View
40
Download
10
Category
Preview:
DESCRIPTION
dbd
Citation preview
Penurunan Kesadaran, Demam Lima Hari Disertai Gejala
Syok
Siti Noraishah Bt. Omar
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
Jalan Arjuna Utara no 6 – Jakarta Barat 11470
nor_aishah91@yahoo.com.my
I. PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular
yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering
menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun
1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia penyakit ini
pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58
orang dengan kematian 24 orang (41,3%). Selanjutnya sejak saat itu penyakit Demam
Berdarah Dengue cenderung menyebar ke seluruh tanah air Indonesia dan mencapai
puncaknya pada tahun 1988 dengan insidens rate mencapai 13,45 % per 100.000
1
penduduk. Keadaan ini erat kaitannya dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan
sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transpotasi.1
Seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit Demam
Berdarah Dengue karena virus penyebab clan nyamuk penularnya tersebar luas baik di
rumah maupun tempat- tempat umum, kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter
diatas permukaan laut. Pada saat ini seluruh propinsi di Indonesia sudah terjangkit
penyakit ini baik di kota maupun desa terutama yang padat penduduknya dan arus
transportasinya lancar. Menurut laporan Ditjen PPM clan PLP penyakit ini telah tersebar
di 27 propinsi di Indonesia. Dari 300 kabupaten di 27 propinsi pada tahun 1989 (awal
Pelita V ) tercatat angka kejadian sebesar 6,9 % dan pada akhir Pelita V meningkat
menjadi 9,2 %. Pada kurun waktu yang sama angka kematian tercatat sebesar 4,5 %.2
Sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan
vaksin untuk mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue belum tersedia. Cara yang
tepat guna untuk menanggulangi penyakit ini secara tuntas adalah memberantas
vektor/nyamuk penular. Vektor Demam Berdarah Dengue mempunyai tempat
perkembangbiakan yakni di lingkungan tempat tinggal manusia terutama di dalam stan
diluar rumah. Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak di tempat penampungan air
seperti bak mandi, drum, tempayan dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang
seperti kaleng bekas, tempurung kelapa , dan lain-lain yang dibuang sembarangan.
Pemberantasan vektor Demam Berdarah Dengue dilaksanakan dengan memberantas
sarang nyamuk untuk membasmi jentik nyamuk Aedes aegypti. Mengingat nyamuk
Aedes aegypti tersebar luas diseluruh tanah air baik dirumah maupun tempat-tempat
umum, maka untuk memberantasnya diperlukan peran serta seluruh masyarakat. 1
2
II. ANAMNESIS
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam
keadaan tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis
dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-
dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah
yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan
beberapa hal mengenai hal-hal berikut: 1
1) Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien
(kemungkinan diagnosis)
2) Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya
keluhan pasien (diagnosis banding)
3) Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko).
4) Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5) Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien
(faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6) Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk
menentukan diagnosisnya.
3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli
medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan
membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Pemeriksaan nadi:
Nadi pasien mula-mula cepat kemudian menjadi normal dan melambat pada hari
ke 4 dan ke 5.
Bradikardi dapat menetap selama beberapa hari selama masa penyembuhan.
Dapat ditemukan lidah kotor dan kesulitan buang air besar. Pada mata dapat
ditemukan pembengkakan, injeksi konjungtiva, lakrimasi dan fotofobia. Eksantem dapat
muncul di awal demam yang terlihat jelas di muka dan dada, berlangsung beberapa jam
lalu akan muncul kembali pada hari ke 3-6 berupa bercak ptekiae di lengan dan kaki
seluruh tubuh. Pada demam berdarah dapat terjadi gejala perdarahan pada hari ke 3 atau
ke 5 berupa ptekiae, purpura, ekimosis, hematemesis, melena dan epistaksis. Hati
umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang tak sesuai dengan beratnya penyakit.
Keadaan umum dan tanda-tanda vital : Adanya penurunan kesadaran, kejang dan
kelemahan; suhu tinggi; nadi cepat,lemah,kecil sampai tidak teraba;tekanan darah
menurun (sistolok menurunb sampai 80 mmHg atau kurang.
4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah
trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai
pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai
hari ke 3 demam.3
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya
gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-
Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin,
SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui
pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga
jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun,
metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2
minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang
dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui
pemeriksaan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan
RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan
isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi
yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak
digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti
dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai
minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai
5
terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari
ke 2.4
Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan
antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1
diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan
dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah.
Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi
dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer
Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1
dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
(88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan
pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer. 3
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat
dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan
pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks.
Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.
6
V. DIAGNOSA
Pada awal mulainya demam, DHF sulit dibedakan dari infeksi lain yang
disebabkan
oleh berbagai jenis virus, bakteri dan parasit. Setelah hari ketiga atau keempat baru
pemeriksaan darah dapat membantu diagnosa. Diagnosa ditegakkan dari gejala klinis dan
hasil pemeriksaan darah :
a) Trombositopeni, jumlah trombosit kurang dari 100.000 sel/mm3
b) Hemokonsentrasi, jumlah hematokrit meningkat paling sedikit 20% di atas
rata-rata.
Hasil laboratorium seperti ini biasanya ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-7.
Kadang-kadang dari x-ray dada ditemukan efusi pleura atau hipoalbuminemia yang
menunjukkan adanya kebocoran plasma.
Kalau penderita jatuh dalam keadaan syok, maka kasusnya disebut sebagai
Dengue Shock Syndrome (DSS) ditambah lagi dengan munculnya gangguan sirkulasi
darah dengan tanda-tanda denyut nadi menjadi lemah dan cepat, menyempitnya tekanan
nadi (20 mmHg atau kurang) atau hipotesi berdasar umur, kedinginan, keringat dingin
dan gelisah. Shock ditandai meningkatnya permeabilitas pembuluh darah di seluruh
tubuh. Keadaan ini mengakibatkan transudasi sebagian besar plasma yang mengisi
kompartemen darah vaskular ke extravaskular, terutama ruang antar sel. Kehilangan
plasma dalam waktu lama inilah yang menyebabkan penderita jatuh dalam kondisi DSS.
Tanda dari kebocoran plasma tersebut adalah meningkatnya PCV (Packed Cell Volume),
hematocrit (Hct), hemoglobin (Hb), hypoproteinemia, dan hipoalbuminemia. Darah akan
semakin kental (viskus) sehingga terjadi penurunan aliran darah. Adanya penurunan
7
aliran darah secara global berdampak pada penurunan oksigenasi dan suplai nutrisi ke
organ-organ tubuh. Bila otak sebagai organ yang sangat sensitif terhadap suplai oksigen
mengalami hipoksia karena oksigenasi yang kurang, dapat dipastikan shock dan
penurunan kesadaran akan terjadi. Jika dibiarkan pasien dapat mengalami koma. Di
sinilah kegawatan terminal dari episode DSS yang paling dikhawatirkan, karena dapat
menimbulkan kematian.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu: 1
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin
dan lembab, tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Gambar 1
8
VI. DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau infeksi parasit seperti :
demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis dan
malaria.
VII. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil,
Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian
lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.4
Gambar 2
9
VIII. ETIOLOGI
Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk
ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit Demam
Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue.
Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber
penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari
mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka
virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus
akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk
didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk
tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini
akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk
Aedes Aegypti yang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang
hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiapkali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum
mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah
yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari
nyamuk ke orang lain.5
10
Gambar 3
Virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus)
yang sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, familio flavivisidae dan mempunyai 4
jenis serotipe, yaitu : DEN – 1 , DEN – 2 , DEN – 3, DEN – 4. Di Indonesia pengamatan
virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa Rumah Sakit menunjukkan
keempat serotipe di temukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN – 3
merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan
manifestasi
klinik yang berat.
IX. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS.
Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan
demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permabilitas dinding
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan
diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan
menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah
11
ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume
plasma dan meningginya nilai hematokrit. 1
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam berdarah
dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar menganut "the
secondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi
apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe
virus dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara
6 bulan sampai 5 tahun. Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan hipotese infeksi
sekunder dicoba dirumuskan oleh Suvatte dan dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 4
12
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi ananmestik
yang akan terjardi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi
limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Disamping itu
replikasi virus dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak.
Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang
selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
antivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita
renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan
berlangsung selama 24 -48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekwat akan
menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran pencernaran hebat
yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi.
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar
penderita DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai
terendah pada masa renjatan. Jumlah tromosit secara cepat meningkat pada masa
konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan
penyakit.
Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab perdarahan
pada penderita DBD. Berapa faktor koagulasi menurun termasuk faktor II, V, VII, IX, X
dan fibrinogen. Faktor XII juga dilaporkan menurun. Perubahan faktor koagulasi
13
disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti
terganggu, juga oleh aktifasi sistem koagulasi.
Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC) secara potensial dapat terjadi juga pada
penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan pada PIM akan saling
mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki renjatan irrevesible disertai perdarahan
hebat, terlihatnya organ-organ vital dan berakhir dengan kematian. 2
X. PENATALAKSAAN
A. DEMAM BERDARAH DENGGI TANPA RENJATAN
1) Pemberian cairan, banyak minum, 1.5 - 2.0 liter/24 jam (air teh, gula, sirop, susu dan
lain-lain), dapat pula diberikan larutan garam gula (oralit). Indikasi pemberian cairan
intra vena pads penderita tanpa renjatan ialah :
a) Apabila penderita terus menerus muntah, sehingga tidak mungkin pemberian cairan
per oral.
b) Hematokrit bertendensi terus meningkat pada pemeriksaan serial. Cairan yang
diberikan adalah Ringer laktat dan Dextrose 5% dalam 0.45% Saline. Jumlah cairan yang
diberikan, disesuaikan dengan kebutuhan cairan pada penderita gastroenteritisdengan
derajat dehidrasi sedang.
c) Adanya perdarahan spontan, kesadaran menurun, kejang, pre-syok.
14
2) Obat-obatan :
a) Anti piretika : Golongan Acetaminophen 10 mg/kgBB/kali.
b) Anti konvulsan : Apabila timbul kejang, diatasi dengan
pemberian Diazepam 0.5 mg/kgBB/kali/IV dan dapat diulang bila
perlu. Phenobarbital 75 mg bila usia >1 tahun dan 50 mg pada umur <1 tahun secara intra
muskular. Bila dalam waktu 15 menit kejang tidak berhenti, dapat diulang dengan dosis 3
mg/kgBB/IM atau pada anak >1 tahun 50 mg dan <1 tahun 30 mg, namun harus
diperhatikan apakah ada depresi pernafasan.
3) Pemantauan - keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, pernafasan dan monitoring
Hemoglobin, Hematokrit dan trombosit
B. DEMAM BERDARAH DENGGI DENGAN RENJATAN
1) Penggantian cairan; -Pada DBD derajat IVdiberikan Ringer laktat intravena secara
diguyur dan kalau perlu dengan semprit diberikan sebanyak 100-200 ml. Sedangkan pads
DBD derajat III diberikan Ringer Laktat 20 ml/kgBB/jam secara intravena. Apabila
renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, maka kecepatan tetesan cairan dikurangi
menjadi 10 ml/kgBB/jam. Oleh karena kebocoran plasma dapat berlangsung 24 - 48 jam,
15
maka pemberian cairan intravena dipertahankan walaupun tanda-tanda vital telah
menunjukkan perbaikan yang nyata, disertai dengan pemeriksaan hematokrit secara
periodik. Kecepatan cairan selanjutnya disesuaikan dengan gejala klinis dan nilai
hematokrit. Pada renjatan berat, atau renjatan berulang segera dipasang kateter vena
sentralis (CVP) untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan. CVP dipertahankan
antara 5 - 8 cm air. Bila CVP <5 cm air, maka tetesan cairan Ringer laktat dipercepat. Di
samping itu perlu dicari penyebab renjatan yang lain dan penderita diberikan plasma
seperti plasma biasa, plasma segar, plasma segar yang dibekukan, plasma kaya trombosit
atau cairan pengganti plasma seperti Haemacel, Subtosan, atau Dextran dengan kecepatan
10 - 20 ml/kgBB/jam. Pemberian cairan ini kita pertahankan sampai ditemukan perbaikan
tanda-tanda vital dan penurunan nilai hematokrit. Cairan intravena harus dihentikan
apabila nilai hematokrit turun <40 dan nafsu makan membaik. Adanya urine
menunjukkan baiknya sirkulasi cairan. Secara umum tidak diperlukan lagi pemberian
cairan 48 jam setelah renjatan teratasi. Indikasi pemberian transfusi darah ialah penderita
dengan perdarahan gastro-intestinal hebat, yang dapat diduga bila nilai hematokrit dan
hemoglobin menurun, sedangkan perdarahannya sendiri tidak terlihat.
2) Obat-obatan :
a) Antibiotika;
Ampisillin tunggal 100-200 mg/kgBB/hari atau dikombinasi dengan Gentamisin 5
mg/kgBB/hari. Antibiotika lain diberikan atas dasar pertimbangan klinis dan basil tes
kepekaan
16
b) Kortikosteroid masih kontroversial, akan tetapi dapat diberikan pada DBD dengan
ensefalopati untuk mengurangi edema otak, meninggikan ambang kejang dan diharapkan
dapat mencegah pulmonary leakage,mempunyai efek inotropik positip terhadap jantung
dan adanya vasodilatasi. Jenis obat yang dapat diberikan adalah : Deksametason 1
mg/kgBB dilanjutkan dengan 0.2 mg/kgBB/6 jam, atau Hidrokortison 25-50
mg/kgBB/hari
c) Dypiridamole (Persantin®); merupakan zat anti agregasi in vitro, in vivo merupakan
zat antitrombotik, yaitu dengan cara menghambat enzim fosfodiesterase (PDE) dalam
trombosit. Dosisnya 2-3 mg/kgBB/hari dibagi dalam 6 dosis
d) Oksigen untuk mencegah hipoksia dan terjadinya oksidasi yang tidak lengkap, yang
mengakibatkan lakto-asidosis. Pemberian melalui masker 5 - 8 liter/menit, atau melalui
kateter sampai di nano-faring 3 - 5 liter/menit
e) Koreksi asam basa dengan bikarbonas natrikus. Cara pemberian adalah : 0.3 X Berat
Badan X Defisit Basa. Tetapi kalau fasilitas pemeriksaan analisa gas darah tidak ada, dan
penderita menunjukkan pernafasan Kussmaull, Bikarbonas natrikus diberikan dengan
dosis 1 2 mEq/kgBB, diencerkan dalam jumlah yang sama banyak dengan Dektrose 5%,
disuntikkan secara perlahan-lahan.
f) Penanggulangan Over Loading; pada sebagian besar kasus, pemberian cairan yang
banyak dapat menimbulkan over loading yang dapat terlihat dengan adanya edema
17
palpebra dan tetap tingginya nilai CVP. Pada keadaan tersebut diberikan Dopamine dosis
rendah yaitu 1.5 10 mcg/kgBB/menit. Dengan demikian diharapkan penurunan after
load, terjadinya vasodilatasi pembuluh darah ginjal, di camping efek inotropik positip
pada jantung. Selain itu dapat diberikan diuretika berupa Furesemid (LasixO ), dosis 1 4
mg/kgBB/IV 1 2 kali/hari. Bila perlu dapat dikombinasikan dengan Cedilanid® 0.03
mg/kgBB/hari dalam
3 4 dosis.
g) Sedatif; yang dianjurkan adalah Chloral hidrat oral atau rektal dengan dosis 12.5 50
mg/kgBB (tidak lebih 1 gram) dosis tunggal
h) Heparin; pada penderita dengan prolonged shock, PIM diperkirakan merupakan
penyebab utama perdarahan hebat (khususnya perdarahan gastrointestinal). Hal ini
dibuktikan dengan kadar trombosit dan fibrinogen yang rendah disertai peninggian kadar
FDP dan kelainan hemostatik. Dalam keadaan ini pemberian heparin dapat
dipertimbangkan dan dapat diberi dengan dosis 0.5 1 ml/kgBB setiap 4 jam
3) Pemantauan
Pada semua penderita Demam Berdarah Dengue berat secara rutin dipantau frekuensi
jantung dan nafas, gambaran EKG yang dilengkapi dengan sistem alarm. Pemantauan
lain secara bed-side adalah pengukuran tekanan darah, CVP dan imbang cairan. Hal-hal
lain yang perlu diperhatikan pada penderita Demam
berdarah dengue berat adalah :
18
- Foto toraks, untuk melihat efusi pleura atau perikardial.
- Pemeriksaan elektrolit.
- Evaluasi kadar Hemoglobin, nilai hematokrit, trombosit, waktu perdarahan dan
pembekuan, fibrinogen semi kuantitatip. Bila mungkin, diperiksa pula studi koagulasi,
terutama plasma prothrombine time (PPT) dan plasma thromboplastin time with
koalin (PTTK) untuk mendeteksi PIM/DUC.
- Analisis gas darah. Pemberian nutrisi yang adekuat. Umumnya penderita Demam
berdarah dengue disertai perdarahan gastro-intestinal, sehingga perlu diberikan nutrisi
parenteral total. Pemberian cairan, jenis dan jumlahnya. Frekuensi dan keluaran kencing
perlu dicatat.
19
20
XI. PENCEGAHAN
Pengembangan vaksin untuk dengue sangat sulit karena keempat jenis serotipe
virus bisa mengakibatkan penyakit. Perlindungan terhadap satu atau dua jenis serotipe
ternyata meningkatkan resiko terjadinya penyakit yang serius. Saat ini sedang dicoba
dikembangkan vaksin terhadap keempat serotipe sekaligus. Sampai sekarang satu-
satunya usaha pencegahan atau pengendalian dengue dan DHF adalah dengan memerangi
nyamuk yang mengakibatkan penularan.2
A. aegypti berkembang biak terutama di tempat-tempat buatan manusia, seperti
wadah plastik, ban mobil bekas dan tempat-tempat lain yang menampung air hujan.
Nyamuk ini menggigit pada siang hari, beristirahat di dalam rumah dan meletakkan
telurnya pada tempat-tempat air bersih tergenang. Pencegahan dilakukan dengan langkah
3m :
1) Menguras bak air
2) Menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak nyamuk
2) Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air.
Di tempat penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang
membunuh larva nyamuk seperti abate. Hal ini bisa mencegah perkembangbiakan
nyamuk selama beberapa minggu, tapi pemberiannya harus diulang setiap beberapa
waktu tertentu. Di tempat yang sudah terjangkit DHF dilakukan penyemprotan
insektisida secara fogging. Tetapi efeknya hanya bersifat sesaat dan sangat tergantung
pada jenis insektisida yang dipakai. Di samping itu partikel obat ini tidak dapat masuk ke
dalam rumah tempat ditemukannya nyamuk dewasa. Untuk perlindungan yang lebih
21
intensif, orang-orang yang tidur di siang hari sebaiknya menggunakan kelambu,
memasang kasa nyamuk di pintu dan jendela, menggunakan semprotan nyamuk di dalam
rumah dan obat-obat nyamuk yang dioleskan.
XII. KOMPLIKASI
a) Ensefalopati Dengue
b) Acute Tubular Necrosis (ATN)
c) Edema Paru
d) Diare
XIII. PROGNOSIS
Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF dan DHF
tidak ada yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat,
shock yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian
dapat juga disebabkan oleh sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah
sakit yang kurang bersih. Kematian terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul
komplikasi pada sistem syaraf, kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain.
Kematian disebabkan oleh banyak faktor, antara lain :
22
1. Keterlambatan diagnosis
2. Keterlambatan diagnosis shock
3. Keterlambatan penanganan shock
4. Shock yang tidak teratasi
5. Kelebihan cairan
6. Kebocoran yang hebat
7. Pendarahan masif
8. Kegagalan banyak organ
9. Ensefalopati
10. Sepsis
11. Kegawatan karena tindakan
KESIMPULAN
Demam berdarah dengue tetap menjadi salah satu masalah kesehatan di
Indonesia. Dengan mengikuti kriteria WHO 1997, diagnosis klinis dapat segera
ditentukan. Di samping modalitas diagnosis standar untuk menilai infeksi virus Dengue,
antigen nonstructural protein 1 (NS1) Dengue, sedang dikembangkan dan memberikan
prospek yang baik untuk diagnosis yang lebih dini. Terapi cairan pada DBD diberikan
dengan tujuan substitusi kehilangan cairan akibat kebocoran plasma. Dalam terapi cairan,
hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah: jenis cairan, jumlah serta kecepatan, dan
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris untuk menilai respon kecukupan
cairan.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadinegoro, Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng. Suroso, Thomas. Waryadi,
Suharyono. Tata laksana demam berdarah dengue di indonesia. Depkes & Kesejahteraan
Sosial Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Hidup.
Indonesia; Kartika Sdn. Bhd; 2001. Hal 1 – 33.
2. Hendrawanto. Ilmu penyakit dalam. Jilid I Edisi Ketiga. Indonesia: Persatuan Ahli
Penyakit Dalam Indonesia; 2003. Hal 417 – 426
3. Eduard J. Sander. Dengue and dengue hemorrhagic fever. Edisi September 2003.
Diunduh dari web.ebscohost.com, 26 November 2010
4. Mansjoer, Arif Triyanti, Kuspuji Savitri, Rakhmi Wardani, Wahyu Ika.
Setiowulan, Wiwiek. Kapita Selekta Kedokteran. Indonesia: Media Aesculapius; 2000.
Hal 428 – 433.
5. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. Harrison’s principles of
internal medicine. 17th ed. USA: Mc Graw Hill; 2008. Page 1239
24
Recommended