4
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karuniaNya buletin MASTER PIE edisi 7 dapat diterbitkan kehadapan para pembaca. Pada edisi kali ini beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh Subdit Penyakit Infeksi Emerging dapat kami sampaikan pada edisi kali ini diantarnya Workshop Penguatan Kapasitas Jejaring Penyakit Infeksi Emerging di Provinsi Jawa Timur yang dilaksanakan di Surabaya, Pelatihan Tim Gerak Cepat (TGC) tingkat kab/kota di Provinsi Banten dan Bangka Belitung, Pertemuan Uji Coba Penyusunan Indikator Standar Pemetaan Risiko Penyakit Infeksi Emerging di 2 Provinsi yaitu Sumatera Selatan dan Bali dan Pertemuan One Health Stakeholder Meeting di Bogor. Sedangkan untuk Artikel Penyakit pada edisi ini yang dapat kami informasikan adalah Penyakit Virus Ebola, Penyakit Polio dan West Nile Virus. Redaksi menerima sumbangan artikel, laporan, reportase, saduran, informasi dan foto-foto yang berkaitan dengan Penyakit Infeksi Emerging. West Nile Virus West Nile Virus Penyakit Virus Ebola Workshop Penguatan Penyakit Polio Warta Penyakit Infeksi Emerging Pertemuan Uji Coba Di Jawa Timur Pertemuan Uji Coba Di Sumsel & Bali SEPTEMBER 2018 07 Diterbitkan Oleh Sub Direktorat Penyakit Infeksi Emerging Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI Pembina : Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Pengarah : Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penanggungjawab : Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Dewan Redaksi : dr. Ratna Budi Hapsari, MKM dr. Chita Septiawati, MKM dr.Irawati, M.Kes dr. A. Muchtar Nasir,M.Epid dr. Listiana Aziza, Sp.KP Luci Rahmadai Putri, SKM., MPH Ibrahim, SKM., MPH Kursianto, SKM., M.Si Mariana Eka Rosida, SKM Andini Wisdhanorita, SKM Adistikah Aqmarina, SKM Maulidiah Ihsan, SKM Perimisdila Syafri, SKM Editor dan Layout : Fajrianto, SKM Rina Surianti, SKM Ari Wijayanti, SKM Suharto, SKM Pamugo Dwi Rahayu, S.Kom Alamat Redaksi : Sub Direktorat Penyakit Infeksi Emerging Jln. Percetakan Negara No. 29 Gedung C Lantai 4 Jakarta Pusat 10290 Email : [email protected] Twier : @masterpie29 hp://www.infeksiemerging.kemkes.go.id hp://www.penyakitmenular.info hp://www.aseanplus3-eid.info hp://pppl.depkes.go.id Pengantar Dari Redaksi Daftar Isi ISSN :9772579361004 ISSN :9772579361004 Halaman 8 Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018 Hal 1 Hal 2 Hal 3 Hal 4 Hal 5 Hal 5 Hal 6 P enyakit Virus West Nile (WNV) adalah penyakit infeksi emerging yang merupakan salah satu penyakit tular vektor. WNV ditularkan melalui gigitan nyamuk terinfeksi virus West Nile, khususnya dari genus Culex. Selain itu penularan WNV dapat terjadi melalui transfusi darah, donor organ dan jaringan, transplantasi sel, serta beberapa kasus dari ibu ke bayinya (melalui ASI). WNV pertama kali ditemukan pada seorang perempuan di wilayah West Nile, Uganda pada tahun 1937 dan tahun 1953 WNV ditemukan pada burung. Di wilayah Israel WNV lebih ganas dan banyak menyebabkan kematian pada burung dengan tanda dan gejala ensepalitis dan paralisis. Selain menyebabkan kematian pada manusia, WNV juga dapat menyebabkan kematian pada burung, kuda dan keledai. Beberapa hewan mamalia seperti anjing, kucing, kelinci dan kelelewar dapat terinfeksi WNV namun sangat jarang ditemukan kasusnya. Burung sendiri merupakan reservoir alamiah dari WNV Outbreak terbesar WNV pernah terjadi di Yunani, Israel, Romania, Rusia dan Amerika Serikat, dimana lokasi outbreak merupakan lokasi-lokasi migrasi burung pada umumnya. Sebelumnya WNV juga banyak terjadi di beberapa negara Eropa, Asia Tengah, Asia Barat, dan Australia. Namun, sejak outbreak 1999 di Amerika Serikat, hingga saat ini WNV endemis di wilayah benua Amerika dari Canada hingga Venezuela Pada tahun 2018 terjadi lonjakan kasus WNV di wilayah Eropa dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya (2014-2017). Di Eropa WNV biasanya muncul pada bulan Juli hingga November setiap tahunnya, puncak kenaikan kasus biasanya terjadi di bulan Agustus – September. Lingkungan berperan penting dalam penyebaran WNV, di samping kurang efektifnya manajemen vektor ditambah dengan kondisi lingkungan seperti suhu dan iklim yang mendukung perkembangbiakan nyamuk, dapat meningkatkan risiko terjadinya outbreak WNV. Berdasarkan data dari European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC), hingga 16 agustus 2018 dilaporkan sebanyak 401 kasus WNV (kasus berasal dari kasus konfirmasi, probable dan autoktonous). Kasus diantaranya dilaporkan dari Serbia (126 kasus), Italia (123 kasus), Yunani (75 kasus), Hungaria (39 kasus), Romania (31 kasus), Perancis (3 kasus), Kroasia (2 kasus), dan Kosovo (2 kasus). Kematian karena infeksi WNV dilaporkan diantaranya dari Serbia (11 kematian), Yunani (4 kematian), Italia (3 kematian), Kosovo (1 kematian) dan Romania (1 kematian). Indonesia pernah melaporkan kasus WNV di Surabaya pada tahun 2014. Kasus ditemukan positif WNV oleh Tropical Disease Diagnostic Center (TDDC) Universitas Airlangga Surabaya pada seorang pasien dengan metode PCR WNV. Namun hingga saat ini belum ada laporan WNV sejak tahun 2015. Tanda dan gejala WNV yang jarang muncul menyebabkan WNV sulit terdeteksi. Adanya virus WNV yang sedang bersikulasi di suatu wilayah. berisiko untuk terjadinya endemik WNV, menyebabkan kemungkinan untuk terjadinya outbreak berulang di wilayah terjangkit menjadi lebih besar. Pada manusia hampir 80% kasus tidak menunjukkan tanda dan gejala dan 20% lainnya biasanya menunjukkan tanda dan gejala mirip dengan penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Arbovirosis lainnya seperti Dengue, Zika, dan Demam Kuning. Tanda dan gejala yang biasanya muncul adalah flu dan demam (influenza-like illness), sakit kepala, pegal-pegal, nyeri otot, mual dan muntah, diare atau ruam. Apa itu West Nile Virus Dalam rangka mencegah penyebaran PIE dan zoonosis serta kemungkinan terjadinya pandemi, maka diperlukan kesiapsiagaan dan respon dini terhadap kejadian timbulnya penyakit. Permasalahan di atas tidak dapat diselesaikan secara sektoral saja, oleh karena itu diperlukan strategi yang berfokus pada kerjasama dan kolaborasi untuk mengelola permasalahan kesehatan yang terintegrasi lintas sektor atau dikenal dengan pendekatan One Health. Hal ini memerlukan pengembangan kesatuan kebijakan, strategi dan program untuk menangani PIE dan zoonosis pada hewan, masyarakat, dan satwa liar dengan pendekatan konsep One Health. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan koordinasi, persamaan persepsi dan pemahaman serta dapat dirumuskannya strategi- strategi yang berfokus pada kolaborasi untuk mengelola permasalahan kesehatan dan komitmen bersama dalam One Health. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 29 s.d 31 Juli 2018 di Hotel Grand Savero Bogor dengan peserta terdiri dari lintas program di kementerian kesehatn dan lintas sektor terkait yang berjumlah 50 orang. Adapun tindak lanjut yang disepakati dari pertemuan ini antara lain: Menyepakati kegiatan prioritas bersama, dimana peningkatan kapasitas tiap pilar dilaksanakan untuk mendukung review rencana kontijensi, ttx dan simulasi (2021), Review draft Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk masukkan pertemuan final RAN yang akan dilaksanakan pada bulan September 2018, Menyiapkan TOR untuk kegiatan kolaborasi yang akan dilaksanakan dan Mengusulkan kegiatan prioritas untuk pendanaan APBN / Dekon (untuk kegiatan yang diusulkan tahun 2020-2022). (LRP) Pertemuan One Health Stakeholder Meeting

buku pie fix 31

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: buku pie fix 31

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karuniaNya buletin MASTER PIE edisi 7 dapat diterbitkan kehadapan para pembaca. Pada edisi kali ini beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh Subdit Penyakit Infeksi E m e r g i n g d a p a t k a m i sampaikan pada edisi kali ini d i a n t a r n y a W o r k s h o p Penguatan Kapasitas Jejaring Penyakit Infeksi Emerging di Provinsi Jawa Timur yang dilaksanakan di Surabaya, Pelatihan Tim Gerak Cepat (TGC) tingkat kab/kota di Provinsi Banten dan Bangka Belitung, Pertemuan Uji Coba P e n y u s u n a n I n d i k a t o r Standar Pemetaan Risiko Penyakit Infeksi Emerging di 2 Provinsi ya i tu Sumatera S e l a t a n d a n B a l i d a n Pe r te m u a n O n e H e a l t h Stakeholder Meeting di Bogor.

Sedangkan untuk Ar tikel Penyakit pada edisi ini yang dapat kami informasikan adalah Penyakit Virus Ebola, Penyakit Polio dan West Nile Virus. Redaksi menerima sumbangan artikel, laporan, reportase, saduran, informasi dan foto-foto yang berkaitan dengan Penyakit Infeksi Emerging.

West Nile Virus

West Nile Virus

Penyakit Virus Ebola

Workshop Penguatan

Penyakit Polio

Warta Penyakit Infeksi Emerging

Pertemuan Uji Coba Di Jawa Timur

Pertemuan Uji Coba Di Sumsel & BaliS E P T E M B E R2 0 1 8

07

Diterbitkan Oleh

Sub Direktorat Penyakit Infeksi Emerging

Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan

Direktorat Jenderal Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit

Kementerian Kesehatan RI

Pembina :

Direktur Jenderal Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit

Pengarah :

Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit

Penanggungjawab :

Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan

Dewan Redaksi :

dr. Ratna Budi Hapsari, MKM

dr. Chita Septiawati, MKM

dr.Irawati, M.Kes

dr. A. Muchtar Nasir,M.Epid

dr. Listiana Aziza, Sp.KP

Luci Rahmadai Putri, SKM., MPH

Ibrahim, SKM., MPH

Kursianto, SKM., M.Si

Mariana Eka Rosida, SKM

Andini Wisdhanorita, SKM

Adistikah Aqmarina, SKM

Maulidiah Ihsan, SKM

Perimisdila Syafri, SKM

Editor dan Layout :

Fajrianto, SKM

Rina Surianti, SKM

Ari Wijayanti, SKM

Suharto, SKM

Pamugo Dwi Rahayu, S.Kom

Alamat Redaksi :

Sub Direktorat Penyakit Infeksi Emerging

Jln. Percetakan Negara No. 29

Gedung C Lantai 4

Jakarta Pusat 10290

Email :

[email protected]

Twi�er :

@masterpie29

h�p://www.infeksiemerging.kemkes.go.id

h�p://www.penyakitmenular.info

h�p://www.aseanplus3-eid.info

h�p://pppl.depkes.go.id

Pengantar Dari Redaksi

Daftar Isi

ISSN :9772579361004

ISSN :9772579361004

Halaman 8 Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018

Hal 1

Hal 2

Hal 3

Hal 4

Hal 5

Hal 5

Hal 6

Penyakit Virus West Nile (WNV) adalah penyakit infeksi emerging yang merupakan salah satu penyakit tular vektor. WNV

ditularkan melalui gigitan nyamuk terinfeksi virus West Nile, khususnya dari genus Culex. Selain itu penularan WNV dapat terjadi melalui transfusi darah, donor organ dan jaringan, transplantasi sel, serta beberapa kasus dari ibu ke bayinya (melalui ASI). WNV pertama kali ditemukan pada seorang perempuan di wilayah West Nile, Uganda pada tahun 1937 dan tahun 1953 WNV ditemukan pada burung. Di wilayah Israel WNV lebih ganas dan banyak menyebabkan kematian pada burung dengan tanda dan gejala ensepalitis dan paralisis. Selain menyebabkan kematian pada manusia, WNV juga dapat menyebabkan kematian pada burung, kuda dan keledai. Beberapa hewan mamalia seperti anjing, kucing, kelinci dan kelelewar dapat terinfeksi WNV namun sangat jarang ditemukan kasusnya. Burung sendiri merupakan reservoir alamiah dari WNV Outbreak terbesar WNV pernah terjadi di Yunani, Israel, Romania, Rusia dan Amerika Serikat, dimana lokasi outbreak merupakan lokasi-lokasi migrasi burung pada umumnya. Sebelumnya WNV juga banyak terjadi di beberapa negara Eropa, Asia Tengah, Asia Barat, dan Australia. Namun, sejak outbreak 1999 di Amerika Serikat, hingga saat ini WNV endemis di wilayah benua Amerika dari Canada hingga Venezuela Pada tahun 2018 terjadi lonjakan kasus WNV di wilayah Eropa dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya (2014-2017). Di Eropa WNV biasanya muncul pada bulan Juli hingga November setiap tahunnya, puncak kenaikan kasus biasanya terjadi di bulan Agustus – September. Lingkungan berperan penting dalam penyebaran WNV, di samping kurang efektifnya

manajemen vektor ditambah dengan kondisi lingkungan seperti suhu dan iklim yang mendukung perkembangbiakan nyamuk, dapat meningkatkan risiko terjadinya outbreak WNV. Berdasarkan data dari European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC), hingga 16 agustus 2018 dilaporkan sebanyak 401 kasus WNV (kasus berasal dari kasus konfirmasi, probable dan autoktonous). Kasus diantaranya dilaporkan dari Serbia (126 kasus), Italia (123 kasus), Yunani (75 kasus), Hungaria (39 kasus), Romania (31 kasus), Perancis (3 kasus), Kroasia (2 kasus), dan Kosovo (2 kasus). Kematian karena infeksi WNV dilaporkan diantaranya dari Serbia (11 kematian), Yunani (4 kematian), Italia (3 kematian), Kosovo (1 kematian) dan Romania (1 kematian). Indonesia pernah melaporkan kasus WNV di Surabaya pada tahun 2014. Kasus ditemukan positif WNV oleh Tropical Disease Diagnostic Center (TDDC) Universitas Airlangga Surabaya pada seorang pasien dengan metode PCR WNV. Namun hingga saat ini belum ada laporan WNV sejak tahun 2015. Tanda dan gejala WNV yang jarang muncul menyebabkan WNV sulit terdeteksi. Adanya virus WNV yang sedang bersikulasi di suatu wilayah. berisiko untuk terjadinya endemik WNV, menyebabkan kemungkinan untuk terjadinya outbreak berulang di wilayah terjangkit menjadi lebih besar. Pada manusia hampir 80% kasus tidak menunjukkan tanda dan gejala dan 20% lainnya biasanya menunjukkan tanda dan gejala mirip dengan penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Arbovirosis lainnya seperti Dengue, Zika, dan Demam Kuning. Tanda dan gejala yang biasanya muncul adalah flu dan demam (influenza-like illness), sakit kepala, pegal-pegal, nyeri otot, mual dan muntah, diare atau ruam.

Apa itu West Nile Virus

Dalam rangka mencegah penyebaran

PIE dan zoonosis serta kemungkinan

terjadinya pandemi, maka diperlukan

kesiapsiagaan dan respon dini terhadap

k e j a d i a n t i m b u l n y a p e n y a k i t .

Permasalahan di atas tidak dapat

diselesaikan secara sektoral saja, oleh

karena itu diperlukan strategi yang

b e r fo ku s p a d a ke r j a s a m a d a n

k o l a b o r a s i u n t u k m e n g e l o l a

p e r m a s a l a h a n ke s e h a t a n ya n g

terintegrasi lintas sektor atau dikenal

dengan pendekatan One Health. Hal ini

memerlukan pengembangan kesatuan

kebijakan, strategi dan program untuk

menangani PIE dan zoonosis pada

hewan, masyarakat, dan satwa liar

dengan pendekatan konsep One Health.

Kegiatan ini bertujuan meningkatkan

koordinasi, persamaan persepsi dan

p e m a h a m a n s e r t a d a p a t

dirumuskannya strategi- strategi yang

ber fokus pada kolaborasi untuk

mengelola permasalahan kesehatan

dan komitmen bersama dalam One

Health. Kegiatan dilaksanakan pada

tanggal 29 s.d 31 Juli 2018 di Hotel

Grand Savero Bogor dengan peserta

t e r d i r i d a r i l i n t a s p r o g r a m d i

kementerian kesehatn dan lintas sektor

terkait yang berjumlah 50 orang.

Adapun tindak lanjut yang disepakati

dar i per temuan in i antara la in :

Menyepakat i keg ia tan pr io r i tas

b e r s a m a , d i m a n a p e n i n g ka t a n

kapasitas tiap pilar dilaksanakan untuk

mendukung review rencana kontijensi,

ttx dan simulasi (2021), Review draft

Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk

masukkan pertemuan final RAN yang

akan d i laksanakan pada bu lan

September 2018, Menyiapkan TOR

untuk kegiatan kolaborasi yang akan

di laksanakan dan Mengusulkan

kegiatan prioritas untuk pendanaan

APBN / Dekon (untuk kegiatan yang

diusulkan tahun 2020-2022).

(LRP)

Pertemuan One Health Stakeholder Meeting

Page 2: buku pie fix 31

C

M

Y

CM

MY

CY

CMY

K

Halaman 2 Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018 Halaman 7Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018

Namun pada situasi yang sangat jarang, ditemukan WNV yang dapat menyebabkan kelainan neurologis pada manusia yang dapat menyebabkan kematian dengan t ingkat 1-29% pada kelompok umur lansia dan imunodefisiensi. Nyamuk Culex merupakan vektor utama dalam penyebaran WNV khususnya nyamuk Cx. pipiens memiliki kemungkinan sebagai vektor bagi WNV. Risiko penyebaran WNV dipengaruhi oleh keberadaan virus, keberadaan vektor yang sesuai, dan kerentanan kelompok. Kelompok berisiko tertular WNV adalah orang yang tinggal atau berkunjung ke wilayah terjangkit. Kondisi lingkungan yang mendukung perkembangbiakan nyamuk merupakan risiko

penularan WNV bagi kelompok orang yang belum pernah terinfeksi. Kurangnya kesadaran terhadap WNV dan manajemen kontrol vektor yang kurang berhasil memeperbesar risiko penularan WNV. Tidak ada pengobatan dan perawatan spesifik untuk WNV. Hingga saat ini belum ditemukan vaksin untuk WNV. Umumnya pencegahan dan pengendalian dipusatkan di manajemen vektor (nyamuk Culex) dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Manajemen vektor yang dapat dilakukan seperti penggunaan insektisida secara bijak, pelaksanaan PSN 3M plus, penggunaan repellent dan pakaian panjang untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk.(SUL)

Penyakit virus Ebola adalah penyakit yang disebabkan oleh

virus Ebola, yang merupakan anggota keluarga filovirus.

Penyakit ini adalah salah satu dari penyakit yang gejala

klinisnya demam dengan perdarahan yang banyak

mengakibatkan kematian pada manusia dan primate

(seperti monyet, gorilla dan simpanse). Gejalanya berupa

demam, sakit kepala, nyeri sendi dan otot, lemah, diare,

muntah, sakit perut, kurang nafsu makan, dan perdarahan

yang tidak biasa. Manifestasi klinis penyakit ini parah,

hampir 25 – 90 % kasus penyakit yang diakibatkan virus

Ebola berakhir dengan kematian. Belum ada pengobatan

terhadap penyakit ini.

Virus Ebola ini menular melalui darah dan cairan tubuh

lainnya (termasuk feses, saliva, urine, bekas muntahan

dan sperma) dari hewan atau manusia yang terinfeksi

Ebola. Virus ini dapat masuk ke tubuh orang lain melalui

kulit yang terluka atau melalui membrane mukosa yang

tidak terlindungi seperti mata, hidung dan mulut. Virus ini

juga dapat menyebar melalui jarum suntik dan infus yang

telah terkontaminasi . Kelompok yang paling berisiko

adalah keluarga, teman, rekan kerja dan petugas medis.

Misalnya, mereka yang merawat pasien yang terkena virus

Ebola beresiko tertular. Di rumah sakit, virus ini juga bisa

tersebar dengan cepat. Selain itu, penularan juga bisa

terjadi jika pelayat menyentuh jenazah sosok yang

meninggal karena Ebola. Binatang juga bisa menjadi

pembawa virus. Virus ini mampu memperbanyak diri di

hampir semua sel inang Khususnya kelelawar mampu

menularkan virus tersebut. Codot dan kalong termasuk

jenis kelelawar besar. Di Afrika, sebagian besar jenis hewan

ini membawa virus di dalam tubuhnya, termasuk di

antaranya virus Ebola. Tidak seperti manusia, kelelawar

kebal terhadap virus-virus tersebut. Karena sering

dijadikan bahan makanan, virus yang terdapat pada daging

kelelawar dapat dengan mudah menjangkiti manusia.

Virus ebola pertama kali diidentifikasi pada tahun 1976

di dua tempat secara simultan yakni di Yambuku, sebuah

desa tidak jauh dari sungai ebola di Republik Demokratik

Kongo dan di Nzara, Sudan Selatan. Wabah di Afrika Barat

(kasus pertama pada Maret 2014) adalah yang terbesar

dan paling kompleks sejak virus ebola pertama kali

ditemukan pada tahun 1976. Negara yang terkena dampak

paling parah yakni, Guinea, Liberia dan Sierra Leone. Enam

negara di Afrika Barat yang mengalami kejadian luar biasa

(KLB) yaitu Liberia, Guinea, Sierra Leone, Nigeria, Sinegal,

dan Mali dengan jumlah 28.652 kasus, dan 11.325

kematian, dengan total kematian/ total kasus 39,52%

(data WHO per 10 Juni 2016). Berdasarkan hal tersebut

WHO menyatakan penyakit virus Ebola sebagai

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan

Dunia (KKMMD). Kemudian ditemukan beberapa kasus

kluster yang sumber penularannya dari survivor Ebola baik

di Liberia, Guinea, dan Sierra Leone. Penularan tersebut

diketahui karena adanya kontak dengan cairan tubuh

survivor. Pada tanggal 11 Mei 2017 telah dilaporkan KLB di

bagian utara Republik Demokratik Kongo (RDK) yang tidak

berhubungan dengan KLB di Afrika Barat dengan 5 kasus

dan 4 kematian. Pada tanggal 2 Juli 2017 WHO

mendeklarasikan berakhirnya KLB Ebola di RDK. KLB ini

merupakan KLB ke - 8 di RDK sejak tahun 1976. Tahun

2015 telah dilakukan ujicoba vaksin eboal sebanyak 11.

841 dosis di wilayah Guinea, jenis vaksin rVSV – ZEBOV.

Sejak tanggal 4 April sampai tanggal 9 Mei 2018

kembali terjadi KLB penyakit virus Ebola. Kasus ini terjadi

di Bikoro di Provinsi Equateur sebanyak 32 kasus dan 18

kematian, ini adalah wabah Virus Ebola ke - 9 di RDK sejak

ditemukannya virus di negara itu pada tahun 1976.

Diperkirakan WHO mengeluarkan dana sekitar US $ 1 juta

untuk tanggap darurat, selama tiga bulan kedepan, untuk

mengenhentikan penyebaran kasus Ebola ke provinsi dan

negara sekitarnya. Mulai tanggal 21 Mei hingga tanggal 10

Juni 2018, dilakukan imunisasi Ebola sebanyak 2.295.

orang. ( Wangata 713 orang, Iboko 1054 orang, Bikoro 498

orang) terdiri dari tenaga medis garda terdepan, orang yang

terpapar kasus konfirmasi beserta orang yang kontak

dengannya. Pada tanggal 5 Agustus 2018 muncul kembali

D alam mengelola risiko kesehatan, penilaian

risiko yang cepat dan tepat diperlukan untuk

tindakan intervensi yang didahului oleh

pelatihan awal tentang pengetahuan dan keterampialan

penilaian risiko. Melalui upaya penilaian risiko ini

diharapakan upaya deteksi dini dapat dilakukan tepat

waktu, sehingga menghasilkann respon yang memadai.

Tujuan dari kegiatan ini untuk meningkatkan

pengetahuan tentang penilaian risiko dalam mengelola

keadaan darurat kesehatan masyarakat dan melatih

peserta dalam mengisi pemetaan risiko penyakit infeksi

emerging. Sedangkan Output dari kegiatan ini

diharapkan Provinsi dan kabupaten/Kota dapat

menilai risiko terhadap bahaya penyakit yang

timbul sehingga menghasilkan intervensi dan

respon yang tepat dalam mengatasi risiko.

Pada tanggal 15-17 Juli 2018 telah dilakukan

ini di Propinsi Sumatera Selatan dan pada tanggal

25 – 27 di Provinsi Bali. Pada pertemuan ini

dijelaskan tata cara pengisian tools pemetaan

risiko penyakit infeksi emerging. Selain tools

pemetaan risiko yang sudah dibuat oleh

kementerian kesehatan, pada kegiatan ini juga

dikolaborasikan dengan aplikasi Sistem Informasi

Zoonosis Elektronik versi 0.1. Pengisian tools tersebut

dilakukan untuk 5 penyakit, yaitu Mers, Difteri, Polio,

Antraks, Fluburung dan Rabies. Beberapa kendala dan

masukan pada Tools dan aplikasi ini adalah masih perlu

perbaikan dan penyederhanaan bahasa pada kuesioner

untuk pengisian Tools, Defenisi operasional masih sulit

dipahami, Masih sulit dinilai pada sub kategori

tools.Sedangkan keunggulan dan manfaat dari tools ini

dapat mempermudah dalam menentukan risiko di

wilayah kerja dan dapat digunakan untuk memberi

rekomendasi. (MI & IB)

Pertemuan Uji Coba Penyusunan Indikator Standar

Pemetaan Risiko Penyakit Infeksi Emerging

di Provinsi Sumetera Selatan dan Bali

Bagaimana Penyakit Virus Ebola Menjangkiti Manusia ?Bagaimana Penyakit Virus Ebola Menjangkiti Manusia ?

Pertemuan Uji Coba Penyusunan Indikator Standar

Pemetaan Risiko Penyakit Infeksi Emerging

di Provinsi Sumetera Selatan dan Bali

Page 3: buku pie fix 31

C

M

Y

CM

MY

CY

CMY

K

Halaman 3Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018

Waspada Penyakit Polio Eradication Initiative, dari tahun 2017

hingga tahun 2018 telah terjadi

transmisi virus Polio baik di negara

endemis maupun non endemis.

Transmisi virus Polio di negara

endemis sebanyak 40 kasus, dengan

rincian jenis WPV1 sebanyak 36

kasus terdapat di negara Pakistan

sebanyak 11 kasus, dan Afganistan

sebanyak 25 kasus. Kemudian kasus

cVDPV di negara endemis sebanyak 4

kasus di Nigeria. Sedangkan kasus

Po l io d i negara non endemis

sebanyak 110 kasus dengan rincian

jenis cVDPV1 sebanyak 4 kasus di

Papua New Guinea, jenis cVDPV2

sebanyak 33 kasus di Republik

Demokratik Kongo, 74 kasus di

Republik Arab Syria dan 1 kasus di

Somalia. Jenis cVDPV3 sebanyak 2

kasus di Somalia dan cVDPV jenis

kombinasi 2 dan 3 sebanyak 1 kasus

d i S o m a l i a . ( S u m b e r

http://pol ioeradicat ion.org/pol io -

today/polio-now/this-week/ per tanggal

14 Agustus 2018).

Melihat besarnya reaksi terhadap

serangan penyakit ini, baik di negara

endemis dan non endemis, maka

rasanya kita perlu memahami seperti

apa penyebaran virus polio ini dan

bahayanya untuk kesehatan kita.

Sampai saat ini, ada tiga serotipe

virus Polio liar, yaitu tipe 1, tipe 2, dan

tipe 3, masing-masing dengan protein

kasus ebola di Republi Demokratik

Kongo sebanyak 16 kasus konfirmasi

dengan 7 kematian dan 27 kasus

probable. Kemudian disusul lagi 12

Agustus 2018 30 kasus konfirmasi

dengan 30 kematian sampai 20

Agustus 2018 sebanyak 102 kasus

konfirmasi dengan kematian 32 jiwa.

Berdasarkan sitsuasi tersebut,

maka mobilitas dari dan ke negara

terjangkit masih menjadi factor risiko

penyebaran penyakit di Indonesia.

Diperlukan pengawasan ketat di pintu

m a s u k n e g a r a d a n w i l a y a h ,

mengingat masa inkubasi penyakit ini

(2 – 21 hari) yang memungkinkan

ditemukannya kasus baik di pintu

masuk negara maupun di komunitas

(wilayah). SY

Polio merupakan penyakit yang

s a n g a t m e n u l a r , t e r u t a m a

menyerang anak-anak di bawah usia

5 tahun. Polio disebabkan oleh

Enterovirus yang disebut virus Polio

d a n m e nye r a n g s i s te m s a r a f

sehingga dapat menyebabkan

kelumpuhan. Polio merupakan salah

s a t u p e ny a k i t m e n u l a r y a n g

berbahaya. Virus ini paling sering

disebarkan melalui rute fekal-oral.

Virus polio menyebar karena kotoran

manusia yang disebarkan oleh

mereka yang terinfeksi biasanya

lewat a i r atau makanan yang

terkontaminasi. Virus Polio masuk

melalui mulut dan berkembang biak

di usus. Virus ini dapat menyebar

dengan cepat, terutama di daerah

dengan sanitasi yang buruk.

Polio mempunyai berbagai tanda

klinis dari ringan sampai berat.

Adapun gejala awal dari Polio yaitu

demam, kelelahan, sakit kepala,

muntah, kekakuan pada leher dan

nyeri pada tungkai. Penderita Polio

dibagi menjadi 3 kelompok yaitu Polio

Non Paralisis, Polio Paralisis dan

Sindrom Pasca Polio. Polio Non

Paralisis merupakan tipe Polio yang

tidak menyebabkan kelumpuhan.

S e d a n g k a n P o l i o P a r a l i s i s

merupakan tipe Polio yang paling

parah dan dapat menyebabkan

kelumpuhan. Dengan semakin

menurunnya perlindungan dari

antibodi maternal, infeksi virus Polio

s e m a k i n m e n g a k i b a t k a n

kelumpuhan. Polio Paralisis terbagi

berdasarkan bagian tubuh yang

terjangkit, seperti batang otak, saraf

tulang belakang atau keduanya.

Sindrom Pasca Pol io biasanya

menimpa orang yang berusia 30-40

tahun yang sebelumnya pernah

menderita penyakit Polio.

Sampai saat ini, kasus Polio di

negara terjangkit masih tetap ada.

Berdasarkan data Global Polio

Workshop Penguatan Kapasitas Jejaring Penyakit Infeksi Emerging

di Jawa Timur

Kejadian luar biasa penyakit infeksi emerging tidak

hanya berpotensi menyebabkan kematian

manusia dalam jumlah besar saat penyakit

menyebar, namun juga memiliki dampak sosial dan

ekonomi yang besar dalam dunia yang telah saling

terhubung saat ini. Komunikasi dan manajemen risiko

yang efektif berperan penting dalam menjamin penyakit

infeksi emerging ini agar diketahui lebih dini, dilaporkan

dengan cepat, dan dikelola dengan baik. Kesiapsiagaan

TGC dalam merespon kejadian luar biasa baik yang

ditimbulkan oleh bencana alam maupun non alam sangat

dibutuhkan. TGC merupakan tim terdepan pada situasi ini,

sehingga mampu melakukan deteksi dini KLB atau

Wabah; melakukan respon KLB atau Wabah, melaporkan

dan membuat rekomendasi penanggulangan serta

berkoordinasi dan kerjasama lintas program dan sektor

dapat berjalan dengan baik.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan dan

kapasitas petugas dalam kesiapsiagaan, kewaspadaan

dini menghadapi penyakit infeksi emerging di pintu

masuk negara (bandara, pelabuhan, dan PLDBN) dan

wilayah Subdit Penyakit Infeksi Emerging pada tanggal 8 –

14 Juli 2018 telah menyelenggarakan pelatihan TGC

Penyakit Infeksi Emerging di Provinsi Banten dan tanggal

15 – 21 Juli 2018 di Provinsi Bangka Belitung. Peserta

pelatihan ini berjumlah 30 orang yang terdiri dari dinas

kesehatan kab/kota, rumah sakit dan labkesda. Pelatihan

ini terakreditasi sehingga nantinya peserta memperoleh

sertifikat dari badan pengembangan dan pemberdayaan

sumber daya kesehatan. (LRP )

Halaman 6

Page 4: buku pie fix 31

C

M

Y

CM

MY

CY

CMY

K

Halaman 4 Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018 Buletin Master PIE - Volume 07/September 2018

Kegiatan Workshop penguatan kapasitas jejaring penyakit infeksi yang telah dilaksanakan pada

tanggal 4 – 6 Juli 2018 di Hotel Mercure Surabaya bertujuan menyamakan persepsi untuk

meminimalisir kesalahan – kesalahan yang dijumpai dalam penanganan kasus penyakit infeksi

emerging di lapangan melalui penguatan kapasitas jejaring lintas program dan lintas sektor terkait

dengan pertimbangan bahwa keberhasilan penanggulangannya sangat ditentukan oleh peran dan dukungan

lintas program terkait di pusat dan daerah bersama seluruh lapisan masyarakat. Adapun output yang

diharapkan dari kegiatan ini diharapkan peserta mampu mengidentifikasi permasalahan dan alternative

solusi yang biasa digunakan untuk mewujudkan upaya penanggulangan penyakit infeksi emerging.

Peserta workshop ini berjumlah 50 orang yang terdiri Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kab/Kota

yang ada di Provinsi Jawa Timur, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Rumah Sakit, BBTKL Surabaya,Labkesda,

Kanwil Kementerian Agama, Otoritas Bandara, KSOP, Pihak Airlane, BPBD. Beberapa hal yang menjadi tindak

lanjut yang diharapkan setelah pertemuan ini antara lain dinas kesehatan dan rumah sakit membuat

perencanaan dan usulan penganggaran tentang pengendalian penyakit infeksi emerging baik untuk kegiatan

pertemuan, maupun untuk sarana dan prasarana dalam mendukung kegiatan pencegahan dan pengendalian

penyakit infeksi emerging. (LRP)

Workshop Penguatan Kapasitas Jejaring Penyakit Infeksi Emerging di Jawa Timur

kapsid yang sedikit berbeda. Imunitas

te rhadap sa tu serot ipe t idak

memberikan kekebalan terhadap

serotipe tipe yang lainnya. Virus Polio

ini terdiri dari genom RNA yang

tertutup dalam cangkang protein

yang disebut kapsid. Virus Polio tipe 2

telah diberantas pada September

2 015 , d e n g a n v i r u s te r a k h i r

terdeteksi di India pada tahun 1999.

Virus Polio liar tipe 3 belum terdeteksi

di mana pun di dunia sejak November

2012 di Nigeria. Begitu maraknya

penyebaran virus Polio di dunia dan

belum ditemukan obat untuk Polio.

Polio hanya dapat dicegah dengan

imunisasi Polio. Ada 2 jenis vaksin

Polio, yaitu :

1. Oral Polio Vaccine (OPV)

Jenis vaksin ini aman, efektif dan

memberikan perlindungan jangka

panjang sehingga sangat efektif

dalam menghentikan penularan

virus. Vaksin ini diberikan secara

oral. Setelah vaksin ini bereplikasi

di usus dan diekskresikan, dapat

menyebar ke orang lain dalam

kontak dekat.

2. Inactivated Polio Vaccine (IPV).

Sebelum bulan April 2016, vaksin

virus Polio Oral Trival (topV) adalah

vaksin utama yang digunakan

untuk imunisasi rutin terhadap

virus Polio. Dikembangkan pada

tahun 1950 oleh Albert Sabin, tOPV

terdiri dari campuran virus polio

hidup dan dilemahkan dari ketiga

serotipe tersebut. tOPV tidak mahal,

e f e k t i f d a n m e m b e r i k a n

perlindungan jangka panjang untuk

ketiga serotipe virus Polio. Vaksin

Trivalen ditarik pada bulan April

2016 dan diganti dengan vaksin

virus Polio Oral Bivalen (bOPV), yang

h a n y a m e n g a n d u n g v i r u s

dilemahkan vaksin tipe 1 dan 3.

Tanggal 21 Mei 2018 dilaporkan

kasus Po l io d i Papua Nug in i .

L a b o r a t o r i u m p o l i o r e g i o n a l

melaporkan kepada WHO adanya

virus polio tipe 1 (VDPV1) dari

seorang anak usia 6 tahun dengan

paralisis flaksid akut (AFP) di kota

Lae, Provinsi Morobe, Papua Nugini.

Terjadi kelumpuhan anak sejak

tanggal 24 April 2018. Versi virus

yang beredar sekarang ini di Papua

Nugini adalah 'vaccine-derived

pol iov irus ' , ar t inya v i rus yang

bermutasi yang berasal dari virus

polio lebih lemah yang digunakan

dalam vaksinasi. 'Vaccine-derived

polioviruse' ini jarang ada, dan

cenderung ter jadi d i kawasan

permukiman yang memiliki tingkat

v a k s i n a s i r e n d a h . V i r u s i n i

berkembang karena anak-anak yang

tidak divaksinasi terkena kotoran dari

anak-anak yang sudah divaksinasi

atau terkena virus yang lebih lemah

tersebut. Terkena virus itu bukan hal

yang buruk sebenarnya karena bisa

menyebabkan kekebalan pasif bagi

anak-anak yang tidak mendapat

vaksinasi. Namun hal tersebut bisa

menjadi berbahaya di komunitas

yang memiliki tingkat vaksinisasi

rendah. Virus lebih lemah itu akan

menginfeksi lebih banyak orang,

hidup lebih lama, dan akhirnya

bermutasi menjadi virus yang lebih

berbahaya yang bisa menyebabkan

kelumpuhan. Papua Nugini terakhir

mengalami wabah polio pada tahun

1966, sedangkan WHO menetapkan

negara ini bebas polio pada tahun

2000.

Sejak awal tahun 2014, WHO

(World Health Organization) telah

menyatakan Indonesia sebagai salah

satu negara yang bebas dari penyakit

ini berkat program vaksinasi polio

yang luas, bersama dengan negara

lainnya di Asia Tenggara, Pasifik

Barat, Eropa, dan Amerika. Namun,

penyakit ini masih rentan di negara

seperti Afganistan, Pakistan dan

Nigeria. Sampai saat ini, belum

dilaporkan adanya Polio di Indonesia.

Meskipun telah dinyatakan sebagai

negara bebas polio oleh WHO, tidak

menutup kemungkinan bahwa virus

ini masih bisa muncul kembali di

Indonesia. Hal ini dapat terjadi

apabila orang yang terjangkit polio

dari negara lain memasuki Indonesia,

dan menularkan virus ini kepada

orang lainnya. Maka dari itu, langkah

pencegahan melalui vaksinasi masih

sangat penting dilakukan. Hal ini

ber tu juan untuk member ikan

kekebalan terhadap penyakit polio

seumur hidup, terutama pada anak-

anak.

Halaman 5

WARTA PENYAKIT INFEKSI EMERGINGWARTA PENYAKIT INFEKSI EMERGING