View
216
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kinerja
2.1.1 Pengertian Kinerja dan Pengukuran Kinerja
Menurut Rivai dan Sagala (2011: 604) kinerja merupakan suatu gambaran
yang utuh mengenai hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional
perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Sembiring (2012:81)
mendefinisikan kinerja sebagai tingkat pencapaian sutu kebijakan atau kegiatan
dengan menggunaka sejumlah sumber daya dalam mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan. Kinerja dapat didefinisikan sebagai gambaran mengenai tingkatan
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program kebijaksanaan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang tertuang dalam
perumusan skema strategis suatu organisasi (Indra Bastian, 2001).
Keberhasilan pencapaian strategi yang menjadi basis pengukuran kinerja
perlu ditentukan ukurannya dan ditentukan inisiatif strategi untuk mewujudkan
sasaran tersebut. Sasaran strategi beserta ukurannya kemudian digunakan untuk
menentukan target yang akan dijadikan basis penilaian kinerja (Mulyadi,
2007:337). Agar dapat mengetahui keefektifan dari strategi yang telah dijalankan
perusahaan, pihak manajemen perlu melakukan serangkaian pengukuran atau
penilaian terhadap kinerja mereka dalam rangka mengeksekusi strategi yang
dijalankan (Tho, 2009).
10
Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian tentang kemajuan
pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan sumber daya manusia
untuk menghasilkan barang dan jasa, termasuk informasi atas efisiensi serta
efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi, yang kegiatannya
mengumpulkan data dan informasi yang relevan dengan sasaran-sasaran atau tujuan
program evalusasi (Moeheriono, 2012). Hasil pengukuran kinerja tersebut dapat
digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi hasil kerja dari periode yang lalu.
David (2011:509) menyatakan pengukuran kinerja merupakan perbandingan antara
hasil yang diharapkan dapat dicapai dengan realiasi pencapaian hasil, penyidikan
berbagai penyimpangan yang terjadi terhadap strategi, evaluasi, dan pengamatan
akan kemajuan dari arah pencapaian yang telah ditentukan.
Menurut Mardiasmo (2009), tujuan dan manfaat sistem penilaian kinerja
adalah sebagai berikut:
1) Tujuan sistem penilaian kinerja
a) Untuk mengkomunikasiakn strategi secara lebih baik agar apa yang
menjadi tujuan akan terlaksana dengan baik.
b) Untuk mengukur kinerja financial dan non-financial secara
berimbang.
c) Untuk mengakomodasikan pemahaman kepentingan manager level
menengah, dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal
congruence.
d) Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan
individual dan kemampuan kolektif yang rasional.
11
2) Menurut Vanany (2009) manfaat pengukuran kinerja adalah sebagai
berikut.
a) Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk
menilai kinerja manajemen.
b) Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah
ditetapkan.
c) Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan
membandingkannya dengan tingkat kinerja serta melakukan
tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.
d) Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan (reward) dan
hukuman (punishment) secara objectif atas pencapaian prestasi
yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah
disepakati.
e) Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam
rangka memperbaiki kinerja organisasi.
f) Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah
terpenuhi.
g) Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
h) Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara
objektif.
12
2.2 Balanced Scorecard (BSC)
Penilaian kinerja dirancang oleh perusahaan untuk menilai tingkat
keberhasilan dalam menjalankan aktivitasnya dan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi apakah telah dilakukan perbaikan yang berkesinambungan.
Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan tradisional merupakan metode
yang biasa digunakan oleh perusahaan secara umum. Namun pengukuran kinerja
dengan menggunakan tolak ukur tradisional saja memiliki kelemahan seperti tidak
dapat mengukur keahlian pekerja, motivasi, fleksibilitas, serta loyalitas pelanggan
(Kaplan dan Norton, 2000: 6). Kelemahan pengukuran kinerja menggunakan
pendekatan tradisonal yang disampaikan oleh Amstrong (2009: 232) bahwa
pengukuran keuangan tidak dapat mengevaluasi faktor penting seperti inovasi,
keterlibatan karyawan hubungan karyawan dan tingkat kepuasan pelanggan dan
karyawan. Amstrong (2009: 230) juga menegaskan bahwa sistem penilaian kinerja
tradisional belum memadai untuk perusahaan modern, karena hubungan antara
karyawan, pelanggan, pemasok dan steak holder lainya juga merupakan aspek
penting yang diukur dari kinerja organisasi.
Berdasarkan kelemahan dari pengukuran kinerja menggunakan pendekatan
keuangan maka Kaplan dan Norton (2000:7) mengembangkan suatu konsep
pengukuran kinerja dengan menggunakan empat perspektif yaitu perspektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran.
13
Penggunaan Balanced Scorecard diharapkan dapat membantu perusahaan
untuk bersaing dan mampu bertahan ditengah lingkungan yang kompetitif.
Chirstina dan Sudana (2013) apabila perusahaan menggunakan pendekatan
Balanced Scorecard sebagai alat ukur dalam pencapaian strategi perusahaan, hal
ini dapat memberikan dampak yang baik di masa yang akan datang baik dari sisi
finansial dan non-finansialnya.
Balanced Scorecard terdiri atas dua suku kata yaitu scorecard dan
balanced. Scorecard adalah nilai untuk mengukur kinerja, yang dapat dibandingkan
dengan kinerja yang direncanakan dan dapat digunakan sebagai evaluasi. Balanced
(berimbang) artinya kinerja diukur secara berimbang untuk aspek-aspek keuangan
dan non keuangan. Otley (1999) menyebutkan bahwa pendekatan Balanced
Scorecard adalah pendekatan multi-dimensi untuk pengukuran kinerja dan
manajemen yang khusus terkait dengan strategi organisasi. Balanced Scorecard
dapat diartikan sebagai satu kumpulan dari empat ukuran yang berkaitan langsung
dengan strategi suatu perusahaan: kinerja keuangan, pengetahuan mengenai
pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Menurut
Suartana (2009:101), Balanced Scorecard adalah sistem pengelolaan (bukan hanya
sistem pengukuran) yang dapat membantu organisasi untuk menjelaskan visi, misi
dan strategi mereka, serta menerapkan dalam operasinya. Keseimbangan antara
pengukuran keuangan dan non keuangan akan dapat membantu perusahaan dalam
mengetahui dan mengevaluasi kinerjanya secara keseluruhan (Ciptani, 2000).
Keseimbangan disini menunjuk pada keseimbangan perspektif dalam Balanced
14
Scorecard yang mengukur perspektif keuangan dan non keuangan sebagai berikut
(Hayati, 2011).
1) Perspektif keuangan, untuk menjawab pertanyaan bagaimanakah
perusahaan memandang pemegang saham.
2) Perspektif pelanggan, yaitu untuk menjawab pertanyaan bagaimanakah
konsumen memandang perusahaan.
3) Perspektif internal, untuk menjawab pertanyaan pada bidang apakah
perusahaan memiliki keahlian dan bagaimanakah efektifitas internal
perusahaan
4) Perspektif inovasi dan pembelajaran, untuk menjawab pertanyaan
apakah perusahaan mampu berkelanjutan dan menciptakan nilai serta
mengadakan perubahan untuk maju.
Penilaian kinerja dilakukan tidak hanya untuk melihat kinerja jangka
pendek melainkan dapat juga digunakan untuk melihat kinerja jangka
panjangnya. Beberapa manfaat yang diperoleh oleh perusahaan apabila
mengimplementasikan Balanced Scorecard sebagai sebuah sistem manajemen
(Kaplan dan Norton, 2000: 7).
1) Menerjemahkan Visi dan Misi Organisasi
Untuk menentukan ukuran kinerja perusahaan, visi organisasi dijabarkan ke
dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan
diwujudkan oleh organisasi dimasa mendatang yang biasanya dinyatakan
dalam suatu atau beberapa kalimat singkat, dan untuk mewujudkan kondisi
yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan suatu strategi.
15
Sedangkan misi adalah kondisi perusahaan yang akan diwujudkan dimasa
mendatang dan merupakan penjabaran lebih lanjut visi perusahaan yang
mana menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk
merumuskannya. Pada proses perencanaan strategi, misi ini dijabarkan ke
dalam tujuan-tujuan strategi dengan ukuran-ukuran pencapaiannya.
2) Mengkomunikasikan dan Mengaitkan Tujuan serta Ukuran Strategis
Tujuan dan ukuran strategis Balanced Scorecard dikomunikasikan
keseluruh organisasi melalui surat edaran, papan bulletin atau melalui
jaringan komputer. Hal tersebut dilakukan agar semua orang yang terdapat
didalam organisasi memahami tujuan jangka panjang masing-masing unit
bisnis dan juga strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan cara
tersebut diharapkan bagi setiap pekerja sudah dapat menyiapkan strategi
yang dapat memberikan kontribusi bagi ketercapaian tujuan dalam unit
bisnis tersebut.
3) Rencana Bisnis
Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintregasikan antara rencana
bisnis dan rencana keuangan mereka. Hampir semua oragnisasi saat
mengimplementasikan berbagai macam program yang mempunyai
keunggulannya masing-masing saling bersaing antara satu dengan yang
lainnya. Keadaan tersebut membuat manajer mengalami kesulitan untuk
mengintregasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di setiap departemen.
Akan tetapi dengan menggunakan balanced scorecard sebagai dasar untuk
mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk
16
diprioritaskan, akan menggerakkan ke arah tujuan jangka panjang
perusahaan secara menyeluruh.
4) Meningkatkan Umpan Balik dan Pembelajaran Strategis
Proses keempat ini akan memberikan pembelajaran strategi kepada
perusahaan. Dengan Balanced Scorecard sebagai pusat sistem perusahaan,
maka perusahaan dapat melakukan monitoring terhadap apa yang telah
dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek. dalam mengevaluasi strategi.
2.2.1 Perspektif dalam Balanced Scorecard
Balanced Scorecard merupakan penilaian kinerja dengan menggunakan
empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif nasabah, perspektif proses
bisnis internal, serta perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Penjelasan
mengenai keempat perspektif dalam Balanced Scorecard akan diuraikan sebagai
berikut.
1) Perspektif Keuangan / Financial
Balanced Scorecard menggunakan perspektif keuangan karena penilaian
kinerja merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomis yang telah dilakukan
(Kaplan dan Norton, 2000:23). Pengukuran kinerja keuangan penting untuk
dilakukan karena keuangan memiliki peranan penting bagi perusahaan
untuk menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan
dan mendorong tercapainya tujuan dari ketiga perspektif yang ada dalam
Balanced Scorecard. Pengukuran kinerja keuangan dapat diukur dengan
menggunakan lima rasio keuangan yaitu ROA (Return on Asset), BOPO
17
(Biaya Operasional Pendapatan Operasional), CAR (Capital Adequency
Ratio), NPL (Non Performing Loan) dan LDR (Loan to Deposit Ratio).
a) NPL (Non Performing Loan)
Bank dalam operasionalnya memiliki banyak risiko. Salah satu risiko
perbankan adalah risiko kredit. Risiko kredit adalah risiko yang terjadi jika
counterparty gagal memenuhi kewajibannya kepada perusahaan (Hanafi,
dkk 2012:383). Menurut Siamat (2005:92), risiko kredit adalah suatu risiko
yang muncul sebagai akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah
mengembalikan pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai
dengan jangka waktu yang ditetapkan. Risiko kredit merupakan risiko tidak
kembalinya kredit yang diberikan bank kepada masyarakat baik sebagian
maupun seluruhnya berdasarkan perjanjian yang mengakibatkan
berkurangnya kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban (Sudirman,
2013:192). Haneef et al. (2012) menyatakan bahwa risiko kredit diukur
dengan persentase kredit bermasalah terhadap total kredit atau dengan kata
lain risiko kredit diukur dengan Non Performing Loan (NPL).
Menurut Standar Akuntansi Keuangan No.31, NPL adalah kredit
bermasalah pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran
pokok atau bunga telah lewat hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau kredit
yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan. Menurut Ijaz et
al. (2012), NPL merupakan kredit macet di mana debitur tidak melakukan
pembayaran jumlah uang yang dipinjam selama setidaknya 90 hari.
18
Menurut Haneef et al. (2012), timbulnya kegagalan untuk mengembalikan
pinjaman menyebabkan terjadinya NPL sehingga menyebabkan
menurunnya profitabilitas. Penelitian Joseph et al. (2012) menyatakan
bahwa kredit bermasalah dapat mempengaruhi kemampuan bank untuk
memainkan peran dalam perkembangan ekonomi. NPL dapat dirumuskan
sebagai berikut.
NPL =
b) LDR (Loan to Deposit Ratio)
Likuiditas merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya (Horne, 2007:206). Likuiditas adalah rasio
yang menunjukkan hubungan antara kas dan aset lancar perusahaan dengan
kewajiban lancarnya (Brigham and Houtson, 2010:134). Perusahaan yang
mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya disebut dalam keadaan
likuid, sebaliknya bagi perusahaan yang tidak mampu memenuhi
kewajibannya disebut illikuid (Raharjaputra, 2009:194). Likuiditas
merupakan istilah yang menunjukkan persediaan uang tunai dan aset lain
yang digunakan bank untuk menghasilkan uang tunai di mana likuiditas
dapat diukur dengan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) (Darmawi,
2011:61). LDR adalah rasio yang digunakan untuk mengukur komposisi
Kredit Bermasalah
Total Kredit
Sumber: SK.BPD Bali No.0303.102.10.204.2
19
jumlah kredit yang disalurkan dengan jumlah dana dari masyarakat dan
modal sendiri yang digunakan (Kasmir, 2011:290). LDR dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Sumber: Suyanto (2013: 140)
c) BOPO (Biaya Operasional Pendapatan Operasional)
Tingkat efisensi usaha bank secara tradisional dapat diukur dengan rasio
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) (Wijayanto,
2010). Rasio BOPO merupakan rasio yang mengukur efisiensi dan
efektivitas operasional suatu perusahaan dengan jalur membandingkan
antara biaya operasional yang dikeluarkan dengan biaya operasionalnya
(Dendawijaya, 2009:119). Melalui rasio BOPO dapat diketahui apakah
manajemen bank telah menggunakan semua faktor produksinya dengan
efektif dan efisien (Sudiyatno, 2010).
Semakin rendah rasio BOPO akan lebih baik karena bank yang
bersangkutan dapat menutup biaya operasional dengan pendapatan
operasional (Rivai,dkk. 2013:482) dengan kata lain semakin efisien bank
dalam mengelola biaya operasional yang dikeluarkan sehingga dengan
semakin efisiennya pengendalian biaya maka keuntungan bank akan
semakin besar. Riyadi (2006:159), jika angka rasio BOPO di atas 90 persen
dan mendekati 100 persen berarti kinerja bank tersebut menunjukkan
LDR = X 100%
100persen.......................................(2)
Total Kredit yang Diberikan
Total Dana yang Diterima
20
tingkat efisiensi yang rendah tetapi jika rasio ini rendah, misalnya
mendekati 75 persen, maka kinerja bank tersebut menunjukkan tingkat
efisiensi yang tinggi. BOPO dapat dirumuskan sebagai berikut :
d) ROA (Return on Asset)
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh
laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri
(Sartono, 2001:122). Profitabilitas menunjukkan bagaimana kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu atau
rentabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan
antara laba yang diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan jumlah
aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut (Munawir, 2002:33).
Penelitian ini hanya menggunakan profitabilitas yang terkait dengan
penggunaan aktiva yaitu ROA. ROA merupakan rasio antara saldo laba
setelah bunga dan pajak dengan jumlah aset perusahaan secara keseluruhan.
Menurut Munawir (2002:269), ROA merefleksikan seberapa banyak
perusahaan telah memperoleh hasil atas sumber daya keuangan yang
ditanamkan oleh perusahaan. Sedangkan menurut Hanafi, dkk (2012:157)
menyatakan bahwa analisis ROA mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan menggunakan total aset yang dimiliki
X 100persen
……………………….(3)
Sumber: Suyanto (2013: 139)
BOPO =
Pendapatan Operasional
Biaya Operasional
21
perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai aset
tersebut. Rasio ROA sering digunakan manajemen untuk mengukur kinerja
keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki perusahaan, disamping perlu
mempertimbangkan masalah pembiayaan terhadap aktiva tersebut.
e) CAR (Capital Adequency Ratio)
Capital Adequency Ratio (CAR) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur kecukupan modal suatu bank dalam menunjang suatu aktiva atau
menghasilkan risiko, misalnya kredit. Menurut Kuncoro dan Suhardjono
(2002:256), CAR merupakan rasio kecukupan modal yang menunjukkan
kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan
kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur,
mengawasi serta mengontrol risiko-risiko mungkin timbul karena pengaruh
dari pada kinerja suatu bank dalam menghasilkan suatu keuntungan dan
menjaga besarnya modal yang dimiliki oleh perusahaan perbankan.
CAR adalah perbandingan antara modal dengan Aktiva Tertimbang
menurut Risiko (ATMR). Semakin besar CAR maka keuntungan bank juga
akan semakin besar. Dengan kata lain, semakin kecil risiko suatu bank
semakin besar keuntungan yang diperoleh bank (Yuliani, 2007).
ROA = Laba Setelah Pajak
Total Aktiva X 100persen
…………………………..…......(4)
Sumber : Suyanto (2013: 138)
CAR =
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
Sumber: Suyanto (2013: 135)
Modal LPD X 100persen
22
2) Perspektif Nasabah
Nasabah merupakan aset yang penting yang harus diperhatikan oleh LPD
Kecamatan Buleleng. Meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan
oleh LPD sangat penting dilakukan untuk menjaga loyalitas dari nasabah.
Kualitas pelayanan merupakan perbandingan antara tingkat keunggulan
yang dirasakan oleh konsumen dengan kualitas layanan yang diharapkan
oleh konsumen (Normasari, dkk, 2013). Berdasarkan definisi yang
dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa pegertian dari kualitas pelayanan
adalah upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta
ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen.
Terdapat lima dimensi dari kualitas pelayanan yang disampaikan oleh
Tjiptono (2008: 68) sebagai berikut.
a) Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan serta keadaan
lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan
oleh pemberi jasa, yang meliputi fasilitas fisik (gedung, dan lain
sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang digunakan ,serta penampilan
pegawainya.
b) Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan organisasi untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja
harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu,
23
pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang
simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
c) Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk membantu
dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan
penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu
tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi negatif dalam
kualitas pelayanan.
d) Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan,
kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk
menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Jaminan
terdiri dari beberapa komponen antara lain, komunikasi, kredibilitas,
keamanan, kompeten, dan sopan santun.
e) Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual
atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan konsumen. Suatu perusahaan diharapkan memiliki
pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan
pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang
nyaman bagi pelanggan.
Kaplan dan Norton (2000: 59) membagi dua kelompok pengukuran dalam
perspektif nasabah yaitu :
(1) Kelompok pengukuran inti (core measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana
perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan,
24
mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah
ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, terdapat lima tolak ukur,
yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi
pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan
profitabilitas pelanggan.
(2) Kelompok pengukuran nilai pelanggan (customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana
perusahaan mengukur nilai pasar yang dikuasai dan pasar yang potensial
yang mungkin dimasuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat
menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan
perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi
pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang
disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan
loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan
terdiri dari:
a. Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b. Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada
pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta
bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari
perusahaan yang bersangkutan.
c. Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi
perusahaan guna menarik pelanggan agar berhubungan dengan
perusahaan atau membeli produk.
25
3) Perspektif Proses Internal / Internal Business Process
Pada perspektif proses bisnis internal perusahaan melakukan pengukuran
terhadap semua kegiatan yang dilakukan oleh manajer dan karyawan untuk
menciptakan suatu produk yang memberikan kepuasan bagi pengguna
jasa. Secara umum Kaplan dan Norton (2000: 83) membaginya menjadi 3
prinsip dasar yaitu :
(1) Inovasi
Inovasi sebagai gelombang panjang penciptaan nilai di mana perusahaan
pertama kali menemukan dan mengembangkan pasar baru, pelanggan baru,
serta kebutuhan yang sedang berkembang dan yang tersembunyi dari
pelanggan yang ada saat ini. Kemudian dengan melanjutkan gelombang
panjang penciptaan dan pertumbuhan nilai, perusahaan merancang dan
mengembangkan produk dan jasa baru yang memungkinkan menjangkau
pasar dan pelanggan baru serta memuaskan kebutuhan pelanggan yang baru
teridentifikasi.
(2) Operasi
Proses operasi merupakan gelombang pendek penciptaan nilai di dalam
perusahaan. Dimulai dengan diterimanya pesanan pelanggan dan diakhiri
dengan penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan. Proses ini
menitikberatkan kepada penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan
yang ada secara efisien, konsisten dan tepat waktu.
26
(3) Layanan purna jual
Layanan purna jual mencakup garansi dan berbagai aktivitas perbaikan,
penggantian produk yang rusak dan yang dikembalikan serta proses
pembayaran. Dalam proses inovasi, unit binis meneliti kebutuhan pelanggan
yang sedang berkembang atau yang masih bersembunyi, dan kemudian
menciptakan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan tersebut.
Selain yang tiga prinsip yang disampaikan oleh Kaplan dan Norton
terdapat tiga dimensi yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk
meningkatkan kepuasan nasabahnya sebagai berikut.
a) Bekerja sesuai dengan prosedur adalah tata cara pelayanan yang dibakukan
bagi pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
b) Sarana dan prasarana. Sarana pelayanan dapat berbentuk berbagai fasilitas,
peralatan kantor yang digunakan dalam proses memproduksi, menyediakan,
atau memberikan pelayanan, antara lain: meja, kursi, filling cabinet, almari,
brankas, rak buku, mesin ketik, mesin hitung, alat tulis kantor, formulir,
papan tulis, fasilitas pengolahan data, penyimpan data (database), peralatan
kontrol/monitoring, komputer, fasilitas telekomunikasi: pesawat telepon,
faximile, kendaraan dan lainnya. Prasarana dapat berupa berbagai fasilitas
atau peralatan yang mendukung dan melengkapi berfungsinya sarana
penyelenggaraan pelayanan secara baik dan optimal, antara lain: berupa
instalasi listrik, telpon, air, ruang kerja, ruang rapat/pertemuan, ruang
penyimpanan arsip/dokumentasi, ruang sistem kontrol, laboratorium,
gudang, ruang tunggu tamu, ruang/halaman parkir dan lain-lainnya yang
27
digunakan langsung atau menunjang dalam proses penyelenggaraan
pelayanan.
c) Sistematis perencanaan adalah persepsi karyawan tentang sistematika
proses kegiatan untuk menyusun atau mempersiapkan kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh LPD Kecamatan Buleleng tahun 2014 (Peratuan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 36 Tahun
2012).
4) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan / Learning and Growth
Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan
infrastruktur yang memungkin untuk mendukung tercapainya tujuan tiga
perspektif sebelumnya. Kaplan dan Norton (2000: 110) menjelaskan bahwa
terdapat tiga kategori dalam perspektif pertumbuhan dan pembelajaran
yaitu:
a) Kapabilitas pekerja
Kapabilitas pekerja merupakan bagian kontribusi dari pekerja kepada
perusahaan. Dalam kaitan dengan sumber daya manusia ada tiga hal yang
perlu ditinjau dalam menerapkan Balanced Scorecard yaitu : (1) Tingkat
kepuasan karyawan. Kepuasan karyawan merupakan suatu prakondisi untuk
meningkatkan produktivitas, kualitas pelayanan kepada konsumen, dan
kecepatan bereaksi. (2) Tingkat perputaran karyawan (Retensi Karyawan).
Retensi karyawan adalah kemampuan perusahaan untuk mempertahankan
pekerja terbaiknya untuk terus berada dalam organisasinya. Perusahaan
yang telah melakukan investasi dalam sumber daya manusia akan sia-sia
28
apabila tidak mempertahankan karyawannya untuk terus berada dalam
perusahaannya. (3) Produktivitas karyawan produktivitas merupakan hasil
dari pengaruh rata-rata peningkatan keahlian dan semangat, inovasi,
perbaikan proses internal, dan tingkat kepuasan pelanggan. Tujuannya
adalah menghubungkan output yang dihasilkan para pekerja terhadap
jumlah keseluruhan pekerja.
b) Kapabilitas Sistem Informasi
Motivasi dan keahlian pekerja mungkin diperlukan untuk mencapai sasaran
yang telah ditetapkan. Tetapi apabila motivasi dan keahlian saja tanpa
diikuti dengan informasi mengenai pelanggan, proses internal maka sasaran
tersebut tidaklah sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu perusahaan
perlu untuk memberikan informasi yang dibutuhkan agar para pekerja dapat
bekerja secara efektif dalam lingkungan yang kompetitif.
c) Iklim Organisasi
Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan
adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif.
5) Hubungan Antar Perspektif Balanced Scorecard
Konsep hubungan sebab akibat memegang peranan yang sangat penting
dalam Balanced Scorecard terutama dalam penjabaran tujuan dan
pengukuran masing-masing perspektif. Perspektif keuangan, perspektif
nasabah, perspektif proses bisnis internal serta perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran mempunyai satu hubungan antara satu dengan yang lainnya
yang penjabarannya merupakan suatu strategi obyektif yang menyeluruh
29
dan saling berhubungan. Hal tersebut dimulai dari perspektif pembelajaran
dan bertumbuh dimana perusahaan mempunyai suatu strategi untuk
meningkatkan produktivitas dan komitmen personel. Peningkatan
produktivitas dan komitmen dari karyawan akan meningkatkan kualiatas
proses layanan pelanggan. Sehingga, kepercayaan pelanggan dan kepuasan
pelanggan akan meningkat pula yang terlihat dari perspektif pelanggan.
Kepercayaan merupakan modal yang sangat penting bagi perusahaan dalam
menunjang keberhasilan dimasa yang akan datang. Tanpa adanya dukungan
dari pelanggan perusahaan akan mengalami kesulitan, hal ini disebabkan
karena pelanggan merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat
penting akhirnya akan berpengaruh pada perspektif keuangan yang
ditunjukkan dengan peningkatan pendapatan penjualan, peningkatan cost
efffectiveness, dan peningkatan return. Jadi dari masing – masing perspektif
memliki peran dan hubungan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
2.2.2 Manfaat menggunakan Balanced Scorecard
Pada tahap perkembangannya Balanced Scorecard dimanfaatkan untuk
setiap tahap sistem manajemen strategik, sejak tahap perumusan strategi sampai
tahap implementasi dan pemantauan (Mulyadi, 2001). Pada tahap perumusan
strategi, Balanced Scorecard digunakan untuk memperluas dalam menafsirkan
hasil penginderaan terhadap trend perubahan lingkungan makro dan lingkungan
industri ke perspektif yang lebih luas: keuangan, pelanggan, proses bisnis, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui empat perspektif Balanced Scorecard,
30
manajemen mampu menafsirkan dampak trend perubahan lingkungan bisnis yang
kompleks terhadap misi, visi, dan tujuan perusahaan.
2.2.3 Keunggulan Balanced Scorecard
Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategik
adalah mampu menghasilkan rencana strategik yang memiliki karakteristik sebagai
beriku. (Mulyadi, 2001:18-24).
a) Komprehensif
Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam
perencanaan strategis. Dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif
keuangan meluas ketiga perspektif yang lain seperti pelanggan, proses
bisnis internal serta pertunbuhan dan pembelajaran. Perluasan persektif
secara strategis ke persepektif non keuangan tersebut menghasilkan manfaat
kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang serta membuat
perusahaan mampu untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
b) Koherensif
Koherensif berarti Balanced Scorecard mewajibkan personal untuk
membangun hubungan sebab akibat (Causal Relationship) diantara
berbagai sasaran strategis yang dihasilkan dalam perencanaan strategis.
Setiap sasaran strategis yang ditetapkan dalam perspektif non-keuangan
harus memiliki hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kekoherensifan strategis yang dihasilkan
dalam sistem perencanaan strategis memotivasi personil untuk
31
bertanggungjawab dalam mencari inisiatif strategis yang bermanfaat untuk
menghasilkan kinerja keuangan.
c) Seimbang
Keseimbangan sasaran strategis yang dihasilkan oleh sistem perencanaan
strategis, penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang.
Sasaran strategis yang lebih difokuskan ke salah satu perspektif
mengakibatkan perspektif yang lain terabaikan, hal ini akan mempengaruhi
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan dalam
jangka panjang. Oleh karena itu semua perspektif Balanced Scorecard yang
ada harus diperlakukan seimbang.
d) Terukur
Keterukuran sasaran strategis yang dihasilkan oleh sistem perencanaan
strategis menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategis yang
dihasilkan oleh sistem tersebut. Balanced Scorecard mengukur sasaran
sasaran strategis yang sulit untuk diukur. Sasaran sararan strategis
perspektif non-keuangan merupakan sasaran yang sulit diukur, namun pada
pendekatan Balanced Scorecard, ketiga sasaran perspektif non-keuangan
tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat
diwujudkan dan dilaksanakan dengan baik.
Beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian yang akan
dilakukan berkaitan dengan Balanced Scorecard sebagai berikut.
Penelitian yang dilakukan oleh Esther (2013) meneliti penilaian kinerja
menggunakan Balanced Scorecard pada 63 perusahaan jasa yang terdapat di
32
Kenya. Hasil penelitian ini adalah apabila perusahaan menerapkan Balanced
Scorecard didalam perusahaan maka akan berdampak pada peningkatan kinerja.
Seperti saat terjadi peningkatan pada kinerja karyawan maka sudah pasti akan
meningkatkan efisien dalam hal bisnis internalnya, dan hal ini akan berdampak
pada kepuasan pelanggan dan profit yang diterima. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Esther (2013) dapat diambil suatu benang merah bahwa pengukuran
kinerja perusahaan dengan menggunakan Balanced Scorecard tidak hanya melihat
dari banyaknya profit yang dihasilkan, melainkan dilihat dari proses yang dilakukan
sehingga menghasilkan profit tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Meena Chavan (2009) melakukan penelitian
tentang The balanced scorecard: a new challenge, Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk fokus pada satu strategi yang dikenal sebagai the Balance Scorecard,
membahas tentang semakin pentingnya sistem kinerja Balanced Scorecard,
mengeksplorasi isu-isu yang dihadapi oleh organisasi dalam membangun dan
menerapkan sistem scorecard, dan berbagi pelajaran dari Organisasi di Australia
yang telah menerapkan Balanced Scorecard. Temuan dari penelitian ini
menyimpulkan bahwa pendekatan Balanced Scorecard memerlukan beberapa
substansial perubahan budaya dalam organisasi, membutuhkan pemahaman,
komitmen dan dukungan dari manajemen paling atas hingga paling bawah.
Begawan, dkk (2013) penelitian ini dilakukan pada The Coffee Bean and Tea
Leaf Cabang Bali. Pada penelitian ini menggunakan Balanced Scorecard sebagai
alat pengukuran kinerja. Menggunakan Balanced Scorecard dalam pengukuran
kinerjanya agar dapat mencapai misi dari perusahaannya yaitu melayani pelanggan
33
dengan profesional dan ramah, menyediakan service dan produk-produk terbaik,
serta memberikan pengalaman terbaik dalam kinerja perusahaan, dan para
karyawannya untuk dapat memberikan kualitas pelayanan terbaik pada kualitas
produk, penyampaian pelayanan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup yang
juga dapat memberikan semangat kerja kepada perusahaan dan anggota tim. Agar
dapat mencapai misi tersebut maka penilaian kinerja The Coffee Bean and Tea
Leaf tidak hanya dari perspektif keuangan saja akan tetapi juga dapat dilakukan
dari perspektif non keuangan, sehingga perusahaan dapat terus mempertahankan
kinerjanya.
Penelitian dari Begawan ini memiliki persamaan dengan penelitian yang akan
dilakukan. Persamaanya adalah dalam pengukuran kinerja yang akan dilakukan
sama-sama menggunakan Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran kinerja
untuk melihat kinerja dari karyawan, kepuasan nasabah, bisnis proses internalnya
selain dari perspektif finansialnya. Perbedaan dari penelitian ini adalah objek
penelitian yang digunakan serta dalam penelitian yang sudah dilakukan tidak
mengukur secara keseluruhan perspektif yang terdapat di dalam Balanced
Scorecard. pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan pengukuran secara
keseluruhan terhadap empat perspektif dalam Balanced Scorecard menggunakan
indeks komposit.
2.3 Lembaga Perkreditan Desa (LPD)
Definisi Lembaga Perkreditan Desa yang kemudian disingkat LPD sesuai
dengan Perda No. 3 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 9, adalah lembaga keuangan milik
34
desa yang bertempat di desa. Menurut Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali No.
8 tahun 2002 menyebutkan bahwa LPD merupakan badan usaha keuangan milik
desa yang dilaksanakan di lingkungan desa dan untuk karma desa dalam wilayah
provinsi Bali.
Menurut Suartana (2009:12) LPD merupakan lembaga keuangan milik desa
pakraman yang telah berkembang, memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan
budaya kepada anggotanya sehingga perlu dibina, ditingkatkan, dan dilestarikan
keberadaannya. Definisi yang disampaikan oleh Nurjaya, dkk (2011:25) LPD
merupakan badan usaha keuangan yang dimiliki oleh desa dan desa pula yang
menjalankan kegiatan usahanya di lingkungan desa dan karma desa.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian dari LPD adalah suatu lembaga
keuangan milik desa yang dikelola oleh desa sesuai dengan perda dan awig-awig
desa setempat. LPD yang ada didesa memiliki peranan untuk menunjang
pembangunan desa, mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa setempat
melalui kegiatan menghimpun tabungan dan deposito dari karma desa.
2.3.1 Tujuan, Fungsi dan Usaha LPD
Menurut Nurjaya, dkk (2011:95), tujuan dari adanya LPD adalah sebagai
berikut.
1) Mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan
yang terarah serta penyaluran modal yang efektif.
2) Menciptakan pemerataan dan kesempatan berusaha bagi warga desa dan
tenaga kerja dipedesaan.
35
3) Meningkatkan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang di desa.
Fungsi dari LPD adalah memberikan kesempatan berusaha bagi para warga
desa setempat, kemudian untuk menampung tenaga kerja yang ada di pedesaan,
serta melancarkan lalu lintas pembayaran sekaligus untuk menghapus keberadaan
lintah darat atau renternir (Suartana, 2009:4). Sedangkan untuk jenis dari usaha
yang dilakukan oleh LPD adalah sebagai berikut.
1) Menerima simpanan uang dari warga masyarakat desanya dalam bentuk
tabungan dan simpanan berjangka.
2) Memberikan pinjaman untuk kegiatan yang bersifat produktif pada
sektor pertanian dan kerajinan kecil.
3) Menerima pinjaman dari lembaga keuangan.
2.3.2 Peluang dan Tantangan LPD
Menurut Nurjaya, dkk (2011:105) peluang dan tantangan dari Lembaga
Perkreditan Desa adalah sebagai berikut.
Peluang LPD
a) Keunggulan komparatif. Keunggulan yang dimiliki oleh LPD
dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya, terutama prosedur
pelayanan yang sederhana, proses yang cepat, lokasi dari LPD pada
umumnya di pusat desa dan adanya sistem kredit yang fleksibel.
Disamping itu, LPD memiliki kompetensi inti yakni nasabah LPD
36
adalah warga desa yang sekaligus adalah pemilik LPD, sehingga
loyalitas nasabah terhadap LPD cukup baik.
b) Adanya ikatan pemersatu (common bond) desa yaitu dengan adanya
awig-awig desa yang dapat mendukung kinerja LPD, disamping
hukum formal berupa peraturan daerah dan peraturan Gubernur.
c) Potensi kerjasama keuangan dengan lembaga lain. LPD dapat
mengadakan kerjasama dengan LPD yang lain dan juga dapat
melakukan kerjasama dengan PT. Bank Pembangunan Daerah Bali.
d) Karakteristik sosial dan ekonomi nasabah diketahui atau dikenali
oleh pengurus atau pengawas LPD, sehingga dapat membantu
mempercepat pengambilan keputusan berkaitan dengan
permohonan pinjaman.
e) Dalam upaya pengentasan kemiskinan dapat bekerjasama dengan
desa dinas dan instansi yang terkait lainnya dengan program yang
disinergikan.
f) Dukungan kebijakan pemerintah. Pemerintah Provinsi Bali dan
Pemda Kabupaten/Kota memberikan perhatian yang besar dalam
usahanya untuk memajukan LPD.
Tantangan
a) Persaingan yang semakin ketat dimasa sekarang dan masa yang akan
datang, sehingga dibutuhkan peningkatan pelayanan kepada
pelanggan serta diverifikasi sesuai dengan kebutuhan warga desa
37
sebagai salah satu alternatif mempertahankan dan mencari
pelanggan baru.
b) Wilayah operasional yang relatif terbatas. Sesuai peraturan daerah
tentang Lembaga Perkreditan Desa, wilayah operasional LPD
terbatas pada satu desa saja, sehingga terdapat beberapa LPD yang
mengalami kelebihan dana karena terbatasnya peminjam.
c) Peningkatan efisiensi LPD. Meskipun secara umum kinerja LPD
sudah baik berdasarkan indikator keuangan seperti ROA dan ROE
sehingga efisiensi LPD masih perlu ditingkatkan.
d) Kualitas dan kompotensi SDM LPD relatif masih rendah, sehingga
perlu ditingkatkan guna mengelola LPD yang semakin berkembang.
e) Belum adanya program perlindungan khusus bagi nasabah. Seperti
lembaga keuangan lainnya yang mendaftarkan bank mereka pada
LPS.
f) Masih sering terjadi permasalahan karena konflik kepentingan,
misalnya pergantian pengurus karena alasan yang tidak rasional.
Recommended