View
237
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
ii
Akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha Terhadap
Kementerian Agama RI dalam Perlindungan Jamaah Haji Tahun
2014
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakulktas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Nurunajah Khoimairah
1111053100007
KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH
PRODI MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1436 H/2015
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
NURUNAJAH KHOIMAIRAH, 1111053100007, Akuntabilitas PT. AJS AMANAH GIRI ARTHA dalam Akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha Terhadap Kementerian Agama RI dalam Perlindungan Jamaah Haji Tahun 2014, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Manajemen Haji dan Umrah, Di bawah Bimbingan Muhammad Zen, S. Ag., MA.
Asuransi haji adalah asuransi jiwa yang diperuntukkan bagi jamaah haji atau petugas haji untuk memberikan perlindungan jaminan asuransi kepada jamaah haji atau petugas haji terhadap risiko kematian biasa (bukan karena kecelakaan), kematian karena kecelakaan , cacat tetap total atau sebagian akibat kecelakaan pada masa asuransi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha terhadap Kementerian Agama RI dalam perlindungan Jamaah Haji tahun 2014. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, di sini penulis sebagai human instrument yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha belum akuntabel dalam pelaksanaan asuransi haji kepada jamaah haji karena tidak adanya transparansi kepada masyarakat khususnya jamaah asuransi haji dalam pengelolaan dana premi. Akan tetapi, jika dilihat berdasarkan akuntabilitas fisikal tanggungjawab atas dana publik, akuntabilitas legal tanggungjawab untuk mematuhi hukum, akuntabilitas program tanggungjawab untuk menjalankan suatu program, akuntabilitas proses tanggungjawab untuk melaksanakan prosedur, serta akuntabilitas outcome tanggungjawab atas hasil kepada Kementerian Agama RI yang dalam hal ini adalah sebagai pihak penyelenggara maka pihak penyedia yaitu PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha sudah akuntabel. PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha seharusnya bisa lebih transparan dalam laporan dana premi kepada masyarakat khususnya jamaah haji. Agar jamaah atau para ahli waris tidak merasa adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh pihak asuransi.
Kata Kunci: Asuransi Haji, Akuntabilitas
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbal’alamin puji syukur penulis ucapkan atas segala
kenikmatan yang telah Allah SWT berikan, dengan mengalir keridhoan dan
keberkahan-Nya di dalam setiap langkah perjuangan penulis, penulis dapat
melewati proses perjuangan yang penuh halangan dan menghadapi berbagai
masalah yang pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan
baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, di mana seorang manusia yang membawa ummatnya dari gembong
kemaksiatan menuju gudang kesuksesan. Dengan penuh rasa syukur penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik dengan judul “Akuntabilitas PT. AJS
Amanahjiwa Giri Artha Terhadap Kementerian Agama RI dalam Perlindungan
Jamaah Haji Tahun 2014 ”.
Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan kemudahan dan
dengan sabar membantu serta membimbing terwujudnya skripsi ini. Dengan
penuh rasa hormat dan ketulusan, penulis mengucapkan kepada:
1. Dr. Arief Subhan MA, sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Suparto, M. Ed Ph, D, selaku Wakil Dekan I (satu) Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Roudhonah, M. Ag, selaku Wakil Dekan II (dua) Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
4. Dr. Suhaimi, M. Si, selaku Wakil Dekan III (tiga) Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Drs. Cecep Castrawijaya MA, selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah
(MD).
6. Drs. Sugiharto MA, selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah (MD).
7. Muhammad Zen, S. Ag., MA, sebagai Pembimbing Skripsi yang telah banyak
membantu dan memberikan informasi dikala penulis berkonsultasi, serta
teramat sangat sabar dalam membimbing dan mengarahkan penulis supaya
menghasilkan skripsi yang baik dan benar. Semoga Allah membalas ketulusan
beliau.
8. Drs. H. Ahmad Kartono, M. Si, selaku dosen yang telah banyak memberikan
masukan kepada penulis.
9. Seluruh Tim Penguji Sidang Munaqasyah
10. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang selama ini
memberikan ilmunya dengan tulus, menjadi ilmu yang berkah untuk kami dan
semoga segala ilmu yang bermanfaatnya dapat terbalaskan baik di dunia dan
akhirat kelak nanti.
11. Seluruh Staf petugas Perpustakaan baik Perpustakaan Umum maupun
Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
12. Hj. Sumarwati, S. Sos. Selaku Kasubbag pada bagian Ortala dan kepegawaian
Sekretariat yang telah memberikan izin penelitian dibagian Penyelenggaraan
Haji dan Umrah.
13. Seluruh Staff atau petugas Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah,
khususnya Bapak hafiz selaku Subdit Transportasi dan Perlindungan Haji,
ix
Bapak Ari selaku Ketua Panitia Lelang, Bapak rudy selaku Dokumen Haji
dan Umrah yang telah banyak membantu penulis untuk mendapatkan
informasi guna penulisan skripsi ini.
14. Seluruh Staff PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha, khususnya Ibu Lina selaku
divisi asuransi jiwa haji yang telah banyak membantu penulis untuk
mendapatkan informasi guna penulisan skripsi ini.
15. Seluruh Staff PT. Wahana Mitra Usaha, khususnya Bapak Muharom Ahmad,
Bapak Faza, serta Bapak Ramadji yang telah memberikan pengertian serta
dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan bertanggung
jawab atas pekerjaannya juga.
16. Kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Kotong S. Pd dan Ibunda
Marfuah, yang tak pernah lelah dan mengeluh dalam mendidik dan
membesarkan serta memberikan dukungan kepada penulis, sehingga penulis
tumbuh menjadi anak yang mandiri, kuat dan tegar dalam menjalani manis
pahitnya kehidupan yang selama ini penulis jalani. Serta tak pernah luput
untuk melantunkan doanya yang selalu mengiringi langkah penulis.
17. Untuk orang-orang yang penulis sayangi Sutarno, Cicilya Yuliana, Novitasari
Herman, Ginna Cahaya Amini, Hanifa Amalia Sururi, Putri Hadiyati Rizkiah,
Rika Chaerunnisa, Evi Apriliani, Bani Nur Saidah. Terima kasih untuk
dukungan, cinta, dan sayangnya yang tiada hentinya mengalir untuk penulis.
18. Untuk teman-teman seperjuangan MHU 11 terima kasih untuk kebersamaan,
tawa, serta canda yang selalu mewarnai hari-hari penulis dalam menjalankan
kuliah di UIN Syarif Hdayatullah Jakarta.
x
19. Untuk teman-teman KKN MOMENTUM terima kasih atas pengalaman dan
kenangan yang tak pernah terlupakan oleh penulis.
Penulis berharap dan berdoa, semoga seluruh pengorbanan yang diberikan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini akan dibalas segala kebaikannya
oleh Allah SWT. Semoga karya tulis ini merupakan refleksi studi S1 dan dapat
memberikan sumbangan keilmuan, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca yang berminat dengan tulisan ini. Dan dengan harapan karya tulis ini
dapat dijadikan amal bagi penulis, amin Allahumma amin.
Jakarta, 16 Oktober 2015
Penulis
xi
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………..….i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL……………………………………………………...……….vii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..……...ix
BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………………………….1
A. Latar Belakang…………………………………………………….1
B.Perumusan dan Pembatasan Masalah……………………………....6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian. ....................................................... 7
D. Metode Penelitian. ........................................................................... 7
E. Tinjauan Pustaka. ........................................................................... 10
F. sistematika penulisan………………………………………….….12
BAB II: LANDASAN TEORI………………………………..……….……..14
A. Konsep Akuntabilitas…………………………………..………...14
1. Pengertian Akuntabilitas…………………………………….....14
2. Jenis Akuntabilitas……………………………………………..18
3. Indikator Akuntabilitas…………………………………..…….21
B. Konsep Asuransi………………………………………...……..…25
1. Pengertian Asuransi…………………………………...….........25
2. Dasar Hukum Asuransi………………………………….....…..26
3. Macam-macam Asuransi………………………………………27
4. Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah…………………28
5. Manfaat dan Risiko Asuransi…………………….……………29
xii
C. Asuransi Haji……………………………………………………31
1. Pengertian Haji……………………………………………….31
2. Asuransi Haji…………………………………………………33
BAB III: GAMBARAN UMUM TENTANG KEMENTERIAN AGAMA dan PT. AJS AMANAHJIWA GIRI ARTHA...…………………………….35
A. Sejarah Kementerian Agama……………………………………35
B. Visi dan Misi…………………………………………………….40
C. Tugas dan Fungsi……………………………………………….40
D. Struktur Organisasi Kementerian Agama……………………......41
E. Sejarah Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah……42
F. Visi dan Misi……………………………………………………..46
G. Kedudukan, Tugas dan Fungsi…………………………………...47
H. Struktur Organisasi…………………………………………….....48
I. Profil Amanah Giri Artha………………………………………...50
J. Visi, Misi, dan Nilai……………………………………………...51
K. Struktur Organisasi……………………………………………..51
BAB IV: Akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha……...................53
A. Jenis Akuntabilitas…………………….........................................53
B. Akuntabilitas PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha………………….53
BAB V: PENUTUP………………………………………………...………..64
A. Kesimpulan……………………………………………………....64
B. Saran……………………………………………………………..65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
TABEL I. DAFTAR SANTUNAN ………………………………………..…55
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1: Surat Bimbingan Skripsi
LAMPIRAN 2: Surat Izin Penelitian
LAMPIRAN 3: Surat Keterangan Penelitian
LAMPIRAN 4: Surat Keterangan Wawancara
LAMPIRAN 5: Formulir Isian Kualifikasi
LAMPIRAN 6: Tata cara Evaluasi Kualifikasi
LAMPIRAN 7: Formulir Pengajuan Klaim
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Ibadah haji adalah rukun Islam kelima. Kewajiban untuk berhaji minimal
sekali dalam seumur hidup dibebankan hanya kepada seorang muslim yang
mampu, dalam arti luas yaitu mampu secara jasmani maupun rohani. Selain itu,
mampu secara finansial dalam arti memiliki dana yang cukup untuk
menjalankan ibadah haji yang dilaksanakan di Makkah dan sekitarnya, sebab
hal tersebut ibadah haji bisa dikatakan ibadah yang unique.1
Ibadah haji merupakan ibadah yang hampir seluruh rangkaian kegiatannya
berhubungan dengan fisik seperti thawaf, sa’i, mabit, dan melontar jumrah.
Saat melakukan thawaf, jamaah harus mengelilingi Kabah sebanyak tujuh kali.
Ketika melakukan sa’i, jamaah haji bahkan harus berlari-lari kecil dari bukit
Safa ke bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Dua ibadah ini dilakukan secara
berjamaah, sehingga harus berdesak-desakan. Demikian pula saat melontar
jamarat di Mina. Selain jarak antara perkemahan dengan tempat melontar
jumrah jauh, ibadah ini selalu dipenuhi oleh jamaah lain yang secara
bersamaan melakukan pelontaran. Dan masih banyak lagi kegiatan ibadah yang
sangat membutuhkan tenaga yang ekstra.2
Maka dari itu, dianjurkan kepada seluruh jamaah haji agar menjaga
kesehatan mereka karena kegiatan yang akan dilaksanakan sangat padat,
kurangnya istirahat, serta suhu yang berbeda dengan Tanah Air
1 Imam Syaukani, Manajemen Pelayanan Haji Di Indonesia, (Jakarta: CV. Prasasti,
2009) . h. 1. 2 Departemen Agama RI Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji Jakarta, Bimbingan Manasik Haji, (Jakarta, 2005,). h. 12
2
sangatlahmempengaruhi kesehatan para jamaah. Untuk itulah, seorang muslim
yang melaksanakan ibadah haji mendapatkan layanan asuransi dari
Departemen Agama sebagai salah satu bentuk antisipasi terhadap terjadinya
musibah (meninggal dunia) saat melaksanakan ibadah haji. Dan dari sini
terlihat betapa pentingnya lembaga asuransi berada di tengah kehidupan
masyarakat.
Berdasarkan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 39/Dsn-Mui/X/2002
tentang asuransi haji telah ditetapkan bahwa perjalanan haji mengandung risiko
berupa kecelakaan atau kematian dan untuk meringankan beban resiko tersebut
perlu adanya asuransi.3
Asuransi itu sendiri berarti “pertanggungan”. Secara baku, definisi asuransi
di Indonesia telah ditetapkan dalam undang-undang republik Indonesia nomor
2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dengan pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.4
Kementerian agama berupaya agar para jamaah bisa terlindungi dengan baik
dengan membuka pelelangan pengadaan jasa asuransi jiwa jamaah haji yang
3 www.mui.or.id/mui_in/product_2/fatwa.php?id=47&pg=2 . Diakses pada tanggal 19
Desember 2014 pukul 18:09 WIB. 4 Am. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam (Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis & Praktis), (Jakarta: Prenada Media 2004), Edisi Ke-1, Cet. Ke-1, h. 57.
3
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
dengan terbuka. Sebagai langkah awal dalam penyelenggaraan tender asuransi
haji, pemerintah akan mengumumkan tender itu di media massa. Peserta tender
yang ingin ikut harus memenuhi syarat yang tercantum dalam Rencana Kerja
dan Syarat-Syarat (RKS) pengadaan. Kemudian, mereka baru masuk tahap
penawaran harga.
Lelang itu sendiri adalah proses membeli dan menjual barang atau jasa
dengan cara menawarkan kepada penawar, menawarkan tawaran harga lebih
tinggi, dan kemudian menjual barang kepada penawar harga tertinggi. Dalam
teori ekonomi, lelang mengacu pada beberapa mekanisme atau peraturan
perdagangan dari pasar modal. Sejarah lelang di Indonesia dimulai oleh East
India Company yang menyelenggarakan lelang untuk teh (1750) dan masih
bertahan sampai sekarang di London. Ada juga lelang tembakau Indonesia
yang masih bertahan di Bremen, Jerman.5
Tahun lalu, salah satu kriteria RKS adalah: rasio risk based capital (RBC)
harus lebih dari 120%. Angka ini di atas ketentuan pemerintah yang mematok
RBC minimal 120%. Peserta perusahaan asuransi juga harus memiliki bisnis
syariah dengan melampirkan keterangan dari Dewan Syariah Nasional (DSN).
Untuk menjaring perusahaan asuransi yang bersedia menutup risiko asuransi haji, Departemen Agama (Depag) awal September 2008 mulai menggelar proses tender. "Pemenang tender sudah ada sebelum keberangkatan kloter pertama, 5 November 2008," kata Direktur Pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Sistem Informasi Haji (BPIH dan SIH) Departemen Agama M. Abdul Gafur Djawahir, kemarin.
Untuk tender asuransi haji tahun 2008, Depag menetapkan beberapa persyaratan, yakni peserta tender harus perusahaan asuransi nasional dan mempunyai bisnis asuransi syariah. "Kekuatan jaringan perusahaan asuransi di daerah juga menjadi
5 http://nizarrassiprastama.blogspot.com/2013/02/pengertian-lelang-dan-syaratnya.html.
Diakses pada tanggal 5 januari 2015 pukul 21:12 WIB
4
syarat lainnya. Ketentuan ini diterapkan karena calon haji berasal dari berbagai provinsi di Indonesia," tutur Djawahir.
Pada tahun 2009, pendaftar tender asuransi haji hanya sepuluh perusahaan
yang terdiri dari sembilan perusahaan asuransi dan satu non-asuransi. Mereka
adalah PT Asuransi Allianz Indonesia, Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera
1912, Asuransi Syariah Mubarakah, PT BNI Life, PT Asuransi Jiwasraya, PT
Central Asia Raya, PT Asuransi Jiwa Sinar Mas, PT Asuransi Takaful, PT
Asuransi Binagriya Upakara, dan PT Marindo. Akhirnya, PT Asuransi Syariah
Mubarakah memenangi tender tahun 2009 melanjutkan kemenangannya di
2008.6
Akuntabilitas merupakan syarat terhadap terciptanya penyelenggaraan
pemerintahan yang baik, demokratis dan amanah (good governance).
Kelembagaan pemerintahan yang berakuntabilitas publik berarti lembaga
tersebut senantiasa mau mempertanggungjawabkan segala kegiatan yang
diamanati oleh rakyat. Demikian pula masyarakat dalam melakukan kontrol
mempunyai rasa tanggungjawab yang besar untuk kepentingan bersama. Bukan
hanya untuk kepentingan kelompok atau golongan saja.
Tanggungjawab masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap lembaga
pemerintah merupakan wujud dari bentuk partisipasi masyarakat. Hal ini amat
penting memperoleh perhatian kita bersama, karena akuntabilitas itu sendiri
tidak hanya diperlukan bagi pemerintah saja akan tetapi juga bagi masyarakat.
Akuntabilitas bagi masyarakat seharusnya dibarengi dengan adanya sarana
6 http://keuangan.kontan.co.id/news/kemenag-siap-gelar-tender-asuransi-haji-1. Diakses
pada tanggal 19 Desember 2014 pukul 18:09 WIB.
5
akses yang sama bagi seluruh masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap
pemerintah.7
Dengan akuntabilitas diartikan bahwa suatu instansi pemerintah telah
menetapkan dan mempunyai visi, misi,tujuan dan sasaran yang jelas terhadap
program kerja yang telah, sedang, atau yang akan dijalankan. Dengan
akuntabilitas juga akan dapat diukur bagaimana mereka menyelenggarakan dan
mempertahankan (memegang) tanggungjawab mereka terhadap pencapaian
hasil.8
Dalam kasus pengelolaan dana perlindungan haji ini banyak sekali yang
perlu dibenahi oleh pemerintah menyangkut perbaikan pelayanan kepada
jamaah. Dalam sebuah kutipan yang menyatakan:
Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mengusulkan kepada DPR agar menaikkan harga premi asuransi calon jamaah haji berusia di atas 65 tahun Sebab, dengan harga premi hanya Rp 100.000 per orang, tidak sesuai dengan risiko yang harus ditanggung oleh perusahaan asuransi. Maklum, usia di atas 65 tahun risikonya lebih besar dibandingkan usia dibawahnya.
Usulan menaikkan ini berdasarkan pengalaman tahun 2011. Saat itu, pemerintah tiba-tiba memutuskan menambah kuota jamaah haji sebanyak 10.000 orang. Padahal hanya beberapa hari jelang keberangkatan. Dus, sebagian besar dari kuota tambahan tersebut adalah nasabah berusia di atas 65 tahun. "Dampaknya, risiko yang ditanggung perusahaan asuransi cukup tinggi, dan itu diluar perhitungan," kata Srikandi Utami, Wakil Ketua Bidang Statistik AASI, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR Senin (4/1).9
Dari kutipan di atas sangatlah jelas bahwa antara pemerintah dengan
perusahaan asuransi pemenang tender masih kurang transparansi dan
koordinasi dalam hal kuota jamaah dan premi yang diberatkan kepada setiap
jamaah haji. Serta harus ada transparansi juga antara pihak asuransi sebagai
7 Manggaukang Raba, Akuntabilitas: Konsep Dan Implementasi, (Malang: UMM
Press,2006), H. Vii. 8 Sankri, Landasan dan Pedoman Pokok Penyelenggaraan dan Pengembangan Sistem
Administrasi Negara, (Jakarta : Lembaga Administrasi Negara, 2004), Cet. Ke-3, h. 475. 9 http://keuangan.kontan.co.id/news/tarif-premi-asuransi-haji-diusulkan-naik. Diakses
pada tanggal 26 Maret 2015, pukul 09:42 WIB.
6
pemenang tender kepada jamaah haji ataupun ahli warisnya dalam hal
pengelolaan dana premi yang diambil dari ONH (Ongkos Naik Haji) para
jamaah haji.
Melihat latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat
judul skripsi mengenai “Akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha
Terhadap Kementerian Agama RI dalam Perlindungan Jamaah Haji
Tahun 2014”.
B. Perumusan Masalah dan Perbatasan Masalah.
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka perumusan masalah pokok yang
diangkat mengenai :
a. Apa sajakah jenis akuntabilitas?
b. Bagaimana akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha?
2. Pembatasan Masalah
Permasalahan yang berkembang dalam asuransi haji sangat banyak. Maka
dalam hal ini penulis membatasi hanya pada Akuntabilitas PT. AJS
Amanahjiwa Giri Artha Terhadap Kementerian Agama RI dalam Perlindungan
Jamaah Haji Tahun 2014.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka tujuan Penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui dan mengkaji jenis-jenis akuntabilitas.
7
b. Mengetahui dan mengkaji akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha
c. Mengetahui dan mengkaji implementasi dari akuntabilitas PT. AJS
Amanahjiwa Giri Artha.
2. Manfaat Penelitian
a. Akademik
Untuk mengetahui upaya akuntabilitas penyelenggaraan pengadaan jasa
asuransi haji yang sesuai dengan standarisasi yang telah ditentukan
Kementerian Agama RI di PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha.
b. Praktis
Skripsi ini diharapkan dapat menambah informasi dan ilmu pengetahuan
khususunya jurusan Manajemen Haji dan Umroh pada Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta.
D. Metode Penelitian.
1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Kualitatif yaitu metode
dengan melakukan penelitian yang menghasilkan data deskriptif kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Untuk
memahami istilah penelitian ini, penulis mengambil teori menurut Lodico,
Spaulding, dan Voegtle mendefinisikan bahwa metode kualitatif adalah suatu
metodologi yang dipinjam dari disiplin ilmu seperti sosiologi dan antropologi
8
yang berfokus pada fenomena sosial dan menggunakan metode penalaran
induktif.10
Dengan memilih metode kualitatif, penulis mengharapkan dapat
memperoleh data yang lengkap dan akurat.
2. Subjek dan objek penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah bagian pelayanan klaim pada PT. AJS
Amanahjiwa Giri Artha, serta penyelenggaraan lelang ibadah haji pada
Kementerian Agama. Sedangkan yang dijadikan objek penelitian ini adalah
Akuntabilitas pelayanan klaim di PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha, serta
Penyelenggaraan Lelang Asuransi Haji di Kementerian Agama .
3. Tempat penelitian
Penulis melakukan penelitian di Kantor Kementerian Agama RI Jl.
Lapangan Banteng Barat No. 3-4 Jakarta 10710, Telepon (021-381 2306) Fax
(021-381 1436) Email (pikda@kemenag.go.id) Website (www.kemenag.go.id)
Serta di PT AJS AMANAHJIWA GIRI ARTHA Menara 165 Lantai 5, Jl.
TB. Simatupang Kav 1, Cilandak Jakarta Selatan, Telepon. (021)29406315 ext
116 Fax. (021)29406316 Email. customerservice@amanahgitha.com. Asuransi
ini adalah pemenang tender untuk tahun 2014.
4. Tekhnik pengumpulan data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan maka penulis menggunakan
jenis penelitian diantaranya penelitian lapangan. Penulis menggunakan
penelitian dengan datang langsung ke lapangan (objek) penelitian di
10 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2011), h. 2.
9
Kementerian Agama, sedangkan data yang diperoleh dari metode ini
merupakan data utama penelitian.
Dalam penelitian lapangan ini, penulis menggunakan beberapa tekhnik
mengumpulkan data yang berkaitan dengan pembahasan sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang terfokus terhadap kejadian, gejala
atau sesuatu yang bersifat sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.
b. Wawancara
Wawancara adalah interaksi bahasa yang berlangsung antara dua
orang dalam situasi saling berhadapan salah seorang, yaitu yang
melakukan wawancara meminta informasi atau ungkapan kepada orang
yang diteliti yang berputar di sekitar pendapat dan keyakinannya. Penulis
menggunakan jenis wawancara terbuka yaitu penulis mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tidak dibatasi jawabannya, artinya
pertanyaan yang mengundang jawaban terbuka.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen yang diperlukan.11 Penulis menggunakan data-data
dan sumber-sumber yang terkait dengan masalah yang dibahas.
d. Tekhnik Analisis Data
Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode deskriptif
analisis, yaitu suatu tekhnik analisis data dimana penulis terlebih dahulu
memaparkan semua data yang diperoleh dari pengamatan, kemudian
11 Husin Usman, Purnomo Setiady Akbar, Metedologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2003), Cet Ke-4, h. 73.
10
menganalisisnya dengan berpedoman kepada sumber-sumber yang
tertulis. Sumber-sumber tertulis tersebut diantaranya adalah Fatwa DSN-
MUI No. 39/DSN-MUI/X/2002 tentang asuransi haji dan ketetapan yang
berlaku.
E. Tinjauan Pustaka.
Dalam beberapa skripsi yang penulis baca, banyak pendapat yang harus
diperhatikan dan menjadi perbandingan. Adapun setelah penulis mengadakan
kajian kepustakaan, penulis akhirnya menemukan beberapa skripsi yang
memiliki judul dan pembahasan yang hampir sama dengan yang akan penulis
teliti. Judul-judul tersebut dalam karya :
1. Skripsi yang berjudul “MEKANISME PENGELOLAAN DANA
ASURANSI HAJI DAN ASURANSI DANA HAJI (Studi Komparasi
Pada PT Asuransi Syariah Mubarakah Dan AJB Bumiputera 1912 Unit
Syariah Malang)”, yang disusun oleh Ita Rohmawati, Jurusan
Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang 2010. Dalam skripsi ini menghasilkan sistem secara
khusus mekanisme pengelolaan dana asuransi haji dan asuransi dana haji
pada PT Asuransi Syariah Mubarakah dan AJB Bumiputera Syariah
tergolong sama, yaitu nasabah membayar premi ke perusahaan,
kemudian dana premi yang terkumpul akan diinvestasikan oleh
perusahaan dan keuntungan yang didapat akan di bagi hasil dengan
nisbah 70% untuk nasabah dan 30% untuk perusahaan. Perbedaannya
adalah jika tidak ada klaim pada asuransi haji maka dana premi yang
telah dibayarkan akan hangus.
11
2. Skripsi yang berjudul “PELAKSANAAN LELANG BARANG
JAMINAN GADAI PERUM PEGADAIAN CABANG DEPOK”, yang
disusun oleh Elvira Suzana Ekaputri, Fakultas Hukum, Universitas
Indonesia. Dalam skripsi ini menghasilkan proses pelaksanaan barang
jaminan pada perum Depok telah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pelaksanaan lelang barang jaminan gadai pada perum pegadaian cabang
Depok terjadi apabila debitur atau nasabah tidak memenuhi
kewajibannya untuk mengembalikan atau memperpanjang pinjamannya,
maka perum pegadaian berhak untuk menjual barang jaminan dalam
suatu pelelangan.
3. Skripsi yang berjudul “PENYELENGGARAAN PELAYANAN
PUBLIK TENTANG PENDAFTARAN E-LELANG PENGADAAN
BARANG/JASA PEMERINTAH DI UNIT TEKNI (UPT) LAYANAN
PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK (LPSE) KOTA BANDUNG”,
yang disusun oleh dading kalijayadih, program studi ilmu pemerintah,
fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, universitas computer Indonesia
bandung. Dalam skripsi ini menghasilkan Pendaftaran e-lelang
barang/jasa Pemerintah yang dilakukan secara online di UPT LPSE Kota
Bandung merupakan bentuk pelayanan yang memudahkan masyarakat
dalam memberikan informasi secara efektif dan efesien tanpa harus
mendatangi kantor UPT LPSE Kota Bandung serta dapat diakses secara
umum. Namun kendala yang dihadapi dalam pelaksana yang dirasakan
oleh calon penyedia barang/jasa meliputi, jaringan untuk mengakses
internet yang kurang memadai, serta sosialalsi terhadap masyarakat
12
mengenai pelatihan e-lelang masih minim dilakukan di UPT LPSE Kota
Bandung.
Demikianlah tinjauan pustaka ini, penulis lakukan dimana perbedaan
bahasan atau materi antara apa yang akan penulis teliti dengan skripsi
terdahulu.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam penulisan, skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima)
bab, dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN Terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini meliputi Konsep
Akuntabilitas, meliputi dari: pengertian akuntabilitas, jenis akuntabilitas,
indikator akuntabilitas. Konsep Asuransi, meliputi dari: pengertian asuransi,
dasar hokum asuransi, macam-macam asuransi, asuransi konvensional dan
asuransi syariah, manfaat risiko dan manfaat asuransi. Asuransi Haji, meliputi
dari: pengertian haji dan asuransi haji.
BAB III GAMBARAN UMUM KANTOR KEMENTERIAN AGAMA
RI dan PT. AJS AMANAH GIRI ARTHA. Pada bab ini meliputi sejarah dan
perkembangannya, visi, misi, tujuan, stuktur organisasi, tugas pokok dan fungsi
jabatan dari masing-masing devisi. Serta profil, visi, misi, nilai, dan struktur
organisasi asuransi Amanah Giri Artha.
13
BAB IV AKUNTABILITAS PT. AJS AMANAHJIWA GIRI ARTHA .
Pada bab ini berisi tentang hasil penelitian mengenai akuntabilitas di PT. AJS
Amanahjiwa Giri Artha untuk jamaah haji tahun 2014.
BAB V PENUTUP. Pada bab ini berisikan penutup, kesimpulan dan saran-
saran penulis.
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Akuntabilitas.
1. Pengertian Akuntabilitas.
Akuntabilitas seperti listrik, sulit didefinisikan, meskipun memiliki kualitas
yang membuat keberadaannya dalam suatu sistim tidak dapat dengan mudah
dideteksi. Bahkan, Merill Collen mengungkapkan pandangannya bahwa
meskipun sering digunakan, akuntabilitas nampaknya seperti cerita kuno
tentang gajah yang digambarkan oleh tiga orang buta, masing-masing
memegang bagian tubuh gajah yang berbeda sehingga menggambarkan gajah
secara berbeda pula.” Begitulah perumpamaan tentang akuntabilitas, setiap
orang memberi pengertian yang berbeda tergantung pada cara pandangnya
masing-masing.1
Untuk melihat keragaman definisi akuntabilitas, berikut ini dikemukakan
beberapa definisi yang dikembangkan sejumlah kamus besar, kalangan
akademisi dan pemerintahan, diantaranya adalah sebagai berikut :
Webster mendefinisikan akuntabilitas sebagai suatu keadaan yang dapat
dipertanggungkan, bertanggungjawab, dan ankuntabel. Arti kata ankuntabel
adalah :
pertama, dapat diperhitungkan, dapat menjawab pada atasan, sebagaimana
seorang manusia bertanggungjawab kepada Tuhannya atas apa yang telah
dilakukan.
Kedua, memiliki kemampuan untuk dipertanggunggugatkan secara eksplisit,
1 Manggaukang Raba, Akuntabilitas: konsep dan Implementasi, (Malang: UMM
Press,2006), h. 21.
15
dan ketiga, sesuatu yang biasa di perhitungkan atau
dipertanggunggugatkan.2
Menurut Kothler, akuntabilitas didefinisikan sebagai :
1. Kewajiban seseorang (employee), agen, atau orang lain untuk
memberikan laporan yang memuaskan (satisfactory report) secara periodik atas
tindakan atau atas kegagalan untuk bertindak dari otorisasi atau wewenang
yang dimiliki.
2. Pengukuran tanggungjawab (responsibility) atau kewajiban kepada
seseorang yang diekspresikan dalam nilai uang, unit kekayaan, atau dasar lain
yang telah ditentukan terlebih dahulu.
3. Kewajiban membuktikan manajemen yang baik, pengendalian (control)
yang baik, atau kinerja yang baik yang diharuskan oleh hukum yang berlaku,
ketentuan-ketentuan (regulation), persetujuan (agreement), atau keabsaan
(custom).
Sedangkan untuk responsibilitas, Kothler mendefinisikan sebagai berikut :
1) Penerimaan atas penyerahan wewenang.
2) Kewajiban untuk melaksanakan dengan hati-hati wewenang yang
diserahkan atau diterima yang mengingat pada fungsi seseorang (individu) atau
group yang berpartisipasi dalam aktivitas suatu keputusan organisasi.3
Menurut Leviene, akuntabilitas berkenaan dengan standar eksternal yang
menentukan kebenaran suatu tindakan oleh administrasi Negara. Akuntabilitas
2 Waluyo, Manajemen Publik : Konsep, Aplikasi dan Implementasinya Dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah, (Bandung: Mandar Maju, 2007), Cet-1, h. 190. 3Waluyo, Manajemen Publik : Konsep, Aplikasi dan Implementasi Dalam Pelaksanaan
Otonomi Daerah, h. 191.
16
publik menunjuk seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik
tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, karena dilhat dari
ukuran internal yang dikembangkan oleh birokrasi publik atau pemerintah,
tetapi juga dinilai dari ukuran eksternal seperti nilai-nilai norma yang berlaku
di masyarakat.4
Dalam The Public Administration Dictionary, Ralph C. Chandler dan Jack
C. Palno mendefinisikan akuntabilitas sebagai kondisi dimana individu yang
melaksanakan kekuasaan dibatasi oleh alat eksternal dan norma internal. Maka,
akuntabilitas memiliki dua sisi, internal dan eksternal. Secara eksternal,
akuntabilitas berarti keharusan untuk mempertanggungjawabkan pengaturan
sumberdaya atau otoritas. Sebaliknya bagian dalam akuntabilitas merujuk pada
norma internal seperti arahan professional, etika, pragramatis untuk
pelaksanaan tanggungjawab bagi manajer dalam tugas sehari-harinya.
Konsep akuntabilitas sebagai pemeriksaan dalam ini sama pentingnya
dengan akuntabilitas sebagai alat luar. Namun, tidak mengejutkan bahwa
bagian luar akuntabilitas lebih banyak ditekankan daripada bagian dalam
karena bagian luar lebih mudah dilihat dan dioperasionalkan daripada bagian
dalam ini sama pentingnya dengan akuntabilitas sebagai alat luar. Namun,
tidak mengejutkan bahwa bagian luar akuntabilitas lebih banyak ditekankan
daripada bagian dalam karena bagian luar lebih mudah dilihat dan
dioperasionalkan daripada bagian dalam.5
Wahyudi Kumorotomo menyatakan bahwa akuntabilitas adalah ukuran
yang menunjukan apakah aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang
4 Manggaukang Raba, Akuntabilitas: Konsep dan Implementasi, h. 78.
5 Manggaukang Raba, Akuntabilitas: Konsep dan Implementasi, h. 23
17
dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang
dianut oleh masyarakat dan apakah pelayanan publik tersebut mampu
mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya. Dengan demikian
akuntabilitas birokrasi terkait dengan falsafah bahwa lembaga eksekutif
pemerintah yang tugas utamanya adalah melayani masyarakat harus
dipertanggungjawabkan secara langsung maupun tidak langsung kepada
masyarakat.6
Dalam Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas kinerja Instansi
Pemerintah, akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan
pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan seseorang/badan hukum/ pimpinan kolektif suatu organisasi kepada
pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban.7
Akuntabilitas merupakan dasar semua proses pemerintahan dan efektivitas
proses ini tergantung pada bagaimana mereka yang berkuasa menjelaskan cara
mereka melaksanakan tanggungjawab, baik secara konstitusional maupun
hukum. Akuntabilitas merupakan syarat dasar untuk mencegah penyalagunaan
kekuasaan dan untuk memastikan bahwa kekuasaan diarahkan untuk mencapai
tujuan nasional yang lebih luas dengan tingkatan efisiensi,efektivitas,
kejujuran, dan kebijaksanaan tertinggi.8
6 Wahyudi Kumurotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik : Sketsa Pada Masa Transisi,
(Yogyakarta: Magister Administrasi Publk (MAP) UGM dengan Pustaka Belajar, 2005), Cet Ke-1, h. 2.
7 Manggaukang Raba, Akuntabilitas: Konsep dan Implementasi, h. 91. 8 Wahyudi Kumurotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik : Sketsa Pada Masa Transisi, h.
79.
18
Penulis menyimpulkan berdasarkan beberapa pengertian konseptual
akuntabilitas tersebut mengandung relevansi yang baik dalam rangka
memperbaiki birokrasi publik untuk mewujudkan harapan-harapan publik.
Untuk mewujudkannya, tampaknya bukan saja tergantung pada kemampuan
birokrasi publik didalam mendefinisikan dan mengelola harapan-harapannya.
Itulah sebabnya, dalam good governance diperlukan kontrol terhadap birokrasi
publik agar dapat akuntabel. Selain itu, akuntabilitas dapat menjadi sarana
untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya
dalam suatu kebijakan publik yang dipercayakan kepadanya dalam rangka
pencapaian tujuan bersama melalui suatu media pertanggungjawaban secara
periodik.
2. Jenis Akuntabilitas.
Akuntabilitas dapat hidup dan berkembang dalam lingkungan dan suasana
yang transparan dan demokratis serta adanya kebebasan dalam mengemukakan
pendapat. Makna pentingnya akuntabilitas sebagai unsur utama good
governance antara lain tercermin dari berbagai kategori akuntabilitas.
Chandler dan plano membedakan ada lima jenis akuntabilitas, yaitu:
1) akuntabilitas fisikal tanggung jawab atas dana publik.
2) akuntabilitas legal tanggungjawab untuk mematuhi hukum.
3) akuntabilitas program tanggungjawab untuk menjalankan suatu
program.
4) akuntanbilitas proses tanggungjawab untuk melaksanakan prosedur.
5) Akuntabilitas Outcome tanggungjawab atas hasil.9
9 Manggaukang Raba, Akuntabilitas: Konsep dan Implementasi, h. 36
19
Sheila Elwood dalam Mardiasno mengemukakan ada empat jenis
akuntabilitas, yaitu :
1) Akuntabilitas hukum dan peraturan, yaitu akuntabilitas yang terkait
dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang
diisyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik. Untuk menjamin
dijalankannya jenis auntabilitas ini perlu dilakukan audit kepatuhan.
2) Akuntabilitas proses, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan prosedur
yang digunakan dalam melaksanakan tugas apakah sudah cukup baik. Jenis
akuntabilitas ini dapat diwujudkan melalui pemberian pelayanan yang cepat,
responsif, dan murah biaya.
3) Akuntabilitas program, yaitu: akuntabilitas yang terkait dengan
perimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai dengan baik, atau
apakah pemerintah daerah telah mempertimbangkan alternatif program yang
dapat memberikan hasil optimal dengan biaya yang minimal.
4) Akuntabilitas kebijakan, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan
pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam terhadap DPRD sebagai
legislatif dan masyarakat luas. Ini artinya, perlu adanya transparansi kebijakan
sehingga masyarakat dapat melakukan penilaian dan pengawasan serta terlibat
dalam pengambilan keputusan.
Memperhatikan jenis-jenis akuntabilitas seperti dikemukakan Sheila
Elwood diatas, maka pejabat publik didalam menjalankan tugas dan
tanggungjawabnya disamping harus berakuntabilitas menurut umum atau
peraturan, juga dalam proses pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya, dalam
20
program yang dimplementasikan, dan juga dalam kebijakan yang dibuat atau
dirumuskan.10
Berbeda halnya dengan Yango yang menyatakan ada 4 jenis akuntabilitas,
diantaranya yaitu:
1) Traditional atau regulatory accountability. Dimaksudkan bahwa untuk
mempertahankan tingkat efisiensi pelaksanaan administrasi publik yang
mengarah pada perwujudan pelayanan prima, maka perlu akuntabilitas
tradisional atau akuntabilitas regular untuk mendapatkan informasi mengenai
kepatuhan pada peraturan yang berlaku terutama yang terkait dengan aturan
fisikal dan peraturan pelaksanaan administrasi publik disebut juga compliance
accountability.
2) Managerial Accountability, yang menititberatkan pada efisiensi dan
kehematan penggunaan dana, harta kekayaan, sumber daya manusia, dan
sumber-sumber daya lainnya.
3) Program accountability, memfokuskan pada penciptaan hasil operasi
pemerintah. Untuk itu, semua pegawai pemerintah harus dapat menjawab
pertanyaan disekitar penyampaian tujuan pemerintah, bukan sekedar ketaatan
pada peraturan yang berlaku.
4) Process accountability, memfokuskan kepada informasi mengenai
tingkat pencapaian kesejahteraan sosial atas pelaksanaan kebijakan dan
aktivitas-aktivitas organisasi, sebab rakyat yang nota bene pemegang
kekuasaan, selayaknya memiliki kemampuan untuk menolak kebijakan
pemerintah yang nyatanya sudah merugikan mereka.
10 Faisal, Jalan Terjal Good Governance : Prinsip, Konsep dan Tantangan dalam
Negara Hukum, ( Makassar: PUKAP- Indonesia, 2009), Cet Ke-1, h. 37
21
Dari berbagai jenis akuntabilitas yang telah dipaparkan, maka
penyelenggaraan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan termasuk dalam
akuntabilitas proses menurut Sheila Elwood, yaitu akuntabilitas yang terkait
dengan prosedur yang digunakan dalam menjalankan tugas apakah sudah
cukup baik. Hal ini dapat diwujudkan melalui penyelenggaraan pelayanan yang
cepat, responsif dan murah biaya.11
3. Indikator Akuntabilitas.
David Hulme dan Mark Turney mengemukakan bahwa akuntabilitas
merupakan suatu konsep yang kompleks dan memiliki beberapa instrumen
untuk mengukurnya, yaitu adanya indikator seperti :
a. legitimasi bagi para pembuat kebijakan;
b. keberadaan kualitas moral yang memadai;
c. kepekaan;
d. keterbukaan;
e. pemanfaatan sumber daya secara optimal; dan
f. upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas.
Jadi menurut Hulme dan Turner, akuntabilitas terkait dengan beberapa
pertanyaan berikut ini :
(1) Apakah para elit berkuasa telah dipilih melalui suatu pemilihan yang
jujur, adil dan dengan melibatkan partisipasi publik secara optimal?
(2) Adakah kualitas moral dan tingkah laku elit berkuasa cukup cukup
memadai?
11Faisal, Jalan Terjal Good Governance : Prinsip, Konsep dan Tantangan dalam Negara
Hukum, h. 44-45.
22
(3) Apakah elit yang berkuasa memiliki kepekaan yang tinggi atas aspirasi
yang berkembang di masyarakat luas?
(4) Apakah para elit yang berkuasa memiliki keterbukaan yang memadai?
(5) Apakah sumber daya yang ada telah dimanfaatkan secara optimal?
(6) Apakah dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan sudah
dilaksanakan dengan efektif dan efisien?.12
Akuntabilitas sebagai instrumen kontrol dapat mencapai keberhasilan hanya
jika:
(1) Pegawai publik memahami dan menerima tanggungjawab atas hasil
yang diharapkan dari mereka;
(2) Bila pegawai publik diberi otoritas yang sebanding dengan tanggung
jawabnya, bila ukuran evaluasi kinerja yang efektif dan pantas digunakan
dan hasilnya diberitahukan pada atasan dan individu bersangkutan.
(3) Bila tindakan yang sesuai, adil, dan tepat waktu diambil sebagai respon
atas hasil yang dicapai dan cara pencapaiannya; dan
(4) Bila menteri dan pemimpin politik berkomitmen tidak hanya menghargai
mekanisme dan prosedur akuntabilitas ini, namun juga menahan diri untuk
tidak menggunakan posisi otoritasnya untuk mempengaruhi fungsi normal
administrasi.13
Dari dimensi akuntabilitas yang telah di jelaskan dan disebutkan di atas
yang bersumber dari Elwood, dimensi tersebut dapat di jabarkan menjadi
indikator akuntabilitas adalah sebagai berikut :
12 Faisal, Jalan Terjal Good Governance : Prinsip, Konsep dan Tantangan dalam Negara
Hukum, h. 115 - 116
13Faisal, Jalan Terjal Good Governance : Prinsip, Konsep dan Tantangan dalam Negara Hukum, h. 122 - 133
23
1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
a. Kepatuhan terhadap hukum.
b. Penghindaran korupsi dan kolusi.
2. Akuntabilitas Proses
a. Adanya kepatuhan terhadap prosedur.
b. Adanya pelayanan publik yang responsif.
c. Adanya pelayanan publik yang cermat.
d. Adanya pelayanan publik yang biaya murah.
3. Akuntabilitas program:
a. Alternatif program yang memberikan hasil yang optimal.
b. Mempertanggung jawabkan yang telah dibuat.
4. Akuntabilitas Kebijakan
a. Mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah diambil.14
Sementara, Plumter menyatakan bahwa untuk mencapai akuntabilitas
diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Exemplary leadership, dimaksudkan bahwa seorang pemimpin harus
sensitif, responsif, akuntabel dan transparan kepada bawahan.
b. Public Debate, artinya sebelum kebijakan yang besar disahkan
seharusnya diadakan public debate terlebih dahulu untuk mencapai hasil
yang maksimal.
c. Coordination, dimaksudkan bahwa koordinasi yang baik antara semua
instansi pemerintah akan sangat baik bagi tumbuh kembangnya
akuntabilitas.
14 India Garini, “Pengaruh Transparansi dan Akuntabilitas Terhadap Kinerja Instansi
Pemerintah Pada Dinas di Kota Bandung”, ( Skripsi; Universitas Komputer Indonesia Bandung, 2011), h. 22
24
d. Autonomy, artinya instansi pemerintah dapat melaksanakan kebijakan
menurut caranya sendiri yang paling menguntungkan, paling efisien dan
paling efektif bagi pencapaian tujuan organisasi.
e. Explicitness and clarity, artinya standar evaluasi kinerja harus
diungkapkan secara nyata dan jelas sehingga dapat diketahui secara jelas
apa yang harus diakuntabilitaskan.
f. Legitimacy and acceptance, tujuan dan makna akuntabilitas harus
dikomunikasikan secara terbuka pada semua pihak sehingga standar dan
aturannya dapat ditentukan dapat diterima oleh semua pihak.
g. Negotiation, maksudnya harus dilakukan negosiasi nasional mengenai
perbedaan-peerbedaan tujuan dan sasaran, tanggung jawab dan
kewenangan setiap instansi pemerintah.
h. Educational compaign and publicity, dimaksudkan perlu dibuatkan pilot
project pelaksanaan akuntabilitas yang kemudian dikomunikasikan
kepada seluruh masyarakat sehingga akan diperoleh ekspektasi mereka
dan bagaimana tanggapan mereka mengenai hal tersebut.
i. Feed back and evaluation, yaitu bahwa akuntabilitas harus tentu
menerus ditingkatkan dan disempurnakan, maka perlu informasi sebagai
umpan baik dari penerima akuntabilitas serta dilakukan evaluasi
perbaikannya.
j. Adaption and recycling, yaitu perubahan yang terjadi dimasyarakat akan
mengakibatkan perubahan dalam akuntabilitas. Sistem akuntabilitas
25
harus secara terus menerus tanggap terhadap setiap perubahan yang
terjadi di masyarakat.15
B. Konsep Asuransi.
1. Pengertian Asuransi.
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance yang dalam bahasa
Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Dalam bahasa
Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering
(pertanggungan).16
Secara baku, definisi asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam undang-
undang republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke
tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Pengertian asuransi di atas, akan lebih jelas bila dihubungkan dengan pasal
246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menjelaskan bahwa
asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau
15
Manggaukang Raba, Akuntabilitas: konsep dan Implementasi, h. 121 16 Am. Hasan Ali., Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam (Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis & Praktis), (Jakarta: Prenada Media, 2004), Edisi Ke-1, Cet. Ke-1, h. 57.
kehilangan keuntungan yang diha
karena suatu peristiwa yang tak tertentu
Sedangkan dalam Islam, asuransi
ta’min, penanggung disebut
mu’amman lahu atau
arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut,
sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: “Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutaQuraisy: 4).18
2. Dasar Hukum Asuransi.
Dasar hukum dari asuransi adalah:
a. Pasal 246 sampai dengan pasal 308 KUH Dagang.
b. Pasal 1774 KUH Perdata.
c. Peraturan perundang
seperti:
� Undang
peransuransian;
� Undang
jawab kecelakaan penumpang;
� Undang
lalu lintas jalan.
17
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya2001), h. 275-276
18 http://www.alqurantanggal 17 Mei 2015 pukul 23:07 WIB
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya
karena suatu peristiwa yang tak tertentu.17
Sedangkan dalam Islam, asuransi berasal dari bahasa Arab
, penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut
atau musta’min. At-ta’min diambil dari kata
arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut,
sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: “Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakuta
Hukum Asuransi.
Dasar hukum dari asuransi adalah:
Pasal 246 sampai dengan pasal 308 KUH Dagang.
Pasal 1774 KUH Perdata.
Peraturan perundang-undangan di luar KUH Dagang dan KUH Perdata
Undang-undang nomor 2 tahun 1992
peransuransian;
Undang-undang nomor 33 tahun 1964 tentang dana pertanggung
jawab kecelakaan penumpang;
Undang-undang nomor 34 tahun 1964 tentang dana kecelekaan
lalu lintas jalan.19
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
http://www.alquran-indonesia.com/web/quran/listings/details/106tanggal 17 Mei 2015 pukul 23:07 WIB
26
rapkan, yang mungkin akan dideritanya
berasal dari bahasa Arab disebut at-
, sedangkan tertanggung disebut
amana memiliki
arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut,
Artinya: “Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”. (QS.
undangan di luar KUH Dagang dan KUH Perdata
undang nomor 2 tahun 1992 tentang usaha
undang nomor 33 tahun 1964 tentang dana pertanggung
undang nomor 34 tahun 1964 tentang dana kecelekaan
, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
indonesia.com/web/quran/listings/details/106. Diakses pada
27
3. Macam-macam Asuransi.
Sementara itu, dalam pasal 1774 KUH Perdata, asuransi dapat digolongkan
sebagai bunga selama hidup seseorang atau bunga cagak hidup dan perjudian
dalam perjanjian untung-untungan.
Dengan demikian, asuransi dapat dikatakan sebagai perjanjian untung-
untungan dikarenakan asuransi mengandung unsur kemungkinan, dimana
kewajiban penanggung untuk menggantikan kerugian yang diderita oleh
tertanggung tersebut digantungkan pada ada atau tidaknya suatu peristiwa yang
tidak tentu atau tidak pasti (yang belum terjadi).
Berdasarkan atas perjanjian asuransi dapat digolongkan menjadi dua, yakni
asuransi kerugian dan asuransi jumlah. Asuransi kerugian adalah yang
memberikan penggantian kerugian yang mungkin timbul pada harta kekayaan
tertanggung. Sedangkan, asuransi jumlah adalah merupakan pembayaran
sejumlah uang tertentu, tidak tergantung kepada persoalan apakah
menimbulkan kerugian atau tidak.
Namun, dalam praktik telah terjadi perkembangan penggolongan asuransi
yang disebut dengan asuransi varia, merupakan asuransi yang mengandung
unsur-unsur asuransi kerugian maupn asuransi jumlah, seperti asuransi
kecelakaan dan asuransi kesehatan. Dengan demikian menurut sifat
pelaksanaanya asuransi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: asuransi
sukarela, asuransi wajib, dan asuransi kredit.
1) Asuransi Sukarela merupakan pertanggungan yang dilakukan dengan
cara sukarela yang semata-mata dilakukan atas suatu keadaan
19
Advendi. S, Elsi Kartika S, Hukum Dalam Ekonomi (Edisi II_Rev), (Jakarta: Grasindo, 2007), h.103
28
ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas suatu
yang dipertanggungkan, misalnya asuransi kebakaran, asuransi
kendaraan bermotor, asuransi pendidikan, dan asuransi kematian.
2) Asuransi Wajib merupakan asuransi yang bersifat wajib yang dilakukan
oleh pihak-pihak yang terkait di mana pelaksanaannya dilakukan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
pemerintah, misalnya jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) dan
asuransi kesehatan.
3) Asuransi Kredit adalah asuransi yang selalu berkaitan dengan dunia
perbankan yang menitik beratkan pada asuransi jaminan kredit berupa
benda bergerak maupun benda tidak bergerak, sewaktu-waktu dapat
tertimpa dapat tertimpa resiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
pemilik barang maupun pemberi kredit khususnya bank, misalnya
asuransi kredit kendaraan.20
4. Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah.
Asuransi konvesional dan asuransi syariah pada hakikatnya sama akan tetapi
asuransi syariah mengartikan asuransi itu lebih kepada tolong-menolong.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam
fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, member definisi tentang
asuransi. Menurutnya, asuransi syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah
usaha saling tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk asset dan tabarru’ yang memberikan pola pengembalian
20 Advendi. S, Elsi Kartika S, Hukum Dalam Ekonomi (Edisi II_Rev), h. 104-105.
29
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
syariah.21
Definisi tabarru’ adalah sumbangan atau derma ( dalam definisi Isalam
adalah Hibah). Sumbangan atau derma (Hibah) atau dana kebajikan ini
diberikan dan diikhlaskan oleh peserta asuransi syariah jika sewaktu-waktu
akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi lainnya.
Dengan adanya dana tabarru’ dari para peserta asuransi syariah ini maka semua
dana untuk menanggung resiko dihimpun oleh para pesrta sendiri. Dengan
demikian kontrak polis pada asuransi syariah menempatkan peserta sebagai
pihak yang menanggung resiko, bukan perusahaan asuransi, seperti pada
asuransi konvensional.22
Dari definisi di atas tempak bahwa asuransi syariah bersifat saling
melindungi dan tolong-menolong yang disebut dengan “ta’awun” yaitu prinsip
hidup saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukhuwah islamiyah
antara anggota sesame peserta Asuransi Syariah dalam menghadapi malapetaka
(risiko).23
5. Manfaat dan Risiko Asuransi.
Setiap asuransi pasti bermanfaat, yang secara umum manfaatnya adalah :
a. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang
diderita satu pihak.
21 http://asuransisyariahdankonvensional.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 01 juli
2015 pukul 16:33 WIB. 22 Muhammad Syakir Sula., Asuransi Syariah (Life And General) Konsep Dan Sistem
Operasional, (Jakarta: Gema Insani 2004), Cet Ke-1, h. 28-30 23 Ibid., h. 31
30
b. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan
pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang
memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
c. Transfer Resiko, Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang
atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta
bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi.
d. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang
jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri
kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
e. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank
memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh
peminjam uang.
f. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi
akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus
berlaku untuk asuransi jiwa.
g. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha.
Resiko dalam asuransi adalah sebagai berikut :
a. Risiko pasar bisa menjadi ancaman. Ketidakpastian pasar dan kondisi
perekonomian bisa menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan asuransi
yang harus bisa diperhitungkan dan dikendalikan secara cermat.
b. Risiko reputasi atau nama baik (brand name) yang jika tidak dikelola
dengan tepat akan menjadi risiko yang mematikan (killer risk).
31
c. Tidak adanya survey pada underwriting yang bisa menyebabkan
pembengkakan klaim.24
C. ASURANSI HAJI
1. Haji.
a. Pengertian Haji.
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi.
Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni
tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju
ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan
ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam
definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a (tempat sa'i), juga Arafah,
Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-
bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan
Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di
Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.25
Haji merupakan rukun Islam kelima yang pelaksanaannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu antara tanggal 8 sampai dengan 13 Dzulhijjah
setiap tahun, sebagaimana dapat dipahami dari ayat berikut :
24 Khoiril Anwar, Asuransi Syariah, Halal dan Maslahat, (Solo : Tiga Serangkai, 2007),
Cet. Ke-1, h. 47 25 Muhammad Bagir, Fiqih Praktis I, (Bandung: Karisma, 2008), h. 377
32
Artinya : (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. AL-Baqarah : 197).
Rangkaian kegiatan manasik haji, baik yang berupa rukun maupun wajib
haji seluruhnya dilakukan di tempat-tempat yang telah ditetapkan oleh
syariat agama, antara lain miqat-miqat yang telah ditetapkanMakkah,
Arafah, Mina dan Muzdalifah termasuk ziarah ke makam Nabi Muhammad
saw di Madinah, di mana tempat-tempat tersebut berada di wilayah
Kerajaan Arab Saudi.26
Menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban setiap muslim yang
mampu (istitho’ah) mengerjakannya sekali seumur hidup. Kemampuan yang
harus dipenuhi untuk melaksanakan ibadah haji terletak pada kemampuan
personal dari segi kesehatan jasmani dan rohani, ekonomi, dan pengetahuan
agama khususnya manasik haji, yang mana kesiapan calon jama’ah dalah
beberapa aspek di atas sangat mendukung untuk kelancaraan ibadah haji.
Dan pada hal ini tidak terlepas pula pada manajemen haji yang baik,
semisal dari segi pembiayaan yang setiap tahunnya naik akan tetapi calon
jama’ah haji bukannya semakin sedikit yang ingin berangkat ke Baitullah
(Makkah) melainkan semakin banyak sampai jumlah waiting list (daftar
tunggu) sudah untuk keberangkatan tahun 2021 dan mencapai 1,7 juta jiwa.
Itulah bukti bahwa ibadah haji semakin mahal bukan semakin sedikit
peminatnya akan tetapi, sebaliknya semakin mahal maka semakin dicari dan
diburu oleh masyarakat karena semakin mahal suatu biaya kebarangkatan
26
A Chunaini Saleh, Penyelenggaraan Haji Era Reformasi Analisis Internal Kebijakan Publik Departemen Agama, (Ciputat: Pustaka Alvabet Anggota IKAPI, 2008), Cet Ke-1, h. 2
33
haji maka semakin baik, bagus, serta lengkap pelayanan yang mereka
dapatkan dari biro-biro perjalanan tersebut.27
Demikian ibadah haji adalah wajib sekali seumur hidup dan orang-orang
yang sudah pergi haji maka mereka telah menyempurnakan rukun Islam
mereka untuk menjadi seorang muslim atau muslimah yang kaffah, yang
secara lengkap sudah menjalankan seluruh rukun Islam dan semata-mata
hanya untuk mencari ridho-Nya. Serta biaya haji yang semakin tahun
semakin naik itu tidak serta merta menjadi kendala, karena calon jama’ah
haji ini yakin apabila mereka membayar lebih maka mereka akan
mendapatkan pelayanan yang lebih pula.28
2. Asuransi Haji.
Asuransi haji adalah asuransi yang diperuntukan bagi jamaah haji atau
petugas haji untuk memberikan perlindungan jaminan asuransi kepada
jamaah haji atau petugas haji apabila meninggal dunia biasa atau bukan
karena kecelakaan, atau meninggal karena kecelakaan dan cacat tetap total
atau sebagian karena kecelakaan dalam masa asuransi. Program asuransi
haji ini ialah asuransi jiwa perjalanan ibadah haji yang memberikan asuransi
terhadap risiko kematian biasa (bukan karena kecelakaan), kematian karena
kecelakaan, cacat tetap total atau sebagian akibat kecelakaan pada masa
asuransi.
Untuk lebih rinci maka seluruh Jamaah haji dan petugas haji akan
dijamin perlindungan asuransi saat:
27
Departemen Agama RI Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Jakarta, Haji dari Masa ke Masa (Jakarta: Kementerian Agama, 2012), h . 220
28 Michael Wolfe, Haji, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003), h. 5
34
a. Berangkat dari rumah setelah mendapat surat SPMA (Surat Panggilan
Masuk Asrama) menuju asrama haji embarkasi (untuk jamaah
regular).
b. Selama berada di asrama haji embarkasi (untuk jamaah haji regular).
c. Berangkat dari asrama haji menuju ke bandar udara.
d. Berangkat ke Jeddah atau Madinah.
e. Selama di Madinah sebelum wukuf (gelombang I).
f. Berangkat menuju Mekkah dan selama tinggal di Makkah (sebelum
wukuf).
g. Berangkat menuju Arafah dan selama menetap di Arafah.
h. Berangkat dan selama di Muzdalifah.
i. Berangkat menuju Mina, selama menetap dan melempar jumrah.
j. Kembali ke Mekkah dan selama tinggal di Mekkah (setelah wukuf).
k. Selama di Madinah setelah wukuf (gelombang II).
l. Berangkat menuju Jeddah dan selama tinggal di Jeddah .
m. Berangkat menuju bandar udara King Abdul Aziz.
n. Kembali ke Indonesia (sesuai zona masing-masing).
o. Kembali ke tempat tinggal sesuai domisili.29
29
Asuransi Amanahjiwa Giri Artha, Buku Panduan Asuransi Jiwa Jemaah Haji Tahun 1435 H / 2014 M, (Jakarta: PT AJS Amanahjiwa Giri Artha, 2004) h. 3
35
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG KEMENTERIAN AGAMA dan PT. AJS
AMANAHJIWA GIRI ARTHA.
A. Sejarah Kementerian Agama.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Hal tersebut tercermin baik
dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara. Di
lingkungan masyarakat-terlihat terus meningkat kesemarakan dan kekhidmatan
kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual, maupun dalam bentuk sosial
keagamaan. Semangat keagamaan tersebut, tercermin pula dalam kehidupan
bernegara yang dapat dijumpai dalam dokumen-dokumen kenegaraan tentang
falsafah negara Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan buku Repelita serta memberi
jiwa dan warna pada pidato-pidato kenegaraan.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional semangat keagamaan tersebut
menjadi lebih kuat dengan ditetapkannya asas keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan yang Maha Esa sebagai salah satu asas pembangunan. Hal ini berarti bahwa
segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan dan
dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral dan etik pembangunan.1
Secara historis benang merah nafas keagamaan tersebut dapat ditelusuri sejak
abad V Masehi, dengan berdirinya kerajaan Kutai yang bercorak Hindu di
1 http://lampung.kemenag.go.id/file/file/subbagHukmas/fjv1418108874.pdf. Diakses pada
tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB
36
Kalimantan melekat pada kerajaan-kerajaan di pulau Jawa, antara lain kerajaan
Tarumanegara di Jawa Barat, dan kerajaan Purnawarman di Jawa Tengah. Pada
abad VIII corak agama Budha menjadi salah satu ciri kerajaan Sriwijaya yang
pengaruhnya cukup luas sampai ke Sri Lanka, Thailand dan India. Pada masa
Kerajaan Sriwijaya, candi Borobudur dibangun sebagai lambang kejayaan agama
Budha. Pemerintah kerajaan Sriwijaya juga membangun sekolah tinggi agama
Budha di Palembang yang menjadi pusat studi agama Budha se-Asia Tenggara
pada masa itu. Bahkan beberapa siswa dari Tiongkok yang ingin memperdalam
agama Budha lebih dahulu beberapa tahun membekali pengetahuan awal di
Palembang sebelum melanjutkannya ke India.
Menurut salah satu sumber Islam mulai memasuki Indonesia sejak
abad VII melalui para pedagang Arab yang telah lama berhubungan dagang
dengan kepulauan Indonesia tidak lama setelah Islam berkembang di jazirah Arab.
Agama Islam tersiar secara hampir merata di seluruh kepulauan nusantara seiring
dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam seperti Perlak dan Samudera Pasai di
Aceh, kerajaan Demak, Pajang dan Mataram di Jawa Tengah, kerajaan Cirebon
dan Banten di Jawa Barat, kerajaan Goa di Sulawesi Selatan, keraj aan Tidore dan
Ternate di Maluku, keraj aan Banjar di Kalimantan, dan lain-lain.2
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan Belanda
banyak raja dan kalangan bangsawan yang bangkit menentang penjajah. Mereka
tercatat sebagai pahlawan bangsa, seperti Sultan Iskandar Muda, Teuku Cik Di
2 http://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2014/22/29977/h-m-rasjidi-dan-sejarah-
kementerian-agama-1.html. Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB
37
Tiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Panglima Polim, Sultan Agung Mataram,
Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Agung Tirtayasa, Sultan Hasanuddin,
Sultan Goa, Sultan Ternate, Pangeran Antasari, dan lain-lain.
Pola pemerintahan kerajaan-kerajaan tersebut diatas pada umumnya selalu
memiliki dan melaksanakan fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi pemerintahan umum, hal ini tercermin pada gelar “Sampean Dalem
Hingkang Sinuhun” sebagai pelaksana fungsi pemerintahan umum.
2. Fungsi pemimpin keagamaan tercermin pada gelar “Sayidin Panatagama
Kalifatulah.”
3. Fungsi keamanan dan pertahanan, tercermin dalam gelar raja “Senopati Hing
Ngalogo.” Pada masa penjajahan Belanda sejak abad XVI sampai pertengahan
abad XX pemerintahan Hindia Belanda juga “mengatur” pelayanan kehidupan
beragama. Tentu saja “pelayanan” keagamaan tersebut tak terlepas dari
kepentingan strategi kolonialisme Belanda. Dr. C. Snuck Hurgronye, seorang
penasehat pemerintah Hindia Belanda dalam bukunya “Nederland en de Islam”
(Brill, Leiden 1911) menyarankan sebagai berikut: “Sesungguhnya menurut
prinsip yang tepat, campur tangan pemerintah dalam bidang agama adalah
salah, namun jangan dilupakan bahwa dalam sistem (tata negara) Islam
terdapat sejumlah permasalahan yang tidak dapat dipisahkan hubungannya
38
dengan agama yang bagi suatu pemerintahan yang baik, sama sekali tidak
boleh lalai untuk mengaturnya.”3
Pokok-pokok kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda di bidang agama
adalah sebagai berikut:
1. Bagi golongan Nasrani dijamin hak hidup dan kedaulatan organisasi agama dan
gereja, tetapi harus ada izin bagi guru agama, pendeta dan petugas
misi(zending) dalam melakukan pekerjaan di suatu daerah tertentu.
2. Bagi penduduk pribumi yang tidak memeluk agama Nasrani, semua urusan
agama diserahkan pelaksanaan dan perigawasannya kepada para raja, bupati
dan kepala bumiputera lainnya.4
Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, pelaksanaannya secara teknis
dikoordinasikan oleh beberapa instansi di pusat yaitu:
1. Soal peribadatan umum, terutama bagi golongan Nasrani menjadi wewenang
Departement van Onderwijs en Eeredienst (Departemen Pengajaran dan
Ibadah).
2. Soal pengangkatan pejabat agama penduduk pribumi, soal perkawinan,
kemasjidan, haji, dan lainlain, menjadi urusan Departement van
Binnenlandsch Bestuur (Departemen Dalam Negeri).
3 http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/564/jbptunikompp-gdl-niayuliawa-28183-4-bab1-nia.pdf.
Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB 4 http://lampung.kemenag.go.id/file/file/subbagHukmas/fjv1418108874.pdf. Diakses pada
tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB
39
3. Soal Mahkamah Islam Tinggi atau Hofd voor Islamietische Zaken menjadi
wewenang Departement van Justitie (Departemen Kehakiman). Pada masa
penjajahan Jepang kondisi tersebut pada dasarnya tidak berubah. Pemerintah
Jepang membentuk Shumubu, yaitu kantor agama pusat yang berfungsi sama
dengan Kantor voor Islamietische Zaken dan mendirikan Shumuka, kantor
agama kepresidenan, dengan menempatkan tokoh pergerakan Islam sebagai
pemimpin kantor. Penempatan tokoh pergerakan Islam tersebut merupakan
strategi Jepang untuk menarik simpati umat Islam agar mendukung cita-cita
persemakmuran Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon.
Secara filosofis, sosio politis dan historis agama bagi bangsa Indonesia sudah
berurat dan berakar dalam kehidupan bangsa. Itulah sebabnya para tokoh dan
pemuka agama selalu tampil sebagai pelopor pergerakan dan perjuangan
kemerdekaan baik melalui partai politik maupun sarana lainnya. Perjuangan
gerakan kemerdekaan tersebut melalui jalan yang panjang sejak jaman kolonial
Belanda sampai kalahnya Jepang pada Perang Dunia ke II. Kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada masa kemerdekaan kedudukan agama menjadi lebih kokoh dengan
ditetapkannya Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara dan UUD 1945. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa yang diakui sebagai sumber dari sila-sila lainnya
mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang sangat religius dan sekaligus
memberi makna rohaniah terhadap kemajuankemajuan yang akan dicapai.5
5 http://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2014/22/29977/h-m-rasjidi-dan-sejarah-
kementerian-agama-1.html. Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB
40
Berdirinya Departemen Agama pada 3 Januari 1946, sekitar lima bulan
setelah proklamasi kemerdekaan kecuali berakar dari sifat dasar dan karakteristik
bangsa Indonesia tersebut di atas juga sekaligus sebagai realisasi dan penjabaran
ideologi Pancasila dan UUD 1945. Ketentuan juridis tentang agama tertuang
dalam UUD 1945 BAB E pasal 29 tentang Agama ayat 1, dan 2:
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya
itu.Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan
sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi dalam_praktek kenegaraan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.6
B. Visi dan Misi
Adapun visi dan misi dari Kementerian Agama adalah :
1. Visi.
“Terwujudnya masyarakat Indonesia yang TAAT BERAGAMA, RUKUN,
CERDAS, MANDIRI DAN SEJAHTERA LAHIR BATIN.”(Keputusan
Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010).
2. Misi.
a. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama.
b. Meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama.
c. Meningkatkan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi
agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan.
6 http://haji.kemenag.go.id. Diakses pada tanggal 03 juni 2015 pukul 09:06 WIB.
41
d. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji.
e. Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
(Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010).7
C. Tugas dan Fungsi.
1. Tugas.
Direktoral Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di
bidang penyelengaraan haji dan umrah.8
2. Fungsi.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 243,
Direktoral Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah menyelenggarakan
fungsi :
a. Perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah;
b. Pelaksanaan program penyelenggaraan haji dan umrah yang
meliputi pembinaan haji dan umrah, pelayanan haji, dan
pengelolaan dana haji;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria di bidang
penyelenggaraan haji dan umrah;
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi penyelenggaraan haji dan
umrah;
7 http://kemenag.go.id/file/dokumen/KMA22010.pdf. Diakses pada tanggal 01 September
2015 Pukul 17:07 WIB 8 Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Himpunan Peraturan-peraturan
Perundang-undangan tentang Penyelenggaraan Ibadah haji, (Jakarta: Kementerian Agama, 2010), BAB V, Pasal 243, h. 16
42
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah.9
D. Struktur Organisasi Kementerian Agama.
Susunan organisasi pada Kementerian Agama adalah :
1. Sekretariat Direktorat Jenderal penyelenggaraan Haji dan Umrah;
mempunyai tugas melaksanakan koordinasi penyusunan rencana,
program, dan anggaran, pelaksanaan tugas pelayanan dan pemberian
dukungan administrasi kepada seluruh unit kerja di lingkungan Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
2. Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah; mempunyai tugas melaksanakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, standarisasi, dan bimbingan
teknis, serta evaluasi di bidang pembinaan haji dan umrah.
3. Direktorat Pelayanan Haji; mempunya tugas melaksanakan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan, standarisasi, dan bimbingan teknis serta
evaluasi di bidang pelayanan haji yang meliputi pendaftaran, pengelolaan
dokumen, perlengkapan, pelayanan akomodasi dan katering, serta
transportasi dan perlindungan jamaah haji.
4. Direktorat Pengelolaan Dana Haji; mempunyai tugas melaksanakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, standarisasi, dan bimbingan
9 Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah , Himpunan Peraturan-peraturan
Perundang-undangan tentang Penyelenggaraan Ibadah haji, (Jakarta: Kementerian Agama, 2010), BAB V, Pasal 244, h. 16
43
teknis, serta evaluasi di bidang pengelolaan dana haji termasuk Dana
Abadi Umat.10
E. Sejarah Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Pada tanggal 21 Januari 1950, Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI)
mendirikan sebuah yayasan yang secara khusus menangani kegiatan
penyelenggaraan haji, yaitu Panitia Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia (PPPHI)
yang kemudian kedudukannya diperkuat dengan dikeluarkannya Surat
Kementerian Agama Republik Indonesia Serikat (RIS) Nomor 3170 tanggal 6
Pebruari 1950, disusul dengan surat edaran Menteri Agama RIS Nomor A.III/I/648
tanggal 9 Pebruari 1950 yang menunjuk PPPHI sebagai satu-satunya wadah yang
sah disamping Pemerintah untuk mengurus dan menyelenggarakan haji Indonesia.
Sejak saat itulah penyelenggaraan haji ditangani oleh Pemerintah, dalam hal ini
Kementerian Agama, dibantu oleh instansi lain seperti Pamongpraja. Tahun itu
merupakan tahun pertama rombongan haji Indonesia yang diikuti dan dipimpin
oleh Majelis Pimpinan Haji bersama dengan Rombongan Kesehatan Indonesia
(RKI).
Dengan dibentuknya Kementerian Agama sebagai salah satu unsur kabinet
Pemerintah setelah masa kemerdekaan, maka seluruh beban PIH ditanggung
pemerintah dan segala kebijakan tentang pelaksanaan ibadah haji semakin
terkendali Dengan semakin membaiknya tatanan kenegaraan Indonesia, pada
tahun 1964 pemerintah mengambil alih kewenangan dalam PIH dengan
10
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah , Himpunan Peraturan-peraturan Perundang-undangan tentang Penyelenggaraan Ibadah haji, (Jakarta: Kementerian Agama, 2010), BAB V, Pasal 245, h. 17
44
membubarkan PPPHI yang kemudian diserahkan kepada Dirjen Urusan Haji
(DUHA) ibawah koordinasi Menteri Urusan Haji.
Tugas awal penguasa Orde Baru sebagai pucuk pimpinan negara pada tahun
1966 adalah membenahi sistem kenegaraan. Pembenahan sistem pemerintahan
tersebut berpengaruh pula terhadap PIH dengan dibentuknya Departemen Agama
yang merubah struktur dan tata kerja organisasi Menteri Urusan Haji dan
mengalihkan tugas PIH dibawha wewenang Dirjen Urusan Haji, termasuk
penetapan biaya, sistem manajemen dan bentuk organisasi yang kemudian
ditetapkan dalam Keputusan Dirjen Urusan Haji Nomor 105 tahun 1966. Pada
tahun 1967 melalui keputusan Menteri Agama Nomor 92 tahun 1967, penetapan
besarnya biaya haji ditentukan oleh Menteri Agama.
Pada tahun 1968, keputusan tentang besarnya biaya haji kembali ditetapkan
oleh Dirjen Urusan Haji dengan keputusan Nomor 111 tahun 1968. Dalam
perjalanan selanjutnya, pemerintah bertanggung jawab secara penuh dalam PIH
mulai dari penentuan biaya haji, pelaksanaan ibadah haji serta hubungan antara
dua negara yang mulai dilaksanakan pada tahun 1970. Pada tahun tersebut biaya
perjalanan haji ditetapkan oleh Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 11
tahun 1970. Dalam tahun-tahun berikutnya PIH tidak banyak mengalami
perubahan-perubahan kebijakan dan keputusan tentang biaya perjalanan haji
ditetapkan melalui Keputusan Presiden.11
11
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.5
45
Pada tahun 1976, ditandai dengan adanya perubahan tata kerja dan struktur
organisasi PIH yang dilakukan oleh Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji (BIUH).
Sebagai panitia pusat, Dirjen BIUH melaksanakan koordinasi ke tiap-tiap daerah
tingkat I dan II di seluruh Indonesia. Dalam hal ini sistem koordinasi dilaksanakan
dan dipertanggungjawabkan oleh Dirjen BIUH. Beberapa panitia penyelenggara
didaerah juga menjalin koordinasi dengan Badan Koordinator Urusan Haji
(BAKUH) ABRI, hal ini dikarenakan BAKUH ABRI memiliki lembaga tersendiri
untuk pelaksaan operasional PIH.
Setelah tahun 1976, seluruh pelaksanaan operasional perjalanan ibadah haji
dilaksanakan oleh Dirjen BIUH. Pada tahun 1985, pemerintah kembali
mengikutsertakan pihak swasta dalam PIH, dimana pihak-pihak swasta tersebut
mempunyai kewajiban langsung kepada pemerintah. Dalam perkembangan
selanjutnya, lingkungan bisnis modern mengubah orientasi pihak-pihak swasta
tersebut dengan menyeimbangkan antara orientasi pelayanan dan orientasi
keuntungan yang selanjutnya dikenal dengan istilah PIH Plus. Pada tahun 1987
pemerintah mengeluarkan keputusan tentang PIH dan Umroh Nomor 22 tahun
1987 yang selanjutnya disempurnakan dengan mengeluarkan peraturan PIH dan
Umroh Nomor 245 tahun 1991 yang lebih mennekankan pad apemberian sanksi
yang jelas kepada pihak swasta yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana
ketentuan yang berlaku.
Pembatasan jamaah haji yang lebih dikenal dengan pembagian kuota haji
diterapkan pada tahun 1996 dengan dukungan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu
(SISKOHAT) untuk mencegah terjadinya over quota seperti yang terjadi pada
46
tahun 1995 dan sempat menimbulkan keresahan dan kegelisahan di masyarakat.,
khususnya calon jamaah haji yang telah terdaftar pada tahun tersebut namun tidak
dapat berangkat. Mulai tahun 2005 penetapan porsi provinsi dilakukan sesuai
dengan ketentuan Organisasi Konferensi Islam (OKI) yaitu 1 orang per mil dari
jumlah penduduk yang beragama Islam dari masing-masing provinsi, kecuali
untuk jamaah haji khusus diberikan porsi tersendiri.
Melalui Keputusan Presiden Nomor 119 tahun 1998, pemerintah menghapus
monopoli angkutan haji dengan mngizinkan kepada perusahaan penerbangan lain
selain PT. Garuda Indonesia untuk melaksanakan angkutan haji. Dibukanya
kesempatan tersebut disambut hangat oleh sebuah perusahaan asing, Saudi
Arabian Airlines untuk ikut serta dalam angkutan haji dengan mengajukan
penawaran kepada pemerintah dan mendapapat respon yang positif. Sejak era
reformasi, setiap bentuk kebijakan harus memenuhi aspek keterbukaan dan
transaparansi, jika tidak akan menuai kritik dari masyarakat. Pemerintah dituntut
untuk terus menyempurnakan sistem penyelenggaraan haji dengan lebih
menekankan pada pelayanan, pembinaan dan perlindungan secara opitmal.
Penyelenggaraan Haji menjadi tanggung jawab Menteri Agama yang dalam
pelaksanaan sehari-hari, secara struktural dan teknis fungsional dilaksanakan oleh
Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji (BIPH) yang
ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 165 tahun 2000. Dalam
perkembangan terakhir berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2005
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 63 tahun 2005,
Ditjen BIPH direstrukturasi menjadi dua unit kerja eselon I, yaitu Ditjen
47
Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) dan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan
Umroh (PHU). Dengan demikian mulai operasional haji tahun 2007 pelaksana
teknisP PIH dan pembinaan umroh berada dibawah Ditjen PHU.12
F. Visi dan Misi.
Adapun visi dan misi DIRJEN PHU adalah :
Visi yang diemban Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah adalah
“Terwujudnya pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah haji dan
umrah berdasarkan asas keadilan, transparan, akuntabel dengan prinsip nirlaba”.
Visi ini dicapai melalui misi Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah yaitu:
1. Meningkatkan kualitas penyuluhan. bimbingan. dan pemahaman manasik
haji.
2. Meningkatkan profesionalisme dan dedikasi petugas haji.
3. Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan ibadah haji melalui
pembinaan haji khusus, umrah, dan kelompok bimbingan ibadah.
4. Meningkatkan pelayanan pendaftaran, dokumen, akomodasi, transportasi,
dan katering sesuai standar pelayanan minimal penyelenggaraan haji.
5. Memberikan perlindungan kepada jemaah sehingga diperoleh rasa aman,
keadilan, dan kepastian melaksanakan ibadah haji.
6. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dana haji serta
pengembangan sistem informasi haji.
7. Meningkatkan kualitas dukungan manajemen dan dukungan teknis
lainnya dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.13
12 Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, h. 6
48
G. Kedudukan, Tugas dan Fungsi.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang
organisasi dan tata kerja Kementerian Agama, Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah mempunyai tugas merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penyelenggaraan haji
dan umrah.
Dalam BAB V, pasal 242 disebutkan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah, dimana Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan
dan standardisasi teknis di bidang penyelenggaraan haji dan umrah. Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah menyelenggarakan fungsi:
1. perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah;
2. pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah;
3. penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria di bidang penyelenggaraan
haji dan umrah;
4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi penyelenggaraan haji dan umrah;
5. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah.14
H. Struktur Organisasi.
13
www.Kemenag.go.id. Diakses pada tanggal 18 Mei 2015 Pukul 13:24 WIB. 14 www.Kemenag.go.id. Diakses pada tanggal 18 Mei 2015 Pukul 13:24 WIB.
49
Pasal 246 PMA Nomor 10 Tahun 2010 menjelaskan bahwa susunan organisasi
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, terdiri atas :
1. Direktur Jenderal PHU selaku pimpinan tertinggi dalam Ditjen PHU.
2. Sekretariat Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Sekretaris PHU membawahi 16 sub-bagian : Kabag Perencanaan dan
Keuangan, Kasubbag Perencanaan dan Evaluasi Porgram, Kasubbag
Pelaksana Anggaran dan Perbendaharaan, Kasubbag Verifikasi Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan, Kabag Ortala dan Kepegawaian, Kasubbag
Ortala, Kasubbag Kepegawaian, Kasubbag Hukum dan Peraturan Per-UU-
an, Kabag Sistem Informasi Haji Terpadu, Kasubbag Pengelolaan Sistem
Jaringan, Kasubbag Pengembangan Database Haji, Kasubbag Informasi
Haji, Kabag Umum, Kasubbag Tata Usaha, Kasubbag Rumah Tangga,
Kasubbag Perlengkapan dan BMN.
3. Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah dan Kasubbag Tata Usaha
Pembinaan Haji dan Umroh,membawahi 4 subdir dan 12 seksi: Kasubbag
Direktorat Bimbingan Jemaah Haji, Kepala Seksi Pengembangan Materi
Bimbingan, Kepala Seksi Pelaksanaan Bimbingan, Kepala Seksi
Pembinaan KBIH, Kasubbag Direktorat Pembinaan Petugas Haji, Kepala
Seksi Rekrutmen Petugas, Kepala Seksi Pelatihan Petugas, Kepala Seksi
Penilaian Kinerja Petugas, Kasubbag Direktorat Pembinaan Haji Khusus,
Kepala Seksi Perizinan PIHK, Kepala Seksi Akreditasi PIHK, Kepala
Seksi Pengawasan PIHK, Kasubbag Direktorat Pembinaan Umroh, Kepala
50
Seksi Perizinan PPIU, Kepala Seksi Akreditasi PPIU, Kepala Seksi
Pengawasan PPIU.
4. Direktorat Pelayanan Haji dan Kasubbag Tata Usaha Direktorat Pelayanan
Haji,membawahi 4 subdir dan 12 seksi : Kasubdir Pendaftaran Haji,
Kepala Seksi Pendaftaran Haji Reguler, Kepala Seksi Pendaftaran Haji
Khusus, Kepala Seksi Pembatalan Pendaftaran Haji, Kasubdir Dokumen
dan Perlengkapan Haji, Kepala Seksi Dokumen Jamaah Haji, Kepala Seksi
Pemvisaan, Kepala Seksi Perlengkapan Jamaah Haji, Kasubdir Akomodasi
dan Katering Haji, Kepala Seksi Akomodasi di Arab Saudi, Kepala Seksi
Katering Jamaah Haji, Kepala Seksi Asrama Haji, Kasubdir Transportasi
dan Perlindungan Jamaah Haji, Kepala Seksi Akomodasi di Arab Saudi,
Kepala Seksi Transportasi Udara, Kepala Seksi Transportasi Darat, Kepala
Seksi Perlindungan dan Kemanana Jamaah Haji.
5. Direktorat Pengelolaan Dana Haji dan dan Kasubbag Direktorat
Pengelolaan Dana Haji membawahi 4 subdir dan 12 seksi : Kasubdir BPIH,
Kepala Seksi Setoran BPIH, Kepala Seksi Pengendalian BPS BPIH,
Kepala Seksi Akuntansi dan Pelaporan Setoran Awal, Kasubdir Pelaksana
Anggaran Operasional haji, Kepala Seksi Perbendaharaan Operasional
Haji, Kepala Seksi Verifikasi, Kepala Seksi Akuntansi dan Pelaporan,
Kasubdir, Pengelolaan dan Pengembangan Dana Haji, Kepala Seksi
Perbendaharaan Dana Haji, Kepala Seksi Pengembangan dan Portofolio
Dana Haji, Kepala Seksi Akuntansi dan Pelaporan, Kasubdir Fasilitasi BP
DAU, Kepala Seksi Perbendaharaan Dana Abadi Umat (DAU), Kepala
51
Seksi Program dan Portofolio, Kepala Seksi Administrasi, Akuntansi dan
Pelaporan.15
I. Profil Amanah Giri Artha.
Pendirian asuransi syariah PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha ini dimaksudkan
untuk meningkatkan kesejahteraan para stake holder juga kepada masyarakat pada
umumnya selain itu bertujuan untuk menanamkan rasa saling tolongmenolong
dalam menanggulangi risiko keuangan akibat suatu musibah diantara peserta.
Dipihak lain akan terjadi penghimpunan dana masyarakat yang dapat
dimanfaatkan untuk memperkuat investasi/permodalan dengan mengikuti aturan
regulasi yang ada.
J. Visi, Misi, dan Nilai.
Adapun visi dari asuransi Amanah Giri Artha ialah:
Menjadi Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah Pilihan Utama Masyarakat.
Adapun misi dari asuransi Amanah Giri Artha ialah:
Menjalankan usaha Asuransi Jiwa Syariah yang dapat memenuhi kebutuhan
Peserta yang terus berubah dan menanamkan pentingnya Tolong Menolong
melalui Proteksi & Perencanaan Keuangan.
Amanah Giri Artha memiliki beberapa nilai dalam pelayanannya, yaitu:
1. Amanah.
2. Jujur dan Adil.
3. Berhati-hati dan Bertanggung Jawab.
15
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Bagan Organisasi Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh PMA, (Jakarta: Kementerian Agama,2010), Nomor 10 Tahun 2010
52
4. Ramah dan Peduli.
5. Taat dan Tegas.
K. Struktur Organisasi.
Dewan Komisaris:
1. Ir. M. Muchamad Iman Tawakal, MBA (Komisaris Utama).
2. Dr. HC. Ary Ginanjar Agustian (Komisaris).
3. Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec (Komisaris Independen).
4. Dr. Ir. Salim Al Bakry, MBA, MM, CPLHI, ACS, QIP (Komisaris
Independen).
Dewan Pengawas Syariah:
1. Drs. Slamet Effendi Yusuf, MSi (Ketua).
2. H. Amin Musa, SE (Anggota).
Dewan Direksi:
1. Agung Jatmika Nurahsid, MM, FSAI (Direktur).
2. Ir. Muhammad Rezaluddin, AAAIJ (Direktur)
Aktuaris Perusahaan/ Tenaga Ahli:
1. Agung Jatmika Nurahsid, MM, FSAI (Aktuaris Perusahaan).
2. Ir. Muhammad Zamachsyari, ASAI, AAIJ, FIIS (Tenaga Ahli Perusahaan).16
16
http://www.amanahgitha.com/www/index.php?page=tentang&idp=1. Diakses pada tanggal 01 Agustus 2015. Pukul 19:46 WIB
53
BAB IV
AKUNTABILITAS PT. AJS AMANAHJIWA GIRI ARTHA
A. Jenis Akuntabilitas.
Pada landasan teori penulis sudah memaparkan pengertian akuntabilitas
serta beberapa jenis akuntabilitas menurut para ahli. Maka pada penelitian ini
penulis mengambil teori yang bersumber dari Chandler dan Plano yang
menjabarkan tentang beberapa jenis akuntabilitas, yaitu:
1. Akuntabilitas fisikal tanggungjawab atas dana publik.
2. Akuntabilitas legal tanggungjawab atas mematuhi hukum.
3. Akuntabilitas program tanggungjawab untuk menjalankan suatu program.
4. Akuntanbilitas proses tanggungjawab untuk melaksanakan prosedur.
5. Akuntabilitas Outcome tanggungjawab atas hasil.
Dalam bab IV ini penulis akan menjelaskan akuntabilitas PT. AJS
Amanahjiwa Giri Artha menurut teori Chandler dan Plano, dan menjabarkan
hasil temuan penulis.
B. Akuntabilitas PT. AJS Amanahjiwa Giri Artha.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa untuk mengetahui
akuntabilitas ialah sumber utama dari good governance. Maka dari itu, sebuah
perusahaan atau instansi pemerintah haruslah memiliki akuntabilitas agar
terciptanya good governance dalam perusahaan atau instansi pemerintahan.
Serta penulis akan menjabarkan akuntabilitas PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha
menurut teori Chandler dan Plano yang sudah penulis singgung pada bagian
sebelumnya.
54
Untuk kategori akutabilitas yang pertama pihak Amanahjiwa Giri Artha
bertanggung jawab atas dana publik khususnya dana asuransi jiwa Jemaah
yang dananya itu berasal dari ONH Jemaah dan petugas haji yang dananya
berasal dari anggaran Negara. Untuk mengetahui akuntabilitas PT.AJS
Amanahjiwa Giri Artha dalam pelaksanaan asuransi jiwa haji tahun 2014,
penulis tidak bisa mengakses laporan keuangan klaim secara langsung dalam
pelaksanaan asuransi jiwa haji tahun 2014.
Analisis penulis dalam hal ini, seharusnya pihak asuransi memberikan
akses kepada khalayak publik terkait dengan laporan keuangan klaim yang
merupakan hak para jamaah. Karena premi yang diambil dari ONH jamaah jadi
masyarakat khususnya para ahli waris bisa mengetahui laporan keuangan
klaim.
Untuk kategori akuntabilitas yang kedua dalam pelaksanaannya PT.AJS
Amanahjiwa Giri Artha memiliki izin operasional dari Menteri Keuangan
Republik Indonesia dengan Nomor KEP.539/KM.10/2012 tertanggal 24
September 2012, serta memiliki Nomor peserta wajib pajak
03.199.065.8017.000 dan terdaftar di AAJI dengan No register AJ-048 Tahun
2012 (tidak ada masa berlaku), serta terdaftar juga di AASI dengan No
A.0007.2015 (masa berlaku tiap tahun).1
Untuk kategori akuntabilitas yang ketiga PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha
dalam pelaksanaan asuransi jiwa haji harus mengikuti program yang telah
dibuat oleh Kementerian Agama sebagai pihak KEMENAG. Dalam kontrak
1 Wawancara langsung dengan Lina Hartati selaku Penanganan Asuransi Jiwa Haji 2014,
tanggal 29 September 2015 Pukul 08:30 WIB.
55
yang sudah disepakati oleh pihak KEMENAG dan pihak PENYEDIA terlampir
program yang sudah dibuat oleh pihak KEMENAG, seperti berikut:
Pihak PENYEDIA dalam hal ini adalah sebagai pemenang tender asuransi
jiwa haji berkewajiban memberikan nilai manfaat bagi jamaah haji dan uang
santunan bagi petugas haji dengan persentase sebagai berikut:
TABEL I DAFTAR SANTUNAN
Jenis santunan / manfaat :
No Jenis santunan/Manfaat
Besarnya Manfaat/Uang Santunan Kebajikan
% Jemaah Haji Petugas
Haji
1 Meninggal dunia biasa/bukan
karena kecelakaan 100 % NM 35.930.000 10.000.000
2 Meninggal dunia karena
kecelakaan 200 % NM 71.860.000 20.000.000
3
Cacat tetap total yaitu kehilangan sebagian anggota
badan atau fungsi dari anggota badan untuk
selamanya akibat kecelakaan
a. Kehilangan fungsi atas
kedua tangan 100 % NM 35.930.000 10.000.000
b. Kehilangan fungsi atas
dua kaki 100 % NM 35.930.000 10.000.000
c. Kehilangan fungsi atas
kedua mata 100 % NM 35.930.000 10.000.000
d. Kehilangan fungsi atas
satu tangan dan satu kaki 100 % NM 35.930.000 10.000.000
e. Kehilangan fungsi atas
satu tangan dan satu mata 100 % NM 35.930.000 10.000.000
f. Kehilangan fungsi atas
satu kaki dan satu mata 100 % NM 35.930.000 10.000.000
g. Kehilangan fungsi pendengaran kedua belah telinga 100 % NM
35.930.000 10.000.000
4
Cacat tetap sebagian yaitu cacat sebagian yang sifatnya permanen akibat kecelakaan yang menyebabkan kehilangan sebagian anggota
56
badan atau fungsi untuk selamanya
a. Lengan kanan mulai dari
bahu 70 % NM 25.151.000 7.000.000
b. Lengan kiri mulai dari
bahu 56 % NM 20.120.800 5.600.000
c. Tangan kanan mulai dari
siku 65 % NM 23.354.500 6.500.000
d. Tangan kiri mulai dari
siku 52 % NM 18.683.600 5.200.000
e. Tangan kanan mulai dari
pergelangan 60 % NM 21.558.000 6.000.000
f. Tangan kiri mulai dari
pergelangan 50 % NM 17.965.000 5.000.000 g. Satu mata 30 % NM 10.779.000 3.000.000 h. Satu kaki 50 % NM 17.965.000 5.000.000 i. Dari paha/ sendi lutut 40 % NM 14.372.000 4.000.000 j. Dari pergelangan kaki 40 % NM 14.372.000 4.000.000 k. Tiap jari kaki 5 % NM 1.796.500 500.000 l. Ibu jari tangan kanan 25 % NM 8.982.500 2.500.000
m. Tiap satu ruas ibu jari
tangan kanan 12,5 % NM 4.491.250 1.250.000 n. Ibu jari tangan kiri 20 % NM 7.186.000 2.000.000
o. Tiap satu ruas ibu jari
tangan kiri 10 % NM 3.593.000 1.000.000 p. Jari telunjuk kanan 25 % NM 8.982.500 2.500.000
q. Tiap satu ruas jari
telunjuk kanan 5 % NM 1.796.500 500.000 r. Jari telunjuk kiri 12 % NM 4.311.600 1.200.000
s. Tiap satu ruas jari telunjuk
kiri 4 % NM 1.437.200 400.000 t. Jari kelingking kanan 12 % NM 4.311.600 1.200.000
u. Tiap satu ruas jari
kelingking kanan 4 % NM 1.437.200 400.000 v. Jari kelingking kiri 7 % NM 2.515.100 700.000
w. Tiap satu ruas jari
kelingking kiri 2,3 % NM 826.390 230.000
x. Jari tengah atau jari manis
kanan 10 % NM 3.593.000 1.000.000
y. Tiap satu ruas jari tengah
atau jari manis 3, 3 % NM 1.185.690 330.000
z. Jari tengah atau jari manis
kiri 8 % NM 2.874.400 800.000
aa. Tiap satu ruas jari tengah
atau jari manis kiri 2,6 % NM 934.180 260.000 Sumber: Asuransi Amanah Ghita
57
Catatan:
� Nilai Manfaat (NM) Jemaah haji Rp. 35.930.000,-
� Nilai Manfaat (NM) petugas haji Rp. 10.000.000,-
� Penetapan cacat tetap tetap atau sebagian selamanya.
� Melaksanakan ibadah haji berdasarkan surat pernyataan dokter.2
Akan tetapi para ahli waris perlu melengkapi persyaratan untuk pengajuan
klaim. Adapun persyaratannya sebagai berikut:
a. Persyaratan Klaim bagi jemaah regular:
Wafat di Arab Saudi:
� Surat keterangan kematian Jeddah (SKK) yang dikeluarkan oleh
Kantor Perwakilan Indonesia di Arab Saudi apabila wafat di Saudi.
� Surat keterangan kematian dokter pesawat (bila wafat di pesawat)
� Surat keterangan dari kepolisian Arab Saudi jika wafat karena
kecelakaan
� Foto copy kartu identitas jemaah yang wafat (SIM/KTP/Paspor)
� Foto copy kartu identitas seluruh ahli waris (SIM/KTP)
� Foto copy KK seluruh ahli waris bila telah pisah rumah dengan
jemaah yang wafat.
� Copy buku tabungan haji
� Formulir pengajuan Klaim Asuransi Jiwa yang diketahui dan
ditandatangani oleh Kasi/Kasubdit Layanan Haji Kementerian
Agama setempat.
Wafat di Tanah Air:
2 Perjanjian jasa asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji Indonesia tahun
1435H/2014M, Kementerian Agama, 2014
58
� Surat penggilan masuk asrama (SPMA) asli
� Surat kematian yang dikeluarkan oleh pejabat setempat
� Surat keterangan kematian yang dikeluarkan oleh rumah sakit (bila
wafat di rumah sakit)
� Rekam medis yang dikeluarkanoleh RS yang mencantumkan
tanggal masuk RS dan keluar RS
� Surat keterangan dokter pesawat jika wafat di pesawat menuju
Tanah Air
� Berita acara pemeriksaan kecelakaan dari kepolisian setempat
(tempat kejadian kecelakaan) bila wafat di Tanah Air karena
kecelakaan.
� Foto copy kartu identitas jemaah yang wafat (SIM/KTP/Paspor)
� Foto copy kartu identitas seluruh ahli waris (SIM/KTP)
� Foto copy KK seluruh ahli waris bila telah pisah rumah dengan
jemaah yang wafat.
� Copy buku tabungan haji
� Kronologis kematian yang diketahui oleh petugas Kementerian
Agama daerah jemaah berasal.
� Formulir pengajuan Klaim Asuransi Jiwa yang diketahui dan
ditandatangani oleh Kasi/Kasubdit Layanan Haji Kementerian
Agama setempat.
Cacat tetap total atau sebagian karena kecelakaan selama ibadah
haji:
� Surat penggilan masuk asrama (SPMA) asli
59
� Surat keterangan dari dokter yang menyatakan cacat tetap total atau
sebagian dan surat keterangan kecelakaan yang dikeluarkan oleh
kantor perwakilan Indonesia di Arab Saudi apabila mengalami
kecelakaan di Arab Saudi atau keterangan dokter pesawat jika
kecelakaan di pesawat.
� Surat keterangan dari dokter yang menyatakan cacat tetap total atau
sebagian karena kecelakaan pada saat ibadah haji.
� Berita acara kecelakaan yang dikeluarkan kepolisian setempat
(tempat kejadian kecelakaan) jika kecelakaan terjadi di Tanah Air.
� Foto copy kartu identitas jemaah yang mengalami kecelakaan
(SIM/KTP/Paspor)
� Foto copy kartu identitas ahli waris (SIM/KTP) bila diurus oleh
ahli waris.
� Copy buku tabungan haji
� Formulir pengajuan Klaim Asuransi Jiwa yang diketahui dan
ditandatangani oleh Kasi/Kasubdit Layanan Haji Kementerian
Agama setempat.3
Kategori akuntabilitas yang keempat berikut penulis lampirkan perjanjian
jasa asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji Indonesia tahun 1435 H/2014
M antara Kementerian Agama Republik Indonesia dengan PT. AJS
Amanahjiwa Giri Artha.
PERJANJIAN
Jasa Asuransi Jiwa Jemaah Haji Dan Petugas Haji Indonesia
3 Perjanjian jasa asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji Indonesia tahun
1435H/2014M, Kementerian Agama, 2014
60
Tahun 1435 H/2014 M
Nomor : Dt. VII.II/4/HJ.05/2481/PPK/2014
Nomor : 013/AJML/Perj.Syariah/Lgl/VIII/2014
Perjanjian jasa asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji Indonesia tahun 1435
H/2014 M ini berikut seluruh lampirannya (selanjutnya disebut
“PERJANJIAN”) dibuat dan ditandatangani di Jakarta pada hari Selasa tanggal
Dua belas bulan Agustus tahun dua ribu empat belas antara Kementerian
Agama Republik Indonesia yang dalam hal ini diwakili Triganto Harso selaku
Pejabat Pembuat Komitmen Anggaran BPIH pada Direktorat Pelayanan Haji
Dalam Negeri Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang
berkedudukan di Jalan Lapangan Banteng Barat Nomor 3-4 Jakarta Pusat,
berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Nomor D/52 Tahun 2014 (selanjutnya disebut “KEMENAG”), dan Ari
Ferianto, Direktur Utama, yang bertindak untuk dan atas nama PT.AJS
Amanahjiwa Giri Artha, yang berkedudukan di Gedung Menara 165, Jalan
T.B. Simatupang Kav. 1, Cilandak Timur 12650 Jakarta Selatan. Berdasarkan
Akta Pendirian tertanggal dua puluh empat bulan September tahun dua ribu
dua belas (selanjutnya disebut “PENYEDIA”).
MENGINGAT BAHWA:
a) Berdasarkan surat penunjukan Nomor Dt.VII.II/4/HJ.05/2481/PPK/2014
tanggal 12 Agustus 2014 perihal Penunjukan Penyedia Untuk
Pelaksanaan Paket Pekerjaan Pengadaan Jasa Lainnya Asuransi Jiwa
Bagi Jemaah Haji dan Petugas Haji Indonesia.
b) KEMENAG dan PENYEDIA menyatakan memiliki kewenangan untuk
menandatangani perjanjian ini, dan mengikat pihak yang diwakili;
c) KEMENAG dan PENYEDIA mengakui dan menyatakan bahwa
sehubungan dengan penandatanganan perjanjian ini masing-masing
pihak:
1) Telah dan senantiasa diberikan kesempatan untuk didampingi oleh
Konsultan Hukum;
61
2) Telah mendapatkan kesempatan yang memadai untuk memeriksa
dan mengkonfirmasi semua ketentuan dalam perjanjian ini beserta
semua fakta dan kondisi yang terkait.
3) Menandatangani Perjanjian ini setelah membaca dan memahami
secara penuh ketentuan Perjanjian ini.
KEMENAG dan PENYEDIA dengan ini bersepakat dan menyetujui hal-hal
sebagai berikut:
1. Nilai Perjanjian adalah nilai konstribusi setiap jemaah haji sebesar
Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) dikalikan dengan asumsi jumlah
jemaah haji sebanyak 167.797 orang, sehinggal total nilai Perjanjian
sebesar Rp.16.779.700,- (enam belas milyar tujuh ratus tujuh puluh
sembilan ribu tujuh ratus rupiah).
2. Dalam hal ini terdapat perubahan jumlah jemaah haji sebagaimana
tersebut pada angka 1, akan dilakukan perubahan perjanjian (addendum)
yang akan ditandatangani Para Pihak.
3. PENYEDIA memberikan nilai manfaat bagi jemaah dan uang santunan
bagi petugas haji, dengan besaran sebagai berikut:
a. Jemaah Haji yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan
mendapat nilai manfaat Rp.35.930.000.- (tiga puluh lima juta
sembilan ratus tiga puluh ribu rupiah).
b. Jemaah Haji yang meninggal dunia karena kecelakaan mendapat nilai
manfaat sebesar Rp.71.860.000 (tujuh puluh satu juta delapan ratus
enam puluh ribu rupiah).
c. Jemaah Haji yang cacat tetap total atau tetap sebagian karena
kecelakaan, mendapat nilai manfaat sebesar persentase dari manfaat
sebagaimana yang tercantum dalam lampiran perjanjian ini.
d. Petugas Haji yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan
mendapat uang santunan sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta ribu
rupiah).
e. Petugas Haji yang meninggal dunia karena kecelakaan mendapat uang
santunan sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta ribu rupiah).
62
f. Petugas Haji yang cacat tetap total atau tetap sebagian karena
kecelakaan, mendapat uang santunan sebesar persentase dari manfaat
sebagaimana yang tercantum dalam lampiran perjanjian ini.
4. Dokumen-dokumen yang terlampir dalam perjanjian merupakan satu-
kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini, dengan
hirarki sebagai berikut:
a. Perjanjian;
b. Syarat-syarat khusus perjanjian;
c. Syarat-syarat umum perjanjian;
d. Besaran persentase nilai pertanggungjawaban/manfaat asuransi jiwa
jemaah haji dan petugas haji tahun 1435H/2014M
e. Bank garansi (jaminan pelaksanaan)
5. Dokumen perjanjian dibuat untuk saling menjelaskan satu sama lain, dan
jika terjadi pertentangan antara ketentuan dalam suatu dokumen dengan
ketentuan dalam dokumen yang lainnya, maka yang berlaku adalah
ketentuan dalam dokumen yang lebih tinggi berdasarkan urutan hirarki
pada angka 4 di atas;
6. Kewajiban dan Hak KEMENAG:
a. KEMENAG mempunyai kewajiban untuk:
i. Memberikan data dan informasi tentang Jemaah Haji dan Petugas
Haji yang menjadi peserta Asuransi Jiwa, dan informasi Jemaah Haji
dan Petugas Haji yang meninggal dunia kepada PENYEDIA untuk
kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai perjanjian;
ii. Membayar konstribusi sesuai Nilai Perjanjian sebagaimana
dimaksud pada angka 1di atas, yang diatur lebih lanjut dalam Syarat-
syarat Khusus Perjanjian (SSKP) dan Syarat-syarat Umum
Perjanjian (SSUP);
b. KEMENAG mempunyai hak untuk:
i. Mengawasi dan memerikasa pekerjaan yang dilaksanakan oleh
PENYEDIA;
ii. Meminta laporan-laporan mengenai pelaksanaan pekerjaan yang
dilakukan oleh PENYEDIA;
63
iii. Memberikan sanksi kepada PENYEDIA apabila PENYEDIA
tidak/belum melakukan kewajibannya.
7. Kewajiban dan Hak PENYEDIA
a. PENYEDIA mempunyai kewajiban untuk:
i. Melaksanakan sosialisasi mengenai asuransi jiwa jemaah haji dan
petugas haji Indonesia;
ii. Bekerjasama dengan perusahaan Reasuransi;
iii. Melaporkan pelaksanaan pekerjaan secara periodik kepada
KEMENAG;
iv. Melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal
pelaksanaan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam perjanjian;
v. Melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan secara cermat, akurat,
dan penuh tanggungjawab;
vi. Memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan untuk
pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan yang dibutuhkan KEMENAG;
vii. Meyerahkan hasil pekerjaan sesuai dengan jadwal penyerahan
pekerjaan yang telah ditetapkan dalam perjanjian;
viii. Pro aktif menyelesaikan klaim asuransi jiwa jemaah haji dan
santunan petugas haji kepada ahli waris; dan
ix. Membayarkan nilai manfaat dan santunan kepada jemaah haji dan
petugas haji/ahli waris dengan jumlah sebagaimana diatur dalam
angka 3 di atas.
b. PENYEDIA mempunyai hak untuk:
i. Menerima pembayaran untuk pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
nilai perjanjian;
ii. Menerima data dan informasi jemaah haji dan petugas haji yang
menjadi peserta asuransi jiwa dan informasi jemaah haji dan petugas
haji yang meninggal dunia dari KEMENAG guna kelancaran
pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan perjanjian.
8. Perjanjian mulai berlaku sejak tanggal ditandatangani.
64
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani oleh KEMENAG dan PENYEDIA,
asli rangkap dua, bermaterai cukup, diberikan kepada masing-masing pihak
dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.4
Kategori akuntabilitas yang kelima berikut penulis lampirkan berita acara
serah terima penyelesaian pekerjaan dari PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha yang
merupakan laporan resmi terkait dengan penyelenggaraan asuransi jiwa haji
tahun 2014. Berikut berita acaranya:
BERITA ACARA SERAH TERIMA PENYELESAIAN PEKERJAAN
NO : Dt.VII.II/4/Hj.04/127/2015
NO : 01/BA-AGA-DIR/IV/2015
Pada hari ini, Rabu tanggal delapan bulan April tahun dua ribu lima belas
(08-04-2015), kami bertanda tangan di bawah ini:
Nama :Triganto Harso Jabatan :Kasubdit Transportasi Udara dan Perlindungan Haji selaku
Pejabat Pembuat Komitmen Pada Direktorat Pelayanan Haji Dalam Negeri Kementerian Agama RI
Alamat :Jalan Lapangan Banteng Barat Nomor 3-4 Jakarta.
Selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA
Nama :Ari Ferianto Jabatan :Direktur Utama PT.AJS AMANAHJIWA GIRI ARTHA Alamat :Gedung Menara 165, Jl. T.B. Simatupang Kav. 1, Cilandak
Timur 12650 Jakarta Selatan. Telp:021-29406315 Fax:021-29406316
Selanjutnya disebut PIHAK KEDUA
- Bahwa pada hari dan tanggal tersebut di atas, PIHAK PERTAMA dan
PIHAK KEDUA, sesuai dengan surat penunjukan Nomor:
Dt.VII.II/4/HJ.05/2481/PPK/2014 tanggal 12 Agustus 2014 perihal
4 Perjanjian jasa asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji Indonesia tahun
1435H/2014M, Kementerian Agama, 2014
65
penunjukan penyedia untuk pelaksanaan paket pekerjaan pengadaan
jasa lainnya asuransi jiwa jemaah haji dan petugas haji Indonesia.
- Bahwa, PIHAK KEDUA telah menyelesaikan pekerjaan Asuransi jiwa
jemaah haji dan petugas haji tahun 1435 H/2014 M, dengan rincian
sebagai berikut:
1. JUMLAH JEMAAH HAJI 1435H/2014M YANG BERANGKAT
NO JEMAAH HAJI JUMLAH
1 REGULER 154.483
2 KHUSUS 13.314
JUMLAH 167.797
2. JUMLAH PETUGAS HAJI 1435H/2014M
NO PETUGAS HAJI JUMLAH
1 KLOTER 1.855
2 NON KLOTER 1437
JUMLAH 3.292
3. JEMAAH HAJI DAN PETUGAS HAJI YANG WAFAT/CACAT
NO KETERANGAN JUMLAH
1 Jemaah Haji Wafat Normal 356
2 Jemaah Haji Wafat Karena Kecelakaan 2
3 Petugas Haji Wafat Karena Kecelakaan 1
JUMLAH 359
Sumber: Asuransi Amanahjiwa Giri Artha
Berdasarkan keterangan jumlah daftar jamaah haji yang wafat/cacat,
penulis melakukan wawancara kepada ahli waris jamaah haji yang wafat, baik
wafat di Tanah Air maupun wafat di Tanah Suci.
66
Menurut saya pelayanan yang diberikan oleh pihak asuransi sudah bagus, saya mendapatkan kemudahan untuk mengajukan persyaratan dengan cara pengiriman berkas lewat pos, saya tidak harus datang langsung ke kantor asuransi. serta untuk uang klaimnya setelah semua berkas lengkap dan proses selesai saya diberitahukan oleh pihak asuransi via sms bahwasanya uang klaim sudah ditransfer kerekening tabungan haji jamaah yang bersangkutan5
Penulis menyimpulkan bahwa PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha belum
akuntabel dalam pelaksanaan asuransi haji karena tidak bisanya memenuhi
akuntabilitas untuk mengakses laporan dana publik yang seharusnya jamaah
atau ahli waris dapat mengakses dan mengetahui laporan tersebut. Untuk
akuntabilitas yang lain PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha sudah memenuhi point-
point yang sudah penulis ambil menurut teori Chandler dan Plano.
Serta pelayanan yang diberikan oleh pihak asuransi kepada para ahli waris
yang mengajukan klaim sudah bagus dan mudah, dan penyampaian informasi
yang jelas serta cepat sangat membantu para ahli waris dalam mengajukan
klaim.
5 Wawancara langsung ahli waris jamaah haji tahun 2014, tanggal 31 September 2015
Pukul 13:13 WIB
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dalam skripsi ini, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Jenis akuntabilitas yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan dari
Chandler dan Plano yaitu:
a. Akuntabilitas fisikal tanggungjawab atas dana publik.
b. Akuntabilitas legal tanggungjawab atas mematuhi hukum.
c. Akuntabilitas program tanggungjawab untuk menjalankan suatu program.
d. Akuntanbilitas proses tanggungjawab untuk melaksanakan prosedur.
e. Akuntabilitas Outcome tanggungjawab atas hasil.
2. Akuntabilitas PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha ditinjau laporan dana publik
yang seharusnya bisa diketahui oleh jamaah atau ahli waris akan tetapi
dalam temuan penulis tidak mendapatkan akses untuk melampirkan laporan
tersebut. PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha dalam membuktikan kelegalannya
dengan memiliki izin operasional dari Menteri Keuangan Republik
Indonesia dengan Nomor KEP.539/KM.10/2012 tertanggal 24 September
2012, serta memiliki Nomor peserta wajib pajak 03.199.065.8017.000 dan
terdaftar di AAJI dengan No register AJ-048 Tahun 2012 (tidak ada masa
berlaku), serta terdaftar juga di AASI dengan No A.0007.2015 (masa
berlaku tiap tahun). Serta PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha sudah
melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada kontrak yang
sudah penulis masukkan pada bab IV.
65
Dari beberapa kesimpulan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa PT.AJS
Amanahjiwa Giri Artha belum akuntabel dalam pelaksanaan asuransi jiwa haji
tahun 2014 yang mana dapat dilihat dari pemaparan penulis di atas.
B. Saran.
Dari hasil penelitian dan kesimpulan yang ada, dengan prospek kedepan,
maka penulis dapat mengemukakan beberapa hal yang kemudian dijadikan
sebagai rekomendasi, yaitu sebagai berikut:
1. Dalam hal ini pihak asuransi tidak menjamin kesehatan, barang hilang.
Maka seharusnya yang harus dicover bukan hanya jiwa jamaah dan petugas
haji saja melainkan, kesehatan serta barang-barang yang dibawa oleh
jamaah.
2. Premi yang dibayarkan kepada pihak asuransi dinaikkan agar pengcoveran
terhadap jamaah dan petugas haji lebih maksimal lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,Am. Hasan. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam (Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis & Praktis). Jakarta: Prenada Media, 2004.
Akbar. Setiady Purnomo. Usman. Husin. Metedologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003
Anwar. Khoiril. Asuransi Syariah, Halal dan Maslahat. Solo: Tiga Serangkai, 2007.
Anshar. Zakaria. Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2008.
Asuransi Amanahjiwa Giri Artha. Buku Panduan Asuransi Jiwa Jemaah Haji Tahun 1435 H/ 2014 M. Jakarta: PT.AJS Amanahjiwa Giri Artha, 2004.
Bagir. Muhammad. Fiqih Praktis 1. Bandung: Karisma, 2008.
Direktorat Penyelenggaraan Haji Dan Umrah, Bagan Organisasi Ditjen Penyelenggaraan Haji Dan Umrah PMA Nomor 10. Jakarta: Kemeterian Agama, 2010.
Direktorat Penyelenggaraan Haji Dan Umrah, Himpunan Peraturan-peraturan Perundang-undangan tentang Penyelenggaraan Ibadah haji. Jakarta: Kemeterian Agama, 2010.
Departemen Agama RI Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Jakarta. Bimbingan Manasik Haji. Jakarta: Kemeterian Agama, 2005.
Departemen Agama RI Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Jakarta. Haji Dari Masa Ke Masa. Jakarta: Kemeterian Agama, 2012.
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
Faisal. Jalan Terjal Good Governance: Prinsip, Konsep Dan Tantangan Dalam Negara Hukum. Makassar: PUKAP Indonesia, 2009.
Kasmir. Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Kumurotomo. Wahyudi. Akuntabilitas Birokrasi Publik: Sketsa Pada Masa Transisi. Yogyakarta: Magister Administrasi Publik (MAP) UGM Dengan Pustaka Belajar, 2005.
Raba. Manggaukang. Akuntabilitas: Konsep Dan Implementasi. Malang: UMM Press, 2005.
S. Advendi. S. Elsi, Kartika. Hukum dalam Ekonomi (edisi II_Rev). Jakarta: Grasindo, 2006.
Saleh. A Chunaini. Penyelenggaraan Haji Era Reformasi Analisis Internal Kebijakan Publik Departemen Agama. Ciputat: Pustaka Alvabet Anggota IKAPI, 2008.
Sankri. Landasan Dan Pedoman Pokok Penyelenggaraan Dan Pengembangan Sistem Administrasi Negara. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 2004.
Syaukani. Imam. Manajemen Pelayanan Haji di Indonesia. Jakarta: CV. Prasasti, 2004.
Sula syakir. Muhammad. Asuransi Syariah (Life And General) Konsep Dan Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani, 2004.
Waluyo. Manajemen Publik: Konsep, Aplikasi Dan Implementasinya Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Bandung: Mandar Maju, 2007.
Wolfe. Michael. Haji. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003.
Garini. India. Pengaruh Transparansi Dan Akuntabilitas Terhadap Kinerja Instansi Pemerintah Pada Dinas Di Kota Bandung. “Skripsi: Universitas Komputer Indonesia Bandung, 2011.
http://www.amanahgitha.com/www/index.php?page=tentang&idp=1. Diakses pada tanggal 01 Agustus 2015. Pukul 19:46 WIB.
http://asuransisyariahdankonvensional.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 01 juli 2015 pukul 16:33 WIB.
http://www.alquran-indonesia.com/web/quran/listings/details/106. Diakses pada
tanggal 17 Mei 2015 pukul 23:07 WIB http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/564/jbptunikompp-gdl-niayuliawa-28183-4-
bab1-nia.pdf. Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB http://haji.kemenag.go.id. Diakses pada tanggal 03 juni 2015 pukul 09:06 WIB. http://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2014/22/29977/h-m-rasjidi-dan-
sejarah-kementerian-agama-1.html. Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB
http://kemenag.go.id/file/dokumen/KMA22010.pdf. Diakses pada tanggal 01
September 2015 Pukul 17:07 WIB www.Kemenag.go.id. Diakses pada tanggal 18 Mei 2015 Pukul 13:24 WIB. http://keuangan.kontan.co.id/news/tarif-premi-asuransi-haji-diusulkan-naik.
Diakses pada tanggal 26 Maret 2015, pukul 09:42 WIB.
http://keuangan.kontan.co.id/news/kemenag-siap-gelar-tender-asuransi-haji-1.
Diakses pada tanggal 19 Desember 2014 pukul 18:09 WIB. http://lampung.kemenag.go.id/file/file/subbagHukmas/fjv1418108874.pdf.
Diakses pada tanggal 01 September 2015 Pukul 17:07 WIB www.mui.or.id/mui_in/product_2/fatwa.php?id=47&pg=2 . Diakses pada tanggal
19 Desember 2014 pukul 18:09 WIB. http://nizarrassiprastama.blogspot.com/2013/02/pengertian-lelang-dan-
syaratnya.html. Diakses pada tanggal 5 januari 2015 pukul 21:12 WIB
Recommended