View
16
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Hubdam Asrama
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Tgl. Masuk RS : 06 Februari 2013
Tgl Periksa : 08 Februari 2013
1.2 ANAMNESIS (Autoanamnesis)
a. Keluhan Utama : Sesak nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 6 Februari 2012, pasien datang ke IGD RST,
dengan keluhan sesak nafas setelah melakukan cuci darah sekitar ± 1 hari
yang lalu, sesak kambuh pada malam harinya disertai berdebar-debar dan
batuk yang terus-menerus, sehingga pasien tidak bisa tidur. Sesak tidak
dipengaruhi aktifitas, tidak disertai nyeri dada dan keringat dingin, pasien
tidur menggunakan 2 bantal. Sebelumnya sesak kambuh jika pasien
banyak minum air dan telat cuci darah, terdapat mual muntah serta gatal
pada kulit, tidak terdapat demam. BAB normal, BAK sedikit, nafsu makan
menurun.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat tekanan darah tinggi (+) tidak terkontrol sejak ± 1 tahun
yang lalu (anamnesa)
- Riwayat penyakit kencing manis disangkal
- Penyakit gagal ginjal diketahui sejak ± 3 bulan yang lalu dengan
keluhan yang sama, dan cuci darah 2x seminggu.
.
1
e. Riwayat Penyakit Keluarga : - Riwayat penyakit yang sama
disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi
disangkal
f. Anamnesa status gizi :
Pasien suka minum jamu dan minuman bersoda sebelum dinyatakan
menderita sakit gagal ginjal ± 5tahun. Pasien jarang minum air putih dan
menyangkal memiliki alergi terhadap makanan tertentu.
1.3 PEMERIKSAAN FISIK.
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang dan pucat
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : T : 190/140 mmHg
R : 40 x/menit (kusmaul)
N : 106 x/menit (regular, equal)
S : 36,5 O C
Status Gizi : TB : 156 cm BMI : 19,72 kg/m2
BB : 48 kg (Normoweight)
Status Generalis
1. Pemeriksaan Kepala
- Bentuk Kepala : bulat, simetris.
- Rambut : Warna hitam, tipis, tidak mudah rontok
- Nyeri Tekan : Tidak ada
2. Pemeriksaan Mata
- Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)
- Konjunctiva : Anemis (+/+)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor Ø 2 mm
3. Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)
4. Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-),
rinore (-/-)
2
5. Pemeriksaan Mulut
dan Faring
: Bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-), bibir
kering (-), lidah kotor (-), tremor (-), ikterik (-)
tonsil : dbn.
6. Pemeriksaan Leher
- Trakea : Deviasi trakea (-)
- Kelenjar Tiroid : Tidak membesar
- Kelenjar
lymphonodi
: Tidak membesar, nyeri (-)
- JVP : Tidak meningkat
7. Pemeriksaan Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
- Palpasi : Gerak napas dan vokal fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor pada kudua pulmo
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler berkurang
Suara tambahan Ronki -/- Wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
- palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI Midaxilar Line
Anterior Sinistra
- Perkusi : Batas jantung
Batas kiri ICS VI Midaxilar Line Anterior
Sinistra
Batas kanan Midclavicula Line Dextra
Pinggang
jantung
SIC II LSB
- Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, bising (-)
3
8. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Flat simetris, darm steifung (-), darm contour (-),
penonjolan (-)
- Auskultasi : Peristaltik usus (+) N
- Palpasi : Supel, defans muskuler (-), nyeri tekan (-), Hepar /
Lien sulit dinilai, undulasi (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
9 Pemeriksaan Ekstremitas
- Superior : Deformitas (-), jari tabuh (-), ikterik (-), sianosis (-),
oedem (-)
- Inferior : Deformitas (-), ikterik (-), sianosis (-), oedem (+)
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
04 Februari 2013 06 Februari 2013
Hb : 6,0 mg/dl Hb : 6,0 mg/dl
PCV : 18,2 Leukosit : 7.200 /cmm
GDS : 131 mg/dl Trombosit : 126.000
Kolesterol : 174 mg/dl PCV : 18,0
Ureum : 103 mg/dl GDS : 99 mg/dl
Creatinin : 10,18 mg/dl Ureum : 80 mg/dl
SGOT : 13 U/L Creatinin : 7,90
SGPT : 24 U/L Natrium : 143,3 mmol/L
Kalium : 4,31 mmol/L
Chlorida : 103,4 mmol/L
Rontgen thorax- Ukuran jantung membesar (CTR 58%)- Gambaran butterfly appearance pada paru
1.5 DIAGNOSIS KERJA
Chronic Kidney Disease (CKD) grade 5 dengan hipertensi grade II, CHF grade I
(NYHA), dan Anemia.
4
1.6 TERAPI a. Non farmakologis
Diet rendah protein
b. Farmakologis
O2 4L/menit
IVFD NS asnet
ISDN 3x1
Furosemid 3x1
Ceftriaxone 2x1
Valsartan 2x1
Asam folat 2 x 1
Hemodialisa
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENDAHULUAN
Penyakit Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi
dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal
ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
yang ireversibel pada suatu saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal.1 Glomerulonefritis dalam beberapa
bentuknya merupakan penyebab paling banyak yang mengawali gagal ginjal
kronik. Kemungkinan disebabkan oleh terapi glomerulonefritis yang agresif dan
disebabkan oleh perubahan praktek program penyakit ginjal tahap akhir yang
diterima pasien, diabetes mellitus dan hipertensi sekarang adalah penyebab utama
gagal ginjal kronik.2
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan
hebatnya tanda dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien
yang lain, tergantung paling tidak sebagian pada besarnya penurunan massa
ginjal yang masih berfungsi dan kecepatan hilangnya fungsi ginjal.1,2
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain1 :
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah dan urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3 bulan
dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat kerusakan
ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m²,
tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.
6
2.2 KLASIFIKASI1
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar
derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat
penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus
Kockcorft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan *
72x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m²)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ > 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15- 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis
Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular(penyakit otoimun,
infeksi sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vascular (penyakit pembuluh
darah besar, hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis
kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
7
2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara
berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta
penduduk pertahun.1,2
2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron
secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi
“kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan
tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan
aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan
konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut.
Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai
oleh growth factor seperti transforming growth factor ß. Beberapa hal yang juga
dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.1,2
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit
ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan
mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan
tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%,
mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu
makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%,
8
pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,
mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti
infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga
akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG
dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal.1
2.5 PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Gambaran Klinis 1,3,4,5
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeks
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus
Eritomatosus Sistemik (LES),dll.
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, khlorida).
Gambaran Laboratorium 1,3,4,5
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk
memperkirakan fungsi ginjal.
9
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria.
Gambaran Radiologis 1,3,4,5
Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi.
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa
kalsifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
2.6 PENATALAKSANAAN
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan
derajatnya, dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya
Derajat LFG(ml/mnt/1,73m²) Rencana tatalaksana
1 > 90 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
pemburukan (progession) fungsi ginjal,
memperkecil resiko kardiovaskuler
2 60-89 menghambat pemburukan (progession) fungsi
ginjal
3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 terapi pengganti ginjal
10
Terapi Nonfarmakologis: 1,5
a. Pengaturan asupan protein:
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt,
sedangkan diatas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu
dianjurkan. protein diberikan 0,6 - 0,8/kgBB/hari, yang 0,35 - 0,50 gr diantaranya
merupakan protein biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35
kkal/kgBB/hari, dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi
pasien. bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat
ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak
disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang
terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, fosfat, dan ion unorganik lain juga diekskresikan
melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien dengan
Penyakit Ginjal Kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan
ion organik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic yang disebut
uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan
berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein
berlebih (protein overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal
berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus
hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal.
Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat,
karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan
fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.
Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit GGK
LFG
ml/menit
Asupan protein g/kg/hari
>60 tidak dianjurkan
25-60 0,6-0,8/kg/hari
5-25 0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam amino esensial atau asam
keton
<60 0,8/kg/hari(=1 gr protein /g proteinuria atau 0,3 g/kg tambahan
asam amino esensial atau asam keton.
11
b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari
c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
g. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari
h. Kalsium: 1400-1600 mg/hari
i. Besi: 10-18mg/hari
j. Magnesium: 200-300 mg/hari
k. Asam folat pasien HD: 5mg
l. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)
Terapi Farmakologis 1,2,3,4:
a. Kontrol tekanan darah
- Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi kreatinin
dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul
hiperkalemia harus dihentikan.
- Penghambat kalsium
- Diuretik
b. Kontrol gula darah
Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan
obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe
1 0,2% diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.
c. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
Anemia terjadi pada 80 - 90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada
penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal - hal
lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi,
kehilangan darah (misal, perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup
eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,
penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun
kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin ≤ 10 % atau
12
hematokrit ≤ 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi, mencari sumber
perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain
sebagainya. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat
mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi
ginjal.
d. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang sering
terjadi. Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara mengatasi
hiperfosfatemia dan pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat
absorbs fosfat di saluran cerna. Dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal
ginjal juga ikut berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia.
e. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
f. Koreksi hiperkalemia
Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium.
Pembatasan kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia
jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obatan yang mengandung
kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus
dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium
dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium
yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema
yang terjadi.
g. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan
statin
h. Terapi ginjal pengganti.
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 mL/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.
2.7 KOMPLIKASI
13
Komplikasi yang dapat timbul pada Penyakit Gagal Ginjal Kronik adalah
Penyakit kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan
elektrolit, osteodistrofi renal dan anemia.
BAB III
14
PEMBAHASAN
Pada pasien ini, diagnosis Penyakit Ginjal Kronik dapat ditegakkan dari
manifestasi klinik yang ada pada penderita yaitu mual dan pusing yang merupakan
tanda tanda uremia, tampak anemis dan pucat. Dari hasil pemeriksaan darah, ureum
dan creatinin penderita sangat meningkat sekali dengan hasil ureum 103 mg/dl dan
Creatinin 10,18 mg/dl.
Dari anamnesis, kemungkinan penyebab gagal ginjal yang terjadi pada pasien
disebabkan kebiasaan hidup pasien yang sering minum jamu dan minuman bersoda.
Akibat paparan zat diatas yang bersifat nefrotoksik akan menimbulkan kerusakan
masa nefron. Seringnya mengkonsumsi obat obat pengurang rasa sakit mungkin
mempercepat perburukan ginjal pada pasien.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan *
72x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Berdasarkan rumus diatas dan dengan memasukkan data pemeriksaan yang
ada pada pasien maka didapatkan hasil LFG penderita sebesar 5,77 ml/menit/1,73m².
Hasil LFG penderita ini sudah masuk kedalam Penyakit Ginjal Kronik stadium 5.
Treatment yang didapatkan penderita bersifat simtomatik untuk mengurangi
gejala yang ada dan mengatasi beberapa komplikasi yang terjadi akibat Penyakit
Gagal Ginjal Kronik itu sendiri seperti asam folat untuk anemia, ACE inhibitor untuk
mengontrol hipertensi, Osteocal untuk mencegah osteodistrofi renal. Jika dilihat dari
hasil LFG pasien ini, terapi pangganti ginjal sudah merupakan indikasi. Terapi
pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 mL/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis,
peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.
15
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pasien tersebut menderita penyakit ginjal kronis stadium V
2. Terapi yang dianjurkan yaitu terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis,
dialysis peritoneal atau transplantasi ginjal.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra, K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hlm 581-584.
2. Brenner, B.M., Lazarus, J.M. 2000. Gagal Ginjal Kronik. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. Jakarta : EGC. Hlm 1435-1443.
3. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri,R., et al. 2002. Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Hlm 531-534.
4. Suhardjono, Lydia, A., Kapojos, E.J., et al. 2001. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta : FKUI. Hlm 427-434.
5. Tierney LM, et al. 2003. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
17
Recommended