alpha
dengan bantuan SPSS For Windows versi 16. Hair et al., (1998)
menyatakan bahwa nilai Cronbach Alpha dapat dikatakan reliable (andal)
apabila nilainya > 0.70.
Indikator pengukuran reliabilitas menurut Sekaran (2000) yang
membagi tingkatan reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut :
Jika alpha atau r hitung :
1. 0,8-1.0 = Reliabilitas baik
2. 0,6-0,799 = Reliabilitas diterima
3. Kurang dari 0,6 = Reliabilitas kurang baik
Dari hasil pengujian reliabilitas variabel, dengan menggunakan
bantuan software SPSS For Windows versi 16, didapatkan nilai Cronbach
Alpha dari masing-masing variabel pada sampel besar sebagai berikut :
Tabel IV.6 Hasil Uji Reliabilitas Sampel Besar
Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan Brand Reliability 0,906 Baik Brand Intentions 0,787 Diterima Brand Loyalty 0,684 Diterima Brand Equity 0,857 Baik Overall Satisfaction 0,897 Baik
Sumber : Data primer yang diolah oleh peneliti (2010)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil variable brand reliability
memiliki koefisien Cronbach’s Alpha sebesar 0,906 maka reliabilitas
53
variabel brand reliability memiliki nilai reliabilitas yang baik. Nilai 0,906
mengartikan bahwa variabel brand reliability memiliki kemampuan
konsistensi sebesar 90,6% apabila dilakukan pengukuran ulang.
Variabel brand intentions memiliki koefisien Cronbach’s Alpha
sebesar 0,787 maka reliabilitas variabel brand intentions memiliki nilai
reliabilitas yang kurang baik. Nilai 0,787 mengartikan bahwa variabel
brand intentions memiliki kemampuan konsistensi sebesar 78,7% apabila
dilakukan pengukuran ulang.
Variabel brand loyalty memiliki koefisien Cronbach’s Alpha sebesar
0,684 maka reliabilitas variabel brand loyalty memiliki nilai reliabilitas
yang baik. Nilai 0,6845 mengartikan bahwa variabel brand loyalty
memiliki kemampuan konsistensi sebesar 68,4% apabila dilakukan
pengukuran ulang.
Variabel brand equity memiliki koefisien Cronbach’s Alpha sebesar
0,857, maka reliabilitas variabel brand equity memiliki niali reliabilitas
yang baik. Nilai 0,857 mengartikan bahwa variabel brand equity memiliki
kemampuan konsistensi sebesar 85,7% apabila dilakukan pengukuran
ulang.
Variabel overall satisfaction memiliki koefisien Cronbach’s Alpha
sebesar 0,897, maka reliabilitas variabel overall satisfaction memiliki nilai
reliabilitas yang baik. Nilai 0,897 mengartikan bahwa variabel overall
54
satisfaction memiliki kemampuan konsistensi sebesar 89,7% apabila
dilakukan pengukuran ulang.
C. Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini menggunakan metode statistic
multivariate Structural Equation Modelling (SEM). Dalam menggunakan
Structural Equation Modelling (SEM) ada beberapa asumsi yang harus
diperhatikan sebelum melakukan pengujian model dengan pendekatan ini, yaitu
sebagai berikut :
1. Uji Kecukupan Sampel
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 150
responden. Jumlah sampel tersebut merupakan responden yang memenuhi
syarat dalam menjawab kuesioner yang diberikan. Jumlah tersebut juga
dinilai memenuhi, karena jumlah sampel minimal bagi penelitian yang
menggunakan alat statistik Structural Equation Modelling (SEM) dengan
prosedur Maximum Likehood Estimation (MLE) yaitu sebesar 5-10
observasi untuk setiap parameter yang diestimasi atau 100-200 responden.
Jumlah parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah 17, sehingga
jumlah minimal sampel yang direkomendasikan adalah 17 x 5 = 85 sampel.
Selain itu juga ditambah menguji pengaruh antar variabel-variabelnya (arah
panah dari variabel-variabelnya). Dalam proses pengumpulan data, penulis
menyebar 165 kuesioner dan hanya 150 yang memenuhi syarat karena pada
55
15 kuesioner terdapat pengisian yang tidak lengkap. Sehingga sample yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 150 responden.
2. Uji Normalitas
Syarat yang harus dipenuhi selain kecukupan sampel dalam
mengunakan analisis SEM yaitu normalitas data. Nilai statistik untuk
menguji normalitas menggunakan z-value (Critical Ratio atau C.R pada
output Amos 7.0) dari nilai skewness dan kurtosis sebaran data. Bila nilai
C.R lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga bahwa distribusi data
tidak normal. Nilai kritis untuk C.R dari skewness dan nilai C.R kurtosis di
bawah ± 2,58.
Normalitas univariate dan multivariate terhadap data yang digunakan
dalam analisis ini diuji dengan menggunakan AMOS 7.0. Hasilnya adalah
seperti yang ditampilkan pada tabel IV.7 berikut ini :
56
Tabel IV.7
Hasil Uji Normalitas
Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.
BE1 1,000 5,000 -,511 -2,522 ,263 ,649
BE2 2,000 5,000 -,267 -1,319 -,175 -,432
BE3 1,000 5,000 -,400 -1,975 -,046 -,114
BE4 2,000 5,000 -,423 -2,088 ,131 ,324
BL1 2,000 5,000 -,322 -1,588 -,394 -,972
BL2 1,000 5,000 -,401 -1,978 -,137 -,338
BI1 1,000 5,000 -,009 -,044 -,179 -,440
BI2 1,000 5,000 -,294 -1,452 -,243 -,599
BI3 2,000 5,000 -,278 -1,372 -,480 -1,184
BI4 1,000 5,000 ,069 ,339 -,642 -1,583
BR1 1,000 5,000 -,628 -3,098 ,244 ,601
BR3 2,000 5,000 -,245 -1,208 -,561 -1,384
BR2 1,000 5,000 -,747 -3,685 ,599 1,479
BR4 2,000 5,000 -,248 -1,222 -,497 -1,225
OS1 2,000 5,000 -,268 -1,321 -,216 -,533
OS2 2,000 5,000 -,315 -1,553 -,155 -,382
OS3 2,000 5,000 -,259 -1,280 -,335 -,827
Multivariate 27,533 6,545 Sumber: Data primer yang diolah (2010)
Dari tabel IV.6 terlihat hasil pengujian normalitas data dalam
penelitian ini. Evaluasi normalitas diidentifikasi baik secara univariate
maupun multivariate. Secara univariate untuk nilai-nilai dalam C.R
skewness, dua item petanyaan menunjukkan nilai > 2,58 (-). Sedangkan
untuk nilai-nilai dalam C.R kurtosis, semua item memiliki nilai dibawah
±2,58 yang berarti bahwa secara univariate sebaran data dapat dianggap
normal, sehingga dapat digunakan untuk estimasi pada analisis selanjutnya.
Nilai yang tertera di pojok kanan bawah pada tabel IV.7 menandakan
57
bahwa data dalam penelitian ini tidak terdistribusi normal secara
multivariate dengan nilai C.R kurtosis 6,545 > 2,58. Analisis terhadap data
normal dapat mengakibatkan pembiasan interpretasi karena nilai chi-
square hasil analisis cenderung meningkat sehingga nilai probability level
akan mengecil, dikarenakan secara multivariate dan terdapat beberapa
indicator yang tidak normal (dua indicator) sehingga pengujian outlier
sangat perlu dilakukan. Adapun hasil pengujian outlier akan dibahas
selanjutnya.
3. Uji Outliers
Outlier adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim yang
memiliki karakteristik unik yang sangat berbeda dari observasi lainnya dan
muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk variabel tunggal maupun
variabel kombinasi. Dalam analisis multivariate adanya outlier dapat diuji
dengan statistik chi square (X2) terhadap nilai mahalanobis distance
squared pada tingkat signifikansi 0,01 dengan degree of freedom sejumlah
variabel yang digunakan dalam penelitian.
58
Tabel IV.8 Hasil Pengujian Outlier
Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2
10 42,025 ,001 ,093
2 32,574 ,013 ,557
14 32,174 ,014 ,348
102 31,075 ,020 ,320
122 29,985 ,026 ,344
71 29,381 ,031 ,305
87 29,105 ,034 ,221
91 28,979 ,035 ,137
13 28,644 ,038 ,105
80 28,470 ,040 ,067
110 27,907 ,046 ,075
1 27,260 ,054 ,101
64 26,708 ,062 ,126
86 26,546 ,065 ,095
31 26,406 ,067 ,068 Sumber : Data Primer yang diolah (2010)
Berdasarkan tabel IV.8 dapat diketahui terdapat indikasi 11 nilai
observasi yang mengalami outlier karena nilai p1 < 0,05, sedangkan dari
sebelas nilai observasi tersebut memiliki nilai p2 > 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa 11 nilai observasi tersebut masih dapat diterima
(outliers masih dapat diterima).
4. Uji Goodness of Fit
Evaluasi nilai goodness-of-fit dari model penelitian yang diajukan
dapat dilihat pada tabel IV.9 sebagai berikut :
59
Tabel IV.9 Hasil Goodness of Fit Model Struktural
No. Indeks Nilai Kritis Hasil Keterangan 1 X2 Diharapkan kecil 238.387 2 Probability (p) X2 P > 0,05 0,000
Tidak Fit
3 CMIN/DF ≤ 2.0 / ≤ 3.0 2.091 Baik 4 GFI ≥ 0.90 0.851 Marginal 5 AGFI ≥ 0.90 0.800 Marginal 6 CFI ≥ 0.90 0.922 Baik 7 RMSEA ≤ 0.08 0.087 Marginal 8 TLI ≥ 0.90 0.906 Baik
Sumber : Data primer yang diolah (2010)
Normed Chi Square (CMIN/DF) adalah ukuran yang diperoleh dari
nilai chi-square dibagi dengan degree of freedom. Indeks ini merupakan
indeks kesesuaian parsimonius yang mengukur hubungan goodness of fit
model dengan jumlah koefisien-koefisien estimasi yang diharapkan untuk
mencapai tingkat kesesuaian. Nilai CMIN/DF pada model ini adalah 2.091
yang menunjukkkan bahwa model penelitian ini fit.
Goodness of Fit Index (GFI) mencerminkan tingkat kesesuaian model
secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat dari model yang
diprediksi dibandingkan data yang sebenarnya. Nilai yang mendekati satu
mengisyaratkan model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik. Dengan
tingkat penerimaan yang direkomendasikan ≥ 0,90, dapat disimpulkan
bahwa model memiliki tingkat kesesuaian yang marginal dengan nilai GFI
sebesar 0.851.
Adjusted goodness of fit index (AGFI) sebagai pengembangan indeks
dari GFI, merupakan indeks yang telah disesuaikan dengan rasio degree of
60
freedom model yang diusulkan dengan degree of freedom dari null model.
Dengan nilai penerimaan yang direkomendasikan AGFI ≥ 0,90, model
memiliki nilai AGFI sebesar 0.800 sehingga dapat dikatakan memiliki
tingkat kesesuaian yang marginal.
Comparative Fit Index (CFI) adalah indeks kesesuaian incremental
yang membandingkan model yang diuji dengan null model. Besaran indeks
ini adalah dalam rentang 0 sampai 1 dan nlai yang mendekati 1
mengindikasikan model memiliki tingkat kesesuaian yang baik. Indeks ini
sangat dianjurkan untuk dipakai karena indeks ini relative tidak sensitif
terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi oleh kerumitan model.
Dengan memperhatikan nilai yang direkomendasikan ≥ 0,90, maka nilai
CFI sebesar 0.922 menunjukkan bahwa model ini memiliki kesesuaian
yang baik.
The Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) adalah
indeks yang digunakan untuk mengkompensasi nilai Chi-Square dalam
sampel yang besar. Nilai penerimaan yang direkomendasikan ≤ 0,08, maka
nilai RMSEA sebesar 0.087 menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik.
Tucker Lewis Index (TLI) merupakan alternatif incremental fit index
yang membandingkan model yang diuji dengan baseline model. TLI
merupakan indeks kesesuaian model yang kurang dipengaruhi oleh ukuran
sampel. Nilai yang direkomendasikan ≥ 0,90, dapat disimpulkan bahwa
61
model menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik dengan nilai TLI sebesar
0.906.
Dalam model MLE (maximum likelihood estimate) mensyaratkan nilai
chi-square harus terpenuhi (pengukuran nilai goodness of fit lainnya
diperlukan untuk sample diatas 200 karena pengujian chi-square sensitive
terhadap jumlah sample yang besar). Hasil menunjukkan bahwa nilai chi-
square tidak fit (data tidak fit dengan model), sehingga dalam penelitian ini
model harus dimodifikasi. Berikut adalah model structural awal:
Goodness Of FIt:Chi-Square = 238,387
Probability = ,000CMINDF = 2,091
GFI = ,851AGFI = ,800CFI = ,922TLI = ,906
RMSEA = ,087
,34
OS
OS3
,28
e3
1,001
OS2
,29
e2,931
OS1
,22
e11,00
1
BR
BR4
,24
e7
1,00
1
BR2
,17
e5
1,06
1
BR3
,22
e6
1,05
1
BR1
,21
e4
1
1,05
1,05
BI
BI4
,63
e11
1,00
1
BI3
,28
e10
1,00
1
BI2
,28
e9
1,08
1
BI1
,29
e8
,93
1
,92
BL
BL2
,47
e13
1,00
1
BL1
,25
e12
1,01
1
,23
,68
BE
BE4
,18
e17
1,001
BE3
,19
e16
1,28 1
BE2
,22
e15,98 1
BE1
,33
e14,95
1
,81
,10
Z41
,07
Z3
1
,09
Z1
1
,14
Z21
Gambar IV.1
Modifikasi dilakukan melalui fasilitas Modification Indices pada
program AMOS 16, dimana korelasi antar nilai measurement error
menunjukkan keterkaitan antara item atau indicator yang digunakan
62
(dikorelasikan). Hasil selengkapnya dari modifikasi model dapat dilihat
pada gambar sebagai berikut:
Goodness Of FIt:Chi-Square = 98.257
Probability = .335CMINDF = 1.057
GFI = .930AGFI = .885CFI = .997TLI = .995
RMSEA = .020
.29
OS
OS3
.32
e3
1.001
OS2
.31
e2.981
OS1
.27
e11.00
1
BR
BR4
.26
e7
1.00
1
BR2
.20
e5
1.04
1
BR3
.30
e6
.98
1
BR1
.17
e4
1
1.09
1.18
BI
BI4
.65
e11
1.00
1
BI3
.27
e10
1.02
1
BI2
.28
e9
1.11
1
BI1
.28
e8
.97
1
1.00
BL
BL2
.61
e13
1.00
1
BL1
.33
e12
1.09
1
.22
.61
BE
BE4
.19
e17
1.001
BE3
.16
e16
1.33 1
BE2
.26
e15.95 1
BE1
.36
e14.90
1
.95
.09
Z41
.02
Z3
1
.06
Z1
1
.12
Z21
.09
.20
.09.09
.07
.10
.07
.07
.06
.07
.08
.04.08
.06
.06
.06
.07
.05
.05
.04
.07
Gambar IV.2
Pada pengujian model setelah dimodifikasi menunjukkan nilai
goodness of fit:
63
Tabel IV.10 Hasil Goodness of Fit Model Struktural Setelah Dimodifikasi
No. Indeks Nilai Kritis Hasil Keterangan 1 X2 Diharapkan kecil 98.257 2 Probability (p) X2 P > 0,05 0,335
Fit
3 CMIN/DF ≤ 2.0 / ≤ 3.0 1.057 Fit 4 GFI ≥ 0.90 0.930 Fit 5 AGFI ≥ 0.90 0.885 Marginal 6 CFI ≥ 0.90 0.997 Fit 7 TLI ≥ 0.90 0.995 Fit 8 RMSEA ≤ 0.08 0.020 Fit
Sumber : Data primer yang diolah (2010) Berdasarkan hasil rekapitulasi pengujian goodness of fit diperoleh
hasil nilai chi-square sebesar 98,257 dengan nilai probabilitasnya sebesar
0,335 > 0,05, yang mengindikasikan bahwa data telah fit dengan model
yang digunakan, hasil tersebut diperkuat oleh enam pengujian goodness of
fit lainnya yang menunjukkan “Fit”, hanya AGFI yang memiliki nilai
marginal. Secara overall kedelapan syarat pengujian yang dilampirkan
dapat dikatakan fit, sedangkan dalam metode ML hanya mensyaratkan
pengujian chi-square saja, jadi model dalam penelitian ini sudah fit jauh
dari cukup.
5. Analisis Uji Hipotesis
Setelah kriteria goodness of fit dapat terpenuhi atas model struktural
yang diestimasi, selanjutnya analisis terhadap hubungan-hubungan struktur
model (pengujian hipotesis) dapat dilakukan. Hubungan antar konstruk
dalam hipotesis ditunjukkan oleh nilai standardized regression weights.
64
Tabel IV.11 Hasil Estimasi Model Struktural
Regression Weights Estimate S.E. C.R. P Brand reliability
<--- Overall satisfaction 1,183 ,151 7,832 ***
Brand intentions
<--- Overall satisfaction 1,000 ,158 6,312 ***
Brand loyalty <--- Brand reliability ,216 ,104 2,066 ,039 Brand loyalty <--- Brand intentions ,606 ,148 4,104 *** Brand equity <--- Brand loyalty ,948 ,138 6,893 *** Sumber : Data primer yang diolah (2010)
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada table di atas diperoleh
hasil bahwa overall satisfaction berpengaruh signifikan terhadap brand
reliability dan brand intentions (nilai probabilitas < 0,01), yang berarti
semakin tinggi overall satisfaction maka akan semakin meningkatkan brand
reliability dan brand intentions. Brand reliability berpengaruh signifikan
terhadap brand loyalty (probabilitas sebesar 0,039 < 0,05), yang berarti
semakin tinggi brand reliability akan meningkatkan brand loyalty. Brand
intentions berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty (probabilitas
sebesar 0,000 < 0,01), yang berarti bahwa semakin tinggi brand intentions
maka akan meningkatkan brand loyalty. Brand loyalty berpengaruh
signifikan terhadap brand equity (probabilitas sebesar 0,000 < 0,01), yang
berarti semakin tinggi brand loyalty maka akan semakin meningkatkan
brand equity.
65
D. Pembahasan
a. Hipotesis 1a : Overall satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap
brand reliability.
Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah overall satisfaction
berpengaruh positif terhadap brand reliability. Berdasarkan hasil
perhitungan pada tabel IV.11 didapatkan hasil nilai CR sebesar 7,832
dengan nilai SE sebesar 0,151. Karena nilai probabilitas sebesar 0,000
(***) < 0,01 (1%), maka menunjukkan bahwa hipotesis 1a diterima pada
tingkat signifikan α = 0,01. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
overall satisfaction berpengaruh positif terhadap brand reliability. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Delgado dan Munuera
(2001); Delgado dan Munuera (2005) yang menunjukkan bahwa brand
trust dipengaruhi oleh overall satisfaction sedangkan dimensi brand trust
itu sendiri salah satunya adalah brand reliability.
Para responden dalam penelitian ini yang merasa puas pada
deodoran merek Rexona akan memiliki kepercayaan untuk menggunakan
produk deodoran Rexona. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa responden
yang puas akan percaya bahwa Rexona dapat memenuhi dan memuaskan
kebutuhan mereka. Sebaliknya, responden yang tidak puas dengan
pengalaman penggunaan produk tidak memiliki kepercayaan untuk
menggunakan produk tersebut.
66
b. Hipotesis 1b : Overall satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap
brand intentions.
Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah overall satisfaction
berpengaruh positif terhadap brand intentions. Berdasarkan hasil
perhitungan pada tabel IV.11 didapatkan hasil nilai CR sebesar 6,312
dengan nilai SE sebesar 0,158. Karena nilai probabilitas sebesar 0,000
(***) < 0,01 (1%), maka menunjukkan bahwa hipotesis 1b diterima pada
tingkat signifikan α = 0,01. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
overall satisfaction berpengaruh positif terhadap brand intentions. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Delgado dan Munuera
(2001); Delgado dan Munuera (2005) yang menunjukan bahwa brand trust
dipengaruhi oleh overall satisfaction sedangkan dimensi brand trust itu
sendiri selain brand reliability juga ada brand intentions.
Responden yang merasa puas dengan pengalaman penggunaan
deodoran Rexona akan memiliki kepercayaan untuk menggunakan produk
deodoran Rexona. Dalam hal ini responden yang puas akan percaya bahwa
Rexona dapat bertanggung jawab dan melindungi konsumen terhadap
masalah-masalah yang mungkin akan timbul di kemudian hari setelah
mereka mengkonsumsi produk, sehingga konsumen yang puas tidak akan
khawatir atau merasa takut karena mereka percaya bahwa Rexona akan
mengutamakan kepentingan konsumen, demikian juga sebaliknya.
67
c. Hipotesis 2a : Brand reliability memiliki pengaruh positif pada brand
loyalty.
Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah brand reliability
berpengaruh positif terhadap brand loyalty. Berdasarakan hasil perhitungan
pada tabel IV.11 didapatkan hasil nilai CR sebesar 2,066 dengan nilai SE
sebesar 0,104. Karena nilai probabilitas sebesar 0,039 < 0,05 (5%) maka
menunjukkan bahwa hipotesis 2a diterima pada tingkat signifikan α = 0,05.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa brand reliability berpengaruh
positif terhadap brand loyalty. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lau dan Lee (1999); Chaudhuri dan Holbrook (2001);
Delgado dan Munuera (2001); Delgado (2004); Delgado dan Munuera
(2005) yang menunjukkan bahwa brand trust dengan dimensi brand
reliability mempengaruhi brand loyalty.
Responden yang percaya bahwa deodoran Rexona dapat memenuhi
kebutuhan konsumen, akan memiliki loyalitas untuk menggunakan produk
deodoran Rexona. Ketika konsumen merasa bahwa suatu produk dapat
memenuhi dan memuaskan kebutuhan mereka serta merek tersebut dapat
juga diandalkan maka loyalitas konsumen terhadap merek tersebut juga
akan semakin kuat, demikian juga sebaliknya, jika suatu produk tidak dapat
memenuhi dan memuaskan kebutuhan konsumen dan merek tersebut tidak
dapat diandalkan maka loyalitas konsumen akan semakin lemah.
68
d. Hipotesis 2b : Brand intentions memiliki pengaruh positif pada brand
loyalty.
Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah brand intentions
berpengaruh positif terhadap brand loyalty. Berdasarkan hasil perhitungan
pada tabel IV.11 didapatkan hasil nilai CR sebesar 4,104 dengan nilai SE
sebesar 0,148. Karena nilai probabilitas sebesar 0,000 (***) < 0,01 (1%),
maka menunjukkan bahwa hipotesis 2b diterima pada tingkat signifikan α =
0,01. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa brand intentions
berpengaruh positif terhadap brand loyalty. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Lau dan Lee (1999); Chaudhuri dan
Holbrook (2001); Delgado dan Munuera (2001); Delgado (2004); Delgado
dan Munuera (2005) yang menunjukkan bahwa brand trust mempengaruhi
brand loyalty sedangkan dimensi brand trust itu sendiri selain brand
reliability adalah brand intentions.
Hal ini menunjukkan responden yang merasa puas dan memiliki
kepercayaan atas merek pada deodoran Rexona akan memiliki loyalitas
untuk menggunakan produk deodoran Rexona. Sebaliknya, jika konsumen
tidak puas dan tidak percaya produk maka konsumen tidak akan loyal.
e. Hipotesis 3 : Brand loyalty memiliki pengaruh positif pada brand equity.
Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah brand loyalty
berpengaruh positif terhadap brand equity. Berdasarkan hasil perhitungan
69
pada tabel IV.11 didapatkan hasil nilai CR sebesar 6,893 dengan nilai SE
sebesar 0,138. Karena nilai probabilitas sebesar 0,000 (***) < 0,01 (1%),
maka menunjukkan bahwa hipotesis 3 diterima pada tingkat signifikan α =
0,01. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa brand loyalty memiliki
pengaruh positif terhadap brand equity. Hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Delgado dan Munuera (2001); Delgado (2004);
Delgado dan Munuera (2005) yang menunjukkan bahwa brand loyalty
mempengaruhi brand equity.
Loyalitas yang dimiliki oleh konsumen merupakan penggerak
sebuah merek. Merek dikatakan memiliki ekuitas yang tinggi karena
loyalitas dianggap sebagai sebuah jalan menuju sebuah keunggulan
kompetitif seperti mengurangi biaya pemasaran, meningkatkan market
share, penentuan harga premium dan lain-lain (Aaker, Bello dan Holbrook,
Park dan Srinivasan dalam Delgado, 2005).
70
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode
analisis Structural Equation Modelling (SEM), mengenai pengaruh overall
satisfaction, brand trust, dan brand loyalty terhadap brand equity dapat
disimpulkan bahwa :
1. Overall Satisfaction berpengaruh positif terhadap brand reliability.
2. Overall satisfaction berpengaruh positif terhadap brand intentions.
3. Brand reliability berpengaruh positif terhadap brand loyalty.
4. Brand intentions berpengaruh positif terhadap brand loyalty.
5. Brand loyalty berpengaruh positif terhadap brand equity.
B. KETERBATASAN
Penelitian ini tidak terlepas dari beberapa keterbatasan antara lain :
1. Setting penelitian yang sempit cakupannya sehingga dapat berdampak pada
generalisasi studi yang bersifat terbatas. Dengan demikian untuk
mengaplikasikan studi ini pada setting yang berbeda, diperlukan kehati-hatian
untuk mencermati karakteristik respondennya. Hal ini dapat terjadi karena
dalam setting yang berbeda diperkirakan terdapat profil background dan
perilaku yang berbeda. Apabila hal ini diabaikan, kemungkinan berpotensi
mengakibatkan pembiasan hasil pengujian, yang berdampak pada kekeliruan
dalam merumuskan kebijakan yang disarankan.
71
2. Overall satisfaction dalam penelitian ini hanya dimediasi oleh brand
reliability dan brand intentions untuk melihat pengaruhnya terhadap brand
loyalty. Masih diperlukan dukungan teori yang lain untuk mencari tahu
dimensi lain dari brand trust.
C. SARAN
Berdasarkan hasil kesimpulan dan keterbatasan dalam penelitian ini maka
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Saran teoritis, hasil pengujian diharapkan dapat memberikan pemahaman
teoritikal terhadap variabel-variabel yang diamati yaitu: overall satisfaction,
brand reliability, brand intention, brand loyalty, dan brand equity. Hubungan
antarvariabel yang terbentuk diharapkan dapat digunakan sebagai referensi
dalam ilmu marketing.
2. Saran bagi pihak perusahaan, untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan
brand reliability, brand intentions, dan brand loyalty dari konsumen, karena
tanpa ketiga variabel tersebut overall satisfaction tidak berpengaruh terhadap
brand equity. Caranya antara lain dengan menghasilkan produk yang kreatif
dan berkualitas yang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan konsumen
hingga konsumen akan percaya terhadap produk tersebut. Kepercayaan
tersebut akan mendorong konsumen untuk melakukan pembelian ulang yang
menunjukkan bahwa konsumen tersebut loyal. Yang terakhir, loyalitas
tersebut akan mendorong terbentuknya brand equity.
72
3. Saran untuk penelitian selanjutnya, diharapkan untuk lebih variatif lagi dalam
melihat variabel-variabel yang dapat mempengaruhi brand equity serta
memperluas setting penelitiannya sehingga sampel dapat mewakili
(menggeneralisasikan) populasi realita di lapangan.
D. IMPLIKASI
Studi ini memiliki beberapa impilikasi terhadap perusahaan mengenai ekuitas
merek :
a. Untuk memperoleh keunggulan kompetitif serta keuntungan ekonomi dengan
brand equity sebagai akibat dari relational market based asset maka
perusahaan harus membangun brand trust. Dengan menanamkan brand trust
dalam diri konsumen, maka merek akan bertindak sebagai penghubung yang
erat antara konsumen dengan produsen.
b. Suatu trust atau kepercayaan dibangun melalui pengalaman. Semakin positif
pengalaman yang dimiliki oleh konsumen akan semakin percaya konsumen
terhadap merek tersebut. Perusahaan diharapkan mampu dalam memenuhi
harapan konsumen serta mampu untuk memuaskan kebutuhan konsumen, dan
memberikan informasi yang jujur terhadap konsumen.
73
DAFTAR PUSTAKA Aaker, D. A. (1991). Managing Brand Equity: Capitalizing on the Value of a Brand
Name, Free Press, New York. Anderson, E. W., Fornell, C. and Lehmann, D. (1994). “Customer Satisfaction,
Market Share, and Profitability: findings from Sweden”, Journal of Marketing, Vol. 58, July, pp. 53-66.
Assael, Henry. (2001). Consumer Behaviour and Marketing Action. Singapore:
Thomson Learning. Bloemer, J and Kasper, H. (1995), “The Complex Relationship between Consumer
Satisfaction and Brand Loyalty”, Journal of Economic Psychology, Vol.16 no.2, pp. 311-29.
Chaudhuri, A. and Holbrook, M. B (2001). The Chain of Effect from Brand Trust and
Brand Affect to Brand Performance: The Role of Brand Loyalty, Journal of Marketing, Vol 65, April, pp. 81-93.
Cronin, J.J. and Taylor, S.A. (1992). “Measuring service quality: a reexamination and
extension”, Journal of Marketing, Vol. 56 No. 3, pp. 55-68. Cooper, D. R & Schindler, P.S. (2003). Bussines Research Methods. (7th ed).
Boston : Mc Graw Hill Book Co. Delgado, E. (2004). “Applicability of a Brand Trust Scale Across Product Categories:
a Multigroup Invariance Analysis”, European Journal of Marketing, Vol 38 No 5/6, pp.573-96.
Delgado, Elena dan Jose L. Munuera. (2001). Brand Trust in the Context of
Consumer Loyalty. European Journal of Marketing, vol 35 no. 11/12, pp. 1238-1258.
Delgado, Elena, Jose L. Munuera, dan Maria J. Yague. (2003). Development and
Validation of a Brand Trust Scale. International Journal of Market Research, vol 45 no. 1, pp. 35-53.
Delgado, Elena dan Jose L. Munuera. (2005). Does Brand Trust Matter to Brand
Equity? Journal of Product and Brand Management, vol 14 no.3, pp 187-196.
Djarwanto, P.S. (2001). Statistik Sosial Ekonomi. Yogyakarta : BPFE.
74
Darmadi Durianto, Sugiarto, dan Tony Sitinjak. (2001). Strategi Menaklukkan Pasar Global Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Darmadi Durianto, Sugiarto, Lie Joko Budiman. (2004). Brand Equity Ten:
Strategi Memimpin pasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Dick, A.S., & K. Basu. 1994. Customer Loyalty: Toward an Integrated Conceptual
Framework. Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 22, No. 2, pp. 99-113.
Ferdinand, Augusty. (2005), Structural Equation Modeling dalam Penelitian
Manajemen. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Garbarino, Ellen and Johnson, M.S. (1999). “The Different Roles of Satisfaction,
Trust, and Commitment in Customer Relationships”, Journal of Marketing, Vol. 63 No. 2, pp. 70-87.
Ghozali, Imam. (2006). Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi
dengan Program Amos Ver. 5.0. Semarang : Badan Penerbit UNDIP. Gurviez, Patricia dan Michael Korchia. (2003). Test of a Consumer-Brand
Relationship Model Including Trust and Three Consequences. 30th International Research Seminar in Marketing, Lla Londe Les Maures France-11th-13th June 2003.
Hair, Joseph F., JR., Rolp E Anderson, Ronald L, Tatham and William L Black.
(1998). Multivariate Data Analysis, 5th ed, USA: Prentice Hall International, Inc.
Keller, K. L. (1993). “Conceptualization, Measuring, and Managing Customer Based
Brand Equity”, Journal of Marketing, Vol. 57, January, pp. 1-22. Kotler, Philip. 2002. Manajemen pemasaran. Jilid 2. Jakarta: Prenhallindo. Lau, G.T and Lee, S. H., (1999). Consumers’ Trust in a Brand and The Link to Brand
Loyalty. Journal of Market Focused Management, Vol. 4, pp. 341-370. Marketing. (2010), Majalah. Edisi Februari. Oliver, R. L. (1997). Satisfaction: A Behavioral Perspective on the Consumer,
McGraw-Hill International, New York.
75
Sekaran, U. (2000). “Research Methods for Bussiness: A Skill Building Approach”. New York: John Willey and Sons, Inc.
Sekaran, U. (2003). “Research Methods for Bussiness: A Skill Building
Approach” 4th ed., New York: John Willey & Sons, Inc. Shimp, A. Terence (2003). Advertising Promotion&Supplemental Aspects of
Integrated Marketing Communications 6th , Thomson South Western. Stanton,William J. (1996). Prinsip Pemasaran, Edisi VII. Jakarta : Erlangga. Tjiptono, Fandy dan Chandra, Gregorius, (2005). Service, Quality, and Satisfaction.
Edisi pertama. Yogyakarta: Andi Offset. Zeithaml, V.A. and Bitner, M.J. (2000). Services Marketing, McGraw-Hill, New
York, NY.
Recommended