View
217
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BUPATI BANYUWANGI
PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2018
TENTANG
PENGEMBANGAN PRODUK PERTANIAN UNGGULAN
YANG BERDAYA SAING DAN RAMAH LINGKUNGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BANYUWANGI,
Menimbang
: a. bahwa pertanian merupakan salah satu sektor strategis ekonomi domestik yang perlu dikembangkan
agar berdaya saing dan Ramah lingkungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera;
b. bahwa Kabupaten Banyuwangi memiliki keanekaragaman agroklimat yang memungkinkan
dilakukan pengembangan terhadap produk pertanian dalam rangka mendukung perekonomian daerah
khususnya untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat;
c. bahwa untuk memberikan arah, landasan, dan
kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat dalam pengembangan produk pertanian berdaya saing
dan Ramah lingkungan, diperlukan pengaturan tentang pengembangan produk pertanian berdaya
saing dan Ramah lingkungan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu
menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengembangan Produk Pertanian Berdaya Saing dan
Ramah Lingkungan; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pemerintahan Daerah Kabupaten di Djawa Timur
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah
Tingkat II Surabaya dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar Dalam Lingkungan
Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Jogjakarta (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);
1
2
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 4. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5068); 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234); 6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5360); 7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5433); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentangPemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 Tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73);
10. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 12
Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);
11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan /OT.140/5/2013 tentang Sistem Pertanian Organik;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah; (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036);
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80
Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036); 14. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3
Tahun 2011 tentang Tata Kelola bahan Pupuk Organik di Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 Nomor 3 Seri D,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3);
3
15. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 15
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Koordinasi Penyuluhan (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur
Tahun 2011 Nomor 2 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 22).
Dengan persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
dan
BUPATI BANYUWANGI
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGEMBANGAN PRODUK
PERTANIAN UNGGULAN YANG BERDAYA SAING DAN RAMAH LINGKUNGAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Banyuwangi.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Bupati adalah Bupati Banyuwangi. 4. Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
5. Pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam hayati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk
menghasilkan Komoditas Pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem.
6. Agroekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuhan dan hewan serta
lingkungan kimia dan fisiknya yang telah dimodifikasi oleh manusia untuk menghasilkan makanan, bahan bakar, dan produk lainnya bagi konsumsi
untuk kesejahteraan umat manusia. 7. Petani adalah warga Negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta
keluarganya yang melakukan Usaha Tani di Daerah dalam bidang Pertanian. 8. Usaha Tani adalah kegiatan dalam bidang Pertanian, mulai dari sarana
produksi, produksi/budi daya, penanganan pascapanen, pengolahan,
pemasaran hasil, dan/atau jasa penunjang. 9. Komoditas Pertanian adalah hasil dari Usaha Tani yang dapat
diperdagangkan, disimpan, dan/atau dipertukarkan. 10. Produk Pertanian adalah semua hasil yang berasal dari tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dalam suatu agroekosistem yang masih segar atau telah diolah.
11. Komoditas Prioritas adalah Komoditas Pertanian di Daerah yang potensial
untuk dikembangkan dalam suatu wilayah dengan memanfaatkan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi serta ramah lingkungan
sehingga tercipta keunggulan bersaing yang siap menghadapi persaingan global.
4
12. Pelaku Usaha adalah setiap orang yang melakukan usaha sarana produksi
Pertanian, pengolahan, pemasaran hasil Pertanian, serta jasa penunjang pertanian yang berkedudukan di Daerah.
13. Kelompok Tani adalah kumpulan Petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan sumber daya, kesamaan komoditas dan keakraban untuk
meningkatkan serta mengembangkan usaha anggota. 14. Gabungan Kelompok Tani adalah kumpulan beberapa Kelompok Tani yang
bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha.
15. Asosiasi Komoditas Pertanian adalah kumpulan dari Petani, Kelompok Tani, dan/atau Gabungan Kelompok Tani untuk memperjuangkan kepentingan Petani.
16. Kelembagaan Petani adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk Petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan
Petani. 17. Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga/laboratorium
yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personil telah memenuhi standar yang dipersyaratkan.
18. Sertifikat mutu pangan adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga
sertifikasi/laboratorium yang telah diakreditasi yang menyatakan bahwa pangan tersebut telah memenuhi kriteria tertentu dalam standar mutu
pangan yang bersangkutan. 19. Kawasan Agribisnis Pertanian yang selanjutnya disingkat KAP adalah suatu
wilayah dengan kesamaan ekosistem dan disatukan oleh infrastruktur ekonomi yang sama sehingga membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha berbasis produk pertanian dan perkebunan mulai dari
penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pasca panen, dan pemasaran serta berbagai kegiatan pendukungnya.
20. Penerapan Norma Budidaya Pertanian yang Baik adalah budidaya Pertanian sesuai standar operasional prosedur yang spesifik lokasi, komoditas, dan
sasaran pasarnya. 21. Fasilitasi Terpadu Investasi Produk Pertanian yang selanjutnya disingkat
FATIP adalah upaya untuk menciptakan iklim usaha di bidang Pertanian
yang kondusif sekaligus dapat meningkatkan daya saing produk. 22. Manajemen Rantai Pasok adalah suatu jejaring organisasi yang saling
tergantung dan bekerjasama secara menguntungkan melalui pengembangan sistem manajemen untuk perbaikan sistem penyaluran produk, informasi,
pelayanan dan dana dari pemasok ke pengguna akhir. 23. Penanganan Pasca Panen yang Baik adalah semua praktek atau cara pada
tahapan produksi yang mencakup prosedur, fasilitas dan bangunan,
personil, proses penanganan, pengolahan, penwyimpanan, distribusi, yang dapat mencegah makanan terkontaminasi atau terkotori cemaran.
24. Logo Organik Indonesia adalah Lambang berbentuk lingkaran yang terdiri dari dua bagian, bertuliskan “Organik Indonesia” disertai satu gambar daun
di dalamnya yang menempel pada huruf “G” berbentuk bintil akar. 25. Produk Pertanian Berdaya Saing adalah kemampuan menghasilkan Produk
Pertanian yang dapat memenuhi standar nasional dan internasional.
26. Produk Pertanian Ramah Lingkungan adalah hasil pengembangan sistem pertanian yang menjadi unggulan wilayah tertentu di Daerah dengan
mempertimbangkan kondisi agroekosistem. 27. Sistem Pertanian Organik adalah sistem manajemen produksi yang holistik
untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah.
5
28. Produk Organik adalah suatu produk yang dihasilkan sesuai dengan standar
system pangan organik termasuk bahan baku pangan olahan organik, bahan pendukung organik, tanaman dan produk segar tanaman, ternak dan produk
peternakan, produk olahan tanaman dan produk olahan ternak (termasuk non pangan).
29. Potensi Pertanian Lokal adalah potensi pertanian lokal dibidang tanaman
pangan dan hortikultura antara lain padi varietas lokal, durian merah, nangka merah dan plasma nuftah lokal lainnya.
BAB II PENETAPAN KOMODITAS PRIORITAS PERTANIAN
Pasal 2
(1) Dalam mewujudkan Pengembangan Produk Pertanian Unggulan Yang Berdaya Saing dan Ramah Lingkungan perlu ditetapkan komoditas prioritas
pertanian Daerah. (2) Komoditas prioritas pertanian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Bupati.
BAB III KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Pasal 3
(1) Pembangunan produk pertanian unggulan yang berdaya saing dan Ramah
lingkungan diwujudkan melalui: a. pengembangan KAP;
b. penerapan norma budidaya tanaman yang baik; c. pengelolaan pasca panen yang baik; d. pengembangan sistem pertanian organik;
e. penataan manajemen rantai pasok; f. pengembangan kelembagaan usaha;
g. fasilitasi terpadu investasi produk pertanian (FATIP); dan h. peningkatan konsumsi dan percepatan ekspor.
(2) Pembangunan produk pertanian unggulan yang berdaya saing dan Ramah lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara: a. sinergi;
b. fokus; c. sistematis;
d. terpadu; e. terarah;
f. menyeluruh; g. transparan; dan h. akuntabel.
Bagian Kesatu
Pengembangan Kawasan Agribisnis Pertanian (KAP)
Pasal 4
Kebijakan pengembangan KAP meliputi: a. penetapan KAP;
b. pengembangan KAP; dan c. pengembangan sarana prasarana KAP.
6
Pasal 5
(1) Kebijakan penetapan KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a
bertujuan untuk memberikan kepastian ruang dalam pengembangan komoditas pertanian.
(2) Kebijakan penetapan KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan strategi: a. melakukan kajian komoditas pertanian dengan kesesuaian zona
agroekosistem; dan b. menetapkan area pengembangan komoditas pertanian.
(3) Area pengembangan komoditas pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 6
(1) Kebijakan pengembangan KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b disusun untuk menumbuhkan komoditas yang tersentralisasi dalam 1 (satu)
hamparan dengan tetap mempertahankan ciri khas komoditas sesuai dengan zona agroekosistem.
(2) Strategi pengembangan KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu hasil pertanian; b. mengembangkan keanekaragaman usaha pertanian yang menjamin
kelestarian fungsi dan manfaat lahan; dan c. meningkatkan ikatan komunitas masyarakat di sekitar KAP yang memiliki
tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keamanannya.
Pasal 7
(1) Kebijakan pengembangan sarana prasarana KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c dimaksudkan untuk mendukung kawasan produksi sehingga mampu meningkatkan efisiensi usaha bidang pertanian.
(2) Strategi pengembangan sarana prasarana KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. meningkatkan jangkauan luas lahan yang dapat di fasilitasi pengairan; b. meningkatkan efisiensi transportasi dari dan menuju lahan usaha tani;
c. meningkatkan efektifitas penggunaan alat dan mesin pertanian; dan d. meningkatkan penerapan teknologi dan fasilitasi sarana pengelolaan hasil
pertanian.
Bagian Kedua
Penerapan Norma Budidaya Tanaman yang Baik
Pasal 8
Penerapan norma budidaya tanaman yang baik diprioritaskan untuk: a. produk pertanian yang akan dipasarkan melalui pasar modern;
b. produk pertanian yang akan diekspor; dan/atau c. produk pertanian yang menjadi bahan baku industri pengolahan.
Pasal 9
Kebijakan Penerapan Norma Budidaya Tanaman yang Baik meliputi: a. pengelolaan lahan;
b. peningkatan kualitas benih/bibit; c. pengelolaan pengairan;
d. pengendalian organisme pengganggu tanaman; dan e. penanganan panen.
7
Pasal 10
(1) Kebijakan pengelolaan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a
disusun untuk memberikan arah dan pedoman dalam pengelolaan lahan agar memenuhi syarat keberlanjutan.
(2) Strategi pengelolaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. meningkatkan penggunaan bahan organik; b. meningkatkan dan menjaga keseimbangan mikrobiologi tanah; dan
c. meningkatkan kemampuan petani dalam mencatat sejarah perkembangan lahan usaha tani.
Pasal 11
(1) Kebijakan peningkatan kualitas benih/bibit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b bertujuan untuk lebih memanfaatkan benih berlabel dan
memiliki jaminan mutu benih.
(2) Strategi peningkatan kualitas benih/bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. meningkatkan jumlah penangkar yang bekerja sama dengan pengusaha benih/bibit;
b. meningkatkan partisipasi masyarakat untuk melakukan registrasi
usahanya dan menghindari penggunaan benih/bibit non label dan atau transgenik; dan
c. meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan dan distribusi benih/bibit.
Pasal 12
(1) Kebijakan pengelolaan pengairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c dimaksudkan untuk memperluas jangkauan pengairan berdasarkan
partisipasi masyarakat melalui organisasi petani pemakai air. (2) Dalam hal belum terbentuk organisasi petani pemakai air, partisipasi
masyarakat dapat dilakukan secara langsung setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Desa atau Instansi yang mempunyai kewenangan pengelolaan
daerah irigasi. (3) Strategi pengelolaan pengairan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a. meningkatkan ketersediaan air yang berkualitas sehingga mampu
menjangkau lahan usahatani yang lebih luas; b. meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi petani pemakai air
dalam pengelolaan sumber daya air.
Pasal 13
(1) Kebijakan pengendalian organisme pengganggu tanaman sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 huruf d bertujuan untuk mengendalikan perkembangan organisme pengganggu tanaman.
(2) Strategi pengendalian organisme pengganggu tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan prinsip pengendalian
hama terpadu meliputi: a. budidaya tanaman sehat;
b. pengamatan rutin; c. pelestarian musuh alami; dan d. pelatihan petani sebagai ahli pengendalian hama terpadu.
8
Pasal 14
(1) Kebijakan penanganan panen sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 huruf e
bertujuan untuk menekan kehilangan hasil panen dan mengurangi kerusakan produk pertanian.
(2) Strategi penanganan panen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. meningkatkan keterampilan pemanfaatan teknologi panen; dan b. meningkatkan fasilitas sarana panen.
Bagian Ketiga
Penerapan Pengelolaan Pasca Panen yang Baik
Pasal 15
Kebijakan Penerapan Pengelolaan Pasca Panen yang Baik meliputi:
a. penurunan kehilangan/kerusakan pasca panen; b. penempatan titik kumpul dan rumah kemas sesuai dengan SNI; dan
c. registrasi dan sertifikasi rumah kemas.
Pasal 16
(1) Kebijakan penurunan kehilangan/kerusakan pasca panen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a bertujuan untuk mengurangi kehilangan hasil pada saat pengumpulan, perontokan, pembersihan, pengupasan,
trimming, sortasi, perendaman, pencelupan, pelilinan, pelayuan, pemeraman, fermentasi, penggulungan, penirisan, perajangan, pengepresan, pengawetan,
pengkelasan, pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan hasil pertanian. (2) Strategi penurunan kehilangan/kerusakan produksi pasca panen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. meningkatkan ketersediaan peralatan yang mampu menekan kehilangan
hasil pada saat pasca panen; b. meningkatkan keterampilan petani dalam pemanfaatan teknologi pasca
panen.
Pasal 17
(1) Kebijakan penempatan titik kumpul dan rumah kemas sesuai dengan SNI
sebagiamana dimaksud pada Pasal 15 huruf b dimaksudkan untuk memberikan jaminan mutu terhadap produk pertanian yang dihasilkan.
(2) Strategi penempatan titik kumpul dan rumah kemas sesuai dengan SNI sebagiamana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. meningkatkan jangkauan luas lahan yang dapat dilayani oleh titik
kumpul dan rumah kemas; dan b. meningkatkan jumlah titik kumpul dan rumah kemas pada kawasan
produksi.
Pasal 18
(1) Kebijakan penerapan registrasi dan sertifikasi rumah kemas sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 huruf c dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk khususnya untuk pasar internasional.
(2) Strategi penerapan registrasi dan sertifikasi rumah kemas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. meningkatkan luas lahan yang mendapatkan alokasi registrasi kebun; b. meningkatkan luas lahan yang mendapatkan sertifikasi kebun; dan
c. meningkatkan jumlah rumah kemas yang mendapatkan sertifikasi.
9
Bagian Keempat
Pengembangan Sistem Pertanian Organik
Pasal 19
Kebijakan Pengembangan Sistem Pertanian Organik meliputi:
a. penerapan sistem budidaya pertanian organik; b. penyiapan sarana produksi dan pengolahan pasca panen;
c. sertifikasi organik dan uji mutu; dan d. pengendalian dan pengawaan penerapan sistem pertanian organik;
e. Pembinaan pengembangan dan perlindungan terhadap pertanian kearifan lokal yang ramah lingkungan.
Pasal 20
(1) Kebijakan penerapan sistem budidaya pertanian organik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dimaksudkan untuk memberikan pedoman
kepada pelaku usaha dalam melakukan praktik pertanian organik. (2) Strategi penerapan sistem budidaya pertanian organik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. menumbuhkan kawasan potensial sesuai dengan zona agroekosistem
untuk pengembangan kawasan pertanian organik; dan
b. meningkatkan pelaksanaan bimbingan teknis sistem budidaya pertanian organik.
Pasal 21
(1) Kebijakan penyiapan sarana produksi dan pengolahan pasca panen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian.
(2) Strategi penyiapan sarana produksi dan pengolahan pasca panen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. meningkatkan ketersediaan sarana produksi;
b. meningkatkan ketersediaan sarana pengolahan pasca panen; dan c. meningkatkan keterampilan teknologi pengolahan pasca panen.
(3) Dalam upaya strategi meningkatkan ketersediaan sarana produksi yang mendukung pengembangan sistem pertanian organik perlu dilakukan: a. Pembinaan, pengembangan dan perlindungan terhadap kelompok tani
yang memproduksi pupuk organik. b. Pembinaan, pengembangan dan perlindungan terhadap kelompok tani
yang memproduksi agen hayati, pestisida alami dan musuh alami hama penyakit tanaman.
Pasal 22
(1) Kebijakan sertifikasi organik dan uji mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dimaksudkan memberikan status yang jelas atas produk
yang dihasilkan oleh petani sehingga memiliki daya telusur yang dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Strategi sertifikasi organik dan uji mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. meningkatkan dukungan legalitas lahan melalui registrasi kebun/lahan; dan
b. meningkatkan dukungan legalitas produk melalui sertifikasi organik dan
uji mutu.
10
Pasal 23
(1) Kebijakan pengendalian dan pengawasan penerapan sistem pertanian organik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d dimaksudkan untuk memberikan jaminan mutu atas produk yang dihasilkan.
(2) Strategi pengendalian dan pengawasan penerapan sistem pertanian organik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. meningkatkan pengendalian dan pengawasan yang dilakukan oleh pihak
internal sesuai dengan pedoman pengawasan internal; dan b. memberikan bimbingan kepada pengawas internal dalam melakukan
pengendalian dan pengawasan internal.
Pasal 24
(1) Kebijakan pembinaan, pengembangan dan perlindungan terhadap pertanian
kearifan lokal yang ramah lingkungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 huruf e dimaksudkan untuk memberikan pembinaan, pengembangan dan
perlindugan terhadap potensi pertanian lokal. (2) Potensi pertanian lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua
aspek potensi pertanian lokal dibidang tanaman pangan dan hortikultura
antara lain padi varietas lokal, durian merah, nangka merah dan plasma nuftah lokal lainnya.
(3) Strategi pembinaan pengembangan dan perlindungan terhadap potensi pertanian lokal meliputi:
a. Mengidentifikasi dan menumbuhkan potensi pertanian lokal dibidang tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan.
b. Meningkatkan pelaksanaan bimbingan teknis pertanian terkait on farm
sampai dengan off farm. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pembinaan pengembangan dan
perlindungan terhadap pertanian kearifan lokal yang ramah lingkungan diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Penataan Manajemen Rantai Pasok
Pasal 25
Kebijakan Manajemen Rantai Pasok meliputi :
a. penyusunan rencana strukturisasi rantai pasok; dan b. Pengembangan system informasi yang menghubungkan konsumen, Pelaku
Usaha, dan Petani.
Pasal 26
(1) Kebijakan penyusunan rencana strukturisasi rantai pasok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a dimaksudkan untuk memangkas rantai pasar yang tidak menguntungkan petani.
(2) Strategi penyusunan rencana strukturisasi rantai pasok dilakukan dengan: a. identifikasi tujuan pemasaran komoditas unggulan nasional dan daerah;
b. identifikasi alur rantai pasok; dan c. penataan rantai pasok.
Pasal 27
(1) Kebijakan pengembangan sistem informasi yang menghubungkan konsumen, pelaku usaha dan petani sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 huruf b
dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada para pihak tentang ketersediaan produk, harga, dan prediksi 3 bulan kedepan.
11
(2) Strategi pengembangan sistem informasi yang menghubungkan konsumen,
pelaku usaha dan petani dilakukan melalui: a. menyusun data luas tanam, luas panen, produksi dan harga;
b. menyusun angka ramalan produksi per triwulan; c. meningkatkan dukungan akses pasar pada kawasan agropolitan; dan d. memberikan kemudahan kepada para pihak untuk mengakses informasi.
Bagian Keenam
Pengembangan Kelembagaan Usaha
Pasal 28
Kebijakan Pengembangan Kelembagaan Usaha meliputi: a. penumbuhan dan pembinaan kelompok tani, gabungan kelompok tani,
assosiasi petani; dan
b. penumbuhan lembaga korporasi (badan usaha milik petani).
Pasal 29
(1) Kebijakan penumbuhan dan pembinaan kelompok tani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a dimaksudkan untuk mewujudkan
kelembagaan kelompok tani yang kuat. (2) Strategi penumbuhan dan pembinaan kelompok tani sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi peningkatan kemampuan kelompok tani dalam:
a. berorganisasi dan tertib administrasi; b. merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program/kegitan yang
dilaksanakan; c. mengakses informasi dan menerapkan teknologi;
d. melakukan pemupukan modal; dan e. membangun jejaring kerjasama dan kemitraan usaha.
Pasal 30
(1) Kebijakan penumbuhan lembaga korporasi (badan usaha milik petani) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b dimaksudkan untuk
memberikan landasan bagi berdirinya lembaga yang kuat bagi petani untuk melakukan usaha bisnis secara formal.
(2) Strategi penumbuhan lembaga korporasi (badan usaha milik petani) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. meningkatkan kompetensi petani untuk secara sadar memilih dan
mendirikan lembaga yang paling sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat; dan
b. meningkatkan status kelembagaan milik petani menjadi lembaga bisnis formal yang diakui oleh mitra kerja.
Bagian Ketujuh Fasilitasi Terpadu Investasi Produk Pertanian
Pasal 31
Kebijakan Fasilitasi Terpadu Investasi Produk Pertanian meliputi:
a. pengembangan iklim usaha yang kondusif; b. pembenahan pelayanan jasa publik; dan
c. peningkatan nilai tambah produk pertanian.
12
Pasal 32
(1) Kebijakan pengembangan iklim usaha yang kondusif sebagaimana dimaksud
pada Pasal 31 huruf a dimaksudkan untuk mempererat kerjasama antara Pemerintah, petani dan pelaku usaha.
(2) Strategi pengembangan iklim usaha yang kondusif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi: a. meningkatkan koordinasi antar organisasi perangkat daerah terkait dalam
rangka mendukung investasi; b. meningkatkan monitoring dan evaluasi dalam rangka perbaikan program
dan kegiatan; dan c. memfasilitasi kerjasama antara petani dan pelaku usaha.
Pasal 33
(1) Kebijakan pembenahan pelayanan jasa publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang baik
sehingga dapat mengurangi hambatan usaha. (2) Strategi pembenahan pelayanan jasa publik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi: a. mempermudah pelayanan perizinan; dan b. peningkatan akses informasi dan distribusi.
Pasal 34
(1) Kebijakan peningkatan nilai tambah komoditi produk pertanian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 huruf c dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas produk terutama produk ekspor dan meningkatkan produk yang
berfungsi sebagai substitusi komoditas impor. (2) Strategi peningkatan nilai tambah komoditi produk pertanian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. meningkatkan komunikasi antar pemangku kepentingan dalam memahami keberlanjutan sebuah usaha; dan
b. meningkatkan mutu pengemasan, pemberian merk, efisiensi, transportasi, informasi, penciptaan inovasi secara berkelanjutan dan
sistematik.
Bagian Kedelapan Peningkatan Konsumsi dan Percepatan Ekspor
Pasal 35
Dalam rangka peningkatan konsumsi komoditas prioritas, Pemerintah Daerah melakukan promosi, kampanye, gerakan, dan sosialisasi.
Pasal 36
Kebijakan percepatan ekspor meliputi:
a. peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk sesuai dengan persyaratan ekspor;
b. pemenuhan persyaratan perkarantinaan sesuai dengan International Standar
Phytosanitary Measures (ISPM); c. inisiasi rintisan ekspor produk pertanian;
d. penyediaan dan fasilitasi informasi pasar internasional; e. penguatan jejaring kerja pemangku kepentingan produk pertanian.
13
Pasal 37
(1) Kebijakan peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk sesuai
dengan persyaratan ekspor sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 huruf a dimaksudkan untuk memberikan arahan kepada pelaku usaha agar mampu menyusun rencana dan pola tanam sesuai dengan kebutuhan pasar dengan
tetap memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan. (2) Strategi peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk sesuai
dengan persyaratan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. meningkatkan koordinasi perencanaan pola dan rencana tata tanam; dan
b. meningkatkan koordinasi antar perwakilan kelompoktani, gabungan kelompok tani, dan organisasi petani pemakai air.
Pasal 38
(1) Kebijakan pemenuhan persyaratan perkarantinaan sesuai dengan ISPM sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 huruf b dimaksudkan untuk menjadi
pedoman pemenuhan persyaratan yang ditetapkan oleh stasiun karantina tumbuhan.
(2) Strategi pemenuhan persyaratan perkarantinaan sesuai dengan ISPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. meningkatkan Fasilitasi Nomor Pendaftaran Kebun/Lahan Usaha;
b. meningkatkan Fasilitasi Uji Mutu Produk Pertanian; c. meningkatkan Fasilitasi Nomor Pendaftaran Rumah Kemas;
d. meningkatkan Fasilitasi Sertifikat Keaslian; e. penyusunan Daftar Organisme Pengganggu Tanam ;
f. meningkatkan Fasilitasi Areal Dengan Batasan Penggunaan Pestisida Rendah;
g. meningkatkan Fasilitasi Areal Bebas Pestisida.
Pasal 39
(1) Kebijakan pemenuhan persyaratan ekspor produk pertanian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 huruf c dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan ekspor sesuai dengan standard WTO.
(2) Strategi pemenuhan persyaratan ekspor produk pertanian dan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. mengajukan permohonan nomor pencatatan (register) kebun/lahan usaha
ke Dinas/ instansi yang berkompeten; b. melakukan pengamatan organisme pengganggu tanaman untuk bahan
penyusunan daftar organisme pengganggu tanaman berserta cara penanggulangannya;
c. melaksanakan notifikasi kebun/lahan usaha yang telah memiliki nomor register ke negara tujuan melalui Kementerian Pertanian; dan
d. fasilitasi pemenuhan persyaratan ekspor sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 40
(1) Kebijakan penyediaan dan fasilitasi informasi pasar internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf d dimaksudkan untuk
memberikan pilihan harga sesuai dengan klasifikasi barang. (2) Strategi penyediaan dan fasilitasi informasi pasar internasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. meningkatkan pelayanan informasi harga pasar internasional; dan b. meningkatkan kemampuan petani untuk dapat mengkases informasi
harga pasar internasional.
14
Pasal 41
(1) Kebijakan penguatan kerjasama antar pemangku kepentingan produk
pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf e dimaksudkan untuk memperkuat jejaring kerja antara petani dan pelaku usaha.
(2) Strategi penguatan kerja sama pemangku kepentingan produk pertanian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. meningkatkan koordinasi dalam rangka memperkuat kerjasama; dan
b. meningkatkan komunikasi melalui monitoring dan evaluasi setiap tahapan kegiatan.
BAB IV
PERAN SERTA, HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Peran Serta
Pasal 42
(1) Masyarakat berperan serta dalam pengembangan produk pertanian unggulan
yang berdaya saing dan ramah lingkungan. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam tahapan: a. Perencanaan;
b. Pelaksanaan dan penetapan; c. Pengembangan; dan d. Pengawasan;
(3) Peran masyarakat sebagaimana di maksud pada ayat (2) di lakukan melalui: a. Pemberian usaha perencanaan, tanggapan, saran dan perbaikan kepada
pemerintah daerah dalam perencanaan; b. Pelaksanaan dan penetapan melalui proses diskusi dan musyawarah
dengan petani dan/atau kelompok tani; c. Pelaksanaan kegiatan pengembangan kegiatan atas usulan/partisipasi
masyarakat; dan
d. Penyampaian laporan dan pemantauan terhadap kegiatan.
Bagian Kedua Hak Dan Kewajiban
Pasal 43
(1) Masyarakat dam pengembangan produk pertanian unggulan yang berdaya
saing dan ramah lingkungan:
a. Masyarakat berhak mendapatkan fasilitasi, kemudahan, bantuan, dan perlindungan dari Pemerintah Daerah terkait pengembangan produk
pertanian unggulan yang berdaya saing dan ramah lingkungan. b. Masyarakat berkewajiban memelihara mengembangkan dan menyebar
luaskan produk pertanian unggulan yang berdaya saing dan ramah lingkungan secara berkelanjutan.
(2) Terhadap masyarakat, petani dan/atau kelompok tani yang belum
berpartisipasi dalam pengembangan produk pertanian unggulan yang berdaya saing dan ramah lingkungan dilakukan pembinaan secara
berkelanjutan.
15
BAB V
PEMBIAYAAN
Pasal 44
(1) Pembiayaan dalam rangka Pengembangan Produk Pertanian unggulan yang Berdaya Saing dan Ramah Lingkungan menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
(2) Pembiayaan dalam rangka Pengembangan Produk Pertanian unggulan yang Berdaya Saing dan Ramah Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan skala prioritas. (3) Bentuk pembiayaan dari pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 antaralain: a. mengalokasikan sumber pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah sesuai dengan kemampuan keuangan daerah;
b. pemberian insentif; c. mengupayakan pembiayaan dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB VI
SANKSI ADMINSTRASI
Pasal 45
Pemerintah Daerah dapat memberikan sanksi admisnistratif berupa teguran
lisan dan/atau tertulis kepada masyarakat, kelompok tani dan gabungan kelompok tani yang tidak mengindahkan ketentuan pasal 43 ayat (1) huruf b.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 46
(1) Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pembinaan kepada setiap
petani, kelompk tani, dan/atau pemangku kepentingan terkait dengan
pengembangan produk petani yang berdaya saing dan ramah lingkungan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Sosialisasi;
b. Koordinasi; c. Bimbingan, supervisi, dan konsultasi;
d. Pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; e. Penyebar luasan informasi; dan f. Peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
Pasal 47
(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap pengembangan produk
pertanian unggulan yang berdaya saing dan ramah lingkungan. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Perencanaan kegiatan;
b. Pelaksanaan kegiatan; dan c. Pemantauan, pelaporan, dan evaluasi kegiatan.
16
Pasal 48
Pembinaan dan pengawasan terhadap pengembangan produk pertanian yang
berdaya saing dan ramah lingkungan menjadi tanggung jawab dinas/instansi terkait.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
Peraturan Bupati sebagai pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini di tetapkan
paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 50
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Banyuwangi.
Ditetapkan di Banyuwangi Pada tanggal 26 November 2018
BUPATI BANYUWANGI,
ttd
H. ABDULLAH AZWAR ANAS Diundangkan di Banyuwangi
Pada tanggal 26 November 2018
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
ttd
DJADJAT SUDRADJAT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2018 NOMOR 6 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 343-6/2018
Sesuai dengan aslinya
a.n. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
Asisten Administrasi Pemerintahan
Ub.
Kepala Bagian Hukum
1
PENJELASAN
ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
NOMOR 6 TAHUN 2018
TENTANG
PENGEMBANGAN PRODUK PERTANIAN UNGGULAN YANG BERDAYA SAING
DAN RAMAH LINGKUNGAN
I. UMUM
Keragaman jenis Komoditas Pertanian dan perkebunan yang begitu
besar dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi, menimbulkan kesulitan
tersendiri dalam memilah prioritas komoditas yang akan dikembangkan. Hal
tersebut terkait dengan kekuatan pasar serta prioritas kebijakan di Pusat dan
Daerah. Pengembangan Komoditas Pertanian dan perkebunan bertujuan
untuk memperoleh Komoditas Pertanian dan perkebunan yang berdaya saing
dan mendukung kedaulatan pangan berkelanjutan di Kabupaten
Banyuwangi.
Keterbatasan pendanaan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan
Komoditas Prioritas di Kabupaten Banyuwangi menuntut perlunya
keterpaduan dan fokus pengembangan serta sinergi dari berbagai program
dan pendanaan yang ada dari pemerintah dan keterlibatan peran
swasta/pengusaha, sehingga dapat dicapai hasil yang sebaik-baiknya.
Swasta diharapkan dapat berperan jauh lebih besar mengingat nilai ekonomi
Komoditas Pertanian dan perkebunan yang tinggi, sehingga Pemerintah
Daerah dalam hal ini lebih banyak bertindak sebagai fasilitator, regulator dan
motivator yang bersifat mendukung dan memberikan berbagai akses dan
kemudahan bagi swasta dalam memacu pengembangan produk pertanian
dan perkebunan.
Komoditas pertanian dan perkebunan pada umumnya mempunyai nilai
ekonomi yang cukup tinggi, namun Komoditas tersebut mempunyai
karakteristik yang mudah rusak (perishable), bersifat musiman, produktifitas
dan mutu dipengaruhi oleh iklim, sehingga hal tersebut sangat berdampak
terhadap harga dan pendapatan petani. Artinya dalam pengembangan
Komoditas Pertanian dan perkebunan perlu mempertimbangkan banyak
faktor, seperti permintaan (kebutuhan) pasar, jalur distribusi, rantai pasar,
mutu produk dan faktor-faktor lainnya yang terkait mulai dari produk
tersebut dihasilkan sampai ke tangan konsumen.
Di sisi lain, tuntutan masyarakat terhadap produk pertanian dan
perkebunan bermutu semakin tinggi seiring dengan meningkatnya
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di dalam negeri, yang dicirikan
dengan berkembangnya pasar-pasar swalayan/hypermart di kota-kota besar
memberikan peluang dan tantangan tersendiri karena pasar-pasar tersebut
melayani pangsa pasar masyarakat menengah-atas, yang menuntut kualitas
produk pada tingkat tertentu yang lebih baik. Perkembangan pasar-pasar
swalayan yang pesat tersebut perlu disikapi pula dengan penyediaan produk
pertanian dan perkebunan yang bermutu dan aman dikonsumsi.
1
2
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “sinergi” adalah membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif
serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas dalam melaksanakan kegiatan
pengembangan Produk Pertanian yang Berdaya Saing dan Ramah lingkungan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “fokus” adalah dalam rangka mendorong produk pertanian untuk tetap menjadi andalan
di pasar domestik maupun berkompetisi di pasar global dengan cara meningkatkan nilai tambah, daya saing, dan memperkuat jejaring pasar produk pertanian.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “sistematis” adalah dalam proses Pengembangan Produk Pertanian Berdaya Saing dan
Ramah Lingkungan menggunakan cara yang diatur secara baik melalui rencana kerja Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
Pertanian.
Huruf d Yang dimaksud dengan “terpadu” bahwa keseluruhan
proses Pengembangan Produk Pertanian Berdaya Saing dan Ramah Lingkungan di arahkan pada satu tujuan.
Huruf e Yang dimaksud dengan ”terarah” bahwa Pengembangan
Produk Pertanian Berdaya Saing dan Ramah Lingkungan ditujukan untuk memperoleh hasil yang dapat menjadi
andalan di pasar domestik maupun berkompetisi di pasar global.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “menyeluruh” adalah proses
Pengembangan Produk Pertanian Berdaya Saing dan
Ramah Lingkungan dilakukan secara merata.
3
Huruf g Yang dimaksud dengan “transparan” bahwa informasi Pengembangan Produk Pertanian Berdaya Saing dan
Ramah Lingkungan dapat diakses oleh masyarakat, misalnya akses informasi mengenai proses produksi dan
keseluruhan rantai pasok.
Huruf h Yang dimaksud dengan “akuntable” bahwa Pengembangan Produk Pertanian Berdaya Saing dan Ramah Lingkungan
dapat mencapai sasaran serta dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 4 Cukup jelas.
Pasal 5 Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7 Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10 Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) Huruf a
Air yang berkualitas (menurut ilmu pertanian) adalah air yang bebas bahan beracun (B3).
Huruf b Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14 Cukup jelas.
4
Pasal 15 Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Pengumpulan” adalah kegiatan mengumpulkan hasil panen pada suatu tempat atau wadah.
Yang dimaksud dengan “Perontokan” adalah kegiatan melepaskan
biji/bulir dari tangkai atau malai.
Yang dimaksud “Pembersihan” adalah kegiatan menghilangkan kotoran fisik, kimiawi dan biologis.
Yang dimaksud “Pengupasan” adalah kegiatan memisahkan kulit dari bagian pokok yang dimanfaatkan (daging buah, daging umbi,
biji dan/atau batang).
Yang dimaksud “Trimming” adalah kegiatan membuang bagian produk yang tidak diinginkan seperti memotong tangkai buah,
membuang akar, membuang bagian titik tumbuh. Yang dimaksud “Sortasi” adalah kegiatan pemilahan hasil panen
yang baik dari yang rusak atau cacat, yang sehat dari yang sakit dan benda asing lainnya.
Yang dimaksud “Perendaman” adalah kegiatan untuk
melunakkan kulit buah atau kulit batang supaya mudah terlepas dari biji atau batangnya, menghindari terjadinya pencoklatan (browning) dan/atau menghilangkan bahan beracun.
Yang dimaksud “Pencelupan” adalah kegiatan mencelupkan hasil
panen ke dalam larutan anti bakteri dan jamur untuk mencegah serangan hama dan penyakit.
Yang dimaksud “Pelilinan” adalah kegiatan memberikan lapisan
tipis bahan alami lilin pada hasil panen.
Yang dimaksud “Pelayuan” adalah kegiatan membiarkan produk
pada suhu dan kelembaban tertentu untuk memperoleh kondisi optimum sebelum produk dikonsumsi atau disimpan.
Yang dimaksud “Pemeraman (ripening)” adalah kegiatan untuk
mempercepat proses pematangan secara merata sesuai sifat dan karakteristik biologis atau fisiologis hasil pertanian asal tanaman
dengan atau tanpa pemberian bahan pemacu yang diijinkan menurut peraturan dengan dosis sesuai anjuran.
Yang dimaksud “Fermentasi” adalah kegiatan untuk membentuk cita rasa dan aroma yang spesifik.
Yang dimaksud “Penggulungan” adalah kegiatan untuk
memperoleh karakteristik fisik atau kimiawi tertentu hasil pertanian asal tanaman.
5
Yang dimaksud “Penirisan” adalah kegiatan untuk
menghilangkan air yang menempel dipermukaan produk yang berasal dari perendaman, pencelupan atau pencucian.
Yang dimaksud “Perajangan” adalah kegiatan untuk memperkecil ukuran hasil pertanian asal tanaman.
Yang dimaksud “Pengepresan” adalah kegiatan untuk
memperkecil volume atau mengambil cairan atau padatan dengan memberikan tekanan (proses mekanik).
Yang dimaksud “Pengawetan” adalah kegiatan untuk membuat hasil pertanian memiliki daya simpan yang lama dan
mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimianya.
Yang dimaksud “Pengkelasan (grading)” adalah kegiatan pengelompokan mutu produk berdasarkan karakteristik fisik
antara lain bentuk, ukuran, warna, tekstur, kematangan dan/atau berat.
Yang dimaksud “Pengemasan” adalah kegiatan mewadahi dan/atau membungkus produk dengan memakai media/bahan
tertentu untuk melindungi produk dari gangguan faktor luar yang dapat mempengaruhi daya simpan.
Yang dimaksud “Penyimpanan” adalah kegiatan untuk
mengamankan dan memperpanjang masa penggunaan produk.
Yang dimaksud “Pengangkutan” adalah kegiatan memindahkan produk dari suatu tempat ke tempat lain dengan tetap mempertahankan mutu produk.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 17 Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20 Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22 Cukup jelas.
Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
6
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26 Cukup jelas.
Pasal 27 Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29 Cukup jelas.
Pasal 30 Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32 Cukup jelas.
Pasal 33 Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35 Cukup jelas.
Pasal 36 Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38 Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Notifikasi adalah pencatatan/pendaftaran nomor register
kebun ke negara tujuan melalui Kementerian Pertanian.
Huruf d Cukup jelas.
Recommended