View
225
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH JAMBU BIJI MERAH (Psidium
guajava Linn) TERHADAP KERUSAKAN STRUKTUR HISTOLOGIS
GINJAL MENCIT YANG DIINDUKSI PARASETAMOL
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Prisca Priscilla
G.0009170
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan Judul : Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Jambu Biji
Merah (Psidium guajava Linn) terhadap Kerusakan Struktur Histologis
Ginjal Mencit yang Diinduksi Parasetamol
Prisca Priscilla, NIM : G.0009170, Tahun : 2012
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada hari Selasa, Tanggal 31 Juli 2012
Pembimbing Utama
Nama : Suyatmi, dr., M.Biomed., Sci.
NIP : 19720105 200112 2001 ………………………………
Pembimbing Pendamping
Nama : Yulia Sari, S.Si., M.Si.
NIP : 19800715 200812 2001 ……………………………….
Penguji Utama
Nama : Muthmainah, dr., M.Kes.
NIP : 19660702 199802 2001 ……………………………….
Penguji Pendamping
Nama : Arif Suryawan, dr., AIFM
NIP : 19580327 198601 1001 ……………………………….
Surakarta, 31 Juli 2012
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes
NIP 19660702 199802 2 001
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
NIP 19510601 197903 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 31 Juli 2012
Prisca Priscilla
G.0009170
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Prisca Priscilla, G.0009170, 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Jambu Biji
Merah (Psidium guajava Linn) terhadap Kerusakan Struktur Histologis Ginjal
Mencit yang Diinduksi Parasetamol. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Latar Belakang: Buah jambu biji merah (Psidium guajava Linn) mengandung
berbagai macam antioksidan seperti vitamin A, C, E, mineral Fe, Mn, Zn, Se,
flavonoid, dan likopen. Antioksidan tersebut diketahui memiliki potensi efek
nefroprotektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak buah jambu biji merah terhadap kerusakan struktur histologis ginjal
mencit yang diinduksi parasetamol dan pengaruh peningkatan dosis ekstrak buah
jambu biji merah dalam meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan struktur
histologis ginjal mencit yang diinduksi parasetamol.
Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan the
post test only controlled group design. Sampel menggunakan 28 ekor mencit
jantan dari galur Swiss webster, dengan umur 2-3 bulan dan berat badan + 20
gram. Sampel diambil dengan metode incidental sampling dan dibagi secara acak
ke dalam 4 kelompok. Kelompok KK(-) dan KK(+), mencit diberi akuades selama
14 hari. Kelompok KP1, mencit diberi ekstrak buah jambu biji merah dosis 35
mg/20 gram BB mencit dan kelompok KP2, mencit diberi ekstrak buah jambu biji
merah dosis 70 mg/20 gram BB mencit selama 14 hari. Parasetamol diberikan
pada kelompok KK(+), KP1, dan KP2 pada hari ke-12, 13, dan 14. Hari ke-15,
mencit dikorbankan dan ginjal mencit dibuat preparat dengan metode blok parafin
dan pengecatan HE. Gambaran histologis ginjal dinilai berdasarkan penjumlahan
intisel piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Data dianalisis menggunakan uji One-
Way ANOVA (α = 0,05) dan dilanjutkan uji Post Hoc Multiple Comparisons
(LSD) (α = 0,05).
Hasil Penelitian: Hasil uji One-Way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan
yang bermakna antara keempat kelompok. Hasil uji LSD menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna antara kelompok KK(-)-KK(+), KK(-)-KP1, KK(-)-
KP2, KK(+)-KP1, KK(+)-KP2, dan KP1-KP2.
Simpulan Penelitian: Ekstrak buah jambu biji merah dapat mencegah kerusakan
struktur histologis ginjal mencit yang diinduksi parasetamol dan peningkatan
dosis ekstrak buah jambu biji merah dapat meningkatkan efek proteksi terhadap
kerusakan struktur histologis ginjal mencit yang diinduksi parasetamol.
Kata kunci: ekstrak buah jambu biji merah, parasetamol, kerusakan struktur
histologis ginjal mencit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Prisca Priscilla, G.0009170, 2012. The Influence of Red Guava Fruit Extract
(Psidium guajava Linn) to Renal Histologic Structure Damage of Mice which is
Induced by Paracetamol. Script, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University,
Surakarta.
Background: Red guava fruit (Psidium guajava Linn) contain various of
antioxidants such as vitamins A, C, E, minerals Fe, Mn, Zn, Se, flavonoids, and
lycopene.Antioxidants were thought to have nephroprotective effect. The
objectives of this research are to know the effect of red guava fruit extract in
preventing the renal histologic structure damage of mice which is induced by
paracetamol and the increase of red guava fruit extract dose can also increase
protection effect to the renal histologic structure damage of mice which is induced
by paracetamol.
Methods: This was laboratory experimental research with the post test only
controlled group design. Samples were twenty eight male mice from Swiss
webster type, 2-3 months old age and + 20 gram of each weight. Samples taken by
the incidental method of sampling and divided randomly into 4 groups. The group
of KK(-) and KK(+), mice were given aquadest for 14 days. The group of KP1,
mice were given red guava fruit extract with the dose of 35 mg/20 g body weight
of mice and the group of KP2, mice were given red guava fruit extract with the
dose of 70 mg/20 g body weight of mice for 14 days. Paracetamol was given to
groups of KK(+), KP1, and KP2, on the 12th
, 13th
, and 14th
day. The 15th
day, mice
were sacrificed and renals made preparations by the method of paraffin block and
stained by HE. Renal histological features were assessed based on quantifying of
pyknosis, karyorhexis, and karyolysis. Data were analyzed using the One-Way
ANOVA test (α = 0.05) and continued with Post Hoc Multiple Comparisons
(LSD) test (α = 0.05).
Results: The results of One-Way ANOVA test showed that there was significant
difference between the four groups. LSD test results showed there was significant
difference between groups of KK(-)-KK(+), KK(-)-KP1, KK(-)-KP2, KK(+)-KP1,
KK(+)-KP2, dan KP1-KP2.
Conclusion: Red guava fruit extract can prevent the renal histologic structure
damage of mice which is induced by paracetamol and the increase of red guava
fruit extract dose can increase protection effect to the renal histologic structure
damage of mice which is induced by paracetamol.
Keywords: red guava fruit extract, paracetamol, renal histologic structure
damage.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Segala puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
segala kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Jambu Biji Merah (Psidium guajava
Linn) terhadap Kerusakan Struktur Histologis Ginjal Mencit yang Diinduksi
Parasetamol”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini tidak lepas dari kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Suyatmi, dr., M.Biomed., Sci., selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi kepada penulis.
4. Yulia Sari, S.Si., M.Si., selaku Pembimbing Pendamping yang telah
memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi kepada penulis.
5. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Penguji Utama yang telah memberikan kritik
dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
6. Arif Suryawan, dr., AIFM, selaku Penguji Pendamping yang telah
memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan Staf Laboratorium Histologi dan Bagian Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu dalam
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
8. Papa, Mama, Engkong, Mak, Cynthia serta seluruh keluarga besar penulis
yang turut memberikan doa, dukungan, dan motivasi, baik material maupun
spiritual dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Ardelia, Vasa, Medika, Ria, Irene, David, Dympna, Marsha, Ratih, Tita dan
teman-teman FK UNS angkatan 2009 yang telah memberikan dukungan dan
motivasi dalam penulisan skripsi ini.
10. Teman-teman keluarga besar Asisten Histologi FK UNS, atas motivasi,
inspirasi dan kebersamaannya selama ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang turut membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
Surakarta, 31 Juli 2012
Prisca Priscilla
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka............................................................................. 4
1. Jambu biji merah (Psidium guajava Linn) ............................... 4
a. Klasifikasi ........................................................................... 4
b. Deskripsi Tanaman ............................................................. 4
c. Khasiat ................................................................................ 6
d. Kandungan kimia ............................................................... 7
2. Ginjal (Ren) .............................................................................. 11
a. Anatomi .............................................................................. 11
b. Fisiologi .............................................................................. 11
c. Histologi ............................................................................. 11
3. Parasetamol ............................................................................... 17
a. Farmakodinamik ................................................................. 17
b. Farmakokinetik ................................................................... 17
c. Dosis ................................................................................... 18
d. Efek Samping ..................................................................... 19
4. Mekanisme Kerusakan Ginjal akibat Pemberian
Parasetamol Dosis Toksik ........................................................ 19
5. Mikroskopis Ginjal akibat Pemberian
Parasetamol Dosis Toksik ........................................................ 22
6. Mekanisme Perlindungan Ekstrak Buah Jambu Biji Merah
(Psidium guajava Linn) terhadap Kerusakan Ginjal akibat
Pemberian Parasetamol Dosis Toksik ...................................... 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
B. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 28
C. Hipotesis ......................................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .............................................................................. 30
B. Lokasi Penelitian ........................................................................... 30
C. Subjek Penelitian ........................................................................... 30
D. Teknik Sampling ........................................................................... 31
E. Rancangan Penelitian .................................................................... 31
F. Identifikasi Variabel Penelitian ..................................................... 33
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................... 34
H. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 37
I. Cara Kerja ..................................................................................... 38
J. Teknik Analisis Data Statistik ....................................................... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian ..................................................................... 46
B. Analisis Data ................................................................................. 49
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 52
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ....................................................................................... 58
B. Saran .............................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 59
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Buah Jambu Biji Merah (Psidium guajava Linn)
dalam 100 gram Buah Segar
Tabel 4.1. Rata-Rata Jumlah Kerusakan Histologis Sel Epitel Tubulus
Proksimal Ginjal pada Masing-Masing Kelompok Perlakuan Mencit
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Uji LSD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pohon dan Buah Jambu Biji Merah
Gambar 2.2. Struktur Histologis Ginjal
Gambar 2.3. Pengamatan Mikroskopis Ginjal Normal
Gambar 2.4. Skema Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian
Gambar 3.2. Skema Langkah-Langkah Penelitian
Gambar 4.1. Histogram Perbandingan Rata-Rata Jumlah Kerusakan Histologis
Ginjal Mencit Keempat Kelompok Perlakuan
Gambar 4.2. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal
Mencit Kelompok Kontrol Negatif (KK(-)) dengan Pengecatan
HE dan Perbesaran 1000x
Gambar 4.3. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal
Mencit Kelompok Kontrol Positif (KK(+)) dengan Pengecatan
HE dan Perbesaran 1000x
Gambar 4.4. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal
Mencit Kelompok Perlakuan 1 (KP1) dengan Pengecatan HE dan
Perbesaran 1000x
Gambar 4.5. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal
Mencit Kelompok Perlakuan 2 (KP2) dengan Pengecatan HE dan
Perbesaran 1000x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan
Lampiran 2. Tabel Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian
Peroral
Lampiran 3. Tabel Hasil Pengamatan Preparat Histologis Ginjal Mencit
Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Data Penelitian
Lampiran 5. Gambar Alat dan Bahan Penelitian
Lampiran 6. Prosedur Pembuatan Ekstrak Buah Jambu Biji Merah di LPPT
UGM
Lampiran 7. Data Pembuatan Ekstrak Buah Jambu Biji Merah
Lampiran 8. Surat Keterangan Pembelian Mencit di LPPT UGM
Lampiran 9. Surat Ijin Penelitian di Laboratorium Histologi FK UNS
Lampiran 10. Ethical clearance
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam membentuk sistem
ekskretorius tubuh manusia. Ginjal terdiri atas satuan unit terkecil berupa
nefron yang memiliki fungsi penting dalam mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh. Kegagalan dari ginjal untuk melakukan fungsinya
secara baik dan adekuat akan mengakibatkan gagal ginjal. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan Grassman (2005), hingga akhir tahun 2004 terdapat
1.783.000 penduduk dunia yang menjalani perawatan ginjal akibat gagal
ginjal. Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang
cukup tinggi. Berdasarkan data dari Persatuan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI) 2004, diperkirakan terdapat 70.000 penderita gagal ginjal di
Indonesia.
Salah satu penyebab gagal ginjal yang paling banyak ditemukan adalah
toksisitas akibat pengaruh obat. Proses yang mendasari terjadinya toksisitas
akibat obat secara singkat dipengaruhi oleh pembentukan ROS (Radical
Oxygen Species) yang merupakan radikal bebas superoksida (Sukandar, 2006;
Evans et al., 2002). Radikal bebas dalam sel memiliki efek negatif, yaitu dapat
menimbulkan stres oksidatif terhadap komponen sel dan akhirnya
menyebabkan terjadinya kerusakan sel itu sendiri (Rubin et al., 2005). Salah
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
satu bentuk pencegahan terhadap stres oksidatif tersebut adalah dengan
pemberian antioksidan (Jan et al., 2011; Halberstein, 2005).
Salah satu tanaman obat yang memiliki manfaat sebagai antioksidan
adalah buah jambu biji merah (Psidium guajava Linn). Buah jambu biji merah
merupakan buah yang mudah didapat di alam, dikenal oleh masyarakat luas,
harganya murah, dan tidak memiliki kandungan kimia yang berbahaya.
Kandungan nutrisi yang paling banyak terkandung dalam buah jambu biji
merah adalah likopen dan vitamin C, sedangkan senyawa lainnya adalah
vitamin A, vitamin E, serta beberapa mineral dan senyawa fitonutrien (USDA,
2007). Senyawa-senyawa tersebut memiliki efek antioksidan yang sangat baik
untuk mencegah terjadinya stres oksidatif pada kerusakan sel. Namun, sejauh
ini belum terdapat penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh buah jambu biji
merah dalam sifatnya sebagai nefroprotektor.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna
mengetahui apakah buah jambu biji merah (Psidium guajava Linn) sebagai
tanaman obat mampu berdaya proteksi dan mencegah kerusakan ginjal yang
terjadi akibat induksi parasetamol.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah pemberian ekstrak buah jambu biji merah (Psidium guajava Linn)
dapat mencegah kerusakan struktur histologis ginjal mencit yang diinduksi
parasetamol?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
2. Apakah peningkatan dosis ekstrak buah jambu biji merah (Psidium
guajava Linn) dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan
struktur histologis ginjal mencit yang diinduksi parasetamol?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak buah jambu biji merah
(Psidium guajava Linn) dapat mencegah kerusakan struktur histologis
ginjal mencit yang diinduksi parasetamol.
2. Untuk mengetahui apakah peningkatan dosis ekstrak buah jambu biji
merah (Psidium guajava Linn) dapat meningkatkan efek proteksi terhadap
kerusakan struktur histologis ginjal mencit yang diinduksi parasetamol.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
pengaruh ekstrak buah jambu biji merah (Psidium guajava Linn) dalam
mencegah kerusakan ginjal mencit yang diinduksi parasetamol.
b. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan untuk
penelitian lebih lanjut, misalnya penelitian dengan subjek manusia.
2. Manfaat Aplikatif
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi
masyarakat untuk menggunakan ekstrak buah jambu biji merah
(Psidium guajava Linn) sebagai tanaman obat alternatif dalam upaya
untuk mencegah kerusakan ginjal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Jambu Biji Merah (Psidium guajava Linn)
a. Klasifikasi
Tanaman jambu biji (Psidium guajava Linn) diklasifikasikan
menurut taksonominya, yaitu :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava Linn
(National Tropical Botanical Garden, 2012).
b. Deskripsi Tanaman
Jambu biji (jambu batu; jambu klutuk; jambu siki) merupakan
tanaman yang sudah tidak asing lagi di Indonesia. Tanaman ini berasal
dari Brazilia, Amerika Tengah, tumbuh di daerah tropis hingga
subtropis, termasuk golongan tanaman buah berjenis perdu yang
bercabang banyak, dan tingginya dapat mencapai 3 sampai 10 meter.
Umumnya umur pohon jambu biji dapat mencapai 30-40 tahun
4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
(Parimin, 2007). Tanaman ini memiliki daun berbentuk bulat telur
dengan pangkal membulat, ujung tumpul, kasar, kusam, dan berwarna
hijau. Bunganya kecil berwarna putih keluar dari ketiak daun, tunggal,
dan bertangkai (Astawan, 2008).
Gambar 2.1. Pohon dan Buah Jambu Biji Merah (Tabulampot,
2007; Wikipedia, 2012)
Buah jambu biji berbentuk bulat sampai bulat telur, berdiameter
2,5 cm sampai dengan lebih dari 10 cm. Kulitnya berwarna hijau
sampai hijau kekuningan, daging buahnya tebal. Buah jambu biji
bervariasi, ada yang daging buahnya berwarna merah, putih, atau
kuning (Lakhanpal, 2007). Pada daging buahnya terdapat banyak biji
yang mengumpul ditengah, berukuran kecil, keras dan berwarna
kuning kecoklatan. Buah yang telah masak dagingnya lunak,
sedangkan yang belum masak dagingnya agak keras dan renyah.
Buahnya memiliki rasa manis, kurang manis, dan hambar, tergantung
dari varietasnya (Bambang, 2010). Buah jambu biji unggulan di
Indonesia adalah jambu biji merah (FEDC, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
c. Khasiat
Buah jambu biji merah sejak dahulu telah banyak digunakan
untuk pengobatan tradisional. Buah ini dipercaya dapat membantu
mempercepat penyembuhan demam berdarah. Kandungan likopen
yang tinggi dalam buah ini mampu meningkatkan kadar trombosit
penderita penyakit demam berdarah (FEDC, 2007). Selain itu, buah
jambu biji juga bermanfaat memperlancar pencernaan, menurunkan
kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah dan lesu, serta
mengobati sariawan (Bambang, 2010).
Beberapa penelitian menemukan khasiat kulit buah jambu biji
merah mampu mengatasi hiperglikemia (Rai et al., 2007a). Dalam
penelitian selanjutnya, Rai et al. (2007b, 2009) berhasil membuktikan
khasiat antidiabetes yang lebih baik pada kulit buah jambu biji merah
dalam keadaan buah yang belum masak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
d. Kandungan Kimia
Buah jambu biji merah memiliki berbagai kandungan gizi
seperti terlampir di bawah ini:
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Buah Jambu Biji Merah (Psidium
guajava Linn) dalam 100 gram Buah Segar.
Komposisi Gizi Satuan Kandungan Gizi
Kalori kcal 68
Protein g 2,55
Lemak g 0,95
Serat g 5,4
Mineral
Kalsium (Ca) mg 18
Besi (Fe) mg 0,26
Kalium (K) mg 417
Natrium (Na) mg 2
Seng (Zn) mg 0,23
Selenium (Se) mg 0,6
Vitamin
Vitamin C mg 228,3
Riboflavin mg 0,040
Thiamin mg 0,067
Niasin mg 1,084
Vitamin B6 mg 0,110
Vitamin B12 mcg 0,00
Folat mcg 49
Vitamin A IU 624
Betakaroten mcg 374
Vitamin E mg 0,73
Vitamin K mcg 2,6
Misc
Likopen mcg 5204
(Sumber : USDA, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Buah jambu biji merah merupakan salah satu buah yang
istimewa karena kandungan vitamin C nya sangat tinggi melebihi
buah yang lain, yakni mencapai empat hingga enam kali lebih tinggi
dibandingkan buah jeruk (31-53 mg/100 gram), tiga kali lipat dari
buah stroberi (57 mg/100 gram), enam kali lipat dari buah anggur
(34 mg/100 gram), dan mencapai dua puluh kali lipat dari buah
pisang (9 mg/100 gram) (The Natural Food Hub, 2001). Vitamin C
dapat berkhasiat sebagai antioksidan dan meningkatkan sistem
kekebalan tubuh sehingga mampu melawan berbagai infeksi dan
menangkal radikal bebas (Pdpersi, 2004; Astawan, 2006). Vitamin C
juga berperan membantu penyerapan mineral zat besi yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah (Astawan, 2006).
Selain sebagai sumber vitamin C yang baik, buah jambu biji
merah juga kaya akan serat pangan (dietary fiber) yang berkaitan
dengan antioksidan alami yang terdapat di dalam buahnya (Jimenez
et al., 2001). Jenis serat yang cukup banyak terkandung di dalam
buah ini adalah pektin yang merupakan jenis serat yang bersifat larut
di dalam air. Kandungan pektin terutama terdapat pada bagian kulit
buahnya yang berperan mengganggu penyerapan lemak dan glukosa
yang berasal dari makanan (Achyad dan Rasyidah, 2000). Sehingga
dapat menurunkan kadar kolesterol dan glukosa darah, mencegah
atherosklerosis (penyumbatan pembuluh darah penyebab terjadinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
penyakit jantung koroner dan stroke) serta penyakit diabetes melitus
(Astawan, 2006).
Kandungan gizi lain pada buah jambu biji merah adalah
vitamin A (betakaroten), vitamin E, Zn, Fe, dan Se yang dapat
menambah potensi antioksidan buah ini. Berbagai vitamin dan
mineral tersebut mampu meningkatkan status antioksidan total bagi
tubuh, sehingga berperan penting dalam menghambat stres oksidatif
akibat radikal bebas. Dalam penelitian sebelumnya, konsumsi buah
jambu biji merah mampu memperbaiki status oksidan dan profil lipid
(total kolesterol, trigliserid, LDL-kolesterol dan HDL-kolesterol)
pada manusia dewasa muda (Knek et al., 2000; Cerhan et al., 2003).
Dalam buahnya, jambu biji merah juga dilengkapi dengan
kandungan polifenol dan flavonoid. Polifenol merupakan salah satu
sumber antioksidan alami yang baik bagi tubuh. Kandungan
polifenol tertinggi pada buah jambu biji merah berada di kulitnya
(Marquina et al., 2008). Sedangkan flavonoid memiliki kemampuan
sebagai antiradang, antialergi, antivirus dan antikanker. Kandungan
lainnya adalah senyawa karotenoid, seperti likopen dan
cryptoxanthin (Rahmat et al., 2006; Astawan, 2008).
Likopen merupakan salah satu senyawa fitokimia atau
fitonutrien yang bermanfaat bagi kesehatan. Likopen terdapat
sebagai pigmen yang disintesis oleh tanaman dan mikroorganisme,
yang memberikan warna merah kekuningan pada buah dan sayuran,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dan termasuk dalam kelompok senyawa karotenoid. Likopen
berperan penting sebagai antioksidan yang poten. Likopen diketahui
mempunyai aktivitas antioksidan lebih baik daripada vitamin A, C, E
maupun mineral lainnya. Senyawa ini mempunyai kemampuan
untuk mengeliminasi radikal bebas dan mengurangi risiko terhadap
berbagai macam kanker (Agarwal dan Rao, 2000; Sudardjat dan
Gunawan, 2003).
Ada dua mekanisme kerja likopen yang utama dalam
mencegah penyakit kronis termasuk kanker dan degeneratif, yaitu :
1) Melalui kerja oksidatif yakni sebagai antioksidan yang akan
meredam spesies oksigen reaktif dan meningkatkan potensi
antioksidan sehingga mengurangi kerusakan oksidatif pada
lipid (termasuk lipid membran dan lipoprotein), protein dan
DNA
2) Mekanisme non-oksidatif melalui pengaturan fungsi gen,
memperbaiki gap-junction communication, modulasi hormon
dan respons imun atau pengaturan metabolisme yang
semuanya akan menyebabkan penurunan risiko penyakit
kronik (Agarwal dan Rao, 2000; Sudardjat dan Gunawan,
2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
2. Ginjal (Ren)
a. Anatomi
Ginjal merupakan organ berjumlah sepasang yang terletak
dalam retroperitoneum pada dinding posterior abdomen, berwarna
kemerahan, dan berbentuk seperti kacang. Pada manusia dewasa,
masing-masing ginjal memiliki panjang 10 cm, lebar 5,5 cm dan tebal
3 cm dengan berat 150 gram (Ashley dan Morlidge, 2008). Ginjal
dibungkus oleh jaringan fibrosa kapsul ginjal. Ginjal memiliki sisi
medial cekung dan sisi lateral yang cembung. Sisi medial yang
cekung, hilum, merupakan tempat masuknya saraf, keluar dan masuk
pembuluh darah dan pembuluh limfe, serta keluarnya ureter
(Junqueira et al., 2005).
b. Fisiologi
Ginjal memegang peranan penting dalam mempertahankan
homeostasis tubuh. Peran ginjal secara umum adalah mengatur
tekanan darah, komposisi darah, dan volume cairan tubuh;
menghasilkan urin; mempertahankan keseimbangan asam-basa; dan
menghasilkan dua hormon penting, yaitu renin dan eritropoietin
(Eroschenko, 2003).
c. Histologi
Potongan longitudinal mikroskopis ginjal memperlihatkan dua
daerah yang berbeda, korteks di bagian luar dan medula di bagian
dalam (Wilson, 2006). Pada pengamatan mikroskopis, korteks akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
tercat gelap dan medula tercat lebih terang (Paulsen, 2000). Korteks
ginjal terdiri dari pars konvulata dan pars radiata. Pars konvulata/
kontorta tersusun dari korpuskuli ginjal dan tubuli yang membentuk
labirin kortikal. Pars radiata tersusun dari bagian-bagian lurus
(segmen lurus tubulus proksimal dan segmen lurus tubulus distal) dari
nefron dan duktus kolektivus. Medula ginjal hanya mengandung
tubuli bagian lurus dan segmen-segmen tipis nefron (Lengkung Henle)
(Junqueira et al.,2005).
Gambar 2.2. Struktur Histologis Ginjal (Mescher, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Nefron adalah unit fungsional dari ginjal. Masing-masing ginjal
terdiri dari 1-4 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas korpuskulum
ginjal, tubulus proksimal, segmen tebal dan tipis ansa Henle, serta
tubulus distal (Junqueira et al., 2005). Nefron menghasilkan urin
dengan mekanisme filtrasi sederhana, reabsorbsi dan ekskresi (Ashley
dan Morlidge, 2008).
Korpuskulum ginjal terdiri dari kapsula Bowman dan rumbai
kapiler glomerulus. Kapsula Bowman merupakan suatu invaginasi
dari tubulus proksimal. Kapsula Bowman dilapisi oleh sel-sel epitel.
Sel epitel parietal berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar
dari kapsula sedangkan sel epitel viseral jauh lebih besar dan
membentuk bagian dalam kapsula dan melapisi bagian luar dari
rumbai kapiler. Membrana basalis membentuk lapisan tengah dinding
kapiler, terjepit di antara sel-sel epitel pada satu sisi dan sel-sel
endotel pada sisi yang lain. Sel-sel endotel membentuk bagian
terdalam dari rumbai kapiler. Sel endotel berkontak langsung dengan
membrana basalis, sedangkan sel epitel tidak. Sel-sel endotel,
membrana basalis, dan sel-sel viseral merupakan tiga lapisan yang
membentuk membrana filtrasi glomerulus (Wilson, 2006).
Di dalam kapsula bowman terdapat seberkas kapiler yang
merupakan bagian dari korpuskulum ginjal, disebut glomerulus.
Glomerulus dibentuk oleh beberapa berkas anastomosis kapiler yang
berasal dari cabang-cabang arteriol aferen. Jaringan ikat dari arteriol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
aferen tidak masuk ke dalam kapsula Bowman dan digantikan oleh sel
tipe khusus, yaitu sel-sel mesangial. Glomerulus merupakan daerah
sentral sel-sel mesangial dan lapisan-lapisan dari kapsula Bowman
dengan membran dasar yang bersangkutan (Gartner dan Hiatt, 2007).
Aparatus jukstaglomerulus merupakan sekelompok sel khusus
yang berada di dekat korpuskulum ginjal dan tubulus distal. Aparatus
ini terdiri atas sel-sel jukstaglomerular dan makula densa. Sel-sel
jukstaglomerular adalah sekelompok sel otot polos yang telah
dimodifikasi, terletak di dinding arteriol aferen sebelum memasuki
kapsul glomerular membentuk glomerulus. Makula densa adalah
sekelompok sel pada tubulus distal yang mengalami modifikasi dan
terletak bersebelahan dengan arteriol aferen yang disertai sel
jukstaglomerular (Eroschenko, 2003). Aparatus jukstaglomerulus
berperan dalam mengontrol volume cairan ekstraseluler dan tekanan
darah, serta mengatur pelepasan renin (Wilson, 2006).
Tubulus proksimal merupakan tubulus ginjal segmen awal dari
nefron. Tubulus ini banyak terdapat di korteks, dengan lumen kecil
tidak rata (Eroschenko, 2003). Diameternya sekitar 60 μm dan
panjang sekitar 14 mm. Tubulus proksimal terdiri dari pars konvulata
yang berada di dekat korpuskulum ginjal dan pars rekta yang berjalan
turun di medulla dan korteks, kemudian berlanjut menjadi ansa Henle
di medulla. Sel-sel tubulus proksimal berbentuk kuboid selapis; batas
sel tidak jelas; sitoplasma eosinofilik; bergranula dan berinti besar,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
bulat, berbentuk sferis dan terletak di sentral. Puncak sel yang
menghadap ke lumen tubulus mempunyai mikrovili cukup panjang,
disebut brush border. Sedangkan pada bagian basal sel terdapat basal
striation berupa garis-garis basal (Gartner dan Hiatt, 2007). Sel-sel
tubulus proksimal mempunyai aktivitas metabolisme yang tinggi dan
mempunyai banyak mitokondria untuk menyokong proses transpor
aktif yang sangat cepat dan cukup tepat (Guyton dan Hall, 2007).
Tubulus proksimal adalah lokasi yang paling sering mengalami
kerusakan akibat toksikan karena sebelum obat dan metabolitnya
diekskresikan melalui urine, terlebih dahulu akan dikonsentrasikan
dalam sel tubulus proksimal ginjal sehingga mengakibatkan kadar
toksik pada tubulus proksimal meningkat (Wilmana dan Gunawan,
2007; Wilson, 2006).
Ansa Henle adalah lengkung berbentuk U terdiri atas ruas tebal
desenden, dengan struktur yang sangat mirip tubulus proksimal;
sedangkan ruas tipis desenden, ruas tipis asenden, dan ruas tebal
asenden, dengan struktur yang sangat mirip tubulus distal. Lumen ruas
nefron ini cukup lebar karena dindingnya tersusun atas sel epitel
gepeng yang intinya hanya sedikit menonjol ke dalam lumen
(Junqueira et al., 2005).
Bila ruas tebal asenden ansa Henle menerobos korteks, struktur
histologisnya tetap terpelihara tetapi menjadi berkelok-kelok, disebut
tubulus distal. Tubulus ini dilapisi oleh sel-sel epitel kuboid selapis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
(Junqueira et al., 2005). Tubulus distal lebih pendek dibandingkan
tubulus proksimal sehingga pada irisan tampak lebih sedikit, dengan
diameter lebih sempit. Pada umumnya sel-selnya tercat kurang kuat
dibanding dengan tubulus proksimal. Tubulus distal merupakan
segmen akhir nefron. (Sherwood, 2001; Junqueira et al., 2005).
Berikut adalah gambaran mikroskopis ginjal normal (pengecatan
Hematoksilin Eosin) yang dilihat menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 400x :
Gambar 2.3. Pengamatan Mikroskopis Ginjal Normal
(Mescher, 2010)
Keterangan :
G : Glomerulus
U : Urinary space (celah kapsular)
TP : Renal corpuscle's tubular pole (kutub tubuler
korpuskulum ginjal)
P : Proximal convoluted tubule (tubulus proksimal)
D : Distal convoluted tubules (tubulus distal)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
3. Parasetamol
Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat yang berasal dari
metabolit fenasetin, dalam derivat para amino fenol (Wilmana dan
Gunawan, 2007). Obat ini memiliki aktivitas analgesik dan antipiretik,
dengan sedikit efek antiinflamasi (Goodman et al., 2008).
a. Farmakodinamik
Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat, yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri derajat ringan sampai sedang.
Efek antipiretiknya ditimbulkan oleh gugus aminobenzen.
Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga
juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat (Wilmana dan Gunawan,
2007; Katzung, 2002). Efek antiinflamasinya sangat lemah, oleh
karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik.
Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang
lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat,
demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa
(Wilmana dan Gunawan, 2007).
b. Farmakokinetik
Parasetamol peroral diabsorbsi secara cepat dan hampir
sempurna di saluran pencernaan, berhubungan dengan tingkat
pengosongan lambung. Konsentrasi dalam plasma tertinggi dalam
waktu 30 sampai 60 menit. Dalam plasma, waktu paruhnya sekitar 1-3
jam setelah pemberian dosis terapeutik, tetapi dapat memanjang pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
pasien dengan gangguan hepar (Katzung, 2002; Wilmana dan
Gunawan, 2007). Di dalam plasma, sebanyak 25 % parasetamol
terikat protein plasma (Goodman et al., 2008).
Parasetamol dimetabolisme terutama di hati. Proses
metabolisme parasetamol melalui 3 jalur yaitu glukoronidasi (60%
dikonjugasikan dengan asam glukoronat), sulfatasi (35%
dikonjugasikan dengan asam sulfat), dan oksidasi oleh sitokrom P-
450. Jalur konjugasi pertama (terutama glukuronidasi dan sulfatasi)
tidak dapat digunakan lagi ketika dosis parasetamol telah jauh
melebihi dosis terapeutik dan sebagian kecil akan beralih ke jalur
sitokrom P-450. Proses tersebut pada akhirnya menghasilkan konjugat
yang larut dalam air yang akan diekskresi ke dalam urin oleh ginjal
(Defendi dan Tucker, 2009; Goodman et al., 2008).
c. Dosis
Parasetamol aman diberikan peroral pada dosis 325-1000 mg
per hari dan tidak boleh lebih dari 4000 mg (2000 mg/hari untuk
alkoholik kronis). Pada anak-anak, dosis tunggal yang diberikan
sekitar 40-480 mg tergantung usia dan berat badan anak. Umumnya,
dosis 10 mg/kg berat badan masih aman dikonsumsi (Goodman et al.,
2008).
Parasetamol dalam dosis terapi memang relatif aman untuk
dikonsumsi, tetapi dalam dosis besar obat ini dapat menjadi bahan
toksik yang berbahaya (Darmansjah, 2002). Pada manusia dewasa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
overdosis parasetamol yang mengakibatkan toksisitas terjadi pada
penggunaan dosis tunggal 10 sampai 15 gram (150-250 mg/kg BB).
Penggunaan dosis 20 sampai 25 gram atau lebih dimungkinkan
menyebabkan kematian (Goodman et al., 2008; Wilmana dan
Gunawan, 2007).
d. Efek Samping
Overdosis parasetamol dapat menyebabkan mual, muntah, dan
anoreksia (Wilmana dan Gunawan, 2007). Sedangkan efek samping
yang cukup serius akibat pengunaan parasetamol dosis toksik adalah
terjadinya nekrosis hati yang fatal. Penggunaan parasetamol dalam
waktu yang lama dan dosis yang besar juga dapat mengakibatkan
nefropati analgetika (Gopi et al., 2010 ; Jayakumar et al., 2010;
Fruchter et al., 2011). Gagal ginjal akut, nekrosis tubulus ginjal, koma
hipoglikemik, bahkan kematian dapat pula terjadi (Goodman et al.,
2008; Neal, 2006; Rossert, 2001).
4. Mekanisme Kerusakan Ginjal Akibat Pemberian Parasetamol Dosis
Toksik
Parasetamol dosis berlebih memicu terjadinya proses metabolisme
yang berawal dari konjugasi parasetamol melalui jalur sitokrom P-450
(bioaktivasi sitokrom P-450). Proses tersebut akan menghasilkan senyawa
N-asetyl-para-benzoquinone-imine (NAPQI) yang merupakan metabolit
intermediet parasetamol yang sangat reaktif, elektrofilik, dan bersifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
toksik bagi hati dan ginjal (Goodman et al., 2008). Metabolit ini umumnya
akan mengalami detoksifikasi di hati oleh glutathione endogen (Benson et
al., 2005).
Pada keadaan normal, senyawa NAPQI akan dieliminasi melalui
proses konjugasi dengan glutathione yang berikatan dengan gugus
sulfhidril dan kemudian dimetabolisme lebih lanjut menjadi asam
merkapturat yang bersifat non-toksik, dan selanjutnya diekskresikan ke
dalam urine (Goodman et al., 2008). Namun, dalam keadaan overdosis
(intoksikasi parasetamol), ketersediaan glutathione tidak mencukupi untuk
konjugasi tersebut. Glutathione yang terpakai akan lebih cepat dari lama
waktu regenerasinya dan akhirnya terjadi pengosongan glutathione dan
mengakibatkan penimbunan NAPQI (Rubin et al., 2005). Selanjutnya
NAPQI akan berikatan kovalen dengan gugus nukleofilik yang terdapat
pada makromolekul sel seperti protein, DNA, dan mitokondria (Hodgson
dan Levi, 2000).
Penurunan kadar glutathione secara tidak langsung mengakibatkan
stres oksidatif karena penurunan proteksi antioksidan endogen
(antioksidan enzimatik). Selain itu, reaksi antara NAPQI dengan
makromolekul sel dapat memacu terbentuknya ROS (Radical Oxygen
Species) berupa radikal bebas superoksida (O2-) yang merupakan oksidan
bagi sel. Superoksida tersebut dapat dinetralisir oleh Super Oksida
Dismutase (SOD) dan Cu2+
menjadi senyawa ROS yang tidak begitu
berbahaya, yaitu hidrogen peroksida (H2O2). SOD merupakan salah satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
antioksidan enzimatik (dalam sitoplasma dan mitokondria). Melalui reaksi
Fenton dan Haber Weiss terbentuklah OH- (Radikal Hidroksil) (Sukandar,
2006 ; Jan et al., 2011).
Reaksi Fenton : Fe2+
+ H2O2 Fe2+
+ OH + OH-
Reaksi Haber Weiss : O2- + H2O2 O2 + OH + OH
-
Radikal hidroksil (OH-) adalah oksidan yang sangat reaktif dan tidak
stabil. Radikal hidroksil yang bereaksi dengan asam lemak tak jenuh
(komponen glikolipid, fosfolipid, dan kolesterol) akan mengalami proses
peroksidasi lipid yang dapat menyebabkan kematian sel akibat proses
oksidasi berlebihan dalam membran sel. Radikal hidroksil juga dapat
bereaksi dengan DNA dan protein sehingga menyebabkan gangguan
fungsi sel dan berakhir pada kerusakan sel (nekrosis sel) (Winarsi, 2007;
Mayes, 2003). Selain itu, kerusakan oksidatif bersama dengan adanya
ikatan kovalen dengan makromolekul sel dapat mengakibatkan terjadinya
nefropati analgesik (Cotran et al., 2007; Neal, 2006).
Nefrotoksik akibat parasetamol pada glomerulus ginjal dapat
memicu terjadinya stres retikulum endoplasma, yang menyebabkan stres
oksidatif dan inflamasi pada sel-sel podosit serta mesangial glomerulus
(Inagi, 2009). Selain itu, kerusakan glomerulus juga dapat disebabkan oleh
senyawa ROS. Kerusakan tersebut diawali dengan adanya infiltrasi
leukosit (Singh et al., 2006).
Meskipun kerusakan ginjal akibat toksikan dapat terjadi pada seluruh
bagian nefron, tetapi kerusakan yang paling sering terdapat pada tubulus
Cu2+
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
proksimal ginjal. Hal ini dikarenakan tubulus ini merupakan saluran
pertama pada ginjal yang dilalui oleh toksikan, yang dalam hal ini adalah
parasetamol. Selain itu, sebelum obat dan metabolitnya diekskresikan
melalui urin, terlebih dahulu akan dikonsentrasikan dalam sel tubulus
proksimal ginjal yang menyebabkan kadar toksik pada tubulus ini
meningkat (Wilson, 2006).
5. Mikroskopis Ginjal Akibat Pemberian Parasetamol Dosis Toksik
Ginjal merupakan organ eliminasi utama untuk obat-obatan yang
digunakan peroral. Namun pada batas-batas tertentu saat dosis obat telah
berlebih (dosis toksik), ginjal tidak dapat melakukan fungsinya lagi dalam
eliminasi obat, sehingga menyebabkan tertimbunnya obat dalam ginjal
yang dapat menyebabkan cedera sel ginjal (Boutis dan Shannon, 2001).
Intoksikasi parasetamol pada ginjal dapat menyatukan beberapa jalur
molekuler apoptosis, yang berarti dapat meningkatkan aktivitas apoptosis
(kematian sel secara terprogram) (Lorz et al., 2005). Pada kasus
nefrotoksik akibat parasetamol dapat pula terjadi nekrosis tubulus akut.
Nekrosis (kematian sel secara tidak terkontrol, sebagai akibat dari adanya
kerusakan sel akut atau trauma) tubulus akut paling dominan terlihat pada
tubulus proksimal, sementara membran basal tubulus umumnya tidak
terkena (Cotran et al., 2007; Katzung, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Pada nekrosis perubahan tampak nyata pada nukleus (inti sel)
(Wilson, 2006). Perubahan morfologik nukleus yang terdapat pada
nekrosis terdiri atas 3 pola, di antaranya:
a. Piknosis, ditandai dengan melisutnya nukleus dan peningkatan
basofil kromatin (tercat lebih gelap). Selanjutnya DNA
berkondensasi menjadi massa yang melisut padat.
b. Karioreksis, ditandai dengan fragmen nukleus yang hancur dan
membentuk fragmen-fragmen materi kromatin yang tersebar di
dalam sel, yang selanjutnya dalam 1-2 hari inti dalam sel yang
mati benar-benar menghilang.
c. Kariolisis, ditandai dengan nukleus mati dan hilang yang
disebabkan oleh aktivitas DNA-ase yang mengakibatkan
memudarnya basofil kromatin (Mitchell dan Cotran, 2007).
Insiden kritis nekrosis tubular akut adalah cedera tubuler (Robins et
al., 1995). Sel epitel tubulus mudah hancur akibat kontak dengan bahan-
bahan toksin yang diekskresi melalui ginjal. Proses dari cedera tubuler
diawali dengan edema pada tubulus proksimal. Pada pengamatan
mikroskopis, sel-sel epitel tubulus tampak membengkak karena pergeseran
air ekstraseluler ke dalam sel. Gambaran ini disebut degenerasi albuminosa
atau degenerasi parenkimatosa atau cloudy swelling (Sarjadi, 2003).
Apabila terus berlanjut, cedera tubuler akan diikuti vasokonstriksi arteriol
glomerulus, lalu menyebabkan iskemik, dan pada akhirnya nekrosis
tubulus (Underwood dan Sarjadi, 1997). Pada akhirnya, sel-sel epitel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
tubulus akan semakin menipis dan datar, brush border menghilang, lumen
tubulus melebar dan terisi oleh jaringan nekrotik. Seiring berjalannya
waktu, nukleus pada sel yang nekrosis sama sekali menghilang dan
sitoplasma berubah menjadi masa asidofil suram bergranula. (Robbins et
al., 1995).
6. Mekanisme Perlindungan Ekstrak Buah Jambu Biji Merah (Psidium
guajava Linn) terhadap Kerusakan Ginjal akibat Pemberian
Parasetamol Dosis Toksik
Kandungan utama buah jambu biji merah yang berperan dalam
mencegah kerusakan ginjal akibat pemberian parasetamol dosis toksik
adalah antioksidan. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu
elektron kepada senyawa oksidan, dalam hal ini radikal bebas, sehingga
aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsi, 2007).
Secara umum, antioksidan dapat berupa antioksidan enzimatis dan
non-enzimatis. Antioksidan enzimatis bekerja dengan cara mencegah
terbentuknya senyawa radikal bebas yang baru atau mengubah radikal
bebas yang terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif. Antioksidan
enzimatis menggunakan peran dari enzim-enzim seperti SOD (Super
Oksida Dismutase), katalase, dan glutathione peroksidase. Enzim-enzim
tersebut merupakan metaloenzim yang aktivitasnya sangat tergantung pada
keberadaan ion logam. Aktivitas SOD yang dapat menghambat ROS
(Radical Oxygen Species) bergantung pada logam Fe, Zn, tembaga (Cu),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
dan mangan (Mn). Selain mempengaruhi aktivitas SOD, Fe juga
berpengaruh terhadap aktivitas enzim katalase. Enzim SOD di mitokondria
mengandung Mn, sedangkan dalam sitosol kerja enzim SOD memerlukan
bantuan Cu dan Zn. (Winarsi, 2007).
Antioksidan non-enzimatis bekerja dengan cara memotong reaksi
oksidasi berantai dari radikal bebas atau menangkapnya. Antioksidan non-
enzimatis dapat berupa senyawa nutrisi maupun non-nutrisi. Antioksidan
sekunder ini diperoleh dari asupan bahan makanan, seperti vitamin A, C,
E, betakaroten, flavonoid, dan albumin (Winarsi, 2007).
Antioksidan yang dimiliki buah jambu biji merah antara lain vitamin
C, vitamin E, vitamin A, betakaroten, Fe, Zn, dan Se (USDA, 2007; Knek
et al., 2000; Cerhan et al., 2003). Selain itu, buah jambu biji merah juga
mengandung senyawa fenolik (likopen, zeaxantin, dan quercetin) dan serat
larut air (pektin) yang dapat menambah potensi antioksidan buah ini
(Rahmat et al, 2006; Astawan, 2006).
Vitamin C yang tinggi pada buah jambu biji merah berkhasiat
sebagai antioksidan dan berperan meningkatkan sistem imunitas tubuh
terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Sebagai
antioksidan, vitamin C berperan sebagai donor elektron dengan cara
memindahkan satu elektron ke senyawa logam Cu sehingga dapat
menstabilkan senyawa oksigen reaktif (Winarsi, 2007).
Vitamin E secara khusus berperan menghambat peroksidasi lipid
oleh radikal bebas yang dibentuk dari persenyawaan NAPQI melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
mekanisme penangkapan radikal bebas (Almatsier, 2004). Peran yang
sama dimiliki vitamin C dan vitamin E yaitu mampu mempertahankan
integritas membran sel dengan menghambat aktivitas NO (Nitrite Oxide)
endotel dan menghambat adhesi leukosit pada sel yang mengalami
kerusakan (Sukandar, 2006). Vitamin C dan vitamin E juga memiliki
keterkaitan satu sama lain, dimana vitamin C dapat meregenerasi radikal
vitamin E menjadi vitamin E kembali (Almatsier, 2002; Sukandar, 2006).
Vitamin A mampu bertindak menghambat peroksidasi lipid. Selain
itu, vitamin A sering berwujud sebagai pigmen betakaroten (provitamin A)
yang berwarna kuning pada sayuran (Mayes, 2003). Beta-karoten berperan
untuk meningkatkan enzim GST (Glutathione S-Transferase). Enzim GST
dapat meningkatkan kadar glutathione tubuh. Peningkatan kadar
glutathione akan mengisi kembali kekosongannya di dalam tubuh dan
dapat digunakan untuk konjugasi NAPQI, sehingga konsentrasi radikal
peroksil berkurang (Tisnadjaja et al., 2006).
Fe dan Zn merupakan antioksidan mineral yang bertindak sebagai
kofaktor aktivasi SOD yang dapat menghambat ROS, hasil persenyawaan
NAPQI (Winarsi, 2007).
Selenium diketahui merupakan satu-satunya unsur yang dapat
mengaktivasi GSH-Px (glutathione peroxidase) yang penting untuk
mencegah kerusakan ginjal akibat adanya stres oksidatif dan TGF-β
(Tumor Growth Factor-β), serta dapat mengkatalisis pembentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
glutathione, sehingga kadar glutathione untuk konjugasi NAPQI dapat
efektif (Singh et al., 2006).
Likopen merupakan senyawa fenolik yang tergolong dalam
kelompok karotenoid. Senyawa fenolik merupakan komponen bioaktif
yang akan mengubah reaksi tubuh terhadap senyawa lain, sehingga
mempunyai aktivitas sebagai antivirus dan antioksidan (Balai Penelitian
Tanaman Buah Tropika, 2008). Likopen terdapat pada buah dan sayuran
sebagai pigmen yang memberikan warna merah kekuningan. Senyawa ini
mempunyai kemampuan untuk mengeliminasi radikal bebas dan
mengurangi risiko terhadap berbagai macam kanker. Likopen berperan
penting sebagai antioksidan melalui kerja oksidatif, yaitu dengan cara
meredam spesies oksigen reaktif dan meningkatkan potensi antioksidan
sehingga dapat mengurangi kerusakan oksidatif pada lipid (termasuk lipid
membran dan lipoprotein), protein dan DNA (Agarwal dan Rao, 2000;
Sudardjat dan Gunawan, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Parasetamol Dosis Toksik Ekstrak Buah Jambu Biji Merah
Kerusakan Ginjal
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.4. Skema Kerangka Pemikiran
Bioaktivasi sitokrom
P-450
Peningkatan NAPQI
(reaktif & elektrofilik)
Penurunan Glutathione
Ikatan kovalen
NAPQI dengan
makromolekul sel
(nukleofilik)
Radical
Oxygen Species
(ROS)
Kerusakan
makromolekul
Stres Oksidatif
Nekrosis sel epitel
tubulus proksimal ginjal
Variabel luar yang tidak terkendali:
reaksi hipersensitivitas
Peroksidasi
lipid
Vitamin A
Beta-karoten
(Provitamin A)
Vitamin E
Vitamin C
Fe
Zn
Likopen
Peningkatan
enzim GST
Peningkatan
Glutathione
Aktivasi
SOD
Aktivasi
Glutathione
Peroxidase
Peningkatan
Status
Antioksidan
Total
Keterangan:
: memacu
: menghambat
NAPQI : N-asetyl-para-benzoquinone-imine
GST : Glutathione S-Transferase
SOD : Super Oksida Dismutase
Se
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Pemberian ekstrak buah jambu biji merah (Psidium guajava Linn) dapat
mencegah kerusakan struktur histologis ginjal mencit yang diinduksi
parasetamol.
2. Peningkatan dosis ekstrak buah jambu biji merah (Psidium guajava Linn)
dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan struktur histologis
ginjal mencit yang diinduksi parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Peneliti
memberikan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa
hewan coba di laboratorium.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi : Mencit jantan dari galur Swiss webster berusia 2-3 bulan
dengan berat badan ± 20 gram.
Mencit diambil dari Unit Pengembangan Hewan Penelitian
LPPT Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
2. Sampel : Jumlah mencit yang digunakan sebagai sampel ditentukan
berdasarkan rumus Federer (Purawisastra, 2001):
(k-1) (n-1) > 15
(4-1) (n-1) > 15
3 (n-1) > 15
3n-3 > 15
3n > 18
n > 6 ≈ 7
Keterangan:
k : jumlah kelompok
n : jumlah sampel tiap kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Pada penelitian ini jumlah sampel untuk tiap kelompok sebanyak 7 ekor
mencit (n > 6) dan menggunakan jumlah kelompok sebanyak 4 kelompok.
Sehingga penelitian ini membutuhkan 28 ekor mencit, yang akan dibagi
menjadi empat kelompok secara acak (randomize).
D. Teknik Sampling.
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara incidental sampling.
Sampel diperoleh dengan mengambil begitu saja subjek penelitian yang
ditemui dari populasi yang ada (Taufiqqurohman, 2008).
E. Rancangan Penelitian.
Rancangan penelitian ini adalah the post test only controlled group
design. Dalam rancangan ini subjek dibagi 4 kelompok secara acak, yaitu
kelompok kontrol negatif (KK(-)), kelompok kontrol positif (KK(+)),
kelompok perlakuan 1 (KP1), dan kelompok perlakuan 2 (KP2).
Perlakuan terhadap masing-masing kelompok dilakukan selama 14 hari.
Setelah perlakuan selesai (pada hari ke-15), dilakukan pengukuran terhadap
variabel efek yang diteliti dari semua kelompok observasi (Taufiqqurohman,
2008).
KK (-) OK (-)
KK (+) OK (+)
KP1 OP1
KP2 OP2
Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian
Bandingkan
dengan uji
statistik
Sampel
28 ekor
mencit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Keterangan:
KK(-) : Kelompok kontrol negatif, hanya diberi akuades secara peroral
sebanyak 0,3 ml/20 gram BB mencit setiap hari selama 14 hari
berturut-turut, tanpa diberi ekstrak buah jambu biji merah maupun
parasetamol.
KK(+) : Kelompok kontrol positif, diberi parasetamol tanpa diberi ekstrak
buah jambu biji merah. Mencit diberi akuades peroral sebanyak 0,3
ml/20 gram BB mencit setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan
pada hari ke-12, 13, dan 14 diberi parasetamol peroral 0,1 ml/20
gram BB mencit per hari.
KP1 : Kelompok perlakuan 1, diberi ekstrak buah jambu biji merah dosis
I dan parasetamol. Mencit diberi 0,3 ml ekstrak buah jambu biji
merah peroral dosis 35 mg/20 gram BB mencit selama 14 hari
berturut-turut, dimana pada hari ke-12, 13, dan 14 diberi
parasetamol peroral 0,1 ml/20 gram BB mencit 1 jam setelah
pemberian ekstrak buah jambu biji merah.
KP2 : Kelompok perlakuan 2, diberi ekstrak buah jambu biji merah dosis
II dan parasetamol. Mencit diberi 0,3 ml ekstrak buah jambu biji
merah peroral dosis 70 mg/20 gram BB mencit selama 14 hari
berturut-turut, dimana pada hari ke-12, 13, dan 14 diberi
parasetamol peroral 0,1 ml/20 gram BB mencit 1 jam setelah
pemberian ekstrak buah jambu biji merah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
OK(-) : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal piknosis,
karioreksis, dan kariolisis dari 50 sel di pars konvulata korteks
ginjal kelompok KK(-).
OK(+) : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal piknosis,
karioreksis, dan kariolisis dari 50 sel di pars konvulata korteks
ginjal kelompok KK(+).
OP1 : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal piknosis,
karioreksis, dan kariolisis dari 50 sel di pars konvulata korteks
ginjal kelompok KP1.
OP2 : Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal piknosis,
karioreksis, dan kariolisis dari 50 sel di pars konvulata korteks
ginjal kelompok KP2.
Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal yang
mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis dilakukan pada hari ke-15
setelah perlakuan pertama dikerjakan.
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas:
Pemberian ekstrak buah jambu biji merah (Psidium guajava Linn).
2. Variabel Terikat:
Kerusakan struktur histologis ginjal mencit.
3. Variabel Luar:
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, jenis
makanan mencit, keadaan awal ginjal mencit, dan kondisi psikologis
mencit semua diseragamkan.
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan:
Reaksi hipersensitivitas masing-masing mencit.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas: Pemberian Ekstrak Buah Jambu Biji Merah (Psidium
guajava Linn).
Ekstrak buah jambu biji merah diberikan peroral dengan sonde
lambung dalam 2 dosis, yaitu:
Dosis I : 35 mg/20 gram BB mencit diberikan pada mencit kelompok
KP1.
Dosis II : 70 mg/20 gram BB mencit diberikan pada mencit kelompok
KP2.
Ekstrak diberikan sekali sehari selama 14 hari berturut-turut.
Buah jambu biji merah yang digunakan adalah buah jambu biji
merah dalam keadaan buah menjelang matang, dan bagian yang diekstrak
adalah bagian daging buah beserta dengan kulitnya, karena kandungan
vitamin C pada buah ini terkonsentrasi pada bagian kulit serta daging
bagian luar dan mencapai puncaknya pada keadaan buah menjelang
matang (Astawan, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Ekstraksi dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian
Terpadu (LPPT) UGM. Proses ekstraksi menggunakan metode maserasi
dengan pelarut etanol 70%. Skala pengukuran variabel ini adalah ordinal.
2. Variabel Terikat: Kerusakan Struktur Histologis Ginjal Mencit.
Kerusakan struktur histologis ginjal mencit yang dimaksud adalah
besarnya poin kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal yang diinduksi
parasetamol dan telah diberi ekstrak buah jambu biji merah.
Poin kerusakan dihitung berdasarkan kerusakan yang terjadi pada sel
epitel tubulus proksimal pada suatu daerah tertentu di pars konvulata
korteks ginjal. Tiap ekor mencit dibuat 2 irisan jaringan dari ginjal kiri dan
2 irisan jaringan dari ginjal kanan, yang kemudian masing-masing irisan
diamati pada mikroskop.
Dari 50 sel epitel tubulus proksimal ginjal pada masing-masing
irisan dihitung jumlah sel yang mengalami kerusakan, dengan indikator
kerusakannya yaitu inti sel yang mengalami piknosis, karioreksis, dan
kariolisis. Hasil penghitungan masing-masing pola nuklear nekrosis sel
tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan nilai kerusakan histologis
masing-masing irisan ginjal.
Maka rumus besarnya skor kerusakan histologis:
P + KR + KL
Keterangan :
P : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti piknosis.
KR : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti karioreksis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
KL : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti kariolisis.
Skala ukuran variabel ini adalah skala rasio.
3. Variabel Luar
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat dikendalikan
melalui homogenisasi.
1) Variasi genetik
Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit dari galur Swiss
webster.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin mencit yang digunakan adalah jantan.
3) Umur
Umur mencit pada penelitian ini adalah 2 – 3 bulan.
4) Suhu udara
Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara
berkisar antara 25 – 28o C.
5) Berat badan
Berat badan hewan percobaan + 20 gram.
6) Jenis makanan
Makanan yang diberikan berupa pellet dan minuman dari air PAM.
7) Keadaan awal ginjal mencit
Keadaan awal ginjal mencit diseragamkan dengan cara
menggunakan mencit yang benar-benar sehat. Sehingga dapat dinilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
bahwa pada mencit sehat memiliki keadaan awal ginjal yang sehat
pula.
8) Kondisi psikologis mencit
Mencit diadaptasikan dengan baik, diberikan suasana yang nyaman,
dan dihindarkan dari stress agar kondisi psikologis mencit tidak
terganggu.
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan: reaksi hipersensitivitas.
Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi karena adanya variasi kepekaan
mencit terhadap zat yang digunakan.
H. Alat dan Bahan Penelitian.
1. Alat.
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi: a) kandang mencit 4 buah;
b) timbangan hewan; c) timbangan obat; d) alat bedah hewan percobaan
(scalpel, pinset, gunting, jarum, meja lilin); e) sonde lambung; f) gelas
ukur dan pengaduk; g) alat untuk pembuatan preparat histologi; h)
mikroskop cahaya medan terang; i) kamera.
2. Bahan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi: a) parasetamol; b)
makanan hewan percobaan (pellet); c) akuades; d) bahan untuk pembuatan
preparat histologi dengan pengecatan HE (Hematoksilin Eosin); e) ekstrak
buah jambu biji merah (Psidium guajava Linn).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
I. Cara Kerja
1. Dosis dan Pengenceran Ekstrak Buah Jambu Biji Merah.
Konsumsi buah jambu biji merah sebanyak 90 gram setiap hari
diketahui mampu memenuhi kebutuhan vitamin harian manusia dewasa
(Astawan, 2008). Faktor konversi dosis dari manusia dewasa ke mencit
dengan berat badan + 20 gram adalah 0,0026 (Ngatidjan, 1991). Ekstrak
jambu biji merah diberikan dalam dua dosis, yaitu:
a. Dosis I :
Dosis buah untuk mencit : nilai konversi x kebutuhan harian
= 0,0026 x 90 gram
= 0,234 gram
= 234 mg
Bahan baku buah jambu biji merah yang digunakan sebanyak 1
kg (1000 gram). Proses ekstraksi akan menyisakan sekitar 10-20% dari
berat awal buah dengan jumlah kandungan zat aktif yang tetap. Jika
dalam perhitungan diperkirakan berat akhirnya tersisa 15% maka hasil
ekstrak buah jambu biji merah yang diperoleh adalah: 15/100 x 1000
gram = 150 gram.
Sehingga 1 gram (1000 mg) buah jambu biji merah setara dengan
15/100 x 1000 mg = 150 mg ekstrak buah jambu biji merah.
Dosis ekstrak untuk mencit : 234 mg/1000 mg x 150 mg
= 35,1 mg ≈ 35 mg.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
b. Dosis II :
Dosis II didapatkan dari 2 kali dosis I :
Perhitungan: 35,1 mg x 2 = 70,2 mg ≈ 70 mg.
Masing-masing dosis yang disondekan tersebut adalah ekstrak
buah jambu biji merah yang diencerkan dengan akuades menjadi
volume 0,3 ml untuk dosis I dan dosis II. Ekstrak buah jambu biji
merah dosis I dan dosis II diberikan setiap hari selama 14 hari berturut-
turut.
Pemberian ekstrak buah jambu merah selama 14 hari berturut-
turut dimaksudkan untuk memberikan daya proteksi pada ginjal.
Sehingga ketika diinduksi parasetamol dosis toksik, antioksidan dalam
ekstrak buah jambu biji merah akan memutus rantai radikal dan
mencegah kerusakan ginjal. Di luar jadwal perlakuan, mencit diberi
makan pellet dan minum air PAM ad libitum.
2. Dosis dan Pengenceran Parasetamol.
Dosis toksik parasetamol (LD-50) untuk mencit secara peroral
adalah 338 mg/kg BB atau 6,76 mg/20 gram BB mencit. Sedangkan dosis
toksik yang bertujuan untuk menimbulkan efek kerusakan ginjal berupa
nekrosis sel epitel tubulus proksimal ginjal tanpa menyebabkan kematian
mencit adalah dosis 3/4 LD-50 perhari (Wishart dan Knox, 2006).
Dosis yang digunakan : dosis toksik (LD-50) x 0,75
= 6,76 mg/20 gram BB x 0,75
= 5,07 ≈ 5 mg/20 gram BB mencit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Parasetamol 500 mg dilarutkan dalam akuades hingga 10 ml,
sehingga dalam 0,1 ml larutan parasetamol mengandung 5 mg
parasetamol.
Parasetamol diberikan selama 3 hari berturut-turut pada hari ke-12,
13, dan 14. Pemberian parasetamol dengan cara ini dimaksudkan untuk
menimbulkan kerusakan berupa nekrosis pada sel epitel tubulus proksimal
di daerah pars konvulata korteks ginjal tanpa menimbulkan kematian pada
mencit.
3. Persiapan Mencit.
Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Setelah
adaptasi, keesokan harinya dilakukan penimbangan untuk menentukan
dosis dan kemudian dilakukan perlakuan.
4. Pengelompokan Subjek.
Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Subjek
dikelompokkan menjadi empat kelompok secara random, dan masing-
masing kelompok terdiri dari 7 ekor mencit. Adapun pengelompokan
subjek adalah sebagai berikut:
a. KK(-) : Kelompok kontrol negatif diberi akuades peroral sebanyak
0,3 ml/20 gram BB mencit setiap hari selama 14 hari
berturut-turut.
b. KK(+) : Kelompok kontrol positif diberi akuades peroral sebanyak
0,3 ml/20 gram BB mencit setiap hari selama 14 hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
berturut-turut dan pada hari ke 12, 13 dan 14 juga diberi
parasetamol peroral 0,1 ml/20 gram BB mencit peroral
perhari.
c. KP1 : Kelompok perlakuan 1 diberi ekstrak buah jambu biji
merah peroral dosis I yaitu 35 mg/20 gram BB mencit
selama 14 hari berturut-turut, dimana pada hari ke-12, 13,
dan 14 diberi parasetamol peroral 0,1 ml/20 gram BB
mencit 1 jam setelah pemberian ekstrak buah jambu biji
merah.
d. KP2 : Kelompok perlakuan 2 diberi ekstrak buah jambu biji
merah peroral dosis II yaitu 70 mg/20 gram BB mencit
selama 14 hari berturut-turut, dimana pada hari ke-12, 13,
dan 14 diberi parasetamol peroral 0,1 ml/20 gram BB
mencit 1 jam setelah pemberian ekstrak buah jambu biji
merah.
Setiap sebelum pemberian parasetamol dan ekstrak buah jambu biji
merah, mencit dipuasakan dahulu dalam waktu ± 3 jam untuk
mengosongkan lambung. Pemberian parasetamol dilakukan ± 1 jam
setelah pemberian ekstrak buah jambu biji merah supaya ekstrak buah
jambu biji merah dapat terabsorbsi terlebih dahulu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
5. Pemberian Perlakuan
Gambar 3.2. Skema Langkah-Langkah Penelitian
6. Pengukuran hasil.
Setelah keseluruhan perlakuan diberikan, maka pada hari ke-15
semua hewan percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi vertebra
servikalis. Hal ini dilakukan pada hari ke-15 agar pengaruh dari perlakuan
masih tampak nyata. Setiap mencit diambil ginjal kanan dan kiri,
kemudian masing-masing ginjal dibuat 2 irisan jaringan secara frontal
Sampel 28 ekor mencit
Kelompok
Kontrol (-)
Kelompok
Kontrol (+)
Kelompok
Perlakuan 1
Kelompok
Perlakuan 2
Dipuasakan selama ± 3 jam
Akuades 0,3 ml 0,3 ml ekstrak
buah jambu biji
merah dosis 35
mg / 20 g BB
mencit selama
14 hari
Setelah ± 1 jam
0,3 ml ekstrak
buah jambu biji
merah dosis 70
mg / 20 g BB
mencit selama
14 hari
Akuades
0,3 ml
0,1 ml Parasetamol dosis 5 mg/ 20 g BB mencit pada hari ke-12,
13, dan 14
Perlakuan sampai hari ke-14. Pembuatan preparat ginjal pada hari ke-15.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
pada daerah pertengahan ginjal (untuk keseragaman), antara irisan ke-1
dan ke-2 diberi jarak 10 irisan, dengan ketebalan tiap irisan ginjal + 5–7
μm. Preparat ginjal dibuat dengan metode blok parafin dengan pengecatan
HE. Kemudian masing-masing irisan (2 irisan jaringan ginjal kiri dan 2
irisan jaringan ginjal kanan) dilakukan pengamatan di bawah mikroskop.
Pengamatan preparat jaringan ginjal mula-mula dilakukan dengan
perbesaran 100 kali untuk mengamati seluruh bagian irisan, kemudian
ditentukan daerah tubulus proksimal yang terletak pada pars konvulata
korteks ginjal. Pertama-tama dilakukan pengamatan seluruh lapang
pandang pada daerah tubulus proksimal ginjal tersebut dan diamati
distribusi kerusakannya. Apabila kerusakan sel tidak homogen maka
diambil suatu daerah lapang pandang yang kerusakannya paling berat.
Namun bila kerusakannya homogen maka diambil satu lapang pandang
secara acak. Pengamatan dilanjutkan dengan perbesaran 400 kali untuk
mengamati inti sel epitel tubulus proksimal ginjal. Pengamatan dilakukan
dengan perbesaran 1000 kali untuk melihat dan membedakan inti sel yang
piknosis, karioreksis, dan kariolisis dengan lebih jelas.
Pengamatan dilakukan pada daerah tubulus proksimal ginjal karena
pada tubulus proksimal aktivitas absorpsi, sekresi aktif, dan kadar
sitokrom P-450 lebih tinggi untuk mendetoksifikasi toksikan, sehingga
lebih mudah untuk mengalami kerusakan (Lu, 1995).
Untuk mengetahui sel-sel epitel tubulus proksimal yang mengalami
kerusakan, maka dari 50 sel epitel tubulus proksimal masing-masing irisan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
ginjal, dihitung jumlah sel epitel tubulus proksimal yang mengalami
kerusakan berupa piknosis, karioreksis, dan kariolisis.
Nilai kerusakan histologis akhir masing-masing irisan ginjal adalah
penjumlahan jumlah sel yang mengalami kerusakan nuklear piknosis,
karioreksis, dan kariolisis tersebut.
J. Teknik Analisis Data Statistik
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik One-Way ANOVA
(Analysis of Variant). Jika terdapat perbedaan yang bermakna, maka
dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple Comparisons. Derajat kemaknaan
yang digunakan adalah α = 0,05. Beberapa syarat yang harus dipenuhi
sebelum menggunakan uji One-Way ANOVA, antara lain:
1. Skala pengukuran data merupakan jenis skala numerik. Skala pengukuran
bersifat numerik jika variabel yang dicari asosiasinya adalah variabel
kategorik (ordinal atau nominal) dengan variabel numerik (interval atau
rasio).
2. Skala variabel numerik harus memiliki sebaran data normal. Uji
normalitas data menggunakan metode analitik yaitu uji Kolmogorov-
Smirnov (untuk sampel > 50) atau Saphiro-Wilk (untuk sampel < 50)
dengan nilai p lebih besar daripada nilai α (Misal nilai α = 0,05 sehingga
nilai p harus > 0,05).
3. Varians data harus sama (homogen). Hal ini dapat diketahui dengan
menggunakan uji Homogeneity of Variances yaitu Levene’s Test of
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Varians, di mana untuk varians data yang sama akan memiliki nilai p
lebih besar daripada nilai α (Dahlan, 2008).
Jika hasil uji normalitas data didapatkan sebaran data tidak normal
maka langkah selanjutnya dilakukan transformasi data untuk menormalkan
data. Apabila hasil transformasi data tidak berhasil menormalkan data maka
digunakan uji hipotesis alternatif yaitu uji hipotesis non parametrik Kruskall-
Wallis (Dahlan, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan mengenai pengaruh
pemberian ekstrak buah jambu biji merah terhadap kerusakan struktur
histologis ginjal mencit yang diinduksi parasetamol, didapatkan data hasil
pengamatan gambaran histologis kerusakan ginjal mencit dari masing-masing
kelompok perlakuan. Data hasil penelitian berupa data rasio, yaitu jumlah
kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal yang dihitung dari
setiap 50 sel pada pars konvulata korteks ginjal mencit. Hasil pengamatan
jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit yang mengalami
kerusakan dengan indikator piknosis, karioreksis, dan kariolisis untuk
masing-masing kelompok dan jumlah total kerusakan disajikan pada lampiran
3. Hasil rata-rata jumlah kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal
ginjal mencit untuk masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rata-Rata Jumlah Kerusakan Histologis Sel Epitel Tubulus Proksimal
Ginjal pada Masing-Masing Kelompok Perlakuan Mencit
Kelompok Rata-rata Jumlah Standar Deviasi
Akuades (KK(-)) 8,93 1,72
Parasetamol (KK(+)) 40,50 1,991
Parasetamol+ekstrak buah 25,36 1,929
jambu biji merah dosis I (KP1)
Parasetamol+ekstrak buah 17,96 1,621
jambu biji merah dosis II (KP2)
(Sumber: Data Primer, 2012)
46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Dari tabel di atas diketahui bahwa kelompok kontrol dengan akuades
(KK(-)) memiliki nilai rata-rata jumlah kerusakan paling rendah yaitu 8,93 ±
1,72 sedangkan kelompok kontrol dengan parasetamol (KK(+)) memiliki
nilai rata-rata jumlah kerusakan paling tinggi yaitu 40,50 ± 1,991.
Gambar 4.1. Histogram Perbandingan Rata-Rata Jumlah Kerusakan
Histologis Ginjal Mencit Keempat Kelompok Perlakuan
Gambaran histologis (fotomikrograf) pars konvulata korteks ginjal
mencit pada kelompok KK(-), KK(+), KP1, dan KP2 dapat dilihat pada
gambar 4.2. – 4.5. berikut.
Gambar 4.2. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal
Mencit Kelompok Kontrol Negatif (KK(-)). Tampak dalam gambar, a:
inti sel normal, b: inti sel piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih
basofil), c: inti sel karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan d:
inti sel kariolisis (inti sel tampak menghilang). Pengecatan HE.1000 x.
0
10
20
30
40
50
KK (-) KK (+) KP1 KP2
a
b
c
d
: Rata-rata jumlah
kerusakan sel epitel
tubulus proksimal ginjal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Gambar 4.3. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal
Mencit Kelompok Kontrol Positif (KK(+)). Tampak dalam gambar, a:
inti sel normal, b: inti sel piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih
basofil), c: inti sel karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan d:
inti sel kariolisis (inti sel tampak menghilang). Pengecatan HE.1000 x.
Gambar 4.4. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal
Mencit Kelompok Perlakuan 1 (KP1). Tampak dalam gambar, a: inti
sel normal, b: inti sel piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih
basofil), c: inti sel karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan d:
inti sel kariolisis (inti sel tampak menghilang). Pengecatan HE.1000 x.
a
b c
d
c d
a
b
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Gambar 4.5. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal
Mencit Kelompok Perlakuan 2 (KP2). Tampak dalam gambar, a: inti
sel normal, b: inti sel piknosis (inti sel mengisut dan tercat lebih
basofil), c: inti sel karioreksis (inti sel mengalami fragmentasi), dan d:
inti sel kariolisis (inti sel tampak menghilang). Pengecatan HE.1000 x.
B. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian diuji secara statistik untuk
mengetahui adanya perbedaan rata-rata jumlah kerusakan sel epitel tubulus
proksimal ginjal mencit yang bermakna antara keempat kelompok. Analisis
data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program komputer
SPSS (Statistical Product and Service Solution) 17.0 for Windows. Uji
statistik yang digunakan adalah uji One-Way ANOVA. Adapun ketentuan dan
syarat penggunaan uji statistik One-Way ANOVA telah tercantum dalam bab
metode penelitian.
Dalam penelitian ini, didapatkan data berupa kerusakan sel epitel
tubulus proksimal ginjal mencit yang dinyatakan dengan skala rasio (skala
variabel numerik) dan kelompok perlakuan dinyatakan dengan skala ordinal
(skala variabel kategorik). Asosiasi skala variabel numerik dan kategorik
c
d
b a
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
pada hipotesis komparatif menghasilkan skala pengukuran numerik. Hal
tersebut memenuhi syarat pertama untuk menggunakan uji statistik One-Way
ANOVA.
Uji normalitas data untuk membuktikan sebaran data normal atau tidak,
dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak 28 ekor mencit (< 50 sampel). Tabel hasil
sebaran data secara deskriptif dapat dilihat pada lampiran 4 tabel 5 dan hasil
uji normalitas Shapiro-Wilk pada lampiran 4 tabel 6. Nilai p dari hasil uji
Saphiro-Wilk untuk kelompok KK(-), KK(+), KP1, dan KP2 berturut-turut
adalah 0,184; 0,177; 0,315; dan 0,324. Nilai p dari keempat kelompok lebih
besar dari nilai alfa (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data
kelompok KK(-), KK(+), KP1, dan KP2 adalah normal, sehingga memenuhi
syarat kedua dalam penggunaan uji One-way ANOVA.
Syarat selanjutnya, kesamaan/ homogenitas varians data dapat diketahui
melalui uji Homogeneity of Variances (Levene’s Test of Varians). Dari hasil
uji Homogeneity of Variances (lampiran 4 tabel 7) didapatkan nilai p sebesar
0,409. Hal ini menunjukkan bahwa varians data antar kelompok sama (p >
0,05). Dengan demikian, syarat ketiga penggunaan uji One-way ANOVA
terpenuhi.
Ketiga syarat untuk menggunakan uji One-Way ANOVA terpenuhi
sehingga uji One-Way ANOVA bisa dilakukan. Derajat kemaknaan yang
digunakan adalah α = 0,05. Hasil uji One-Way ANOVA dapat dilihat pada
lampiran 4 tabel 8. Nilai p dari hasil uji One-Way ANOVA adalah 0,000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
(p < 0,05). Nilai p yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan nilai rata-rata jumlah kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal
yang bermakna pada paling tidak dua kelompok. Selanjutnya, dilakukan
analisis Post Hoc Multiple Comparisons untuk mengetahui kelompok mana
yang mempunyai perbedaan bermakna tersebut.
Uji Post Hoc Multiple Comparisons yang digunakan dalam penelitian
ini adalah uji LSD. Ringkasan hasil uji LSD tersebut dapat dilihat pada tabel
4.2 berikut:
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Uji LSD (α = 0,05)
Kelompok p Perbedaan
KK(-) – KK(+) 0,000 Bermakna
KK(-) – KP1 0,000 Bermakna
KK(-) – KP2 0,000 Bermakna
KK(+) – KP1 0,000 Bermakna
KK(+) – KP2 0,000 Bermakna
KP1 – KP2 0,000 Bermakna
(Sumber: Data Primer, 2012)
Dari uji LSD didapatkan semua nilai p < 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata jumlah kerusakan sel epitel tubulus
proksimal ginjal yang bermakna pada semua pasangan antar kelompok data.
Hasil uji LSD secara rinci dapat dilihat pada lampiran 4 tabel 9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54 5253
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
buah jambu biji merah terhadap kerusakan struktur histologis ginjal mencit yang
diinduksi parasetamol dan pengaruh peningkatan dosis ekstrak buah jambu biji
merah dalam meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan struktur histologis
ginjal mencit yang diinduksi parasetamol.
Ginjal berperan sebagai organ ekskresi utama yang sangat penting untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme, termasuk zat-zat toksik yang masuk ke
dalam tubuh (Katzung, 2001; Guyton dan Hall 1997). Kerusakan ginjal karena zat
toksik dapat diidentifikasi berdasarkan perubahan struktur histologis yang secara
morfologi ditandai dengan destruksi epitel tubulus proksimal. Sel epitel tubulus
proksimal ginjal peka terhadap anoksia dan mudah hancur karena keracunan
akibat kontak dengan bahan-bahan yang diekskresikan melalui ginjal (Robbins
dan Cotran, 2005; Underwood, 1999).
Struktur histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal dalam keadaan
normal memiliki ciri-ciri sel berbentuk kuboid selapis hingga silindris, inti sel
bulat terletak di sentral dan berukuran besar, dengan sitoplasma jernih bersifat
asidofilik. Pada bagian apek sel terdapat mikrovili (brush border) yang secara
fisiologis berfungsi memperluas permukaan penyerapan (Junqueira dan Carneiro,
1997). Induksi parasetamol dosis toksik di dalam sel epitel tubulus proksimal
ginjal dapat menyebabkan kerusakan sel dengan indikator berupa inti sel yang
52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Piknosis (pengerutan sel)
merupakan tahap awal dari kematian sel. Tahap kerusakan sel selanjutnya berupa
karioreksis (inti pecah menjadi berfragmen) serta kariolisis (inti menghilang).
Pada kelompok KK(-), didapatkan gambaran struktur histologis sel epitel
tubulus proksimal ginjal yang normal (Gambar 4.2), sedangkan pada kelompok
KK(+) didapatkan kerusakan struktur histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal
(Gambar 4.3). Pada kelompok KP1, didapatkan gambaran kerusakan struktur
histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal, tetapi lebih baik dibandingkan
kelompok KK(+) (Gambar 4.4), Sedangkan pada kelompok KP2, didapatkan
gambaran histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal yang lebih baik
dibandingkan dengan kelompok KP1 (Gambar 4.5).
Kelompok KK(-) yang dianggap sebagai derajat normal merupakan
pembanding terhadap kelompok perlakuan dengan parasetamol (KK(+)). Selain
itu, kelompok KK(-) juga berperan sebagai pembanding terhadap kelompok
perlakuan yang diberi parasetamol dan ekstrak buah jambu biji merah (KP1 dan
KP2). Mencit pada kelompok KK(-) hanya diberikan akuades sebagai plasebo.
Dalam kelompok kontrol negatif ini terlihat adanya gambaran inti piknosis,
karioreksis, dan kariolisis (Gambar 4.2). Hal ini terjadi karena semua sel normal
secara fisiologis akan mengalami proses apoptosis. Apoptosis merupakan proses
kematian sel secara terprogram. Sel yang mati pada regulasi apoptosis akan
difagosit oleh makrofag, yang kemudian akan melalui proses regenerasi dan
digantikan oleh sel baru (Mitchell dan Cotran, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Pemberian ekstrak buah jambu biji merah selama 14 hari berturut-turut
ditambah dengan parasetamol dosis toksik pada hari ke-12, 13, dan 14
menunjukkan kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal yang lebih sedikit
dibandingkan dengan pemberian parasetamol tanpa ekstrak buah jambu biji
merah. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak buah jambu biji merah memiliki efek
nefroprotektif terhadap efek toksik parasetamol.
Hasil uji Oneway ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna nilai
rata-rata jumlah kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit antara
keempat kelompok. Selanjutnya, dari hasil uji LSD didapatkan perbedaan
bermakna pada semua pasangan antar kelompok data, yaitu antara kelompok
KK(-) – KK(+), KK(-) – KP1, KK(-) – KP2, KK(+) – KP1, KK(+) – KP2, dan KP1
– KP2.
Perbedaan bermakna dari nilai rata-rata jumlah kerusakan sel epitel tubulus
proksimal ginjal antara kelompok KK(-) dan kelompok KK(+) terjadi karena sel-
sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit pada kelompok KK(+) mengalami
kerusakan akibat pemberian parasetamol dosis toksik, sedangkan sel-sel epitel
tubulus proksimal ginjal mencit pada kelompok KK(-) relatif normal. Hasil
tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa parasetamol dosis toksik
mampu menginduksi kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal akibat adanya
NAPQI yang reaktif dan toksik. NAPQI akan berikatan kovalen dengan gugus
nukleofilik yang terdapat pada makromolekul sel seperti protein, DNA, dan
mitokondria (Hodgson dan Levi, 2000). Reaksi antara NAPQI dengan
makromolekul sel dapat memacu terbentuknya ROS (Radical Oxygen Species)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
yang menciptakan kondisi stres oksidatif, sehingga kadar radikal bebas dalam
tubuh semakin tinggi sedangkan sistem biologis tubuh untuk menetralkan radikal
bebas tersebut menurun. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan sel yang menuju
pada kematian (nekrosis sel) (Winarsi, 2007; Rubin et al., 2005; Mayes, 2003).
Kelompok KP1 merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak
buah jambu biji merah dosis 35 mg/20 gram BB mencit (dosis I) dan parasetamol
dosis toksik, sedangkan kelompok KP2 merupakan kelompok perlakuan dengan
pemberian ekstrak buah jambu biji merah dosis 70 mg/20 gram BB mencit (dosis
II) dan parasetamol dosis toksik. Hasil analisis data kerusakan sel epitel tubulus
proksimal ginjal pada kelompok KP1 dan kelompok KP2 menunjukkan perbedaan
bermakna dengan kelompok KK(-) maupun kelompok KK(+). Hal ini
membuktikan bahwa pemberian ekstrak buah jambu biji merah dengan dosis I
maupun dosis II selama 14 hari berturut-turut dapat mengurangi kerusakan sel
epitel tubulus proksimal ginjal mencit akibat pemberian parasetamol dosis toksik,
tetapi tidak dapat mengembalikannya ke kondisi normal seperti pada kelompok
KK(-).
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai kerusakan histologis ginjal
mencit pada kelompok KP1 lebih tinggi daripada kelompok KP2. Berdasarkan
hasil uji statistik diketahui bahwa terdapat perbedaan bermakna antara nilai
kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit pada kelompok KP1 dan
kelompok KP2. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan dosis ekstrak buah
jambu biji merah dapat meningkatkan efek proteksinya terhadap kerusakan sel
epitel tubulus proksimal ginjal mencit yang diinduksi parasetamol meskipun tetap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
tidak dapat mengembalikan sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit ke kondisi
semula. Peningkatan efek proteksi pada dosis II tersebut sesuai dengan konsep
farmakodinamik obat yang bersifat dose-dependent, yaitu peningkatan efek terapi/
proteksi yang ditimbulkan sebanding dengan peningkatan dosis/ konsentrasi suatu
obat, dimana dalam penelitian ini berupa peningkatan dosis ekstrak buah jambu
biji merah.
Buah jambu biji merah mengandung antioksidan yang mampu mencegah
dan menghambat efek toksik parasetamol. Kandungan antioksidan dalam buah
jambu biji merah antara lain vitamin C, vitamin E, vitamin A, betakaroten, Fe, Zn,
Se, flavonoid dan likopen (USDA, 2007; Knek et al., 2000; Cerhan et al., 2003).
Berbagai penelitian mengenai efek antioksidan yang terkandung dalam
buah jambu biji merah telah banyak dilakukan. Antioksidan yang terkandung
dalam buah jambu biji merah dapat meningkatkan status antioksidan total yang
mampu menstabilkan radikal bebas maupun memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas. Menurut penelitian Stonehaven (2008), Winarsi (2007), dan
Almatsier (2004), vitamin A, C dan E merupakan antioksidan nonenzimatik yang
dapat menghambat peroksidasi lipid oleh radikal bebas yang dibentuk dari
persenyawaan NAPQI melalui mekanisme penangkapan radikal bebas. Selain itu,
buah jambu biji merah mengandung flavonoid dan likopen yang membantu peran
vitamin sebagai penangkap radikal bebas (Effendi, 2004).
Antioksidan nonenzimatik (mineral) yang dimiliki buah jambu biji merah,
seperti Fe dan Zn berperan sebagai kofaktor enzim antioksidan endogen. Fe, dan
Zn merupakan kofaktor aktivasi SOD yang dapat menghambat ROS dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
mengubah radikal bebas yang terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif
(Winarsi, 2007; Oteiza et al., 2004; Zago dan Oteiza, 2001). Antioksidan mineral
lain yang tak kalah penting adalah Se, berperan mengkatalisis pembentukan
glutathione, sehingga kadar glutathione untuk konjugasi NAPQI dapat efektif
(Singh et al., 2006).
Berdasarkan hal di atas, hasil penelitian yang didapatkan para peneliti
mengenai kandungan dan potensi antioksidan dalam ekstrak buah jambu biji
merah terdahulu sangat mendukung dan sejalan dengan hasil penelitian ini.
Kandungan dalam ekstrak buah jambu biji merah dapat memberikan efek protektif
terhadap kerusakan struktur histologis ginjal terutama akibat induksi parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Pemberian ekstrak buah jambu biji merah (Psidium guajava Linn) peroral
selama 14 hari berturut-turut dapat mencegah kerusakan struktur histologis
ginjal mencit yang diinduksi Parasetamol.
2. Peningkatan dosis ekstrak buah jambu biji merah (Psidium guajava Linn)
dari dosis I (35 mg/20 gram BB mencit) menjadi dosis II (70 mg/20 gram
BB mencit) dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan struktur
histologis ginjal mencit yang diinduksi Parasetamol.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui zat aktif dalam
buah jambu biji merah yang paling berperan sebagai nefroprotektor.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan dosis dan lama
pemberian ekstrak buah jambu biji merah yang lebih bervariasi, untuk
mendapat efek pencegahan kerusakan ginjal yang paling optimal.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan parameter selain parameter
histologis, misalnya parameter biomolekuler (dengan marker O2-
atau
glutathione) dan biokimiawi (mengukur kadar albumin dan kreatinin).
4. Secara aplikatif, dianjurkan buah jambu biji merah dapat dikonsumsi oleh
manusia dengan konversi dosis tertentu karena telah terbukti memiliki
manfaat nefroprotektor dan tidak berbahaya bagi tubuh.
Recommended