View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian lansia
Menurut Ernawati (2009), lansia adalah orang yang berusia
50 tahun atau lebih. Pendapat yang serupa juga mengatakan
bahwa lansia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang
(Azizah, 2011). Lanjut usia adalah sesuatu yang harus diterima
sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu
akan diakhiri dengan proses penuaan yang berlanjut pada
kematian (Hutapea, 2005). Berdasarkan beberapa pendapat
diatas, dapat disimpulkan bahwa lansia adalah orang yang
berusia lebih dari 50 tahun dan lansia merupakan proses
perubahan yang bertahap.
2.1.2 Batasan lansia
2.1.3.1 Menurut World Health Organization (WHO) ada
beberapa batasan umur lansia, yaitu
1. Usia pertengahan (Middle age) : 45 – 59 tahun
2. Usia lanjut (Fiderly) : 60 – 74 tahun
3. Lansia tua (old) : 75 – 90 tahun
4. Lansia sangat tua (Very old) : >90 tahun
2.1.3.2 Menurut Depkes RI (2003), lansia dibagi atas :
1. Pralansia : seseorang yang berusia
antara 45 – 59 tahun
2. Lansia : seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi : seseorang yang berusia 70
tahun atau lebih
Menurut Ardiningsih (1993) dan Leimena serta Gunawan
(1992), di Indonesia usia senja merupakan fase akhir dari
perjuangan hidup seseorang dimulai sejak usia 55 tahun.
Rahardjo (1995) menambahkan bahwa usia diatas 60 tahun
termasuk dalam kategori usia lanjut yang sesungguhnya. Monks,
dkk (2006) berpendapat bahwa usia 65 tahun merupakan usia
yang menunjukkan mulainya proses menua secara nyata,
sehingga seseorang yang telah mencapai usia 65 tahun
dikatakan telah berusia lanjut.
Dari pendapat para ahli di atas, maka penulis dapat
mengartikan bahwa usia lanjut adalah proses penuaan pada diri
lansia yang merupakan periode akhir dalam rentang hidup lansia
dan berusia 65 tahun keatas.
2.1.4 Karakteristik lansia
Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk
mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia adalah:
2.1.4.1 Jenis kelamin: Lansia lebih banyak pada wanita.
Terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan
yang berbeda antara lansia laki-laki dan perempuan.
Misalnya lansia laki-laki sibuk dengan hipertropi prostat,
maka perempuan mungkin menghadapi osteoporosis.
2.1.4.2 Status perkawinan: Status masih pasangan lengkap
atau sudah hidup janda atau duda akan mempengaruhi
keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis.
2.1.4.3 Living arrangement: misalnya keadaan pasangan,
tinggal sendiri atau bersama istri, anak atau keluarga
lainnya.
2.1.4.3 Tanggungan keluarga: masih menangung anak
atau anggota keluarga.
2.1.4.4 Tempat tinggal: rumah sendiri, tinggal bersama
anak. Dengan ini kebanyakan lansia masih
hidup sebagai bagian keluarganya, baik lansia
sebagai kepala keluarga atau bagian dari
keluarga anaknya. Namun kecenderungan
yang terjadi adalah lansia akan di tinggalkan
oleh keturunannya dalam rumah yang berbeda.
2.1.4.4 Kondisi kesehatan
2.1.4.4.1 Kondisi umum: Kemampuan umum untuk
tidak tergantung kepada orang lain dalam
kegiatan sehari-hari seperti mandi, buang air
besar dan kecil.
2.1.4.4.2 Frekuensi sakit: Frekuensi sakit yang tinggi
menyebabkan menjadi tidak produktif lagi
bahkan mulai tergantung kepada orang lain.
2.1.4.5 Keadaan ekonomi
2.1.4.5.1 Sumber pendapatan resmi: Pensiunan
ditambah sumber pendapatan lain kalau
masih bisa aktif.
2.1.4.5.2 Sumber pendapatan keluarga: Ada bahkan
tidaknya bantuan keuangan dari anak atau
keluarga lainnya atau bahkan masih ada
anggota keluarga yang tergantung padanya.
2.1.4.5.3 Kemampuan pendapatan: Lansia memerlukan
biaya yang lebih tinggi, sementara
pendapatan semakin menurun. Status
ekonomi sangat terancam, sehinga cukup
beralasan untuk melakukan berbagai
perubahan besar dalam kehidupan,
menentukan kondisi hidup yang dengan
perubahan status ekonomi dan kondisi fisik
2.1.5 Teori – teori proses menua
2.1.5.1 Teori Biologis
Teori biologis merupakan teori yang menjelaskan
tentang proses fisik penuaan yang melipti perubahan
fungsi dan struktur organ, pengembangan, panjang usia
dan kematian, berdasarkan kutipan Christofalo (2006)
(dalam Stanley 2006). Teori biologis mencoba
menerangkan mengenai proses atau tingkatan
perubahan yang terjadi pada manusia mengenai
perbedaan cara dalam proses menua dari waktu ke
waktu serta meliputi faktor yang mempengaruhi usia
panjang, perlawanan terhadap organisme dan kematian
atau perubahan seluler. Teori biologis juga mencoba
menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Kemampuan lansia untuk terus menjalin
interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan status
sosialnya berdasarkan kemampuannya bersosialisasi.
Nurgroho (2008)
Panti wredha merupakan institusi hunian bersama
dari para lansia yang secara fisik/kesehatan masih
mandiri, akan tetapi terutama mempunyai keterbatasan
dibidang sosial dan ekonomi. Kebutuhan harian dari pada
penghuni biasanya disediakan oleh pengurus panti. tetapi
pendapat lain mengatakan bahwa kebutuhan lansia di
panti dilakukan atau dilihat oleh pemerintah atau swasta
(Martono, 2009).
2.1.5.2 Teori sosiologi
Teori sosiologi merupakan teori yang berhubungan
dengan status hubungan sosial.
2.1.5.3 Teori psikologis
Teori psikologis merupakan teori yang luas dalam
berbagai lingkup karena penuaan psikologis dipengaruhi
oleh faktor biologis dan sosial, dan juga melibatkan
penggunaan kapasitas adaptif untuk melaksanakan
kontrol perilaku atau regulasi diri.
2.1.6 Perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik,
sosial, dan psikologis.
2.1.6.1 Perubahan fisik
Perubahan fisik ditandai dengan kulit mulai keriput,
rambut memutih dan menipis, gigi berlubang dan copot.
Ketajaman penglihatan dan pendengaran mulai menurun,
juga pengecapan berkurang, gangguan fungsi gerak dan
rasa serta gangguan keseimbangan dan koordinasi.
Sedangkan perubahan psikis pada orang lansia meliputi
gangguan daya ingat (memori), dan gangguan
kecerdasan (kognitif) hal-hal tersebut yang membuat
mereka sering lupa. Menurut Hutapea (2005), perubahan
fisik yang dialami oleh lansia adalah :
1. Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi
yaitu menjadi rentan terhadap alergi dan penyakit.
2. Konsumsi energi turun secara nyata diikuti dengan
manurunnya jumlah energi yang dikeluarkan oleh
tubuh.
3. Air dalam tubuh secara signifikan berkurang karena
bertambahnya sel-sel yang mati diganti oleh lemak
maupun jaringan konektif.
4. Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai
tanggal, kemampuan mencerna makanan serta
penyerapan mulai lambat dan kurang efisien gerakan
peristaltik usus menurun sehingga sering konstipasi.
5. Perubahan pada sistem metabolik, yang
mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa
karena sekresi insulin yang menurun. Sekresi
menurun juga karena timbunan lemak.
6. Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya
rabun dekat, kepekaan badan rasa berkurang, reaksi
lambat, fungsi mental menurun dan ingatan visual
berkurang.
7. Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan
menurunnya elastisitas paru-paru yang mempersulit
pernafasan sehingga dapat mengakibatkan
munculnya rasa sesak dan tekanan darah meningkat.
8. Menurunnya elastisitas dan fleksibilitas persendian.
2.1.6.2 Perubahan mental
Perubahan mental yang dialami oleh lansia akan
mengalami perubahan sikap yang semakin egosentrik,
mudah curiga, kekanak-kanakan, dan bertambah pelit
atau tamak bila memiliki sesuatu. Yang menjadi harapan
lansia dalam masyarakat ialah lansia selalu diberi
peranan. Sikap umum yang selalu ditemukan pada setiap
lansia yaitu keinginan untuk berumur panjang dan melihat
anak-anak serta cucu sukses kemudian bahagia. Jika
mereka meninggal mereka ingin meninggal dengan cara
terhormat dan masuk surga. Faktor yang sangat
mempengaruhi perubahan mental lansia adalah
perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan,
keturunan dan lingkungan (Nugroho, 2008).
2.1.6.3 Perubahan sosial
Banyak dari lansia kurang peduli terhadap kegiatan
lingkungan, kegiatan sosial, kurang bergairah menghadiri
perkumpulan-perkumpulan di lingkungan, maupun pesta
ulang tahun dan pernikahan, arisan, dan lain-lain. Yang
termasuk perubahan sosial, antara lain perubahan peran,
keluarga (emptiness), teman, abuse, masalah hukum,
pensiun, ekonomi, rekreasi, keamanan, transportasi,
politik, pendidikan, agama, panti jompo. Orang yang
berusia lanjut dalam sosialisasinya juga menjadi sangat
sensitif, cepat tersinggung dan tertekan, susah diajak
bicara atau ngobrol, walaupun hal tersebut tidak terjadi
pada setiap orang usia lanjut.
2.1.6.4 Perubahan psikologi
Seorang lansia akan menghabiskan waktu sisa hidup
di rumah dan mereka sering ketergantungan hidup
mereka pada orang lain atau orang sekitar lansia, seperti
keluarga. Pada masa inilah maka mereka membutuhkan
penyesuaian diri yang baik untuk menghadapi aktifitas
yang baru ini. Sebagian besar dari mereka akan
mengalami masa harus di tolak oleh keluarga mereka.
Karena mereka sudah dianggap tidak berguna lagi. Ada
beberapa alasan mereka lebih memilih tinggal di panti
dari pada di rumah. Alasan tersebut antara lain : merasa
di tolak oleh keluarga, dianggap sudah tidak mampu,
tidak memiliki keluarga yang perhatian, dan tidak ada
keluarga yang mau menampung. Nilai seseorang sering
diukur melalui produktivitasnya dikaitkan dengan peranan
dalam pekerjaan. Bila seseorang pernah bekerja dan
menjadi orang yang pensiun dari pekerjaan sebelumnya
maka akan mengalami kehilangan, yaitu kehilangan
finansial, kehilangan status, kehilangan teman dan
kehilangan pekerjaan (Nugroho, 2008).
2.2 Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan cara bagaimana seseorang melihat dan
menaksirkan suatu obyek atau kejadian. Seseorang akan melakukan
tindakan sesuai persepsinya sehingga persepsi memiliki peranan yang
sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Seseorang
yang mengalami suatu persepsi selalu melalui suatu proses tertentu.
Proses tersebut dimulai saat diterimanya rangsangan melalui alat
penerima kemudian diteruskan ke otak. Dalam otak terjadi proses
psikologis yang menyebabkan seseorang sadar tentang apa yang
dialaminya.
Hiam dan Schewe (dalam Sulistyowati, 2007:47-66) mengartikan
persepsi ke dalam 2 (dua) pengertian yaitu 1).Persepsi sebagai proses
pemberian arti oleh seseorang atas berbagai rangsangan atau stimulus
yang diterimanya dan dari proses tersebut seseorang mempunyai opini
tertentu mengenai apa yang diamatinya 2).Persepsi diartikan sebagai
suatu proses dari dari seseorang dalam menyeleksi, mengorganisir dan
mengintepretasikan rangsangan ke dalam sesuatu yang berarti dan
koheren dengan dunia sehingga orang yang berbeda bisa jadi akan
melihat sesuatu yang sama secara berbeda.
Persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses pencarian
informasi untuk dipahami. Menurut Gibson, dkk (1996) persepsi sebagai
proses pemberian arti pada stimulus sehingga individu yang berbeda
melihat barang yang sama dengan cara yang berbeda. Presepsi adalah
proses menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang memengaruhi
indra (Joseph A Devito). Menurut Krech (dalam Muktiyoso, 2002)
persepsi adalah suatu proses kognitif yang kompleks dan barangkali
sangat berbeda dengan kenyataan.
2.3 Objek Persepsi Berupa Kematian
Objek persepsi berupa kematian yang dikemukaan oleh Florian, dkk
(1984); Ranchman (1974); Shihab (Hidayat, 2006); dan Malik
(Nugraheni, 2005), yaitu:
2.3.1 Kematian yang absurd, yaitu persepsi individu terhadap kematian
yang merupakan sebuah misteri seperti kapan, dimana, dan
bagaimana seseorang akan dijemput oleh ajal. Apa yang terjadi
setelah kematian dan apakah ada kehidupan setelah kematian
juga dapat membentuk persepsi yang berbeda – beda.
2.3.2 Sakit saat menjelang kematian, yaitu keadaan sakit atau
penderitaan fisik yang mungkin akan dialami pada saat sekarat
atau pada saat maut akan menjemput, akan menyebabkan
munculnya persepsi yang berbeda – beda mengenai kematian
pada tiap individu.
2.3.3 Enggan berpisah dengan dunia, yaitu kematian yang dianggap
sebagai akhir dan suatu keadaan yang akan memisahkan individu
dari semua yang dimilikinya di dunia seperti prestasi, harta benda,
kebanggaan. Dengan demikian hal ini akan menimbulkan
persepsi yang berbeda baik positif maupun negatif dalam diri
individu.
2.3.4 Hukuman setelah kematian, yaitu adanya ganjaran yang akan
diterima individu sesuai dengan semua amal ibadahnya di dunia
ini, dan juga adanya surga dan neraka sebagai hukum sebab
akibat dari perubahan manusia selama hidupnya akan
menyebabkan timbulnya persepsi yang berbeda tentang
kematian.
2.4 Tahap – tahap penerimaan kematian
Dr. Elisabeth Kubler-Ross (1969), telah mengidentifikasi lima tahap
berduka yang dapat terjadi pada pasien menjelang ajal. Tahap–tahap
tersebut adalah mengingkari, marah, tawar-menawar, depresi dan
menerima. Jika cukup waktu dan dukungan mental, beberapa pasien
dapat menggerakkan emosinya melalui tiap tahap sampai titik
penerimaan penyakitnya dan kematiannya. Tahap–tahap tersebut yaitu :
2.4.1 Menolak (Deniel)
Pada fase ini, pasien/klien tidak siap menerima keadaan yang
sebenarnya, dan menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-
pemikiran seperti : “Seharusnya tidak terjadi dengan diriku, tidak
salahkah keadaan ini?”. Beberapa orang bereaksi pada fase ini
dengan menunjukkan keceriaan yang palsu (biasanya orang akan
sedih mengalami keadaan menjelang ajal).
2.4.2 Marah (Anger)
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam
kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya
sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada diri
klien sperti: “Mengapa hal ini terjadi dengan diriku?”. Kemarahan
tersebut biasanya diekspresikan kepada obyek–obyek yang dekat
dengan klien, seperti keluarga, teman, dan tenaga kesehatan
yang merawatnya.
2.4.3 Menawar (Bargaining)
Pada ini kemarahan biasanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi
dengan dirinya. Pada pasien yang sedang menuju kekematian,
keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien berkata: “Yah
Tuhan, jangan dulu saya mati dengan segara, sebelum anak saya
lulus jadi sarjana”.
2.4.4 Kemurungan (Depresi)
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara
dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk
duduk dengan tenang disamping pasien yang sedang melalui
sedihnya sebelum meninggal.
2.4.5 Menerima / Pasrah (Acceptance)
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien
dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal–hal yang akan
terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila klien
dapat menyatakan reaksi–reaksinya atau rencana–rencana yang
terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya ingin bertemu dengan
keluarga terdekat, menulis surat wasiat, dan sebagainya.
2.5 Kerangka konsep
Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran pada penelitian
dirumuskan pada faktor – faktor, observasi dan tinjauan teori. Sehingga
menggambarkan alur pemikiran peneliti.
Keterangan:
: yang akan diteliti
Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian Persepsi Lansia Tentang
Kesiapan Menghadapi Kematian Di Panti Wredha Salib
Putih Salatiga.
Persepsi Tentang Kematian
1. Apakah Kematian
2. Fakor-faktor penyebab
kematian
3. Sikap terhadap kematian
Lansia
1. Perubahan fisik
2. Perubahan mental
3. Perubahan sosial
4. Perubahan psikologi
Recommended