View
5
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
4
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Hakikat Bahasa
Tak ada yang memungkiri bahwa bahasa memegang peranan yang sangat
penting dalam kehidupan. Tanpa bahasa, manusia tidak dapat berbuat apa-apa
atau bahkan jika bahasa tidak ada, manusia pun tidak ada. Bahasa Indonesia
adalah bahasa pemersatu bangsa yang harus dikuasai oleh setiap warga negara
Indonesia. Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan dasar-dasar
berbahasa yang baik sedari usia dini dijenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD)
kepada anak. Selain itu, bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan
intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang
keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam
berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Sejalan dengan itu,
Mulyasa (2003:89), menyatakan bahwa kurikulum 2004, yakni Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan siswa berkomunikasi baik lisan maupun tulis,
sebagai alat untuk mempelajari rumpun pelajaran lain, berpikir kritis dalam
berbagai aspek kehidupan serta mengembangkan sikap menghargai bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dan apresiatif terhadap karua sastra Indonesia.
Pembelajaran bahasa di SD menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses. Pembelajaran bahasa di Sekolah Dasar (SD) berupa mata pelajaran yang
mulai diajarkan pada jenjang kelas rendah hingga kelas tinggi. Pembelajaran
bahasa di SD dan MI diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk
mengembangkan kemampuan dan keterampilan berbahasa, membantu siswa
mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan
perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut dan
5
menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada
dalam dirinya.
2.2 Ruang Lingkup Bahasa Indonesia
Sebagai alat untuk berkomunikasi, bahasa memiliki peran sentral dalam
perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan
penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran
bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan
maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan
manusia Indonesia.
Dalam Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah pada bagian D. Ruang
Lingkup, dinyatakan bahwa ruang lingkup standar kompetensi mata pelajaran
Bahasa Indonesia SD dan MI terdiri atas empat aspek yaitu sebagai berikut.
a) Mendengarkan
Seperti mendengarkan berita, petunjuk, pengumuman, perintah, bunyi atau
suara, bunyi bahasa, lagu, kaset, pesan, penjelasan, laporan, ceramah, kotbah,
pidato, pembicaraan nara sumber, dialog atau percakapan, pengumuman, serta
perintah yang didengar dengan memberikan respon secara tepat serta
mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan mendengar hasil sastra
berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair
lagu, pantun, dan menonton drama anak.
b) Berbicara
Seperti mengungkapkan gagasan dan perasaan, menyampaikan sambutan,
dialog, pesan, pengalaman, suatu proses, menceritakan diri sendiri, teman,
keluarga, masyarakat, benda, tanaman, binatang, gambar tunggal, gambar seri,
kegiatan sehari-hari, peristiwa, tokoh, kesukaan/ketidaksukaan, kegemaran,
peraturan, tata tertib, petunjuk, dan laporan, serta mengapresiasi dan berekspresi
sastra melalui kegiatan melisankan hasil sastra berupa dongeng, cerita anak-anak,
6
cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun, dan menonton drama
anak.
c) Membaca
Seperti membaca huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf berbagai teks
bacaan, denah, petunjuk, tata tertib, pengumuman, kamus, ensiklopedi, serta
mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra
berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair
lagu, pantun pantun dan drama anak. Kompetensi membaca juga diarahkan
menumbuhkan budaya membaca.
d) Menulis
Seperti menulis karangan naratif dan normatif dengan tulisan rapi dan jelas
dengan memperhatikan tujuan dan ragam pembaca, pemakaian ejaan dan tanda
baca, dan kosakata yang tepat dengan menggunakan kalimat tunggal dan kalimat
majemuk serta mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan menulis
hasil sastra berupa cerita dan puisi. Komponen menulis juga diarahkan untuk
menumbuhkan kebiasaan menulis.
2.3 Hasil Belajar
Menurut (Anni, 2006: 5) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang
diperoleh dari pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-
aspek perubahan tingkah laku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh
pembelajar. Maka dari itu proses belajar sepatutnya dilakukan secara aktif melalui
berbagai kegiatan, seperti mengalami, melakukan, mencari dan menemukan,
keaktifan siswa merupakan syarat utama untuk memperoleh hasil belajar yang
baik. Sedangkan menurut Wingo (1970) dalam Sumiati dan Asra, (2009:41) hasil
belajar sepatutnya menjangkau banyak segi, meliputi pengetahuan dan
pemahaman tentang konsep, kemampuan menerapkan konsep, kemampuan
menerapkan dan menjabarkan menarik kesimpulan serta menilai kemanfaatan
suatu konsep, menyenangi dan memberi respon positif terhadap suatu yang
dipelajari, dan diperoleh kecakapan melakukan suatu kegiatan tertentu.
7
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan proses perubahan
tingkah laku dari aktivitas dan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan. Maka
dari itu guru dituntut untuk dapat menerapkan inovasi dalam pembelajaran dengan
memilih model pembelajaran yang tepat agar mencapai tujuan yang diharapkan.
2.4 Metode Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)
Dalam pembelajaran guru dan peserta didik sering dihadapkan pada
berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang
menyangkut hubungan sosial. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan
melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, Tanya jawab antara guru dan peserta
didik, penemuan dan inkuiri. Guru yang kreatif senantiasa mencari pendekatan
baru dalam memecahkan masalah, tidak terpaku pada cara tertentu yang monoton,
melainkan memilih variasi lain yang sesuai.
Bermain peran merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh. Hasil
penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa
bermain peran merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif
dalam pembelajaran. Dalam hal ini, bermain peran diarahkan pada pemecahan
masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut
kehidupan peserta didik.
Manusia merupakan makhluk sosial dan individual, yang dalam hidupnya
senantiasa berhadapan dengan manusia lain atau situasi di sekelilingnya. Mereka
berinteraksi, berinterdepedensi dan pengaruh mempengaruhi. Sebagai individu
manusia memiliki pola yang unik dalam berhubungan dengan manusia lain. Ia
memiliki rasa senang, tidak senang, percaya, curiga, dan ragu terhadap orang lain.
Namun perasaan tersebut diarahkan juga pada dirinya. Perasaan dan sikap
terhadap orang lain dan dirinya itu mempengaruhi pola respon individu terhadap
individu lain atau situasi di luar dirinya. Karena senang dan penasaran ia
cenderung mendekat. Karena tidak senang dan curiga ia cenderung menjauh.
Manipestasi tersebut disebut peran. Peran dapat didefinisikan sebagai suatu
rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang
ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain. Peran yang dimainkan individu
8
dalam hidupnya dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap dirinya dan
terhadap orang lain. Oleh sebab itu, untuk dapat berperan dengan baik, diperlukan
pemahaman terhadap peran pribadi dan orang lain. Pemahaman tersebut tidak
terbatas pada tindakan, tetapi pada faktor penentunya, yakni perasaan, persepsi
dan sikap.
Bermain peran berusaha membantu individu untuk memahami perannya
sendiri dan peran yang dimainkan orang lain sambil mengerti perasaan, sikap dan
nilai yang mendasarinya. Bermain peran dalam pembelajaran merupakan usaha
untuk memecahkan masalah melalui peragaan, serta langkah-langkah identifikasi
masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah
peserta didik bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat.
Seorang pemeran harus mampu menghayati peran yang dimainkannya. Melalui
peran, peserta didik berinteraksi dengan orang lain yang juga membawakan peran
tertentu sesuai dengan tema yang dipilih. Selama pembelajaran berlangsung,
setiap pemeranan dapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang,
dan peran lainnya. Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya
sedangkan pengamat melibatkan dirinya secara emosional dan berusaha
mengidentifikasikan perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak dan
menguasai pemeranan. Pada pembelajaran bermain peran, pemeranan tidak
dilakukan secara tuntas sampai masalah dapat dipecahkan. Hal ini dimaksudkan
untuk mengundang rasa kepenasaran peserta didik yang menjadi pengamat agar
turut aktif mendiskusikan dan mencari jalan ke luar. Dengan demikian, diskusi
setelah bermain peran akan berlangsung hidup dan menggairahkan peserta didik.
Hakekat pembelajaran bermain peran terletak pada keterlibatan emosional
pemeran dan pengamat dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Melalui
bermain peran dalam pembelajaran, diharapkan para peserta didik dapat (1)
mengeksplorasi perasaannya; (2) memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan
persepsinya; (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan
masalah yang dihadapi; dan (4) mengeksplorasi inti permasalahan yang
diperankan melalui berbagai cara. Pembelajaran partisipatif memiliki prinsip
tersendiri dalam kegiatan belajar dan kegiatan pembelajaran. Prinsip dalam
9
kegiatan belajar adalah bahwa peserta didik memiliki kebutuhan belajar,
memahami teknik belajar, dan berperilaku belajar. Prinsip dalam kegiatan
membelajarkan bahwa pendidik menguasai metode dan teknik pembelajaran,
memaham materi atau bahan belajar yang cocok dengan kebutuhan belajar, dan
berperilaku membelajarkan peserta didik. Prinsip-prinsip tersebut dijabarkan
dalam langkah operasional kegiatan pembelajaran, sebagai wujud interaksi dukasi
antara pendidik dengan peserta didik dan/atau antar peserta didik. Pendidik
berperan untuk memotivasi, menunjukkan, dan membimbing peserta didik supaya
peserta didik melakukan kegiatan belajar. Sedangkan peserta didik berperan untuk
mempelajari, mempelajari kembali, memecahkan masalah guna meningkatkan
taraf hidup dengan berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia
kehidupannya.
Beberapa ahli telah membahas tentang strategi bermain peran. Menurut
Joyce dan Weil (2000) dalam Muhammad Faiq (2013), bermain peran (role
playing) adalah strategi pengajaran yang termasuk ke dalam kelompok model
pembelajaran sosial (social models). Strategi ini menekankan sifat sosial
pembelajaran, dan memandang bahwa perilaku kooperatif dapat merangsang
siswa baik secara sosial maupun intelektual. Sejalan dengan itu, Jill Hadfield
(1986) dalam Muhammad Faiq (2013), menyebutkan bahwa strategi bermain
peran (role playing) adalah suatu permainan gerak yang didalamnya ada tujuan,
aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang. Dalam role playing murid
dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran
terjadi di dalam kelas.
1) Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Bermain Peran (role
playing)
a. Kelebihan strategi bermain peran (role playing)
Bermain peran adalah strategi mengajar yang memiliki beberapa kelebihan
baik bagi siswa maupun bagi guru.
b. Strategi bermain peran dapat meningkatkan minat siswa
Poorman (2002), menyebutkan bahwa menurut hasil penelitian, strategi
bermain peran dapat meningkatkan minat siswa terhadap suatu mata pelajaran dan
10
materi pelajaran, sehingga dengan demikian juga dapat meningkatkan pemahaman
terhadap konsep-konsep yang sedang dibelajarkan kepada mereka. Apalagi untuk
mempersiapkan pembelajaran dengan strategi ini mereka harus terlebih dahulu
melakukan studi tentang karakter atau tokoh yang akan diperankan atau dibuat
skenarionya.
Fogg (2001) menyatakan bahwa pada kelas-kelas sejarah dimana para guru
menjadi bosan dengan pembelajarannya dan menunjukkan kurangnya keterlibatan
siswa dalam pembelajaran dapat diperbaiki dengan penerapan strategi bermain
peran. Dari hasil pengamatan Fogg, siswa menjadi lebih tertarik dengan bahan
pembelajaran yang diberikan.
c. Strategi bermain peran (role playing) dapat meningkatkan keaktifan siswa
dalam pembelajaran
Sebagaimana diketahui, siswa bukanlah botol kosong yang dengan serta-
merta menerima ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Mereka harus
terlibat aktif dalam kegiatan proses pembelajaran baik secara hands on maupun
minds on.
Berdasarkan penelitian Poorman (2002), siswa yang diwawancarai
mengatakan bahwa dengan strategi bermain peran yang dilaksanakan oleh guru,
membuat mereka ingin terlibat aktif melakukan sesuatu dalam pembelajaran.
Hal ini senada sebagaimana yang diteliti Fogg (2001) bahwa pembelajaran yang
menggunakan strategi bermain peran meningkatkan keaktifan siswa dalam
kegiatan belajar.
d. Strategi bermain peran (role playing) dapat mengajarkan siswa untuk
berempati dan memahami suatu hal melalui berbagai sudut pandang
Suatu kegiatan belajar yang menggunakan strategi bermain peran ternyata
dapat mengajarkan siswa untuk berempati. Tentu saha kelebihan ini dapat dengan
mudah kita maklumi karena strategi bermain peran sangat melibatkan emosi
siswa. Ini adalah suatu hal yang sangat positif terkait domain afektif.
Dengan memainkan suatu peran tertentu, mereka akan memahami
bagaimana posisi seseorang yang diperankannya. Dengan strategi bermain peran
11
mereka tidak akan dengan mudahnya menghakimi seseorang atau suatu masalah,
kecuali dengan terlebih dahulu melihatnya dari berbagai sudut pandang.
e. Strategi bermain peran memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memerankan tokoh yang barangkali dikenal dalam kehidupannya sehari-hari.
Dengan bermain peran siswa akan dapat mengalami dan merasakan
bagaimana menjadi seorang tokoh yang mungkin familiar dalam kehidupan
mereka. Hal ini akan membuat mereka menjadi lebih peka terhadap masalah-
masalah yang ada di sekitarnya, meningkatkan keterampilan interpersonal, dan
tentu saja dapat meningkatkan keterampilan komunikasi.
f. Strategi bermain peran dapat diterapkan dalam berbagai setting
Bermain peran dapat diterapkan dalam setting yang sangat bervariasi,
termasuk di dalam ruang kelas standar. Selain itu bermain peran dapat dilakukan
siswa secara individual maupun secara berkelompok.
2) Kelemahan strategi bermain peran (role playing) :
a. Strategi bermain peran membutuhkan kerja keras semua pihak yang terlibat
Mempersiapkan pembelajaran dengan strategi bermain peran kadangkala
memerlukan kerja keras dari guru maupun siswa, atau bahkan pihak lain yang
mungkin dilibatkan. Akan tetapi, semuanya ini akan impas dengan motivasi yang
akan dimiliki siswa serta penguasaan terhadap konsep yang dibelajarkan pada
mereka.
b. Alokasi waktu menjadi isu penting
Persiapan pelaksanaan strategi bermain peran tentunya membutuhkan
alokasi waktu yang relatif lebih banyak ketimbang strategi lainnya. Hal ini wajar
karena ada banyak hal yang harus dilakukan baik oleh guru maupun siswa
sebelum dan saat melaksanakan pembelajaran dengan strategi ini.
3) Langkah-langkah strategi bermain peran (role playing)
Langkah yang dapat dilakukan guru untuk melaksanakan strategi bermain
peran terdiri dari :
a. Menentukan tujuan pembelajaran
Pada tahap ini guru menentukan apa tujuan pembelajaran yang hendak
dicapainya melalui strategi bermain peran (role playing) ini. Kemudian ini juga
12
menentukan detil apa yang harus dilakukannya saat pembelajaran nanti. Hal
ini sebenarnya tergantung sepenuhnya pada alasan mengapa guru ingin
memasukkan startegi bermain peran (role playing) latihan dalam kegiatan
pembelajarannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahap ini dapat
dideskripsikan oleh pertanyaan-pertanyaan berikut; (1) Topik apa yang guru ingin
ajarkan?; (2) Berapa alokasi waktu yang tersedia/disediakan?; (3) Apa yang guru
harapkan dari siswa setelah kegiatan strategi bermain peran selesai, apakah dalam
bentuk penelitian, laporan, presentasi?; (4) Apakah guru ingin siswa bermain
peran secara terpisah atau bersama-sama?; (5) Apakah guru ingin memasukkan
sebuah elemen konflik dalam skenario?;
b. Memilih konteks dan peran, serta menulis skenario
Pada tahap ini guru, sebaiknya bersama-sama siswa memilih konteks dan
peran yang akan dimainkan, dan tentunya juga menulis skenario. Guru dapat pula
mempertimbangkan memilih dan mengadaptasi materi (skenario) yang lainnya
telah disiapkan oleh guru lain (bila sudah tersedia). Jika guru menulis sendiri,
maka guru harus mencari inforimasi latar belakang masing-masing karakter atau
lebih baik lagi jika siswa juga membantu mengumpulkan informasi tersebut
melalui studi kepustakaan atau sumber lain seperti internet.
c. Latihan pendahuluan
Beberapa siswa kemudian dipilih atau mengajukan diri untuk menjadi
pemeran dari tokoh-tokoh atau karakter dalam skenario tersebut. Mereka
kemudian berlatih untuk memerankan tokoh-tokoh itu sesuai dengan
penafsirannya di bawah bimbingan guru. Latihan dilakukan beberapa hari
sebelum tampil di depan kelas.
d. Kegiatan pembelajaran/pelaksanaan peragaan
Saat kegiatan pembelajaran guru menampilkan siswa-siswa yang telah
berlatih memerankan karakter atau tokoh-tokoh dalam skenario pada beberapa
hari sebelumnya. Sementara pertunjukan bermain peran dilakukan oleh beberapa
siswa, siswa lainnya di dalam kelompok-kelompok mengamati dan mencermati
lakon yang dimainkan. Mereka mendiskusikan kandungan dari permainan yang
13
ditampilkan. Hal-hal yang guru harapkan akan didiskusikan siswa dapat dipadu
melalui lembar kerja (LKS).
e. Mendiskusikan kesimpulan
Setelah kegiatan peragaan peran oleh siswa-siswa di depan kelas, maka
setiap kelompok dapat membahasnya pada diskusi kelas. Tentu saja kegiatan ini
dilakukan dengan panduan dan fasilitasi oleh guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Setiap kelompok kemudian mengajukan
kesimpulannya dan guru kemudian memberikan umpan balik dan kesimpulan
secara umum.
f. Penilaian
Penilaian dapat dilakukan terhadap bagaimana siswa memerankan karakter
atau tokoh dalam skenario. Untuk siswa yang menonton peragaan, dapat dinilai
dari kemampuan mereka menginterpretasikan skenario yang telah disajikan.
Kemudian bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain dalam
mengkomunikasikan isi dari skenario yang ditampilkan. Penilaian dapat pula
dilakukan dengan meminta mereka menulis sebuah tulisan pendek yang sifatnya
reflektif. Dan tentu saja, penilaian mengacu kepada tujuan pembelajaran yang
diharapkan dapat dicapai siswa melalui kegiatan bermain peran (role playing)
tersebut.
2.5 Penelitian yang relevan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terhadap pembelajaran bahasa Indonesia
telah banyak dilakukan oleh pakar peneliti dan praktisi-praktisi pendidikan untuk
memperbaiki proses dan hasil belajar. Berikut ini, peneliti menyertakan beberapa
hasil penelitian tindakan kelas yang berhubungan dengan perbaikan pembelajaran
bahasa indonesia dan penggunaan media atau model pembelajaran. Hal itu
dilakukan sebagai rujukkan kegiatan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini.
Berdasarkan penelitian Linggar Wijayanti (2012), upaya peningkatan hasil
belajar belajar bahasa Indonesia melalui metode bermain peran berbasis
kecerdasan linguistik pada siswa kelas V SDN 2 Panggang Kecamatan Jepara
Kabupaten Jepara semester II tahun pelajaran 2011/2012 menunjukkan bahwa
14
penerapan model pembelajaran role playing mampu meningkatkan aktivitas dan
pemahaman kelas V SDN 2 Panggang.
Peningkatan rata-rata aktivitas belajar siswa dari kondisi awal skor rata-rata
60,60, Siklus I 78,23, Sikus II 94,38. Peningkatan hasil belajar pada kondisi awal
ke Siklus I sebesar 100% dan dari Siklus I ke Siklus II 100%. Dengan nilai
maksimal Siklus I 100 dan minimalnya 71, dan Siklus II dengan nilai maksimal
100 dan minimal 86.
Memperhatikan hasil penelitian pendahulu tentang penggunaan model
pembelajaran bermain peran (role playing), diyakini siswa memiliki pemahaman
serta kemampuan yang lebih baik, serta nilai diatas KKM sehingga siswa menjadi
lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar, dengan demikian siswa akan
memperoleh hasil belajar yang semakin baik pula.
2.6 Kerangka Berpikir
Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh seorang guru untuk
meningkatkan hasil belajar siswanya, misalnya dengan memilih strategi,
pendekatan dan model belajar serta penggunaan media dan sumber belajar. Hal ini
dilakukan supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik dan maksimal.
Salah satu model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan model pembelajaran bermain peran (role playing). Dalam model
pembelajaran bermain peran (role playing) ini, siswa tidak hanya dilatih untuk
dapat berbicara dengan baik dan benar tapi juga siswa diajak untuk
mengembangkan keterampilannya dan sikap dalam memecahkan suatu masalah.
Dengan menggunakan model pembelajaran bermain peran (role playing), siswa
dilatih untuk mengembangkan kemampuan berbicaranya serta aktif dalam proses
pembelajaran sehingga diharapkan semua siswa paham terhadap materi yang
disampaikan dan diajarkan.
Dari uraian tersebut dan beberapa kajian teori serta hasil penelitian yang
relevan, maka penulis memiliki pendapat atau gagasan yang disampaikan dalam
bentuk bagan alur pikir sebagai berikut:
15
2.7 Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah dengan
penerapan model pembelajaran bermain peran (role playing) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas V SDN Ngajaran 03 Kecamatan Tuntang. Sebagai tolok
ukur keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah nilai siswa 80% mencapai
KKM.
Kondisi awal
Tindakan
Guru:
Menggunakan
metode ceramah
Diduga melalui penerapan model
pembelajaran bermain peran (role
playing) pada mata pelajaran bahasa
Indonesia dapat meningkatkan hasil
belajar siswa
Siklus I :
Penerapan model pembelajaran
bermain peran (role playing)
dengan materi pokok Persoalan
Faktual.
Menerapkan
Model Bermain
Peran (Role
Playing)
Siswa:
Hasil belajar siswa belum
mencapai KKM (65)
Siklus II :
Penerapan model pembelajaran bermain
peran (role playing) dengan materi pokok
Drama Pendek.
Kondisi akhir
16
2.8 Hipotesis Penelitian
Dari latar belakang masalah, rumusan masalah dan landasan teori, maka
hipotesis penelitian ini adalah “Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia dapat ditingkatkan dengan menggunakan Model Pembelajaran Bermain
Peran (Role Playing) pada Siswa Kelas V SDN 03 Ngajaran Tuntang Semester II
Tahun Pelajaran 2014/2015”.
Recommended