View
218
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Radio Detecting and Ranging (Radar)
Radio Detecting and Ranging (Radar) merupakan suatu perangkat yang digunakan
untuk menentukan posisi objek, arah pergerakannya maupun bentuk dari suatu
objek yang terdeteksi. Pada mulanya radar digunakan sebagai salah satu alat
pendeteksi musuh saat perang. Tetapi saat ini radar tidak hanya digunakan pada
bidang militer, tapi juga digunakan pada kapal nelayan dan kapal pesiar [1].
Radar dapat membantu manusia untuk melihat area yang tidak dapat terjangkau
oleh pandangan manusia. Pada kapal, radar berfungsi untuk membantu kapal
terhindar dari benturan terhadap karang, juga untuk memberikan informasi
tentang keberadaan kapal lain di sekitar, garis pantai, dan lain sebagainya. Radar
juga membantu awak kapal saat dalam keadaan gelap (malam hari) atau berkabut
[1].
2.1.1 Prinsip Kerja Radar
Radar bekerja dengan cara yang sama dengan prinsip pemantulan gelombang.
Ketika gelombang elektromagnetik (sinyal) dipancarkan dari pemancar
7
(transmitter), gelombang tersebut akan membentur suatu objek, lalu sebagian
gelombang tersebut diterima oleh penerima (receiver). Setelah objek tersebut
terdeteksi, objek tersebut akan ditampilkan pada suatu display untuk diketahui
oleh pengguna radar [1].
2.1.2 Karateristik Propagasi Radar
Adapun karakter propagasi dari radar adalah sebagai berikut:
1. Gelombang Radio
Gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu antena memiliki
bermacam-macam jenis.
Tabel 2.1. Penetapan Pita Frekuensi Gelombang Radio dan Gelombang
Mikro[2].
Pita Frekuensi Jangkauan Aplikasi Keterangan
Very Low
Frequency (VHF) 3-30 KHz Radio Navigasi
Propagasi di
permukaan
tanah.
Low Frequency
(LF) 30-300 KHz Radio Navigasi
Propagasi di
permukaan
tanah.
Middle Frequency
(MF)
300 KHz- 3
MHz
Radio Komersial
AM
Propagasi
melalui ionosfer.
High Frequency
(HF) 3-30 MHz
Radio komersial
Citizen Band
(CB),
komunikasi
pesawat udara
dan kapal laut.
Propagasi
melalui ionosfer.
Very High
Frequency (VHF) 30-300 MHz
Televisi VHF
dan radio
komersial FM.
Propagasi point-
to-point.
Ultra High
Frequency (UHF)
300 MHz- 3
Ghz
Televisi UHF,
komunikasi
Propagasi point-
to-point.
8
seluler, satelit,
WLAN (WiFi).
Super High
Frequency (SHF) 3-30 GHz
Komunikasi
satelit, WLAN
(WiFi).
Propagasi point-
to-point.
Extremely High
Frequency (EHF) 30-300 GHz
Komunikasi
radar dan satelit.
Propagasi point-
to-point.
Gelombang radio cenderung berjalan dengan bentuk garis lurus dan dapat
memantul di bawah atmosfer. Gelombang radio memiliki bentuk seperti
gelombang laut, yang terdiri dari puncak dan lembah yang mengikuti satu
sama lain, pada interval yang sama dan bergerak bersama dengan kecepatan
konstan. Sebuah siklus (cycle) merupakan sebuah osilasi lengkap atau
sebuah gelombang lengkap [1].
Gambar 2.1. Gelombang [1].
Wavelength atau panjang gelombang adalah jarak sepanjang arah propagasi
satu gelombang (satu bukit dan satu lembah). Ketika satu cycle telah selesai,
berarti gelombang sudah melewati satu wavelength. Amplitude atau
amplitudo adalah tinggi maksimum gelombang [1].
9
2. Pancaran/Sorotan Radar (Radar Beam)
Gelombang radio dipancarkan ke titik fokus melalui sebuah reflektor atau
terpancar langsung dari celah antena waveguide. Pada semua bagian,
pancaran tersebut akan membentuk pola berbentuk lobus tunggal jika
dipancarkan di ruang bebas [1].
Gambar 2.2. Pola Radiasi pada Ruang Bebas [1].
Pada gambar tersebut, dapat terlihat sebuah radar beam yang terdiri dari
main lobe dan side lobe. Main lobe atau lobus utama merupakan lobe yang
mempunyai arah dengan pola radiasi maksimum, sedangkan side lobe atau
lobus sisi merupakan lobus kecil yang berada di sekitar main lobe. Energi
radiasi terkonsentrasi atau difokuskan hingga memiliki arah pancar yang
sempit, mirip dengan pancaran sinar dari senter [1].
Terdapat sebuah istilah dalam hal ini yaitu beamwidth. Arah pancaran /
sorotan gelombang tiga dimensi umumnya didefinisikan dengan arah
horizontal dan vertikal. Beamwidth adalah besar sudut sinar / sorotan /
pancaran radar yang ditangkap oleh pulsa radar. Terdapat dua nilai batas
yang menyatakan baik dalam hal intesitas medan ataupun rasio daya, yang
digunakan untuk menentukan lebar beamwidth. Dalam rasio daya, hal ini
mendefinisikan lebar beamwidth sebagai sudut di antara Half-Power Points
10
(Titik Setengah-Daya). Dalam ketentuan lain, mendefinisikan beamwidth
sebagai besarnya sudut antar titik dimana kekuatan medan sebesar 50% dari
nilai maksimum. Dalam rasio daya, ketentuan yang terakhir mendefinisikan
beamwidth sebagai lebar sudut antara Quarter-Power Points (Titik
Perempat-Daya) [1].
Gambar 2.3. Diagram Radiasi
Untuk jumlah tertentu dari daya yang ditransmisikan, lobus utama dari
pancaran radar meluas ke jarak yang lebih besar pada tingkat daya yang
diberikan dengan konsentrasi daya lebih besar pula pada lebar arah
pancaran. Untuk meningkatkan kemampuan deteksi jangkauan, energi
terkonsentrasi untuk mengecil ke arah dalam [1].
Beamwidth tergantung pada frekuensi atau panjang gelombang dari energi
yang ditransmisikan, desain antena, dan dimensi antena. Pada ukuran
antena yang tertentu, beamwidth yang lebih kecil akan diperoleh jika
menggunakan gelombang yang pendek. Kemudian pada wavelength
tertentu, beamwidth yang mengecil akan diperoleh ketika menggunakan
antena yang lebih besar [1].
Radar juga bekerja berdasarkan Efek Doppler yaitu apabila sumber
gelombang dan pengamat semakin mendekat, maka frekuensi yang diterima
11
pengamat akan semakin tinggi. Jika sebaliknya, maka frekuensi akan
semakin rendah.
Persamaan dari efek Doppler yang digunakan adalah sebagai berikut:
√
(2.1)
Keterangan:
fr = frekuensi penerima (receiver)
fr = frekuensi sumber (transmitter)
c = kecepatan gelombang elektromagnetik
v = kecepatan objek
Bila v bernilai positif, maka objek sedang bergerak menjauhi penerima.
Tetapi jika v bernilai negatif, maka objek sedang bergerak mendekati
penerima [2].
2.2 Passive Bistatic Radar (PBR)
Passive Bistatic Radar (PBR) atau radar pasif bistatic merupakan salah satu jenis
radar. Perbedaan radar aktif dengan radar pasif terletak pada transmitter
(pemancar) dan receiver (penerima). Pada radar aktif, transmitter dan receiver
terletak pada satu lokasi, bahkan pada satu alat yang umumnya disebut
transceiver. Sedangkan pada radar pasif, transmitter dan receiver terletak pada
lokasi dan alat yang berbeda.
Karena letak transmitter dan receiver yang berbeda lokasi, pada umumnya radar
pasif merupakan radar penerima saja. Dengan tidak adanya transmitter, terdapat
banyak keuntungan dari radar pasif, salah satunya yaitu radar pasif hampir tidak
terdeteksi oleh surveillance receiver (radar pengawasan) dan juga tidak memiliki
12
kendala dalam pengalokasian spektrum, selain itu juga menggunakan sinyal yang
dipancarkan oleh transmitter atau benda-benda yg memancarkan sinyal seperti
radio FM, televisi, radio digital dan TV digital, telepon selular (GSM), wireless
LAN (Wi-Fi) dan satelit broadcast. Dalam kebanyakan kasus, radar pasif
berukuran lebih kecil, lebih portabel, dan menghabiskan biaya yang leih murah
jika dibandingkan dengan radar aktif konvensional [3].
Gambar 2.4. Skema PBR [4].
Radar pasif berbasis Wi-Fi merupakan salah satu penerapan konsep radar, dengan
menggunakan perangkat Wi-Fi sebagai transmitter. Wi-Fi yang umum digunakan
adalah Wi-Fi dengan standar IEEE 802.11 yang memiliki modulasi Direct-
Sequence Spread Spectrum (DSSS) dan menggunakan Orthogonal Frequency
Division Multiplexing (OFDM) [5].
13
2.3 Wireless Fidelity (Wi-Fi) IEEE 802.11
Media komunikasi nirkabel dikenal dengan unguided media karena sinyal yang
berupa gelombang elektromagnetik melintas tanpa menggunakan kabel.
Gelombang elektromagnetik tersebut ditransmisikan melintasi udara terbuka
dengan menggunakan antena [6].
Wireless Fidelity (Wi-Fi) adalah sebuah aplikasi komunikasi nirkabel untuk
sebuah Local Area Network (LAN). Oleh karena itu WiFi digolongkan sebagai
perangkat Wireless LAN. Standar Wi-Fi yang digunakan oleh lembaga standar
Internasional IEEE memiliki nama IEEE 802.11. Berdasarkan perkembangannya,
standar IEEE 802.11 memiliki berbagai macam tipe tergantung pada frekuensi di
mana perangkat nirkabel beroperasi dan juga tergantung pada kecepatan
pengiriman data [6].
Wireless LAN menguhubungkan perangkat-perangkat dalam sebuah jaringan
lokal dengan menggunakan gelombang radio yang dikirimkan melalui udara
sebagai media transmisi. Karena itu proses instalasi menjadi lebih mudah
dibandingkan dengan jaringan lokal menggunakan kabel. Selain itu, teknologi
Wireless LAN juga mengijinkan pengguna bergerak dari satu tempat ke tempat
lain asalkan masih dalam jangkauan (coverage area) dari Access Point (AP).
Standar yang paling populer digunakan adalah IEEE 802.11 [6].
Terminal yang terkoneksi pada sebuah jaringan WLAN terdiri atas dua macam,
yaitu Access Point (AP) dan Client. AP berfungsi sebagai Base Station yang
berfungsi untuk menerima dan mengirim data melalui gelombang radio. Apabila
terdapat beberapa terminal melakukan komunikasi dalam sebuah jaringan WLAN,
14
maka kumpulan terminal ini akan membentuk suatu arsitektur paling sederhana
yang disebut dengan Basic Service Set (BSS) [6].
Gambar 2.5. Arsitektur WLAN 802.11 [7].
Pada Gambar 2.4 terdapat dua atau lebih BSS terkoneksi melalui sebuah
Distribution System (DS), sehingga dengan menggunakan DS tersebut jangkauan
WLAN dalam sebuah area dapat diperluas dengan mudah. BSS terkoneksi dengan
DS hanya melalui AP, dengan demikian setiap terminal di dalam WLAN dapat
berkomunikasi dengan terminal lain hanya melalui AP. Perangkat AP memiliki
sebuah nomor Identification (ID) yang disebut dengan BSSID. BSS yang
terhubung dengan BSS lain membentuk jangkauan yang lebih besar dan disebut
dengan Extended Service Set (ESS). Setiap ESS memiliki sebuah ID yang disebut
dengan ESSID berupa deretan karakter dengan panjang 32 bit. Arsitektur WLAN
dalam 802.11 mensyaratkan agar sebuah terminal yang berada di dalam sebuah
BSS dapat berkomunnikasi dengan terminal lain di dalam BSS lain [6].
15
Untuk proses autentifikasi setiap pengguna ke dalam WLAN standar 802.11
memiliki dua macam cara, yaitu [6]:
Open System Authentication
Setiap pengguna yang akan melakukan autentikasi secara langsung akan
menerima autentikasi, sehingga cara ini merupakan cara autentikasi yang
tidak aman.
Shared Key Authentication
Setiap pengguna yang menginginkan autentikasi untuk melakukan akses ke
dalam sebuah WLAN harus memiliki sebuah kata kunci rahasia (shared
secret key). Untuk menjaga keamanan, kata kunci ini diimplementasikan
dengan menggunakan algoritma Wired Equivalent Privacy (WEP) dan WiFi
Protected Access (WPA dan WPA2).
Berdasarkan perkembangannya, WLAN dengan standar IEEE 802.11 memiliki
beberapa jenis, dengan ditandai penambahan huruf di bagian belakang. Tipe
standar IEEE dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Berbagai Tipe Standar IEEE 802.11 [6].
Proto
kol
Tahun
Rilis
Frek.
(GHz)
B
(MHz)
Kec. Data
(Mbps) MIMO Modulasi
- 1997 2,4 20 1;2 1 DSSS,
FHSS
a 1999 2,7 dan 5 20 6;9;12;18;24;
36;48;54 1 OFDM
b 1999 2,4 20 5,5;11 1 DSSS
g 2003 2,4 20
7,2;14,4;21,7;
28,9;43,3;57,8
;65;72,2
1 DSSS,
OFDM
n 2009 2,4 dan 5 40 15;30;45;60;9 4 OFDM
16
0;120;135;150
Seperti pada Tabel 2.2, 802.11a beroperasi pada frekuensi 5 GHz. pita frekuensi
ini tidak banyak digunakan, sehingga sangat menguntungkan para pengguna
dikarenakan gelombang radio tidak banyak terganggu oleh interferensi. Akan
tetapi, semakin tinggi frekuensi operasi akan berakibat pada berkurangnya
jangkauan area dari WLAN.
Standar dalam keluarga 802.11 terbaru yang dikenal dengan nama 802.11g
menambahkan kemampuan untuk menggunakan antena lebih dari satu. Teknologi
ini disebut dengan nama antena Multiple Input Multiple Output (MIMO) [6].
Pada penelitian ini digunakan teknologi 802.11 dengan bandwidth 20 MHz.
Berdasarkan metode MIMO-OFDM yang diterapkan pada teknologi 802.11,
teknologi ini memiliki 56 subcarrier, dengan masing-masing subcarrier dapat
mencapai frekuensi 300 kHz [8].
2.4 Proses Pendeteksian
Proses pendeteksian radar terdiri dari beberapa tahap yaitu sebagai berikut:
1. Pemodelan Sinyal Transmisi
Sinyal transmisi merupakan sinyal yang dipancarkan dari transmitter.
Dalam penelitian ini, sinyal transmisi berasal dari sebuah access point.
Sinyal transmisi dibutuhkan untuk menjadi sinyal yang terpancar
kemudian nantinya akan menumbuk objek, sehingga objek tersebut dapat
terdeteksi oleh radar.
17
Untuk membentuk sinyal transmisi digunakan rumus pembentukan sinyal
sinusoidal sebagai berikut [9]:
x=A cos(2 πft) (2.2)
dimana:
x = Sinyal termodulasi
A = Amplitudo (v)
f = Frekuensi radar (Hz)
t = Time signal (detik)
Frekuensi radar merupakan frekuensi maksimum dari frekuensi subcarrier
yang terdapat pada access point [8].
2. Pemodelan Sinyal Echo Target
Sinyal echo target merupakan sinyal yang terpantul dari objek atau target
yang terdeteksi. Terdapat beberapa hal yang harus diketahui dalam
pemodelan sinyal ini, yaitu besarnya nilai koefisien refleksi dan faktor
amplitudo [8].
Nilai koefisien refleksi bergantung pada nilai sudut datang (θ) dan nilai
Radar Cross Section (σ). Nilai koefisien refleksi tersebut dapat dihitung
dengan persamaan [9]:
√ (2.3)
dimana:
γ = koefisien refleksi
σ = Radar Cross Section
θ = besar sudut datang
18
Objek yang terdeteksi juga memiliki kemampuan untuk meredam sinyal
yang diterima olehnya. Besarnya nilai redaman sinyal oleh target
dinyatakan dalam nilai faktor amplitudo, dapat dihitung dengan
persamaan:
(( )
( ))
(2.4)
dimana:
K = Faktor amplitudo
G = penguatan (gain)
λ = panjang gelombang
F = faktor propagasi (E/E0) E0= 8,854x10^-12F/m
R = jarak radar ke objek
L = rugi-rugi (losses)
γ = koefisien refleksi
Pada pemmodelan sinyal echo target juga dibutuhkan rate signal atau laju
perubahan frekuensi sinyal. Rate signal dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut [9]:
(2.5)
dimana:
B = bandwidth
T = periode sinyal
19
Kemudian untuk membentuk sinyal echo target, menggunakan persamaan
sebagai berikut:
( ( ) ( ) ) (2.6)
dimana:
K = faktor amplitudo
t = time signal
σ = Radar Cross Section [10]
μ = Rate signal
3. Pemodelan Sinyal Noise
Pada setiap proses pentransmisian sinyal, sinyal yang ditransmisikan
tersebut pasti akan tercampur oleh noise, yang dapat disebabkan oleh
temperatur ruangan, cuaca, atau interferensi dari sinyal-sinyal lain.
Pada tahap ini dilakukan pemodelan sinyal noise, dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut [10]:
(
) (
) (
)
(2.7)
dimana:
x_n = sinyal noise
j = time signal of noise
4. Pemodelan Sinyal Deteksi
Sinyal deteksi merupakan sinyal akhir dalam proses pentekesian objek.
Terdapat dua buah proses dalam tahap ini, yaitu [9]:
a) Pemodelan Sinyal Echo Radar
20
Pada tahap ini, sinyal echo target akan dikonvolusi dengan sinyal noise.
Proses konvolusi dilakukan karena sinyal yang ditransmisikan melalui
media udara akan selalu terkena noise. Sehingga pada tahap ini kedua
sinyal tersebut digabungkan untuk menghasilkan sinyal echo radar.
b) Pembentukan Sinyal melalui Filter
Setelah sinyal echo radar terbentuk, dilakukan proses filtering untuk
menghasilkan sinyal akhir dari proses pendeteksian. Filtering dilakukan
karena sinyal yang diinginkan sebagai referensi pendeteksian objek
adalah sinyal tanpa noise.
Recommended