View
4
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Kewarganegaraan di Masyarakat
1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan apabila dilihat dalam kepustakaan
asing memiliki dua istilah teknis yakni civic education dan citizenship
education. Selanjutnya, Cogan (Hurri dan Asep, 2016: 2) menjelaskan
bahwa civic education adalah suatu mata pelajaran dasar yang ada di
sekolah, civic education dirancang untuk mempersiapkan warga negara
muda agar ketika dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat.
Sedangkan citizenship education merupakan istilah umum dari pendidikan
kewarganegaraan yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di
luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam organisasi
keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan, dan dalam media yang
membantunya untuk menjadi warga negara seutuhnya. Dari hal tersebut
dapat diketahui bahwa tujuan dari pendidikan kewarganegaraan adalah
untuk mempersiapkan warga negara muda agar ketika dewasa dapat
berperan aktif dalam masyarakat dan menjadi warga negara seutuhnya.
Selain definisi diatas, civic education dan citizenship education juga
mempunyai definisi sebagai pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan
kewargaan. Pendidikan kewarganegaraan (civic education) dijelaskan
lebih lanjut oleh Zamroni (Taniredja, 2015: 3), bahwa pendidikan
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
93
kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak
demokratis. Hal tersebut dilakukan melalui aktifitas menanamkan
kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk
kehidupan masyarakat yang menjamin hak-hak warga masyarakat.
Selanjutnya menurut Rosyada (Taniredja, 2015: 3), istilah pendidikan
kewargaan (citizenship education) mendidik generasi muda menjadi warga
negara yang yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam
konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara melainkan juga
membangun kesiapan warga negara menjadi warga negara dunia (global
society). Berdasarkan definisi diatas, dapat diketahui bahwa civic
education dan citizenship mempunyai tujuan mempersiapkan warga negara
yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya, berpikir kritis dan
membangun kesiapan warga negara menjadi warga negara dunia (global
society).
Dengan demikian, bahwa orientasi pendidikan kewargaan secara
subtansif lebih luas cakupannya dari istilah pendidikan kewarganegaraan.
Namun, baik itu pendidikan kewarganegaraan ataupun pendidikan
kewargaan negara memiliki usaha yang sama, yaitu membekali peserta
didik dan masyarakat secara umum dengan pengetahuan dan kemampuan
menjadi warga negara. Tujuan dari usaha tersebut adalah agar dapat
menciptakan warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan
kewajibannya, berpikir kritis, dan mempersiapkan warga negara muda agar
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
35
ketika dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat dan menjadi warga
negara seutuhnya yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara sebagai
warga negara dunia.
2. Pendidikan Kewarganegaraan di Masyarakat
Pendidikan kewarganegaraan tidak saja ada dalam sekolah,
melainkan ada juga dalam masyarakat. Pendidikan kewarganegaraan
dalam masyarakat memiliki konten, tugas dan fungsi sejajar dengan
sekolah. Sebagaimana pendapat Cogan (2012: 1) bahwa “What is called
for is a new conception of citizenship education, one in which both schools
and the communities they serve and are a part of, are equal partners in the
education of each new generation of citizens”. Pendapat tersebut
menjelaskan bahwa dalam konsepsi baru tentang pendidikan
kewarganegaraan, salah satunya adalah keberadaan antara sekolah dan
masyarakat merupakan mitra yang sejajar untuk melayani dan melakukan
pendidikan bagi generasi baru sebagai warga Negara. Oleh karena itu,
dalam melaksanakan pendidikan kewarganegaraan sekolah dan masyarakat
dapat bekerjasama untuk melayani dan melaksanakan pendidikan
kewarganegaraan.
Selanjutnya Peter Levine (Kardiman, 2014:4) menjelaskan bahwa
pendidikan kewarganegaraan akan membantu untuk memperkuat dan
mempertahankan suatu masyarakat sipil (civil society) di mana warga
negara muda berpartisipasi sebagai warga negara untuk belajar
keketerampilan (civic skill), pengetahuan (civic knowledge), dan nilai-nilai
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
94
(civic value) yang mereka butuhkan dalam lingkup masyarakat yang lebih
luas dari dominasi warga negara dewasa. Sejalan dengan Branson
(Kardiman: 2014: 4) yang menyatakan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan pendidikan yang mengandung tiga
komponen utama yang cocok untuk dikembangkan pada masyarakat yang
demokratis yaitu pengetahuan kewarga-negaraan (civic knowledge),
kecakapan kewarganegaraan (civic skill), dan watak-watak
kewarganegaraan (civic disposition).
Dari teori-teori diatas, dapat diketahui bahwa pendidikan
kewarganegaraan bukan hanya terdapat di sekolah namun juga terdapat
dalam masyarakat. Pendidikan kewarganegaraan di masyarakat akan
membantu mengembangkan kemampuan masyarakat meliputi
keterampilan, pengetahuan, nilai-nialai serta watak-watak warganegara
yang membantu masyarakat memenuhi kebutuhan dalam lingkup
masyarakat yang lebih luas. Masyarakat dan warga sekolah bersinergi dan
bekerjasama untuk melayani dan melakukan pendidikan bagi generasi baru
sebagai warga negara sehingga tujuan dari pendidikan kewarganegaraan
dapat berjalan dengan baik.
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
35
B. Nilai-nilai Nasionalisme
1. Pengertian Nilai
Nilai pada dasarnya memberikan pemaknaan terhadap sesuatu hal.
Nilai dapat diartikan sebagai suatu gagasan terkait dengan sesuatu yang
dianggap baik dan, indah, layak dan lain sebagainya. Untuk memperjelas
pengertian nilai dapat ditinjau dari pengertian para ahli. Copp (2017: 457)
menyatakan bahwa nilai merupakan keadaan-keadaan yang pada dasarnya
baik dan mana yang pada dasarnya buruk. Suatu nilai dapat diketahui
dengan melihat keadaan yang pada dasarnya baik dan keadaan yang pada
dasarnya buruk. Senada dengan pernyataan tersebut, Bertens (2007: 139)
menyatakan bahwa “Nilai merupakan sesuatu yang menarik, sesuatu yang
dicari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan,
dan sesuatu yang baik”. Setiap keadaan, benda dan kegiatan didalamnya
terdapat hal baik yang menarik untuk dicari dan diinginkan.
Berdasarkan teori diatas dapat dipahami bahwa teori nilai merupakan
bagian dari cabang filsafat ilmu yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan, hal, kegiatan dan kegunaan yang dicari yang diperoleh
berdasarkan pada baik dan buruk. Menurut Bertens (2007: 141) nilai
memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
a. Nilai berkaitan dengan subyek. Kalau tidak ada subyek yang menilai,
maka tidak ada nilai.
b. Nilai tampil dalam suatu konteks praktis di mana subyek ingin
membuat sesuatu.
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
94
c. Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang ditambah oleh subyek pada
sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek.
Selanjutnya menurut Kattsoff (Dewi, 2013: 8), hakikat nilai hanya
dapat dijawab melalui tiga macam cara, yaitu:
a. Subjektivitas, yaitu nilai sepenuhnya berhakikat subjektif. Ditinjau
berdasarkan sudut pandang ini, maka nilai merupakan suatu reaksi yang
diberikan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya yang
tergantung berdasarkan suatu pengalaman.
b. Objektivisme logis, yaitu nilai merupakan kenyataan yang ditinjau dari
segi ontologis, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai
tersebut merupakan suatu esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.
c. Objektivisme metafisis, yaitu nilai merupakan suatu unsur objektif yang
menyusun kenyataan.
2. Nasionalisme dan Nilai-nilai Nasionalisme
Nasionalisme memiliki penertian yang luas, baik dari segi bahasa
maupun pendapat para ahli. Dalam mengkaji nasionalisme di kalangan
para sarjana, tidak ada kesepakatan terhadap pengertian nasionalisme.
Walaupun demikian, pengertian mengenai nasionalisme tetap dapat dikaji
dengan fokus kajian utamanya adalah nasion atau bangsa. Menurut
Soekarno (2012: 12) “nasionalisme itu ialah suatu itikad; suatu keinsyafan
rakyat, bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu bangsa”. Pernyataan
tersebut menyatakan bahwa nasionalisme suatu bangsa memiliki kesadaran
terhadap rasa persatuan. Selanjutnya hal tersebut dijelaskan lebih lanjut
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
35
oleh Affan dan Hafidh Maksum (2016: 67) bahwa nasionalisme berasal
dari kata nation yang berarti bangsa, kata bangsa memiliki arti kesatuan
orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta
berpemerintahan sendiri golongan manusia, binatang, atau tumbuh-
tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang sama dan sifat khas yang sama
atau bersamaan. Dan juga kumpulan manusia yang biasanya terikat karena
kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan yang biasanya
menempati wilayah tertentu di muka bumi. Beberapa makna kata bangsa
diatas menunjukkan arti bahwa bangsa adalah kesatuan yang timbul dari
kesamaan keturunan, budaya, pemerintahan, dan tempat. Pengertian ini
berkaitan dengan arti kata suku yang dalam kamus yang sama diartikan
sebagai golongan orang-orang (keluarga) yang seturunan; golongan bangsa
sebagai bagian dari bangsa yang besar. Beberapa suku atau ras dapat
menjadi pembentuk sebuah bangsa dengan syarat ada kehendak untuk
bersatu yang diwujudkan dalam pembentukan pemerintahan yang ditaati
bersama.
Dari hal tesebut dapat diketahui bahwa nasionalisme memiliki arti
persatuan dan kesatuan suatu bangsa yang disebabkan oleh adanya
persamaan keturunan, budaya, pemerintahan dan tempat. Hal tersebut
merupakan pembentuk sebuah bangsa dengan didorong oleh keinginan
untuk bersatu yang diwujudkan dengan pembentukan pemerintahan yang
ditaati bersama. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Smith
(2002: 10) bahwa pengertian nasionalisme adalah sebagai beirtkut:
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
94
Suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan
otonomi, kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi, yang sejumlah
anggotanya bertekad untuk membentuk suatu bangsa yang aktual
atau bangsa yang potensial.
Dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa nasionalisme
merupakan suatu gerakan ideologis yang dilakukan oleh suatu populasi
yang mempertahankan otonomi, kesatuan dan identitas dan mempunyai
tekad untuk membentuk suatu bangsa yang aktual dan potensial.
Selanjutnya, Manzoor (2010: 36) menyatakan bahwa “nationalism makes
people proud of their culture, traditions and values; and inculcates
feelings of loyalities towards the group they belonged to”. Pernyataan
tersebut menyatakan bahwa nasionalisme membuat masyarakat bangga
dengan kebudayaan, tradisi dan nilai dan menanamkan perasaan kesetiaan
terhadap kelompok yang tergabung didalamnya. Nasionalisme lebih lanjut
dinyatakan oleh Koesterman dan Feshbach (Bonikowski, 2016: 429)
bahwa “nationalism as a perception of national superiority and an
orientation toward national dominance”. Nasionalisme sebagai presepsi
dari keunggulan nasional dan sebuah orientasi terhadap dominasi nasional.
Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa nasionalisme merupakan perasaan
bangga dan setia terhadap kebudayaan dan kelompok yang ada didalamnya
sebagai presepsi dari keunggulan nasional dan sebuah orientasi terhadap
dominasi nasional.
Nasionalisme sebagai gerakan ideologis tersebut dilakukan dengan
rasa kesetiaan terhadap bangsa dan negaranya. Kesetiaan tersebut
merupakan suatu ikatan yang kuat dengan bangsa dan negaranya, dengan
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
35
tradisi-tradisi setempat dan pemerintah di daerahnya (Kohn, 1984: 11).
Maka dari itu, gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan
otonomi, kesatuan dan identitas bagi suatu populasi memerlukan kesetiaan
terhadap bangsa dan negara, dilakukan dengan bangga dengan presepsi
dari keunggulan nasional dan sebuah orientasi terhadap dominasi nasional.
Oleh karena itu, pembentukan bangsa yang aktual dan bangsa yang
potensial dapat terwujud.
Terkait dengan nasionalisme dan masyarakat, Anaid (2014: 133)
menjelaskan bahwa “nationalism transformed the subject society
pragmatically because of the influence of each society’s historical and
cultural peculiarities”. Nasionalisme mengubah subyek masyarakat secara
pragmatis karena pengaruh dari kekhasan sejarah dan kebudayaan
masyarakat. Mengubah masyarakat secara pragmatis maksudnya adalah
mengubah masyarakat secara praktis dan berkaitan dengan nilai-nilai
praktis dalam sejarah khas dan kebudayaan dari masyarakat. Pendapat
berbeda disampaikan oleh Elie Kedourie (Budiawan, 2017: 10) bahwa
nasionalisme adalah sebuah doktrin yang menyeluruh, yang membimbing
masyarakat menuju suatu model bernegara yang spesifik (a distinctive
style of politics). Pendapat tersebut berasal dari gagasan tentang umat
manusia sebagai makhluk yang otonom, yang bebas memilih arah
sejarahnya sendiri. Pendapat tersebut mengandung dua sentimen, yaitu
patriotisme dan xenofobia. Patriotisme merupakan kesetiaan pada negara,
kelompok, atau institusi-institusi yang menaunginya, sedangkan xenofobia
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
94
adalah ketidaksukaan atau kecurigaan kepada yang asing atau di luar
kelompok.
Berdasarkan uraian diatas, nasionalisme dapat diartikan sebagai
sebuah gerakan ideologis terhadap bangsa dan negara yang dilakukan oleh
seseorang, kelompok atau institusi. Gerakan tersebut didasari oleh rasa
kesetiaan, kebanggaan terhadap bangsa dan negara dan juga rasa kesadaran
terhadap persatuan, dengan presepsi keunggulan dan dominasi nasional
yang mencangkup keturunan, adat, bahasa, sejarah serta dengan tradisi-
tradisi setempat dan pemerintah di daerahnya. Gerakan nasionalisme
tersebut bertujuan untuk membentuk suatu bangsa yang aktual atau bangsa
yang potensial. Dari beberapa teori diatas, maka dapat ditemukan beberapa
indikator nilai-nilai nasionalisme antara lain kesetiaan terhadap bangsa dan
negara, kebanggaan terhadap bangsa dan negara dan persatuan dalam
berbangsa dan bernegara.
3. Perkembangan Nasionalisme
Menurut Gellner (Budiawan, 2017: 11-13) bahwa nasionalisme
berakar dari budaya-budaya rakyat (folk cultures) dan merupakan sesuatu
yang ditemukan, diciptakan dan bukan merupakan sesuatu pemberian.
Nasionalisme tersebut berkembang seiring dengan kemunculan
modernisasi dan industri. Industrialisasi membutuhkan perangkat-
perangkat hukum dan politik untuk menjamin keberlangsungannya.
Pendapat yang serupa dijelaskan oleh Nairin (Budiawan, 2017: 13)
menurutnya, nasionalisme terkait dengan perkembangan historis-material
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
35
masyarakat. Nasionalisme terkait erat dengan penciptaan ekonomi pasar
nasional dan suatu prakondisi yang diperlukan dalam perkembangan
masyarakat industri. Nasionalisme di wilayah-wilayah jajahan Eropa
adalah suatu bentuk reaksi terhadap kolonialisme dan imperialisme. Di
wilayah jajahan Eropa tersebut kapitalisme melalui kolonialisme dan
imperialisme beroperasi untuk menopang kemajuan dan kemakmuran
wilayah mertopol.
Terkait dengan modernisme dan nasionalisme menurut Smith (2002:
58), modernisme muncul dalam dua bentuk, yaitu modernisme kronologis
dan modernisme sosiologis. Modernisme kronologis menegaskan bahwa
nasionalisme dalam ideologi, gerakan, dan simbolisme relatif selalu ada
pembaruan. Sementara dalam modernisme sosiologis, nasionalisme
merupakan inovasi, bukan sekedar sesuatu pembaruan dari sesuatu yang
sudah lama. Nasionalisme pada masa lalu tidak sama dengan nasionalisme
masa sekarang, karena fenomena yang muncul dalam zaman yang secara
keseluruhan baru dan dengan himpunan kondisi yang sepenuhnya baru
pula.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa
perkembangan nasionalisme berakal dari budaya budaya rakyat.
Perkembangan nasionalisme selalu mengikuti perkembangan zaman.
Pekermbangan tersebut dimulai dari zaman penjajahan Eropa dimana
nasionalisme merupakan bentuk reaksi terhadap kolonialisme dan
imperialisme sampai dengan zaman modern seperti sekarang. Jika di
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
94
zaman penjajahan Eropa nasionalisme merupakan bentuk perlawanan
terhadap kolonialisme dan imperialisme, maka di zaman modern
nasionalisme lebih dari sekedar melawan penjajah. Dalam hal ini
nasionalisme terus mengalami perkembangan di masa modern yang
merupakan sebuah inovasi dan bukan hanya pembaruan dari sesuatu yang
sudah lama.
Gagasan tentang nasionalisme mengilhami munculnya negara-negara
baru di seluruh dunia pada abad ke 20 Masehi. Masroer (2017: 230-232)
menyatakan bahwa munculnya negara-negara baru di seluruh dunia pada
abad ke 20 Masehi, dapat dikelompokkan kedalam enam karakteristik
nasionalisme, yaitu:
a. Munculnya negara nasionalisme berciri kewarganegaraan atau disebut
nasionalisme sipil. Paham nasionalisme ini lahir ketika negara
memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyat, atau
bertumpu pada kebenaran “kehendak rakyat” dan “perwakilan politik”.
b. Munculnya negara nasionalisme berciri etnis, yaitu gagasan
nasionalisme ketika negara memperoleh kebenaran politik dari budaya
asal atau etnis tertentu di masyarakat.
c. Munculnya negara nasionalisme berciri romantik atau disebut
nasionalisme organik atau nasionalisme identitas. Paham nasionalisme
romantik merupakan lanjutan dari nasionalisme etnis ketika negara
memperoleh kebenaran politik secara alami hasil dari pergumulan suku
bangsa atau ras. Nasionalisme romantik bergantung pada perwujudan
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
35
budaya etnis yang menempati idealisme romantik yang melahirkan
kisah tradisi masa lalu yang direka untuk membangun konsep
nasionalisme romantik.
d. Munculnya negara nasionalisme berciri budaya, yakni sejenis gerakan
nasionalisme ketika negara memperoleh kebenaran politik dari budaya
bersama dan bukan “sifat keturunan” seperti warna kulit, ras dan
sebagainya. Sebagai contoh adalah rakyat Tiongkok yang menganggap
negara sebagai dasar kebudayaan. Dalam hal ini unsur ras telah
dibelakangkan, seperti golongan Manchuria dan ras-ras minoritas lain
yang dianggap sebagai rakyat Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk
menggunakan adat istiadat Tiongkok membuktikan keutuhan budaya
Tiongkok. Banyak rakyat Taiwan menganggap diri sebagai nasionalis
Tiongkok karena persamaan budaya mereka, namun menolak
bergabung dengan Cina yang berpaham komunis.
e. Munculnya negara nasionalisme berciri negara, yaitu merupakan paham
nasionalisme kewarganegaraan yang digabungkan dengan nasionalisme
etnis. Rasa nasionalisme memberi keutamaan dalam mengatasi hak
universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri selalu kontras dan
berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan
‘nation state’ lahir dari keunggulan bangsa. Sebagai contoh adalah
Nazisme, dan nasionalisme Belgia, yang secara tegas menentang
terwujudnya hak kesetaraan (equal rights). Secara sistematis, jika
nasionalisme negara kuat, akan melahirkan konflik pada kesetiaan
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
94
masyarakat dan wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan
terhadap nasionalisme Kurdi.
f. Munculnya negara nasionalisme berciri agama, yakni adalah jenis
nasionalisme ketika negara memperoleh legitimasi politik dari
persamaan agama, seperti nasionalisme etnis yang dicampur dengan
agama tertentu. Misalnya yang ada di Irlandia semangat nasionalisme
bersumber dari Gereja Katolik dan nasionalisme di India, seperti yang
dilakukan partai Bharatiya Janata Party (BJP) yang bersumber dari
Hinduisme, dan juga nasionalisme di Iran dengan Islam Syiahnya.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa gagasan tentang
nasionalisme mengilhami munculnya negara-negara baru di seluruh dunia
dapat dikelompokkan kedalam enam karakteristik nasionalisme. Enam
karakteristik tersebut adalah nasionalisme berciri kewarganegaraan atau
nasionalisme sipil, nasionalisme berciri etnis, nasionalisme berciri
romantik atau disebut nasionalisme organik atau nasionalisme identitas,
nasionalisme berciri budaya, nasionalisme berciri negara yang merupakan
perpaduan antara paham nasionalisme kewarganegaraan dan nasionalisme
etnis, dan nasionalisme berciri agama.
4. Nasionalisme Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 November 1912 Masehi
atau 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah oleh KH. Ahmad Dahlan. Nama
Muhammadiyah dipilih sebagai bentuk penisbatan kepada Nabi
Muhammad, sehingga dapat diartikan bahwa Muhammadiyah merupakan
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
35
organisasi yang mengikuti jalan Nabi Muhammad (Mu’arif, 2010: 51).
Lebih lanjut Setiawan (2018: 8) menjelaskan bahwa perjumpaan Ahmad
Dahlan dengan pemimpin Sarekat Islam (SI) terutama dengan jajaran
pimpinan pusat SI juga menjadi pemicu rasa nasionalisme Ahmad Dahlan.
Walaupun Ahmad Dahlan telah mendirikan Muhammadiyah (1912), tahun
1914-1917 Ahmad Dahlan tetap menjadi penasehat SI. Sehingga ide-ide
nasionalisme untuk mencapai kemerdekaan Indonesia mulai muncul.
Nasionalisme pada Muhammadiyah dijelaskan lebih lanjut oleh
Setiawan (2018: 9), bahwa nasionalisme tersebut direfleksikan pada lima
fase ideologi Muhammadiyah ketika awal berdiri. Lima fase ini dapat
memicu permusuhan terhadap kolonial Belanda, yaitu: rasionalisme,
pendidikan sebagai landasan bagi pembangunan politik, pengaruh
keanggotaan kelas menengah, minat kepada budaya Jawa dan sikap yang
bermusuhan terhadap doktrin-doktrin asing. Rasa Nasionalisme Ahmad
Dahlan identik dengan gerakan dan perjuangan. Ahmad Dahlan adalah
gambaran seorang pejuang dan pahlawan. Kepahlawanan Ahmad Dahlan
bukan dalam sosok prajurit yang memanggul senjata dan gugur dalam
medan perang, tetapi dalam sosok kemanusiaan. Ahmad Dahlan
mengabdikan dirinya kepada kepentingan dan kemaslahatan pendidikan,
dakwah dan sosial keagamaan dalam wawasan kebangsaan yang kental
dan integral.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Muhammadiyah
mempunyai sebuah pandangan sebagaimana dijelaskan dalam Muktamar
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
94
Muhammadiyah ke 47 tahun 2015 (Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
2015: 10) dijelaskan bahwa “Muhammadiyah dengan pandangan islam
berkemajuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara senantiasa
berusaha untuk mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dan
keindonesiaan”. Muhammadiyah dan umat islam merupakan bagian
integral dari bangsa Indonesia, bagian integral dalam arti bagian yang
tidak terpisahkan dari bangsa Indonesia yang memiliki peran historis yang
menentukan sejak sebelum sampai sesudah kemerdekaan Indonesia.
Muhammadiyah telah dan terus memberikan sumbangan besar dalam
upaya mencerdaskan dan memajukan kehidupan bangsa serta
mengembangkan moral politik islam yang berwawasan kebangsaam di
tengah pertarungan ideologi dunia.
Muhammadiyah mempunyai komitmen dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, hal tersebut dapat dilihat dalam Muktamar Muhammadiyah
ke 47 tahun 2015 (Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2015: 13) yang
menjelaskan bahwa segenap umat Islam termasuk di dalamnya
Muhammadiyah harus berkomitmen menjadikan negara sebagai Dar al-
Syahadah atau negara tempat bersaksi. Dalam hal ini Muhammadiyah
berkomitmen menjadikan Indonesia sebagai negara tempat bersaksi dan
membuktikan diri dalam mengisi dan membangun kehidupan kebangsaan
yang bermakna menuju kemajuan pada segala bidang kehidupan. Dalam
hal ini Muhammadiyah sebagai komponen strategis umat dan bangsa
mempunyai peluang besar untuk mengamalkan semangat fastabiqul
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
35
khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) dan tampil menjadi a leading
force atau kekuatan yang berada di garis depan untuk mengisi dan
memimpin Indonesia menuju kehidupan berbangsa yang maju, adil,
makmur, bermartabat dan berdaulat sejajar dengan negra-negara lain yang
telah maju dan berperadaban tinggi.
Dari beberapa gagasan diatas tampak bahwa Muhammadiyah
mempunyai pandangan terhadap nasionalisme. Dimulai dari awal
berdirinya Muhammadiyah pada tahun 1912, bahwa keberadaan
Muhammadiyah memberikan ide-ide terhadap kemerdekaan Indonesia.
Muhammadiyah mengabdikan kepada kepentingan dan kemaslahatan
pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan dalam wawasan kebangsaan
yang kental dan integral. Dengan pandangan islam berkemajuan,
Muhammadiyah senantiasa berusaha untuk mengintegrasikan nilai-nilai
keislaman dan keindonesiaan dan berkomitmen untuk memimpin
Indonesia menuju kehidupan berbangsa yang maju, adil, makmur,
bermartabat dan berdaulat pada segala bidang kehidupan.
C. Pencak Silat Tapak Suci Putera Muhammadiyah
1. Pengertian Pencak Silat
Dalam buku yang ditulis oleh Mulyana (2014: 82) menjelaskan
bahwa semenjak perang dunia kedua, bangsa Eropa seperti Portugis,
Inggris, dan Belanda berupaya untuk menguasai wilayah Nusantara.
Pencak silat sebagai alat bela diri yang berkembang di masyarakat
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
94
dijadikan alat untuk melawan segala upaya untuk menguasai Nusantara.
Hal serupa dinyatakan oleh Draeger (1992: 30) bahwa “Pentjak-silat
received its greatest technical boost during this period (colonization), the
majority of pentjak-silat systems were understandably platformed on a
nationalistic foundation and became an expression of the drive for
independence, so long overdue”. Pencak silat menerima dorongan terbesar
selama periode penjajahan, mayoritas perguruan pencak silat dapat
dipahami berlandaskan pada fondasi nasionalistik dan menjadi ekspresi
dari dorongan untuk kemerdekaan yang telah lama tertunda. Dari
pernyataan tersebut tampak bahwa pencak silat telah ada di Indonesia
sejak zaman penjajahan. Nasionalisme telah terlihat dalam pencak silat
sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah dan dengan adanya dorongan
kemerdekaan.
Pengertian pencak silat lebih lanjut dinyatakan oleh Kriswanto
(2015: 13), bahwa “pencak silat merupakan sistem bela diri yang
diwariskan oleh nenek moyang sebagai budaya bangsa Indonesia sehingga
perlu dilestarikan, dibina, dan dikembangkan”. Sebagai sistem bela diri
yang diwariskan oleh nenek moyang sebagai budaya bangsa Indonesia
maka pencak silat perlu untuk dijaga oleh setiap warga negara dengan cara
dikembangkan melalui pelestarian dan pembinaan. Dengan munculnya
konsensus bahwa disamping keahlian melawan musuh, seorang pesilat
juga harus memiliki budi pekerti luhur dan kemampuan aktualisasi prinsip
kerukunan dan tatakrama yang diatur menurut nilai-nilai yang diberikan
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
35
oleh leluhurnya (Maryono, 2008: 49). Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa nasionalisme berakar dari kebudayaan masyarakat,
oleh karena itu pelestarian, pembinaan dan pengembangan pencak silat
adalah merupakan salah satu bentuk gerakan nasionalisme.
Selanjutnya terkait dengan aspek-aspek dalam pencak silat, Erwin
(2015:20) menuliskan bahwa ada empat aspek utama dalam pencak silat,
yaitu aspek aspek bela diri, aspek mental spiritual, aspek seni, aspek
olahraga. Berikut ini adalah empat aspek utama dalam pencak silat:
a. Aspek Bela Diri
Istilah silat cenderung menekankan pada aspek kemampuan
teknis bela diri pencak silat. Pencak silat bela diri menurut Mulyana
(2014: 91) merupakan cikal bakal dari aspek pencak silat lainnya yaitu
aspek mental spiritual, aspek seni, aspek olahraga. Pencak silat
mempunyai peran di masyarakat kita. Mengenai hal tersebut, Maryono
(2008: 171) menjelaskan bahwa
Kepulauan nusantara didiami berbagai macam suku bangsa
dengan karakteristik biologis, sosial, dan kebudayaan yang
berbeda-beda, namun mereka sama-sama mempunyai tradisi
mempelajari pencak silat sebagai alat pembelaan diri dalam usaha
brtahan menghadapi alam, binatang maupun manusia.
Pada aspek bela diri, pencak silat bertujuan untuk membentuk
dan memperkuat manusia untuk membela diri terhadap berbagai
ancaman dan bahaya. Pencak silat bela diri terdiri dari teknik-teknik
gerak atau jurus bela diri dengan pola tertentu untuk tujuan bela diri
secara total. Jadi, setiap pesilat dilatih untuk mempunyai sifat dan sikap
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
94
kesiagaan mental dan fisikal yang dilandasi dengan sikap kesatria,
tanggap dan selalu melaksanakan atau mengamalkan ilmu bela dirinya
dengan benar, menjauhkan diri dari sikap dan perilaku sombong dan
menjauhkan diri dari rasa dendam.
b. Aspek Mental Spiritual
Pencak silat membangun dan mengembangkan kepribadian dan
karakter mulia seseorang. Sebagai aspek mental-spiritual, pencak silat
lebih banyak menitikberatkan pada pembentukaan sikap dan watak
kepribadian pesilat yang sesuai dengan falsafah budi pekerti luhur, hal
tersebut senada dengan pendapat dari Maryono (2008: 109) bahwa
“tradisi pencak silat sebagai pendidikan humaniora berlangsung sampai
masa kini, dan tetap menuntut seseorang pesilat agar bersifat
berperikemanusiaan, berbudi pekerti luhur, tidak takabur, dan peka
terhadap penderitaan orang lain”. Seorang pesilat harus menjaga,
melestarikan, dan membela nilai-nilai kebudayaan seperti ketekunan,
kesabaran, kejujuran, kepahlawanan, kepatuhan dan kesetiaan dan
memberi landasan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan
di lingkungan kehidupan bermasyarakat.
Tujuan aspek mental spiritual pencak silat dari masing-masing
perguruan sangat beragam, seperti pendapat yang ditulis oleh Mulyana
(2014: 90) bahwa tujuan aspek spiritual tersebut adalah untuk
menginternalisasikan ajaran falsafah perguruan yang bersangkutan.
Aspek mental dan spriritual tersebut ditampilkan dalam suatu bentuk
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
35
teknik-teknik pencak silat, sikap dan gerak bela diri yang merupakan
hasil kreasi dari perguruan dalam mengekspresikan dan
mendeskripsikan ajaran falsafah perguruan.
c. Aspek Seni
Aspek seni dalam pencak silat lebih lanjut dijelaskan oleh
Maryono (2008: 228), bahwa sebagai budaya bangsa, pencak silat
sebagai seni dipertahankan agar tetap dikenali dan dijaga oleh generasi
penerus. Pencak pada umumnya menggambarkan bentuk seni gerak
pencak silat, dengan musik dan busana tradisional. Terkait dengan
struktur gerak, menurut Mulyana (2014: 91) pencak silat seni memiliki
struktur yang sama dengan pencak silat bela diri. Struktur tersebut
meliputi tekhnik-teknik, sikap, gerak langkah, serangan dan belaan
sebagai satu kesatuan. Perbedaan pencak silat seni dan pencak silat bela
diri terletak pada nilai, orientasi dan ukuran yang diterapkan dalam
proses pelaksanaannya. Pelaksanaan pencak silat bela diri bernilai
teknis, orientasinya efektif, praktis, taktis, dan pragmatis. Sedangkan
Pencak silat seni bernilai estetis yang orientasinya keindahan dalam arti
luas, meliputi keselarasan dan keserasian.
Aspek seni dari pencak silat merupakan wujud kebudayaan dalam
bentuk kaidah gerak dan irama. Berkaitan dengan nilai estetika,
Mulyana (2014: 93) menyatakan bahwa pencak silat seni dapat
dievaluasi berdasarkan ketentuan estetika, sehingga perwujudan taktik
ditekankan kepada keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
94
raga (wiraga), irama (wirama), dan rasa (wirasa). Kata wi mempunyai
arti bermutu atau bagus dalam arti luas. Wiraga berarti penampilan
teknik sikap dan gerak dengan rapi dan tertib. Wirama berarti
penampilan teknik sikap dan gerak dengan irama yang serasi, dan jika
hal itu diiringi dengan musik, ia bersifat kontekstual. Wirasa berarti
penampilan teknik sikap dan gerak dengan penataan (koreografi) yang
menarik.
d. Aspek Olahraga
Aspek olahraga meliputi sifat dan sikap menjamin kesehatan
jasmani dan rohani serta berprestasi di bidang olahraga. Hal ini berarti
kesadaran dan kewajiban untuk berlatih dan melaksanakan pencak silat
sebagai olahraga, merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari,
misalnya dengan selalu menyempurnakan prestasi, jika latihan dan
pelaksanaan tersebut dalam pertandingan maka harus menjunjung tinggi
sportifitas. Pesilat mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah tubuh.
Aspek olahraga meliputi pertandingan dan demonstrasi bentuk-bentuk
jurus, baik untuk tunggal, ganda atau regu.
Selain hal tersebut, menurut Mulyana (2014: 100) seorang pesilat
diharuskan menjaga harkat dan martabat diri dan bangsanya serta
bertanggung jawab terhadap ilmu yang diembannya. Pesilat juga
diharuskan mengutamakan kepentingan masyarakat dari pada
kepentingan pribadi, rela berkorban untuk kepentingan bersama dan
tidak menggunakan kemampuan bela dirinya untuk merugikan orang
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
35
lain. Dengan berbagai aspek yang terdapat dalam pencak silat, dapat
memperkuat alasan bahwa pencak silat merupakan kebudayaan luhur
bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan, dibina, dan dikembangkan.
2. Tapak Suci Putera Muhammadiyah
Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TSPM) merupakan perguruan
pencak silat dibawah naungan persyarikatan Muhammadiyah. TSPM
merupakan pencak silat yang didirikan pada 31 Juli 1963 di Kauman,
Yogyakarta Sejarah berdirinya TSPM ditulis oleh Maryono (2008: 296)
bahawa sebelum tapak suci berdiri, pada tahun 1920 di Kauman banyak
berkembang aliran pencak silat yang menggunakan ilmu kebatinan dan
terkesan pada warga Muhammadiyah mengaburkan nilai-nilai yang
diajarkan oleh Islam. Pada tahun 1925 dalam sebuah konferensi pemuda
Muhammadiyah. Dalam pertemuan itu Achmad Dimyati dan M. Wahib
bertemu dengan KH. Burhan yang menjadi murid KH Busyro. Atas restu
KH. Busyro kemudian Achmad Dimyati dan M. Wahib mendirikan
perguruan di Kauman dengan nama perguruan Cikauman.
Setelah berdirinya Perguruan Cikauman, tokoh pencak silat
Mohammad Barie Irsyad dari perguruan Siranoman dan atas restu
pengasuh perguruan Cikauman maka bersama dengan pemuda
Muhammadiyah mendirikan perguruan Kasegu. Alasan pendirian
perguruan, selain untuk menggerakan pemuda yang berjiwa nasionalis,
adalah untuk mengatasi pengaruh perguruan pencak silat yang dianggap
beraliran “ilmu hitam”. Setelah itu anak-anak murid Pencak Silat Kasegu
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
94
mendesak agar membentuk perguruan dan menggabung semua perguruan
yang sejalur untuk memurnikan pencak silat dari pengaruh kebatinan. Atas
dasar itu, maka disepakati dibentuk suatu perguruan baru pencak silat
dibawah naungan Muhammadiyah dengan nama Tapak Suci Putera
Muhammadiyah (TSPM) pada tahun pada 31 Juli 1963 di Kauman,
Yogyakarta.
Pencak silat TSPM merupakan salah satu perguruan pencak silat
berpengaruh di Indonesia karena termasuk dalam sepuluh perguruan
pencak silat historis keanggotaan khusus Ikatan Pencak Silat Indonesia
(IPSI). Sepuluh perguruan pencak silat historis disini adalah perguruan
pencak silat yang mempelopori berdirinya IPSI. Sebagaimana yang ditulis
oleh Erwin (2015: 23), sepuluh nama perguruan tersebut adalah:
a. Persaudaraan Setia Hati (PSH),
b. Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT),
c. Perisai Diri (PD),
d. Perisai Putih (PP),
e. Tapak Suci (TS),
f. Phasadja Mataram,
g. Persatuan Pencak Indonesia (PERPI Harimurti),
h. Persatuan Pencak Silat Seluruh Indonesia (PPSI),
i. Putra Betawi dan Nusantara.
Pencak silat TSPM menjadi bagian penting dalam persyarikatan
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi islam tertua di Indonesia.
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
35
Seperti yang dinyatakan oleh Sukarni (2016: 146) bahwa tapak suci
merupakan bagian terpenting dalam persyarikatan Muhammadiyah. Tapak
suci dapat memberikan andil yang cukup besar dalam gerakan langkah
kemajuan persyarikatan. Selain itu, pencak silat tapak suci juga
memberikan andil untuk Indonesia. Oleh karena itu sebagai putera
Indonesia, pencak silat tapak suci putera Muhammadiyah mengabdikan
diri, berperan serta mendidik dan membina manusia agar menjadi manusia
beriman dan berakhlak, terampil, serta sehat jasmani dan rohani.
Unsur-unsur nasionalisme dalam Pencak Silat Tapak Suci Putera
Muhammadiyah terdapat dalam Muqadimah Anggaran Dasar Pencak Silat
Tapak Suci Putera Muhammadiah yang berbunyi “Sebagai kader
persyarikatan Muhammadiyah, Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak
Suci Putera Muhammadiyah senantiasa sanggup untuk melahirkan kader-
kader Muhammadiyah yang cakap, intelektual, tangguh, beriman dan
senantiasa siap untuk mengabdikan diri pada Persyarikatan
Muhammadiyah, agama, bangsa dan negara” serta dalam Pasal 3 Ayat (2)
Anggaran Rumah Tangga (ART) Tapak Suci Putera Muhammadiyah yang
berbunyi, “Saya anggota TAPAK SUCI PUTERA MUHAMMADIYAH,
berikrar: Mengabdi kepada Allah, berbakti kepada bangsa dan negara serta
membela keadilan dan kebenaran”.
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
94
Kesetiaan Kebanggaan Persatuan
D. Kerangka Berfikir
Bagan 1. Kerangka Berfikir
E. Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan kajian yang
relevan selama proses penelitian dan penulisan, yang membahas tentang
Nasionalisme, Pencak Silat dan Tapak Suci yang terdapat dalam penelitian
sebagai berikut:
1. Penelitian oleh Mifdal Zusron Alfaqi pada tahun 2016 yang berjudul
“Melihat Sejarah Nasionalisme Indonesia untuk Memupuk Sikap
Pentingnya nilai-nilai
Nasionalisme
Nilai-nilai Nasionalisme dalam Pencak Silat
Tapak Suci Putera Muhammadiyah
Terciptanya Kader Pencak Silat Tapak Suci
Putera Muhammadiyah yang melaksanakan
nilai-nilai Nasionalisme
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
35
Kebangsaan Generasi Muda”. Penelitian ini menunjukan bahwa
nasionalisme merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Karena dengan nasionalisme yang tinggi sebuah
bangsa dapat berdiri tegak dan memiliki sebuah jati diri yang kuat. Dengan
menumbuhkan sikap nasionalisme yang tinggi maka bangsa Indonesia
kedaulatan yang kuat dan pada akhirnya bangsa Indonesia bisa
mewujudkan cita-citanya yaitu sebuah Negara yang adil dan makmur.
2. Penelitian oleh Silfia Rizqiyani pada tahun 2018 yang berjudul
“Penanaman Karakter Disiplin dan Cinta Tanah Air Siswa Melalui
Ekstrakurikuler Pencak Silat”. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
konstribusi ekstrakurikuler Pencak Silat dalam menanamkan Karaker
Disiplin dan Cinta Tanah Air siswa, setelah mengikuti mengikuti
ekstrakurikuler pencak silat tingkat kedisiplinan siswa menjadi lebih baik
dari sebelumnya, dan setelah mengikuti ekstrakurikuler pencak silat
karakter cinta tanah air siswa mulai terlihat.
3. Penelitian oleh Priyanti pada tahun 2014 yang berjudul “Nilai-nilai
Nasionalisme Dalam Organisasi Tapak Suci. (Studi Kasus pada Unit
Kegiatan Mahasiswa Tapak Suci di Universitas Muhammadiyah Surakarta
Periode Kepengurusan 2013)”. Muatan nilai-nilai nasionalisme pada
organisasi Tapak Suci terdapat dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan.
Kegiatan tersebut antara lain upacara saat pembukaan kegiatan selalu ada
bendera merah putih, terdapat burung garuda, serta menyanyikan lagu
Indonesia Raya ketika ada kejuaraan dan juga turnamen. Dalam penelitian
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
94
ditunjukan bahwa dengan mengikuti kegiatan Tapak Suci dapat
membentuk jiwa nasionalisme khususnya dalam unsur-unsur kecintaan
pada tanah air, cinta dan bangsa terhadap lagu dan bahasa nasional, cinta
dan menghargai kebudayaan bangsa, meneladani jiwa pahlawan,
kepedulian terhadap lingkungan, berperilaku baik dalam kehidupan sehari-
hari, kebanggaan terhadap identitas dan lambang negara, kewajiban pelajar
dalam mengisi kemerdekaan, kepedulian terhadap sesama dalam
kehidupan..sehari-hari.
Nilai-Nilai Nasionalisme…, Al Kahfi Bibul Zaqi, FKIP UMP, 2019
Recommended