View
214
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
BAB III
TINJAUAN DAERAH STUDI
3.1. Delta Mahakam
3.1.1. Gambaran Umum Delta Mahakam
Secara umum, Delta Mahakam terbentuk akibat pengaruh energi arus rendah (low
wave energy), serta campuran antara endapan sungai (fluvial) dan arus pasang surut (tidal
and fluvial dominated). Delta ini merupakan daerah yang memiliki kandungan reservoar-
reservoar dengan akumulasi minyak bumi dan gas yang tinggi.
Secara administratif, kawasan Delta Mahakam berada dalam wilayah Kabupaten
Kutai Kartanegara, tepatnya berada di Kecamatan Anggana, Muara Jawa, dan Sanga-
Sanga.
Karakteristik yang dimiliki oleh Delta Mahakam sangat unik, yang barangkali
tidak ditemui di tempat lain. Delta ini terjadi sebagai akibat dari proses sedimentasi yang
terus menerus selama beratus-ratus tahun sehingga membentuk sebuah delta yang
dikatakan delta majemuk karena terdiri dari belasan anak-anak sungai yang mempunyai
interkorelasi dan berhilir ke laut dengan muara masing-masing.1
Sungai hulu Delta Mahakam, yaitu Sungai Mahakam, juga mempunyai karakter
yang unik di mana sampai jauh ke hulu masih menerima pengaruh gerakan pasang surut
pada laut di lepas delta. Hal ini terjadi karena kondisi topografi Pulau Kalimantan yang
cendurung landai.2
Interaksi antara aliran air tawar dari Sungai Mahakam dan arus pasang surut yang
masuk dari Selat Makasar memainkan peranan penting dalam pembentukan Delta
Mahakam. Estuari Mahakam merupakan daerah transisi tempat terjadinya percampuran
massa air dari sungai yang bersifat tawar dan air laut yang bersalinitas tinggi. Kombinasi
air tawar dan air laut tersebut akan menghasilkan komunitas khas dengan kondisi
lingkungan yang bervariasi (Banjarnahor dan Suyarso, 2000).
1 http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbsi-gdl-s1-2005-emirrezali-1564&q=Aliran. 2 Ibid.
13
Luas dataran Delta Mahakam adalah sekitar 1700 km2 yang terbagi menjadi
empat zona vegetasi, yaitu: hutan tanaman keras tropis dataran rendah, hutan campuran
tanaman keras dan palma dataran rendah, hutan rawa nipah dan hutan bakau.
Dua zona vegetasi yang terakhir, karena penyebarannya tergantung pada
keberadaan air laut, seringkali disebut bersama-sama sebagai hutan mangrove, dan
menutupi 60% luas dataran delta. Sistem perakaran hutan mangrove yang kokoh mampu
menahan empasan ombak dan mencegah abrasi pantai, membuatnya berfungsi sebagai
zona penyangga (buffer zone).3
Delta Mahakam merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki transpor
sedimen yang kompleks. Material-material sedimen tersuspensi (melayang) di Sungai
Mahakam dan terperangkap di Estuari Mahakam yang akhirnya (dalam waktu ratusan
tahun) membentuk Delta Mahakam sekarang yang bertipe kaki burung. (Prakosa, 2006)
Sungai Mahakam sebetulnya adalah jenis sungai pasang-surut, di mana pengaruh
proses pasang surut dari laut mencapai jarak 140 km dari garis pantai ke arah hulu.
Bahkan pada musim kemarau yang sangat ekstrim, pengaruh pasang surut tersebut
mampu mencapai 360 km dari garis pantai. Debit rata-rata air laut yang terbawa masuk
ketika pasang dapat mencapai 2,5 kali lebih besar daripada debit rata-rata air tawar
Sungai Mahakam.4
Analisa dinamika arus menunjukkan bahwa transportasi sedimen pada bagian
muara delta bergerak ke arah daratan. Data-data tersebut menunjukkan bahwa secara
alamiah, pengaruh laut terhadap delta dan DAS Mahakam bagian hilir adalah besar dan
signifikan.
Delta Mahakam merupakan sebuah kawasan perairan payau di Kalimantan Timur
yang mempunyai hutan mangrove yang cukup luas. Seperti pada umumnya hutan
mangrove, tentu mempunyai ciri-ciri ekologis yang unik, yaitu berupa saling keterkaitan
antara tumbuhan dan hewan yang hidup bersamanya.5
Sampai tahun 1980-an, seluruh kawasan Delta Mahakam merupakan daerah
vegetasi yang lebat dengan berbagai jenis tumbuhan mangrove. Ekosistem hutan 3 http://72.14.235.104/search?q=cache:ltSNRLZvGUIJ:io.ppi-jepang.org/download.php%3Ffile%3Dfiles/inovasi_Vol.7_XVIII_Juni_2006_page_31.pdf+delta+mahakam&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id 4 Ibid. 5 http://www.coremap.or.id/berita/infobuku/article.php?id=357
14
mangrove merupakan habitat bagi beragam jenis biota laut. Penduduk setempat sudah
lama memanfaatkan kawasan ini sebagai areal tangkapan ikan, udang, dan kepiting.
Produksi udang untuk ekspor dimulai pada tahun 1970an. Permintaan yang tinggi
akan udang dari negara-negara lain tersebut membuat para petani ikan membangun
tambak-tambak udang. Selama tahun 1990an, mereka merubah lahan-lahan mangrove,
menghancurkan vegetasi mangrove dengan menebang dan membakar lahan-lahan
tersebut, dan menjadikannya tambak-tambak udang.
Kekayaan ekosistem Delta Mahakam sangat didukung oleh lokasi delta tersebut
yang terletak di tepi barat Selat Makassar, sebuah selat yang sangat penting bagi iklim
dan ekonomi dunia. Melalui selat inilah, arus laut antara Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia mengalir dan kaya akan zat-zat nutrisi. Arus laut ini dikenal di dunia sebagai
Indonesian throughflow atau Arus Lintas Indonesia (Arlindo).6
Selain kaya akan keanekaragaman hayati, Delta Mahakam juga dikenal memiliki
kekayaan alam yang berlimpah, terutama berupa minyak bumi dan gas alam. Kegiatan
pengelolaan minyak dan gas bumi di kawasan Delta Mahakam telah memaksa daerah
tersebut beralih fungsi menjadi area sarana pendukung kegiatan produksi migas.
Di kawasan tersebut terdapat lokasi sumur bor untuk produksi dan sarana serta
fasilitas pendukung. Jaringan-jaringan pipa produksi minyak dan gas juga sebagian
terpasang melewati kawasan darat, serta sebagian lain terdapat di kanal-kanal buatan dan
di dasar sungai.
Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi di
kawasan Delta Mahakam, termasuk perusahaan multinasional. Contohnya yaitu Total
E&P Indonesie yang memfokuskan usahanya di daerah ini sejak 30 tahun yang lalu.
Sebagai gambaran, sampai saat sekarang produksi perusahaan minyak asal Perancis itu
mencapai 2,3 miliar kaki kubik atau lebih dari 500.000 barrel ekivalen minyak, dengan
cadangan terbesar di Peciko dan Tunu.7
Kegiatan eksplorasi tersebut telah mengakibatkan kerusakan ekologis di sekitar
Delta Mahakam, termasuk terhadap kawasan hutan mangrove. Perairan di kawasan
6 http://72.14.235.104/search?q=cache:ltSNRLZvGUIJ:io.ppi-jepang.org/download.php%3Ffile%3Dfiles/inovasi_Vol.7_XVIII_Juni_2006_page_31.pdf+delta+mahakam&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id 7 http://www.bpmigas.com/environment-total.asp
15
tersebut terkontaminasi oleh tumpahan minyak, sehingga berpengaruh terhadap keutuhan
kondisi lingkungan serta komunitas yang kehidupan sehari-harinya bergantung kepada
kawasan Delta Mahakam.
Para penduduk lokal yang mengelola tambak udang seringkali terlibat dalam
konflik horizontal dengan para pengusaha minyak dan gas bumi. Tumpahan minyak yang
tercemar diklaim warga setempat sebagai penyebab matinya udang-udang hasil ternak
mereka.
3.1.2. Kondisi Geografis Delta Mahakam
3.1.2.1. Letak Geografis
Delta Mahakam terletak di antara 0°21’ dan 1°10’ lintang selatan, dan 117°40’
bujur timur.
Batas-batas wilayah Delta Mahakam yaitu sebagai berikut :
• Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Anggana dan Kecamatan Muara
Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara
• Sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar
• Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai
Kartanegara
• Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kecamatan Anggana dan Kecamatan
Sanga-sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara.
3.1.2.2. Bentuk Delta Mahakam
Jika dilihat dari angkasa, kawasan Delta Mahakam ini secara simetris berbentuk
menyerupai bentuk kipas atau kaki burung, dengan tepinya berbentuk hampir setengah
lingkaran (fan-shape lobate).8
8 http://litbang.grdc.esdm.go.id/litbang_02.php?id_tim=29
16
3.1.2.3. Luas Wilayah
Luas Delta Mahakam yaitu 5200 km2 atau 520.000 hektar, terdiri atas tiga tiga
sistem konsentris radial, yaitu :
• Delta plain (daratan delta) seluas 1500 km2. Dataran ini ditumbuhi oleh tanaman
baku dan tanaman jenis palem yang dinamakan Nipah.
• Delta front seluas 1000 km2. Area ini tertutup oleh air laut ketika air pasang dan
pulau-pulau akan terlihat ketika air surut.
• Prodelta seluas 2700 km2. Terletak di sisi luar daratan dan mempunyai kemiringan
0.5˚ – 10˚ terhadap laut.
3.1.3. Kondisi Lingkungan Delta Mahakam
Iklim di Delta Mahakam yaitu basah dan tropis dengan curah hujan rata-rata lebih
dari 2460 mm tiap tahunnya. Ditinjau dari aspek biofisik, lokasi delta mahakam terletak
di wilayah ekuator menjadikan suhu konstan yang tinggi (rata-rata suhu tahunan 26 -
28˚C).
Tidak ada studi yang meneliti kuantitas limpahan air sungai yang bermuara di
Delta Mahakam, tetapi diketahui bahwa Sungai Mahakam merupakan sumber utama air
tawar di Delta Mahakam. Debit air Sungai Mahakam yang memiliki panjang 770 Km
berkisar antara 1500 m3/s dan total sedimen yang masuk ke Delta Mahakam sekitar 8.106
m3 per tahun.
Di selat Makasar, arah sirkulasi air di permukaan yaitu menuju utara dan selatan
dengan kecepatan maksimum pada bulan Februari yaitu 0,5 per detik. Arus ini cukup
kuat untuk mengangkut partikel-partikel yang mengendap keluar dari delta.
Secara alamiah, Delta Mahakam menghadapi naiknya air laut yang menyebabkan
pengaruh energi laut semakin kuat dan laju abrasi pantai semakin meningkat. Secara
umum, proses naiknya air laut tersebut disebabkan oleh dua faktor, yaitu pemanasan
global dan penurunan geologis.9
9 http://72.14.235.104/search?q=cache:ltSNRLZvGUIJ:io.ppi-jepang.org/download.php%3Ffile%3Dfiles/inovasi_Vol.7_XVIII_Juni_2006_page_31.pdf+delta+mahakam&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id
17
Tinggi gelombang di sekitar Delta Mahakam biasanya lebih kecil dari 60 cm,
sehingga kemungkinan pengaruh efek gelombang sangat kecil terhadap pendistribusian
sedimen di sekitar Delta Mahakam.
3.1.4. Arus Pasang Surut
Delta Mahakam adalah dataran rendah yang terdiri dari populasi mangrove
dengan keberagaman tertentu dari mangrove (nipah). Karena dataran yang rendah ini,
pertukaran air dari daerah ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut.
Pasang surut (pasut) memiliki kontribusi yang signifikan terhadap distribusi
sedimen Delta Mahakam, di mana rata-rata tunggang pasut dapat mencapai 2,5 meter.
Pasut inilah yang menyebabkan arus pasut di sekitar mulut delta dapat mencapai 1m per
detik (Allen, 1979 di dalam Davis, 1985).
Secara umum pola arus di Selat Makasar sangat dipengaruhi oleh pasang surut
yang berasal dari Laut Sulawesi di sebelah utara dan Laut Jawa di bagian selatan. Arus
bergerak dari utara ke selatan Selat Makasar.
18
3.1.5. Gambar Delta Mahakam
Gambar 3.1. Delta Mahakam, Kalimantan Timur
19
3.2. Hindcasting
Hindcasting yaitu peramalan tinggi gelombang menggunakan data angin.
Penaksiran tinggi dan perioda gelombang laut akibat angin dilakukan dengan cara
sederhana dari Shore Protection Manual (1984).
Gelombang terbentuk karena adanya perbedaan tekanan pada permukaan air laut
yang mengakibatkan adanya pergerakan angin dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Energi yang dialirkan dari angin ke permukaan laut ini akan mengakibatkan terbentuknya
gelombang.
Gelombang juga sangat dipengaruhi oleh luasnya daerah pembentukan
gelombang, lamanya angin bertiup, kecepatan angin dan gesekan yang terjadi pada
permukaan laut.
Tinggi gelombang yang dihasilkan dari penaksiran ini merupakan tinggi
gelombang signifikan (Hs), sedangkan perioda yang dihasilkan merupakan perioda
gelombang yang sesuai dengan energi maksimum dari spektrum gelombang (Tp).
Seas
Kec. Angin U Swell
Fetch
Gambar 3.2. Daerah pembentukan gelombang
Untuk menghitung hindcasting, diperlukan input berupa data angin. Biasanya
angin diamati di stasiun-stasiun angin yang sudah ada. Dikarenakan tidak setiap daerah
memiliki stasiun angin, maka data yang dimiliki dikonversi sesuai dengan kebutuhan.
20
3.2.1. Data Angin
Data angin yang digunakan dalam perhitungan didapatkan dari Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG). Pada umumnya data ini diambil dari tempat-tempat
prasarana transportasi seperti pelabuhan dan bandara. Data yang penulis kumpulkan
antara lain:
1. Tanggal pengamatan
2. Jam pengamatan
3. Arah angin
4. Kecepatan angin
Data yang digunakan dalam perhitungan hindcasting hendaknya merupakan data
yang dicatat pada daerah yang ditinjau. Apabila tidak terdapat data yang cukup mewakili,
maka hendaknya data yang digunakan berasal dari stasiun terdekat dan tindak lebih jauh
dari 500 km.
3.2.2. Perhitungan Tinggi dan Perioda Gelombang
3.2.2.1. Menentukan Panjang Fetch efektif
Dalam perhitungan tinggi dan perioda gelombang dibutuhkan informasi lainnya
yang mendukung. Salah satu informasi yang dibutuhkan yaitu panjang fetch, yang berarti
panjangnya daerah pembentukan gelombang.
Panjang fetch untuk suatu arah angin tertentu merupakan kumulatif dari panjang
fetch efektif yang merentang/melingkup sektor -22.5o sampai +22.5o terhadap arah angin
utama. Rumus yang digunakan untuk menghitung panjang fetch efektif ini adalah:
∑∑
α
α⋅=
i
iieff cos
cosFF Pers. 3.1
Di mana:
Feff = panjang fetch efektif dari perairan kajian
Fi = panjang garis fetch untuk indeks ke i
αi = simpangan garis fetch ke i terhadap arah utama
i = menyatakan indeks dari garis fetch yang dibuat
21
3.2.2.2. Koreksi dan Konversi Kecepatan Angin
1). Koreksi Elevasi
Jika posisi stasiun tidak terletak pada elevasi 10 m, maka dilakukan koreksi
terhadap data yang akan digunakan yaitu : 7/1
(z))10(10 U= ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛×
zU Pers. 3.2
Di mana : U(z) = Kecepatan angin menurut pencatatan stasiun pada elevasi z U(10) = Kecepatan angin pada elevasi 10 m di atas permukaan laut
2). Koreksi Stabilitas
Jika udara (tempat angin berhembus) dan laut (tempat pembentukan
gelombang) memiliki perbedaan temperatur, maka harus terdapat koreksi
terhadap stabilitas kecepatan angin akibat kondisi ini, yang didefinisikan
sebagai :
)10(UU ×TR = Pers. 3.3
Di mana :
RT = Besar koreksi (dibaca dari grafik pada SPM 1984)
U = kecepatan angin setelah dikoreksi dalam m/s
3). Koreksi Tempat
Rumusan untuk menghitung faktor reduksi RL diperoleh dari acuan Shore
Protection Manual (SPM 1984), yaitu persamaan (1.4) sebagai berikut :
L
WL U
UR = Pers. 3.4
Di mana:
RL = rasio antara kecepatan angin dilautan dengan di daratan
Uw = kecepatan angin di lautan
UL = kecepatan angin di daratan
22
Harga RL ini didapat dari grafik hubungan antara RL vs UL yang terdapat
pada figur 3-15 SPM 1984, berdasarkan data kecepatan angin di daratan
UL dalam satuan knot. Dari persamaan (1.2) di atas, dengan diketahuinya
harga RL dan UL maka besar kecepatan angin di laut dapat dihitung
sebagai berikut:
LLW U.RU = Pers. 3. 5
Jadi, kecepatan angin lautan setelah dikoreksi dan dikonversikan adalah:
3600
15,1853 LLw
URU = Pers. 3.6
Di mana:
Uw = kecepatan angin setelah dikoreksi dan dikonversi, (meter/detik)
RL = faktor reduksi dari kecepatan di daratan menjadi di lautan, non
dimensi
UL = kecepatan angin maksimum harian dari stasiun pengamat
(knot)
4). Koreksi Geser
Tiap angin akan mengalami gesekan (drag) pada permukaan laut,
sehingga kecepatan angin Uw, ini harus dikoreksi lagi terhadap faktor
tegangan-angin (wind-stress factor) dengan menggunakan persamaan
(1.7a), (1.7b) atau (1.7c) yang dikutip dari buku Shore Protection Manual
1984, yaitu: 23,171,0 WA UU = (bila Uw dalam m/det.)
23,1589,0 WA UU = (bila Uw dalam m/jam) Pers. 3.7(a,b,c)
23,1689,0 WA UU = (bila Uw dalam knot)
23
3.2.2.3. Perkiraan Tinggi dan Perioda Gelombang
Untuk memperkirakan tinggi dan perioda gelombang, dapat diikuti bagan alir
yang terdapat pada halaman berikut:
Non Fully Developed
Fully Developed
Duration Limited
minFF =
Fetch Limited
Mulai
715008.68 2 ≤⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
AA UgF
U
Gambar 3.3 Flowchart perhitungan tinggi dan peroda gelombang
gt
gUT
gUH
Ap
As
2
21
13.8
10.433.2
=
= −
t
gU
UgFt A
A
≤⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
3/2
2min 8.68
715008.68 2 ≤⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
AA UgF
Ugt
gU
UgtF A
A
2/7
minmin 8.68 ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
3/1
2
2
2/1
2
2
2857.0
0016.0
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
A
Ap
A
As
UgF
gU
T
UgF
gUH
Selesai
24
3.2.3. Perhitungan Fetch
Untuk perhitungan tinggi gelombang, harus diketahui terlebih dahulu berapa
panjang fetch yang ditinjau. Berikut adalah gambar dari fetch dan tabel perhitungan fetch
efektif untuk daerah Delta Mahakam.
Gambar 3.4. Fetch Delta Mahakam
Tabel 3.1. Pengukuran panjang fetch Panjang Fetch
Arah U TL T TG S
-20 0 5993.46 272934.8 214452.7 587462.6
-15 0 163727.1 257190.2 222271.6 925312.1
-10 0 173321.8 233730.4 237099.9 883112.8
-5 0 187995 246955.4 260920.5 878017.4
0 0 1822221 242464.7 259764.9 26722.18
5 0 2004558 241905.5 274278.3 25929.23
10 0 2246440 230371.8 288169.8 25833.55
15 3606.443 2577010 222371.4 280559.9 0
20 4380.319 303049.8 216774.3 323408.1 0
25
Tabel 3.2 Perhitungan sudut fetch Perhitungan Sudut
Radian Cos (a)
-0.34907 0.939693
-0.2618 0.965926
-0.17453 0.984808
-0.08727 0.996195
0 1
0.087266 0.996195
0.174533 0.984808
0.261799 0.965926
0.349066 0.939693
Total 8.773242
Tabel 3.3 Perhitungan penjang fetch efektif Panjang Fetch Efektif
N NE E SE S
F.Efektif 866.2373 1063140 240494.2 262313.4 372517.2
Setelah itu, hindcasting dilakukan dengan menggunakan data angin di Kalimantan
Timur selama tujuh tahun, yaitu tahun 1998 sampai tahun 2004. Perhitungan hindcasting
berdasarkan kepada teori yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Tabel di bawah
ini merupakan contoh data hindcasting.
26
Tabel 3.4 Hindcasting 1998 U(knot) U(m/dt) Arah durasi t(dt) Ua(m/s) F(m) t(kritis) Fmin Fcor Cek Fully Developed Hs Ts
3 1.545 NW 3600 3600 1.36 0.00 0 Fetch limited 1384.15 0.00 UD 0.000 0.000
11 5.665 NW 7200 7200 6.74 0.00 0 Fetch limited 8704.71 0.00 UD 0.000 0.000
8 4.12 S 3600 3600 4.56 372517.22 100376.3 duration limited 2530.19 2530.19 UD 0.117 1.408
10 5.15 S 7200 7200 5.99 372517.22 91600.59 duration limited 8209.14 8209.14 UD 0.277 2.285
10 5.15 S 3600 3600 5.99 372517.22 91600.59 duration limited 2902.37 2902.37 UD 0.165 1.615
10 5.15 S 3600 3600 5.99 372517.22 91600.59 duration limited 2902.37 2902.37 UD 0.165 1.615
3 1.545 NW 3600 3600 1.36 0.00 0 Fetch limited 1384.15 0.00 UD 0.000 0.000
0 0 N 3600 3600 0.00 866.24 0 Fetch limited 0.00 866.24 0.00 0.000 0.000
4 2.06 NE 3600 3600 1.94 1063140.27 268338.6 duration limited 1652.04 1652.04 UD 0.040 0.919
0 0 N 3600 3600 0.00 866.24 0 Fetch limited 0.00 866.24 0.00 0.000 0.000
5 2.575 N 3600 3600 2.56 866.24 2136.228 Fetch limited 1895.04 866.24 UD 0.038 0.812
3 1.545 N 7200 7200 1.36 866.24 2633.938 Fetch limited 3914.96 866.24 UD 0.020 0.659
2 1.03 N 10800 10800 0.83 866.24 3110.305 Fetch limited 5604.90 866.24 UD 0.012 0.558
3 1.545 N 14400 14400 1.36 866.24 2633.938 Fetch limited 11073.18 866.24 UD 0.020 0.659
2 1.03 N 18000 18000 0.83 866.24 3110.305 Fetch limited 12059.83 866.24 UD 0.012 0.558
5 2.575 N 21600 21600 2.56 866.24 2136.228 Fetch limited 27851.34 866.24 UD 0.038 0.812
5 2.575 N 25200 25200 2.56 866.24 2136.228 Fetch limited 35096.70 866.24 UD 0.038 0.812
4 2.06 N 28800 28800 1.94 866.24 2340.888 Fetch limited 37381.32 866.24 UD 0.029 0.741
0 0 N 3600 3600 0.00 866.24 0 Fetch limited 0.00 866.24 0.00 0.000 0.000
0 0 N 7200 7200 0.00 866.24 0 Fetch limited 0.00 866.24 0.00 0.000 0.000
3 1.545 NW 3600 3600 1.36 0.00 0 Fetch limited 1384.15 0.00 UD 0.000 0.000
3 1.545 N 3600 3600 1.36 866.24 2633.938 Fetch limited 1384.15 866.24 UD 0.020 0.659
0 0 N 3600 3600 0.00 866.24 0 Fetch limited 0.00 866.24 0.00 0.000 0.000
0 0 N 7200 7200 0.00 866.24 0 Fetch limited 0.00 866.24 0.00 0.000 0.000
4 2.06 N 3600 3600 1.94 866.24 2340.888 Fetch limited 1652.04 866.24 UD 0.029 0.741
5 2.575 N 7200 7200 2.56 866.24 2136.228 Fetch limited 5359.99 866.24 UD 0.038 0.812
4 2.06 S 3600 3600 1.94 372517.22 133368.6 duration limited 1652.04 1652.04 UD 0.040 0.919
5 2.575 S 3600 3600 2.56 372517.22 121708.4 duration limited 1895.04 1895.04 UD 0.057 1.055
5 2.575 S 3600 3600 2.56 372517.22 121708.4 duration limited 1895.04 1895.04 UD 0.057 1.055
9 4.635 S 3600 3600 5.27 372517.22 95644.24 duration limited 2720.27 2720.27 UD 0.140 1.514
Setelah diketahui tinggi gelombang signifikan, data kemudian diolah menjadi
gelombang maksimum untuk perioda ulang 100 tahun. Grafik waverose dan windrose
(terlampir) juga dibuat menggunakan data angin dan tinggi gelombang signifikan
tersebut.
Tinggi gelombang dari tiap arah pada tiap bulan diperlukan karena akan
mempengaruhi perhitungan nilai OSRN (Oil Spill Risk Number). Dari olahan data tinggi
gelombang signifikan menggunakan program SMADA, didapatkan tinggi gelombang
maksimum untuk perioda ulang 100 tahun sebesar 3 meter.
27
3.3. Flushing Time
Flushing time adalah lama waktu yang dibutuhkan untuk suatu daerah (estuari)
untuk pulih ke keadaan awal (konsentrasi awal) setelah terkontaminasi oleh zat-zat lain.
Pada umumnya flushing time dipengaruhi oleh arus pasang surut dan aliran run-
off dari sungai (fresh water) yang berhubungan dengannya. Tapi pada kasus daerah yang
penulis tinjau, tidak ada pengaruh dari sungai (sangat kecil) sehingga perhitungan
flushing time hanya dipengaruhi oleh arus pasang surut, sedangkan pengaruh dari sungai
diabaikan.
Berikut adalah rumus umum dari perhitungan flushing time :
TPVt f = Pers. 3.8
Di mana :
tf = flushing time
V = volume estuari
P = Vr + Vp
Vr = volume sungai yang masuk (fresh water)
Vp = volume air laut yang masuk akibat pasang surut
T = perioda sedidiurnal atau diurnal dari pasang surut
perioda semidiurnal = 12 jam
perioda diurnal = 24 jam
Perhitungan flushing time ini merupakan perhitungan yang sangat sederhana. Oleh
karena itu, hasilnya pun tidak bisa dianggap sempurna, karena perhitungan ini memiliki
beberapa asumsi yang merupakan syarat batas dari persamaan flusihng time itu sendiri.
Asumsi yang digunakan pada perhitungan ini adalah :
1. Polutan yang ditinjau dianggap tercampur sempurna di estuari.
2. Pantai dianggap licin, sehingga tidak ada polutan yang terperangkap di pantai.
28
3.3.1. Daerah Tinjauan
Gambar 3.5. Daerah tinjauan, Muara Ilu
Keterangan:
Nama Lokasi: Muara Ilu
Luas daerah teluk (A): 9.998.170,16 m2
Kedalaman teluk (h): 5 m
Tunggang pasut (H): 2 m
Perioda pasut (T): 24 jam
Tunggang pasang surut dihitung dengan menggunakan program ERGram dan
ERGelv. Data konstituen pasang surut yang digunakan adalah Pulau Nubi dan Samarinda.
Pulau Nubi terletak di 00˚.7 Lintang Selatan dan 117˚.5 Lintang Timur. Sedangkan
Samarinda terletak di 00˚.5 Lintang Selatan dan 117˚.1 Bujur Timur.
Berikut tabel konstituen pasut di Pulau Nubi dan Samarinda:
29
Tabel 3.5. Konstituen pasut Pulau Nubi
Konstituen Pasut M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 Z0
Amplitudo (meter) 0.59 0.43 0.09 0.13 0.25 0.15 0.09 - - 1.4
Fasa (360˚ - g˚) 192 136 206 135 73 111 74 - - -
Tabel 3.6. Konstituen pasut Samarinda
Konstituen Pasut M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 Z0
Amplitudo (meter) 0.42 0.26 - 0.1 0.19 0.24 - - - 1.3
Fasa (360˚ - g˚) 168 108 - 140 64 102 - - - -
Hasil run data yang telah dilakukan dengan menggunakan program ERGram dan
ERGelv menghasilkan elevasi acuan pasang surut untuk kedua daerah ini, seperti yang
ditunjukkan sebagai berikut.
• Elevasi pasang surut Pulau Nubi :
Highest Water Spring (HWS ) : 1.70, Jml. Kejadian : 1
Mean High Water Spring (MHWS) : 1.35, Jml. Kejadian : 459
Mean High Water Level (MHWL) : .72, Jml. Kejadian : 12011
Mean Sea Level (MSL ) : .00, Jml. Kejadian : 163200
Mean Low Water Level (MLWL) : -.72, Jml. Kejadian : 11977
Mean Low Water Spring (MLWS) : -1.12, Jml. Kejadian : 459
Lowest Water Spring (LWS ) : -1.35, Jml. Kejadian : 1
Tunggang pasang : 3.05 m
• Elevasi pasang surut Samarinda :
Highest Water Spring (HWS ) : 1.20, Jml. Kejadian : 1
Mean High Water Spring (MHWS) : 1.04, Jml. Kejadian : 459
Mean High Water Level (MHWL) : .49, Jml. Kejadian : 11586
Mean Sea Level (MSL ) : .00, Jml. Kejadian : 163200
Mean Low Water Level (MLWL) : -.51, Jml. Kejadian : 11589
Mean Low Water Spring (MLWS) : -.75, Jml. Kejadian : 459
Lowest Water Spring (LWS ) : -.85, Jml. Kejadian : 1
Tunggang pasang : 2.05 m
30
3.3.2 Perhitungan Flushing Time
Tunggang pasut yang akan digunakan pada perhitungan flushing time yaitu
sebesar 2 m. Berikut adalah perhitungan flushing time.
V = A x h
= 9.998.170,16 x 5
= 49.990.850,8 m3
Vp = A x H
= 9.998.170,16 x 2
= 19.996.340,32 m3
jamt
xt
TVpVt
TPVt
f
f
f
f
60
2432,340.996.198,850.990.49
=
=
=
=
Jadi, didapatkan flushing time untuk daerah teluk ini adalah 60 jam = 2.5 hari.
Luas daerah teluk ketika pasang sama dengan ketika sedang surut. Hal ini
dikarenakan banyaknya tambak yang mengelilingi teluk tersebut, sehingga tidak ada air
yang meluap ke daratan ketika pasang karena tambak-tambak tersebut mempunyai sistem
pengairan sendiri.
Pada era sebelum tahun 1998 di mana tambak udang belum menjadi mata
pencaharian utama di Delta Mahakam, wilayah ini dipenuhi oleh hutan bakau. Hal ini
menyebabkan luas daerah ketika pasang menjadi lebih besar, karena air meluap hingga ke
darat.
Dengan bertambahnya luas daerah, maka volume air laut akibat pasut (V) juga
semakin besar, sehingga menyebabkan nilai flushing time menjadi lebih cepat. Ini
merupakan salah satu bukti bahwa pembangunan tambak udang secara masal di kawasan
Delta Mahakam merugikan lingkungan.
31
3.4. Tata Guna Lahan (Land Use) Delta Mahakam
Tata guna lahan (land use) dapat menampilkan karakteristik daratan kering (dry
land) yang terdapat di sepanjang garis pantai wilayah Delta Mahakam. Land use
digunakan untuk memperoleh Environmental Sensitivity Index Number (ESIN). ESIN
berguna dalam menghitung Oil Spill Risk Number (OSRN) wilayah-wilayah yang
mungkin terkena minyak kandungan dari produced water. Produced water ini merupakan
buangan melalui outfall di Delta Mahakam.
Berikut adalah peta tata guna lahan Delta Mahakam yang diperoleh dari Pusat
Perpetaan Kehutanan, Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan, 2005.
Gambar 3.6. Peta tata guna lahan Delta Mahakam
32
Recommended