View
17
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB II
DASAR TEORI
2.1. JALAN
Struktur perkerasan konstruksi jalan pada umumnya terdiri dari tanah
dan perkerasan jalan. Penetapan besaran rencana tanah dasar dan material-
material yang akan menjadi bagian dari konstruksi perkerasan, hams didasarkan
atas penelitian hasil survey dan penyelidikan laboratorium oleh seorang ahli.
Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi:
- lapisan tanah dasar (sub grade)
- lapisan pondasi bawah (sub base course)
- lapisan pondasi (base course)
- lapisan permukaan (surface course)
2.2. SUB GRADE/TANAH DASAR
Tanah dasar adalah bagian yang terpenting dari konstruksi jalan karena
tanah dasar inilah yang mendukung seluruh konstruksi jalan beserta muatan lalu
lintasdiatasnya.
Tanah dasar ini pulalah yang menentukan besarnya biaya pembangunan
jalan tersebut, karena kekuatan tanah dasar menentukan tebal atau tipisnya
lapisan perkerasan, yang berarti juga menentukan mahal atau murahnya biaya
6
pembangunan jalan tersebut. Oleh karena itu perbaikan tanah dasar merupakan
hal yang penting.
2.2.1.Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Konstruksi Jalan
Hal-hal yang perlu diperhatikan supaya konstruksi jalan yang dibuat bisa
murah tetapi hasil yang didapat cukup memuaskan adalah :
1. Memilih sistem konstruksi yang paling aman.
2. Memilih sistem pelaksanaan yang baik, sehingga bisa mendekati syarat-
syarat pokok konstruksi jalan.
3. Selalu mengikuti perkembangan lalu lintas, sehingga tidak terlambat
melakukan upgrading.
4. Mengadakan pemeliharaan secara intensif dan terus menerus, terutama
menghadapi musim hujan. (Soedarsono, 1979)
Perencanaan perkerasan jalan sebetulnya merupakan soal rumit, dan cara-
cara yang umura dipakai sekarang untuk perencanaan perkerasan terdiri
terutama dari cara empiris, yaitu cara-cara yang tidak berdasarkan pada
teori yang benar-benar tepat, ataupun kepada cara penentuan kekuatan
tanah yang teliti. Cara-cara ini berdasarkan sebagian pada teori dan
sebagian pada pengalaman, dan masing-masing cara memakai cara
tersendiri untuk menentukan kekuatan tanah.
2.2.2. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Tanah Dasar
Supaya biaya pembangunan jalan dapat mencapai nilai yang ekonomis,
bila kondisi tanah dasar yang akan dipakai untuk pembangunan jalan tidak
7
memungkinkan, maka harus dilakukan perbaikan pada tanah dasar
tersebut.
Ada 4 cara perbaikan tanah dasar :
1. Secara dinamis
lalah memadatkan tanah dasar dengan wals biasa atau dengan wals
khusus, sebaiknya dengan wals yang diperlengkapi alat penggetar
(vibrator).
2. Memperbaiki gradasi
lalah dengan menambahkan fraksi yang masih kurang, kemudian diaduk
dan dipadatkan. Biasanya yang kurang ialah fraksi-fraksi berbutir kasar
dan untuk ini bisa dipergunakan koral campur pasir atau pasir saja.
3. Dengan sistem stabilisasi kimia
lalah dengan menambahkan semen P.C., kapur atau bahan kimia
lainnya, kemudian diaduk dan dipadatkan sepanjang tanah dasar tersebut
tidakjeleksekali.
4. Membongkar dan mengganti
Bila tanah dasar jelek sekali maka tidak ada jalan lain kecuali dengan
membongkar dan kemudian diganti dengan tanah lain/pasir yang
kualitasnya cukup baik (CBR lebih 6%).
Bila membongkar dan mengganti ini masih dipandang tidak mungkin atau
terlalu mahal, maka cara terakhir ialah memindahkan trase jalan ke tempat
lain yang mempunyai tanah dasar yang baik. (Soedarsono,1979)
8
Pada proses pembangunan Gedung P Universitas Kristen Petra Surabaya
digunakan cara membongkar dan mengganti untuk memperbaiki tanah
dasar yang digunakan untuk membangun.
Kekuatan perkerasan fleksibel terutama ditentukan oleh kekuatan tanah
dasar dalam menahan tekanan perkerasan dalam menyebarkan tekanan
yang diterima ke tanah dasar.
Kekuatan tanah dasar sangat dipengaruhi oleh kelembaban, susut dan muai
serta pengaruh iklim lainnya.
Penentuan kekuatan tanah berdasarkan evaluasi hasil pemeriksaan
laboratorium tidak dapat mencakup secara detail (tempat demi tempat)
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar sepanjang suatu bagian jalan.
Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam-macam tanah
tertentu akibat beban lalu lintas
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti
pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan
kedudukannya, atau akibat pelaksanaan
d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas
dari macam tanah tertentu
9
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan
yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil)
yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan
Dari bermacam-macam cara pemeriksaan untuk menentukan kekuatan
tanah dasar, yang umum sering dipakai di Indonesia adalah cara CBR.
Dalam hal digunakannya nomogram untuk penetapan tebal perkerasan,
maka harga CBR tersebut dapat dikorelasikan terhadap daya dukung tanah.
Apabila CBR kurang dari 1 % maka subgrade harus diperbaiki. Perbaikan
dilakukan dengan jalan mengganti bahan-bahan yang tidak memenuhi
syarat pada subgrade dengan bahan yang sesuai, kemudian dipadatkan
dengan sempurna.
2.2.3. CBR (California Bearing Ratio)
Cara CBR ini diperkembangkan oleh California State Highway Department
sebagai cara untuk menilai kekuatan tanah dasar jalan (subgrade).
Kemudian cara ini dipakai dan diperkembangkan lebih lanjut oleh badan-
badan lain, terutama oleh U.S. Army Corps of Engineers.
Dengan cara ini suatu percobaan penetrasi (disebut percobaan CBR)
dipergunakan untuk menilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang
hendak dipakai untuk pembuatan perkerasan. Nilai CBR yang diperoleh
kemudian dipakai untuk menentukan tebal lapisan lapisan perkerasan yang
diperlukan di atas lapisan yang nilai CBR-nya ditentukan. Jadi dianggap
to
bahwa di atas suatu bahan dengan nilai CBR tertentu, perkerasan tidak
boleh kurang dari suatu angka tertentu.
2.2.4. Penentuan nilai CBR dengan percobaan di lapangan
Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa CBR (California Bearing
Ratio) langsung di tempat (in place). Peralatan yang dipakai adalah :
a. Dongkrak CBR mekanis dengan kapasitas 10 ton, dilengkapi dengan
"swivel head", cincin penguji (proving ring) dengan kapasitas 1,5 ton, 3
ton, 5 ton (3000 lbs, 6000 lbs, 10.000 lbs) atau sesuai dengan
kebutuhan; torak (piston) penetrasi dan pipa-pipa penyambung.
b. Arloji penunjuk untuk mengukur penetrasi dengan ketelitian 0,01 mm
(0,001") dilengkapi balok penyokong dari besi profil sepanjang lebih
kurang 2,5 meter.
c. Keping beban yang bergaris tengah 25 cm (10") berlubang di tengah
dengan berat 5 kg (10 pound) dan beban-beban tambahan seberat 2,5 kg
(5 pound) yang dapat ditambahkan bilamana perlu.
d. Sebuah truk yang dibebani sesuai dengan kebutuhan dan dibawahnya
dapat dipasang sebuah dongkrak CBR mekanis.
e. Dua dongkrak truk, alat-alat penggali, alat-alat penumbuk, alat-alat
perata dan Iain-lain.
Cara melakukan pemeriksaan benda uji, mula-mula tempat pemeriksaan
disiapkan dengan jalan menggali sampai lapisan yang dikehendaki dan
diratakan permukaannya hingga datar, untuk mengetahui sudah datar atau
11
tidak digunakan waterpas. Daerah yang diratakan permukannya seluas kira-
kira 60x60 cm2. Dilakukan pembersihan pada semua bahan yang lepas
untuk tempat pemeriksaan pada badan jalan di bawah perkerasan. Untuk
tempat yang belum ada perkerasan cukup dibersihkan akar rumput dan
bahan organik lain (biasanya sampai kedalaman 50 cm). Pemeriksaan
dimulai secepat mungkin sesudah persiapan tempat. Selama pemasangan
alat-alat, permukaan tanah hams ditutup dengan lembaran plastik untuk
menghindarkan perubahan kadar air. Truk ditempatkan sehingga dongkrak
CBR mekanis tepat berada di atas lubang pemeriksaan. Dongkrak truk
digunakan untuk menaikkan truk supaya tidak lagi bekerja di atas pernya.
As roda diusahakan supaya sejajar dengan muka jalan yang diperiksa.
Dongkrak CBR mekanis dipasang bersama dengan alat-alat yang lain
supaya piston penetrasi berada 1 atau 2 cm dari permukaan yang akan
diperiksa. Cincin penguji diatur sehingga torak dalam keadaan vertikal.
Lalu alat-alat yang ada dikunci pada kedudukan ini. Keping beban 25 cm
(10") diletakkan sentris di bawah torak penetrasi sehingga torak penetrasi
tepat masuk ke dalam lubang keping beban tersebut.
Torak penetrasi diturunkan pada permukaan tanah sehingga piston
penetrasi memberikan beban permulaan sebesar 5 kg (10 lbs), apabila
dikehendaki dapat digunakan beban-beban tambahan, kemudian arloji
cincin penguji dan arloji penunjuk penetrasi diatur pada angka nol. Beban
12
diberikan dengan teratur, sehingga kecepatan penetrasinya mendekati
kecepatan tetap 1,25 mm (0,05") per menit. Pembacaan beban dicatat pada
penetrasi 3,128 mm (0,0125"), 0,62 mm (0,025"), 1,25 mm (0,05"), 0,187
mm (0,075"), 2,5 mm (0,10"), 3,75 mm (0,15"), 5 mm (0,20"), 7,5 mm
(0,30"), 10 mm (0,40") dan 12,5 mm (0,50"). Apabila diperlukan kadar air
dan berat isi bahan setempat dapat ditentukan.
Perhitungan dilakukan seperti pada pemeriksaan "CBR Laboratorium",
apabila muka tanah di bawah keping beban tidak rata, maka ditambahkan
lapisan pasir yang setipis mungkin sehingga muka tanah betul-betul rata.
2.3. PAVING BLOK
2.3.1. Umum
Penggunaan perkerasan yang berupa balok-balok yang berukuran kecil,
atau paving blok, bukanlah penemuan baru. Pada jaman Romawi kuno,
penggunaan balok-balok kecil yang terbuat dari batu, sudah digunakan
sebagai perkerasan yang menghubungkan wilayah Romawi pada waktu itu.
Disamping terbuat dari batu, paving blok juga dapat terbuat dari tanah liat
yang sudah dipakai oleh bangsa Mesopotamia. Namun penggunaannya
tidaklah melalui perhitungan dan perencanaan yang baik. Pada jaman
modern, penggunaan paving blok kembali dipakai sebagai perkerasan
alternatif disamping perkerasan aspal, yang tentu saja sudah direncanakan
secara ekonomis. Karena beberapa kelebihan yang dimiliki oleh paving
13
blok jika dibandingkan dengan perkerasan aspal, sehingga pada akhir abad
ke-19, pembuatan paving blok mulai diproduksi secara besar-besaran.
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Parameter
desain perkerasan paving blok tidak hanya berdasarkan pada segi kekuatan
dan keamanan saja, tetapi juga memasukkan unsur keindahan dan
arsitektur. Karena itu, bentuk paving blok yang konvensional berbentuk
persegi, mulai berkembang sesuai dengan desain jalan, terutama pada jalan
pedestrian dan perumahan. Kemampuan untuk menampilkan keindahan
dan arsitektur pada jalan, merupakan salah satu penyebab mulai beralihnya
penggunaan material perkerasan dari aspal dan beton ke material paving
blok.
2.3.2.Perbedaan paving blok dengan perkerasan lain.
Fungsi lapisan permukaan antara lain :
a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda
b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan
akibat cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (Wearing Course)
Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan
kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat
yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan. Untuk prkerasan
paving blok, lapisan permukaan terdiri dari paving blok yang diletakkan
berdampingan membentuk suatu pola tertentu, yang disesuaikan dengan
14
desain jalan. Pada setiap celah antara paving blok, diisi dengan pasir yang
disebut/z7/er. Paving blok banyak diproduksi di Indonesia dalam berbagai
bentuk dan warna, tetapi bentuk yang paling sederhana berbentuk empat
persegi panjang dan mudah diangkat dengan satu tangan.
Ada beberapa pertimbangan yang dimiliki oleh lapis perkerasan paving
blok, jika dibandingkan dengan lapis perkerasan yang lain, antara lain:
a. Sebagai suatu produk beton dengan mutu tinggi tetapi karakteristik
terpasang tergolong fleksibel. Karena paving blok berupa balok-balok
yang berukuran kecil dimana antara setiap balok tidak saling terikat.
b. Umur teknis yang panjang, sehingga dapat dipakai berulang-ulang
walaupun telah mengalami pembongkaran untuk perbaikan lapisan
bawahnya.
c. Kemudahan dalam pemasangan underground services setelah jalan
dalam masa operasional. Seperti pipa sambungan telepon, pipa air
minum, dan Iain-lain.
d. Biaya pemeliharaan murah.
e. Kemudahan dalam kontrol kualitas secara menyeluruh baik pada paving
blok maupun pada lapis bawahnya.
f. Pemasangan dan perbaikan perkerasan paving blok tidak membutuhkan
peralatan berat dengan demikian biaya mobilisasi dan demobilisasi
peralatan sangat rendah. Hal ini memungkinkan perbaikan dalam
volume kecil tetap ekonomis.
15
g. Mempunyai ketahanan yang cukup baik terhadap abrasi maupun cuaca.
h. Tahan terhadap bahan kimia seperti: bensin, solar, oli, dan Iain-lain.
i. Tersedia dalam berbagai bentuk dan warna yang dapat dikombinasikan
antara fungsi dan keindahan.
j . Cara pemasangan secara manual dan padat karya.
k. Kecuali bahan pewarna (pigment) seluruh produk paving blok
menggunakan produk lokal.
1. Jalan dapat langsung dibuka setelah paving blok selesai dipasang.
Pada tabel 2.1 bisa dilihat perbandingan antara paving blok, lapis
perkerasan aspal dan lapis perkerasan beton.
16
Tabel2.1. Perbandingan Antara Perkerasan Paving Blok dengan Perkerasan Lain
Kelengkapan
Biaya
Biaya - awal - perawatan - pemakaian ulang
Estetika
Penampilan
Pelaksanaan dan Perawatan
Kesulitan dalam Pelaksanaan
Kecepatan Pelaksanaan
Trenching dan Pemasangan kembali
Pemakaian Ulang
Operasional
Ketahanan
Kekuatan pada: - beban gandar - beban roda terpusat
- beban memutar - bahan bakar dan
oli - selip
(Shackel, B. p. 18)
Paving Blok
Rata-rata Rendah Tinggi - mudah didaur ulang
Sangat bagus -warna tekstur, dan pola dapat dipakai
Hanya perlu sedikit peralatan yang sederhana
Rata-rata
Dapat digali dengan tangan
Mudah dilakukan tanpa proses ulang
Bagus
Sangat bagus Sangat bagus
Bagus Bagus
Memuaskan sampai 60 km/ jam
Tipe Perkerasan Aspal
Tinggi
Rendah Tinggi Sedang
Jelek
Perlu peralatan yang rumit
Cepat
Memerlukan Hammerjack
Memerlukan material untuk proses ulang
Rata-rata
Bagus Jelek
Jelek Jelek
Memuaskan
Balok Semen
Rendah
Tinggi Tinggi Rendah
Rata-rata - hanya terbatas pada warna dan tekstur
Perlu ketelitian dalam pelaksanaan
Pelan (perlu adanya curing)
Sukar dan mahal untuk penggalian
Mahal, perlu material untuk proses ulang
Bagus
Sangat bagus Sangat bagus
Sangat bagus Bagus
Bagus
Pemakaian Energi Rendah
17
2.3.3. Tipe - Tipe Paving blok
Paving block dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:
• Paving blok yang secara geometrik mempunyai interlocking pada arah
horisontal. Paving blok tipe ini yang paling banyak di buat, termasuk di
Indonesia. Disamping karena murah dan mudah dalam pembuatan dan
produksinya, juga mudah dalam pengerjaan pemasangannya.
Dimensinya dibuat sedemikian sehingga dapat diangkat dengan satu
tangan saja sehingga mudah dalam pengerjaannya. Pada umumnya berat
yang ada tidak lebih dari 4,5 kg, dengan panjang sekitar 225 mm. Dalam
produksinya, dibuat dalam 3 ketebalan, yaitu 60 mm, 80 mm, dan 100
mm. Paving blok tipe ini lebih sering digunakan untuk tata guna lahan
(landscaping) dan untuk perkerasan dengan lalu lintas normal.
Contoh untuk pving blok tipe ini dapat dilihat pada bab III.
• Paving blok yang secara geometrik mempunyai interlocking pada arah
vertikal (dengan atau tanpa interlocking pada arah horisontal). Tujuan
pembuat tipe ini adalah untuk memperoleh struktur interlocking yang
kuat jika dibandingkan dengan paving blok tipe pertama. Tidak semua
industri paving blok memproduksi paving blok tipe ini, disamping selain
mahal dan sulit dalam pembuatan dan produksinya, juga sulit dalam
pengerjaan pemasangannya karena harus menggunakan kedua tangan
untuk mengangkatnya. Dimensi yang umum adalah berkisar antara 250
18
mm sampai 300 mm pada arah memanjang dengan ketebalan minimal
100 mm. Paving blok tipe ini lebih banyak digunakan untuk perkerasan
dengan lalu lintas yang berat (seperti areal pelabuhan, apron bandara,
dan Iain-lain) atau untuk perkerasan khusus (seperti untuk daerah
pertambangan, struktur penahan ombak, dan Iain-lain).
Beberapa contoh paving blok tipe ini dapat dilihat pada gambar 2.1.
Pada gambar 2.1. tiga bentuk di atas merupakan paving blok yang
mempunyai interlocking baik pada arah vertikal maupun pada arah
horisontal, sedangkan tiga bentuk di bawah merupakan paving blok
yang hanya mempunyai interlocking pada arah vertikal saja.
Gambar 2.1. Tipe Paving Blok Dengan Interlocking Vertikal
19
Grass Block atau Grass Stone. Berbeda dengan kedua tipe di atas yang
lebih diutamakan untuk perkerasan, grass block lebih diutamakan untuk
keindahan tata guna lahan. Bentuk dan dimensi yang diproduksi
bervariasi dengan panjang antara 250 mm sampai 500 mm dan lebar
antara 170 mm sampai 350 mm.
Beberapa contoh grass block dapat dilihat pada gambar 2.2.
%<§
Gambar 2.2. Grass Block
2.3.4. Bentuk dan pola pemasangan paving blok
Karena bentuknya berupa balok-balok kecil, maka paving blok harus
disusun satu dengan yang lain sehingga saling mengunci (interlocking).
Pola pemasangan ini penting dalam pengerjaan paving blok, karena
disinilah letak kekuatan perkerasan paving blok, disamping kemudahan
dalam pengerjaannya. Ketidaktepatan dalam memilih pola dan bentuk
dapat menyebabkan kegagalan suatu perkerasan paving blok. Pola
pemasangan tidak mempengaruhi kemampuan penyebaran gaya karena
20
tujuannya adalah untuk menahan gaya-gaya horisontal yang diakibatkan
oleh pengereman kendaraan.
Ada dua alasan untuk memilih pola pemasangan tertentu, yaitu :
• alasan teknis, untuk mendapatkan interlocking yang baik, jadi berkaitan
erat dengan sifat beban yang bakal dipikul
• alasan non teknis, segi estetika/penampilan yang baik
Dikenal ada tiga macam jenis utama pola pemasangan, yaitu : stretcher,
basketweave dan herringbone sebagaimana terlihat pada gambar 2.3.
berikut ini.
Gambar 2.3. Pola Herringbone, Pola Basket Weave, Pola Stretcher
Bentuk paving blok secara garis besar terbagi menjadi dua bagian yaitu
segi empat dan segi banyak. Secara struktural segi empat dan segi banyak
21
hampir tidak berbeda, tetapi segi banyak mempunyai kekurangan/
kelemahan terutama pada sudut-sudutnya yang mudah pecah. Dari
percobaan yang dilakukan oleh Rolling (1983), blok segi banyak mulai
pecah sudut-sudutnya setelah lintasan ke tiga ribu.
2.3.5. Aplikasi paving blok
Secara garis besar aplikasi paving blok dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
• Aplikasi yang dilihat dari segi arsitekturalnya. Pemanfaatan paving blok
yang lebih diutamakan pada keindahannya, yaitu dari warna, tekstur,
dan pola pemasangan paving blok.
Meliputi:
• Pemanfaatan pada bangunan baik bagian interior maupun eksterior.
• Pemanfaatan untuk tata guna lahan.
• Pemanfaatan untuk trotoar, mall, dan plasa.
• Aplikasi yang dilihat dari segi tekniknya. Pemanfaatan paving blok
sebagai bahan lapis perkerasan lalu lintas.
Meliputi:
• Perkerasan pada lalu lintas normal, seperti tempat parkir, jalan-jalan
pada daerah perumahan, dan Iain-lain. Kata paving blok lebih banyak
ditujukan untuk pemanfaatan ini, karena sekitar sepertiga produksi
paving blok ditujukan untuk pemanfaatan sebagai lapis perkerasan
jalan.
22
• Perkerasan pada lalu lintas berat, seperti perkerasan pada daerah
industri, pelabuhan apron bandara, area penumpukan kontainer, dan
Iain-lain.
• Perkerasan khusus, seperti perkerasan pada daerah pertambangan,
bangunan-bangunan air (dam, canal, struktur penahan ombak, dan
Iain-lain), struktur penahan lereng, dan Iain-lain.
2.3.6. Standard paving blok
• Toleransi ukuran. Untuk bidang mendatar toleransinya adalah ± 2 mm,
sedangkan untuk ketebalan ± 3 mm. Guna toleransi bidang datar adalah
untuk mempermudah dan menepatkan dalam pengerjaan pemasangan
dan perbaikan, sedangkan guna toleransi ketebalan adalah untuk
menyeragamkan penurunan yang terjadi selama masa operasi perkerasan
tersebut.
• Kuat tekan yang dijinkan adalah minimal sebesar 300 kg/cm2.
• Kuat lentur yang diijinkan adalah minimal sebesar 60 kg/cm2.
• Kuat geser (skidding resistance), yaitu tekana yang terjadi antara
permukaan paving blok dengan lalu lintas, misalnya daya pengereman
dan supaya roda tidak mudah selip pada waktu permukaan perkerasan
basah.
• Durability. Daya tahan maksimum rata-rata penyerapan air sebesar 5%.
23
• Daya tahan terhadap aus (abration test). Daya tahan terhadap aus ini
adalah daya tahan paving blok terhadap cuaca (yaitu keawetan dan
ketahannya) dan keausan.
2.3.7.Pelaksanaan di lapangan
Walaupun pelaksanaan pekerjaan perkerasan paving blok tidak
memerlukan keahlian khusus, tetapi dalam pelaksanaannya tetap
memerlukan adanya suatu pengorganisasian kegiatan di lapangan sehingga
pekerjaan dapat dilakukan secara efisien dan ekonomis. Tidak seperti lapis
perkerasan yang lain, lapis perkerasan paving blok dapat dilewati lalu lintas
sesudah pemadatan, sehingga kendaraan pengangkut paving blok dapat
menurunkan muatannya di dekat lokasi pemasangan. Hal ini dapat
menghemat waktu pengangkutan dan pengerjaan.
Demikian pula dengan pasir yang digunakan untuk laying course,
diusahakan ditimbun juga dekat dengan lokasi pemasangan. Sebelum pasir
dihamparkan, disarankan supaya kadar airnya seragam. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan menutupi timbunan pasir dengan
plastik.
a. Penghamparan pasir
Pengangkutan pasir dapat dilakukan secara tradisional yaitu dengan
mengangkatnya dari lokasi penimbunan ke lokasi pemasangan paving
24
blok dengan keranjang satu persatu. Sedangkan cara yang lebih modem
adalah dengan menggunakan dump truk, gambar 2.4.
Gambar 2.4. Cara Pengangkutan Pasir Dengan Alat Pengangkut
Dengan cara ini tentu saja akan menghemat waktu pekerjaan, walaupun
memerlukan biaya yang lebih besar.
Sedangkan penghamparan dan peratakan pasir dapat dilakukan oleh
minimal tiga orang, yaitu satu orang untuk menghamparkan pasir dan
dua orang untuk meratakan pasir. Cara meratakan pasir dapat dilakukan
dengan menggunakan kayu yang digeser, seperti pada gambar 2.5.
25
Gambar 2.5. Cara Penghamparan Pasir
b. Pengangkutan paving blok
Cara pengangkutan paving blok dapat dilakukan dalam dua tahap:
• Pengangkutan paving blok dengan menggunakan truk.
• Pengangkutan paving blok dari tempat penumpukan ke tempat
pemasangan oleh pekerja.
Pada tahap pertama, paving blok dapat diangkut dengan menggunakan
truk dengan melewati perkerasan yang sudah selesai dipadatkan, gambar
2.6. Paving blok ditumpuk sedekat mungkin dengan bagian lokasi yang
belum selesai dipasang paving blok. Hal ini untuk mempersingkat waktu
pengangkutan pada tahap kedua.
Pada tahap kedua, paving blok diangkut dengan menggunakan kereta
dorong ketempat lokasi pemasangan, gambar 2.7. Makin jauh lokasi
penumpukan dengan lokasi pemasangan, makin lama juga waktu yang
digunakan sehingga kurang efektif.
26
•/%%}&? '-;>•:•: ; * ' " "
Gambar 2.6. Pengangkutan Tahap Pertama Dengan Truk
Gambar 2.7. Pengangkutan Tahap Kedua Dengan Kereta Dorong
c. Cara meletakkan paving blok
Dalam pelaksanaan pengerjaan perkerasan paving blok, posisi awal
paving blok pertama perlu mendapatkan perhatian, karena akan
menentukan pola pemasangan yang akan dibentuk. Setelah itu, hal lain
yang perlu diperhatikan adalah urutan pemasangan yang sesuai dengan
pola yang ingin dibentuk. Urutan pemasangan yang benar akan
27
mempermudah pengerjaan pemasangan paving blok berikutnya dengan
tidak mengganggu paving blok yang sudah dipasang. Beberapa pola
pemasangan paving antara lain: herringbone, basketwave, stretcher.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pola
pemasangan paving blok yang paling sesuai untuk lalu lintas adalah
herringbone, karena susunannya mampu menahan pergeseran joint-joint
bila diberi beban, baik arah longitudinal maupun transversal. Untuk
setiap pola pemasangan mempunyai posisi awal paving blok dan urutan
pemasangan yang berbeda, seperti pada gambar 2.8.
Starting a t*ffiq&mp*ttimm&i>kfk**t 4f~ **&***«****&&**•
$$artm% a b$rri*$m*\p*tttr» mtb Mwfcrarf ?#' ft tht ttartraig, tm.
Gambar 2.8. Posisi Awal Dan Urutan Pemasangan
28
Untuk pemasangan paving blok dengan pola herring bone dengan sudut
pemasangan 45°, urutan pemasangan dapat dilihat pada gambar 2.8.
bagian atas, sedangkan untuk pemasangan pola herringbone dengan
sudut 90° urutan pemasangannya dapat dilihat pada gambar 2.8. bagian
bawah. Kedua pola tersebut di atas selalu dimulai pada bagian sudut dari
bagian luasan yang akan dipasang dengan paving blok.
Paving blok harus diletakkan sedemikian sehingga saling mengunci satu
dengan yang lain, dengan demikian paving blok dapat bersama-sama
memikul beban lalu lintas. Dalam pelaksanaan di lapangan, untuk
memperoleh keadaan dimana paving blok saling mengunci dapat
dilakukan dengan memukulkan palu karet sampai diperoleh keadaan
yang diinginkan, seperti pada gambar 2.9.
Gambar 2.9. Penggunaan Palu Karet Untuk Memperoleh Interlocking
29
Pada bagian tertentu dari disain perkerasan, terutama desain perkerasan
untuk kawasan perumahan, paving blok yang digunakan terpaksa
dipotong karena mengikuti pola desain perkerasan, gambar 2.10.
Apabila potongan paving blok yang diperlukan terlalu kecil dan tidak
ekonomis dengan memotong paving blok, maka potongan paving blok
dapat diganti dengan menggunakan campuran pasir dan semen mortar
dengan perbandingan 4:1. Potongan paving blok sebaiknya dipasang
sesudah diperoleh luasan perkerasan yang cukup besar, tetapi harus
sudah terpasang sebelum perkerasan dipadatkan dengan vibrator.
. ••»•••' 'iS^^ilW;t^.i
Gambar 2.10. Alat Potong Paving Blok
d. Pemadatan
Bila pemasangan paving blok sudah selesai, maka langkah selanjutnya
adalah pemadatan dengan menggunakan "plate vibrator", gambar 2.11.
Ketentuan untuk vibrator yang digunakan adalah:
30
• Untuk paving blok dengan tebal 60 mm - 65 mm, vibrator harus
mempunyai gaya sentrifugal 7- 16 KN dengan luas plat 0,2 - 0,4 m .
• Untuk paving blok dengan tebal 80 mm, vibrator harus mempunyai
gaya sentrifugal 16-20 KN dengan luas plat 0,35 - 0,5 m2.
Apabila luas area pemasangan cukup besar, pemadatan dapat dilakukan
secara bertahap bila luas area sudah mencapai 15 - 20 m2 dengan jarak
pemadatan dari tepi pemasangan yang belum selesai harus lebih besar
dari satu meter.
Gambar 2.11. Penggunaan Plate Vibrator
Sand bedding yang keluar melalui celah paving blok dapat digunakan
sebagai filler. Pengisian filler diikuti dengan pemadatan lagi untuk
menyempurnakan penguncian antara paving blok, gambar 2.11.
Penggunaan plate vibrator ini agar semua celah-celah terisi sepenuhnya
oleh pasir.
31
Seluruh pelaksanaan pemasangan paving blok termasuk pengisian pasir
pada celah-celahnya untuk suatu luas tertentu harus selesai tuntas
sebelum perkerasan paving blok dilewati beban atau sebelum hujan
turun dalam satu hari kerja.
Sand filler juga berfungsi sebagai pencegah masuknya air ke bawah
(lewat celah), serta mencegah bersinggunggnya antara dua unit blok
yang berdampingan.
Unit-unit blok ini sengaja diberi celah/ nat yang berisi pasir agar supaya
konstruksi blok beton ini dapat bersifat fleksibel melalui kemampuan
berartikulasi dan supaya kedap air. Terlalu sempitnya celah akan
menyulitkan masuknya sand filler ke dalamnya, sedangkan terlalu
lebarnya celah akan memudahkan tersedotnya sand filler oleh "hisapan"
roda kendaraan yang lewat di atasnya. Sebagai tambahan yang perlu
diperhatikan sand filler ini tidak boleh mengandung zat garam yang
membahayakan atau pengaruh kontaminasi lainnya.
e. Edge Restraint
Fungsi edge restraint adalah mencegah paving blok bergerak ke luar.
Oleh sebab itu edge restraint harus mempunyai stabilitas yang cukup
untuk menahan tumbukan/impact yang ditimbulkan lalu lintas maupun
beban berat lainnya.
Edge Restraint dibentuk dahulu sebelum pemadatan dilakukan untuk
membatasi blok dan restraint. Edge Restraint dikenal juga dengan nama
32
kanstein. Fungsi dari edge restraint seperti telah disebutkan di depan,
yaitu menahan gerakan ke samping sehingga posisi dan interlocking
paving blok dapat dipertahankan.
Pergerakan atau pergeseran kanstein karena kurang kokoh akan
menyebabkan paving blok saling bergerak ke samping dan apabila
sekali gerakan ke samping ini terjadi, maka pada saat itulah interlocking
yang merupakan kunci kekuatannya terganggu. Karena itu mutu bahan
dan cara pemasangan kanstein pada konstruksi perkerasan paving blok
harus diusahakan sebaik mungkin.
Konstruksi kanstein dibuat dari beton yang dapat disiapkan dengan cara
cor setempat, precast ataupun power cuber. Pemasangan kanstein sudah
harus siap sebelum penggetaran dilakukan dan diletakkan secara vertikal
di bawah permukaan laying course.
Pada trial section di daerah Cibinong dari data yang diperoleh ternyata
paving blok mengalami pergeseran ke samping dan celah-celah antara
blok melebar karena tidak cukup kuatnya edge restraint, yang ternyata
juga ikut terdorong ke tepi. Hal ini terutama terjadi pada daerah
tikungan. Edge restraint yang umumnya ditemui berbentuk kerb,
komhinasi kerb dan channel, rigid abutment atau establish structure.
33
2.4. DRAINASE
Drainase merupakan si stem pengeringan dan pengaliran air dari suatu
luasan tertentu melalui suatu sistem saluran. Adapun saluran drainase yang akan
dirancang disini adalah saluran drainase jalan, dimana tujuan sistem drainase
jalan adalah mencegah kehancuran konstruksi jalan dengan cara menjaga kadar
air rendah dalam konstruksi jalan dan membuang air secepatnya keluar badan
jalan, disamping mencegah terjadinya banjir sebagai akibat tertutupnya daerah
resapan air karena pembangunan jalan tersebut. Jalan yang dimaksud disini
adalah jalan yang lapisan permukaannya dilapisi oleh paving blok.
Air walaupun tidak berpengaruh terhadap paving blok, tetapi akan
mempengaruhi dan merusak lapis struktur di bawah paving blok. Maka sebelum,
selama dan sesudah pemasangan paving blok harus diperhatikan adanya saluran
air hujan agar tidak ada air yang menggenang pada daerah yang dipasangi paving
blok. Untuk mempercepat aliran air hujan yang jatuh di atas lapisan paving blok
harus dibuat kemiringan 2,5 % pada permukaan perkerasan.
Pembuatan saluran air maupun pemasangan pipa apabila diperlukan
pada lapiran sub base dilengkapi dengan penghubung pada sub gradenya,
sehingga adanya hubungan pada saluran tersebut. Hal ini perlu dipersiapkan
sebelum penimbunan konstruksi sub base dimulai. Pengaturan cabang-cabang
saluran air diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu dasaraya.
Drainase yang baik sangat diperlukan agar air yang ada dipermukaan
jalan akibat turunnya air hujan tidak sampai menggenangi permukaan jalan.
34
Untuk melakukan perancangan terhadap saluran drainase diperlukan data-data
hujan unuk diolah sehingga dapat dibuat grafik intensitasnya guna mengetahui
debit yang akan mengalir melalui saluran drainase tersebut.
Menurut konstruksi drainase dibedakan atas:
a. Saluran terbuka, yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang
terletak didaerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun untuk drainase
air non hujan yang tidak membahayakan kesehatan/ mengganggu lingkungan.
b. Saluran tertutup, yaitu saluran yang pada umumnya sering dipakai untuk
saluran air kotor (air yang mengganggu kesehatan/ lingkungan) atau untuk
saluran yang terletak di tengah kota.
2.4.1. Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air
melewati bawah jalan air lainnya, bawah jalan, atau jalan kereta api.
Gorong-gorong mempunyai potongan melintang yang lebih kecil daripada
luas basah saluran hulu maupun hilir. Sebagian dari potongan melintang
mungkin berada di atas muka air. Dalam hal ini gorng-gorong berfungsi
sebagai saluran terbuka dengan aliran bebas.
Pada gorong-gorong aliran bebas benda-benda yang hanyut dapat lewat
dengan mudah, tetapi biaya pembuatannya umumnya lebih mahal
dibandingkan gorong-gorong tenggelam. Dalam hal gorong-gorong
tenggelam, seluruh potongan melintang berada dibawah permukaan air.
Biaya pelaksanaan lebih murah, tetapi bahaya tersumbat lebih besar.
35
2.4.2. Kriteria perencanaan
Data hujan didapat dari Badan Meteorologi dan Geofisika serta Dinas
Pengairan. Dengan menggunakan data ini dilakukna pengolahan sampai
didapat nilai dari intensitas hujan. Dimana untuk mengolah data data hujan
ini dipakai cara statistik yang digabung dengan metode Gumbel. Untuk
mengolah data tersebut digunakan rumus-rumus sebagai berikut:
n\n - \)
( T "\ YTr = - 0,834 + 2,303 x log.log——
^ Tr-l)
K = Yrr-Yn
Sn
Dimana:
K = faktor frekuensi, dipengaruhi oleh nilai Sn dan Yn seperti tercantum
pada tabel.
Yn = reduced mean, yang merupakan fungsi dari banyak data, tabel 2.2.
Sn = reduced standard diviation, yang merupakan fungsi dari banyaknya
data, tabel 2.3.
36
Tabel 2.2. Nilai Yn Yang Merupakan Fungsi Dari Banyaknya Data.
N
10
20
30 40
50
60
70 80 90 100
0
0.4952
0.5236
0.5362
0.5436
0.5485
0.5521
0.5548
0.5569
0.5586
0.5600
1
0.4996
0.5252
0.5371
0.5442
0.5489
0.5524
0.5550
0.5570
0.5587
2
0.5035
0.5268
0.5380
0.5448
0.5493
0.5527
0.5552
0.5572
0.5589
3
0.5070
0.5283
0.5388
0.5453
0.5597
0.5530
0.5555
0.5574
0.5591
4
0.5100
0.5296
0.5396
0.5458
0.5501
0.5533
0.5557
0.5576
0.5592
5
0.5128
0.5309
0.5402
0.5463
0.5504
0.5535
0.5559
0.5578
0.5593
* 0.5157
0.5320
0.5410
0.5468
0.5508
0.5538
0.5561
0.5580
7
0.5181
0.5332
0.5418
0.5473
0.5511
0.5540
0.5563
0.5581
0.5595 f 0.5596
1
8
0.5202
0.5343
0.5424
0.5477
0.5515
0.5543
0.5565
0.5583
0.5598
9
0.5220
0.5353
0.5430
0.5481
0.5518
0.5545
0.5567
0.5585
0.5599
Tabel 2.3. Nilai Sn Yang Merupakan Fungsi Dari Banyaknya Data
N
10
20
30 40
50
60 70 80
90 100
0
0
1
1 1
1 1
1 1
1 1
9496
0628
1124
1413
1607
1747
1854
1938
2007
2065
1
0
1
1 1
1 1
1 1 1
9676
0696
1159
1436
1623
1759
1863
1945
2013
2
0
1
1 1
1 1
1 1 1
9833
0754
1193
1458
1638
1770
1873
1953
2020
3
0
1
1 1
1 1
1 1 1
9971
0811
1226
1480
1658
1782
1881
1959
2026
4
1
1
1 1 1
1 1 I 1
0095
0864
1255
1499
1667
1793
1890
1967
2032
5
1
1
1 1 1
1 1 I 1
0206
0915
1285
1519
1681
1803
1898
1973
2038
6
1.0316
1.0961
1.1313
1.1538
1.1696
1.1814
1.1906
1.1980
1.2044
7
1
I
1 1
1
1 1 1 1
0411
1004
1339
1557
1708
1824
1915
1987
2049
8
1
!
1 1
1
1 I 1 1
0493
1047
1363
1574
1721
1834
1923
1994
2055
9
1
1
1 1
1 1
1 1 1
0565
1086
1388
1590
1734
1844
1930
2001
2060
Setelah diperoleh standard deviasi, dapat diperoleh nilai Xjr dimana dari
nilai ini dapat dicari intensitas hujan dengan menggunakan ramus sebagai
berikut:
37
T *Tr 24 3 I = —— x —
24 J-
L 60 _
Dimana:
/ = intensitas curah hujan
/ = waktu konsentrasi.
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air
dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang
ditentukan di bagian hilir suatu saluran.
Pada prinsipnya waktu konsentrasi dibedakan menjadi:
a. Inlet time (tj), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di
atas permukaan tanah menuju saluran drainase.
Rumus untuk ti adalah sebagai berikut: -i0,467
h = f x 3 , 2 8 x L x ^
Dimana:
/, = waktu konsentrasi
L = panjang daerah pengaliran
nd = koefisien retardasi, yang dapat dilihat pada tabel 2.4.
s - kemiringan
38
Tabel 2.4. Koefisien Retardasi
Condition of Ground Cover Cement Concrete and Asphalt Concrete Smooth and Impervious Surface Smooth and Tight Surface Poor Grassland, cultivated land and Bare lot with a Suitable Roughness Meadow land and Ordinary Grassland Forest land Dense Forest Land
nd
0,03 0,02 0,10 0,20 0,40 0,60 0,80
b. Conduit time (t2), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir
di sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan dibagian hilir.
Setelah diperoleh nilai dari intensitas hujan maka selanjutnya dapat dicari
debit yang akan mengalir melalui saluran dengan menggunakan rumus:
CxIxA 3,6
Huruf C adalah koefisien pengaliran yang diperoleh dari tabel 2.5. dan 2.6.,
dimana nilai C dibuat berdasarkan keadaan tanah dan tata guna lahan yang
disesuaikan dengan keadaan di lokasi dimana sistem drainase berada.
Tabel 2.5. Nilai C Berdasarkan Keadaan Tanah
Ground Surface Condition
Roadway
Shoulder and Slope
Paved Road Gravel Road Fine Grained Soil Coarse Grained Soil Hard Rock
Runoff Coefficient (C) 0,70 -'0,95 0,30 - 0,70 0,40 - 0,65 0,10-0,30 0,70 - 0,85
Soft Rock 0,50 - 0,75
39
Tabel 2.6. Nilai C Berdasarkan Tata Guna Lahan
Land Use
Commercial Area
Industrial Area
Residential Area
Green Zone and Others
Downtown Area Area Adjacent to Downtown Fine Grained Soil Coarse Grained Soil Residential with Little Barelot Housing Estate Residential with Little Barelot and Garden Park Athletic Ground Yard Forest
Runoff Coefficient (C) 0,70 - 0,95 0,50 - 0,70 0,50 - 0,80 0,60 - 0,90 0,65 - 0,80 0,50 - 0,70 0,30 - 0,50 0,10-0,25 0,20 - 0,35 0,30 - 0,40 0,10-0,30
Dalam perancangan saluran drainase di gedung P Universitas Kristen Petra
digunakan nilai C = 0,9, hal ini disebabkan karena jalan disekitar saluran
drainase yang dirancang merupakan lapis perkerasanyang dilapisi oleh
paving blok dan sebagian besar luasan drainase didominasi oleh atap.
Setelah dipeoleh debit yang akan mengalir melalui saluran, dapat dicari
dimensi saluran dengan menggunakan rumus:
Q = VxA
Dimana nilai V diperoleh dengan menggunakan rumus Manning, seperti
yang terlihat di bawah ini:
n
40
Untuk mendapatkan dimensi dari saluran, mula-mula diasumsikan bahwa
lebar saluran sama dengan tingginya, setelah diperoleh lebar saluran, maka
lebar saluran hasil perhitungan dibulatkan ke atas, lalu dicari tinggi air di
dalam saluran, selain itu juga dicari tinggi jagaan, dengan menjumlahkan
tinggi air dan tinggi jagaan akan diperoleh tinggi saluran, dimana hasil
penjumlahan dibulatkan ke atas. Nilai n adalah angka kekasaran Manning
yang dapat dilihat pada tabel 2.7. dimana untuk menentukan nilai ini
disesuaikan dengan tipe dari fasilitas drainase yang dirancang.
Tabel 2.7. Angka kekasaran Manning
Type of Drainage Facility
Unlined
Cast in Place
Precast
Earth Sand and Gravel Bed Rock Cement Mortar Concrete
Rubble Wet Mortar Masonry Dry Mortar Masonry
Concrete Pipe Corrugate Pipe
Roughness Coefficient (n) 0,020 - 0,025 0,025 - 0,040 0,025 - 0,035 0,010-0,013 0,013-0,018 0,015-0,030 0,025 - 0,035 0,012-0,016 0,016-0,025
Air yang mengalir di dalam saluran drainase harus dibuang ke saluran kota,
dimana untuk membuangnya dilewatkan melalui gorong-gorong. Untuk
menentukan dimensi dari gorong-gorong digunakan ramus sebagai berikut:
Q- jUxAx.y[2xgxz
Alasan dipilihnya ramus ini karena panjang gorong-gorong < 20 meter.
Recommended