View
240
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Mutakhir
Pada usulan tugas akhir ini dicantumkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan terlebih dahulu tentang sympathetic trip sebagai berikut : Cakasana
Alif Bathamantri, Rony Seto Wibowo, dan Ontoseno Penangsang (2012) dengan
judul penelitian “Analisis Sympathetic Trip pada Penyulang Unggasan dan Bali
Resort, Bali”. Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian beliau adalah
studi literatur yang dimana merupakan proses pembelajaran bahan-bahan yang
berkaitan dengan materi bahasan yang berasal dari buku-buku, jurnal ilmiah, dan
situs-situs internet, pengolahan data untuk perhitungan arus kapasitif, melakukan
analisa tentang sympathetic trip, melakukan setting pada GFR, membuat
pemodelan single line diagram sistem pada ETAP 7.0, setelah didapatkan
pemodelan single line diagram pada ETAP 7.0 dilanjutkan dengan melakukan
simulasi setting koordinasi, pada simulasi akan diketahui apakah setting GFR
berfungsi normal atau tidak.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Sistem Jaringan Distribusi
Pembangkit listrik umumnya terletak jauh dari pusat beban, terlebih
pembangkit listrik berskala besar, sehingga untuk menyalurkan tenaga listrik
tersebut sampai ke konsumen atau pusat beban maka tenaga listrik tersebut harus
disalurkan melalui sistem jaringan distribusi. Sistem distribusi merupakan bagian
dari sistem tenaga listrik yang paling banyak mengalami gangguan, sehingga
masalah utama dalam Operasi Sistem Distribusi adalah mengatasi gangguan.
Tenaga listrik dibangkitkan dalam pusat – pusat listrik seperti PLTA,
PLTU, PLTG, PLTP dan PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi
setelah terlebih dahulu dinaikkan tegangannya oleh transformator penaik tegangan
(step up transformator) yang ada pada pusat listrk. Setelah tenaga listrik
disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik ke Gardu
5
Induk untuk diturunkan tegangannya melalui transformator penurun tegangan
(step down transformator) menjadi tegangan menengah atau juga disebut sebagai
tegangan distribusi primer. Sistem jaringan distribusi dapat dibedakan menjadi
dua yaitu sistem jaringan distribusi primer dan sistem jaringan distribusi sekunder.
Kedua sistem tersebut dibedakan berdasarkan tegangan kerjanya. Pada umumnya
tegangan kerja pada sistem jaringan distribusi primer adalah 20 kV, sedangkan
tegangan kerja pada sistem jaringan distribusi sekunder adalah 220/380 V
(Marsudi, 2006).
2.2.1.1 Sistem Jaringan Distribusi Primer 20 kV
Sistem jaringan distribusi primer adalah bagian dari sistem tenaga listrik
diantara Gardu Induk (GI) dan Gardu Distribusi. Jaringan distribusi primer ini
umumnya terdiri dari jaringan tiga fasa, yang jumlahnya tiga kawat atau empat
kawat.Penurunan tegangan sistem ini dari tegangan transimisi pertama dilakukan
pada gardu induk subtransmisi dimana tegangan diturunkan ke tegangan yang
lebih rendah mulai sistem tegangan 500 kV ke sistem tegangan 150 kV atau 70
kV, kemudian pada gardu induk distribusi kembali dilakukan.
Pada sistem jaringan distribusi primer saluran yang digunakan untuk
menyalurkan daya listrik pada masing-masing beban disebut penyulang (feeder).
Pada umumnya setiap penyulang diberi nama sesuai dengan daerah beban yang
dilayani, hal ini bertujuan untuk memudahkan mengingat dan menandai jalur-jalur
yang dilayani oleh penyulang tersebut. Terdapat beberapa sistem penyaluran daya
listrik pada sistem distribusi primer antara lain (Aslimeri, 1994):
1. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)
Jenis penghantar yang dipakai adalah kawat (tanpa isolasi) seperti kawat
AAAC (All Aluminium Alloy Conductor), ACSR (Aluminium Conductor Stell
Reinforced), dll.
2. Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM)
Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel berisolasi seperti MVTIC
(Medium Voltage Twisted Insulated Cable).
6
3. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM)
Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel tanam berisolasi PVC (Poly Venyl
Clorida), XLPE ( Crosslink Polyethelene).
Dalam pendistribusian tenaga listrik ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu sebagai berikut :
1. Regulasi tegangan yaitu variasi tegangan pelayanan (tegangan terminal
konsumen) harus pada batas-batas yang diijinkan, maksimum 5% dan
minimum 10% (SPLN 52-3, 1987).
2. Kontinyuitas pelayanan dan pengamanan yaitu tidak sering terjadi pemadaman
listrik karena gangguan dan kalau terjadi dapat dengan cepat di atasi. Hal
tersebut dapat dicapai dengan sistem pengamanan yang baik.
3. Efisiensi sistem distribusi listrik yaitu menekan serendah mungkin rugi-rugi
teknis dengan pemilihan peralatan dan pengoperasiannnya yang baik dan juga
menekan rugi-rugi non teknis dengan mencegah pencurian dan kesalahan
pengukuran.
4. Fleksibilitas terhadap pertambahan beban. Untuk menyalurkan tenaga listrik
dari sumber daya listrik baik berupa pusat pembangkit maupun gardu induk
sampai ke pusat-pusat beban.
2.2.1.2 Sistem Jaringan Distribusi Sekunder 220/380 V
Jaringan distribusi sekunder merupakan bagian dari jaringan distribusi
primer dimana jaringan ini berhubungan langsung dengan konsumen tenaga
listrik. Pada jaringan distribusi sekunder sistem tegangan distribusi primer 20 kV
diturunkan menjadi sistem tegangan rendah 220/380 V dengan menggunakan trafo
penurun tegangan yang terdapat pada Gardu Distribusi. Sistem distribusi sekunder
merupakan salah satu bagian dalam sistem distribusi, yaitu mulai dari gardu trafo
sampai pada pemakai akhir atau konsumen. Sistem distribusi sekunder
berhubungan langsung dengan konsumen, jadi sistem ini selain berfungsi
menerima daya listrik dari sumber daya (trafo distribusi), juga akan mengirimkan
serta mendistribusikan daya tersebut ke konsumen. Mengingat bagian ini
berhubungan langsung dengan konsumen, maka kualitas listrik harus sangat
7
diperhatikan. Pada sistem distribusi sekunder bentuk saluran yang paling banyak
digunakan ialah sistem radial. Sistem ini dapat menggunakan kabel maupun kawat
(Kadir, 2006).
Sistem penyaluran daya listrik pada jaringan distribusi sekunder dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR)
Jenis penghantar yang dipakai adalah kawat (tanpa isolasi) seperti kawat
AAAC, kawat ACSR, dan lain-lain.
2. Saluran Udara Tegangan Rendah (SKUTR)
Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel berisolasi seperti kabel LVTC
(Low Voltage Twisted Conductor)
Gambar 2.1 Hubungan Tegangan Menengah ke Tegangan Rendah dan Konsumen
Sumber: Pandjaitan, 1999
2.2.2 Konfigurasi Jaringan Distribusi Primer
Sistem jaringan distribusi primer mempunyai saluran yang berfungsi
sebagai sarana untuk menyalurkan daya listrik ke beban yang disebut penyulang
(feeder). Jumlah penyulang yang ada di suatu kawasan/daerah biasanya lebih dari
8
satu. Semakin besar dan kompleks beban yang dilayani di suatu kawasan/daerah,
maka semakin banyak pula jumlah penyulang yang diperlukan.
Beberapa penyulang berkumpul di suatu titik yang disebut gardu hubung
(GH). Gardu hubung adalah suatu instalasi peralatan listrik yang berfungsi sebagai
(Hadi, 1991) :
1. Titik pengumpul dari satu atau lebih sumber dan penyulang.
2. Tempat pengalihan (transfer) beban apabila terjadi gangguan pada salah satu
jaringan yang dilayani.
Peralatan utama yang terdapat di dalam gardu hubung adalah Circuit
Breaker (CB), Disconecting Switch (DS), Penutup Balik Otomatis (PBO), arrester
dan transformator pengukuran yang terdiri dari current transformator (CT) dan
voltage transformator (VT).
Dalam distribusi jaringan tegangan menengah, dikenal beberapa macam
sistem jaringan, dimana masing-masing sistem mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Dasar pemilihan suatu sistem tergantung dari tingkat kepentingan
konsumen atau daerah beban itu sendiri yang meliputi :
1. Kontinyuitas pelayanan yang baik
2. Kualitas daya yang baik
3. Luas dan penyebaran daerah beban yang dilayani seimbang
4. Kondisi dan situasi lingkungan.
5. Kerapatan beban pada daerah yang dihendaki
6. Regulasi tegangan
7. Sistem penyambungan beban
8. Pertimbangan faktor teknis dan ekonomis
9. Perencanaan dan besar kapasitas gardu distribusi
10. Keperluan darurat penambahan daya listrik pada penyulang.
Beberapa konfigurasi jaringan distribusi primer diantaranya :
1. Jaringan Distribusi Tipe Radial
2. Jaringan Distribusi Tipe Loop
3. Jaringan Distribusi Tipe Spindel
4. Jaringan Distribusi Tipe Mesh
9
Adapun dasar pemilihan dari tiap-tiap sistem jaringan distribusi adalah :
1. Tipe Radial :
a. Biaya murah
b. Sistem jaringan lebih sederhana.
2. Tipe Loop/Ring:
a. Mempunyai tingkat keandalan yang cukup tinggi
b. Sistem pengoperasiannya mudah.
3. Tipe Mesh/Cluster :
a. Mempunyai keandalan sistem yang lebih tinggi
b. Dapat mengikuti pertumbuhan dan perkembangan beban
c. Kualitas tegangan baik, dan rugi daya kecil.
4. Tipe Spindle :
a. Mempunyai tingkat keandalan yang cukup tinggi
b. Rugi tegangan dan rugi daya relatif kecil.
2.2.2.1 Jaringan Distribusi Primer Tipe Radial
Sistem jaringan distribusi primer tipe radial memiliki jumlah sumber dan
penyulang hanya satu buah. Bila terjadi gangguan pada salah satunya (baik
sumber ataupun penyulangnya), maka semua beban yang dilayani oleh jaringan
ini akan padam. Oleh karena itu nilai keandalan dari sistem jaringan distribusi
primer tipe radial ini adalah rendah. Sistem ini masih banyak dipergunakan di
daerah pedesaan dan perkotaan yang tidak membutuhkan nilai keandalan tinggi
(Pabla, 1991). Bagan sistem jaringan distribusi primer tipe radial ditunjukkan
pada gambar 2.2. Adapun keunggulan dan kelemahan dari sistem saluran radial
antara lain :
1. Keunggulan :
a. Bentuknya sederhana.
b. Biaya investasinya relatif murah.
2. Kelemahan :
a. Kualitas pelayanannya kurang baik karena rugi tegangan dan daya
pada saluran relatif besar.
10
b. Kontinyuitas pelayanan daya tak terjamin sebab antara titik sumber
dan titik beban hanya ada satu alternatif saluran.
c. Bila saluran tersebut mengalami gangguan, maka seluruh rangkaian
setelah gangguan akan mengalami pemadaman total.
Gambar 2.2 Sistem Jaringan Distribusi Primer Tipe Radial
Sumber: Gonen, 1986
2.2.2.2 Sistem Jaringan Distribusi Primer Tipe Spindle
Sistem jaringan distribusi primer tipe spindle merupakan modifikasi dari
sistem lingkar (loop/ring) yang terdiri dari beberapa sistem radial. Sistem ini
terdiri dari beberapa penyulang (maksimum tujuh penyulang), masing-masing
penyulang berpangkal pada satu gardu induk dan ujung-ujungnya akan terhubung
di gardu hubung. Penyulang tersebut dibagi menjadi dua jenis, yaitu : (Pabla,
1991)
1. Penyulang kerja/working feeder
Adalah penyulang yang dioperasikan untuk mengalirkan daya listrik dari
sumber pembangkit sampai kepada konsumen, sehingga penyulang ini
dioperasikan dalam keadaan bertegangan dan sudah dibebani. Operasi normal
penyulang ini hampir sama seperti sistem radial.
Main feeder
Konsumen
Trafo distribusi Trafo
distribusi
11
2. Penyulang cadangan/express feeder
Adalah penyulang yang menghubungkan gardu induk langsung ke gardu
hubung dan tidak dibebani gardu-gardu distribusi. Pada operasi normal,
penyulang ini tidak dialiri arus-arus beban dan hanya berfungsi sebagai
penyulang cadangan untuk menyuplai penyulang tertentu yang mengalami
gangguan melalui gardu hubung. Bagan sistem jaringan distribusi primer tipe
spindle seperti terlihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Sistem Jaringan Distribusi Primer Tipe Spindel
Sumber: Gonen, 1986
Keunggulan dan kelemahan dari sistem ini adalah :
a. Keunggulan :
1. Mempunyai keandalan sistem yang lebih tinggi.
2. Rugi tegangan dan rugi daya relatif kecil.
3. Adanya gardu hubung
b. Kelemahan :
1. Beban setiap penyulang terbatas
2. Maksimum 7 penyulang dan panjang penyulang kurang lebih 8 km
3. Biayanya sangat mahal.
4. Harus mempunyai tenaga lapangan yang terampil.
2.2.3 Karakteristik Beban
Tujuan akhir dari suatu sistem tenaga listrik adalah untuk mensuplai energi
listrik pada alat-alat yang nantinya merubah energi listrik tersebut dalam bentuk
lain. Dengan banyaknya jenis-jenis beban listrik yang ada, maka beban-beban
Express Feeder
Working Feeder
12
tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4, yaitu : beban penerangan, beban tenaga,
beban pemanasan dan beban elektronik. Selain itu, beban-beban energi listrik
yang ada juga biasa diklasifikasikan berdasarkan karakter umum pelanggan dari
beban tersebut, yaitu : beban residensial/rumah tangga, beban industri dan beban
komersial.
Beban residensial/rumah tangga merupakan beban-beban yang biasa
digunakan dalam suatu tempat tinggal. Di sisi lain, beban industri menggunakan
energi yang besar untuk proses manufaktur dan proses-proses lain dalam
perindustrian. Penggunaannya terbatas pada beberapa alat besar saja dan biasanya
hanya sedikit jumlahnya dalam suatu sistem. Sedangkan beban komersial adalah
perpaduan antara beban rumah tangga dan beban industri, walaupun memiliki
banyak peralatan yang harus disuplai.
2.2.4 Drop Tegangan pada Sistem Distribusi
Saat penyaluran tenaga listrik akan timbul penyimpangan tegangan dari
tegangan yang diinginkan. Penyimpangan ini biasa disebut dengan drop tegangan.
Dengan adanya penyimpangan ini, maka pihak konsumen/pelanggan banyak
mengalami kerugian terutama umur dan daya guna dari peralatan listrik yang
digunakan. Dengan perkembangan pembangunan yang cukup pesat saat ini
seringkali fasilitas jaringan listrik PLN tertinggal bila dibandingkan dengan
peningkatan atau renovasi bangunan yang ada. Hal ini menyebabkan penambahan
fasilitas penunjang antara lain kebutuhan akan tenaga listrik bertambah sedangkan
jaringan ada, belum ditingkatkan kemampuannya sehingga tegangan akan turun
dibawah standar. Untuk menjamin kontinuitas penyaluran tenaga listrik ke
konsumen maka drop tegangan perlu dibatasi pada harga tertentu.
Pada jaringan yang dilalui arus listrik akan timbul drop tegangan disisi
beban. Drop tegangan yang paling besar terjadi pada saat beban puncak. Pada saat
beban puncak, besar drop tegangan disetiap beban tidak boleh melebihi batas
yang diijinkan. Menurut persyaratan, drop tegangan yang diijinkan pada jaringan
distribusi primer, trafo distribusi pertama dengan yang terakhir menurut standar
SPLN tidak boleh melebihi 5% terhadap tegangan nominalnya, artinya kalau
13
tegangan 220 Volt kenaikan tegangan sebesar (220 + (5% x 220)) Volt 231 Volt
dan turunnya tegangan yang diijinkan (220 – (10% x 220)) Volt 198 Volt
(Marsudi, 2006).
Adapun penyebab drop tegangan adalah :
1. Jauhnya jaringan, jauhnya jarak transformator dari Gardu Induk.
2. Rendahnya tegangan yang diberikan GI atau rendahnya tegangan
transformator distribusi.
3. Sambungan penghantar yang tidak baik, penjamparan disaluran distribusi
tidak tepat sehingga bermasalah di sisi Tegangan Menegah dan Tegangan
Rendah.
4. Jenis penghantar atau konektor yang digunakan.
5. Arus yang dihasilkan terlalu besar.
Besarnya drop tegangan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
ΔV = I.Z ..…………………………………(2.1)
atau
sincos XRIV ……………………… (2.2)
dimana:
ΔV = Drop tegangan (Volt)
I = Arus (Amper)
Z = Impedansi (Ohm)
Sedangkan impedansi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Z = R + jX………………………………….(2.3)
dimana:
R = Resistansi (Ohm)
X = Reaktansi (Ohm)
Menghitung Arus Nominal Transformator, digunakan persamaan:
In = LLV
S
.3
3 (A) …………………………….(2.4)
14
dimana:
In = Arus nominal transformator (A)
S3ø = Daya semu tiga fasa (VA)
VLL = Tegangan antara Fasa (V)
Menurut Marsudi (2006), adapun penyebab jatuh tegangan antara lain:
1. Resistansi (R)
Nilai tahanan pada jaringan tegangan rendah dipengaruhi oleh tahanan jenis
konduktor. Sehingga dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :
A
IR (ohm) …..…………………………………….(2.5)
dimana :
R = resistansi padapenghantar (Ohm)
R = tahanan jenis penghantar (Ohm-cm)
l = panjang penghantar (meter)
A = luas penampang penghantar (mm2)
2. Induktansi (L)
Besarnya induktansi saluran tegangan rendah ditentukan oleh konfigurasi
jaringan tegangan rendah itu sendiri. Dalam hal ini dipakai pendekatan
bahwa jaringan tegangan rendah yang digunakan memiliki konfigurasi
seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.4.
Hal ini dapat dinyatakan dengan persamaan :
XL = jωL (Ohm) ......................................(2.6)
Gambar 2.4 Konfigurasi Penghantar
Sumber : Marsudi (2006)
15
Dimana :
ω = 2 .π .f
f = Frekuensi (Hz)
L = Induktansi (Hendry/meter)
2.2.4.1 Pengaruh Drop Tegangan pada Peralatan Listrik
Apabila tegangan yang diterima suatu peralatan listrik berbeda dengan
tegangan nominalnya, maka akan berpengaruh terhadap peralatan listrik tersebut.
Hal ini sangat tergantung pada peralatan listrik tersebut, berapa besar
penyimpangan yang terjadi dan apakah masih sesuai dengan toleransi yang
diperkenankan. Sebagaimana diketahui bahwa umumnya pemakai tenaga listrik
yang terbanyak adalah beban rumah tangga yang digunakan untuk penerangan dan
kebutuhan alat-alat rumah tangga lainnya, maka pengaruh jatuh tegangan terhadap
peralatan listrik pada pemakai rumah tangga. Untuk pemakaian rumah tangga
dengan daya kecil, tenaga listrik dipakai untuk penerangan dalam hal ini lampu
pijar dan TL. Selain untuk pemakaian penerangan juga digunakan pada alat-alat
listrik seperti alat pemanas dan alat elektronik (Marsudi, 2006 ; Kadir, 2000).
2.2.5 Analisa Aliran Daya
Dalam sistem tenaga listrik banyak sekali ditemui persoalan. Persoalan
tersebut antara lain:
1. Penentuan aliran daya pada sistem.
2. Perhitungan hubung singkat.
3. Stabilitas tenaga listrik.
4. Pengaturan daya reaktif dan tegangan.
5. Kondisi yang terjadi saat pelepasan beban.
6. Interkoneksi antara sistem tenaga listrik yang saling mendukung.
7. Keandalan suatu sistem tenaga listrik.
Banyaknya persoalan-persoalan tersebut, mengakibatkan diperlukannya
suatu sistem analisa yang memudahkan dan juga mempercepat penelitian terhadap
16
masalah-masalah tersebut, sehingga bisa ditemukan solusi yang lebih baik dalam
pelaksanaan operasi sistem tenaga listrik itu sendiri.
Salah satu sistem analisa yang bisa digunakan adalah sistem analisa aliran
daya, yang secara definisi dapat diartikan sebagai perhitungan daya aktif dan
reaktif yang mengalir dalam setiap saluran dan besar serta sudut fasa tegangan
setiap bus dari suatu sistem dengan pembangkitan serta kondisi beban yang
tertentu yang dianggap konstan (steady state).
Hasil yang diharapkan bisa didapat dalam suatu sistem analisa dengan
metode aliran daya ini adalah sebagai berikut :
1. Besar dan sudut fasa dari tegangan.
2. Daya reaktif pada generator.
3. Aliran daya aktif dan reaktif pada sistem.
4. Rugi-rugi daya.
Dari hasil yang didapatkan dari analisa tersebut diharapkan dapat
digunakan untuk:
1. Monitoring secara terus-menerus terhadap arus yang mengalir pada sistem.
2. Mengetahui kondisi mula untuk studi operasi yang lebih ekonomis, hubung
singkat, stabilitas dan perencanaan pengembangan sistem.
3. Menganalisa keefektifan sistem baru , jika ditambahkan pembangkit
maupun saluran-saluran dan beban-beban tambahan di masa yang akan
datang untuk memenuhi permintaan suplai daya yang lebih besar.
4. Dalam perhitungan aliran daya secara garis besar ada 3 (tiga) langkah utama,
yaitu :
a. Di setiap bus perlu ditentukan atau dihitung 4 (empat) variabel wajib,
yaitu besarnya daya aktif (P), daya reaktif (Q), tegangan (V) dan sudut
fasa V. Menghitung daya aktif dan daya reaktif dapat dicari dengan
persamaan (2.13 dan 2.14)
b. Persamaan pertama dalam langkah perhitungan ini adalah persamaan yang
menyatakan hubungan antara arus (I), tegangan (V), daya aktif (P), dan
daya reaktif (Q) pada suatu bus i, yaitu :
17
i
iii
V
jQPI …………………………(2.15)
Dimana :
Vi* : L conjugate tegangan dan bus i.
I : Diberi tanda positif apabila mengalir ke bus i dan diberi tanda
negatif apabila mengalir meninggalkan bus. Persamaan kedua
yang dipakai adalah persamaan yang menggambarkan hubungan
antara besarnya arus di bus I, yaitu I dengan tegangan di semua
bus dalam sistem (bus j) melalui matriks.
n
j
ijji YVI1
………………………..(2.16)
Dimana :
j : 1, 2, 3, ....n, n adalah jumlah bus yang ada pada sistem dan Yij
merupakan admitansi. Arus yang ada di bus i yaitu li, harus dapat
memenuhi persamaan 2.13 dan persamaan 2.14. Hal ini dapat
dilakukan sebagai berikut :
iiii IVjQP ………………………(2.17)
Nilai Ii dari persamaan 2.16 dimasukkan ke dalam persamaan
2.17 memberikan :
n
j
ijjiii YVVjQP1
...………………...(2.18)
Dimana :
i = 1, 2, 3, …n
Jika bagian riil (Ri) dan bagian imajiner (Im) dipisahkan maka didapat :
ijjiii YVVRP ...………………….(2.19)
ijjimi YVVIQ ……………………(2.20)
Selanjutnya daya nyata dan daya reaktif dapat dinyatakan sebagai berikut :
jiijjiij
n
j
jii BGVVP
sincos1
………..(2.21)
18
Dimana :
i = 1, 2, 3, …n
jiijjiij
n
j
jii BGVVP
cossin1
..…………(2.22)
2.2.6 Faktor-Faktor Kegagalan Sistem Distribusi
2.2.6.1 Perencanaan Yang Tidak Mengindahkan Kriteria Teknik Yang Baik
Hal ini dapat terjadi seperti dalam pengembangan sistem distribusi yang
dilakukan tanpa mengikuti suatu pola tertentu, tetapi hanya menarik jaringan yang
terdekat dari beban dan tanpa ramalan beban selanjutnya. Hal ini menyebabkan
jaringan cepat berbeban lebih yang akan menaikkan susut. Perencanaan jaringan
yang terlalu panjang walaupun menggunakan pengatur tegangan untuk memenuhi
standar tegangan ujung juga merupakan sumber kenaikan susut.
2.2.6.2 Pembangunan Tidak Sesuai Dengan Standar
Ini dapat terjadi bukan hanya pada saat konstruksi jaringan tetapi juga
pada saat pengadaan materialnya. Misalnya karena tidak dilakukan acceptance
test maka didapat material konektor dibawah spesifikasi dimana nilai spesifikasi
muai antara bagian badan konektordan bautnya tidak sesuai sehingga baru
beroperasi setengah sampai satu tahun konektor telah kendor jepitannya yng
menaikkan susut.
2.2.6.3 Pengoperasian Yang Tidak Optimum
Hal ini terjadi misalnya pada sistem distribusi yang cukup besar dan mulai
kompleks dimana pengoperasian dilakukan tanpa bantuan Software Manajemen
Distribusi, apalagi bila data-data operasi tidak lengkap. Dalam hal ini dapat terjadi
pembebanan yang berlebih ataupun pembebanan yang menyebabkan power factor
kecil atau juga tegangan ujung dibawah standar.
19
2.2.6.4 Proses Pengelolaan Pelanggan Kurang Dikendalikan
Pada poin ini yang paling berpengaruh pada susut adalah mulai proses
penyambungan, proses pembacaan meter dan proses pembuatan rekening. Pada
proses penyambungan, bila penyambungan baru kurang dikendalikan akan dapat
terjadi periode penyambungan yang lama, sehingga bila calon pelanggan tak
sabar, dapat melakukan penyambungan illegal sehingga terjadi pemakaian yang
tidak tercatat.
Pada proses pembacaan meter bila kurang pengendalian dapat terjadi
pembacaan yang terlalu rendah jauh dibawah pemakaian yang sebenarnya,
pelanggan tak dicatat meternya, pelanggan tercatat resmi tetapi alamat tidak
ditemukan sehingga tidak pernah dicatat meternya. Bila hasil pembacaan meter
tidak dianalisa dan dievaluasi secara cepat maka tidak akan sempat melakukan
pembacaan ulang untuk hasil pembacaan yang terlalu rendah sehingga sebagian
pemakaian akan menjadi susut.Pada proses pembuatan rekening bila kurang
pengendaliannya dapat terjadi rekening terlalu rendah (khusus pada sistem
pembacaan manual) yang berarti pemakaian terlalu rendah yang disebabkan oleh
kesalahan entry data.
2.2.6.5 Pengukuran Kurang Tepat
Hal ini terjadi bila ada kesalahan pengawatan baik pada meternya atau
pengawatan antara current transformator, potensio transformator, time switch dan
meternya. Atau kekurang sesuaian antara rating meter dengan daya tersambung
pelanggan sehingga penunjukan meter tidak benar. Kemungkinan lain adalah
adanya salah baca oleh pembaca meter.
2.2.6.6 Pengaman Instalasi Tidak Sesuai Aturan
Hal ini mencakup pengamanan secara elektrik maupun mekanik.
Pengamanan secara elektrik misalnya bila pada trafo pengukuran dilengkapi
pengaman lebur, maka bila pengaman lebur tersebut putus menyebabkan sebagian
tegangan yang masuk pada meter akan hilang dan bila hal ini tidak menyebabkan
20
terbukanya pemutus sirkuit utama maka pengukuran meter akan jauh dibawah
pemakaian sebenarnya.
Pengaman mekanik misalnya bila pengelolaan tang segel maupun segelnya
tidak dijaga ketat, maka mudah terjadi kecurangan untuk membuka dan
memasang segel guna merubah kedudukan register pada meter dirumah
pelanggan. Hal ini pula yang akan menyebabkan penunjukan meter dibawah
pemakaian sebenarnya.
2.2.7 Gangguan Sympathetic Trip Akibat Pengaruh Arus Kapasitif
Gangguan hubung singkat terjadi pada fasa R penyulang 1 pada gambar
2.5 dengan titik gangguan umpamakan jaraknya 25% panjang saluran penyulang
1. Arus gangguan dari pangkal saluran menuju titik gangguan melalui GFR1, dan
mengakibatkan rele ini bekerja sehingga PMT trip. Tetapi pada saat yang sama,
arus kapasitif yang dikandung fasa R pada penyulang 2 sampai dengan penyulang
yang lain juga mengalir menuju titik gangguan di fasa R pada penyulang 1 melalui
interbus trafo.
Gambar 2.5 Kondisi Saat Terjadi Gangguan
Sumber : Cakasana A. F, 2012
Bila setting rele pada penyulang 2 dan penyulang yang lain lebih kecil dari
arus kapasitif yang mengalir, maka penyulang 2 dan penyulang yang lain akan
trip. Tetapi bila setting relenya lebih besar dari arus kapasitif yang mengalir maka
penyulang 2 dan penyulang yang lainnya tidak akan trip. Jadi sebagai kesimpulan,
agar tidak terjadi sympathetic trip, setting tanah harus lebih besar dari arus
kapasitif yang dikandung masing-masing penyulang yang keluar dari interbus
trafo yang sama.
21
2.2.7.1 Arus Kapasitif
Arus kapasitif merupakan arus lebih atau juga dapat disebut arus residu
yang dimana timbul pada line yang sehat ketika terjadi gangguan pada sebuah line
di penyulang tiga fasa. Ketika terjadi gangguan pada salah satu line, tegangan
akan menjadi nol sehinga mengakibatkan arus yang mengalir akan menjadi besar.
Kelebihan arus inilah merupakan arus kapasitif yang akan mengalir melalui line
yang sehat. Jika arus kapasitif bertemu belitan / trafo, arus kapasitif tidak dapat
diredam atau dihilangkan. Hubungan antara arus kapasitif dengan gangguan tanah
adalah semakin besar arus kapasitif, maka gangguan tanah akan semakin besar.
Salah satu sifat dari kapasitor adalah membersihkan riak. Disini kapasitor
menyimpan arus, setelah penuh arus akan dilewatkan. Tetapi sebelum dilewatkan,
kapasitor akan menghilangkan riak pada arus. Riak inilah yang mengakibatkan
sympathetic trip.
Sebelum menghitung arus kapasitif pada penyulang, terlebih dahulu
menentukan reaktansi kapasitif total penyulang dengan rumus :
XC = 1
2 × 𝜋 × 50 ×𝐶𝑒 × 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 × 10−6 ……… (2.23)
Hasil dari perhitungan reaktansi kapasitif total penyulang dimasukan
kedalam rumus untuk mencari arus kapasitif penyulang.
Ice = 3×Vsekunder ×1000/ 3
𝑋𝐶 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 A ……………….…. (2.24)
2.2.8 Pengertian dan Fungsi Pengaman
2.2.8.1 Pengertian Pengaman
Sistem pengaman adalah cara untuk mencegah/membatasi kerusakan
peralatan terhadap gangguan, sehingga kelangsungan penyaluran tenaga listrik
dapat dipertahankan salah satu alat pengaman yang digunakan adalah rele. Rele
adalah suatu alat pengaman yang bekerja secara otomatis mengukur /
22
memasukkan rangkaian listrik ( rangkaian trip atau alarm ) akibat adanya
perubahan rangkain lain.
2.2.8.2 Fungsi Pengaman
Fungsi sistem pengaman adalah :
1. Untuk menghindari atau mengurangi kerusakan akibat gangguan pada yang
terganggu atau peralatan yang dilalui oleh arus gangguan.
2. Untuk melokalisir ( mengisolir ) daerah gangguan menjadi sekecil mungkin.
3. Untuk dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalanyang tinggi
kepada konsumen.
2.2.9 Persyaratan Kerja Sistem Pengaman
Untuk memenuhi fungsi di atas, rele proteksi harus memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut:
1. Selektif
Suatu rele proteksi proteksi adalah bertugas mengamankan suatu alat atau
bagian dari sistem tenaga listrik dalam jangkauan pengamannya. Letak
pemutus tenaga ( PMT ) sedemikian rupa sehingga setiap bagian dari sistem
dapat dipisah-pisahkan. Maka tugas rele adalah mendeteksi adanya gangguan
yang terjadi pada daerah pengamannya, dan 22eriod perintah untuk membuka
PMT, dan memisahkan bagian dari sistem yang terganggu. Dengan demikian
bagian sistem yang lain yang tidak terganggu dapat beroperasi dengan normal.
Jika hal ini dapat direalisir, maka pengaman yang selektip.
2. Dapat diandalkan
Dalam keadaan normal, tidak ada gangguan tidak bekerja, mungkin berbulan –
bulan atau bertahun – tahun. Tetapi bila pada suatu saat ada gangguan, maka ia
harus bekerja, maka dalam hal ini rele tidak boleh gagal bekerja, karena
pemadaman akan meluas. Disamping itu juga rele tidak boleh salah bekerja.
Dalam hal yang harus dapat diandalkan bukan hanya relenya saja, tetapi juga
komponen – komponen perangkat proteksi itu. Keadaan rele proteksi itu
ditentukan mulai dari rencana, pengerjaan, bahan yang digunakan dengan
23
pengawatannya. Oleh karena itu diperlukan perawatan yang dalam hal ini perlu
adanya pengujian secara periodik.
3. Cepat
Waktu kerja rele cepat, makin cepat rele bekerja, maka tidak hanya dapat
memperkecil kerusakan akibat gangguan tetapi juga dapat memperkecil
kemungkinan meluasnya gangguan.
Adakalanya demi terciptanya selektivitasnya dikehendaki adanya penundaan
waktu (time delay). Tetapi secara keseluruhan tetap dikehendaki waktu kerja
rele yang cepat. Jadi harus dapat memberikan selektivitas yang baik dengan
waktu yang lebih cepat.
4. Peka
Rele dikatakan peka bila dapat bekerja dengan masukan (input) dari besaran
yang dideteksi adalah kecil. Jadi rele dapat bekerja pada awal kejadian
gangguan.
2.2.10 Perhitungan Arus Hubung Singkat
Perhitungan praktis untuk menghitung besar arus hubung singkat dalam
sistem distribusi dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Hubung Singkat Tiga Fasa
𝐼3𝐹 =V/ 3
𝑍𝑒𝑞 A ………………………….(2.25)
Di mana V adalah tegangan nominal line to line, dan Zeq adalah impedansi
ekivalen sistem ketika arus mengalir dari sumber menuju titik hubung singkat.
b. Hubung Singkat Dua Fasa
𝐼2𝐹 =𝑉
𝑧1𝑒𝑞+𝑧2𝑒𝑞 A ……………………….(2.26)
c. Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah
Hubung singkat ini melibatkan impedansi urutan nol (Z0), dan besarnya arus
hubung singkat ini tergantung sistem pentanahan yang digunakan.
𝐼1𝐹 =3𝑉/ 3
𝑧1𝑒𝑞+𝑧2𝑒𝑞+𝑧0𝑒𝑞 A …………………….(2.27)
24
2.2.11 Menghitung Impedansi
Dalam menghitung impedansi dikenal tiga macam impedansi urutan yaitu :
1. Impedansi urutan positif ( Z1 ), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh
arus urutan positif.
2. Impedansi urutan negatif ( Z2 ), yaitu impedansi yang hanya dirasakan
oleh arus urutan negatif.
3. Impedansi urutan nol ( Z0 ), yaitu impedansi yang hanya dirasakan oleh
urutan nol.
Sebelum melakukan perhitungan arus hubung singkat, maka kita harus memulai
perhitungan pada rel daya tegangan primer di gardu induk untuk berbagai jenis
gangguan, kemudian menghitung pada titik – titik lainnya yang letaknya semakin
jauh dari gardu induk tersebut. Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai dasar
impedansi urutan rel daya tegangan tinggi atau bisa juga disebut sebagai
impedansi sumber, impedansi transformator, dan impedansi penyulang.
a) Impedansi sumber
Sebelum menghitung impedansi sumber pada sisi bus 20 kV harus diketahui nilai
hubung singkat MVA. Persamaan untuk mencari nilai hubung singkat MVA
adalah:
MVAhs = Ihs3Ømax × (Tegangan Primer Trafo × 3 )………(2.28)
Untuk menghitung impedansi sumber di sisi bus 20 kV, maka harus dihitung dulu
impedansi sumber di bus 150 kV. Impedansi sumber di bus 150 kV diperoleh
dengan rumus :
Zs = kV ²
MVAsc ……………………………. (2.29)
Dimana :
Zs = Impedansi sumber (Ω)
kV² = Tegangan sisi primer trafo tenaga (kV)
MVA = Data hubung singkat di bus 150 kV (MVA)
25
b) Impedansi transformator
Pada perhitungan impedansi suatu transformator yang diambil adalah harga
reaktansinya, sedangkan tahanannya diabaikan karena harganya kecil. Untuk
mencari nilai reaktansi trafo dalam Ohm dihitung dengan cara sebagai berikut.
Langkah petama mencari nilai ohm pada 100% untuk trafo pada 20 kV, yaitu
dengan menggunakan rumus :
Zt =kV ² sisi sekunder
MVAtrafo ……………………… (2.30)
Dimana :
Zt = Impedansi trafo (Ω)
kV² sisi sekuner = Tegangan sisi sekunder trafo tenaga (kV)
MVA = kapasitas daya trafo (MVA)
Lalu tahap selanjutnya yaitu mencari nilai impedansi tenaganya :
1. Untuk menghitung impedansi urutan positif dan negatif (Zt1 = Zt2)
dihitung dengan menggunakan rumus :
Zt = % Zt yang diketahui × Zt (pada 100%) …………….. (2.31)
2. Sebelum menghitung reaktansi urutan nol (Xt0) terlebih dahulu harus
diketahui data trafo tenaga itu sendiri yaitu data dari kapasitas belitan delta
yang ada dalam trafo :
1. Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitanY dimana kapasitas
belitan delta sama besar dengan kapasitas belitan Y, maka
Xt0 = Xt1 ……………………………. (2.32)
2. Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan Yyd dimana kapasitas
belitan delta (d) biasanya adalah sepertiga dari kapasitas belitan Y
(belitan yang dipakai untuk menyalurkan daya, sedangkan belitan
delta tetap ada di dalam tetapi tidak dikeluarkan kecuali satu terminal
delta untuk ditanahkan), maka
Xt0 = 3 × Xt1 ………………………. (2.33)
26
3. Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan YY dan tidak
mempunyai belitan delta di dalamnya, maka untuk menghitung
besarnya Xt0 berkisar antara 9 s/d 14 × Xt1. Dalam perhitungan
dipakai persamaan:
Xt0 = 10 × Xt1 ………………………… (2.34)
c) Impedansi penyulang
Untuk perhitungan impedansi penyulang, perhitungannya tergantung dari
besarnya impedansi per km dari penyulang yang akan dihitung, dimana besar
nilainya tergantung pada jenis penghantarnya, yaitu dari bahan apa penghantar
tersebut dibuat dan juga tergantung dari besar kecilnya penampang dan panjang
penghantarnya.
Disamping itu penghantar juga dipengaruhi perubahan temperatur dan konfigurasi
dari penyulang juga sangat mempengaruhi besarnya impedansi penyulang
tersebut. Contoh besarnya nilai impedansi suatu penyulang : Z = (R + jX)
Sehingga untuk impedansi penyulang dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus :
1. Urutan positif dan urutan negative
Z1 = Z2 = panjang penyulang (km) × Z1 / Z2 (Ω) …... (2.35)
Dimana :
Z1 = Impedansi urutan positif (Ω)
Z2 = Impedansi urutan negatif (Ω)
2. Urutan nol
Z0 = panjang penyulang (km) × Z0 (Ω) …………... (2.36)
Dimana :
Z0 = Impedansi urutan nol (Ω)
d) Impedansi ekivalen jaringan
Perhitungan yang akan dilakukan di sini adalah perhitungan besarnya nilai
impedansi ekivalen positif, negatif dan nol dari titik gangguan sampai ke sumber.
Karena dari sejak sumber ke titik gangguan impedansi yang terbentuk adalah
27
tersambung seri maka perhitungan Z1eq dan Z2eq dapat langsung dengan cara
menjumlahkan impedansi tersebut, sedangkan untuk perhitungan Z0eq dimulai
dari titik gangguan sampai ke trafo tenaga yang netralnya ditanahkan. Akan tetapi
untuk menghitung impedansi Z0eq ini, harus diketahui dulu hubungan belitan
trafonya. Impedansi ekivalen jaringan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
1. Urutan positif dan urutan negative (Z1eq = Z2eq)
Z1eq = Z2eq = Zs1 + Zt1 + Z1 penyulang ………… (2.37)
Dimana :
Z1eq = Impedansi ekivalen jaringan urutan positif (Ω)
Z2eq = Impedansi ekivalen jaringan urutan negatif (Ω)
Zs1 = Impedansi sumber sisi 20 kV (Ω)
Zt1 = Impedansi trafo tenaga urutan positif dan negatif (Ω)
Z1 = Impedansi urutan positif dan negatif (Ω)
2. Urutan nol
Z0eq = Zt0 + 3RN + Z0 penyulang ………………….. (2.38)
Dimana :
Z0eq = Impedansi ekivalen jaringan nol (Ω)
Zt0 = Impedansi trafo tenaga urutan nol (Ω)
RN = Tahanan tanah trafo tenaga (Ω)
Zo = Impedansi urutan nol (Ω)
2.2.12 Ground Fault Relay (GFR)
Gangguan satu fasa ke tanah sangat tergantung dari jenis pentanahan dan
sistemnya. Gangguan satu fasa ke tanah umumnya bukan merupakan hubung
singkat melalui tahanan gangguan, sehingga arus gangguannya menjadi semakin
kecil dan tidak bisa terdeteksi oleh Over Current Relay (OCR). Dengan demikian
diperlukan rele pengaman gangguan tanah.
Pada gambar di bawah merupakan rangkaian pengawatan dari rele GFR.
Rele hubung tanah yang lebih dikenal dengan GFR (Ground Fault Relay) pada
dasarnya mempunyai prinsip kerja sama dengan rele arus lebih (OCR) namun
28
memiliki perbedaan dalam kegunaannya. Bila rele OCR mendeteksi adanya
hubungan singkat antara fasa, maka GFR mendeteksi adanya hubung singkat ke
tanah.
Gambar 2.6 Rangkaian pengawatan rele GFR
Sumber : Irfan Affandi
2.2.12.1 Jenis Ground Fault Relay Berdasarkan Waktu Kerja
Ground Fault Relay (GFR) dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
diantaranya adalah :
1. Ground Fault Relay (GFR) Inverse
Ground Fault Relay (GFR) Inverse adalah waktunya kerjanya
tegantung dari arus gangguan. Rele ini akan memberikan perintah
kepada PMT (Pemutus Tenaga) pada saat terjadi gangguan bila besar
gangguannya melampaui arus penyetelannya dan jangka waktu rele ini
mulai pick up sampai kerja waktunya diperpanjang berbanding terbailk
dengan besarnya arus.
Sifat atau karakteristik dari rele inverse adalah rele baru akan bekerja
bila yang mengalir pada rele tersebut melebihi besarnya arus setting (Is)
yang telah ditentukan. Dan lamanya waktu rele bekerja untuk
memberikan komando tripping adalah paling lambat sesuai dengan
waktu setting (Ts) yang dipilih. Pada rele ini waktu bekerjanya (T trip)
tidak sama dengan waktu setting (Ts). Karena sangat tergantung dengan
besarnya arus yang mengerjakan rele tersebut, sehingga makin besar
29
arus yang mengerjakan rele tersebut maka makin cepat waktu kerja (T
trip) dari rele tersebut.
detik
tset
I (amp)
Gambar 2.7 Karakteristik Inverse
Sumber : Prasetyo, N. E. 2009
2. Ground Fault Relay (GFR) Definite
Ground Fault Relay (GFR) Definite adalah Ground Fault Relay (GFR)
yang waktu kerjanya tidak tergantung dari arus gangguan. Rele ini
memberikan perintah kepada PMT (Pemutus Tenaga) pada saat terjadi
gangguan bila besar gangguannya melampaui arus penyetelannya, dan
jangka waktu rele ini mulai pick up sampai kerja diperpanjang dengan
waktu tidak tergantung besarnya arus.
Sifat atau karakteristik dari rele definite adalah rele baru akan bekerja
bila yang mengalir pada rele tersebut melebihi besarnya arus setting (Is)
yang telah ditentukan. Dan lamanya selang waktu rele bekerja untuk
memberikan komando tripping adalah sesuai dengan waktu setting (Ts)
yang diinginkan. Pada rele ini waktu bekerjanya (T tripping = Ts) tetap
konstan, tidak dipengaruhi oleh besarnya arus yang mengerjakan rele
tersebut.
detik
tset I(A)
Gambar 2.8 Karakteristik Definite
Sumber : Prasetyo, N. E. 2009
30
3. Ground Fault Relay (GFR) Instantaneous
Ground Fault Relay (GFR) Instantaneous adalah Ground Fault Relay
(GFR) yang bekerja tanpa waktu tunda. Rele ini akan memberikan
perintah kepada PMT (Pemutus Tenaga) pada saat terjadi gangguan bila
besar arus gangguannya melampaui arus penyetelannya, dan jangka
waktu kerja mulai pick up sampai kerja sangat singkat tanpa penundaan
waktu (20 – 60 mdet).
Karena rele ini tanpa perlambatan, maka koordinasi untuk mendapatkan
selektifitas didasarkan tingkat beda arus. Adapun jangkauan rele ini
karena bekerjanya seketika atau tanpa perlambatan waktu, supaya
selektif maka tidak boleh menjangkau pada keadaan arus gangguan
maksimum.
detik
tset I(A)
Gambar 2.9 karakteristik Instantaneous
Sumber : Prasetyo, N. E. 2009
2.2.12.2 Penyetelan Ground Fault Relay (GFR)
Sebagian besar gangguan hubung singkat yang terjadi adalah gangguan
hubung singkat fasa ke tanah maka rele yang perlu digunakan adalah Ground
Fault Relay (GFR). Untuk gangguan penggerak Ground Fault Relay (GFR)
dipakai arus urutan nol serta tegangan urutan nol.Untuk sistem yang beroperasi
dalam keadaan normal arus urutan nol tidak mengalir.
Pada prinsipnya kerja Ground Fault Relay (GFR) dan Over Current Relay
(OCR) sama namun karena besar arus gangguan tanah lebih kecil dibandingkan
besar arus gangguan fasa maka digunakan Ground Fault Relay (GFR). Prinsip
kerja Ground Fault Relay (GFR) yaitu pada kondisi normal dengan beban
seimbang arus –arus fasa Ir, Is, dan It (Ib) sama besar sehingga kawat netral tidak
timbul arus dan rele gangguan tanah tidak dialiri arus. Namun bila terjadi
ketidakseimbangan arus atau terjadi gangguan hubung singkat fasa ke tanah maka
31
akan timbul arus urutan nol pada kawat netral. Arus urutan nol ini akan
mengakibatkan Ground Fault Relay (GFR) bekerja.
Untuk menentukan penyetelan (setting) Ground Fault Relay (GFR)
terlebih dahulu diketahui besar arus hubung singkat yang mungkin terjadi, dan
harus diketahui terlebih dahulu impedansi sumber, reaktansi trafo tenaga, dan
impedansi penyulang. Dan setelah ketiga komponen yang telah disebutkan , baru
dapat ditentukan total impedansi jaringan. Total impedansi jaringan inilah yang
akan langsung digunakan dalam perhitungan arus hubung singkat. Dalam
perhitungan arus hubung singkat satu fasa ke tanah sangat dipengaruhi oleh sistem
pentanahan yang digunakan.
2.2.12.3 Penyetelan Ground Fault Relay (GFR) pada Sistem Tanpa
Pentanahan
Pada sistem ini arus gangguan satu fasa ke tanah relatif kecil namun terjadi
pergeseran tegangan bila sistemnya menggunakan rele tegangan urutan nol. Maka
rele ini tidak boleh bekerja bila terjadi pergeseran tegangan pada keadaan normal.
V0 = 30% × V …………………………. (2.38)
Dimana:
V0 = Penyetelan rele tegangan urutan nol
V = Tegangan nol
2.2.12.4 Penyetelan Ground Fault Relay (GFR) pada Sistem Pentanahan
Langsung
Penyetelan untuk pengaman gangguan tanah pada sistem ini sama dengan
sistem pentanahan melalui tahanan rendah tetapi untuk sistem 3 fasa 4 kawat
harus dipertimbangkan adanya ketidakseimbangan yang minimum. Penyetelan
rele gangguan tanah pada sistem ini adalah :
Iset = ks × Ivb A …………………………(2.39)
Dimana :
Iset = Penyetelan arus gangguan tanah
32
Ivb = Arus tidak seimbang yang mungkin terjadi
Ks = Faktor keamanan, digunakan 1,2 – 1,5
Karena pada jaringan ini arus gangguan cukup besar maka kriteria
penyetelannya sama dengan rele gangguan antar fasa tetapi batas minimum dapat
lebih kecil dari arus beban nominal.
2.2.12.5 Penyetelan Ground Fault Relay (GFR) pada Sistem Pentanahan
Melalui Tahanan Rendah
Penyetelan Ground Fault Relay GFR) pada Sistem Pentanahan Melalui
Tahanan Rendah ada beberapa jenis, yaitu :
1. Ground Fault Relay (GFR) pada SUTM
Arus gangguan pada umumnya lebih kecil, hal ini karena gangguan tanah
melalui tahanan gangguan tanah maka penyetelan rele ini adalah :
Iset = 10% × I0 A …………………………(2.40)
Dimana, Iset = Penyetelan arus rele
Io = Arus gangguan terkecil ( ujung penyulang )
2. Ground Fault Relay (GFR) pada SKTM
Pada jaringan SKTM saat terjadi gangguan satu fasa ke tanah aka mengalir
arus kapasitif yang cukup besar termasuk pada penyulang yang tidak
terganggu. Dengan diasumsikan saat menentukan penyetelan untuk batasan
minimum harus diperhitungkan bahwa rele tidak boleh bekerja pada saluran
yang tidak terganggu. Penyetelannya sebagai berikut :
Iset = ks × IsCE A ………………………..(2.41)
Dimana :
Iset = Penyetelan arus
IsCE = Arus kapasitif saluran yang terpanjang operasinya
Ks = Faktor keamanan digunakan 1,2 – 1,5.
33
2.2.12.6 Penyetelan Ground Fault Relay(GFR) pada Sistem Pentanahan
Melalui Tahanan Tinggi.
Pada sistem ini arus gangguan satu fasa ke tanah besarnya hanya 23 A dan
tidak jauh dengan kapasistansi ke tanah. Artinya arus kapasistansi ke tanah tidak
dapat diabaikan terhadap arus resistif.
Adapaun rele yang digunakan adalah rele gangguan tanah berarah. Rele ini
sangat sensitif dengan karakteristik waktu tertentu. Rele ini mendapat suplai dari
arus urutan nol tegangan urutan nol. Setelan minimum rele gangguan ini adalah 1
A.
Jika Is minimum masih bisa menyebabkan rele bekerja adalah 1,25 × Iset.
Maka tahanan gangguan Rf maksimum yang masih menyebabkan rele bekerja
sekitar 8500 Ω. Jadi akibat sentuhan ranting pohon atau kawat putus menyentuh
tanah diharapkan rele bekerja.
2.2.12.7 Setting GFR
Dalam Ground Fault Relayada beberapa hal yang harus disetting, dimana
itu arus dan setelan waktunya. Penjelasannya sebagai berikut :
1. Arus Setting GFR
Penyetelan rele GFR pada sisi primer dan sisi sekunder transformator tenaga
terlebih dahulu harus dihitung arus setting. Arus setting untuk rele GFR baik
pada sisi primer maupun pada sisi sekunder transformator tenaga adalah :
Iset = 0,1 × Arus gangguan tanah terkecil A ………………(2.42)
2. Setelan waktu (TMS)
Hasil perhitungan arus gangguan hubung singkat, selanjutnya digunakan untuk
menentukan nilai setelan waktu kerja rele (TMS). Rele GFR menggunakan
rumus penyetingan TMS dimana waktu kerja rele yang diinginkann lebih
sensitif dari pada rele OCR.
34
tms =
𝑡𝑠𝑒𝑡 𝐼𝑓𝑎𝑢𝑙𝑡
𝐼𝑠𝑒𝑡
0,02− 1
0,14 SI ………..…. (2.43)
Untuk menentukan nilai TMS yang akan disetkan pada rele GFR sisi incoming
20 kV dan sisi 150 kV transformator tenaga diambil arus hubung singkat 1 fasa
ke tanah.
Persamaan untuk menentukan nilai TMS yang akan disetkan pada rele GFR
sisi penyulang yang mengalami gangguan Sympathetic Trip menggunakan
rumus dibawah ini.
tms =
𝑡𝑠𝑒𝑡 𝐼𝑓𝑎𝑢𝑙𝑡 ²+𝐼𝑐𝑒 ²
𝐼𝑠𝑒𝑡
0,02
− 1
0,14 SI ……..…. (2.44)
3. Pemeriksaan Selektifitas Kerja Ground Fault Relay(GFR)
Hasil perhitungan setelan Ground Fault Relay(GFR) masih harus diperiksa.
Waktu kerja Ground Fault Relay(GFR) yang terpasang di penyulang dan yang
terpasang di incoming trafo tenaga 20 kV sudah bekerja selektif, tetapi masih
harus diperiksa apakah memberikan beda waktu kerja (grading time) yang
terlalu lama. Untuk Gradding Time yang terlalu lama, bila terjadi kegagalan
kerja Ground Fault Relay(GFR) di penyulang, maka Ground Fault
Relay(GFR) di incoming 20 kV dalam hal ini bekerja sebagai pengaman
cadangan menjadi terlalu lama mengetripkan PMTnya sehingga bisa merusak
trafo.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada Ground Fault Relay(GFR) jenis
standar inverse, karena setelan waktu tms pada Ground Fault Relay(GFR) jenis
inverse bukan menunjukkan lamanya waktu kerja rele tersebut. Lamanya
waktu kerja rele ini ditentukan oleh besarnya arus gangguan yang mengalir
direle. Makin besar arus gangguan yang mengalir di rele, makin cepat kerja
rele tersebut menutup kontaknya yang kemudian mentripkan PMT.
35
t = 0,14 × 𝑇𝑚𝑠
𝐼𝑓𝑎𝑢𝑙𝑡
𝐼𝑠𝑒𝑡
0,02− 1
detik …………………… (2.45)
Persamaan yang digunakan dalam mencari waktu kerja rele pada penyulang
yang terkena gangguan penyulang lain adalah sebagai berikut.
t = 0,14 × 𝑇𝑚𝑠
𝐼𝑓𝑎𝑢𝑙𝑡 ²+ 𝐼𝑐𝑒 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢 ²
𝐼𝑠𝑒𝑡
0,02
− 1
detik ….. (2.46)
Persamaan yang digunakan dalam mencari waktu kerja rele akibat
pertambahan arus kapasitif dari penyulang lain adalah sebagai berikut.
t = 0,14 × 𝑇𝑚𝑠
𝐼𝑐𝑒 𝑝𝑒𝑦𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒 1+𝐼𝑐𝑒 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒 2
𝐼𝑠𝑒𝑡
0,02− 1
detik …. (2.47)
Recommended