Cedera Kepala n Medula Spinalis Farah_wendy Prin

Preview:

Citation preview

Trauma Sistem SarafPEMBIMBING:

dr.Usman G Rangkuti, Sp.S

Oleh :

Farah Azizah 092011101003Wendy Yuhardika M.P. 082011101077

BatasanCedera kepala adalah adanya cedera pada tulang-tulang

yang membatasi susunan saraf di kepala serta isinya yaitu otak dan saraf-saraf otak.

Menurut Teasdale yang menjadi persoalan utama adalah apakah pada cedera kepala juga terjadi cedera otak; yang justru menjadikan problem.

Karena itu diberi terminologi “ cedera kranioserebral “

Gangguan yang dapat terjadi pada otak akibat Cedera Kepala adalah :

1. INTRA SEREBRAL :a.Komosio Serebrib.Kontusio Serebric. Edema Serebri Traumatikumd.Laserasi Serebri.

2. EKSTRA SEREBRAL :a.Hematoma Epiduralb.Hematoma Subduralc. Hematoma Subarakhnoid

Pemeriksaan

a. Anamnesa :

Bila dapat anamnesa diambil dari penderita sendiri dan bila tidak dilakukan hetero anamnesa.

Ditanyakan kejadian traumanya, sifatnya, tempat dan kerasnya benturan. Apakah terdapat gangguan kesadaran dan perubahan-perubahan dalam tingkat kesadarannya. Hal ini penting

karena dapat menunjukkan apakah komplikasi intra kranial telah timbul.

b. Pemeriksaan fisik kepala :

Dilihat adanya laserasi kulit atau luka penetrasi.Adanya bercak perdarahan retro aurikular ( Battle sign ) atau disekitar mata (Raccoon eyes) menunjukkan adanya fraktur basis kranii.

Bila ada perdarahan telinga dan hidung dilihat apakah ada likuor ikut keluar (fraktur basis kranii dengan robekan dura).

Fraktur temporal harus curiga kemungkinan perdarahan epidural.

c. Pemeriksaan umum rutin :

Meliputi pemeriksaan penyakit dalam.Dicari juga adanya trauma di tempat lain

seperti torak , leher, abdomen, pelvis dan tungkai atas.

d. Pemeriksaan Neurologi

Cedera kepala merupakan proses yang berubah secara cepat, karena itu perlu pemeriksaan ulang untuk mengetahui terjadinya perubahan.

1. Tingkat kesadaran

Untuk memudahkan observasi kesadaran yang bernilai objektif digunakan GCS.

I. Reaksi membuka mata ( E )

4 = buka mata spontan

3 = buka mata bila di panggil

2 = buka mata bila dirangsang nyeri

1 = tidak buka mata dengan rangsangan apapun

II. Reaksi bicara ( V )

5 = komunikasi verbal baik, jawaban tepat

4 = bingung, disorientasi waktu, tempat dan orang

3 = dengan rangsangan hanya ada kata-kata tapi tak berbentuk kalimat

2 = dengan rangsangan hanya ada suara tapi tak berbentuk kata

1 = tak ada suara dengan rangsangan apapun.

III. Reaksi motorik ( M )

6 = mengikuti perintah

5 = mengetahui tempat rangsangan nyeri dengan menolak rangsangan

4 = dengan rangsangan nyeri menarik anggota badan

3 = dengan rangsangan nyeri timbul reaksi fleksi abnormal

2 = dengan rangsangan nyeri timbul reaksi ekstensi abnormal

1 = dengan rangsangan nyeri tak ada reaksi

2. Pemeriksaan mata :

- Dicatat ukuran, bentuk dan reaksi pupil terhadap cahaya. Pupil yang responnya lambat atau dilatasi dicurigai

adanya herniasi uncus (tentorium) yang menekan N III

Juga harus dicatat gerak bola mata spontan. Deviasi ke satu sisi menunjukkan lesi di pusat gerak mata bersama di korteks. Bola mata di tengah tak bergerak menunjukkan lesi batang otak setinggi Pons- Mesensefalon.

3. Fungsi motorik : Bila kesadaran menurun, fungsi motorik dapat dilihat

dengan memberi rangsangan nyeri mencubit dada atau ekstremitas bagian distal ( kuku ) dan dicatat respon yang terbaik.

Sikap fleksor menunjukkan kerusakan pada hemisfer otak dan diensefalon, sedangkan sikap ekstensor menunjukkan lesi batang otak setinggi mesensefalon dan pons.

Flaksid menunjukkan lesi setinggi pons – medulla oblongata.

4. Pola Pernafasan :

Dapat menunjukkan level kerusakan otak.

• Cheyne – Stokes menunjukkan lesi setinggi diensefalon

• Hiperventilasi menunjukkan lesi setinggi mesensefalon

• Apnestik menunjukkan lesi setinggi pons• Ataksik menunjukkan lesi setinggi medula

oblongata• Apneu menunjukkan telah terjadi brain death.

Pemeriksaan Tambahan : - X foto tengkorak- CT Scan kepala.

INTRASEREBRAL

Komosio Serebri- Benturan kepala tek. dalam rongga tersalur ke for. Magnum batang otak

- Tidak timbulkan memar, gangguan fungsi brainstem, likuor serebrospinal(N),

- Gx : kesadaran menurun < 15 menit ( TD, N, t mungkin menurun / normal)sadar → nyeri, muntah (+/-)amnesia retrograd (+/-)EEG normal

Kontusio Serebri

- Kerusakan jaringan otak disertai perdarahan-perdarahan yang secara maskroskopis tidak mengganggu kontinuitas jaringan o.k trauma kapitis

- Merupakan perdarahan kecil/ptechie akibat pecahnya pembuluh darah kapiler. Hal ini bersama-sama dengan rusaknya jaringan saraf/otak sehingga menyebabkan edema jaringan otak di sekitarnya

• Gx : - pingsan (hari s/d minggu) - Kesadaran menurun lebih dari 15 menit

- Amnesia retrograd dan amnesia post traumatik - Ada gejala neurologis/psikis ~ daerah luka dan luasnya

lesi - CT scan : terdapat perdarahan kecil-kecil di jaringan otak

Edema Serebri Traumatik

• Pada keadaan ini otak membengkak sehingga menimbulkan gejala-gejala TIK yang meninggi.

• Tekanan darah dapat naik, nadi melambat, muntah.

• Gejalanya menyerupai komosio serebri, hanya lebih berat.

• Pingsan dapat terjadi lebih lama namun kerusakan jaringan otak tidak ada, cairan otak normal.

Laserasi Serebri

• Keadaan ini menyerupai kontusio serebri, namun lebih berat karena secara patologis telah terjadi putusnya atau terganggunya kontinuitas jaringan otak.

• Gejala lebih berat karena perdarahan yang terjadi pada jaringan otak lebih banyak.

• Prognosa menjadi lebih buruk.

EKSTRA SEREBRAL

Epidural Hematom

definisi

• Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural

• 70-80% di regio temporal dan temporoparietal, tapi bisa juga terjadi di frontal dan occipital

Etiologi

• trauma kepala fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah

Anatomi

PATOFISIOLOGI

• Perdarahan epidural (banyak dari arteri) hematom epidural melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam bagian medial lobus mengalami herniasi TIK ↑

• Sumber perdarahan : • Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )• Sinus duramatis• Diploe

GAMBARAN KLINIS• Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara

progresif. seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga dan juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga.

• Gejala yang sering tampak :• Penurunan kesadaran, bisa sampai koma• Penglihatan kabur• Nyeri kepala yang hebat• Keluar cairan darah dari hidung atau telinga• Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.• Mual• Pusing • Hemiparese kontralateral• Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar

GAMBARAN RADIOLOGIDengan CT-scan &MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah

dikenaliFoto Polos Kepala

tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematomauntuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria

meningea mediaComputed Tomography (CT-Scan)

biasanya single tetapi dapat pula bilateral, bikonvekspaling sering di temporoparietalhiperdensberbatas tegasmidline terdorong ke sisi kontralateralTerdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma

Magnetic Resonance Imaging (MRI)massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada

diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi.

•Tekanan intra kranial meninggi :

Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematoma intrakranial atauhidrosefalus. Untuk menurunkan TIK dapat dilakukan sbb :

1.Terapi diuretik :- Diuretik osmotik ( manitol 20 % ) ,

bekerja dengan menarik air dari jaringan otak normal ke dalam ruang intravaskular. Bila tak terjadi diuresis pemberiannya dihentikan.

- Cara pemberian : Bolus 0,5 – 1 g/ kg BB dalam 20 menit, dilanjutkan

0,25 – 0,5 g/ kg BB setiap 6 jam.

- Loop diuretik ( furosemid ) ; efek menghambat pembentukan cairan serebrospinal,dan menarik cairan interstitial pada edema serebri.

Dosis 40 mg / hr i.v.

2.Steroid : Berkhasiat mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan tetapi manfaatnya pada cedera kronioserebral tidak terbukti, oleh karena itu sekarang tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala.

3.Posisi tidur ; Penderita cedera kepala berat dimana TIK

tinggi, posisi tidurnya bagian kepala ditinggikan 20 –30 derajad, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan fleksi atau laterofleksi, supaya vena leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi lancar.

a.Keseimbangan cairan elektrolit.Pada saat awal, pemasukan cairan dikurangi

untuk mencegah bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan 1500 – 2000 ml / hr diberikan

perentral, sebaiknya dengan cairan koloid.

Pada awalnya dapat diberikan cairan kristaloid seperti NaCl 0,9 % atau ringer laktat, jangan diberikan

cairan yang mengandung glukosa oleh karenhiperglikemi dapat menambah edema serebri.

Keseimbangan cairan tercapai bila tekanan darah stabil normal, takhikardi kembali normal dan volume

urin normal > 30 ml / jam.

f.Nutrisi :

Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2 – 2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein.

Proses ini terjadi antara lain oleh karenameningkatnya kadar efinefrin dan norefinefrin dalam darah, dan akan bertambah bila ada demam.

Setelah 3-4 hari dengan cairan parenteral pemberian cairan nutrisi peroral dimulai sebanyak 2000-3000 kalori / hari.

g. Epilepsi / kejang.

Epilepsi yang terjadi pada minggu pertama setelah trauma disebut early epilepsy, dan yang terjadi setelah minggu pertama disebut late epilepsy.

Early epilepsy lebih sering timbul pada anak-anak, pada orang dewasa jarang terjadi kecuali jika ada fraktur impresi, hematoma intrakranial.

Pengobatan : • Kejang pertama : fenitoin 200 mg per oral ,

dilanjutkan 3-4 kali 100mg / hr

• Status epileptikus : - Diazepam 10 mg i.v, dapat diulang dalam 15 mnt. Bila cenderung berulang 50 – 100 mg / 500 ml NaCl 0,9 % dengan tetesan

< 40 mg/jam. - Fenitoin bolus 18 mg / kg BB i.v pelan-pelan paling cepat 50 mg / menit.; dilanjutkan dengan 200 – 500 mg / hr iv atau oral.

Terapi Operatif

indikasi pembedahan: Volume hematom > 30 cc, tanpa melihat GCS

Volume < 30 cc dan ketebalan < 15 mm dan midline shift < 5 mm dengan GCS > 8 tanpa defisit fokal dapat dilakukan penatalaksanaan non operatif dengan CT Scan serial dan observasi neurologis secara ketat

Subdural Hematom (SDH)

Definisi SDH

• SDH adalah perdarahan yang terjadi dalam rongga di antara duramater dan subaraknoid.

• Lebih sering ditemukan daripada Epidural Hematom (EDH), dengan mortalitas 60 – 70 %.

Patofisiologi Akselerasi dan deselerasi

robeknya vena drainase (bridging veins) yang berjalan melintang di antara rongga subdural

Perdarahan

Peningkatan TIK

Patofisiologi

Patofisiologi

• Selain itu, ketika terjadi cedera yang menimbulkan robeknya dura-mater dan subaraknoid-mater, timbul suatu membran / kapsul baru (neomembran) yang berisi pembuluh-pembuluh vaskuler yang rapuh dan sifatnya hemorrhagic. Membran ini juga bersifat osmotik dan dapat berkembang semakin membesar, sehingga dapat menekan jaringan otak. Hal ini biasa terjadi pada SDH kronis.

EtiologiAkut / Subakut

• Trauma kepala;• Koagulopati /obat antikoagulasi

(warfarin, hemofili,penyakit liver, trombositopenia;

• Non trauma perdarahan intracranial (aneurisma serebri, malformasi arteri dan vena, tumor (meningioma atau metastase dural);

• Post pembedahan (kraniotomi, CSF shunting)

• Hipotensi intracranial (seperti setelah pungsi lumbal)

• Spontan atau idiopatik

Kronik

• Trauma kepala (mungkin telah disertai dengan atrofi otak);

• Faktor resiko tinggi3 :• Alkoholism kronik (menyebabkan

koagulopati)• Epilepsi• Koagulopati,hemofili (bleeding time

yang memanjang)• Kista arachnoid• Antikoagulan terapi (ex: aspirin,

ibuprofen)• Penyakit kardiovaskular (hipertensi,

aterosklerosis)• Trombositopenia• Diabetes mellitus• Usia yang sangat muda atau lansia

Gejala Klinis• Tergantung pada besarnya hematoma yang timbul

dan derajad kerusakan parenkim pada otak.

Gejala Klinis

• penurunan kesadaran• pupil anisokor (lesi ipsilateral)• defisit neurologis (lesi kontralateral)• sakit kepala• mual – muntah• vertigo• papil edema• kaku kuduk• koma

Pemeriksaan Penunjang

• Angiografi Serebraluntuk melihat gambaran deviasi struktur tengah (midline shift) pembuluh vaskuler

• CT-ScanCT-Scan wajib dilaksanakan pada kasus-kasus emergensi cedera kepala, khususnya bila dicurigai adanya perdarahan intrakranial.

• MRI

Gambaran Radiologis (CT-Scan)

Gambaran pada pemeriksaan CT-Scan dapat diklasifikasikan secara kronologis :

• Fase Akut (1 – 3 hari post trauma)terdapat daerah hiperdens berbentuk ‘crescent moon’

Gambaran Radiologis (CT-scan)

• Fase Subakut (4 – 21 hari post trauma)berupa campuran hiper, iso, atau hipodense.

• Fase Kronis (>21 hari post trauma)berupa gambaran hipodense.

Penatalaksanaan• Primary survey stabilisasi ABCDE• Secondary survey anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang, monitoring• Terapi

– Simptomatis• Cairan isotonis (RL, NaCl) / D5 ½ saline 1,5 cc /kg BB / Jam• Analgesik ketorolac• Antibiotik Sefalosporin generasi III• H2 blocker Ranitidin• Anti kejang diazepam, fenitoin• Neurotropik piracetam• Manitol (bila muncul tanda penigkatan TIK)• NGT (bila perlu), DK

– Definitif ( pembedahan)

Terapi definitif

• Pembedahan Trepanasi– Status neurologis

• Penurunan status neurologis• Tanda-tanda herniasi• Tanda-tanda penekanan batang otak• Masih terdapat reflex batang otak

– Status radiologis• lesi > 1 cm, pergeseran midline shift > 5mm

(European Brain Injury commition, 2009)

Menurunkan TIK, Evakuasi hematom, menghentikan sumber perdarahan, dekompresi

Prognosis

Faktor – faktor penunjang prognosis adalah :1. Besarnya hematoma2. Derajat kerusakan parenkim otak3. Kerusakan – kerusakan di luar lesi4. Penanganan yang baik dan tepat waktu

(evakuasi kurang dari 4 jam). Baik pada fase akut, subakut,ataupun kronis

Prognosis

• Fase Akutmortalitas 50% dan dapat semakin meningkat sesuai dengan tambahnya usia.

• Fase Kroniktergantung pada diagnosis dini, bila cepat dan dapat ditangani maka tingkat mortalitasnya bisa rendah.

Hematoma Subarakhnoid

Perdarahan yang terjadi karena robeknya pembuluh darah yang berjalan di dalam rongga subarakhnoid sehingga darah terkumpul dan bercampur dengan

cairan otak dan akan merangsang meningen sehingga timbul kaku kuduk.

CEDERA MEDULA SPINALIS

www.themegallery.com

MEDULA SPINALIS

AnatomiMedula spinalis merupakan kolum silindris setebal

pensil yang berada di dalam kolum vertebra dengan diameter sebesar kira-kira jari telunjuk.

Medula spinalis tersusun dari 31 pasang saraf spinalis :• 8 pasang saraf servikal• 12 pasang saraf torakal• 5 pasang saraf lumbal• 5 pasang saraf sacral• 1 pasang saraf koksigeal

www.themegallery.com

www.themegallery.com

www.themegallery.com

www.themegallery.com

Gangguan Medula Spinalis

Kerusakan medulla spinalis secara garis besar memberikan gejala sbb :•1. Gangguan motorik ;

– Setinggi segmen, ditemukan kelumpuhan flaksid dan atrofi– Di bawah segmen, ditemukan kelumpuhan spastic– Kerusakan segmen servikal, menyebabkan tetraparese / plegi– Kerusakan segmen torakal sampai lumbal, menyebabkan

paraparese / plegi– Kerusakan segmen sakral, menyebabkan gangguan miksi,

defekasi tanpa paraparese / plegi•2. Gangguan sensorik ; Ditemukan gangguan hipo / anestesia mulai setinggi segmen yang terganggu di bawah•3. Gangguan otonom; berupa retensi urin dan inkontinensia alvi.

www.themegallery.com

Gangguan Medula Spinalis

Tumor

Cedera

Gg. Medula Spinalis

Infeksi danPeradangan

www.themegallery.com

I. Cedera Medula SpinalisPermanent• Memar ( kontusio ) / kompresi ( fraktur, dislokasi, luksasi,

hematom )

Sementara• Edema temporer ( komosio ) yang dapat pulih kembali

Cedera Unilateral :– Gangguan motorik ipsilateral dan gangguan sensasi nyeri,

suhu kontralateral– Gangguan Kolumna posterior meninmbulkan gangguan

sensasi getar ipsilateral– Cedera kuadran anterior ( karena pergesarn discus

intervertebralis fragmen, fraktur corpus vertebrae ) : gangguan sensasi nyeri dan suhu dibawah tingkat

– lesi disertai gangguan motorik. Sensasi getar dan posisi biasanya tetap utuh.

– Pergeseran fragmen discus intervertebralis atau fragmen fraktur korpus vertebra dapat mencederai kuadran anterior medulla spinalis; dalam hal ini sensasi nyeri dan suhu dibawah tingkat lesi akan terganggu bilateral dan disertai gangguan motorik.

Sensasi getar dan posisi biasanya tetap utuh.

Etiologi KLL (50%), jatuh (20%), gun shot(15%)

Mekanisme :

a. Fraktur vertebrae

b. Dislokasi

c. Penetrasi luka

d. EDH Spinal

e. SDH Spinal

f. Perlukaan tidak langsung dari spinal cord

g. Perlukaan intermedular

PATOFISIOLOGITruma injury spasme AR hilang kerusakan arterior & greymatter hemorage pelepasan efinefrin, endorfin

ensefalirPenaikan exitator, aspartat & glutamat aktivasi reseptor AA

exitator depolarisasi membran inaktivasi pompa Na-k cegah repolarisasi

influx cepat Ca2+ aktivasi ATPase konsumsi ATP penurunan cadangan E penurunan availabilitas O2

iskemiaktivasi fosfolipase & pelepasan asam arachnoidinat pmbntukan liperoxidase & radical bebas

kerusakan mitokondria, gagal metabolisme RE & kematian neuron

- Iskemia hilangnya integritas

-Endothelial edema

spinal cord

Gambaran KlinikPerlukaan dapat mengenai dan berupa :

a. Radix Saraf

Gx bervariasi

Nyeri & parestesi sesuai dermatom s/d fasikulasi dan hilang sensibilitas total

b. Kompresi spinal

- Flaccid paralisis & hilang sensibilitas di bawah lesi ( spinal shock ) menghilang (hari/mgg) nyeri radikuler & paraparese spastic di bawah lesi

c. Brown sequard syndrome

Brown-Sequard sindrom adalah akibat hemilesi medulla spinalis.

Manifestasi klinisnya adalah :1. kelumpuhan LMN ipsilateral setinggi lesi2 defisit sensorik ipsilateral setinggi lesi3. kelumpuhan UMN ipsilateral dibawah tingkat lesi4. defisit proprioseptif ( getaran, posisi, gerakan )

ipsilateral dibawah lesi5. deficit protopatik ( nyeri, suhu, perabaan ) kontralateral

dibawah lesi.

d. Hematomyelia

Hemoragis akut dari gray matter cerebri ke spinal cord sebagai komplikasi trauma langsung/ tidak langsung

- Nyeri mendadak pada tempat lesi diikuti paralisis

- Hilang rasa nyeri dan suhu pada dermatom yang terkena

PENATALAKSANAAN

PRINSIP DASAR1. Lesi tidak stabil resiko kerusakan lebih jauh

operasi fiksasi imobilisasi (skull, traction, halo/plester jacket)

2. Tidak ada bukti bahwa dekompresi lesi (ant./post) memperbaiki keluaran neurologis

3. Bila terdapat px dengan fungsi saraf spinal (N) atau lesi saraf spinal tidak komplit deteorisasi progresif butuh Operasi dekompresi

ACUTE TREATMENTUntuk a. Fraktur cervical & upper thoracic spine

- gerakan seminimal mungkin- posisi transport px : cervical collar, supine- analgetik adekuat- cek distensi VU (pasang cateter k/p)

b. Fraktur dislokasi lower thoracic & lumbal spine- pertahankan tetap extensi dengan memberi gulungan handuk/bantalan di daerah lumbal- transport px dalam prone position (pertahankan extensi ringan spinal)

MEDICAL MANAGEMENT of SPINAL

1. Infus 15’ 1 g methylprednisolone (dalam 8 jam trauma) diikuti 45’ (5,4 mg/kg BB/jam u/23 jam)

2. NaloxoneReseptor opiate antagonist (restricting spinal cord injury)

3. Intubasi4. Monitoring cardiac5. Terapi ilusparalitic

gastric conten, keseimbangan cairan dan elektrolit6. Pencegahan Gastriculour

sucralfate lebih dipilih (resiko peneumonia <<) 1 g/6 jam : Ha blockerPerdarahan lambung di tx dengan : GC, antacida, transfusi

7. Perhatikan nutrisi8. Pemasangan kateter9. Cegah dekubitus10. The flexor spasme

Adanya flexor spasme di extremitas Inf mengesankan komplikasi dari paraparese atau paraplegiBerespon dengan pemberian baclofen (krioresal), tiranidin (zanaflex, diasepam (valium)

11. Heparin 5000 U/12 jam cegah deep venous trombosis & menurunnya resiko emboli pulmonum

Terima Kasih