View
216
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PAJAK AIR TANAH
DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
1.1 Pengertian Pajak
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, “pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang – undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran
rakyat”. Beberapa pengertian yang diberikan oleh para sarjana mengenai
pengertian pajak, yaitu :
1. Prof. Dr. P.J.A. Adriani menyatakan “Pajak adalah iuran pada Negara
yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan – peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang
langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan dengan tugas
pemerintah”. 1
2. Prof. Dr. M.J.H. Smeets (dalam bukunya : “De Economische betekenis
der Belastingen,” 1951 adalah : “Belastingen zijn aan de overhead
(volgens normen) verschuldigde, afdwing bare prestaties, zondet dat
hiertegenover, in het individuele geval, aanwijsbare tegen-prestatie
staan; zij strekken tot dekking van publieke uitgaven”.
1 R. Santoso Brotodihardjo, 1993, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco, Bandung, h.2.
26
2
“Pajak adalah prestasi pemerintah yang terutang melalui norma – norma
umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang
dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah membiayai
pengeluaran pemerintah”.2
3. Prof. Dr. Rochmat Soemitro menyatakan “Pajak adalah peralihan
kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang –
undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat ditunjuk dan yang
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. 3
Dalam buku Tax Law Review menyakatan “A tax on capacity might be
objectionable on libertarian or administrative”.4 Dilihat dari pernyataan tersebut
maka pajak merupakan suatu kebijakan publik yang didasarkan pada hukum
administratif suatu negara. Kemudian dijelaskan pula menurut Black Law’s
Dictionary, bahwa definisi pajak adalah5
“Taxes as the term is generally used, are public burdens imposed
generally upon the inhabitants of the whole state, or upon some civil
division thereof, for governmental purpose, without reference to
peculiar benefits to particular individuals of property”.
Berdasarkan definisi yang duraikan dalam kamus Black Law’s tersebut
maka pajak merupakan istilah umum yang dibebankan kepada masyarakat yang
dipergunakan untuk tujuan pemerintah tanpa melihat manfaat individu atau
properti tertentu.
2 R. Santoso Brotodihardjo, 1979, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Cet. VIII, Eresco,
Jakarta – Bandung, h.4. 3 Rochmat Soemitro, 1974, Pajak dan Pembangunan, Eresco, Bandung – Jakarta, h. 8.
4 Warren, Gorham & Lamont, 1996, Tax Law Review, New York University School of
Law, New York, h.8. 5 Henry Campbell Black, 1979, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co, ST. Paul
Minn, h. 1307.
3
Dari beberapa definisi mengenai pajak tersebut memiliki maksud dan
pengertian yang sama sehingga terdapat unsur – unsur mengenai pajak, yaitu :
1. Pajak merupakan suatu iuran berupa kewajiban menyerahkan
sebagian pendapatan kepada Negara.
2. Penyerahan iuran tersebut bersifat wajib dalam arti dapat dipaksakan
berdasarkan atas keberlakuan undang – undang atau peraturan yang
dibuat pemerintah yang berlaku umum.
3. Didalamnya tidak ada jasa timbal balik secara langsung, artinya
bahwa prestasi tidak dapat dirasakan langsung oleh perseorangan
melainkan ditujukan secara kolektif atau ditujukan kepada seluruh
anggota masyarakat.
4. Prestasi dari Negara berupa hak menggunakan fasilitas - fasilitas
umum, hak untuk mendapatkan pelayanan umum dan sebagainya.
1.1.1 Pajak pusat dan pajak daerah
Pembagian jenis pajak terkait dengan hierarki pemerintahan yang
berwenang menjalankan pemerintahan dan memungut sumber pendapatan Negara.
Ditinjau dari lembaga pemungutnya pajak dibedakan menjadi dua yaitu pajak
pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah
pusat melalui undang – undang yang wewenang pemungutannya ada pada
pemerintah pusat dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran
pemerintah pusat dan pembangunan.6 Pajak pusat dipungut oleh pemerintah pusat
6 Marihot Pahala Siahaan, op.cit, h.9.
4
yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Departemen Keuangan Republik
Indonesia. Pajak yang termasuk pajak pusat adalah :7
a. Pajak Penghasilan (PPh);
b. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa (PPN);
c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
d. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM);
e. Bea Materai;
f. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);
g. Bea Masuk, Bea Keluar (Pajak Ekspor);
h. Cukai (yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Departemen Keuangan).
Berdasarkan pasal 1 angka 10 Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, “Pajak daerah, yang selanjutnya
disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
daerah bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat”. Pajak daerah merupakan
pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah (perda)
yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan
hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah.
7 Ibid.
5
Unsur – unsur yang terdapat dalam definisi pajak daerah, yaitu : 8
1. Pajak daerah merupakan iuran wajib dari orang sebagai individu atau
badan kepada daerah.
2. Pajak daerah dipungut tanpa adanya imbalan langsung yang seimbang
atau tanpa adanya kontra prestasi individual.
3. Pajak dipungut berdasarkan peraturan perundang – undangan yang
berlaku beserta aturan pelaksanaannya, yaitu peraturan daerah.
4. Hasil dari pemungutan pajak tersebut digunakan untuk menutup
pengeluaran daerah.
Berdasarkan Pasal 2 Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah terbagi menjadi dua yaitu pajak
provinsi dan pajak kabupaten/kota.
1. Pajak Provinsi, terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.
2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari :
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
8 Agus Purwanto, 2004, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Indonesia, Cet. I, PT.
Bayu Media Publishing, Jatim, h. 125.
6
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burungg Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan
k. Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Kebijakan pemungutan pajak daerah berdasarkan pada peraturan daerah,
dan diupayakan tidak berbenturan dengan pungutan pusat. Karena akan
menimbulkan duplikasi pungutan pajak yang dilakukan pemerintah terhadap
warga masyarakat. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka terdapat kriteria
pemungutan pajak daerah kabupaten/kota menurut Undang – Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu :
a. Bersifat pajak bukan retribusi;
b. Objek pajak terletak pada atau terdapat di wilayah daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang
cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah
kabupaten/kota yang bersangkutan;
c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum;
d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan/atau objek
pajak pusat;
7
e. Potensinya memadai;
f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif;
g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat;
h. Menjaga kelestarian lingkungan.
1.2 Pajak Air Tanah
1.2.1 Pengertian dan landasan yuridis pemungutan pajak air tanah
Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan atau pemanfaatan air
tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau air yang berasal
dari batuan di bawah permukaan tanah. Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000
menyatakan pajak air tanah semula bernama Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan
Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (PPPABTAP) dan termasuk ke dalam pajak
Provinsi. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
(PPPABTAP) dipecah menjadi dua jenis pajak yaitu pajak air permukaan yang
dimasukkan ke dalam pajak provinsi serta pajak air tanah yang ditetapkan menjadi
pajak kabupaten/kota.9 Selanjutnya pajak air tanah disebut dengan pajak atas
pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
Pemungutan pajak air tanah didasarkan pada dasar hukum yang jelas,
sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan wajib pajak pada khususnya. Dasar
hukum pemungutan pajak air tanah pada kabupaten/kota adalah :
9 Ibid, h. 493.
8
1. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
2. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang PPPABT, yang
dinyatakan berlaku paling lambat satu tahun setelah berlakunya Undang
– Undang Nomor 28 Tahun 2009, sepanjang peraturan daerah
kabupaten/kota tentang pajak air tanah belum diberlakukan berdasarkan
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009.
3. Keputusan Gubernur yang mengatur tentang PPPABT sebagai aturan
pelaksanaan peraturan daerah tentang PPPABT dengan memperhatian
ketentuan nomor 2 (dua).
4. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak air tanah.
5. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang pajak air tanah
sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak air tanah
pada kabupaten/kota dimaksud.10
Pengenaan pajak air tanah tidak mutlak ada pada seluruh kabupaten/kota,
untuk itu diperlukan penerbitan peraturan daerah oleh pemerintah kabupaten/kota
tentang pajak air tanah yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam
teknis kabupaten/kota yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut pemerintah
daerah Kabupaten Badung mengeluarkan dasar hukum pemungutan pajak air
tanah di Kabupaten Badung, yaitu :
1. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak
Air Tanah.
10
Ibid, h.494.
9
2. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 25 Tahun 2013 Tentang
Pengelolaan Air Tanah.
3. Peraturan Bupati Badung Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Tata Cara
Pemungutan Pajak Air Tanah.
4. Peraturan Bupati Badung Nomor 83 Tahun 2012 Perubahan Atas
Peraturan Bupati Badung Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Tata Cara
Pemungutan Pajak Air Tanah.
1.2.2 Subyek dan obyek pajak air tanah
Subyek pajak pada pengenaan pajak air tanah berdasarkan pasal 68 ayat
(1) Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah orang pribadi atau badan
yang melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah. Wajib pajak adalah
orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air
tanah. Pada pengenaan pajak air tanah subyek pajak dan wajib pajak berada pada
orang atau badan yang sama. Dalam menjalankan kewajiban perpajakan wajib
pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang –
undang dan peraturan daerah tentang pajak air tanah. Wakil wajib pajak
bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara tanggung renteng atas
pembayaran pajak terutang. Wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan
surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan.
Berdasarkan pasal 67 ayat (1) Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah obyek pajak air tanah adalah
pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah. Pengambilan dan atau pemanfaatan
10
air tanah adalah pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah yang digunakan oleh
orang pribadi atau badan untuk berbagai macam keperluan seperti konsumsi
perusahaan, perkantoran dan rumah tangga. Pada pajak air tanah tidak semua
pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah dikenakan pajak. Beberapa obyek
yang dikecualikan dari obyek pajak air tanah adalah pengambilan dan atau
pemanfaatan air tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian
dan perikanan rakyat., keperluan peribadatan, keperluan pemadaman kebakaran,
tambak rakyat, riset atau penelitian dan lain sebagainya. Pasal 69 ayat (1) Undang
– Undang Nomor 28 Tahun 2009 menyebutkan dasar pengenaan pajak air tanah
adalah nilai perolehan air tanah. Dalam penelitian ini obyek pajak air tanah
difokuskan pada pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah yang digunakan
untuk keperluan badan usaha dengan tujuan komersial dengan dasar
pengenaannya berdasarkan nilai atas perolehan air tanah oleh pelaku usaha.
1.2.3 Fungsi dan tujuan pajak air tanah
Pemungutan pajak akan terlaksana dengan baik apabila sesuai dengan
fungsinya. Secara umum pajak memiliki dua fungsi, yaitu :11
a. Pajak sebagai fungsi budgeter, yaitu fungsi utama dari pajak
tersebut yang terletak disektor publik, yang dimana pajak
merupakan alat untuk memasukkan uang ke kas Negara yang pada
11
H.Bohari, 2012, Pengantar Hukum Pajak, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.134.
11
waktunya akan dipergunakan untuk pengeluaran Negara, dalam hal
ini pengeluaran – pengeluaran rutin dan pembangunan.
b. Pajak berfungsi regulerend, artinya pajak dipergunakan untuk
mengatur pajak itu sendiri dan juga mengatur bidang – bidang lain
seperti bidang ekomoni, moneter, sosial, kultural maupun dalam
bidang politik.
Pajak memiliki tujuan yang searah dengan tujuan hukum pada umumnya,
yaitu tujuan untuk memperoleh rasa keadilan, dimana pemungutan pajak
diarahkan pada keseimbangan antara pungutan pajak yang dibebankan dengan
pemanfaatan yang dilakukan oleh wajib pajak. Pajak dibebankan secara umum
terhadap semua subyek pajak tanpa adanya diskriminasi. Prinsip yang digunakan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan pemungutan pajak, yaitu :12
1. Berusaha mencapai tujuan pemakaian (efficient)
2. Mencapai tujuan secara praktis (workable)
Neumark menyatakan tujuan non fiscal dari Pajak, yaitu :13
1. Tugas Ekonomis :
a. Menghindarkan naik turunnya gelombang perekonomian
b. Mendorong pertumbuhan struktur ekonomi
c. Mendorong politik pembangunan nasional
2. Pertimbangan Sosial, yaitu meratakan pembagian pendapatan (re
distribution of income) khususnya dalam pembentukan tarif.
12
Sartan G., 1973, Pengantar Hukum Pajak Positif di Indonesia, Djambatan Jakarta h.1. 13
Subiyakto Indra Kusuma, 1988, Mengenal Dasar – Dasar Perpajakan, Usaha
Nasional, Surabaya, h. 34.
12
3. Tujuan Demokrafie, yaitu pajak yang lebih ditekankan pada
kemasyarakatan.
Fungsi dan tujuan pajak air tanah pada prinsipnya sama dengan fungsi dan
tujuan pajak pada umumnya, yaitu :
1. Pajak air tanah sebagai fungsi budgeter, yaitu fungsi utama dari pajak
yang terletak di sektor publik yang dimana pajak air tanah merupakan
alat untuk memasukkan uang ke kas daerah. Sebagai salah satu sumber
pendapatan asli daerah yang berfungsi untuk membiayai pengeluaran –
pengeluaran daerah baik langsung maupun tidak langsung serta untuk
menjalankan tugas – tugas rutin Pemerintah Daerah dalam
melaksanakan pembangunan daerah.
2. Pajak air tanah sebagai fungsi regulerend, yaitu pajak air tanah
berfungsi untuk mengatur pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah
agar sesuai dengan ketentuan – ketentuan mengai pajak air tanah.
Pengaturan pengambilan dan pemanfaatan pajak air tanah untuk
menghindari kecurangan dari pelaku usaha terkait debit air yang
dipergunakan.
Menurut Mardiasmo, untuk mencapai tujuan dari pajak maka pemungutan
pajak harus sesuai dengan syarat – syarat pemungutan pajak, yaitu : 14
1. Pemungutan pajak harus bersifat adil, artinya didalam melakukan
pemungutan pajak harus sesuai dengan tujuan hukum yang
14
Mardiasmo, 2011, Perpajakan Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta, h.2.
13
menghendaki adil di dalam peraturan perundang – undangan dan adil
didalam pelaksanaannya.
2. Pemungutan pajak harus didasarkan pada peraturan perundang –
undangan yang berlaku, dengan tujuan untuk memberikan jaminan
hukum dalam menyatakan keadilan bagi negara dan warga negara.
3. Pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian, artinya
pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan
produksi maupun perdagangan.
4. Pemungutan pajak harus dilakukan dengan efisien, artinya biaya yang
digunakan untuk pemungutan pajak harus lebih rendah dari hasil
pemungutannya.
5. Pemungutan pajak harus dilakukan dengan sistem yang sederhana,
dengan tujuan agar memudahkan masyarakat dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya.
2.3 Pendapatan Asli Daerah
2.3.1 Pengertian pendapatan asli daerah
Pasal 1 ayat (3) Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang
dimaksud dengan pendapatan daerah adalah hal pemerintah daerah yang diakui
sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.
Pengertian pendapatan asli daerah yang diberikan oleh para sarjana yaitu
sebagai berikut :
14
1. HAW. Widjaja, mendefinisikan Pendapatan Asli Daerah sebagai
pendapatan daerah yang terdiri dari pajak, retribusi, hasil perusahaan
milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah seperti bagian
laba, deviden dan penjualan saham milik daerah, serta pinjaman lain –
lain. 15
2. Elita mengartikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai semua
penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Identifikasi sumber pendapatan asli daerah adalah meneliti,
menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi
sumber pendapatan asli daerah dengan cara meneliti dan
mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan
benar sehingga memberikan hasil yang maksimal. 16
3. Atep Adya Barata, yang dimaksud dengan pendapatan asli daerah
adalah semua hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih. Dalam arti luas pendapatan daerah adalah semua
penerimaan kas daerah yang menambah ekuitas dana dalam periode
tahun anggaran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah daerah.
Disini dijelaskan bahwa pendapatan daerah adalah semua penerimaan
kas daerah yang menambah ekuitas dana dalam periode tahun
anggaran bersangkutan.17
15
Widjaja, 2002, Pendapatan Asli Daerah, UI, Jakarta, h. 110. 16
Elita, 2007, Penerimaan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah, Rajawali, Jakarta, h.24. 17
Atep Adya Barata, 2004, Pendapatan Asli Daerah, Barata, Jakarta, h.90.
15
2.3.2 Sumber pendapatan asli daerah
Dalam penjelasan Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan Pendapatan Daerah (PAD)
yang bersumber dari :
a. Pajak Daerah
Pajak daerah menurut Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2002 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang
dapat dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang – Undangan yang berlaku
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah.18
Smeet mengartikan pengertian pajak daerah sebagai
prestasi yang dipaksakan yang harus diserahkan kepada penguasa publik daerah,
menurut norma – norma yang telah ditentukan atau ditetapkan oleh penguasa
publik tanpa adanya kontra prestasi perorangan tertentu sebagai penggantinya.19
Berdasarkan pengertian mengenai pajak daerah tersebut maka unsur –
unsur dari pajak daerah, yaitu :
a. Pembayaran berupa iuran wajib yang dilakukan kepada pemerintah
daerah (penguasa publik).
b. Pungutannya dapat dipaksakan
c. Pungutannya mengikuti peraturan perundang – undangan yang
berlaku.
18
Deddy Supriady Bratakusumah, 2002, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah,
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.256. 19
C. Geodhart, 1982, Garis – Garis Besar Keuangan Negara, Jembatan, Jakartan h.92.
16
d. Pungutan dilaksanakan tanpa adanya balas jasa (kontra prestasi)
langsung dari pemerintah.
b. Retribusi Daerah
Menurut Pasal 1 angka 64 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, “retribusi daerah, yang selanjutnya
disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”. Rormat Sumitro
mengatakan bahwa retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang
dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa – jasa negara, artinya retribusi
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau
milik daerah bagi yang berkepentingan.20
Menurut Davey, pembayaran retribusi harus memenuhi dua syarat, yaitu :21
1. Dasar untuk mengenakan retribusi harus didasarkan pada total cost
dari pelayanan – pelayanan yang disediakan.
2. Dalam beberapa hal retribusi harus didasarkan pada kesinambungan
harga jasa suatu pelayanan, yaitu atas dasar mencari keuntungan.
Berdasarkan pengertian mengenai retribusi daerah maka dapat
dikemukakan ciri – ciri retribusi daerah :
1. Retribusi dipungut oleh negara dalam hal ini pungutan pendapatan
daerah dilakukan oleh pejabat publik;
20
Adrian Sutedi, op.cit, h. 74. 21
Ibid.
17
2. Dalam pungutan terdapat paksaan secara ekonomis;
3. Adanya kontra prestasi berupa jasa dan pelayanan yang diberikan oleh
negara;
4. Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang menggunakan jasa –
jasa yang disiapkan oleh negara.
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Untuk mencukupi kebutuhan pembiayaan daerah yang relatif cukup besar,
maka kepada daerah juga diberikan sumber – sumber pendapatan berupa hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sesuai dengan undang – undang.
Pengelolaan kekayaan daerah tersebut berasal dari perusahaan daerah. Dalam
penjelasan umum Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang perusahaan
daerah, pengertian Perusahaan Daerah adalah semua perusahaan atau badan yang
modalnya baik seluruhnya maupun sebagainya merupakan kegiatan daerah yang
dipisahkan.
Pemerintah daerah dapat bertindak sebagai pemilik sepenuhnya
perusahaan atau sebagai pemilik dari sebagian saham yang ada pada perusahaan.
Tujuan perusahaan daerah adalah untuk turut serta melaksanakan pembangunan
daerah dengan mengutamakan pemberian jasa kepada masyarakat dan
memberikan dukungan ekonomi daerah. Perusahaan daerah dapat dibedakan
dalam 2 (dua) kategori yaitu :
1. Perusahaan asli daerah yaitu perusahaan daerah yang didirikan oleh
daerah itu sendiri;
2. Perusahaan daerah yang berasal dari pemerintah atasannya.
18
d. Lain – Lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
Lain – lain Pendapatan Asli Daerah yang sah merupakan usaha yang
dilakukan perangkat pemerintah daerah yang bukan merupakan kewenangan dari
perangkat daerah yang bersangkutan. Hal – hal yang menyangkut usaha daerah
yang sah adalah :
1. Usaha yang dilakukan oleh perangkat pemerintah daerah yang dalam
kegiatannya menghasilkan suatu barang atau jasa yang dapat
dipergunakan oleh masyarakat dengan ganti rugi. Seperti penjualan
alat berat dan bahan jasa.
2. Usaha daerah sebagai sumber pendapatan daerah yang berasal dari
penerimaan swasta, seperti bunga simpanan giro dan bank serta
penerimaan dari denda kontraktor.
2.4 Perbandingan Klasifikasi Hotel Bintang 1,2,3,4 dan 5 di Kabupaten
Badung
Merurut SK. Menteri Perhubungan No. PM.10/Pw.301/PHb.77, Hotel
adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial , disediakan bagi
setiap orang untuk memperoleh pelayanan dan penginapan berikut makanan dan
minuman. Klasifikasi hotel didasarkan pada beberapa kriteria yaitu :
1. Jumlah kamar yang tersedia
2. Fasilitas yang tersedia
3. Peralatan yang digunakan
19
4. Mutu Pelayanan yang dimiliki
Perbandingan klasifikasi Hotel Bintang 1,2,3,4, dan 5 yang terdapat di Kabupaten
Badung.
1. Hotel bintang 1 dengan simbol (*)
a. Minimal memiliki 15 kamar
b. Sarana dan prasara olahraga minimal terdiri dari 1 (satu) kolam
berenang untuk umum
c. Utilitas penunjang yaitu ketersediaan air minum 100 liter setiap
harinya
2. Hotel bintang 2 dengan simbol (**)
a. Minimal memiliki 20 kamar
b. Sarana dan prasaran olahraga minimal terdiri dari 1 (satu) kolam
berenang untuk umum
c. Utilitas penunjang yaitu ketersediaan air minimum 200 liter setiap
harinya
3. Hotel bintang 3 dengan simbol (***)
a. Minimal memiliki 30 kamar standar dan 2 kamar suite
b. Sarana dan prasanan olah raga memiliki kolam berenang yang terpisah
antara dewasa dan anak, serta memiliki kolam berenang pribadi untuk
kamar suite
20
c. Utilitas penunjang yaitu ketersediaan air bersih minimum 500 liter
setiap harinya, dilengkapi dengan instalasi air panas atau dingin. Serta
dilengkapi dengan satu toilet umum pada lobby.
4. Hotel bintang 4 dengan simbol (****)
a. Minimal memiliki 50 kamar standar dan 3 kamar suite
b. Sarana dan prasanan olah raga memiliki kolam berenang yang terpisah
antara dewasa dan anak dan memiliki kolam berenang pribadi untuk
kamar suite
c. Utilitas penunjang yaitu ketersediaan air bersih minimum 700 liter
setiap harinya, dilengkapi dengan instalasi air panas atau dingin.
Terdapat 2 (dua) toilet untuk untuk pria dan 3 (tiga) toilet umum untuk
wanita dilengkapi dengan perlengkapannya.
5. Hotel bintang 5 dengan simbol (*****)
a. Minimal memiliki 100 kamar standar dan 4 kamar suite
b. Sarana dan prasanan olah raga memiliki kolam berenang yang
terpisah antara dewasa dan anak dan memiliki kolam berenang
pribadi untuk kamar suite
c. Utilitas penunjang yaitu ketersediaan air bersih minimum 900 liter
setiap harinya, dilengkapi dengan instalasi air panas atau dingin.
Terdapat 2 (dua) toilet untuk untuk pria dan 3 (tiga) toilet umum
untuk wanita dilengkapi dengan perlengkapannya.
21
Berdasarkan klasifikasi tersebut, terlihat perbandingan dari berbagai segi
terhadap klasifikasi hotel berbintang. Penelitian ini difokuskan pada klasifikasi
hotel bintang 3 sampai bintang 5 dikarenakan kebutuhan akan air pada hotel
tersebut relative melonjak lebih banyak apabila dibandingkan dengan hotel
bintang 1 dan 2. Dikatakan demikian karena pada hotel bintang 3 sampai bintang
5 jumlah kamar minimal dimulai dari 30 kamar serta dilengkapi dengan kamar
suite. Sarana dan prasarana pendukung seperti kolam berenang terdiri dari kolam
berenang yang dipisahkan antara dewasa dan anak serta kolam berenang prIbadi
yang diperuntukan untuk kamar suite. Sehingga ketersediaan air yang
diiperuntukan untuk kolam berenang pun menjadi meningkat apabila
dibandingkan dengan hotel bintang 1 dan 2. Ketersediaan air bersih pada hotel
bintang 3 sampai bintang 5 disediakan minimal 500 liter setiap harinya, hal ini
menunjukan lonjakan kebutuhan akan air bersih dibandingkan dengan hotel
bintang 1 dan 2 yang ketersediaan air bersihnya minimal 100 liter setiap harinya.
Didukung lagi dengan ketersediaan toilet umum pada lobby terhadap hotel bintang
3, 4 dan 5 sedangkan untuk hotel bintang 1 dan 2 tidak memiliki ketersediaan
terhadap toilet umum. Dari segi minat wisatawan memang lebih memilih hotel
mulai dari hoteng bintang 3 sampai bintang 5 dikarenakan dengan mutu pelayanan
dan fasilitas serta kenyamanan yang didapatkan oleh wisatawan. Sehingga
berdasarkan kriteria tersebut penelitian ini difokuskan pada pengenaan pajak air
tanah untuk tujuan komersil terhadap hotel bintang 3 sampai bintang 5 di
Kabupaten Badung.
Recommended