View
226
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
12
BAB II
RERANGKA TEORITIS
2.1 PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian terdahulu telah menemukan bahwa
eksptriat melakukan penyesuaian terhadap tiga
dimensi adaptasi yang disebut in-country adjustment
diantaranya work adjustment, general adjustment dan
interaction adjustment (Hill, 2001; Black et al, 1999;
Vance and Paik, 2006). Penelitian ini mengatakan
bahwa Ketika ekspatriat melakukan penyesuaian
terhadap ke tiga dimensi diatas maka individu akan
mengalami 4 tahap dalam adaptasi yaitu: honeymoon,
culture shock, recovery dan adjustment yang disebut
“the U curve theory of adjustment” (Oberg., 1960;
black et al, 1991; Hofstede, 1960, 1991; Lysguard,
1955; Black & Mendenhall, 1990; Unsunier, 1998).
Lihat table 2.2.2
Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Emyliana Tanggulungan (2009) bahwa para
ekspatriat yang tinggal di Indonesia (Salatiga) juga
melakukan penyesuaian terhadap tiga dimensi
adaptasi yaitu : work adjustment, interaction
adjustment dan general adjusment. Dalam melakukan
penyesuaian terhadap ketiga dimensi para ekspatriat
13
telah mengalami tiga tahap adaptasi yaitu tahap
honeymoon, cultur shock dan adjustment.
Selanjutnya J. Selmer (1999) juga meneliti
culture shock di China (Chinese mainland), terhadap
150 ekspatriat (western expatriat business managers/
WEBMs) yang berasal dari Francis, Australia, Jerman
dan Britani. Diketahui bahwa para eksptraiat
melakukan penyesuaian terhadap pekerjaan (work
adjustment), interaksi (interaction adjustment) dan
umum (general adjustment). Dalam tahap adaptasi ini
ekspatriat mengalami tahapan adaptasi yang sama
yaitu goncangan budaya (culture shock experience)
2.2 DEFENISI TENTANG EKSPATRIAT
Terdapat sejumlah definisi tentang ekspatriat
seperti yang dikutip oleh penulis dari beberapa
sumber. Menurut Hornby, (1987) Ekspatriat adalah
orang atau seseorang yang pergi meninggalkan
negaranya ke negara lain. Defenisi tersebut
dipandang secara lebih luas dan mendalam oleh Hiil,
(2001) dalam definisinya ekspatriat adalah warga
negara dari sebuah negara dimana perusahaan
berasal dan sedang kerja pada salah satu cabang
perusahaan diluar negeri. Selain itu, Desler, (2002)
juga mengatakan bahwa ekspatriat adalah non warga
negara dimana mereka sedang bekerja. Adapun
14
pendapat lain yang mengungkapkan bahwa
ekspatriat adalah seorang pekerja yang bekerja diluar
negara asalnya (Gross, 2005) sedangkan menurut
Czinkota, Ronkainen dan Moffet (2002) ekspatriat
adalah warga asing (karyawan Negara asal dan
karyawan Negara ketiga) bukan warga negara tuan
rumah.
Business expatriates are sojourners sent to a
foreign country by multinational with the intent to
control the company operations and to provide
technical and administrative services (Torbiorn, 1982).
Demikian pula Enderson (1977) mengatakan bahwa
umumnya para ekspatriat dikirim ke luar negeri
biasanya karena keahliannya yang diperlukan
perusahaan tidak tersedia secara lokal atau karena
perusahaan ingin memiliki pengendalian pada
perusahaannya dan ingin untuk memiliki seseorang
yang diketahui dan dipercayai dapat mengelola
operasi perusahaan di luar negeri.
Berdasarkan definisi diatas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa ekspatriat adalah seseorang
yang sedang tinggal dan bekerja pada salah satu
perusahaan diluar negeri yang tidak terdaftar sebagai
warga negara.
15
2.3 ADAPTASI EKSPATRIAT
Adaptasi dinegara tujuan ekspatriat dapat
dilakukan dengan banyak cara (hodgetts, 2000).
Gudykunst dan Kim (dalam Liliweri, 2004)
mengartikan adaptasi sebagai perubahan dari suatu
masyarakat atau sub masyarakat kepada masyarakat
mengangkut perbedaan kebudayaan yang disebabkan
oleh perpindahan seseorang dari suatu sistem
kebudayaan menuju kebudayaan lainnya.
Adaptasi dilakukan oleh ekspatriat secara
perorangan terhadap pekerjaan, budaya organisasi,
sosialisasi serta terhadap hal-hal yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan. cara yang ditempuh
tersebut dilakukan untuk menghasilkan derajat
adaptasi yang sesuai dengan keinginan ekspatriat
secara perorangan ataupun organisasi. Young Yun
Kim (dalam Mulyana 2003) mengemukakanya setiap
individu pendatang untuk jangka waktu pendek
ataupun panjang harus beradaptasi dengan tuan
rumah.
Ekspatriat akan mengalami kesulitan akibat
dari perbedaan budaya tersebut. Masalah juga akan
muncul dari rekan kerja, dimana terjadi
kesalahpahaman yang akan menyebabkan frustasi,
serta ekspatriat akan menerima perilaku yang tidak
baik. Jika ekspatriat sadar sebelumnya dengan
16
adanya berbagai variasi budaya, serta merubah
perilaku mereka dalam berinteraksi, maka ekspatriat
dapat terhindar dari kesalahpahaman dan dapat
menjalankan tugas dengan baik (Black and Porter
1990).
Sebab adaptasi budaya adalah suatu proses
kognitif sosial yang mana mengurangi ketidakpastian
dan suatu proses afektif yang mengurangi
kecemasan: hasil adaptasi budaya termasuk
kesejahteraan psikologi dan kepuasan serta
kompetensi sosial (Gao and Gudy Kunst.,1990; ward
and Kennedy.,1992)
Oleh karena itu, riset yang dilakukan atas
kemampuan para ekspatriat menunjukkan secara
jelas, bahwa keberhasilan pelaksanaan tugas
ekspatriat tergantung pada pemilikan kecakapan
(skill) tertentu, yaitu: kecakapan pribadi, kecakapan
bergaul, dan kecakapan persepsi (Mendenhall and
Oddou, 1985). Kecakapan pribadi yang dimiliki
individu menyangkut kematangan mental dan
emosional seseorang. Seseorang yang memiliki
kemampuan individu akan lebih mudah beradaptasi
dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain,
khususnya dengan orang asing (Harris dan Moran
1979).
17
2.3.1 FAKTOR PENDUKUNG ADAPTASI
Dalam proses adaptasi ada beberapa faktor
yang mendorong ekspatriat untuk melakukan
adaptasi, berikut ini adalah sebuah model yang
dikembangkan oleh black dan mendenhall (1990
dalam hodgetts dan Luthans,2000) yang mengulas
faktor-faktor pendukung adaptasi yang dilakukan
ekspatriat:
18
Gambar 2.3.1
Theoretical Model for Explaining International Adjusment of
expatriates (In-country Adjusment)
Organization Socialization
1. Socialization Tactics
2. Socialization Content
Individual
1. Self-eficacy 2. Relation Skills 3. Perception Skills
Mode of Adjustment
Job
1. Role Clarity 2. Role discretion 3. Role Novelty 4. Role Conflict
Organization Socialization
1. Socialization Tactics
2. Socialization Content
Degree of Adjustment
1. General Adjustment
2. Work Adjustment
3. Interaction Adjustment
Non-work Adjustment
1. Culture Novelty
2. Family-spouse adjustment
Sumber : Hodgetts & Luthans (2000)
19
1. Individual
- Self efficacy merupakan kemampuan dan
kemauan individu untuk melakukan
penyesuaian diri dengan lingkungan.
Ekspatriat dapat melakukan pencarian
informasi sendiri melalui literature, kursus,
mencari keterangan dari orang-orang setempat,
dan lain-lain.
- Relation skill yang merupakan kemampuan
untuk membangun hubungan atau relasi
dengan seseorang.
- Perception skill merupakan kemampuan
ekspatriat untuk membentuk cara
pandangannya dilingkungan yang baru.
2. Organization socialization
Organisasi atau perusahaan dapat menbantu
proses adaptasi dengan melakukan sosialisasi
dengan orang dan lingkungan ekspatriat yang baru.
Lewat proses yang terus menerus seseorang
ekspatriat akan dapat menyesuaikan diri terhadap
organisasinya sehingga mampu mengerti dan
menerima nilai-nilai, norma-norma dan kepercayaan
yang dilakukan oleh orang lain dalam perusahan.
Adapun hal-hal yang perlu untuk diperhatikan
sebagai berikut:
20
- Socialization tactics adalah bagaimana cara
yang ditempuh oleh organisasi atau
perusahaan dalam melakukan sosialisasi.
- Socialization content adalah apa isi dari
sosialisasi itu sehingga sosialisasi tersebut
mencakup seluruh informasi yang dibutuhkan
oleh ekspatriat untuk melakukan penyesuaian.
3. Job
Adaptasi dengan pekerjaan lalu berinteraksi
dengan rekan kerja dan juga dengan lingkungan
kerja keseluruhan sangat perlu dilakukan. Dalam
faktor mancakup:
- Role clarity, kejelasan tugas sehingga pekerjaan
dapat melakukan tugasnya dengan baik apabila
mengetahui dengan pasti tugas dan
tanggungjawabnya. Hal ini dapat diantisipasi
oleh ekspatriat apabila mempunyai description
yang jelas.
- Role discretion, keleluasaan kerja yang
diberikan kepada pekerjaan khussnya dalam
hal ini untuk mengerjakan tugas dan
tanggungjawab dengan bebas sesuai dengan
kebijaksanaan.
- Role novelty, pemberian tugas-tugas baru
kepada para ekspatriat, sehingga dapat
mempelajari dan beradaptasi dengan pekerjaan
baru dan lingkungan kerja yang baru
21
- Role conflict, ekspatriat diberikan peran atau
tugas yang berbeda dengan peran atau tugas
sebelumnya. Biasanya para tenaga kerja harus
menghadapi peran dan tanggungjawab yang
lebih besar dari peran dan tanggungjawab
sebelumnya.
4. Organization culture
Setiap organisasi mempunyai budaya yang
berbeda-beda. Oleh karena itu ekspatriat pun
dituntut untuk dapat beradaptasi dengan budaya
organisasi atau perusahaan dimana ekspatriat
bekerja. Hal ini tentunya sangat berpengaruh pada
hasil kerja dari seseorang ekspatriat. Faktor dari
organization culture ini mencakup.
- Organization culture novelty, memperkenalkan
budaya organisasi yang baru kepada para
ekspatriat. Dengan begitu maka para ekspatriat
akan dapat mengetahui dan memahami cara
kerja, perilaku kerja apa yang diharapkan dan
apa yang tidak harapkan dalam cara kerja dari
organisasi atau perusahaan tersebut.
- Social support, mencankup bantuan yang
diberikan oleh perusahaan dengan mendukung
ekspatriat secara sosial seperti dengan
memperkenalkan beserta keluarga yang
menyertainya (jika ada)
22
- Logistical help, mencakup penyediaan
kebutuhan logistik dari ekspatriat yang dapat
dilakukan hanya pada saat awal kedatangan
ekspatriat. Dengan kata lain ekspatriat
tersebut telah mengetahui dimana dan
bagaimana memperoleh kebutuhan logistiknya.
5. Nonwork
- Adaptasi dengan budaya yang baru
- Adaptasi keluarga dan pasangan ekspatriat.
Dengan didukung oleh faktor-faktor yang
mendorong proses adaptasi ekpatriat lingkungan
yang baru, maka ekpatriat tidak akan merasa
terasing dalam lingkungan baru.
6. Mode of Adjustment
Untuk membantu proses adaptasi maka
ekspatriat dapat melakukan 2 macam cara yaitu:
- Melalui bantuan yang diberikan perusahan dan
luar atau rekan orang disekitar lingkungan
tersebut
- Secara otodidak atau belajar sendiri hal in
dapat ditempuh bila ada motivasi dari
ekspatriat untuk melakukan pengenalan dari
situasi, karateristik dan kondisi dari
lingkungan yang baru
7. Degree of adjustment
23
Setelah ekspatriat melakukan adaptasi,
diharapka dari proses tersebut dari hasil sebagai
berikut :
a. Work adjustment, setelah ekspatriat dapat
beradaptasi dengan lingkungan kerja tugas dan
tanggungjawab, diharapkan ekspatriat dapat
bekerja secara efektif dan efisien, serta dapat
meningkatkan kemampuan dalam bekerja
b. Interaction adjustment, diharapkan para
ekspatriat dapat berhubungan dan berinteraksi
secara timbal balik dengan orang-orang sekitar
ekspatriat.
c. General adjustment, diharapkan agar adaptasi
ekspatriat berhasil secara menyeluruh baik
adaptasi dengan pekerjaan, budaya perilaku
hidup, sehingga ekspatriat dapat hidup secara
normal.
2.3.2 TAHAPAN ADAPTASI
Berikut ini sebuah model yang dikembangkan
oleh Oberg (1960) yang menyatakan bahwa ada 4
tahap proses adaptasi ekspatriat. Yaitu honeymoon,
culture shock, recovery and adjustment.
24
Table 2.3.2 Tahap Adaptasi Budaya
Sumber : Oberg, (1960)
Adapun tahapan ini dimulai dari tahap bulan
madu (honey moon) dalam waktu beberapa hari atau
minggu yang ditandai dengan perasaan terpesona,
antusias, senang, adanya hubungan yang baik
dengan tuan rumah (host country). Lalu tingkat krisis
yang disebut Culture shock, tahap ini dimulai jika
individu atau group tersebut telah menetap dalam
waktu yang lama. Terdapat bermacam-macam
kesulitan untuk dapat hidup ditempat yang baru
seperti kesulitan bekerja secara optimal, tidak dapat
mengekspresikan perasaannya dalam bahasa lisan
(bahasa verbal) yang benar, kesulitan dalam bergaul
karena persoalan bahasa, adanya nilai-nilai yang
Culture Shock
Recovery Honeymoon
Phase
Adjustment
Positive Mood
Mood Changes
Negative Mood
Phases of Adaptation
25
berbenturan dengan kepercayaan atau kebiasaan
yang dianut. Tingkat berikutnya adalah tahap
penyembuhan (recovery), dalam tahap ini krisi dapat
dipecahkan jika sudah menguasai bahasa, budaya
tuan rumah yang bersangkutan. Dengan ini sudah
membuka jalan ke lingkungan yang baru individu
sudah mulai beradaptasi dan bersahabat dengan
lingkungan yang baru. Yang terakhir adalah tingkat
penyesuaian (adjustment), anda mulai menikmati dan
menerima lingkungan atau budaya tersebut
meskipun masih mengalami sedikit ketegangan dan
kecemasan.
Selain itu Deena dan Adelman pada tahun
1993 juga membuat penelitian terhadap adaptasi
budaya baru dengan menekankan pada karakteristik
yang berbeda pada setiap tahap yang dilewati.
Penelitian tersebut menghasilkan pola yang
dinamakan pola W, adapun tahapannya sebagai
berikut:
1. Honeymoon period
Pada tahap ini orang asing pada awalnya akan
tertarik dan terkesan dengan segala hal yang
terlihat dalam budaya baru.
2. Culture shock
Individu-individu mulai bersentuhan dengan
budaya baru baik itu dalam hal perumahan,
26
transportasi, kepegawaian, belanja serta bahasa.
Kelelahan mental akan dialami dan menyebabkan
ketegangan untuk mengerti bahasa dan budaya
baru.
3. Initial Adjustment
Kegiatan sehari-hari yang dilakukan bukan lagi
merupakan masalah utama tetapi individu telah
mampu mengekspresikan ide-ide dasar serta
perasaan.
4. Mental Isolation
Individu-individu bekerja jauh dari keluarga dan
teman baik sehingga rasa kesepian itu dialami, ini
bisa menimbulkan rasa frustrasi dan hilangnya
rasa percaya diri.
5. Acceptance and Integration
Individu sudah bisa menyesuaikan diri dengan
budaya baru serta bisa menerima perbedaan yang
ditemui.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Marx (1999), berbeda dan mengeritik bahwa tidak
semua individo melakukan tahap adaptasi sesuai
dengan model atau teori kurva Oberg dkk. Marx
melakukan penelitian dengan membagi kuesioner
pada 73 manajer di seluruh dunia yang sudah
bertugas selama 6 bulan pada penugasan pertama.
Dalam penelitiannya mengatakan bahwa adaptasi
27
dimulai dari tahap hanoymoon, culture shock,
recovery, culture shock dan breaking through.
Table 2.3.3
Tahap Adaptasi
2.4 CULTURE SHOCK
Culture shock mengacu pada reaksi psikologis
yang dialami ekspatriat karena berada ditengah
kultur yang berbeda dengan kulturnya sendiri.
Kebanyakan ekspatriat mengalaminya bila memasuki
kultur yang baru dan berbeda. Sebagian dari culture
shock ini timbul karena perasaan terasing dan
Sumber : Marx, (1999)
Positive Mode
Mode Changes
Negative Mode
Culture Shock
Recovery Culture Shock
Recovery Culture Shock
Breaking Trough
Phases of Adaptation
Honeymoon Phase
28
berbeda dari yang lain. Bila ekspatriat kurang
mengenal adat kebiasaan masyarakat yang baru,
maka ekspatriat tidak dapat berkomunikasi secara
efektif. Dalam prakteknya banyak ekspatriat kembali
lebih awal ke negara asalnya dikarenakan kegagalan
dari ekspatriat atau keluarga ekspatriat untuk
menyesuaikan diri dengan budaya baru.
Pertama kali, istilah ini dipakai Oberg
antropolog kebudayaan America yang tinggal di
brazil. Menurut Kalvero Oberg (dalam Mulyana dan
Rahmat, 2003) culture shock adalah suatu penyakit
atau gejala yang berhubungan dengan aksi yang
diderita oleh individu atau group yang secara tiba-
tiba harus berpindah ke sebuah lingkungan baru
yang berbeda dengan lingkungannya selama ini.
Adler (2002) mengungkapkan bahwa culture shock
adalah goncangan yang dialami oleh ekspatriat ketika
dipindahkan keluar negeri. Adapula yang
menyatakan culture shock adalah perubahan yang
menimbulkan goncangan-goncangan pada unsur-
unsur atau nilai-nilai yang tengah berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan dan terjadi pada
tantangan kehidupan suatu masyarakat yang tengah
menghadapi berbagai perubahan (Amry,2007).
Mulyana dan J. Rahmat (1993) menyebutkan 6
aspek dari culture shock, yaitu pertama ketegangan
(Strain) menujuk usaha yang dituntut untuk
29
membuat adaptasi secara psikologis. Kedua, rasa
kehilangan dan perasaan tersebut, dalam hal teman-
teman, status, profesi dan hak milik. Ketiga, menolak
atau merasa ditolak oleh anggota-anggota sebuah
lingkungan atau budaya yang baru. Keempat, merasa
kebingungan atau bingun dalam (Role), perang yang
diharapkan (role expectation), nilai-nilai (values),
perasaan (feeling) dan identitas diri (self Identity).
Kelima, merasa kaget, cemas, jengkel setelah sadar
akan perbedaan budaya. Dan keenam, merasa
menjadi lemah (feeling of impotence) karena tidak
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
baru.
Disebutkan pula oleh Chandra (2004) bahwa
culture shock disebabkan oleh kegelisahan yang
dihasilkan oleh hilangnya ciri-ciri keakraban dan
simbol-simbol dari hubungan sosial, baik saat hidup
maupun bekerja dilingkungan budaya yang
berlainan. Ditinjau dari sisi psikologis, culture shock
merupakan gejala gangguan jiwa yang dihubungkan
dengan konflik-konflik akibat budaya. culture shock
juga dapat diartikan sebagai ketidaknyaman fisik dan
emosional yang di alami ekspatriat ketika datang dan
tinggal di negara lain atau disuatu tempat yang
berbeda dari tempat asal (Ivancevich dan Soo Hoon,
2002)
Recommended