View
218
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Tinjauan tentang Hasil Belajar
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada
diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari berbagai bentuk seperti: perubahan,
pemahaman, sikap tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta
perubahan aspekaspek yang lain yang ada pada individu yang belajar.
Dalam kegiatan belajar harus terdapat suatu tanda atau ciri, sehingga
seseorang dikatakan belajar. Karena ada seseorang dikata belajar tetepi justru
yang terjadi adalah bermain. Walaupun ada pemahan tentang belajar sambil
bermaian atau bermain sambil belajar. Untuk itu satu kegiatan dapat dikategorikan
belajar harus mempunyai ciri-ciri tertentu. Kegiatan belajar memiliki ciri-ciri.
seperti:
1. Siswa berpartisipasi aktif meningkatkan minat dan tercapainya tujuan
instruksional. Berperan aktif dalam proses belajar mengajar bukan berarti
cukup mendengarkan saja dan bersikap diam untuk tidak untuk mengganggu
melainkan didalamnya ada proses memperhatikan, mau bertanya, mencoba
dan memberikan tanggapan terhadap permasalahan pelajaran yang timbul
berasal dari siswa maupun dari guru itu sendiri. Dengan sikap aktif akan
berpengaruh positif terhadap hasil belalar.
2. Adanya interaksi antara siswa dengan lingkungan. Keputusan siswa terhadap
lingkungan terhadap mengakibatkan terhentinya proses pemahaman terhadap
8
9
materi ajar yang menjadi objek dalam pembelajaran, sehingga proses itu harus
berjalan melalui bermacam penggalaman dan mata pelajaran yang terpusat
pada suatu tujuan tertentu. Pengalaman belajar bersumber dari suatu
kebutuhan dan tujuan peserta didik sendiri yang mendorong motivasi secara
berkesinambungan.
3. Belajar merupakan proses berkelanjutan hingga mendapat pengertian yang
mendalam, sehingga hasil belajar itu diterima oleh peserta didik apabila
memberi kepuasan pada kebutuhanya dan berguna serta bermakna baginya.
Kebermaknaan dalam belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik
fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian pemecahan suatu
masalah berpikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa kearah lebih maju dan baik, hasil belajar
yang telah dicapai bersifat kompleks dan dapat berubah-ubah, jadi tidak
sederhana dan statis.
Dalam seluruh proses pendidikan, bahwa kegiatan belajar merupakan kegi
atan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya tujuan pencapaian
proses pendidikan banyak tergantung kepada bagaimana proses belajar yang
dialami oleh siswa sebagai objek pendidikan. Pengertian belajar banyak
dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan antara lain: Belajar adalah suatu
proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur
hidup, semenjak masih bayi hingga ke liang lahat. Salah satu pertanda bahwa
seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya.
Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat
10
pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut
nilai dan sikap (afektif) (Sardiman S. Arif dkk, 2009: 2).
Belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang di lakukan secara sadar
untuk menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, keterampilan,
sikap dan nilai-nilai. Manusia tanpa belajar, maka akan mengalami kesulitan
dalam menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
tidak lain juga merupakan produk kegiatan berpikir manusia-manusia
pendahulunya (Uno, 2009: 1).
Belajar adalah suatu proses yang ditandai oleh adanya perubahan pada diri
seseorang (Sutikno, M.S. 2005: 33) inilah yang merupakan sebagai inti proses
pembelajaran. Perubahan tersebut bersifat internasional, positif aktif dan efektif
fungsional. Menurut Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu usaha yang dilakukan
oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil belajar
mempunyai ciri-ciri:
a. Perubahan terjadi secara sadar. Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan
menyadari terjadinya perubahan di dalam dirinya. Misalnya ia menyadari
bahwa pengetahuannya bertamba, kecakapannya bertambah dan kebiasaannya
bertambah.
b. Perubahan bersifat kontiniu dan fungsional. Ini berarti bahwa perubahan yang
terjadi di dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan dan
tidak statis.
11
c. Perubahan bersifat positif dan aktif. Ini berarti bahwa perubahan itu senantiasa
bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya dan perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya tetapi karena
usaha sendiri.
d. Perubahan tidak bersifat sementara. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi
setelah belajar akan bersifat menetap.
e. Perubahan bertujuan atau terarah. Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu
terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan mencakup seluruh
aspek tingkah laku. Ini berarti bahwa setelah belajar akan terjadi perubahan
tingkah laku secara menyeluruh dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Sardiman (2010: 20) mendefenisikan belajar sebagai usaha penguasaan
materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya
kepribadian seutuhnya. Selanjutnya Slameto (2010: 2) menyatakan dalam
bukunya bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Selain itu
Sardiman (2010: 20) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu perubahan
tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.
Lain halnya dengan Riyanto (2010: 16) proses belajar terjadi melalui
banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang
waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar.
12
Perubahan yang dimaksud Trianto disini adalah perubahan perilaku tetap
berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru
diperoleh individu. Sedangkan pengalaman merupakan interaksi individu dengan
lingkungan sebagai sumber belajarnya. Jadi, belajar disini diartikan sebagai proses
perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi
paham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama
menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu
sendiri.
Maka dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa “belajar
adalah suatu proses kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh seseorang secara
sadar dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga diperoleh kecakapan-
kecakapan yang baru yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku
didalam dirinya berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan.
2.1.2 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar terdiri dari dua kata yaitu “hasil” dan “belajar”.
Hasil merupakan akibat dari yang ditimbulkan karena berlangsungnya suatu
proses kegiatan. Sedangkan belajar adalah serangkaian kegiatan untuk
memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu
dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Hasil belajar sering diartikan
dengan nilai-nilai yang dicapai dalam mengikuti proses belajar sebagai hasil
usah yang dilakukan oleh siswa/mahasiswa dengan berbagai tingkat
keberhasilan. Menurut Gagne dalam Sagala (2005: 23) “Hasil belajar adalah
13
berupa keterampilan-keterampilan intelektual yang memungkinkan
seseorang berinteraksi”.
Menurut Hamalik (2006: 189) “Hasil belajar adalah terjadinya perubahan
tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk
perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan”. Menurut Arikunto (2005),
“Hasil belajar bertujuan untuk mengetahui sejauh mana anak didik telah dapat
belajar dari mata pelajaran tertentu, dengan cara mengadakan tes baik lisan
maupun tulisan dan dinyatakan dalam bentuk nilai sejumlah materi pelajaran.
Dimyati dan Mudjiono, (1994: 26).
Selanjutnya Sriyono (1992: 73), menegaskan bahwa hasil belajar yang di
peroleh masig-masing siswa, biasanya akan diketahui setelah guru melakukan
pengukuran dengan menggunakan evaluasi, baik secara tertulis maupun dalam
bentuk pertanyaan lisan. Kemudian Purwanto, (1990: 86) mengemukakan bahwa
hasil belajar dapat diartikan sebagai capaian perolehan peserta didik pada suatu
materi tertentu setelah mereka menjalani aktivitas belajar dalam jangka waktu
tertentu.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia ingin
menerima pengalaman belajar atau yang optimal yang dapat dicapai dari kegiatan
belajar di sekolah untuk pelajaran. Hasil belajar seperti yang dijelaskan oleh
Poerwadarminta (2003: 768) adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan).
Pengertian hasil belajar menurut pendapat Winata (2006: 94) adalah hasil yang
dicapai atau ditonjolkan oleh anak sebagai hasil belajarnya, baik berupa angka
14
atau huruf serta tindakannya yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai
masing-masing anak dalam periode tertentu.
Nasution (2003: 45) berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan
anak didik berdasarkan hasil dari pengalaman atau pelajaran setelah mengikuti
program belajar secara periodik. Dengan selesainya proses belajar mengajar pada
umumnya dilanjutkan dengan adanya suatu evaluasi. Dimana evaluasi ini
mengandung maksud untuk mengetahui kemajuan belajar atau penguasaan siswa
atau terhadap materi yang diberikan oleh guru.
Menurut Sudjana (2006: 22) Hasil belajar adalah kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar
mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian
terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan
siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar.
Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-
kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas
mengenai hasil belajar maka, dapat ditarik suatu simpulan bahwa hasil belajar
siswa ditekankan pada tiga variabel utama dalam proses belajar mengajar yaitu
input dari belajar, prosesnya dan outputnya sehingga hasil belajar yang diperoleh
dapat dijadikan sebagai pegangan yang kuat bahwa hasil yang diperoleh telah
teruji dalam artian telah lolos ketiga variabel yang dimaksudkan dalam
pembelajaran tadi. Oleh karena itu hasil belajar siswa bagi guru sasaran prioritas
untuk diperhatikan dengan baik.
15
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat di simpulkan bahwa hasil belajar
adalah pengetahuan, pemahaman dan atau keterampilan yang dimiliki atau di
ketahui oleh peserta didik setelah ia mengalami proses belajar mengajar.
Adapun yang mempengaruhi hasil belajar adalah:
1. Faktor internal; faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih
ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Faktor yang
mempengruhi kegiatan tersebut adalah motivasi, perhatian, pengamatan,
tanggapan dan lain sebagainya.
Faktor eksernal; pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem
lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar
siswa. Faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman
konsep dan keterampilan, serta pembentukan sikap.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Hasil belajar merupakan sasaran yang ingin dicapai setelah proses belajar
mengajar berlangsung, tentunya hasil belajar yang diinginkannya adalah hasil
belajar yang maksimal dan untuk mencapai hasil belajar yang maksimal sangat
diperlukan kesiapan mental siswa. Kesiapan mental ini dalam wujud kemauan
serta rasa ingin tahu terhadap materi yang diberikan. Hasil belajar akan maksimal
bila didasari oleh rasa keingintahuan terhadap materi yang dipelajarinya, siswa
akan selalu bertanya tentang segala sesuatu yang mereka tidak ketahui. Pertanyaan
tersebut akan selalu ada di dalam benaknya, sehingga ia termotivasi untuk aktif
belajar mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Menurut Machu (dalam
User 1993: 3) bahwa hasil belajar seseorang merupakan perilaku yang dapat
16
diukur, prestasi belajar menunjukkan kepada individu sebagai sebab daam arti
bahwa individu adalah pelakunya. Hasil belajar dapat diefaluasi dengan
menggunakan standar berbentuk, baik berdasarkan kelompok atau norma yang
ditetapkan sebelumnya.
Hasil belajar yang di peroleh dapat di ukur melalui kemajuan yang diperoleh
siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Melalui proses belajar seseorang
siswa berusaha mengumpulkan pengalaman berupa pengetahuan, kecakapan,
keterampilan dan penyesuaian tingkah laku. Hasil belajar tersebut tampak
terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur
melalui perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan
terjadiya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan
sebelumnya, (Hamalik, 2006: 155). Jadi dalam hal ini, hasil belajar merupakan
bukti yang dilakukan siswa sehubungan dengan apa yang mereka pelajari. Hasil
belajar merupakan suatu bukti utama dari proses belajar, karena di dalamnya akan
menampakan sesuatu perubahan tingkah laku sebagai cermin nyata dalam dari
kegiatan belajar.
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat
dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim
dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor
psikologis (Depdikbud, 1985: 11).
a. Faktor Fisiologis
17
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor
lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek
didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar
yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk
mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan
subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang
paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial,
juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih
efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu
memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan
sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan
pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor
instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat
lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum,
buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan
belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan
faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian
tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil
belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor
ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada
18
dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang
memadai untuk memulai tindakan belajar.
b. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil
belajar
jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara
terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan
aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala,
seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
1. Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian
intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif
ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian
intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi
pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-
teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan
sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang
spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian
yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif
untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang
19
terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil
penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung
menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang
disengaja.
2. Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui
penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan
merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek
didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu
memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara
analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling
dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya
menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain,
perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan
melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-
alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang
optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang
dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
3. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan,
yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan.
20
Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai
kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan
merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah,
subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik
pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya
kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan
teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih
mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa
rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik
adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek)
dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau
mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik.
Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera
setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan
terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu
kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa
dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan
psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari
dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam
21
proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik
untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah
dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah
satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-
hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan.
Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk
memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan
dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini
melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah
diberikan.
4. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan
konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang.
Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan
hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang
yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa
berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut :
(1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3)
penarikan kesimpulan.
22
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir
dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan
tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses
pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya
melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan
penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan
cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para
pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-
pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek
didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni
akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan
kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
5. Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan
luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas
dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak
jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif
intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang
ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya
berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial
pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik.
23
Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di
antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong
subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian,
pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada
hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”,
yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini,
setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus
membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan
melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya
supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.
2.2 Ruang Lingkup Hasil Belajar
Seseorang telah dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu
meneunjukan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut
dapat diantaranya dari kemampuan berpikirnya, keterampilalnnya atau sikapnya
terhadap suatu abjek.Perubahan hasil belajar ini dalam Taxonomy Bloom
dikelompokan dalam 3 ranah (domain), yakni: (1 )domain kognitif atau
kemampuan berpikir, (2) domain afektif atau sikap, dan (3) domain psikomotor
atau keterampilan (Wahidmurni dkk, 2010: 18).
Peserta didik dapat dikatakan berhasil dalam belajar jika dalam diri
mereka telah terjadi perubahan dan minimal salah satu aspek diatas. Contoh
perubahan dalam aspek kemampuan berpikir misalnya dapat terjadi jika terjadi
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, atau perubahan dari tidak paham menjadi
24
paham dan seterusnya. Contoh perubahan aspek sikap misalnya dari sikap buruk
menjadi yang baik, atau dari semula bersikap tidak sopan manjadi sikap sopan dan
seterusnya. Contoh perubahan dalam sikap keterampilan misalnya, dari tidak
dapat melakukan wudlu menjadi terampil berwudlu, dari tidak terampil melukis
menjadi terampil melukis dan seterusnya (Wahidmurni dkk, 2010: 18)..
Dalam pelaksanaan ketiga ranah atau domain penilaian hasil belajar diatas,
harus dinilai secara menyeluruh, sebab prestasi belajar siswa seharusnya
menggambarkan perubahan menyeluruh sebagai hasil belajar siswa. Untuk itulah
guru atau pendidik dituntut untuk memahami atau menguasai beberapa teknik
untuk menilai beberapa aspek perubahan belajar pesrta didik. Tiap-tiap aspek
belajar memiliki beberapa tingkat sebagaimana yang dijabarkan oleh Benjamin
bloom sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tingkatan Ranah atau Domain Hasil Belajar Menurut Taxonomi Bloom
Tingk
atan Cognitive Domain Affektive Domain Psykomotor domain
1 Pengetahuan (C1) Menerima (A1) Persepsi (P1)
2 Keseluruhan(C2) Menanggapi (A2) Set (P2)
3 Aplikasi (C3) Menilai (A3) Kemampuan respon (P3)
4 Analisis (C4) Organisasi (A4) Merchanism (P4)
5 Sintesis (C5) Karakterisasi respon(A5) Secara terang-terangan (P5)
6 Evaluasi (C6) Adaptasi (P6)
7 Originasi (P7)
Masing-masing tingkatan dalam setiap ranah atau domain menuntut
kemampuan atau kecakapan yang berbeda-beda dari setiap pesrta didik untuk
memberikan respon terhadapnya. Semakin tinggi tingkatan yang ditutut semakin
tinggu juga tngkatan kekomplekan jawaban atau respon yang dikehendaki. Untuk
kepentingan ini maka seseorang guru terus memahami bahwa semakin rendah
tingkatan yang diujikan, maka seharusnya juga semakin rendah bobot atau skor
25
yang diberikan; demikian sebaliknya bahwa semakin tinggi tingkatan yang
diujikan maka seharusnya semakin tinggi pula bonot skor yang diberikan.
Hal diatas dapat dimaklumi, sebab untuk dapat mencapai kemampuan
pada tingkat tertinggi, maka seorang siswa harus menguasai tingkatan dibawahnya
sebelumnya, demikian seterusnya. Sebagai contoh seorang siswa dapat melakukan
penerapan (application) suatu rumus misalnya, jika sebelumnya ia mampu
memahami (compehension) rumus yang akan ia terapkan; demikian sebaliknya ia
akan memahami (compehension) sesuatu , jika sebelumnya ia mampu atau
memiliki pengetahuan (knowledge) tentang sesuatu yang harus ia pahami
(Wahidmurni dkk, 2010: 19).
2.3. Penerapan Model Jigsaw pada Pembelajaran PKn SD
Hasil belajar PKn adalah kemampuan siswa dalam menguasai materi
PKn berdasarkan hasil dari pengalaman atau pelajaran setelah mengikuti
pembelajaran secara periodik dalam kelas. Dengan selesainya proses belajar
mengajar diakhiri dengan evaluasi untuk mengetahui kemajuan belajar atau
penguasaan siswa atau terhadap materi PKn terutama kompetensi dasar hakekat
sistim pemerintahan yang diberikan oleh guru. Dari hasil evaluasi ini akan dapat
diketahui hasil belajar siswa yang biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau
angka.
Dalam kerangka semua itu mata pelajaran PKn harus berfungsi sebagai
wahana kurikuler pengembangan karakter warga negara Indonesia yang
demokratis dan bertanggung jawab. Peran PKn dalam proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat, melalui pemberian keteladanan,
26
pembangunan kemauan, dan pengembangan kreatifitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.Melalui PKn sekolah perlu di kembangkan sebagai pusat
pengembangan wawasan, sikap, dan keterampilan hidup dan berkehidupan yang
demokratis untuk membangun kehidupan demokrasi.
Hasil belajar yang baik adalah suatu harapan sebagian besar oleh guru
dan kemungkinan besar juga oleh siswa. Karena dengan hasil belajar yang baik
maka akan memberikan suatu pandangan bahwa kualitas maupun sumber daya
generasi penerus dan para tenaga pendidik menempati posisi yang sangat
strategik. Konsep dasar tersebut dapat dikemukakan bahwa paradigma pendidikan
demokrasi melalui PKn yang perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah
adalah pendidikan demokrasi yang bersifat multidimensional atau bersifat jamak.
Melalui pembelajaran PKn, siswa akan mempelajari materi sistim
pemerintahan pusat secara garis besar sebagaimana hal ini akan menjadi
pengetahuan dasar bagi peserta didik terhadap bagaimana sistim pemerintahan
pusat yang ada di Negara ini. Dengan pemahaman sistim pemerintahan pusat yang
baik maka, akan dapat mempermudah bagi siswa dalam mengetahui sistim
pemerintahan.
2.3.1 Model Pembelajaran Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson
dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan
teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2007: 122). Teknik mengajar
Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning.
27
Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan,
ataupun berbicara.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang
pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan
pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama
siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk
mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang
bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends,
2007: 159).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model
pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri
dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang
positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus
dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain
(Arends, 2007: 160).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan
dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan
demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama
28
secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Para anggota dari
tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli)
saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan
kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal
untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah
mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal
dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang
beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang
beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli
yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang
ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan
tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan
kepada anggota kelompok asal.
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai
berikut (Arends, 2007: 162):
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Gambar. 1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut:
29
a. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap
kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda.
Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok
asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan
dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu
bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi
pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut
kelompok ahli. Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi
pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana
menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal.
Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji).
Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang
akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian
materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli
yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa.
Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan
informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru
memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli
maupun kelompok asal.
30
Gambar Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw
b. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal,
selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan
pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok
yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi
pembelajaran yang telah didiskusikan.
c. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
d. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor
dasar ke skor kuis berikutnya.
e. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian
materi pembelajaran.
f. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi
baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut
serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
31
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan
dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang
dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model
pembelajaran jigsaw diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran jigsaw.
2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru
terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir
orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran
jigsaw.
4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang
dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan model pembelajaran jigsaw dapat berjalan dengan baik, maka
upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran
jigsaw di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan
kelas heterogen.
3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran jigsaw.
4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan
informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
32
2.4 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran jigsw
dalam meningkatkan hasil belajar siswa sesungguhnya telah dilakukan oleh
beberapa peneliti sebelumnya antara lain akan diuraikan di bawah ini.
Meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS materi kerajaan hindu
budha di Indonesia melalui model pembelajaran jigsaw di kelas V SDN 64 Kota
Timur Kota Gorontalo oleh Suplin. Penelitian ini untuk mengetahui peningkatan
hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi
kerajaan hindu budha di Indonesia melalui model pembelajaran jigsaw.
Adapun yang menjadi perbedaan antara penelitian yang peneliti teliti
dengan penelitian oleh Suplin adalah tempat penelitianya dan indikator capaian.
Dimana saya melakukan penelitian di SD Inpres Padengo Kabupaten
Pohuwato dengan materi mengenal lembaga-lembaga pemerintahan kabupaten,
kota dan provinsi, sedangkan oleh Suplin kerajaan hindu budha d Indonesia
melakukan penelitian di Kelas V SDN 64 Kota Timur Kota Gorontalo. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Suplin dikatakan berhasil apa bila 85% dari dari
jumlah siswa yang dikenai tindakan memperoleh nilai 8,5 maka dapat dikatan
penelitian ini telah berhasil, sedangkan untuk penelitian yang peneliti teliti jika
jumlah siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar pada materi mengenal
lembaga-lembaga pemerintahan kabupaten, kota dan provinsi mata pelajaran PKn
mencapai 75% dari jumlah yang dikenai tindakan memperoleh nilai KKM 65.
33
2.5 Hipotesis Tindakan
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah jika digunakan model
pembelajaran jigsaw pada mata pelajaran PKn materi mengenal lembaga-lembaga
pemerintahan kabupaten, kota dan provinsi kelas IV SD Inpres Padengo
Kabupaten Pohuwato, maka hasil belajar siswa akan meningkat.
2.6 Indikator Kinerja
Indikator kinerja dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Pengelolaan pembelajaran mencapai kategori baik dari keseluruhan
mencapai minimal 75%
b. Aktivitas siswa dinyatakan berhasil apabila seluruh aspek yang diamati
minimal mencapai 75% kategori baik dengan sangat baik
c. Ketuntasan siswa secara perorangan minimal mencapai skor nilai < 65,
ketuntasan belajar secara klasikal minimal mencapai 85% dari jumlah
siswa dengan skor minimal > 65%
(Sudjana, 2006: 135).
Recommended