View
218
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
164
BAB IVPENGARUH DARI OPERASI MILITER PEMBEBASAN IRIAN
BARAT TAHUN 1961-1963 BAGI INDONESIA
A. Kegiatan Militer Komando Gabungan Mandala
1. Kegiatan Militer Angkatan Laut Mandala
Komando Mandala dalam pelaksanaan operasi pembebasan Irian Barat
bersifat “Naval Campaign” maka angkatan laut mempunyai tugas yaitu sebagai
penghancur kekuatan musuh di laut, pembuatan dan perebutan pancang kaki
(pangkalan pesisir pantai sebagai daerah pendaratan pasukan amfibi),
pengangkutan pasukan dan logistik dari pangkalan awal menuju ke pangkalan
depan selanjutnya ke daerah sasaran dan kemudian pengawalan/pengawasan dari
garis logistik tersebut dan mengganggu dan menghancurkan objek-objek militer
musuh didarat. Angkatan Laut Mandala dalam kegiatan militer di laut harus
mampu memproyeksikan kekuatan kedarat, yaitu kemampuan membawa pasukan
untuk didaratkan ke pantai musuh.
a. Kegiatan Operasi Bandar Lumut
Operasi Bandar Lumut merupakan operasi berdasarkan Perintah Operasi
Panglima Mandala No. 05/PO/SR/6/62, tanggal 18 Juni 1962. Operasi ini bertugas
untuk melakukan pendaratan di Kaimana menggunakan 5 buah kapal cepat
torpedo (MTB). Pelaksana dari operasi ini diintergrasikan dengan Operasi Gurita
yang dilakukan AULA. Rencana pendaratan ditunda karena adanya laporan
tentang kekuatan armada musuh tepat diperairan Teluk Kaimana, setelah
mengalami 3 kali penundaaan ternyata rintangan musuh belum menyingkir, maka
165
pada tanggal 30 Juni 1962 kesatuan tersebut diperintahkan mengadakan patroli
yang apabila keadaan menguntungkan dapat menyerang musuh. Infiltrasi melalui
Pos Selatan/101 yang telah diperluas sampai Tual dan dipersiapkan oleh Batalyon
521/Brawijaya pun gagal karena Belanda masih mengadakan patroli.1
b. Kegiatan Operasi Bandar Besi
Pada tanggal 11 Agustus 1962 dengan 42 personel kembali melakukan
usaha infiltrasi pada tanggal 12 Agustus 1962 dengan speedboat dan kawalan 5
MTB AULA. Infiltrasi ini merupakan pelaksana dari Operasi Bandar Besi
berdasarkan Petunjuk Operasi No. 06/PO/SR/6/62, tanggal 18 Juni 1962.2 Usaha
infiltrasi tersebut melalui laut mengalami kontak senjata antara MTB AULA
dengan 1 kapal fregat, 1 kapal destroyer dan 1 kapal selam Belanda dengan
diperkuat pesawat Neptune. Operasi ini hanya berhasil menyusupkan 1 perahu
pasukan menuju sasaran setelah sebelumnya mendapat tembakan dari kapal
Belanda, kelompok lainnya gagal dan kembali ke pangkalan. 3
1 M. Cholil., Sejarah Operasi-operasi Pembebasan Irian Barat, (Jakarta:Departemen Pertahanan – Keamanan Pusat Sejarah ABRI. 1979), hlm. 137 dan145.
2 Lampiran “U” Case Study mengenai Kegiatan-kegiatan KomandoMandala. Koleksi Dinas Dokumentasi Pusat Sejarah TNI.
3 M. Cholil., op.cit., hlm. 137.
166
c. Kegiatan Operasi Cakra
Kegiatan militer Angkatan Laut Mandala dengan sandi Operasi Cakra ini
adalah operasi khusus satuan kapal selam yang ditugaskan dengan misi
pengintaian sebagai persiapan Operasi Amfibi Jayawijaya. Operasi Cakra
berlangsung dari tanggal 20 Juli – 29 Juli 1962. Unsur-unsur kapal selam yang
digunakan dalam operasi ini ialah RI-Nagabanda (503) dengan daerah operasi
antara Kotabaru-Biak. RI-Trisula (504) dengan daerah operasi antara Biak-Yapen.
RI-Candrasa (505) dengan daerah operasi antara Noemfoor-Manokwari serta RI-
Nagarangsang (506) dengan daerah operasi Sorong dan sekitarnya.
Kesatuan kapal selam tersebut ditugaskan untuk pengintaian di kota-kota
pelabuhan penting Belanda di Irian Barat. Keempat kapal selam tersebut sesuai
tugasnya ditempatkan di pelabuhan Kotabaru, Biak, Manokwari dan Sorong,
pengintaian dilakukan secara rahasia. Setiap terjadi perubahan atau pergerakan
musuh harus melaporkannya kepada komandan pusat. Tujuan informasi dari
operasi ini agar dapat diperoleh data mutakhir guna operasi amfibi agar pasukan
pendarat tidak dihadapkan kemungkinan pendadakan musuh.
RI-Nagabanda dalam perjalanan kembali ke pangkalan setelah misi
pengintaian sengaja muncul dipermukaan untuk mengisi batrai kapal selam.
Kegiatan tersebut memang sangat ditunggu anak buah kapal selam yang ingin
menghirup udara segar. Namun tiba-tiba muncul Pesawat Neptune yang sudah
mendeteksi RI-Nagabanda melalui radar. Melihat kehadiran Pesawat Neptune
Belanda yang dirancang sebagai pesawat anti kapal selam membuat RI-
Nagabanda segera menyelam dengan kecepatan maksimal (dave case). Tiga jam
167
kemudian datang 2 kapal destroyer Belanda yang turut melakukan pengejaran
diiringi tembakan bom-bom laut dalam (deep charge). Operasi Cakra yang
merupakan operasi rahasia dan sebisa mungkin menghindari kontak senjata
membuat RI-Nagabanda hanya melakukan usaha penghindaran dari kejaran
musuh. Upaya keluar dari pengejaran pesawat Neptune dan 2 kapal destroyer
dilakukan dengan menyelam dan mematikan mesin pada kedalaman 180 meter
diantara batu karang. Hal itu dilakukan guna menyamarkan bentuk kapal selam
oleh karang sehingga radar pencari sasaran kapal milik Belanda bisa terkecoh.
Taktik Mayor Wigyo Prayitno dengan mematikan mesin dan berhenti pada
kedalaman yang cukup ekstrem ternyata berhasil. Kapal selam masih bisa
mengambang karena adanya inversi dimana berat jenis air di bawah lebih besar
dibandingkan dari yang diatas. 4
Operasi perburuan RI-Nagabanda oleh kapal perang Belanda dan pesawat
Neptune berlangsung sekitar 36 jam. Mayor Wigyo Prayitno setelah keadaan
aman dan permukaan bersih dari patroli Belanda kemudian memutuskan naik
kepermukaan. Akibat penyelaman pada kedalaman yang eksterm dan tekanan
gelombang akibat bom laut dalam RI-Nagabanda mengalami kerusakan setir
kemudi sehingga tidak bisa menyelam kembali. RI-Nagabanda dalam perjalanan
ke ke Teluk Tobelo, Halmahera dengan cara berlayar dipermukaan, posisi ini
rawan sergapan musuh karena kapal dapat kembali terdeteksi radar musuh. Di
4 Mabes ABRI., Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian Barat(TRIKORA), (Jakarta: Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, 1995)., hlm. 242-243.Lihat juga Majalah Angkasa Edisi Koleksi., No. 82, Kisah Heroik PertempuranLaut Trikora, 2013, hlm. 64-65.
168
pangkalan setelah pemeriksaan baru diketahui adanya kebocoran pada ruang
baterai, selanjutnya RI-Nagabanda dibawa ke pangkalan Bitung untuk perbaikan.
Kejadian ini merupakan kontak pertama kapal perang Indonesia dengan kapal
perang Belanda.
d. Kegiatan Operasi Lumba-Lumba
Operasi rahasia yang bersandi Operasi Lumba-Lumba dilaksanakan
berdasarkan Perintah Operasi Panglima Mandala No. 07/PO/SR/6/62, tanggal 25
Juli 1962.5 Satuan kapal selam yang dilibatkan dalam operasi ini adalah RI-
Candrasa, RI-Trisula dan RI-Nagarangsang. Misi operasi ini adalah mendaratkan
Tim Khusus Satuan RPKAD ke Teluk Tanah Merah yang merupakan pantai
tersembunyi di dekat Kotabaru, Irian Barat. Operasi ini merupakan tahap kedua
setelah operasi pengintaian. Tugas pasukan khusus adalah melakukan sabotase
terhadap objek-objek vital untuk melumpuhkan pertahanan Belanda. Hal itu
bertujuan agar dalam pendaratan pasukan dalam Operasi Jayawijaya tidak banyak
mendapat perlawanan. Pasukan RPKAD juga ditugaskan mempersiapkan rakyat
setempat untuk berlatih militer dan perang gerilya melawan pasukan Belanda. Tim
Khusus RPKAD dengan misi sabotase didaratkan dengan menggunakan RI-
Nagarangsang sedang Tim Khusus RPKAD dengan misi tugas pemerintahan sipil
didaratkan menggunakan RI-Candrasa.
5 Lampiran “U” Case Study mengenai Kegiatan-kegiatan KomandoMandala. Koleksi Dinas Dokumentasi Pusat Sejarah TNI.
169
Selama masa persiapan Infiltrasi, semua personel pasukan melakukan
pelatihan mengeluarkan dan mengembangkan perahu dari kapal selam. Jumlah
total pasukan yang dikerahkan dalam operasi sebanyak 45 personel (Satuan
RPKAD) dan Tim-2 Detasemen Pasukan Chusus (DPC) dibawah pimpinan Lettu
Dolf Latumahina. Pasukan diberangkatkan menggunakan tiga kapal selam,
masing-masing kapal selam membawa 15 orang personel bersenjata lengkap.
Kapal selam yang dikerahkan antara lain RI-Candrasa dengan komandan Mayor
(P) Mardoiono, RI-Nagarangsang dengan komandan Mayor (P) Agus Subroto dan
RI-Trisula dengan Komandan Mayor (P) Teddy Asikin Natamadja.
Komandan Pasukan RPKAD Lettu Dolf Latumahina naik RI-Trisula
dijadwalkan mendarat lebih awal dan dalam menjaga misi operasi ketiga kapal
selam tersebut dijaga dua kapal selam lain. Sasaran pendaratan adalah Teluk
Tanah Merah dekat kampung Depapre dan menyusun pangkalan gerilya di
Gunung Cyclope. Selama perjalanan, konvoi kapal selam Indonesia berhasil
dideteksi kapal-kapal perang Belanda, memasuki Teluk Galvin dua kapal
Indonesia diserang dengan bom laut dalam. Akibat serangan tersebut, RI-
Nagarangsang terkena ledakan bom yang menyebabkan kerusakan pada vertical
stabilizer-nya, maka diputuskan RI-Nagarangsang kembali ke pangkalan.
Meskipun salah satu kapal selam kembali, RI-Trisula dan RI-Candrasa tetap
melanjutkan rencana operasi mendaratkan pasukan.
Pelayaran dua kapal selam tersebut, memasuki Teluk Tanah Merah
komandan RI-Trisula berdasarkan perhitungan permukaan tidak ada musuh
karena terhalang kabut menaikan kapal ke permukaan. RI-Trisula yang sudah
170
berada diatas permukaan baru menyadari ada kapal musuh yang menuju kearah
yang sama, selain itu juga muncul pesawat Neptune Belanda yang melintas diatas
RI-Trisula. Kesiap-siagaan dari patroli Belanda di Teluk Tanah Merah dengan
tembakan meriam dan peluru suar membuat komandan RI-Trisula memutuskan
membatalkan pendaratan. Lettu Dolf Latumahina meminta Mayor (P) Teddy
Asikin untuk mengalihkan pendaratan ke Hollandia namun ditolak dan diputuskan
membatalkan operasi dan kembali kepangkalan. Keputusan berbeda diambil RI-
Candrasa, setelah tahap pertama gagal mendaratkan pasukan, kapal ini kembali
berusaha mendaratkan pasukan keesok harinya. Pada operasi pendaratan kedua,
RI-Candrasa kembali mendaratkan pasukan di lokasi yang sama dengan
perhitungan patroli kapal Belanda dipastikan tidak berjaga ditempat yang sama.
Perhitungan Mayor Mardiono tersebut ternyata benar dan RI-Candrasa berhasil
mendaratkan 15 personel RPKAD ke Teluk Tanah Merah, Irian Barat.
Keberhasilan operasi ini membuat 60 awak kapal selam RI-Candrasa dianugerahi
penghargaan “Bintang Sakti” dari Presiden Soekarno.6
6 Mabes ABRI., Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian Barat(TRIKORA)., op.cit., hlm. 244-245. Lihat juga Majalah Angkasa Edisi Koleksi.,No. 82, Kisah Heroik Pertempuran Laut Trikora, 2013, hlm. 68-69.
171
2. Kegiatan Militer Angkatan Udara Mandala
Gambar. 23
Peta Infiltrasi Udara dalam Operasi Banteng, Garuda, Serigala dan Naga.
Sumber: Dinas Dokumentasi Pusat Sejarah TNI.
a. Kegiatan Operasi Banteng
Operasi ini lancarakan berdasarakan Perintah Operasi Panglima No.
01/PO/SR/4/1962, tanggal 11 April 1962 dan dilaksanakan pada tanggal 26 April
1962.7 Melalui operasi ini AULA bertugas menerjunkan pasukan RPKAD dan
PGT dengan sasaran Kaimana dan Fak-Fak. Operasi udara ini dilakukan dengan
cara terbang rendah (low level flaying) untuk menghindari dari jaringan radar
Belanda, baru setelah melintasi pantai daratan Irian Barat pesawat meninggi
7 Lampiran “U” Case Study mengenai Kegiatan-kegiatan KomandoMandala. Koleksi Dinas Dokumentasi Pusat Sejarah TNI.
172
menelusuri daerah pegunungan. Jika didaerah pantai pesawat terbang rendah,
memasuki daerah pegunungan di Irian Barat pesawat terbang tinggi dengan
memangfaatkan daerah gunung-gunung agar terhindar dari radar. Memasuki
daerah sasaran pesawat mencari daerah penerjunan (dropping zones) yang baik.
Di daerah tersebut pasukan diterjunkan dalam formasi yang baik berikut dengan
perlengkapan dan perbekalan semua dapat diterjunkan. Operasi Banteng
dilakukan pada pagi hari menjelang fajar menyingsing.
Pelaksanaan operasi penerjunan dari udara ini didahului dengan
penerbangan penipuan (deception flight). Pelaksanaan operasi dilakukan dengan 6
buah pesawat C-47/Dakota yang bertugas pada pagi hari tanggal 26 April 1962
bersama 15 pesawat AULA lainnya, dengan maksud untuk melakukan penipuan
terhadap pesawat-pesawat Belanda kearah lain. Pesawat deceptor sengaja terbang
tinggi agar terdeteksi radar Belanda yang ditempatkan di kapal perangnya, dan
pihak kapal perang Belanda akan memberitahu skadron pemburu yang berada di
Jeffman/Sorong dan Kaimana untuk melakukan pengejaran. Pasukan dalam
operasi ini diberangkatkan dari lapangan terbang Laha/Ambon pukul 03.00 dan
penerjunan dilakukan pada pukul 05.00 didekat desa Pasir Putih. Pertama kali
diterjunkan adalah logistik baru kemudian anggota pasukan.
Operasi Banteng ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu Operasi Banteng
I (Banteng Putih) dipimpin oleh Mayor Udara Nayoan dengan sasaran Fak-Fak.
Operasi ini menerjunkan 1 Tim RPKAD/PGT-AU sebanyak 42 personel dibawah
komando Letda Agus Hernoto dengan menggunakan 3 pesawat C-47/Dakota.
Operasi Banteng II (Banteng Merah) dipimpin oleh Kapten Penerbang Santoso
173
dengan sasaran Kaimana. Operasi ini menerjunkan 1 Tim RPKAD/PGT-AU
sebanyak 39 personel dibawah pimpinan Letda Heru Simodo.8
b. Kegiatan Operasi Garuda
Operasi Garuda merupakan pelaksanaan dari Perintah Operasi Panglima
Mandala No. 02/PO/SR/5/62, tanggal 13 Mei 1962. Daerah sasaran penerjunan
adalah Fak-Fak dan Kaimana. Operasi Garuda terbagi menjadi dua penerbangan
yaitu (a) Operasi Garuda Merah, dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 1962 dengan
pesawat C-47/Dakota. Pasukan yang diterjunkan sebanyak 40 personel dibawah
komando Kapten Kartawi. Pasukan yang diterjunkan ialah kompi dari Yon
454/Para dengan daerah sasaran Fak-Fak. (b) Operasi Garuda Putih, dilaksanakan
pada tanggal 15 Mei 1962 dengan pesawat C-47/Dakota. Pasukan diterjunkan
sebanyak 27 personel, jumlah yang sama juga diterjunkan pada tanggal 17 Mei
1962 setelah sebelumnya pada tanggal 16 Mei 1962 gagal karena cuaca buruk.
Pasukan ini dipimpin oleh Lettu Idrus Ki-4 Yon 454 dan PGT dengan daerah
sasaran Kaimana.
Operasi Garuda ini unsur KT Baladewa berperan dalam pemberangkatan
pesawat dari Lanud Pattimura/Laha, setelah selesai melaksanakan penerjunan
pasukan, pesawat-pesawat C-47/Dakota kembali ke pangkalan dengan kawalan
pesawat B-25 dan P-51. Setelah penerjunan pasukan pada tanggal 17 Mei 1962
8 Mabes ABRI., Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian Barat(TRIKORA)., op.cit., hlm. 246-248. Keterangan lihat juga Lampiran A dariPO.No.08/PO/SR/6/1962 mengenai Perkiraan keadaan Pasukan dalam GerakanOperasi Banteng-Garuda-Serigala. Koleksi Dinas Dokumentasi Pusat SejarahTNI.
174
dengan sasaran Sorong dan Kaimana, rombongan dengan tujuan Sorong terdeteksi
pesawat Neptune Beland dan rombongan ini selamat karena pilot B-25 mampu
lepas dari kawalan pesawat Belanda. Namun rombongan dengan tujuan Kaimana
setelah terlibat kontak senjata dengan pesawat Neptune Belanda, dua buah
pesawat C-47/Dakota tipe T-440 dan T480 tidak dapat menghindari sergapan
lawan. Hal itu karena peswat C-47/Dakota hanya berfungsi sebagai pesawat
angkut dan tidak dipersenjatai. Pesawat C-47/Dakota yang dipiloti Kapten Udara
Pnb Djalaluddin secara tiba-tiba disergap oleh pesawat Neptune, satu-satunya cara
menyelamatkan diri dengan melakukan maneuver untuk menghindari serangan-
serangan pesawat Neptune. Namun usaha tersebut gagal, salah satu motor pesawat
tertembak disusul hancurnya ekor pesawat hingga tidak dapat dikendalikan.
Pesawat yang dipiloti Kapten Djalaluddin tersebut terpaksa mendarat darurat di
laut, tepatnya sebelah timur Batubelah. Seluruh awak kapal selamat, namun
mereka ditawan dan ditahan oleh Belanda.
Pasca tertembaknya pesawat C-47/Dakota dalam penerjunan pasukan
membuat Kolonel (Pnb) Rusmin Buryadin selaku Koops menghadap KSAU Omar
Dhani meminta supaya pesawat C-47/Dakota tidak lagi digunakan dalam
penerjunan pasukan dan diganti pesawat C-130/Hercules. Awalnya KSAU Omar
Dhani menolak usulan tersebut, karena penggunaan pesawat C-130/Hercules bisa
menimbulkan perang terbuka. Namun setelah dikemukakan alasan dengan
tertembaknya pesawat C-47/Dakota akan menimbulkan dampak psikologis bagi
penerbang dan keselamatan pasukan, KSAU mengijinkan penggunaan pesawat C-
130/Hercules. Penerjunan pasukan pertama yang menggunakan pesawat C-
175
130/Hercules dilakukan pada penerjunan di Taminabuan dengan pilot Mayor
(Pnb) Nayoan.
Operasi Garuda juga kembali melakukan penerjunan pasukan pada tanggal
19 Mei 1962 dengan Garuda Merah sebanyak 79 personel dan pada tanggal 25
Mei 1962 dengan Operasi Garuda Putih sebanyak 68 personel. Kedua operasi
tersebut telah menggunakan pesawat C-130/Hercules, pesawat jenis ini dapat
terbang sampai jauh kebelakang garis musuh untuk mengelabuhi radar dan
penerjunan pasukan dilakukan pada waktu penerbangan pulang.9
c. Kegiatan Operasi Serigala
Operasi Serigala dilakukan berdasarkan Perintah Operasi Panglima
Mandala No. 03/PO/SR/5/62, tanggal 13 Mei 1962.10 Pelaksana dari operasi ini
adalah kesatuan PGT/AURI dengan sasaran daerah Sorong dan sekitarnya.
Operasi Serigala terbagi kedalam dua tahap yaitu (a) Tanggal 17 Mei 1962 dengan
pesawat C-47/Dakota telah diterjunkan sebanyak 40 personel dibawah pimpinan
Letnan Udara II Manuhua di Taminabuan. Pasukan penerjun jatuh tepat diatas
asrama Belanda, setelah melewati pertempuran kecil pasukan ini berhasil
mengkonsolidasi pasukan. Pasukan ini juga berhasil mengibarkan bendera merah
putih didaerah tersebut pada tanggal 21 Mei 1962. (b) Tanggal 19 Mei 1962
dengan pesawat Hercules telah diterjunkan sebanyak 80 personel dibawah
9 Mabes ABRI., Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian Barat(TRIKORA)., op.cit., hlm. 249-250.
10 Lampiran “U” Case Study mengenai Kegiatan-kegiatan KomandoMandala. Koleksi Dinas Dokumentasi Pusat Sejarah TNI.
176
pimpinan Letnan Udara Suhadi di Sansopor. Pasukan penerjun ini juga mendarat
diatas asrama Belanda sehingga menimbulkan kontak senjata.11
d. Kegiatan Operasi Kancil
Operasi Kancil dilaksanakan pada tanggal 15, 16 dan 17 Mei 1962 dengan
tiga pembagian penerbangan. Sesuai dengan nama operasi, operasi ini bertujuan
mengadakan pengintaian dan pemotretan. Berhubung cuaca yang buruk operasi
ini mengalami penundaan beberapa waktu hingga. Pada tanggal 15 Mei 2 buah
pesawat B-25 berangkat dari Pangkalan Udara Laha di Ambon menuju daerah
Sorong untuk mencari kemungkinan daerah penerjunan (dropping zone). Dua hari
kemudian tepatnya pada tanggal 17 Mei dilakukan penerjunan pasukan dengan
sandi kancil.
1) Kancil I
Regu Kancil I dikirim dengan tujuan penerjunan di daerah Fak-Fak.
Pesawat yang membawa satu kompi pasukan (kurang lebih 250 personel) yaitu 3
buah pesawat C-47/Dakota dengan pengawalan 2 buah pesawat P-51 Mustang. P-
51 Mustang diterbangkan oleh Kapten Udara Pnb. Iskandar dan Mayor Pnb. Loeli
Wardiman.
2) Kancil II
Regu Kancil II dikirim dengan tujuan penerjunan di daerah Kaimana.
Pesawat yang membawa satu kompi pasukan (kurang lebih 250 personel) tersebut
11 Mabes ABRI., Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian Barat(TRIKORA)., op.cit., hlm. 251.
177
yaitu 3 buah pesawat C-47/Dakota dengan pengawalan pesawat B-25 yang
diterbangkan Kapten Udara Pnb. Abdulkadir.
3) Kancil III
Regu Kancil III dikirim dengan sasaran daerah Sorong terdiri dari 3
pesawat B-25 yang diterbangkan Mayor Udara Pnb. Soedarman dan Kapten Udara
Pnb. Soedjito. Operasi Kancil ini penting karena merupakan penerbangan dengan
tujuan tipuan dan sekaligus pengawalan untuk operasi selanjutnya yaitu Operasi
Garuda.12
e. Kegiatan Operasi Naga
Operasi Naga merupakan pelaksana dari Perintah Operasi Panglima
Mandala No. 04/PO/SR/6/1962, tanggal 2 Juni 1962. Sasaran operasi adalah
daerah Merauke. Pelaksanaan operasi tersebut dilakukan pada tanggal 24 Juni
1962 yang sekaligus menggunakan 3 buah pesawat C-130/Hercules. Satu pesawat
C-130/Hercules membawa Tim I/DPC dan Staf Komando DPC dengan pilot
Kapten Pnb Pribadi, 2 pesawat lainnya membawa Ki-2 Ton 530. Jumlah pasukan
yang diterjunkan sebanyak 214 personel, terdiri dari 55 orang (1 tim) RPKAD dan
160 orang dari Kompi-2 Batalyon 530/Brawijaya dibawah pimpinan Kapten
Bambang Soebono dan Komodor Udara Leo Wattimena.
Kapten Benny Moerdani selaku Komandan Operasi Naga memberikan
berifing kepada pasukan, dalam berifing tersebut dijelaskan mengenai sasaran
12 Ibid. Keterangan lihat juga Sejarah Skadron I/Pembom TNI-AU 1950-1977. Koleksi Dinas Dokumentasi Pusat Sejarah TNI., hlm. 123-124.
178
penerjunan disekitar Kota Merauke dengan tujuan mengikat musuh dengan
melakukan serangan terbatas dalam rangka menyiapakan daerah untuk menerima
pasukan yang akan didaratkan kemudian. Oleh karena itu pasukan menghindarkan
pertempuran dengan musuh yang berkekuatan besar. Pasukan nantinya dibagi
kedalam kelompok-kelompok yang terdiri 10 sampai 20 orang dan selalu
berpindah tempat. Tim Operasi Naga diangkut dengan tiga buah pesawat C-
130/Hercules dengan pilotnya yaitu Mayor Penerbang Mhd. Slamet dengan
navigator Mayor Gan Sing Liep (Sugandhi B), Mayor Penerbang Nayoan dan
Kapten Penerbang Pribadi.
Pasukan yang dikerahkan dalam Operasi Naga antara lain kelompok
Komando DPC serta Tim-I/DPC RPKAD dibawah pimpinan Letda Soedarto.
Selain itu juga Ki-2 Yon 530/Brawijaya yang dipimpin Kapten Bambang
Soepono, sebagai Komandan Operasi Naga adalah Kapten Benny Moerdani.
Kapten Benny Moerdani dengan kelompok Komando DPC, Tim-I DPC serta
setengah peleton (kurang lebih 25 personel) dari Ki-2 Yon 530 naik pesawat
dengan pilot penerbang Mhd. Slamet dan navigator Gan Sing Liep (Sugandhi B).
Pesawat kedua yang membawa 2 peleton (kurang lebih 100 personel) dan
kelompok Komando Kompi-2 Yon 530 dipimpin oleh Letda Legiman
Darmosugito. Rencananya pesawat-pesawat pertama dan kedua akan menerjunkan
pasukan di Boad Miraaf sekiar 50 km dari Merauke. Pesawat ketiga membawa
Kapten Bambang Soepono dan sisa dari Ki-2 Yon 530. Sasaran pendropan
pasukan sebenarnya di desa Yanggadur, sebelah timur Sungai Maro namun karena
desa-desa di Irian Barat tanpa penerangan dan terlindung pohon-pohon lebat
179
sehingga tidak terlihat dari atas. Pesawat setelah melakukan beberapa putaran
kemudian baru menerjunkan pasukan, sebagian besar pasukan bersama Komando
Operasi Naga jatuh disebelah Timur Sungai Kumbe sedang 9 orang lainnya
berada disebelah Barat Sungai Kumbe diantaranya Lettu Dr. Ben Mboy.
Penerjunan dilakukan di atas target (tree-stop) antara 1.500-2.000 kaki. Pesawat
melakukan droping sambil berputar dengan tujuan supaya jatuhnya pasukan tidak
berpencar jauh serta menghindari jangan sampai jatuh ke sungai. Namun
kenyataannya pasukan menjadi terpencar-pencar akibat pengaruh patron yaitu
tiupan angin dari putaran pesawat.
Kelompok Operasi Naga merupakan satu-satunya tim yang dapat
melakukan hubungan komunikasi radio dengan Amahai yang dikendalikan oleh
Letkol Djoko Basuki dan dikoordinasi Kapten A.R. Ramli. Komando Operasi
Naga menggariskan bahwa kontak dengan musuh tidak untuk mencari
kemenangan namun untuk memecah konsentrasi kekuatan musuh. Maka kekuatan
Belanda di Merauke yang terdiri dari 1 kompi menjadi terpecah-pecah sehingga
kemudian ditambah lagi dengan 1 kompi mariner. Kelompok Mayor Benny
kemudian mendapat resupply logistik yang didrop dari udara oleh pesawat C-
130/Hercules dengan pilot Mayor Mhd. Slamet, Co-pilot Letnan Sibun dan
navigator Mayor Gan Sing Liep (Sugandhi B). Penerjunan bantuan logistik
berlangsung lancar karena ada hubungan komunikasi dengan komandan di
belakang. Pasukan yang berada dibawah diperintahkan menyiapkan tanda-tanda
khusus berupa api unggun letter-T serta tembakan pistol. Tembakan pistol dengan
isyarat warna putih memberitahukan kedudukan, hijau menandakan boleh didrop
180
dan merah menandakan musuh datang. Komando Operasi Naga juga mendapat
tambahan 1 kompi Yon-2 PGT/AURI. Kelompok ini diterbangkan dari Bandung
dibawah pimpinan Letnan Udara II B. Matitaputty dari Tim Alap-Alap dengan
kekuatan 132 orang. Penerjunan dilakukan pada pukul 03.00-04.00 dan sebelum
tengah hari sudah dapat mengadakan konsolidasi.13 Pasukan Operasi Naga dapat
konsolidasi penuh pada tanggal 1 September 1962 setelah terjadi perintah
gencatan senjata. Pasukan Operasi Naga tergolong cepat mendapat informasi
gencatan senjata karena kelompo tersebut membawa alat komunikasi GRC-9 dan
RS-2.
Sesuai dengan intruksi Presiden/Panglima Tertinggi No. 1, Tahun 1962
yang berisi instruksi untuk menyesuaikan operasi militer dengan kegiatan di
bidang diplomasi. Komando Mandala kemudian mengeluarkan POPS-
03/SR/3/1962, tanggal 26 Maret 1962 untuk menghadapi kemungkinan
penyerahan Irian Barat secara damai dan POPS-04/SR/3/1962, tanggal 27 Maret
1962 tentang Pertahanan Daerah Mandala untuk menghadapi serangan musuh.
Tugas ini dipercayakan kepada pada Komando Pertahanan Udara Gabungan.
Operasi selanjutnya dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 1962 dengan tugas pokok
melakukan penambahan kekuatan pasukan dan logistik didaerah penerjunan
Merauke dan Kaimana.
13 Mabes ABRI., Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian Barat(TRIKORA)., op.cit., hlm. 252-257.
181
f. Kegiatan Operasi Rajawali
Operasi ini berdasarkan Perintah Operasi Panglima Mandala No.
14/PO/SR/7/62, tanggal 26 Juli 1962.14 Operasi dilaksanakan pada tanggal 31 Juli
1962 dengan penerjunan pasukan sebanyak 71 personel dari Kompi Yon-
328/Siliwangi dibawah pimpinan Letnan Atma. Selain pasukan operasi ini juga
dropping logistik untuk pasukan gerilyawan yang sudah berada di Irian Barat.
Daerah tujuan operasi ini adalah Kaimana.15
g. Kegiatan Operasi Lumbung
Operasi Lumbung dilancarkan berdasarkan Perintah Operasi Panglima
Mandala No. 08/PO/SR/6/62, tanggal 26 Juni 1962. Operasi ini sesuai namanya
bertujuan melakukan resupply logistik kepada pasukan yang telah diterjunkan di
daratan Irian Barat antara lain dilaksanakan terhadap pasukan Mayor Benny
Moerdani (Pasukan Naga) dengan sebuah pesawat C-130/Hercules pada tanggal
30 Juni 1962.16
14 Lampiran “U” Case Study mengenai Kegiatan-kegiatan KomandoMandala. Koleksi Dinas Dokumentasi Pusat Sejarah TNI.
15 Mabes ABRI., Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian Barat(TRIKORA)., op.cit., hlm. 257.
16 Mabes ABRI., Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian Barat(TRIKORA)., loc.cit.
182
Gambar. 24Peta Infiltrasi Udara dalam Operasi Rajawali dan Jatayu ke Irian Barat.
Sumber: Dinas Dokumentasi Pusat Sejarah TNI.
h. Kegiatan Operasi Jatayu
Operasi Jatayu dilakukan pada tanggal 14 Agustus 1962 berdasarkan
Perintah Operasi Panglima Mandala No. 15/PO/SR/7/62, tanggal 9 Agustus 1962.
Tugas operasi yaitu memberikan dukungan kepada kegiatan diplomatik dengan
menerjunkan pasukan dan perbekalan didaerah Sorong, Merauke dan Kaimana.
Operasi ini dilakukan untuk menutup operasi infiltrasi udara dan dibagi kedalam
tiga bagian yaitu:
1) Elang
Pasukan yang diangkut berjumah 134 personel dibawah pimpinan Kapten
Radix Sudarsono dan terdiri atas staf Yon-2/PGT serta 1 kompi (kurang lebih
180-250 personel) yang dipimpin Letnan Udara II Sujatto dengan daerah sasaran
183
Sorong. Pasukan diberangkatkan secara mendadak dari Laha pada malam hari
dengan 2 pesawat C-130/Hercules dengan pilot Mayor (Pnb) Slamet dan Kapten
(Pnb) Sukardi. Pasukan diterjunkan didaerah sasarah yaitu Sorong pada pukul
02.00 dinihari dan selama kurang lebih selama dua minggu baru dapat melakukan
konsolidasi sebanyak 60% dari kekuatan pasukan.
2) Gagak
Pasukan yang diangkut terdiri dari 141 personel dari anggota Yon-
454/Para dibawah pimpinan Mayor Untung dengan daerah sasaran Kaimana.
Pasukan ini diterjunkan oleh pesawat C-130/Hercules yang dipiloti Mayor Mhd.
Slamet dan navigator Mayor Gan Sing Liep (Gunadhi. B).
3) Alap-Alap
Pasukan yang diangkut 1 kompi dari Yon-2/PGT sebanyak 133 personel
dibawah pimpinan Letnan Udara II B. Matitaputty.
Total pasukan yang diterjunkan dalam Operasi Jatayu berjumlah 407
personel dengan menggunakan 9 buah pesawat C-130. Operasi Jatayu merupakan
kegiatan penerjunan pasukan terakhir yang dilakukan didaratan Irian Barat. Sehari
setelah penerjunan, pada tanggal 15 Agustus 1962 telah ditandatangai persetujuan
New York disusul perintah penghentian permusuhan oleh Presiden Panglima
Besar Pembebasan Irian Barat.17
17 Mabes ABRI., Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian Barat(TRIKORA)., op.cit., hlm. 258-260.
184
3. Kegiatan Militer dan Pengaruhnya dalam Aspek Militer
a. Masuknya Unsur-unsur Pasukan Indonesia di Irian Barat
Operasi infiltrasi sesuai strategi sebagai langkah untuk mengikat musuh
berjalan sesuai yang direncanakan. Keberhasilan penyusupan udara walau
menggunakan pesawat Dakota berdampak pada ketidakpercayaan sekutu-sekutu
Belanda mengenai kemampuan Belanda mempertahankan wilayah kekuasaannya.
Pasukan dropping yang berhasil masuk kewilayah Irian Barat membawa dampak
menguntungkan bagi diplomasi Indonesia.18 Keberhasilan infiltrasi pasukan oleh
Angkatan Laut Mandala dan Angktan Udara Mandala terlihat dari keberadaan
kantong-kantong gerilya pasukan Indonesia di Irian Barat. Berdasarkan laporan
Komando Mandala hingga tanggal 5 Desember 1962 tercatat jumlah pasukan
yang didaratkan di Irian Barat sebanyak 1.397 personel. Jumlah tersebut terdiri
dari Angkatan Darat sebanyak 887 personel, Angkatan Udara sebanyak 428
personel dan Brimob/Polisi sebanyak 82 personel. Pasukan 1.397 personel yang
berhasil didaratkan berjumlah 900 personel terdiri Angkatan Darat sebanyak 557
personel, Angkatan Udara 263 personel dan Brimob/Polisi sebanyak 60 personel.
Pasukan Indonesia yang berhasil masuk ke Irian Barat banyak mengalami
kontak senjata dengan Belanda saat penyusupan baik lewat laut atau udara.
Jumlah personel yang gugur dalam pertempuran berjumlah 134 personel, jumlah
pasukan gugur didominasi Angkatan Darat sebanyak 82 personel dan Angkatan
Udara sebanyak 52 personel. Pasukan yang terluka sebanyak 20 personel terdiri
18 Case Study mengenai Kegiatan-kegiatan Komando Mandala, KoleksiDinas Dokumentasi Pusjarah TNI, Arsip Komando Mandala Pembebasan IrianBarat No. 1.746/85, hlm. 26-27.
185
dari Angkatan Darat 17 personel dan Angkatan Udara 3 personel, sedang yang
ditawan sebanyak 292 personel terdiri dari Angkatan Darat 198 personel,
Angkatan Udara 72 personel dan Brimob 292 personel. Keadaan medan Irian
Barat yang terdiri dari hutan belantara dan penerjunan pasukan didaerah yang
tidak dikenal membuat banyak personel hilang dalam tugas, personel yang
dinyatakan hilang sebanyak 71 personel terdiri Angkatan Darat dengan 30
personel dan Angkatan Udara 41 personel.19 Kantong-kantong gerilyawan
pasukan Indonesia terbagi dalam 9 daerah dislokasi dengan kekuatan yang
berbeda-beda. Daerah Holllandia telah disusupi 15 personel sedang Daerah
Merauke disusupi 347 gerilyawan Indonesia serta 347 gerilyawan disekitar
Daerah Kaimana.20
Pasukan dari Angkatan Darat yang berhasil mendarat di Irian Barat dan
Brimob/Polisi menunjukan bahwa Angkatan Laut Mandala dan Angkatan Udara
Mandala berhasil menjalankan perannya memasukan pasukan infiltrasi ke wilayah
Irian Barat. Keberadaan pasukan tersebut mempunyai pengaruh akan
keberjalanannya unsur-unsur pemerintah didaerah perang yang nantinya
dijalankan oleh pasukan penyerbu. Unsur militer dengan tugas pemerintahan
daerah yang disusupkan oleh Angkatan Laut Mandala melalui laut dilakukan
dalam sebuah operasi bersandi Lumba-Lumba. Operasi dilaksanakan berdasarkan
19 Surat Laporan Panglima Komando Mandala No. R. 52/A/11/1962,tanggal 5 Desember 1962 mengenai Daftar Nominatife Anggota yang di daratkandi Irian Barat dalam Rangka Operasi Mandala.
20 Julius Pour., Laksamana Sudomo Mengatasi Gelombang Kehidupan,(Jakarta: PT. Gramedia, 1997), hlm.143.
186
Perintah Panglima Mandala No. 07/PO/SR/6/62, tanggal 25 Juli 1962. Misi
operasi ini adalah mendaratkan Tim Khusus Satuan RPKAD ke Teluk Tanah
Merah yang merupakan pantai tersembunyi di dekat Kotabaru, Irian Barat. Tugas
pasukan khusus adalah selain melakukan sabotase terhadap objek-objek vital
Belanda adalah menyiapkan unsur-unsur Pemerintahan Indonesia di Irian Barat.
Tim Khusus RPKAD dengan misi sabotase didaratkan dengan menggunakan RI-
Nagarangsang sedang Tim Khusus RPKAD dengan misi tugas pemerintahan sipil
didaratkan menggunakan RI-Candrasa.21
b. Masuknya Unsur Biro Pemerintahan Staf Gabungan Bidang 5
Komando Mandala di Irian Barat
Biro Pemerintahan yang dikoordinasi oleh Angkatan Darat Mandala
melalui Staf Gabungan Bidang-5 berhasil masuk di Irian Barat melalui kegiatan
militer Angkatan Laut Mandala dan Angkatan Udara Mandala. Staf Gabungan
Bidang 5 adalah badan utama dari Staf Gabungan Mandala yang
menyelenggarakan pengawasan staf terhadap pelaksanaan kebijaksanaan
mengenai pembinaan dan pengendalian wilayah di Irian Barat. Alasan
pembentukannya adalah bahwa pada saat terjadi pembebasan/pendudukan daerah
akan timbul suatu kekosongan pemerintahan dari daerah tersebut, maka menjadi
kewajiban bagi komandan pasukan penyerbu setelah berhasil menduduki daerah
untuk menjalankan fungsi pemerintahan sipil guna mengembalikan dan
21 Mabes ABRI., Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian Barat(TRIKORA)., op.cit., hlm. 244.
187
memelihara ketertiban umum. Fungsi ini dijalankan oleh komandan pasukan
dengan dibantu tenaga-tenaga ahli sipil dan pemerintahan dari departemen-
departemen guna menjalankan dengan baik pemerintahan bagi daerah yang telah
diduduki.22 Salah satu kegiatan dari Staf Gabungan Bidang 5 mengenai
pemerintah sipil adalah perannya dalam melakukan stabilitas politik pasca
Belanda menyerahkan Irian Barat kepada UNTEA-PBB.
Kegiatan yang dilakukan Biro Pemerintahan adalah mengikuti
perkembangan sosial politik dan ekonomi di Irian Barat dalam rangka usaha
pemulihan keamanan dan ketertiban umum akibat perang. Biro Pemerintahan ini
juga bertugas menyiapkan unit-unit pemerintahan untuk daerah yang akan
diduduki dan membantu tugas dari pasukan tempur untuk memulihkan kembali
pemerintahan sipil dan ekonomi guna keperluan operasi. Bidang 5 juga turut
memberikan saran dan usul kepada Panglima Mandala dalam menentukan
kebijaksanaan penindakan terhadap unsur-unsur yang memusuhi, merusak negara
dalam arti politik, ekonomi, militer dan keamanan. Seperti dalam rangka
pembinaan kesadaran dan mental rakyat Indonesia yang tinggal diwilayah daratan
Irian Barat agar supaya sesuai dengan haluan negara maka kegiatan politik di Irian
Barat dihentikan.23
22 Arsip Laporan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat Bidang G-5(Territorial dan Perlawanan Rakyat). Koleksi Dinas Dokumentasi Pusat SejarahTNI., hlm 2.
23 Penghentian kegiatan politik meliputi pembekuan partai-partai proBelanda, untuk partai pro Indonesia ditampung dan dibina dalam Dewan PembinaPotensi Karya. Semua bertujuan menghentikan kekacauan dari ambisi pemimpin
188
Tabel. 14Daftar Partai/Organisasi Pro Indonesia dan Pro Belanda di Irian Barat.
No. Nama Partai Pemimpin1. Partai Pro Indonesia Persatuan Perjuangan Kemerdekaan
Irian Barat (PPKI)J. Ki Kulat-Dimara
2. Persatuan Pemuda Indonesia (PPI) SK. Tumengkel3. Organisasi Pemuda Indonesia Irian
(OPII)CN. Krey
4. Organisasi Pemuda Irian (OPI) Ttd5. Partai Kemerdekaan Irian (PKI) Tau Tjuo Ek6. Organisasi Tjendrawasih (OT) Ttd7. Partai Tidak
Jelas/DiragukanPersatuan Semangat Pemuda 1945
(PSP)Mardjono
8. Gerakana Pemuda Indonesia (GPI) Sdr. Rumbewas9. Tentara Tjendrawasih Tjadangan
(TTT)Lukas Rumboren
10. Partai Pro Belanda Eenheid Party Nieuw Guinea(EPANG)
L. Mandatjan
11. Demokratisch Volke Party (DVP) A. Runtuboy12. Algemene Rumskatulike
Vereninging (ARKA)Ttd
13. Persatuan Sekerdja Kristen NG(Perseken)
Ttd
14. Christelyke werkenmersbond NG(CWNG)
Ttd
15. Party Sarekat Pemuda PemudiPapua (Persepp)
J. Wammer
16. Party Orang Niuew Guniea(PONG)
J. Ariks
17. Sama Sama Manusia (SSM) H. Warwey18. Party Nasional (PARNA) H. Wojoi19. Dewan Nieuw Guniea (DHG) JHF. Sollewyn
Geptu (ditunjukBelanda)
20. Party Papua Merdeka (PPM) Mozon RumainumBA
Sumber: Arsip Laporan Komando Mandala Bidang G-5 Territorial dan
Perlawanan Rakyat. Koleksi Dinas Dokumentasi Pusat Sejarah TNI.
Ttd: Tidak Tersedia Data.
politik yang tidak sehat dan indoktrinasi Pancasila dan Manipol-Usdek. LaporanKomando Mandala Bidang G-5., hlm. 62.
189
Komando Mandala menyimpulkan bahwa strategi Panglima Mandala
dalam memecah pemusatan musuh di Biak dengan operasi-operasi Infiltrasi
berhasil dengan baik. Perebutan keunggulan udara atas melihat kemampuan
musuh sudah pasti dapat tercapai serta perlindungan udara yang dibutuhkan
Angkatan Laut Mandala dapat terpenuhi karena lemahnya Angkatan Udara
Belanda. Keunggulan udara dan laut Komando Mandala yang jauh lebih besar
dipastikan berhasil merebut sasaran Biak. Hal itu didasarkan kenyataan sesudah
perjanjian Indonesia-Belanda bahwa kekuatan Belanda di Biak yang semua
diprediksi berkekuatan 2 Brigade sesudah perundingan ternyata hanya berjumlah
1 Batalyon. Selain itu cadangan musuh telah dikerahkan ke front-front depan
sekitar daerah lokasi para gerilyawan Indonesia. Angkatan Udara Belanda dalam
kondisi lemah dikarenakan instalasi alat-alat radar yang belum selesai dipasang
dan luas daerah yang hadapi terlalu luas sedangkan Angkatan Laut Belanda
disebar guna mengangkut pasukan-pasukan ke wilayah Irian Barat bagian
Selatan/Barat sehingga menunjukan kekuatan musuh tidak lagi utuh/kokoh lagi.24
24 Arsip Laporan yang dibuat Panglima Staf Gabungan-2 (Bidang Operasi)Otto Bojoh selaku Kepala Cabang Perencanaan pada tanggal 31 Januari 1963.Laporan dalam Case Study mengenai Kegiatan-kegiatan Komando Mandala,Koleksi Dinas Dokumentasi Pusjarah TNI., op.cit., hlm 29.
190
B. Kembalinya Irian Barat kedalam Wilayah Kedaulatan Negara KesatuanRepublik Indonesia
1. Usaha-usaha Diplomasi Menuju Tercapainya Persetujuan New York
Komando Mandala yang sudah merencanakan fase operasi ke tahap
eksploitasi melalui persiapan Operasi Jayawijaya membuat Amerika Serikat
khawatir dengan kesungguhan niat Indonesia. Kekhawatiran Amerika Serikat jika
kedua belah pihak terlibat dalam konflik senjata akan memicu keterlibatan dua
blok besar yang sedang berseteru. Amerika Serikat mengambil perannya dalam
usaha meredam ketegangan antara Indonesia dengan Belanda dengan jalan
mengajak kembali berunding. Tindak lanjut dari upaya mendamaikan tersebut,
Amerika Serikat memberi ijin pesawat angkut militer Belanda untuk
menggunakan fasilitas pangkalan udaranya. Hal tersebut dilakukan agar Belanda
mau mendengarkan Amerika Serikat untuk kembali berunding dengan Indonesia.
Sikap Amerika Serikat juga diikuti dengan sekutu Belanda di Asia Tenggara yaitu
Australia. Australia melalui Perdana Menteri R.G. Menzies menyatakan bahwa
Australia tidak bertanggung jawab bila Belanda menyatakan perang dengan
Indonesia termasuk jika apabila nanti Irian Barat diserang. Penegasan PM
Australia tersebut juga merupakan sebagai jawaban dari pernyataan pimpinan
oposisi dari Partai Buruh yaitu Arthur Calsweek bahwa Australia merasa teracam
dengan kegiatan militer Indonesia sehingga harus mengambil tindakan terhadap
kekuatan negara tertangga tersebut. Pernyataan PM Australia menunjukan
191
perubahan sikap dengan berbalik memberikan dukungan penuh mengenai
penyelesaian masalah Irian Barat dengan jalan damai.25
Pada tanggal 17 Februari, Robert F. Kennedy selaku utusan dari Presiden
Amerika Serikat memberikan keterangan pers di Istana Negara bahwa masalah
Irian Barat akan dapat diselesaikan dengan cara damai walau tidak dalam waktu
dekat. Robert F. Kennedy juga menyatakan akan juga mengajak berunding
Belanda sesudah dari Indonesia guna penyelesaian masalah yang cepat. Pada
tanggal 18 Februari, Robert F. Kennedy secara resmi menyampaikan sikap
Pemerintah Amerika Serikat dalam perundingan di Istana Negara yang dihadiri
kedua belah pihak dari Indonesia dan Amerika. Perundingan tersebut dari pihak
Indonesia yang hadir adalah Presiden Sukarno, Wakil PM Ir. Djuanda dan Menlu
Dr. Subandrio sedang dari pihak Amerika Serikat hadir Robert F. Kennedy,
Siegen Thaler (Sekretaris Pribadi) dan Dubes AS untuk Indonesia Howard P.
Jones. Pada perundingan tersebut Robert F. Kennedy meminta Indonesia agar
bersedia berunding dengan Belanda, dan Amerika Serikat menyatakan bersikap
netral dan bersedia menjadi penengah.
Pada tanggal 19 Februari 1962, Robert F. Kennedy setelah kunjungannya
di Indonesia melanjutkan misinya ke negeri Belanda. Robert F. Kennedy setiba di
Belanda mengadakan pembicaraan dengan Ratu Yuliana kemudian PM De Quay
serta Menteri Luar Negeri Dr. J. Luns. Inti pembicaraan Robert F. Kennedy
adalah menyampaikan pesan dari Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy yang
25 Mabes ABRI., Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian Barat(TRIKORA)., op.cit., hlm. 270.
192
meminta Belanda bersedia menyelesaikan masalah Irian Barat melalui
perundingan tanpa syarat. Robert F. Kennedy kemudian melaporkan hasil
kunjungan-kunjungan itu kepada Presiden John F. Kennedy. Dubes Amerika
Serikat di Indonesia, Howard P. Jones juga memberikan laporan kepada
pemerintahannya bahwa semangat rakyat Indonesia sangat tinggi guna
membebaskan Irian Barat. Howard P. Jones yang menghadiri rapat raksasa
Trikora di Yogyakarta dan juga rapat samudera Trikora di Makassar memberikan
pendapat bahwa penyelesaian masalah Irian Barat yang terbaik adalah
mengembalikan daerah sengketa ke dalam wilayah Indonesia.26 Laporan-laporan
tersebut membuat Amerika Serikat mengambil sikap memprakasai pertemuan
Indonesia-Belanda menuju kembalinya Irian Barat kepada Indonesia.
Dekrit Presiden Sukarno pada tanggal 24 Februari 1962 mengenai
mobilisasi umum dalam rangka mengerahkan segala potensi nasional merebut
Irian Barat dengan senjata, membuat Belanda segera mengambil sikap. Pada
tanggal 12 Maret 1962 secara resmi Belanda mengumumkan bersedia berunding
dengan Indonesia mengenai masalah Irian Barat. Pernyataan tersebut disambut
juga persetujuan dari Indonesia. Pemerintah Amerika Serikat melalui deputy
menteri luar negerinya mengenai masalah politik George GMC Hee membahas
persiapan-persiapan perundingan tentang penyelesaian Irian Barat.
Sekretaris Jenderal PBB, U Thant menyambut baik kesediaan pihak
Indonesia dan Belanda untuk berunding. Amerika Serika memanggil masing-
masing dubes kedua negara untuk membicarakan tanggal dimulainya serta tempat
26 Ibid., hlm. 272.
193
perundingan. Pertemuan tersebut masing-masing pihak setuju sebelum
perundingan dimulai didahului pertemuan pendahuluan yang bersifat rahasia.
Kelanjutan kesepakatan tersebut kemudian diadakan perundingan di sebuah villa
di Hotland Estate Middleburg yang berjarak 30 km dari Washington DC.
Perundingan tersebut delegasi Indonesia dipimpin Adam Malik (Dubes Indonesia
di Uni Soviet) dengan anggota Mr. Sudjarwo Tjondronegoro, Mr. Surjo Tjondro,
Mr. Nugroho dan Mr Zairin Zain (Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat). Pihak
Belanda dipimpin oleh Dr. Van Royen (Dubes Belanda untuk Amerika Serikat),
dan Scuurman Dubes Belanda untuk PBB. Amerika Serikat dalam perundingan
tersebut bersedia menjadi penengah yang diwakili Dubes Amerika Serikat di India
dan Italia yaitu Ellsworth Bunker. Pada tanggal 20 Maret perundingan dimulai
dengan pokok acara membicarakan usul Ellsworth Bunker, pada prinsipnya kedua
belah pihak menyetujui usul Bunker tersebut. Namun dalam pelaksanaannya
terjadai perbedaan pendapat sehingga menimbulkan perdebatan terutama
mengenai masa pemerintahan sementara. Waktu pemerintahan sementara selama
2 tahun tidak dapat diterima Indonesia karena terlalu lama. Akibat tidak
tercapainya kata sepakat antara kedua belah pihak, ketua delegasi Indonesia
melaporkan ke Jakarta. Maka ada oleh Presiden Sukarno, PM Djuanda, Subandrio
dan Jenderal A.H Nasution dijalankan strategi memancetkan perundingan dengan
mengajukan tuntutan supaya penyerahan Irian Barat harus dilaksanakan pada
tanggal 1 Januari 1963.
Menlu Subandrio menyampaikan sikap Pemerintah Indonesia didepan
delegasi Belanda di Middleburg yang khusus datang ke Amerika Serikat bersama-
194
sama dengan Deputy Menteri Pertahanan Letnan Jenderal R. Hidayat dalam
rangka perundingan. Delegasi Belanda segera mengeluarkan reaksi tidak bersedia
lagi melanjutkan perundingan. Mancetnya perundingan membuat Menlu
Indonesia Subandrio menghadap kepada Presiden Amerika Serikat John F.
Kennedy untuk mengulang kembali tuntutan Indonesia sambil menambahkan
kemungkinan penyelesaian damai terletak pada keputusan Presiden John F.
Kennedy, perang akan melibatkan seluruh kekuatan nasional dan keadaan ini akan
menguntungkan golongan komunis. Sikap tersebut membuat Presiden John F.
Kennedy mendesak Belanda untuk menyetujui tanggal 1 Mei 1963 sebagai
tanggal penyerahan administrasi Irian Barat kepada Indonesia yang didahului oleh
suatu masa peralihan selama 6 bulan. Masa peralihan tersebut administrasi Irian
Barat berada dibawah PBB. Amerika Serikat berpendapat bahwa menyetujui usul
Bunker adalah salah satu cara penyelesaian terbaik, oleh Dr. Van Royen usul
tersebut akan disampaikan kepada pemerintahannya di Den Haag.27
Dr. Van Royen pada tanggal 17 Juli 1962 menyampaikan kepada
Pemerintah Amerika Serikat dan Sekjen PBB U That di Markas Besar PBB bahwa
Pemerintah Belanda menerima usul Ellsworth Bunker. Pada tanggal 18 Juli 1962
dicapai suatu perumusan yang menyebutkan bahwa Belanda menerima pokok-
pokok dari usul Bunker dengan syarat Pemerintah Belanda mendapat jaminan
dilindunginya kepentingan rakyat Irian Barat. Hal tersebut karena dalam usul
Bunker disebutkan penyerahan pemerintahan Irian Barat dari Belanda kepada
Indonesia melalui Badan Pemerintah Sementara PBB. Kesepakatan tersebut
27 Ibid., hlm. 276.
195
menunjukan bahwa Belanda bersedia melepaskan kekuasaannya di Irian Barat dan
Indonesia sepakat dengan penafsiran tersebut. Kesamaan penafsiran antara
Belanda dan Indonesia mengenai usul Bunker kemudian diteruskan pembicaraan-
pembicaraan rahasia guna menghindari kemungkinan adanya pihak ketiga yang
mengganggu usaha penyelesaiian.
Pada tanggal 31 Juli 1962 telah dicapai sebuah persetujuan sementara
(Prelimanary Understanding) yang berisi poin-poin antara lain:
a) Setelah pengesahan persetujuan antara Indonesia dengan Belanda,
maka selambat-lambatnya tanggal 1 Oktober 1962 penguasa dari
pemerintah sementara PBB UNTEA (United Nations Temporary
Exceutive Authority) akan tiba di Irian Barat untuk melakukan serah
terima pemerintahan dari tangan Belanda. Penurunan bendera
Belanda menandakan kekuasaan atas daerah tersebut diserahkan
kepada UNTEA. Pemerintah sementara PBB akan memakai tenaga-
tenaga Indonesia baik sipil maupun alat-alat keamanan bersama-
sama dengan alat-alat keamanan putra-putri Irian Barat dan pegawai
Belanda yang masih diperlukan.
b) Pasukan-pasukan Indonesia tetap tinggal di Irian Barat yang
berstatus dibawah kekuasaan UNTEA.
c) Angkatan perang Belanda mulai saat itu berangsur-angsur
dikembalikan, yang berangkat akan ditempatkan dibawah
pengawasan PBB dan tidak dipergunakan untuk operasi-operasi
militer.
196
d) Antara Irian Barat dan daerah Indonesia berlaku lalu lintas laut
bebas.
e) Setelah tanggal 31 Desember 1962 bendera Indonesia akan
dikibarkan bersama bendera PBB.
f) Pemulangan anggota-anggota sipil dan militer Belanda harus sudah
selesai pada tanggal 1 Mei 1963 dan selambat-lambatnya pada
tanggal 1 Mei 1963 Pemerintah Indonesia secara resmi menerima
pemerintahan Irian Barat dari UNTEA.28
Hasil perundingan kemudian diratifikasi oleh kedua delegasi dengan
Dubes E. Bunker dan Robert. F. Kennedy sebagai penengah. Persetujuan
Middelburg ditandatangani oleh masing-masing Menlu dari kedua negara pada
tanggal 15 Agustus 1962 di Markas Besar PBB, New York. Indonesia diwakili
oleh Menlu Dr. Subandrio sedang Belanda diwakili Scuurman selaku Dubes
Belanda di PBB. Menlu Belanda Dr. J. Luns tidak hadir dalam dalam
penandatanganan perjanjian tersebut sebagai bentuk protes. Dr. J. Luns mewakili
negaranya kecewa dengan Pemerintah Amerika Serikat yang dianggapnya
merugikan Belanda. Perundingan tersebut kemudian disahkan dalam Sidang
Majelis Umum PBB pada bulan September 1962.29
Presiden Sukarno sebagai pelaksana dari persetujuan mengeluarkan
perintah selaku Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik
28 M. Cholil., op.cit., hlm. 84.
29 Mabes ABRI., Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian Barat(TRIKORA)., op.cit., hlm. 280.
197
Indonesia/Panglima Besar Komando Pembebasan Irian Barat pada tanggal 16
Agustus 1962 yang antara lain yaitu:
a) Berdasarkan Persetujuan Pemerintah Indonesia dan Belanda yang
ditandatangani di New York pada tanggal 15 Agustus 1962 pukul
21.00 GMT permusuhan dihentikan pada tanggal 18 Agustus 1962
pukul 00.01 GMT atau tanggal 18 Agustus 1962 pukul 09.39 waktu
Irian Barat.
b) Perintah untuk penghentian tembak menembak dan permusuhan
mulai tanggal 18 Agustus 1962 pukul 09.31 waktu Irian Barat. Selain
itu diadakan konsolidasi pasukan untuk tetap waspada dan
menunggu menerima perintah lebih lanjut untuk tugas-tugas baru di
Irian Barat.30
Majelis Umum PBB dalam Sidang Umum ke XVII tanggal 17 September
1962 menerima baik resolusi bersama Indonesia-Belanda yang memberikan
kekuasaan kepada PBB untuk melaksanakan persetujuan Indonesia-Belanda yang
telah ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 1962 di New York. Persetujuan ini
dilaporkan oleh Deputy Menteri Keamanan Nasional kepada Presiden di Istana
Bogor. Tindak lanjut dari persetujuan ini, pada tanggal 1 Oktober 1962 Kerajaan
Belanda menyerahkan Irian Barat kepada PBB yang diwakili oleh UNTEA.
Penyelesaian dibidang militer mengenai penarikan pasukan Belanda, Pemerintah
30 Arsip Surat Perintah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan PerangRepublik Indonesia/Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian BaratTentang Penghentian Permusuhan Belanda-Indonesia. Tanggal 16 Agustus 1962,di Jakarta. Koleksi Dinas Dokumentasi Pusat Sejarah TNI.
198
Indonesia mengirim tiga perwira kedalam Komisi Militer PBB di New York.
Komisi Militer PBB tersebut mempunyai tugas mengatur dan menyelesaikan
masalah-masalah dibidang militer terutama penarikan pasukan Belanda. Tiga
perwira tersebut adalah Brigadir Jenderal Achmad Tahir, Kolonel (P) Machmud
Subarkah dan Kolonel (Pnb) Rusmin Nuryadin.
2. Pemerintahan Peralihan Sementara UNTEA di Irian Barat
Tahap pertama pelaksanaan Persetujuan New York telah dipenuhi Belanda
pada tanggal 1 Oktober 1962 dengan menyerahkan pemerintahan Irian Barat
kepada UNTEA. Sejak penyerahan tersebut, wilayah pemerintahan Irian Barat
berada dibawah pemerintahan Badan Penguasa Sementara PBB (UNTEA). Sekjen
PBB, U Thant menunjuk Rolz Bennet yang berasal dari Guatemala untuk menjadi
Gubernur UNTEA yang sekaligus merangkap wakil Sekjen PBB di Irian Barat.
Dibidang militer sesuai Pasal VII dalam Persetujuan New York, Pasukan
Indonesia dan Korps Sukarelawan Irian Barat dilibatkan serta dalam Pasukan
United Nations Security Forces (UNSF). Korps Sukarelawan Irian Barat dan
Pasukan Indonesia dalam Persetujuan New York adalah korps bersenjata bentukan
Belanda yang terdiri dari putra-putra daerah dan pasukan-pasukan Indonesia yang
pada saat penandatanganan persetujuan telah berada diwilayah Irian Barat. United
Nations Security Forces (UNSF) dipimpin oleh Brigadir Jenderal Said Udin Khan
dari Angkatan Darat Pakistan sedang Perwira Penghubung PBB adalah Brigadir
Jenderal Hindrajit Rikhye dari Angkatan Darat India.
199
Perwira penghubung PBB dari Indonesia mempunyai tugas untuk
mengkonsolidasi dan menghubungi pasukan-pasukan gerilyawan Indonesia yang
telah tersebar di wilayah Irian Barat. Tugas tersebut dilakukan karena pasukan-
pasukan Indonesia yang tersebar di sekitar Merauke, Kaimana, Fak-Fak,
Teminabuan, Sorong, Raja Empat, Misool dan Waigeo sukar dihubungi dan
dikirim persediaan makanan serta diketahui jumlahnya guna ditempatkan dibawah
kekuasaaan UNTEA. Perwira penghubung Indonesia saat UNTEA masih dalam
tahap konsolidasi, menghadap kepada Komando Tertinggi (Koti) di Jakarta dalam
rangka mendapat instruksi untuk menetapkan garis status quo antara pasukan
Republik Indonesia dengan Belanda serta mengatur penempatan pasukan apabila
gencatan senjata mengalami kegagalan posisi pasukan Republik Indonesia tidak
sampai terjepit.
Perwira penghubung Indonesia atas instruksi dari Komando Tertinggi
kemudian mengumpulkan pasukan-pasukan gerilyawan Indonesia pada suatu
daerah tertentu guna konsolidasi. Setelah terkumpulnya pasukan-pasukan
gerilyawan Indonesia di tempat-tempat yang telah ditentukan oleh UNTEA-PBB,
maka segera dibentuk komando untuk memimpin pasukan-pasukan tersebut.
Komando Tertinggi (Koti) kemudian menginstruksikan kepada Panglima
Angkatan Darat Letjen Achmad Yani untuk melaksanakan suatu pembentukan
komando bagi pasukan-pasukan Indonesia. Kotindo berdasarkan kedudukan
tersebut, maka secara organisasi dan administrasi tetap berada dalam tanggung
jawab ABRI, hanya saja dalam penugasan berada dibawah perintah UNSF.
Sehingga Kotindo berbeda dengan Pasukan Pakistan, Polisi Papua dan batalyon
200
Papua yang seluruh organisasi dan taktis berada dibawah komando United
Nations Security Forces (UNSF).31 Penyusunan organisasi kepolisian dilakukan
oleh Kotindo guna mengambil alih tugas-tugas kepolisian UNTEA yang akan
berakhir pada tanggal 1 Mei 1963.
3. Penyerahan Pemerintahan Irian Barat Kepada Republik Indonesia
Masa pemerintahan UNTEA di Irian Barat akan berakhir pada tanggal 1
Mei 1963. Menjelang berakhirnya pemerintahan UNTEA, pasukan United
Nations Security Forces (UNSF) secara bertahap personel yang tergabung
didalamnya mulai ditarik. Wilayah-wilayah di Irian Barat yang berada dibawah
pengamanan United Nations Security Forces (UNSF) satu persatu mulai
diserahkan kepada ABRI. Seperti tanggal 15 April 1963, United Nations Security
Forces (UNSF) menyerahkan daerah Selatan Irian Barat yang meliputi Merauke,
Kaimana dan Fak-Fak kepada ABRI. Pada tanggal 20 April 1963, UNSF kembali
menyerahkan daerah Sorong dan Manokwari kepada ABRI. Pasukan United
Nations Security Forces (UNSF) Pakistan yang berjumlah 800 orang pada tanggal
21 April 1963 secara bertahap meninggalkan Biak dengan diangkut kapal RI-
Halmahera. Gelombang kedua penarikan terjadi pada tanggal 28 April, sebanyak
700 pasukan United Nations Security Forces (UNSF) Pakistan berangkat dari
pelabuhan Biak.
31 Arsip Komando Tertinggi APRI Pembebasan Irian Barat. SuratKeputusan Presiden /Panglima Tertinggi Angkatan Perang RepublikIndonesia/Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat. Nomor:79/PLM.BS. Tahun 1962. Koleksi Dinas Dokumentasi Pusat Sejarah TNI.
201
UNTEA menyerahkan kekuasaan pemerintahan di Irian Barat melalui Dr.
Djalal Abdoh kepada Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Sudjarwo
Tjondronegoro S.H. dengan disaksikan oleh Menlu Indonesia Dr. Subandrio dan
utusan PBB. Penyerahan pemerintahan ditandai dengan upacara penurunan
bendera PBB dan pengibaran bendera Indonesia yang dilanjutkan dengan defile
pasukan dari Pakistan, ABRI dan Polisi Papua. Dalam rangka melanjutkan
pembinaan pemerintahan di Irian Barat, pada tanggal 1 Mei 1963 juga sekaligus
dilantik E.J. Bonay sebagai Gubernur Provinsi Irian Barat oleh Wakil Menteri
Pertama Urusan Irian Barat, Dr. Subandrio.
4. Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat Pada Tahun 1969
Pemerintah Republik Indonesia setelah menerima penyerahan kekuasaan
wilayah Irian Barat dari Pemerintah Sementara UNTEA pada tanggal 1 Mei 1963,
sesuai dengan Perjanjian New York tahun 1962 dalam Pasal XIV sampai XVII
maka harus dilakukan penentuan pendapat rakyat mengenai status Irian Barat
sesudah tahun 1969. Penentuan pendapat tersebut berupa pernyataan dari rakyat
Irian Barat untuk tetap bergabung dengan Republik Indonesia atau lepas dari
Republik Indonesia. Pelaksanaan PEPERA dilakukan pada delapan kabupaten dan
setiap kabupaten akan dibentuk sebuah badan atau Dewan Musyawarah Rakyat
(Dewan Musyawarah Kabupaten).
202
Tabel. 15Jumlah Anggota Dewan Musyawarah Pepera Tiap Kabupaten
No Kabupaten Jumlah Penduduk Jumlah Wakil1. Jayapura 81.246 110 orang2. Teluk Cendrawasih 93.230 130 orang3. Manokwari 53.290 75 orang4. Sorang 86.840 110 orang5. Fak-Fak 38.917 75 orang6. Merauke 141.373 175 orang7. Paniai 156.000 175 orang8. Pegunungan Jayawijaya 165.000 175 orang
Jumlah Perwakilan 1.025 orangSumber: Yayasan Badan Kontak Keluarga Besar Perintis Irian Barat, 25
Tahun Trikora. Koleksi Dinas Dokumentasi Pusat Sejarah TNI.
Cara pemungutan PEPERA dalam Dewan Musyawarah Pepera dilakukan
dengan cara musyawarah antara pemerintah dengan dewan tersebut. Kesepakatan
dalam musyawarah dilakukan tanpa ada pemungutan suara secara perseorangan
dengan mengajukan pertanyaan sesuai dengan Pasal XVIII (poin c) dalam
Persetujuan New York, yaitu “… (a) apakah mereka ingin tetap bergabung
dengan Indonesia atau (b) apakah mereka ingin memutuskan hubungan mereka
dengan Indonesia”.32
PEPERA dalam pelaksanaannya diselenggarakan secara berturut-turut dari
satu kabupaten kepada kabupaten yang lain dengan jenjang waktu yang sudah
ditentukan. Hasil Pelaksanaan PEPERA dari tanggal 14 Juli 1969 sampai tanggal
32 Arsip Persetujuan Indonesia-Nederland. Arsip Koleksi DinasDokumentasi Pusat Sejarah TNI AD.
203
2 Agustus 1969 yang dilaksanakan di delapan kabupaten di Irian Barat adalah
sebagai berikut:33
1) Daerah Musyawarah PEPERA Kabupaten Merauke
Musyawarah PEPERA dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1969 dengan
jumlah Dewan Masyarakat Penentuan Pendapat Rakyat yaitu 175 orang mewakili
144.171 jiwa. Dewan Musyawarah yang diketuai Gregorius Darmowidigdi S.E
mewakili anggotanya secara bulat memutuskan untuk tetap ikut dengan Indonesia.
2) Daerah Musyawarah PEPERA Kabupaten Jayawijaya
Musyawarah PEPERA di Kabupaten Jayawijaya dengan ibukota Wamena
dilaksanakan pada tanggal 16 Juli 1969 dengan jumlah Dewan Masyarakat
Penentuan Pendapat Rakyat yaitu 175 orang mewakili 165.000 jiwa. Dewan
Musyawarah yang diketuai Clemens Kiriwaib mewakili anggotanya secara bulat
memutuskan untuk tetap ikut dengan Indonesia
3) Daerah Musyawarah PEPERA Kabupaten Paniai
Musyawarah PEPERA di Kabupaten Painai dengan ibukota Nabire
dilaksanakan pada tanggal 19 Juli 1969 dengan jumlah Dewan Masyarakat
Penentuan Pendapat Rakyat yaitu 175 orang mewakili 156.000 jiwa. Dewan
Musyawarah yang diketuai Drs. S. Soerodjotanojo S.H mewakili anggotanya
secara bulat memutuskan untuk tetap ikut dengan Indonesia.
33 Lampiran Arsip Yayasan Badan Kontak Keluarga Besar Perintis IrianBarat., 25 Tahun Trikora., hlm. 223-254.
204
4) Daerah Musyawarah PEPERA Kabupaten Fak-Fak
Musyawarah PEPERA di Kabupaten Fak-Fak dilaksanakan pada tanggal
23 Juli 1969 dengan jumlah Dewan Masyarakat Penentuan Pendapat Rakyat yaitu
75 orang mewakili 43.183 jiwa. Dewan Musyawarah yang diketuai Alex Silas
Onim mewakili anggotanya secara bulat memutuskan untuk tetap ikut dengan
Indonesia.
5) Daerah Musyawarah PEPERA Kabupaten Sorong
Musyawarah PEPERA di Kabupaten Sorong dilaksanakan pada tanggal 26
Juli 1969 dengan jumlah Dewan Masyarakat Penentuan Pendapat Rakyat yaitu
110 orang mewakili 75.474 jiwa. Dewan Musyawarah yang diketuai D. Subardja
mewakili anggotanya secara bulat memutuskan untuk tetap ikut dengan Indonesia.
6) Daerah Musyawarah PEPERA Kabupaten Manokwari
Musyawarah PEPERA di Kabupaten Manokwari dilaksanakan pada
tanggal 29 Juli 1969 dengan jumlah Dewan Masyarakat Penentuan Pendapat
Rakyat yaitu 130 orang mewakili 91.870 jiwa. Dewan Musyawarah yang diketuai
Semuel Demianus Kawab mewakili anggotanya secara bulat memutuskan untuk
tetap ikut dengan Indonesia.
7) Daerah Musyawarah PEPERA Kabupaten Teluk Cendrawasih
Musyawarah PEPERA di Kabupaten Teluk Cendrawasih dengan ibukota
Biak dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 1969 dengan jumlah Dewan Masyarakat
Penentuan Pendapat Rakyat yaitu 130 orang mewakili 91.870 jiwa. Dewan
Musyawarah yang diketuai Drs. Sjarifuddin Harahap mewakili anggotanya secara
bulat memutuskan untuk tetap ikut dengan Indonesia.
205
8) Daerah Musyawarah PEPERA Kabupaten Jayapura
Musyawarah PEPERA di Kabupaten Jayapura dengan ibukota Provinsi
Irian Barat dilaksanakan pada tanggal 2 Agustus 1969 dengan jumlah Dewan
Masyarakat Penentuan Pendapat Rakyat yaitu 110 orang mewakili 83.750 jiwa.
Dewan Musyawarah yang diketuai Drs. Anwar Ilmar mewakili anggotanya secara
bulat memutuskan untuk tetap ikut dengan Indonesia.
Hasil PEPERA kemudian dibawa ke Sidang Majelis Umum PBB yang ke-
XXIV oleh Utusan Republik Indonesia, yang terdiri dari: Adam Malik, Sudjarwo
Tjondronegoro S.H, A. Sani DAN Dr. Roeslan Abdulgani. Penyelesaian Hasil
PEPERA di Sidang Majelis Umum PBB menghasilkan usul resolusi dengan
perbandingan suara Setuju: 84 negara, Tidak setuju: 0, dan Blanko: 30. Majelis
Umum PBB kemudian mengesahkan hasil PEPERA dengan mengeluarkan
Resolusi Majelis Umum PBB No. 2504 tanggal 19 Nopember 1969. Resolusi itu
sekaligus mengakhiri perdebatan panjang tentang status politik wilayah Irian
Barat. Dunia Internasional secara mutlak telah menerima hasil PEPERA ditandai
dengan tidak ada satupun negara yang menolaknya.34
34 Artikel yang ditulis oleh Kapten Infanteri Freddy A.R.S dalam websitedengan alamat http://www.kodam17cenderawasih.mil.id/tulisan/fokus/sejarah-kembalinya-irian-barat-ke-pangkuan-nkri/ diakses pada tanggal 18 Juni 2015,pukul 14.04.
Recommended