View
238
Download
5
Category
Preview:
DESCRIPTION
CBD Neonatus dr Ida
Citation preview
CASE 3
NEONATUS ATERM, ASFIKSIA BERAT, DAN OBSERVASI NEONATAL INFEKSI
Disusun Oleh :
Manuel Gideon Polatu (406147013)
Pembimbing :
dr. Zuhriah. Hidajati, Sp.A Msi Med
dr. Slamet Widi Saptadi, Sp.A
dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A Msi Med
dr. Neni Sumarni, Sp.A
ILMU KESEHATAN ANAK RSUD KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
SEMARANG
2015
I. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : By. Ny. RS
Umur : 3 hari
Jenis kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Genuksari, Genuk Kota, Semarang
Nama ayah : Tn. A
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : D3
Nama ibu : Ny.RS
Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
No CM : 288598
Bangsal : Perinatologi
Lahir : 19 Mei 2014
II. DATA DASAR
1. Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien dan perawat ruang Perinatologi
dilakukan pada tanggal 22 Mei2014 pukul 14.00 WIB di ruang Perinatologi dan
didukung catatan medis.
Keluhan utama : Bayi tidak menangis
Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum masuk RS
Ibu G1P0A0, usia 25 tahun, hamil 39 minggu berdasarkan USG, HPHTlupa, riwayat haid
teratur, siklus 28 hari, lama haid ± 7 hari per siklus. Ibu rutin memeriksakan
kehamilannya dan sudah mendapat suntikan TT 2x. Selama hamil, ibu mengaku hanya
merasa mual namun tidak disertai muntah.Riwayat trauma sebelum kehamilan disangkal,
riwayat dipijat disangkal, riwayat penyakit darah tinggi selama kehamilan diakui dan
kencing manis disangkal, riwayat minum jamu – jamuan disangkal oleh ibu. Pola makan
sebelum dan selama hamil tidak terlalu banyak mengalami perubahan (sehari 3x dan
habis).
Setelah masuk RS
Ibu datang ke IGD RSUD Semarang pada pukul 03.00 WIB. 3 jam sebelum ke IGD
RSUD Semarang, ibu mengeluh perutnya terasa sangat mulas dan keluar lendir darah dari
jalan lahir. Kemudian pasien dibawa ke bidan desa. Karena tensi ibu 170/100, maka ibu
dirujuk ke RSUD Kota Semarang. Keluar cairan ngepyok disangkal oleh ibu.
Pukul 16.45, ibu mengalami kejang di bangsal Srikandi RSUD Semarang. Tensi 140/70
mmHg, ibu tidak sadar. Oleh dokter Obsgyn, akan dilakukan tindakan SC Cito.
Pukul 18.15WIB lahir bayi laki – laki di OKRSUD Semarang secara SC dengan Berat
Badan Lahir 2600 gram. Panjang badan 47cm. Lingkar kepala 33 cm. Lingkar dada 30
cm. Caput Suksadenum (-), cephale hematome (-)
Ketuban pecah spontan, berwarna keruh
Saat lahir bayi tidak menangis, tonus otot lemah, pernapasan tidak teratur, HR < 100
x/menit, warna kulit kebiruan pada ekstremitas dan pada badan.
10 menit setelah diresusitasi bayimenangis lemah dan hipotonus, namun HR > 100
x/menit, warna kulit pucat pada seluruh tubuh
Apgar Score 4-5-6
Plasenta lahir normal, kotiledon lengkap, tidak ada infark maupun hematoma.
Bayi kemudian dirawat dan diobservasi di Perinatologi
Dilakukan pemasangan infus umbilical kemudian diambil darah untuk diperiksakan di
laboratorium.
Setelah masuk perinatologi:
Hari pertama (20/5/14)
- Gerakan bayi kurang aktif, BAB(+), BAK (+), menangis kuat (+), merintih (-), ikterik
(-) muntah (-) .
- Diet ditunda 12 jam
Hari kedua (21/5/14),
- Gerakan bayi aktif, BAB(+), BAK (+). Menangis kuat (+), merintih (-), ikterik (+)
kramer II-III, minumkuat (+)
Hari ketiga (22/5/14),
- Gerakan bayi aktif, Menangis kuat (+), BAB(+), BAK (+), Ikterik (+) kramer III-IV,
Minum kuat (+)
- Fototerapi 1 x 24 jam
- Cek Bilirubin total dan bilirubin direk
Tabel Tanda Vital
20 21 22
HR 110 120 126
RR 40 48 48
T 36,2 36,6 36,5
Riwayat Penyakit Ibu dan Ayah
Riwayat ibu menderita diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung, penyakit
ginjal, alergi, anemia, penyakit kelainan darah sebelum hamil disangkal.
Riwayat ibu keputihan beberapa kali saat hamil, berbau busuk disangkal. Menderita
penyakit menular seksual selama kehamilan atau pada saat proses persalinan seperti
misalnya gonorea, klamidia, trikomoniasis, kandidiasis, vaginalis disangkal.
Riwayat ayah menderita penyakit menular seksual sebelum dan selama istrinya hamil
disangkal.
Riwayat ibu mengidap batuk-batuk lama lebih dari 3 minggu, mendapat pengobatan paru
selama 6 bulan dan membuat kencing bewarna merah selama kehamilan disangkal.
Riwayat ibu menderita demam tinggi selama proses kehamilan disangkal
Riwayat ibu merokok disangkal
Riwayat ayah merokok disangkal
Riwayat Pemeriksaan prenatal
Ibu rutin memeriksakan kehamilannya dan sudah mendapat suntikan TT 2x. Riwayat
trauma sebelum kehamilan disangkal, riwayat dipijat disangkal, riwayat penyakit darah tinggi
selama kehamilan diakui dan kencing manis disangkal, riwayat minum jamu – jamuan
disangkal oleh ibu
Kesan : pemeliharaan prenatal baik dengan observasi pre-eklampsia ketat
Riwayat Persalinan dan Kehamilan
Bayi jenis kelamin perempuan dari ibu G1P0A0 hamil 39 mingguusia 25 tahun, lahir
secaraSC di OK RSUD kota Semarang ditolong oleh dokter Sp.OG.
Saat lahir bayi tidak menangis, kurang aktif, kebiruan dan tidak peka rangsang. Berat
badan lahir 2600 gram panjang badan 47cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 30 cm,
APGAR score 4-5-6
Kesan : neonatus aterm, lahir SCdengan asfiksia berat
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan
- Berat badan lahir :2600 gram- Panjang badan :47 cm- Lingkar kepala :33 cm- Lingkar dada :30 cm
Perkembangan
- Perkembangan anak belum dapat dinilai dan dievaluasi
Riwayat Makan dan Pertumbuhan Anak
Pada hari pertama tunda diet karena riwayat asfiksia berat, pada hari kedua dan
seterusnya mulai diberi ASI.
Terpasang infus umbilical D 10%
Riwayat Imunisasi
Hepatitis B : -
BCG : -
Polio : -
Kesan : Anak belum pernah mendapat imunisasi
Riwayat Keluarga Berencana
Ibu tidak menggunakan KB sebelum hamil
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta dengan penghasilan ± Rp.
1.000.000.Ibu adalah ibu rumah tangga. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesmas.
Kesan : sosial ekonomi kurang
Data Obstetri
Anak ke Tahun
Jenis, pembantu, tempat,
penyulit persalinan, usia
kehamilan
Jenis
kelamin,
BBL
Keadaan
anak
sekarang
1 2014 Hamil ini
Data Keluarga
Ayah Ibu
Perkawinan 1 1
Umur 28 tahun 25 tahun
Konsanguitas - -
Keadaan sehat Sehat Sehat
Data Perumahan
Kepemilikan rumah :rumah kontrakan
Keadaan rumah :dinding rumah terbuat dari tembok, 2 kamar tidur, kamar mandi di
dalam rumah.
Sumber air bersih :sumber air minum PAM dan air sumur, limbah
buangandialirkan ke saluran atau selokan yang ada di belakang
rumah
Keadaan lingkungan :jarak antar rumah berdekatan, cukup padat
Kesan : Jarak rumah berdekatan, cukup padat
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal22Mei 2014, pukul 14.30 WIB di
Perinatologi. Bayi Laki-laki berat usia 3 hari, berat badan lahir 2600 gram, panjang badan
47 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 30 cm.
Kesan umum :
Compos mentis, bayi berat lahir normal, sesuai masa kehamilan, ditemukan tanda-tanda
neonatus aterm, tampakaktif, napas spontan adekuat, tangisan kuat, ikterik (+) kramer III-
IV
Tanda vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 128x/menit, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 46x/menit
Suhu : 36,5°C (Axilla)
Status Internus
Kepala
Mesocephale, ukuran lingkar kepala 33cm, ubun-ubun besar masih terbuka, tidak
tegang dan tidak menonjol, caput succedaneum (-), cephal hematom (-), rambut
hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.
Mata
Pupil bulat, isokor, Ø 3 mm, refleks cahaya (+/+) normal, kornea jernih, sklera
ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
Hidung
Napas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
Telinga
Bentuk normal, membalik segera setelah dilipat, discharge (-/-)
Mulut
sianosis (-), trismus (-), stomatitis(-), labioschizis (-), palatoschizis (-)
Thorax
Paru
Inspeksi : ikterik, hemithorax dextra dan sinistra simetris dalam keadaan statis
maupun dinamis, retraksi suprasternal, intercostal dan epigastrial (-).
Palpasi : stem fremitus tidak dilakukan, aerola mammae teraba,papilla
mammae (+/+)
Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : suara napas dasar vsikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), hantaran (-/-),
suara napas tambahan (-/-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung sulit dinilai
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, bising (-)gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, ikterik tali pusat insersio di tengah, segar, tidak tampak layu
dan tidak kehijauan, terpasang infuse umbilicalis
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani
Tulang Belakang
Spina bifida (-), meningokel (-)
Genitalia
Laki – laki ,kedua testis mengisi skrotum, rugae skrotum terbentuk
Anorektal
Anus (+)
Ekstremitas
Rajah tangan dan kaki sudah sempurna
Superior Inferior
Deformitas - /- - /-
Akral dingin - /- - /-
Akral sianosis - /- - /-
Ikterik +/+ + /+
CRT < 2 detik < 2 detik
Tonus Normotonus Normotonus
Kulit
Lanugo sedikit dan tidak rata, sianotik (-), pucat (-), ikterik (+)kramer III-IV,
sklerema (+)
Refleks Primitif :
Refleks Hisap :( + )
Refleks Rooting :( + )
Refleks Moro :( + )
Refleks Palmar Grasp :( + )
Refleks Plantar Grasp :( + )
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Rutin
Tanggal Hb (gr/dl) Ht (%) Leukosit
(mm3)
Trombosit
(mm3)
20/5/14 18,4 53,10 17.300 217.000
Pemeriksaan Kimia Darah dan elektrolit
Tanggal GDS Bilirubin Total Bilirubin Direk
20/5/14 68
22/5/14 8,77 1,96
Pemeriksaan Khusus :
BALLARD SCORE
Maturitas neuromuskuler Poin Maturitas fisik Poin
Sikap tubuh 3 Kulit 3
Jendela siku-siku 4 Lanugo 3
Rekoil lengan 4 Lipatan telapak kaki 3
Sudut popliteal 4 Payudara 3
Tanda Selempang 3 Bentuk telinga 3
Tumit ke kuping 3 Genitalia (laki-laki) 3
Total 21 Total 18
New Ballard Score = maturitas neuromuskular + maturitas fisik
= 21 + 18
= 39
Kesan : kelahiran aterm 39 minggu
APGAR SCORE
Klinis 1 5 10
Appearance 1 1 2
Pulse 1 1 1
Grimace 0 1 1
Activity 1 1 1
Respiratory Effort 1 1 1
4 5 6
BELL SQUASH SCORE
1. SC
2. Ketuban tidak normal
3. Kelainan bawaan
4. Asfiksia
5. Preterm
6. BBLR
7. Infeksi tali pusat
8. Riwayat penyakit ibu
9. Riwayat penyakit kehamilan
Hasil : 2 observasi neonatal infeksi
GUPTE SCORE
Prematuritas 3
Cairan amnion berbau busuk 2
Ibu demam 2
Asfiksia 2
Partus lama 1
Vagina tidak bersih 2
KPD 1
Hasil :2tidak termasuk screening NI
III. RESUME
Telah lahir bayi perempuan dari ibu G1P0A0hamil 39 minggu usia 25 tahun, lahir SC,
ditolong oleh Dokter Sp.OGdiOK RSUD Semarang. Saat lahir bayi tampak kebiruan pada
ekstremitas dan badan, nadi<100x/menit, kurang peka terhadap rangsang, tonus otot lemah
dantidak menangis. Berat badan lahir 2600 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala 33
cm, dan lingkar dada 30cm. Apgar score 4-5-6
Kesan umum :
Compos mentis, bayi berat lahir normal, sesuai masa kehamilan, ditemukan tanda-tanda
neonatus aterm, tampak aktif, napas spontan adekuat, tangisan keras
Dari pemeriksaan fisik pada tanggal22 Mei 2014 didapatkan :
Tanda vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 128x/menit, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 46x/menit
Suhu : 36,5°C (Axilla)
Status Internus
Kepala : ubun-ubun besar datar dan tidak menonjol, caput suksaidenum
(-)
Mata : pupil bulat, isokor, reflek cahaya (+/+)
Hidung : napas cuping hidung (-/-)
Telinga : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Thorax : ikterik, pergerakan dada simetris, retraksi supraklavikula (-),
intercostal (-), epigastrial (-)
Paru : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung : tidak teraba membesar, bunyi jantung I-II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : tali pusat insersio di tengah, tampak segar
Tulang belakang : dalam batas normal
Genitalia : dalam batas normal
Anorektal : dalam batas normal
Ekstremitas
Rajah tangan dan kaki sudah sempurna
Superior Inferior
Deformitas - /- - /-
Akral dingin - /- - /-
Akral sianosis - /- - /-
Ikterik + / + +/+
Capillary refill < 2 detik < 2 detik
Tonus Hipotonus hipotonus
Kulit : Lanugo sedikit dan tidak rata, sianotik (-), pucat (-), ikterik (+) kramer
III-IV, sklerema (-)
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin : dalam batas normal
GDS :dalam batas normal
Bilirubin : Hiperbilirubinemia
Pemeriksaan Khusus
Ballard score :kelahiran aterm 39 minggu
APGAR score : Asfiksia berat
Bell squash score : Observasi neonatal infeksi
Gupte score :Tidak termasuk screening neonatal infeksi
Kesan : neonatus aterm, lahir SC, ibu eklampsia,bayi berat lahir normal – sesuai masa
kehamilan, asfiksia berat, observasi neonatal infeksi.
IV. DIAGNOSIS BANDING
1. Neonatus Aterm
- BMK (Besar Masa Kehamilan)
- KMK (Kecil Masa Kehamilan)
- SMK (Sesuai Masa Kehamilan)
2. Asfiksia Berat
- Faktor Ibu
a. Hipertensi
b. Infeksi pada ibu ( TORCH )
c. Diabetes Mellitus
- Faktor Plasenta
a. Solution plasenta
b. Lilitan tali pusat
c. Plasenta previa
- Faktor Janin
a. Fetal distress
b. Letak sungsang
c. Makrosomia
d. Bayi preterm
e. Bayi post term
f. Gemeli
3. Observasi infeksi neonatal
a. Early onset (< 72 jam)
- Infeksi pada ibu (TORCH, TBC, infeksi virus, trikomoniasis, kandidiasis
vaginalis, gonorrhoea, non gonococcal servitis, sifilis, kondiloma akuminata,
ulkus molle, limfogranuloma inguinal)
- Ketuban pecah dini
- Prematur
b. Late onset (>72 jam)
- Infeksi nosokomial
V. DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Neonatus aterm – sesuai masa kehamilan
2. Asfiksia Berat
3. Observasi Neonatal Infeksi
VI. TERAPI
A. Terapi Awal
Medikamentosa
- O2 nasal 2 L/menit
- Infus umbilikal D10 % 6 tpm
- Injeksi Ampisulbactam 2x200 mg iv
- Injeksi Gentamicin 2 x 7,5 mg iv
- Injeksi Ca Gluconas 2 x 1cc ad aqua IV pelan
- Injeksi Gentamicin 2 x 7,5 mg iv
- Dopamin 3 meq/kgbb/jam
Diet
- Tunda diet 12 jam pertama
- Terpasang OGT
B. Terapi Sekarang
Medikamentosa
- O2 nasal 2 L/menit
- Infus umbilikal D10 % 6 tpm
- Injeksi Ampisulbactam 2x200 mg iv
- Injeksi Ca Gluconas 2 x 1cc ad aqua IV pelan
- Injeksi Gentamicin 2 x 7,5 mg iv
- Dopamin 3 meq/kgbb/jam
Diet
- ASI 8x 10 cc (naik bertahap)
VII. PROGRAM
Evaluasi keadaan umum dan tanda vital
Awasi tanda-tanda gangguan pernapasan
Awasi tanda-tanda dehidrasi
Jaga kehangatan
Rawat tali pusat
Bila bayi mulai aktif, menangis keras (+), minum kuat (+) tanda-tanda gangguan
napas (-) coba ASI ad lib
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
IX. USUL
Pemeriksaan darah rutin ulang
pemeriksaan IT rasio
Pemeriksaan GDS ulang (atas indikasi)
Pemeriksaan elektrolit(atas indikasi)
Pemeriksaan Bilirubin ulang (atas indikasi)
Pemeriksaan kultur darah dan uji resistensi (atas indikasi)
X. NASEHAT DI RUMAH
Jaga kehangatanbayi
Perawatan tali pusat
Pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan, berikan 2-3 jam sekali
Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah menyusui. Jika ibu
menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam keadaan bersih dan harus selalu
dicuci serta direbus sebelum digunakan.
Kebanyakan bayi cenderun menghisap udara yang berlebihan sewaktu menyusui. Karena
itu setelah menyusui sendawakan bayi dengan cara meletakkan bayi tegak lurus di
pundak dan tepuk punggungnya perlahan-lahan sampai ia mengeluarkan udara.
Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat pelayanan kesehatan terdekat
untuk memantau tumbuh kembang bayi serta pemberian imunisasi dasar.
Ibu harus menemui dokter secepat mungkin jika bayinya :
Mempunyai masalah bernafas
Merintih
Tampak berwarna kebiruan (sianotik)
Suhu tubuh ≥38°C
Muntah atau buang air besar berlebihan (>3x/hari)
Tersedak atau mengeluarkan ASI dari hidung saat menyusui
Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air kencing maupun beraknya
Kejang
Kontrol ke dokter spesialis mata setelah usia 1 bulan
Kontrol ke dokter spesialis THT setelah usia 2 bulan
Hindari asap rokok di sekitar bayi karena paru-paru bayi masih sangat rentan terhadap
infeksi pernapasan.
TINJAUAN PUSTAKA
NEONATAL INFEKSI
A. Definisi
Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu: early infection (infeksi dini)
dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena infeksi diperoleh dari si ibu
saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat adalah infeksi yang diperoleh dari
lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular dari orang lain
B. Patofisiologi
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3
golongan, yaitu :
1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu
melalui batas plasenta. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke
janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah :
a. Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalic
inclusion
b. Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues )
c. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria
monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta.
Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat
tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.
2. Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah
ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan
lahirnya bayi lebih dari 12 jam), mempunyai peranan penting terhadap timbulnya
plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh
misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin
terjadi dengan inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi pneumonia kongenital
selain itu infeksi dapat menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui
kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan ” oral
trush ”.
3. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang
berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan
alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi
pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena
mortalitas sekali karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi.
C. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis infeksi perianatal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan
dengan observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan akhirnya
dengan pemeriksaan fisik dan laboratarium.
Infeksi lokal pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga
gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis dini dapat ditegakkan
kalau kita cukup wasdpada terhadap kelainan tingkah laku neonatus yang seringkali
merupakan tanda permulaan infeksi umum. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup
selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelaianan kongenital
tertentu, namun tiba – tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa
kelainan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh infeksi.
Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting, terutama pada
bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angka kematian
yang tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi pada bayi tidak khas. Adapun gejala yang
perlu mendapat perhatian yaitu :
- Malas minum
- Bayi tertidur
- Tampak gelisah
- Pernapasan cepat
- Berat badan turun drastic
- Terjadi muntah dan diare
- Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas normal
- Pergerakan aktivitas bayi makin menurun
- Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran hepar,
purpura (bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang
- Terjadi edema
- Sklerema
Ada 2 skoring yang digunakan untuk menentukan diagnosis neonatal infeksi :
a. Bell Squash score
- Partus tindakan (SC, forcep, vacum, sungsang)
- Ketuban tidak normal
- Kelainan bawaan
- Asfiksia
- Preterm
- BBLR
- Infeksi tali pusat
- Riwayat penyakit ibu
- Riwayat penyakit kehamilan
b. Gupte score
Prematuritas 3
Cairan amnion berbau busuk 2
Hasil< 4 observasi NI≥ 4 NI
Hasil3-5Screening NI≥ 5 NI
Ibu demam 2
Asfiksia 2
Partus lama 1
Vagina tidak bersih 2
KPD 1
D. Klasifikasi
Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua golongan
besar, yaitu berat dan infeksi ringan.
a. Infeksi berat ( major infections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diare
epidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.
b. Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum, infeksi
umbilikus ( omfalitis ), moniliasis.
1. Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum sering didahului oleh keadaan hamil dan persalinan
sebelumnya seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatus dengan gejala-gejala
sistemik.
Faktor risiko :
- Persalinan (partus) lama
- Persalinan dengan tindakan
- Infeksi/febris pd ibu
- Air ketuban bau, warna hijau
- KPD lebih dr 18 jam
- Prematuritas & BBLR
- Fetal distress
Tanda & gejala :
- Reflek hisap lemah
- Bayi tampak sakit, tidak aktif, dantampaklemah
- Hipotermia atau hipertermia
- Merintih
- Dapat disertai kejang, pucat, atau ikterusPrinsip pengobatan:
- Pengobatan antibiotika secara empiris dan terapeutik
- Pemeriksaan laboratorium rutin
- Biakan darah dan uji resistensi
- Pemeriksaan lain dapat dilakukan atas indikasi
2. Meningitis pada Neonatus
Tanda dan gejala :
- Sering didahului atau bersamaan dengan sepsis
- Kejang
- UUB menonjol
- Kaku kuduk
Pengobatan :
- Gunakan antibiotic yang dapat menembus sawar otak dan diberikan dalam
minimal 3 minggu
- Pungsi lumbal (atas indikasi)
3. Sindrom Aspirasi Mekonium
SAMterjadi pada intrauterin karena inhalasi mekonium dan sering menyebabkan
kematian terutama bayi dengan BBLR karena reflex menelan dan batuk yang belum
sempurna.
Gejala :
- Pada waktu lahir ditemukan meconium staining
- Letargia
- Malas minum
- Terjadi serangan apnea (Apneu neonatal)
- Dicurigai bila ketuban keruhdan bau
- Rhonki (+)
Pengobatan :
- Laringoskop direct segera setelah lahir bila terdapat meconium staining dan
lakukan suction bila terdapat mekonium pada jalan napas
- Bila setelah di suction rhonki masih (+), pasang ET
- Bila setelah di suction rhonki (-) dilakan resusitasi
- Terapi antibiotika secara empiris dan terapeutik
- Cek darah rutin, BGA, GDS dan foto baby gram
4. Tetanus neonatorum
Etiologi
- Perawatan tali pusat yang tidak steril
- Pembantu persalinan yang tidak steril
Gejala
- Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena kejang otot
rahang dan faring (tenggorok)
- Mulut mencucu seperti mulut ikan (trismus)
- Kekakuan otot menyeluruh (perut keras seperti papan) dan epistotonus
- Tangan mengepal (boxer hand)
- Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan sentuhan
- Kadang-kadang disertai sesak napas dan wajah bayi membiru
Tindakan
- Segera berikan antikonvulsan dan bawa ke Rumah Sakit (hindari pemberian IM
karena dapat merangsang muscular spasm)
- Pasang O2 saat serangan atau bila ada tanda-tanda hipoksia
- Pasang IV line dan OGT
- Pemberian ATS 3000 – 6000 unit IM
- Beri penisilin prokain G 200.000 unit / KgBB / 24 jam IV selama 10 hari
- Rawat tali pusat
- Observasi dilakukan dengan mengurangi sekecil mungkin terjadinya rangsangan
5. Oftalmia Neonatorum
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseriagonorrhoeae saat bayi lewat jalan lahir
Dibagi menjadi 3 stadium
- Stadium infiltrative Berlangsung 1-3 hari. Palpebra bengkak, hiperemi, blefarospasme, mungkin terdapat pseudomembran
- Stadium supuratifBerlangsung 2 – 3 minggu. Gejala tidak begitu hebat, terdapat secret bercampur darah, yang khas secret akan keluar dengan mendadak (muncrat) saat palpebra dibuka
- Stadium konvalesenBerlangsung 2-3 minggu. Secret jauh berkurang, gejala lain tidak begitu hebat lagi.
Penatalaksanaan
- Bayi harus diisolasi
- Bersihkan mata dengan larutan garam fisiologis setiap ¼ jam disusul dengan pemberian salep mata penisilin
- Berikan salep mata penisilin setiap jam selama 3 hari
- Penisilin prokain 50.000 unit/kgbb IM
E. Pencegahan
Prinsip pencegahan infeksi antara lain:o Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir.o Pertimbangkan setiap orang ( termasuk bayi dan staf ) berpotensi menularkan infeksi.o Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol.o Pakai – pakaian pelindung dan sarung tangan.o Gunakan teknik aseptik.o Pegang instrumen tajam dengan hati – hati dan bersihkan dan jika perlu sterilkan atau
desinfeksi instrumen dan peralatan.o Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang sampah.o Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial.
ASFIKSIA NEONATORUM
A. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan
asidosis (IDAI).Sedangkan menurut WHO, asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan ensefalopati
hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik.Bayi yang mengalami episode hipoksia-iskemi
yang signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari berbagai organ, dengan disfungsi
otak sebagai pertimbangan utama.
B. Etiologi dan Faktor Risiko
Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau
anestesia dalam.
b. CPD
c. Penyakit pada ibu
Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
Hipertensi
Infeksi TORCH
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta..Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya kalsifikasi plasenta, solusio plasenta, plasenta previa dan lain-lain.
3. Faktor Janin
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
a. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial.
b. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis
saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
c. Fetal distress
Tabel 3.1 Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum
C. Patofisiologi
1. Fisiologi Janin Memperoleh Oksigen
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan
untuk mengeluarkan karbondioksida.Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin
dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah.Hampir
seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh
darah janin, Sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah
yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta.
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber
utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan
alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen
mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada
sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan
peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi
sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang.
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan
sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus
menurun.
Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi,
duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus
sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke
seluruh jaringan tubuh.
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-
parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam
akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru
merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk
adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru
menjadi kemerahan.
2. Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi
Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau setelah
lahir.Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang
dihadapi setelah persalinan lebih banyak berkaitan dengan jalan nafas dan atau paru-
paru, misalnya sulit menyingkirkan cairan atau benda asing seperti mekonium dari
alveolus, sehingga akan menghambat udara masuk ke dalam paru mengakibatkan
hipoksia. Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan menghambat peningkatan
tekanan darah (hipotensi sistemik).
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ
seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak
tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Walaupun
demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi
miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang
mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari
kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan
jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.
Penelitian menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang
berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen.Setelah periode awal pernapasan
yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer. Rangsangan seperti
mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan pernapasan. Walaupun
demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa
usaha bernapas megap-megap dan kemudian terjadi apnu sekunder, rangsangan saja
tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir.
Gambar 1. Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah selama apnu
Sumber Buku panduan resusitasi neonatus. Edisi ke-5, 2006
Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer.
Tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder (kecuali jika
terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode hipotensi). Bayi dapat berada
pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali keadaan yang membahayakan ini
dimulai sebelum atau selama persalinan.Akibatnya saat lahir, sulit untuk menilai berapa
lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan fisik tidak dapat
membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan yang
ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang
membahayakan itu.
Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera setelah dirangsang, itu adalah
apnu primer. Jika tidak menunjukkan perbaikan apa-apa, ia dalam keadaan apnu
sekunder. Sebagai gambaran umum, semakin lama seorang bayi dalam keadaan apnu
sekunder, semakin lama pula dia bereaksi untuk dapat memulai pernapasan. Walau
demikian, segera setelah ventilasi yang adekuat, hampir sebagian besar bayi baru lahir
akan memperlihatkan gambaran reaksi yang sangat cepat dalam hal peningkatan
frekuensi jantung.
D. Penegakkan Diagnosa
1. Pemeriksaan Fisik
- Bayi tidak bernapas atau menangis
- Denyut jantung kurang dari 100 x / menit
- Tonus otot menurun
- Ditemukan meconium staining
- BBLR / BBLSR / BBLASR
- Reflek fisiologis berkurang atau hilang
Untuk menilai berat ringannya asfiksia neonatorum, menggunakan APGAR score
Score 10 – 8
:
Vigorous
Baby
Score 7 : Asfiksia ringan
Score 6-4 : Asfiksia sedang
Klinis 0 1 2
Appearance Seluruh tubuh biru / putih
Badan merah, kaki biru
Seluruh tubuh merah
Pulse Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Grimace Tidak ada Perubahan mimic Bersin / menangis
Activity Lumpuh Extremitas sedikit fleksi
Gerakan aktif, extremitas fleksi
Resipiration effort Tidak ada Lemah Menangis keras
Score 3-0 : Asfiksia berat
2. Pemeriksaan Penunjang
- Darah rutin, GDS, elektrolit, Bilirubin
- BGA
o PaO2 < 50 mm H2O
o PaCO2 > 55 mm H2
o pH< 7,30
- Baby gram
- USG kepala
E. Resusitasi Neonatus
Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan sangatlah penting
dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu)
membutuhkan persiapan khusus. Bayi prematur memiliki paru imatur yang kemungkinan
lebih sulit diventilasi dan mudah mengalami kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta
memiliki pembuluh darah imatur dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu,
bayi prematur memiliki volume darah sedikit yang meningkatkan risiko syok hipovolemik
dan kulit tipis serta area permukaan tubuh yang luas sehingga mempercepat kehilangan panas
dan rentan terhadap infeksi.
Apabila diperkirakan bayi akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya
sebelumnya dimintakan informed consent. Definisi informed consent adalah persetujuan
tertulis dari penderita atau orangtua/wali nya tentang suatu tindakan medis setelah
mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar
pada bayi dengan depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal gawat
darurat mungkin informed consent dapat ditunda setelah tindakan. Setelah kondisi bayi stabil
namun memerlukan perawatan lanjutan, dokter perlu melakukan informed consent.
Gambar 3.1 Algoritma Resusitasi Bayi Baru Lahir
1. Ventilasi Tekanan Positif
Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi lanjutan bila
semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau frekuensi jantungnya tetap
kurang dari 100x/menit. Sebelum melakukan VTP harus dipastikan tidak ada kelainan
congenital seperti hernia diafragmatika, karena bayi dengan hernia diafragmatika harus
diintubasi terlebih dahulu sebelum mendapat VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat
VTP dalam waktu yang cukup lama, intubasi endotrakeal perlu dilakukan atau
pemasangan selang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra indikasi
penggunaan ventilasi tekanan positif adalah hernia diafragma.
Terdapat beberapa jenis alat yang dapat digunakan untuk melakukan ventilasi
pada bayi baru lahir, masing-masing memiliki cara kerja yang berbeda dengan
keuntungan dan kerugian yang berbeda.
Tabel Perbandingan Jenis Alat untuk Ventilasi Tekanan Positif
Gambar 2. Alat pada VTP
2. Kompresi Dada
Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah
dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac
massage) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke
arah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi
darah ke seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paru-paru diberi
oksigen, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang efektif. Satu
orang menekan dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi.Orang kedua juga bisa
melakukan pemantauan frekuensi jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan
positif. Ventilasi dan kompresi harus dilakukan secara bergantian
Prinsip dasar pada kompresi dada adalah
- Topang bagian belakang bayi dengan leher sedikit tengadah
- Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan diberikan pada 1/3 bawah
tulang dada yang terletak antara processus xiphoideus dan garis khayal yang
menghubungkan kedua puting susu. (Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada
resusitasi bayi baru lahir karena akan menghasilkan puncak sistolik dan perfusi
koroner yang lebih besar.)
Gambar Lokasi Kompresi
- Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada sedalam
kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada, kemudian tekanan dilepaskan untuk
memberi kesempatan jantung terisi. Satu kompresi terdiri dari satu tekanan ke bawah
dan satu pelepasan. Lamanya tekanan ke bawah harus lebih singkat daripada lamanya
pelepasan untuk memberi curah jantung yang maksimal. Ibu jari atau ujung-ujung jari
(tergantung metode yang digunakan) harus tetap bersentuhan dengan dada selama
penekanan dan pelepasan
- Frekuensi : kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi baik, dengan aturan satu
ventilasi diberikan tiap selesai tiga kompresi, dengan frekuensi 30 ventilasi dan 90
kompresi permenit. Satu siklus yang berlangsung selama 2 detik, terdiri dari satu
ventilasi dan tiga kompresi
- Penghentian kompresi:setelah 30 detik, untuk menilai kembali frekuensi jantung.
Frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian dikalikan 10. Jika
frekuensi jantung telah diatas 60 x/menit kompresi dada dihentikan, namun ventilasi
diteruskan dengan kecepatan 40-60 x/menit. Jika frekuensi jantung tetap kurang dari
60 x/menit, maka pemasangan kateter umbilikal untuk memasukkan obat dan
pemberian epinefrin harus dilakukan.
- Jika frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit dan bayi dapat bernapas spontan,
ventilasi tekanan positif dapat dihentikan, tetapi bayi masih mendapat oksigen alir
bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan. Setelah observasi beberapa lama di
kamar bersalin bayi dapat dipindahkan ke ruang perawatan.
3. Intubasi Endotrakeal
Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan resusitasi sesuatu
dengan keadaan, antara lain beberapa keadaan berikut saat resusitasi:
a. Jika terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi pernapasan, maka intubasi
dilakukan sebagai langkah pertama sebelum melakukan tindakan resusitasi yang
lain, untuk membersihkan mekoneum dari jalan napas.
b. Jika ventilasi tekanan positif tidak cukup menghasilkan perbaikan kondisi,
pengembangan dada, atau jika ventilasi tekanan positif berlangsung lebih dari
beberapa menit, dapat dilakukan intubasi untuk membantu memudahkan ventilasi.
c. Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu koordinasi antara
kompresi dada dan ventilasi, serta memaksimalkan efisiensi ventilasi tekanan
positif.
d. Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka cara yang
umum adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui pipa endotrakeal
sambil menunggu akses intravena.
e. Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan pemasangan selang
endotrakeal. Cara pemasangan selang endotrakeal perlu dikuasai diantaranya
melalui pelatihan khusus.
4. Pemberian Obat-obatan
Epinefrin
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit
setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik.
Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena
epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang
diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB)
intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara
intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat.Dosis maksimal diberikan jika
pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.
Volume Ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir
yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan
resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis
ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak
memberikan respon yang adekuat.Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10
menit.Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.Jenis cairan yang diberikan
dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi
golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
Bikarbonat
Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru
lahir yang mendapatkan resusitasi.Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah
baik.Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus
disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.Dosis yang digunakan
adalah 2 mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya
terdapat BicNat dengan konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau
dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak
melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.
Nalokson
Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi
depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam
waktu 4 jam sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus
adekuat dan stabil. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai
sebagai pecandu obat narkotika, sebab akan menyebabkan gejala putus obat pada
sebagian bayi. Cara pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal.Bila perfusi
baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau subkutan.Dosis yang diberikan 0,1
mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4
mg/ml dan 1 mg/ml.
F. Komplikasi
Kelainan yang terjadi akibat hipoksia dapat timbul pada stadium akut dan dapat pula
terlihat beberapa waktu setelah hipoksia berlangsung. Pada keadaan hipoksia akut akan
terjadi redistribusi aliran darah sehingga organ vital seperti otak, jantung, dan kelenjar
adrenal akan mendapatkan aliran yang lebih banyak dibandingkan organ lain seperti kulit,
jaringan muskuloskeletal serta organ-organ rongga abdomen dan rongga toraks lainnya
seperti paru, hati, ginjal, dan traktus gastrointestinal.
Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk menghasilkan energi
bagi metabolisme tubuh menyebabkan terjadinya proses glikolisis anerobik. Produk
sampingan proses tersebut (asam laktat dan piruvat) menimbulkan peningkatan asam organik
tubuh yang berakibat menurunnya pH darah sehingga terjadilah asidosis metabolik.
Perubahan sirkulasi dan metabolisme ini secara bersama-sama akan menyebabkan kerusakan
sel baik sementara ataupun menetap.
Pada bayi kurang bulan, proses hipoksia yang terjadi akan lebih berat dibandingkan
dengan bayi cukup bulan akibat kurang optimalnya faktor redistribusi aliran darah terutama
aliran darah otak, sehingga risiko terjadinya gangguan hipoksik iskemik dan perdarahan
periventrikular lebih tinggi.
Tabel 3.2 Komplikasi Asfiksia Neonatorum
1. Susunan Saraf Pusat
Pada keadaan hipoksia aliran darah ke otak dan jantung lebih dipertahankan dari
pada ke organ tubuh lainnya, namun terjadi perubahan hemodinamik di otak dan
penurunan oksigenisasi sel otak tertentu yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan sel
otak.
Salah satu gangguan akibat hipoksia otak yang paling sering ditemukan pada
masa perinatal adalah ensefalopati hipoksik iskemik (EHI). Pada bayi cukup bulan
keadaan ini timbul saat terjadinya hipoksia akut, sedangkan pada bayi kurang bulan
kelainan lebih sering timbul sekunder pasca hipoksia dan iskemia akut. Manifestasi
gambaran klinik bervariasi tergantung pada lokasi bagian otak yang terkena proses
hipoksia dan iskemianya.
Pada saat timbulnya hipoksia akut atau saat pemulihan pasca hipoksia terjadi
dua proses yang saling berkaitan sebagai penyebab perdarahan peri/intraventrikular.
Pada proses pertama, hipoksia akut yang terjadi menimbulkan vasodilatasi serebral dan
peninggian aliran darah serebral. Keadaan tersebut menimbulkan peninggian tekanan
darah arterial yang bersifat sementara dan proses ini ditemukan pula pada sirkulasi
kapiler di daerah matriks germinal yang mengakibatkan perdarahan. Selanjutnya
keadaan iskemia dapat pula terjadi akibat perdarahan ataupun renjatan pasca
perdarahan yang akan memperberat keadaan penderita. Pada proses kedua, perdarahan
dapat terjadi pada fase pemulihan pasca hipoksia akibat adanya proses reperfusi dan
hipotensi sehingga menimbulkan iskemia di daerah mikrosirkulasi periventrikular yang
berakhir dengan perdarahan.
2. Sistem Pernapasan
Penyebab terjadinya gangguan pernapasan pada bayi penderita asfiksia neonatus
masih belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa teori mengemukakan bahwa hal ini
merupakan akibat langsung hipoksia dan iskemianya atau dapat pula terjadi karena
adanya disfungsi ventrikel kiri, gangguan koagulasi, terjadinya radikal bebas oksigen
ataupun penggunaan ventilasi mekanik dan timbulnya aspirasi mekonium.
3. Sistem Kardiovaskular
Bayi yang mengalami hipoksia berat dapat menderita disfungsi miokardium
yang berakhir dengan payah jantung. Disfungsi miokardium terjadi karena menurunnya
perfusi yang disertai dengan kerusakan sel miokard terutama di daerah subendokardial
dan otot papilaris kedua bilik jantung.Kelainan yang ditemukan bersifat ringan berupa
bising jantung akibat insufisiensi katup atrioventrikuler dan kelainan ekokardiografi
khas yang menunjukkan iskernia miokardium.
4. Sistem Urogenital
Pada sistem urogenital, hipoksia bayi dapat menimbulkan gangguan perfusi dan
dilusi ginjal serta kelainan filtrasi glomerulus. Aliran darah yang kurang menyebabkan
nekrosis tubulus dan perdarahan medula.
5. Sistem Gastrointestinal
Kelainan saluran cerna ini terjadi karena radikal bebas oksigen yang terbentuk
pada penderita hipoksia beserta faktor lain seperti gangguan koagulasi dan hipotensi,
menimbulkan kerusakan epitel dinding usus. Gangguan fungsi yang terjadi dapat
berupa kelainan ringan yang bersifat sementara seperti muntah berulang, gangguan
intoleransi makanan atau adanya darah dalam residu lambung sampai kelainan perforasi
saluran cerna, enterokolitis nekrotikans kolestasis dan nekrosis hepar.
6. Sistem Audiovisual
Gangguan pada fungsi penglihatan dan pendengaran dapat terjadi secara
langsung karena proses hipoksia dan iskemia, ataupun tidak langsung akibat hipoksia
iskernia susunan saraf pusat atau jaras-jaras yang terkait yang menimbulkan kerusakan
pada pusat pendengaran dan penglihatan. Retinopati yang ditemukan ternyata tidak
hanya karena peninggian tekanan oksigen arterial tetapi pada beberapa penderita
disebabkan oleh hipoksemia yang menetap. Selain retinopati, kelainan perdarahan
retina dilaporkan pula pada bayi penderita perinatal hipoksia.
Penelitian jangka panjang dengan alat brainstem auditory evoked responses
yang dilakukan pada bayi dengan riwayat asfiksia, menemukan gangguan fungsi
pendengaran pada sejumlah bayi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Stell BJ. The High –Risk Infant. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Dalam
Kliegman RM,editor. Philadelphia, USA: Saunders 2004; hal 547-559
.
2. Buku Acuan Panduan ASUHAN PERSALINAN NORMAL&INISIASI MENYUSUI DINI.
Edisi 3 (Refisi) Jakarta : Jaringan Pelatihan Klinik, 2007
3. IDAI. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2004.h. 272-276.
4. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar.Jakarta : Depkes RI, 2006; 69-79.
5. Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma, H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko
Tinggi. Cetakan I. Jakarta : EGC.
6. Hassan, Rupeno. Dr., Alatas, Hussein. Dr. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: Bagian IKA-FKUI, Infomedika.
7. Pusponegoro, Hardiono.D., dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 1.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
8. Nelson, Waldo.E.MD., dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 3. Jakarta: EGC.
9. Scwartz, M.William., dkk. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.
10.Gotoff, S.P., Infeksi pada Bayi Baru Lahir, Nelson Textbook of Pediatrics 14 th ed,
Philadelphia: WB Saunders Company. 1992;636-638
Recommended