View
8
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karuniaNya buletin MASTER PIE edisi 7 dapat diterbitkan kehadapan para pembaca. Pada edisi kali ini beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh Subdit Penyakit Infeksi E m e r g i n g d a p a t k a m i sampaikan pada edisi kali ini d i a n t a r n y a W o r k s h o p Penguatan Kapasitas Jejaring Penyakit Infeksi Emerging di Provinsi Jawa Timur yang dilaksanakan di Surabaya, Pelatihan Tim Gerak Cepat (TGC) tingkat kab/kota di Provinsi Banten dan Bangka Belitung, Pertemuan Uji Coba P e n y u s u n a n I n d i k a t o r Standar Pemetaan Risiko Penyakit Infeksi Emerging di 2 Provinsi ya i tu Sumatera S e l a t a n d a n B a l i d a n Pe r te m u a n O n e H e a l t h Stakeholder Meeting di Bogor.
Sedangkan untuk Ar tikel Penyakit pada edisi ini yang dapat kami informasikan adalah Penyakit Virus Ebola, Penyakit Polio dan West Nile Virus. Redaksi menerima sumbangan artikel, laporan, reportase, saduran, informasi dan foto-foto yang berkaitan dengan Penyakit Infeksi Emerging.
West Nile Virus
West Nile Virus
Penyakit Virus Ebola
Workshop Penguatan
Penyakit Polio
Warta Penyakit Infeksi Emerging
Pertemuan Uji Coba Di Jawa Timur
Pertemuan Uji Coba Di Sumsel & BaliS E P T E M B E R2 0 1 8
07
Diterbitkan Oleh
Sub Direktorat Penyakit Infeksi Emerging
Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan
Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
Kementerian Kesehatan RI
Pembina :
Direktur Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
Pengarah :
Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
Penanggungjawab :
Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan
Dewan Redaksi :
dr. Ratna Budi Hapsari, MKM
dr. Chita Septiawati, MKM
dr.Irawati, M.Kes
dr. A. Muchtar Nasir,M.Epid
dr. Listiana Aziza, Sp.KP
Luci Rahmadai Putri, SKM., MPH
Ibrahim, SKM., MPH
Kursianto, SKM., M.Si
Mariana Eka Rosida, SKM
Andini Wisdhanorita, SKM
Adistikah Aqmarina, SKM
Maulidiah Ihsan, SKM
Perimisdila Syafri, SKM
Editor dan Layout :
Fajrianto, SKM
Rina Surianti, SKM
Ari Wijayanti, SKM
Suharto, SKM
Pamugo Dwi Rahayu, S.Kom
Alamat Redaksi :
Sub Direktorat Penyakit Infeksi Emerging
Jln. Percetakan Negara No. 29
Gedung C Lantai 4
Jakarta Pusat 10290
Email :
subdit.pie@yahoo.com
Twi�er :
@masterpie29
h�p://www.infeksiemerging.kemkes.go.id
h�p://www.penyakitmenular.info
h�p://www.aseanplus3-eid.info
h�p://pppl.depkes.go.id
Pengantar Dari Redaksi
Daftar Isi
ISSN :9772579361004
ISSN :9772579361004
Halaman 8 Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018
Hal 1
Hal 2
Hal 3
Hal 4
Hal 5
Hal 5
Hal 6
Penyakit Virus West Nile (WNV) adalah penyakit infeksi emerging yang merupakan salah satu penyakit tular vektor. WNV
ditularkan melalui gigitan nyamuk terinfeksi virus West Nile, khususnya dari genus Culex. Selain itu penularan WNV dapat terjadi melalui transfusi darah, donor organ dan jaringan, transplantasi sel, serta beberapa kasus dari ibu ke bayinya (melalui ASI). WNV pertama kali ditemukan pada seorang perempuan di wilayah West Nile, Uganda pada tahun 1937 dan tahun 1953 WNV ditemukan pada burung. Di wilayah Israel WNV lebih ganas dan banyak menyebabkan kematian pada burung dengan tanda dan gejala ensepalitis dan paralisis. Selain menyebabkan kematian pada manusia, WNV juga dapat menyebabkan kematian pada burung, kuda dan keledai. Beberapa hewan mamalia seperti anjing, kucing, kelinci dan kelelewar dapat terinfeksi WNV namun sangat jarang ditemukan kasusnya. Burung sendiri merupakan reservoir alamiah dari WNV Outbreak terbesar WNV pernah terjadi di Yunani, Israel, Romania, Rusia dan Amerika Serikat, dimana lokasi outbreak merupakan lokasi-lokasi migrasi burung pada umumnya. Sebelumnya WNV juga banyak terjadi di beberapa negara Eropa, Asia Tengah, Asia Barat, dan Australia. Namun, sejak outbreak 1999 di Amerika Serikat, hingga saat ini WNV endemis di wilayah benua Amerika dari Canada hingga Venezuela Pada tahun 2018 terjadi lonjakan kasus WNV di wilayah Eropa dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya (2014-2017). Di Eropa WNV biasanya muncul pada bulan Juli hingga November setiap tahunnya, puncak kenaikan kasus biasanya terjadi di bulan Agustus – September. Lingkungan berperan penting dalam penyebaran WNV, di samping kurang efektifnya
manajemen vektor ditambah dengan kondisi lingkungan seperti suhu dan iklim yang mendukung perkembangbiakan nyamuk, dapat meningkatkan risiko terjadinya outbreak WNV. Berdasarkan data dari European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC), hingga 16 agustus 2018 dilaporkan sebanyak 401 kasus WNV (kasus berasal dari kasus konfirmasi, probable dan autoktonous). Kasus diantaranya dilaporkan dari Serbia (126 kasus), Italia (123 kasus), Yunani (75 kasus), Hungaria (39 kasus), Romania (31 kasus), Perancis (3 kasus), Kroasia (2 kasus), dan Kosovo (2 kasus). Kematian karena infeksi WNV dilaporkan diantaranya dari Serbia (11 kematian), Yunani (4 kematian), Italia (3 kematian), Kosovo (1 kematian) dan Romania (1 kematian). Indonesia pernah melaporkan kasus WNV di Surabaya pada tahun 2014. Kasus ditemukan positif WNV oleh Tropical Disease Diagnostic Center (TDDC) Universitas Airlangga Surabaya pada seorang pasien dengan metode PCR WNV. Namun hingga saat ini belum ada laporan WNV sejak tahun 2015. Tanda dan gejala WNV yang jarang muncul menyebabkan WNV sulit terdeteksi. Adanya virus WNV yang sedang bersikulasi di suatu wilayah. berisiko untuk terjadinya endemik WNV, menyebabkan kemungkinan untuk terjadinya outbreak berulang di wilayah terjangkit menjadi lebih besar. Pada manusia hampir 80% kasus tidak menunjukkan tanda dan gejala dan 20% lainnya biasanya menunjukkan tanda dan gejala mirip dengan penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Arbovirosis lainnya seperti Dengue, Zika, dan Demam Kuning. Tanda dan gejala yang biasanya muncul adalah flu dan demam (influenza-like illness), sakit kepala, pegal-pegal, nyeri otot, mual dan muntah, diare atau ruam.
Apa itu West Nile Virus
Dalam rangka mencegah penyebaran
PIE dan zoonosis serta kemungkinan
terjadinya pandemi, maka diperlukan
kesiapsiagaan dan respon dini terhadap
k e j a d i a n t i m b u l n y a p e n y a k i t .
Permasalahan di atas tidak dapat
diselesaikan secara sektoral saja, oleh
karena itu diperlukan strategi yang
b e r fo ku s p a d a ke r j a s a m a d a n
k o l a b o r a s i u n t u k m e n g e l o l a
p e r m a s a l a h a n ke s e h a t a n ya n g
terintegrasi lintas sektor atau dikenal
dengan pendekatan One Health. Hal ini
memerlukan pengembangan kesatuan
kebijakan, strategi dan program untuk
menangani PIE dan zoonosis pada
hewan, masyarakat, dan satwa liar
dengan pendekatan konsep One Health.
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan
koordinasi, persamaan persepsi dan
p e m a h a m a n s e r t a d a p a t
dirumuskannya strategi- strategi yang
ber fokus pada kolaborasi untuk
mengelola permasalahan kesehatan
dan komitmen bersama dalam One
Health. Kegiatan dilaksanakan pada
tanggal 29 s.d 31 Juli 2018 di Hotel
Grand Savero Bogor dengan peserta
t e r d i r i d a r i l i n t a s p r o g r a m d i
kementerian kesehatn dan lintas sektor
terkait yang berjumlah 50 orang.
Adapun tindak lanjut yang disepakati
dar i per temuan in i antara la in :
Menyepakat i keg ia tan pr io r i tas
b e r s a m a , d i m a n a p e n i n g ka t a n
kapasitas tiap pilar dilaksanakan untuk
mendukung review rencana kontijensi,
ttx dan simulasi (2021), Review draft
Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk
masukkan pertemuan final RAN yang
akan d i laksanakan pada bu lan
September 2018, Menyiapkan TOR
untuk kegiatan kolaborasi yang akan
di laksanakan dan Mengusulkan
kegiatan prioritas untuk pendanaan
APBN / Dekon (untuk kegiatan yang
diusulkan tahun 2020-2022).
(LRP)
Pertemuan One Health Stakeholder Meeting
C
M
Y
CM
MY
CY
CMY
K
Halaman 2 Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018 Halaman 7Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018
Namun pada situasi yang sangat jarang, ditemukan WNV yang dapat menyebabkan kelainan neurologis pada manusia yang dapat menyebabkan kematian dengan t ingkat 1-29% pada kelompok umur lansia dan imunodefisiensi. Nyamuk Culex merupakan vektor utama dalam penyebaran WNV khususnya nyamuk Cx. pipiens memiliki kemungkinan sebagai vektor bagi WNV. Risiko penyebaran WNV dipengaruhi oleh keberadaan virus, keberadaan vektor yang sesuai, dan kerentanan kelompok. Kelompok berisiko tertular WNV adalah orang yang tinggal atau berkunjung ke wilayah terjangkit. Kondisi lingkungan yang mendukung perkembangbiakan nyamuk merupakan risiko
penularan WNV bagi kelompok orang yang belum pernah terinfeksi. Kurangnya kesadaran terhadap WNV dan manajemen kontrol vektor yang kurang berhasil memeperbesar risiko penularan WNV. Tidak ada pengobatan dan perawatan spesifik untuk WNV. Hingga saat ini belum ditemukan vaksin untuk WNV. Umumnya pencegahan dan pengendalian dipusatkan di manajemen vektor (nyamuk Culex) dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Manajemen vektor yang dapat dilakukan seperti penggunaan insektisida secara bijak, pelaksanaan PSN 3M plus, penggunaan repellent dan pakaian panjang untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk.(SUL)
Penyakit virus Ebola adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus Ebola, yang merupakan anggota keluarga filovirus.
Penyakit ini adalah salah satu dari penyakit yang gejala
klinisnya demam dengan perdarahan yang banyak
mengakibatkan kematian pada manusia dan primate
(seperti monyet, gorilla dan simpanse). Gejalanya berupa
demam, sakit kepala, nyeri sendi dan otot, lemah, diare,
muntah, sakit perut, kurang nafsu makan, dan perdarahan
yang tidak biasa. Manifestasi klinis penyakit ini parah,
hampir 25 – 90 % kasus penyakit yang diakibatkan virus
Ebola berakhir dengan kematian. Belum ada pengobatan
terhadap penyakit ini.
Virus Ebola ini menular melalui darah dan cairan tubuh
lainnya (termasuk feses, saliva, urine, bekas muntahan
dan sperma) dari hewan atau manusia yang terinfeksi
Ebola. Virus ini dapat masuk ke tubuh orang lain melalui
kulit yang terluka atau melalui membrane mukosa yang
tidak terlindungi seperti mata, hidung dan mulut. Virus ini
juga dapat menyebar melalui jarum suntik dan infus yang
telah terkontaminasi . Kelompok yang paling berisiko
adalah keluarga, teman, rekan kerja dan petugas medis.
Misalnya, mereka yang merawat pasien yang terkena virus
Ebola beresiko tertular. Di rumah sakit, virus ini juga bisa
tersebar dengan cepat. Selain itu, penularan juga bisa
terjadi jika pelayat menyentuh jenazah sosok yang
meninggal karena Ebola. Binatang juga bisa menjadi
pembawa virus. Virus ini mampu memperbanyak diri di
hampir semua sel inang Khususnya kelelawar mampu
menularkan virus tersebut. Codot dan kalong termasuk
jenis kelelawar besar. Di Afrika, sebagian besar jenis hewan
ini membawa virus di dalam tubuhnya, termasuk di
antaranya virus Ebola. Tidak seperti manusia, kelelawar
kebal terhadap virus-virus tersebut. Karena sering
dijadikan bahan makanan, virus yang terdapat pada daging
kelelawar dapat dengan mudah menjangkiti manusia.
Virus ebola pertama kali diidentifikasi pada tahun 1976
di dua tempat secara simultan yakni di Yambuku, sebuah
desa tidak jauh dari sungai ebola di Republik Demokratik
Kongo dan di Nzara, Sudan Selatan. Wabah di Afrika Barat
(kasus pertama pada Maret 2014) adalah yang terbesar
dan paling kompleks sejak virus ebola pertama kali
ditemukan pada tahun 1976. Negara yang terkena dampak
paling parah yakni, Guinea, Liberia dan Sierra Leone. Enam
negara di Afrika Barat yang mengalami kejadian luar biasa
(KLB) yaitu Liberia, Guinea, Sierra Leone, Nigeria, Sinegal,
dan Mali dengan jumlah 28.652 kasus, dan 11.325
kematian, dengan total kematian/ total kasus 39,52%
(data WHO per 10 Juni 2016). Berdasarkan hal tersebut
WHO menyatakan penyakit virus Ebola sebagai
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan
Dunia (KKMMD). Kemudian ditemukan beberapa kasus
kluster yang sumber penularannya dari survivor Ebola baik
di Liberia, Guinea, dan Sierra Leone. Penularan tersebut
diketahui karena adanya kontak dengan cairan tubuh
survivor. Pada tanggal 11 Mei 2017 telah dilaporkan KLB di
bagian utara Republik Demokratik Kongo (RDK) yang tidak
berhubungan dengan KLB di Afrika Barat dengan 5 kasus
dan 4 kematian. Pada tanggal 2 Juli 2017 WHO
mendeklarasikan berakhirnya KLB Ebola di RDK. KLB ini
merupakan KLB ke - 8 di RDK sejak tahun 1976. Tahun
2015 telah dilakukan ujicoba vaksin eboal sebanyak 11.
841 dosis di wilayah Guinea, jenis vaksin rVSV – ZEBOV.
Sejak tanggal 4 April sampai tanggal 9 Mei 2018
kembali terjadi KLB penyakit virus Ebola. Kasus ini terjadi
di Bikoro di Provinsi Equateur sebanyak 32 kasus dan 18
kematian, ini adalah wabah Virus Ebola ke - 9 di RDK sejak
ditemukannya virus di negara itu pada tahun 1976.
Diperkirakan WHO mengeluarkan dana sekitar US $ 1 juta
untuk tanggap darurat, selama tiga bulan kedepan, untuk
mengenhentikan penyebaran kasus Ebola ke provinsi dan
negara sekitarnya. Mulai tanggal 21 Mei hingga tanggal 10
Juni 2018, dilakukan imunisasi Ebola sebanyak 2.295.
orang. ( Wangata 713 orang, Iboko 1054 orang, Bikoro 498
orang) terdiri dari tenaga medis garda terdepan, orang yang
terpapar kasus konfirmasi beserta orang yang kontak
dengannya. Pada tanggal 5 Agustus 2018 muncul kembali
D alam mengelola risiko kesehatan, penilaian
risiko yang cepat dan tepat diperlukan untuk
tindakan intervensi yang didahului oleh
pelatihan awal tentang pengetahuan dan keterampialan
penilaian risiko. Melalui upaya penilaian risiko ini
diharapakan upaya deteksi dini dapat dilakukan tepat
waktu, sehingga menghasilkann respon yang memadai.
Tujuan dari kegiatan ini untuk meningkatkan
pengetahuan tentang penilaian risiko dalam mengelola
keadaan darurat kesehatan masyarakat dan melatih
peserta dalam mengisi pemetaan risiko penyakit infeksi
emerging. Sedangkan Output dari kegiatan ini
diharapkan Provinsi dan kabupaten/Kota dapat
menilai risiko terhadap bahaya penyakit yang
timbul sehingga menghasilkan intervensi dan
respon yang tepat dalam mengatasi risiko.
Pada tanggal 15-17 Juli 2018 telah dilakukan
ini di Propinsi Sumatera Selatan dan pada tanggal
25 – 27 di Provinsi Bali. Pada pertemuan ini
dijelaskan tata cara pengisian tools pemetaan
risiko penyakit infeksi emerging. Selain tools
pemetaan risiko yang sudah dibuat oleh
kementerian kesehatan, pada kegiatan ini juga
dikolaborasikan dengan aplikasi Sistem Informasi
Zoonosis Elektronik versi 0.1. Pengisian tools tersebut
dilakukan untuk 5 penyakit, yaitu Mers, Difteri, Polio,
Antraks, Fluburung dan Rabies. Beberapa kendala dan
masukan pada Tools dan aplikasi ini adalah masih perlu
perbaikan dan penyederhanaan bahasa pada kuesioner
untuk pengisian Tools, Defenisi operasional masih sulit
dipahami, Masih sulit dinilai pada sub kategori
tools.Sedangkan keunggulan dan manfaat dari tools ini
dapat mempermudah dalam menentukan risiko di
wilayah kerja dan dapat digunakan untuk memberi
rekomendasi. (MI & IB)
Pertemuan Uji Coba Penyusunan Indikator Standar
Pemetaan Risiko Penyakit Infeksi Emerging
di Provinsi Sumetera Selatan dan Bali
Bagaimana Penyakit Virus Ebola Menjangkiti Manusia ?Bagaimana Penyakit Virus Ebola Menjangkiti Manusia ?
Pertemuan Uji Coba Penyusunan Indikator Standar
Pemetaan Risiko Penyakit Infeksi Emerging
di Provinsi Sumetera Selatan dan Bali
C
M
Y
CM
MY
CY
CMY
K
Halaman 3Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018
Waspada Penyakit Polio Eradication Initiative, dari tahun 2017
hingga tahun 2018 telah terjadi
transmisi virus Polio baik di negara
endemis maupun non endemis.
Transmisi virus Polio di negara
endemis sebanyak 40 kasus, dengan
rincian jenis WPV1 sebanyak 36
kasus terdapat di negara Pakistan
sebanyak 11 kasus, dan Afganistan
sebanyak 25 kasus. Kemudian kasus
cVDPV di negara endemis sebanyak 4
kasus di Nigeria. Sedangkan kasus
Po l io d i negara non endemis
sebanyak 110 kasus dengan rincian
jenis cVDPV1 sebanyak 4 kasus di
Papua New Guinea, jenis cVDPV2
sebanyak 33 kasus di Republik
Demokratik Kongo, 74 kasus di
Republik Arab Syria dan 1 kasus di
Somalia. Jenis cVDPV3 sebanyak 2
kasus di Somalia dan cVDPV jenis
kombinasi 2 dan 3 sebanyak 1 kasus
d i S o m a l i a . ( S u m b e r
http://pol ioeradicat ion.org/pol io -
today/polio-now/this-week/ per tanggal
14 Agustus 2018).
Melihat besarnya reaksi terhadap
serangan penyakit ini, baik di negara
endemis dan non endemis, maka
rasanya kita perlu memahami seperti
apa penyebaran virus polio ini dan
bahayanya untuk kesehatan kita.
Sampai saat ini, ada tiga serotipe
virus Polio liar, yaitu tipe 1, tipe 2, dan
tipe 3, masing-masing dengan protein
kasus ebola di Republi Demokratik
Kongo sebanyak 16 kasus konfirmasi
dengan 7 kematian dan 27 kasus
probable. Kemudian disusul lagi 12
Agustus 2018 30 kasus konfirmasi
dengan 30 kematian sampai 20
Agustus 2018 sebanyak 102 kasus
konfirmasi dengan kematian 32 jiwa.
Berdasarkan sitsuasi tersebut,
maka mobilitas dari dan ke negara
terjangkit masih menjadi factor risiko
penyebaran penyakit di Indonesia.
Diperlukan pengawasan ketat di pintu
m a s u k n e g a r a d a n w i l a y a h ,
mengingat masa inkubasi penyakit ini
(2 – 21 hari) yang memungkinkan
ditemukannya kasus baik di pintu
masuk negara maupun di komunitas
(wilayah). SY
Polio merupakan penyakit yang
s a n g a t m e n u l a r , t e r u t a m a
menyerang anak-anak di bawah usia
5 tahun. Polio disebabkan oleh
Enterovirus yang disebut virus Polio
d a n m e nye r a n g s i s te m s a r a f
sehingga dapat menyebabkan
kelumpuhan. Polio merupakan salah
s a t u p e ny a k i t m e n u l a r y a n g
berbahaya. Virus ini paling sering
disebarkan melalui rute fekal-oral.
Virus polio menyebar karena kotoran
manusia yang disebarkan oleh
mereka yang terinfeksi biasanya
lewat a i r atau makanan yang
terkontaminasi. Virus Polio masuk
melalui mulut dan berkembang biak
di usus. Virus ini dapat menyebar
dengan cepat, terutama di daerah
dengan sanitasi yang buruk.
Polio mempunyai berbagai tanda
klinis dari ringan sampai berat.
Adapun gejala awal dari Polio yaitu
demam, kelelahan, sakit kepala,
muntah, kekakuan pada leher dan
nyeri pada tungkai. Penderita Polio
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu Polio
Non Paralisis, Polio Paralisis dan
Sindrom Pasca Polio. Polio Non
Paralisis merupakan tipe Polio yang
tidak menyebabkan kelumpuhan.
S e d a n g k a n P o l i o P a r a l i s i s
merupakan tipe Polio yang paling
parah dan dapat menyebabkan
kelumpuhan. Dengan semakin
menurunnya perlindungan dari
antibodi maternal, infeksi virus Polio
s e m a k i n m e n g a k i b a t k a n
kelumpuhan. Polio Paralisis terbagi
berdasarkan bagian tubuh yang
terjangkit, seperti batang otak, saraf
tulang belakang atau keduanya.
Sindrom Pasca Pol io biasanya
menimpa orang yang berusia 30-40
tahun yang sebelumnya pernah
menderita penyakit Polio.
Sampai saat ini, kasus Polio di
negara terjangkit masih tetap ada.
Berdasarkan data Global Polio
Workshop Penguatan Kapasitas Jejaring Penyakit Infeksi Emerging
di Jawa Timur
Kejadian luar biasa penyakit infeksi emerging tidak
hanya berpotensi menyebabkan kematian
manusia dalam jumlah besar saat penyakit
menyebar, namun juga memiliki dampak sosial dan
ekonomi yang besar dalam dunia yang telah saling
terhubung saat ini. Komunikasi dan manajemen risiko
yang efektif berperan penting dalam menjamin penyakit
infeksi emerging ini agar diketahui lebih dini, dilaporkan
dengan cepat, dan dikelola dengan baik. Kesiapsiagaan
TGC dalam merespon kejadian luar biasa baik yang
ditimbulkan oleh bencana alam maupun non alam sangat
dibutuhkan. TGC merupakan tim terdepan pada situasi ini,
sehingga mampu melakukan deteksi dini KLB atau
Wabah; melakukan respon KLB atau Wabah, melaporkan
dan membuat rekomendasi penanggulangan serta
berkoordinasi dan kerjasama lintas program dan sektor
dapat berjalan dengan baik.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan dan
kapasitas petugas dalam kesiapsiagaan, kewaspadaan
dini menghadapi penyakit infeksi emerging di pintu
masuk negara (bandara, pelabuhan, dan PLDBN) dan
wilayah Subdit Penyakit Infeksi Emerging pada tanggal 8 –
14 Juli 2018 telah menyelenggarakan pelatihan TGC
Penyakit Infeksi Emerging di Provinsi Banten dan tanggal
15 – 21 Juli 2018 di Provinsi Bangka Belitung. Peserta
pelatihan ini berjumlah 30 orang yang terdiri dari dinas
kesehatan kab/kota, rumah sakit dan labkesda. Pelatihan
ini terakreditasi sehingga nantinya peserta memperoleh
sertifikat dari badan pengembangan dan pemberdayaan
sumber daya kesehatan. (LRP )
Halaman 6
C
M
Y
CM
MY
CY
CMY
K
Halaman 4 Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018 Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018
Kegiatan Workshop penguatan kapasitas jejaring penyakit infeksi yang telah dilaksanakan pada
tanggal 4 – 6 Juli 2018 di Hotel Mercure Surabaya bertujuan menyamakan persepsi untuk
meminimalisir kesalahan – kesalahan yang dijumpai dalam penanganan kasus penyakit infeksi
emerging di lapangan melalui penguatan kapasitas jejaring lintas program dan lintas sektor terkait
dengan pertimbangan bahwa keberhasilan penanggulangannya sangat ditentukan oleh peran dan dukungan
lintas program terkait di pusat dan daerah bersama seluruh lapisan masyarakat. Adapun output yang
diharapkan dari kegiatan ini diharapkan peserta mampu mengidentifikasi permasalahan dan alternative
solusi yang biasa digunakan untuk mewujudkan upaya penanggulangan penyakit infeksi emerging.
Peserta workshop ini berjumlah 50 orang yang terdiri Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kab/Kota
yang ada di Provinsi Jawa Timur, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Rumah Sakit, BBTKL Surabaya,Labkesda,
Kanwil Kementerian Agama, Otoritas Bandara, KSOP, Pihak Airlane, BPBD. Beberapa hal yang menjadi tindak
lanjut yang diharapkan setelah pertemuan ini antara lain dinas kesehatan dan rumah sakit membuat
perencanaan dan usulan penganggaran tentang pengendalian penyakit infeksi emerging baik untuk kegiatan
pertemuan, maupun untuk sarana dan prasarana dalam mendukung kegiatan pencegahan dan pengendalian
penyakit infeksi emerging. (LRP)
Workshop Penguatan Kapasitas Jejaring Penyakit Infeksi Emerging di Jawa Timur
kapsid yang sedikit berbeda. Imunitas
te rhadap sa tu serot ipe t idak
memberikan kekebalan terhadap
serotipe tipe yang lainnya. Virus Polio
ini terdiri dari genom RNA yang
tertutup dalam cangkang protein
yang disebut kapsid. Virus Polio tipe 2
telah diberantas pada September
2 015 , d e n g a n v i r u s te r a k h i r
terdeteksi di India pada tahun 1999.
Virus Polio liar tipe 3 belum terdeteksi
di mana pun di dunia sejak November
2012 di Nigeria. Begitu maraknya
penyebaran virus Polio di dunia dan
belum ditemukan obat untuk Polio.
Polio hanya dapat dicegah dengan
imunisasi Polio. Ada 2 jenis vaksin
Polio, yaitu :
1. Oral Polio Vaccine (OPV)
Jenis vaksin ini aman, efektif dan
memberikan perlindungan jangka
panjang sehingga sangat efektif
dalam menghentikan penularan
virus. Vaksin ini diberikan secara
oral. Setelah vaksin ini bereplikasi
di usus dan diekskresikan, dapat
menyebar ke orang lain dalam
kontak dekat.
2. Inactivated Polio Vaccine (IPV).
Sebelum bulan April 2016, vaksin
virus Polio Oral Trival (topV) adalah
vaksin utama yang digunakan
untuk imunisasi rutin terhadap
virus Polio. Dikembangkan pada
tahun 1950 oleh Albert Sabin, tOPV
terdiri dari campuran virus polio
hidup dan dilemahkan dari ketiga
serotipe tersebut. tOPV tidak mahal,
e f e k t i f d a n m e m b e r i k a n
perlindungan jangka panjang untuk
ketiga serotipe virus Polio. Vaksin
Trivalen ditarik pada bulan April
2016 dan diganti dengan vaksin
virus Polio Oral Bivalen (bOPV), yang
h a n y a m e n g a n d u n g v i r u s
dilemahkan vaksin tipe 1 dan 3.
Tanggal 21 Mei 2018 dilaporkan
kasus Po l io d i Papua Nug in i .
L a b o r a t o r i u m p o l i o r e g i o n a l
melaporkan kepada WHO adanya
virus polio tipe 1 (VDPV1) dari
seorang anak usia 6 tahun dengan
paralisis flaksid akut (AFP) di kota
Lae, Provinsi Morobe, Papua Nugini.
Terjadi kelumpuhan anak sejak
tanggal 24 April 2018. Versi virus
yang beredar sekarang ini di Papua
Nugini adalah 'vaccine-derived
pol iov irus ' , ar t inya v i rus yang
bermutasi yang berasal dari virus
polio lebih lemah yang digunakan
dalam vaksinasi. 'Vaccine-derived
polioviruse' ini jarang ada, dan
cenderung ter jadi d i kawasan
permukiman yang memiliki tingkat
v a k s i n a s i r e n d a h . V i r u s i n i
berkembang karena anak-anak yang
tidak divaksinasi terkena kotoran dari
anak-anak yang sudah divaksinasi
atau terkena virus yang lebih lemah
tersebut. Terkena virus itu bukan hal
yang buruk sebenarnya karena bisa
menyebabkan kekebalan pasif bagi
anak-anak yang tidak mendapat
vaksinasi. Namun hal tersebut bisa
menjadi berbahaya di komunitas
yang memiliki tingkat vaksinisasi
rendah. Virus lebih lemah itu akan
menginfeksi lebih banyak orang,
hidup lebih lama, dan akhirnya
bermutasi menjadi virus yang lebih
berbahaya yang bisa menyebabkan
kelumpuhan. Papua Nugini terakhir
mengalami wabah polio pada tahun
1966, sedangkan WHO menetapkan
negara ini bebas polio pada tahun
2000.
Sejak awal tahun 2014, WHO
(World Health Organization) telah
menyatakan Indonesia sebagai salah
satu negara yang bebas dari penyakit
ini berkat program vaksinasi polio
yang luas, bersama dengan negara
lainnya di Asia Tenggara, Pasifik
Barat, Eropa, dan Amerika. Namun,
penyakit ini masih rentan di negara
seperti Afganistan, Pakistan dan
Nigeria. Sampai saat ini, belum
dilaporkan adanya Polio di Indonesia.
Meskipun telah dinyatakan sebagai
negara bebas polio oleh WHO, tidak
menutup kemungkinan bahwa virus
ini masih bisa muncul kembali di
Indonesia. Hal ini dapat terjadi
apabila orang yang terjangkit polio
dari negara lain memasuki Indonesia,
dan menularkan virus ini kepada
orang lainnya. Maka dari itu, langkah
pencegahan melalui vaksinasi masih
sangat penting dilakukan. Hal ini
ber tu juan untuk member ikan
kekebalan terhadap penyakit polio
seumur hidup, terutama pada anak-
anak.
Halaman 5
WARTA PENYAKIT INFEKSI EMERGINGWARTA PENYAKIT INFEKSI EMERGING
Recommended