View
202
Download
6
Category
Preview:
DESCRIPTION
Dokumen Usulan Teknis Rencana Strategis Kementerian PU
Citation preview
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-1
C.1. Tanggapan dan Saran terhadap KAK
Sebelum memberikan tanggapan dan saran terhadap KAK, Usaha
Perusahaan Kami sebagai konsultan penyedia jasa dalam memahami
Kerangka Acuan Kerja (KAK), melakukan serangkaian kegiatan diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Membaca KAK dan berusaha untuk mengerti keseluruhan
substansinya.
2. Mengikuti Aanwijzing/ penjelasan yang diberikan oleh Panitia
Pelelangan, berusaha bertanya tentang hal-hal yang belum dimengerti
atau adanya tambahan penjelasan.
3. Menyiapkan tim kerja yang bekerja secara simultan dan sinergis.
4. Studi literatur tentang peraturan Perundang-undangan yang berlaku
dan terbaru, kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
serta rencana/ studi-studi terkait yang memiliki korelasi dengan tema
studi/ pekerjaan yang akan dilakukan.
5. Menginventarisasi dokumen-dokumen pendukung, terutama produk-
produk pengaturan sistempenganggaran yang telah ada, Peraturan dan
Perundang-undangan yang terkait, serta buku-buku yang terkait
dengan penyusunan rencana strategis dan evaluasi program.
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-2
6. Mendiskusikan substansi pokok dan point-point penting pada intern
tim penyusun proposal/ usulan teknis untuk mendapatkan kesamaan
persepsi dan pandangan diantara sesama tim penyusun.
7. Melakukan kegiatan kajian-kajian serta pengkayaan materi-materi
teknispelaksanaan penganggaran terkait penyusunan rencana
strategis dan evaluasi program.
Upaya diatas adalah langkah awal yang menjadi pertimbangan konsultan
dalam melaksanakan pekerjaan. Secara keseluruhan rangkaian kegiatan
dalam memahami substansi dari KAK kegiatan Penyusunan Renstra 2015-
2019 dan Review Pelaksanaan Kegiatan 2010-2014 Setditjen Penataan
Ruang dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini.
Gambar C.1. Diagram Proses Pemahaman KAK
C.1.1. Tanggapan dan Saran terhadap Latar Belakang
Di dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) kegiatan penyusunan Penyusunan
Renstra 2015-2019 dan Review Pelaksanaan Kegiatan 2010-2014
Setditjen Penataan Ruang, dinyatakan beberapa hal penting yang
melatarbelakangi adalah sebagai berikut :
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-3
1. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum 2015-
2019 yang saat ini juga sedang dalam proses penyusunan, nantinya
akan menjadi salah satu acuan dalam penyusunan rencana program
dan kegiatan masing-masing unit utama (satminkal) di lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum, termasuk Direktorat Jenderal Penataan
Ruang
2. Renstra Kementerian Pekerjaan Umum 2015-2019 maupun Renstra
Ditjen Penataan Ruang 2015-2019 diperuntukan untuk mendukung
tugas dan fungsi organisasi Direktorat Jenderal
3. Saat ini merupakan menjelang akhir pelaksanaan RPJMN, dan Renstra
Ditjen Penataan Ruang 2010-2014, maka dari itu perlu dilakukan
Review Renstra Ditjen Penataan Ruang 2010-2014, untuk
menganalisa dan mengkaji hasil kinerja pelaksanaan tugas, apakah
sudah cukup berhasil atau sukses dalam upaya peningkatan kinerja.
Dari uraian penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa :
1. Hal yang perlu dilakukan dalam menyusun suatu kebijakan yang baru
(Renstra Ditjen Penataan Ruang 2015-2019) adalah evaluasi, yang
merupakan suatu proses untuk menjelaskan secara sistematis untuk
mencapai obyektif, efisien, dan efektif, serta untuk mengetahui
dampak dari suatu kegiatan dan juga membantu pengambilan
keputusan untuk perbaikan satu atau beberapa aspek program
perencanaan yang akan datang.
2. Riview Renstra Ditjen Penataan Ruang 2010-2014 adalah sebuah
proses dimana keberhasilan yang dicapai dibandingkan dengan
seperangkat keberhasilan yang diharapkan. Perbandingan ini
kemudian dilanjutkan dengan pengidentifikasian faktor-faktor yang
berpengaruh pada kegagalan dan keberhasilan. Kegiatan ini dapat
dilakukan secara internal oleh mereka yang melakukan proses yang
sedang dievaluasi ataupun oleh pihak lain, dan dapat dilakukan secara
teratur maupun pada saat-saat yang tidak beraturan. Proses evaluasi
dilakukan setelah sebuah kegiatan selesai, dimana kegunaannya
adalah untuk menilai/ menganalisa apakah keluaran, hasil ataupun
dampak dari kegiatan yang dilakukan sudah sesuai dengan yang
diinginkan.
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-4
Konsultan merasa sudah cukup jelas dengan latar belakang yang tertulis
dalam KAK pekerjaan Penyusunan Renstra 2015-2019 dan Review
Pelaksanaan Kegiatan 2010-2014 Setditjen Penataan Ruang, semua aspek
dijelaskan secara lengkap dan terperinci, hal ini memudahkan konsultan
untuk mengetahui strategi apa yang akan dilakukan dalam menyelesaikan
pekerjaan ini nantinya.
C.1.2. Tanggapan dan Saran terhadap Manfaat
Berdasarkan pada latar belakang yang telah dijelaskan di atas dan
mengacu pada KAK yang diberikan, kegiatan penyusunan Penyusunan
Renstra 2015-2019 dan Review Pelaksanaan Kegiatan 2010-2014
Setditjen Penataan Ruang ini memiliki Manfaat yaitu:
a. Terbangunnya proses perumusan program dan kegiatan yang dan
terstruktur di lingkungan Setditjen Penataan Ruang;
b. Tersedianya acuan kebijakan dan strategi dalam pelaksanaan tugas
dan fungsi Setditjen Penataan Ruang;
c. Tersedianya acuan perencanaan program dan kegiatan, serta acuan
target pelaksanaan pembangunan yang harus dipenuhi oleh
Sekretariat Ditjen Penataan Ruang 2015 - 2019;
d. Menjadi masukan dalam dokumen kebijakan dan strategi Direktorat
Jenderal Penataan Ruang;
e. Memperlihatkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan;
f. Menunjukkan di mana dan bagaimana perlu dilakukan perubahan dan
perbaikan;
g. Membantu untuk dapat melihat konteks dengan lebih luas serta
implikasinya terhadap kinerja pembangunan.
Berdasarkan manfaat tersebut dapat dipahami bahwa pokok dari kegiatan
penyusunan Penyusunan Renstra 2015-2019 dan Review Pelaksanaan
Kegiatan 2010-2014 Setditjen Penataan Ruang adalah mengenai evaluasi
dan perencanaan kebijakan. Evaluasi kebijakan pemerintah merupakan
tanggung jawab pemerintah sebagai pelaksana kemauan politik pemerintah
dan dewan yang telah dirumuskan bersama. Evaluasi terhadap kebijakan
menjadi sangat penting jika dikaitkan dengan peningkatan akuntabilitas
instansi.
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-5
Tujuan dari evaluasi program, paling tidak ada empat tujuan umum, seperti:
1. Memperbaiki pelaksanaan kebijakan (penerapan dan hasilnya);
2. Menuntun arah kebijakan dan inisiatif-inisiatif kebijakan di masa yang
akan datang;
3. Memperoleh atau meningkatkan pengetahuan, mendapatkan
pemahaman yang lebih baik (insight) atau menguji suatu teori sosial
atau ekonomi; dan
4. Meningkatkan akuntabilitas.
Evaluasi kebijakan yang dilakukan oleh pelaksana dan penanggung jawab
program merupakan bentuk dari akuntabilitas para penyelenggara
kebijakan itu agar dapat selalu meyakinkan bahwa tujuan kebijakan dapat
dicapai dan sesuai dengan misi yang dijalankan oleh instansi. Akuntabilitas
kebijakan akan dapat dinilai dari hasil kebijakan tersebut yang dinikmati
oleh peserta kebijakan atau masyarakat yang menjadi target group
kebijakan. Ini berarti inti dari akuntabilitas program adalah akuntabiltias
terhadap outcomes yang dapat diwujudkan oleh kebijakan tersebut.
Meningkatkan kinerja organisasi, dalah hal ini Ditjen Penataan Ruang,
dapat dicapai melalui antara lain dengan meningkatkan kinerja
pelaksanaan kebijakan. Pelaksanaan kebijakan dapat menjadi sampel
apakah suatu organisasi telah melaksanakan misinya dengan baik dan
akuntabel. Oleh karena itu, evaluasi kebijakan jika dijalankan akan
merupakan bentuk dari kepedulian para manajer pelaksana kebijakan.
Jika evaluasi kebijakan sudah dilakukan atau akan dilakukan yang perlu
menjadi perhatian adalah perlunya mengecek kembali cara mengelola
kebijakan, termasuk cara memonitor dan mengevaluasi kebijakan.
Perbaikan sistem dan metode untuk pelaksanaan akan dapat dilakukan jika
secara terus menerus dilakukan pengamatan dan melihat berbagai
kemungkinan perbaikan.
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-6
Manfaat yang tertuang dalam KAK sudah cukup jelas dan dapat dipahami
oleh konsultan. Dari Manfaat yang ingin dicapai menunjukkan bahwa
adanya suatu panduan penyelenggaraan kegiatan ini untuk mencapai
kesamaan visi, misi, dan persepsi, serta kesamaan mekanisme administrasi
untuk mengantisipasi kendala-kendala yang mungkin dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan pada setiap tahap kegiatan.
C.1.3. Tanggapan dan Saran Terhadap Fasilitas Pendukung
Untuk membantu memudahkan kelancaran pelaksanaan pekerjaan
Penyusunan Renstra 2015-2019 dan Review Pelaksanaan Kegiatan 2010-
2014 Setditjen Penataan Ruang, maka diperlukan fasiltas pendukung yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut agar terlaksana secara
tepat waktu dan tercapainya maksud, tujuan serta keluaran dari pekerjaan
tersebut. Fasilitas ini dibutuhkan baik dalam pengerjaan di kantor
konsultan ataupun saat diskusi dan pertemuan di pusat (Kementerian
Pekerjaan Umum) yang menjadi lokasi studi Penyusunan Renstra 2015-
2019 dan Review Pelaksanaan Kegiatan 2010-2014 Setditjen Penataan
Ruang. Fasilitas pendukung yang akan digunakan pada pekerjaan ini
antara lain:
Tabel C.1. Daftar Fasilitas Pendukung yang Akan Dipergunakan Saat PelaksanaanPekerjaan Penyusunan Renstra 2015-2019 dan Review PelaksanaanKegiatan 2010-2014 Setditjen Penataan Ruang
No. Fasilitas Pendukung Keterangan
1 Komputer dan printer akan menggunakan komputer dan printer milik
Perusahaan
2 Software pengolah data akan menggunakan software sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan
3 Scanner akan menggunakan scanner milik Perusahaan
4 Multimedia projector Akan dipergunakan saat melakukan diskusi dan rapat
kerja di intern perusahaan dan di kantor kementerian
pekerjaan umum, juga di daerah
5 Kamera Digital akan menggunakan milik perusahaan untuk
mendokumentasikan kegiatan pekerjaan saat survey
lapangan, rapat di pusat dan derah serta kegiatan lainnya
yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan
6 Alat GPS untuk mendukung survey lapangan dalam menentukan
koordinat lokasi kegiatan dilapangan.
7 Alat komunikasi Telepon dan
Faximile
akan menggunakan alat komunikasi milik perusahaan
8 Ruangan kantor akan menggunakan kantor konsultan milik sendiri dan
berkedudukan di Jakarta
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-7
No. Fasilitas Pendukung Keterangan
9 Ruang pertemuan untuk kegiatan diskusi dan pembahasan di pusat, dan juga
dipersiapkan di daerah
10 Kendaraan operasional akan menggunakan kendaraan operasional milik sendiri,
sedangkan untuk kegiatan lapangan dengan cara sewa
C.2. Tanggapan Khusus Mengenai Materi Pekerjaan
C.2.1. Landasan dan Arah Kebijakan
C.2.1.1. Rencana Strategis Kemeterian PU
Memasuki tahapan pelaksanaan pembangunan jangka panjang ketiga
(2015-2019), tatanan kementerian/lembaga telah memiliki landasan
hukum yang kuat dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara dan Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang dan Perpres tersebut
Kementerian Negara mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu
dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan Negara. Sesuai Undang-Undang tersebut Kementerian
Pekerjaan Umum termasuk ke dalam kelompok kementerian dalam rangka
menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Fungsi dari
masing-masing Kementerian Negara adalah melakukan:
1. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
2. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabnya;
3. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;
4. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian di daerah; dan
5. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
Terkait dengan tugas dan fungsi tersebut, selanjutnya di dalam Peraturan
Pemerintah R.I. Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, telah ditetapkan secara lebih
spesifik tentang mandat yang diberikan kepada Kementerian Pekerjaan
Umum yang terbagi ke dalam 2 (dua) bidang utama, yaitu urusan bidang
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-8
Pekerjaan Umum dan urusan bidang Penataan Ruang yang selanjutnya
dibagi lagi ke dalam sub-sub bidang urusan.
Renstra 2015–2019 ini, disamping berdasarkan pada tugas dan fungsi
Kementerian, juga berlandaskan pada pemetaan kondisi lingkungan serta
isu-isu strategis yang terus berkembang serta mengacu pada arah
kebijakan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019 maupun Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025.
Susunan Renstra 2015–2019 dimulai dengan pemaparan tentang kondisi
dan tantangan penyelenggaraan bidang pekerjaan umum dan permukiman;
visi, misi, tujuan dan sasaran Kementerian Pekerjaan Umum; strategi
penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman; serta
program dan kegiatan.
Renstra Kementerian Pekerjaan Umum ini selanjutnya akan menjadi acuan
dalam penyusunan rencana aksi masing-masing unit utama (satminkal) di
lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum serta Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2015 sampai dengan 2019.
C.2.1.2. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Penataan Ruang 2010-2014
1. Visi
Visi Ditjen Penataan Ruang 2010-2014 adalah sebagai berikut:
” Mewujudkan Sinergi Pembangunan Wilayah Berbasis Penataan
Ruang Dengan Didukung Institusi Yang Handal Dan Profesional Serta
Produk Yang Berkualitas”
Penjelasan Visi Ditjen Penataan Ruang tersebut yakni:
1. Perlunya keterpaduan pembangunan berbasis penataan ruang;
2. Penataan ruang perlu menjadi acuan dalam penataan ruang wilayah
nasional/provinsi serta kabupaten/kota;
3. Penyelenggaraan penataan ruang berupa perwujudan kegiatan
sosialisasi, pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan;
4. Perwujudan lembaga yang efektif dalam penyelenggaraan penataan
ruang untuk menghasilkan produk penataan ruang yang berkualitas.
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-9
2. Misi
Untuk mewujudkan visi Ditjen Penataan Ruang tersebut maka
dirumuskan misi Ditjen Penataan Ruang 2010-2014, yakni :
1. Mewujudkan penataan ruang sebagai acuan matra spasial dari
pembangunan nasional dan daerah;
2. Mewujudkan keterpaduan pembangunan infrastruktur pekerjaan
umum berbasis penaaan ruang;
3. Melembagakan manajemen organisasi yang efektif, efisien,
terpadu, dan konsisten.
3. Tujuan sasaran
Dalam rangka mencapai visi dan misi Ditjen Penataan Ruang yang
dimaksud diatas, diperlukan arah tujuan Ditjen Penataan Ruang sebagai
berikut ;
“Meningkatkan Penyelenggaraan Penataan Ruang Untuk Menjamin
Penataan Ruang Sebagai Matra Spasial Bagi Pembangunan Nasional
Yang Berkelanjutan Serta Terwujudnya Keterpaduan Pembangunan
Infrastruktur Pekerjaan Umum”
Adapun sasaran yang hendak dicapai Ditjen Penataan Ruang adalah ;
1. Meningkatkan penyelesaian peraturan perundangan, standar,
pedoman, dan manual penataan ruang serta efektivitas
penerapannya di daerah;
2. Mewujudkan kualitas pelaksanaan penataan ruang nasional yang
mendorong keterpaduan pembangunan infrastruktur serta
pelaksanaan program pembangunan nasional, provinsi, Kabupaten
dan Kota;
3. Meningkatkan efektifitas pembinaan dan pengawasan penataan
ruang sesuai dengan kewenangan penyelenggaraan penataan
ruang.
4. Kebijakan dan strategi
Kebijakan Ditjen Penataan Ruang tidak telepas dari visi, misi, tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Kebijakan
dimaksudkan agar visi dan misi yang telah ditetapkan dapat
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-10
dilaksanakan sesuai dengan arahan pembangunan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Beberapa hal yang menjadi kebijakan Ditjen Penataan Ruang adalah:
1. Mempercepat penyelesaian peraturan perundang-undangan,
standar, pedoman dan manual penataan ruang, dan meningkatkan
efektifitas penerapannya di daerah
2. Mengefektifkan penyelenggaraan penataan ruang yang
berkelanjutan dengan meningkatkan kualitas rencana tata ruang,
mengoptimalkan peran kelembagaan, dan diacunya rencana tata
ruang dalam pelaksanaan pembangunan;
3. Mengefektifkan pembinaan dan pengawasan teknis dalam
pelaksanaan penataan ruang, termasuk dengan meningkatkan
kualitas penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangan berdasarkan PP. No. 38 Tahun 2007
4. Meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang strategis
nasional, yang mendorong keterpaduan pembangunan infrastruktur
wilayah dan implementasi program pembangunan daerah, dan
program pengembangan wilayah/kawasan
5. Meningkatkan peran kelembagaan penataan ruang dalam
pelaksanaan pembangunan nasional
Strategi penyelenggaraan penataan ruang Ditjen Penataan Ruang
Departemen Pekerjaan Umum antara lain adalah:
1. Mengembangkan prakarsa dan peran, serta meningkatkan rasa
memiliki (ownership) seluruh pemangku kepentingan dalam
percepatan penyelesaian produk pengaturan.
2. Mempercepat penyusunan dan pengesahan Rencana Tata Ruang
dan peraturan perundangan pelaksanaan sebagai amanat UU No.
26 Tahun 2007
3. Memantapkan penyelengaraan penataan ruang nasional melalui
pelaksanaan kerangka pengembangan strategis sebagai kerangka
orientasi arah pengembangan ruang nasional
4. Meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang di Provinsi,
kabupaten, dan kota
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-11
5. Mengembangkan rencana terpadu pengembangan wilayah di
berbagai arah spasialnya dengan penjurunya pembangunan
infrastruktur dan pembangunan daerah
6. Mewujudkan mekanisme penyelenggaraan penataan ruang dalam
pembangunan infrastruktur nasional sebagai upaya untuk
mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat
7. Mengembangkan kapasitas kelembagaan pusat dan daerah serta
sinergi dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan teknis
pelaksanaan penataan ruang
8. Mendapatkan komitmen berbagai pemangku kepentingan,
termasuk masyarakat dalam pelaksanaan UU. No. 26/2007
tentang penataan ruang.
5. Keserasian dengan RTRW
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) telah ditetapkan
melalui Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 sebagai amanah atau
penjabaran dari Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang. Dalam RTRWN tersebut telah ditetapkan struktur ruang nasional
dan pola ruang nasional yang harus dijadikan sebagai acuan dalam
pengembangan wilayah. Oleh karena itu, maka dengan sendirinya
pengembangan infrastruktur juga harus dilakukan dalam rangka
mewujudkan struktur dan pola ruang tersebut.
Sesuai dengan kewenangannya, maka RTRWN perlu diturunkan lagi
dalam rencana tata ruang wilayah sesuai dengan wilayah administrasi
pemerintahan. Dalam hal ini perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi (RTRWP) yang substansinya harus mendapat persetujuan dari
pemerintah pusat. Demikian juga pada hirarki lebih detail, perlu disusun
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota yang seyognya
substansinyapun mendapat persetujuan dari pemerintah provinsi.
Dengan tersusunnya RTRW di setiap kabupaten/kota maka arah
pengembangan wilayah menjadi jelas dan kerangka pengembangan
infrastruktur juga dapat diarahkan untuk mendukung kebijakan
pengembangan wilayah tersebut. Meskipun selama ini telah disusun
rencana tata ruang sebagai acuan pembangunan di daerah, namun
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-12
pada kenyatannya masih terdapat permasalahan dalam
pelaksanaannya.
Beberapa tantangan yang dihadapi dalam bidang penataan ruang
terutama:
o Belum sepenuhnya rencana tata ruang dijadikan acuan bagi
pembangunan nasional dan pengembangan wilayah.
o Belum sepenuhnya rencana tata ruang dijadikan usaha preventif
dalam proses pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
o Masih lemahnya kepastian hukum dan koordinasi dalam
pengendalian pemanfaatan ruang.
Dalam upya pencapaian sasaran, beberapa permasalahan yang
dihadapai antara lain:
o Belum tersedianya kebijakan, strategi, RTRW dan program
penanganan kawasan perbatasan, kawasan bencana dan rawan
bencana alam, pulau-pulau kecil dan terpencil serta daerah konflik.
o Belum tersdianya NSPM dalam mendukung program penanganan
kawasan perbatasan, kawasan bencana dan rawan bencana alam,
pulau-pulau kecil dan terpencil serta daerah konflik.
o Belum tersedianya kebijakan operasionalisasi penataan ruang yarrg
memiliki kepastian hukum melalui proses penataan ruang yang
berkualitas dan akuntabel.
o Terbatasnya akses peran masyarakat dalam proses
penyelenggaraan penataan ruang melalui pemantapan system
informasi dan komunikasi.
o Belum terwujudnya pemanfaatan ruang yang sesuai dengan
kearifan lokal untuk mengurangi kesenjangan wilayah di daerah
terisolir dan tertinggal melalui pengembangan kawasan dan
kerjasama ekonomi.
o Belum terwujudnya mekanisme penyelenggaraan penataan ruang
yang partisipatif berbasis kemitraan dalam penyusunan dan
penerapan kebijakan penataan ruang sebagai upaya untuk
mendorong peningkatan penyelenggaraan penataan ruang di pusat
dan daerah.
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-13
o Belum tersedianya penyelenggaraan dan operasionalisasi RTRWN,
RTR Pulau, RTRW Provinsi / Kabupaten / Kota / Kawasan sebagai
acuan pengambangan wilayah dan pembangunan infrastruktur.
o Belum terselenggaranya pengembangan kawasan strategis
nasional.
o Belum terwujudnya pemanfaatan ruang yang nyaman dan harmonis
sejalan dengan pembangunan pe'rumahan dan permukiman,
transportasi, sumberdaya air, dan infrastruktur perkotaan dan
perdesaan.
C.2.2. Hubungan antara Pembangunan Nasional dan Penataan Ruang
C.2.2.1. Keterkaitan Rencana Pembangunan Nasional Dengan Penataan Ruang
UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
merupakan payung hukum bagi pelaksanaan perencanaan pmbangunan
dalam rangka menjamin tercapainya tujuan negara, yang digunakan
sebagai arahan di dalam Sistem Perencanaan Pembangunan secara
nasional. Menurut undang-undang tersebut, rencana pembangunan terdiri
dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah
(RKP). Rencana pembangunan memuat arahan kebijakan pembangunan
yang dijadikan acuan bagi pelaksanaan pembangunan di seluruh wilayah
Indonesia. Terkait hal ini, daerah akan menyusun RPJPD dan RPJMD yang
mengacu pada RPJP dan RPJM Nasional serta membuat program
pembangunan dan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang disusun oleh Kementerian/Lembaga.
Lahirnya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan
turunannya berupa rencana tata ruang merupakan upaya penting dalam
menertibkan penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia yang
diwujudkan melalui beberapa aspek penting, diantaranya pengendalian
pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan
secara sistematik melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif, serta sanksi.
Kegiatan penataan ruang terdiri dari 3 (tiga) kegiatan yang saling terkait,
yaitu: perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-14
pemanfaatan ruang, dengan produk rencana tata ruang berupa Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang secara hirarki terdiri dari Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW
Kab/kota). Ketiga rencana tata ruang tersebut harus dapat terangkum di
dalam suatu rencana pembangunan sebagai acuan di dalam implementasi
perencanaan pembangunan berkelanjutan di wilayah Indonesia.
Sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka
Undang-Undang Penataan Ruang ini diharapkan dapat mewujudkan
rencana tata ruang yang dapat mengoptimalisasikan dan memadukan
berbagai kegiatan sektor pembangunan, baik dalam pemanfaatan
sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan.
Pendekatan top-down dan partisipatif dalam perencanaan pembangunan
yang ada dalam UU No. 25/2004 terwujud dalam bentuk rangkaian
musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) yang dilakukan
secara berjenjang dari mulai tingkat Kabupaten/Kota sampai dengan
Nasional. Rangkaian forum ini menjadi bagian dalam menyusun sistem
perencanaan dan alokasi anggaran untuk pelaksanaan kegiatan
pembangunan setiap tahun. Secara top down, Pemerintah telah
menetapkan rencana kerja pemerintah berikut alokasi anggaran yang
ditetapkan dan akan digunakan didalam membiayai kegiatan
pembangunan secara nasional.
Secara partisipatif, proses perencanaan pembangunan dilaksanakan
dengan melibatkan seluruh stakeholder di pusat dan daerah. Perencanaan
pembangunan adalah suatu proses yang bersifat sistematis, terkoordinir
dan berkesinambungan, sangat terkait dengan kegiatan pengalokasian
sumberdaya, usaha pencapaian tujuan dan tindakan- tindakan di masa
depan.
Segala bentuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya harus diatur di dalam
rencana tata ruang seperti yang tercantum di dalam UU No. 26/2007,
bahwa penataan ruang terbagi atas kegiatan perencanaan, pemanfaatan,
dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dengan demikian keterkaitan
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-15
antara perencanaan pembangunan dan penataan ruang sangat penting
dalam rangka optimalisasi sumberdaya alam dan buatan yang terbatas dan
mengurangi resiko bencana yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia.
Keterkaitan antara rencana pembangunan dengan penataan ruang dapat
dilihat pada skema berikut.
Gambar C.2. Skema Keterkaitan Rencana Pembangunan dengan Rencana Tata Ruang
Pada gambar diatas dapat di lihat RPJPN merupakan amanat yang disusun
berdasarkan UU No. 25/2004, sedangkan RTRWN disusun berdasarkan
amanat yang terdapat pada UU No. 26/2007. Rencana Pembangunan
(Nasional dan Daerah) dan Rencana Tata Ruang harus dapat saling
mengacu dan mengisi. Berdasarkan pasal 19 UU No. 26/2007 tentang
Penataan Ruang, bahwa di dalam penyusunan RTRWN harus
memperhatikan RPJPN, dan pada pasal 20 ayat (2) menyatakan bahwa
RTRWN menjadi pedoman untuk penyusunan RPJPN. RTRWN merupakan
pedoman bagi penyusunan dan pelaksanaan kegiatan yang bersifat
“keruangan”. RPJPN dan RTRWN memiliki batas waktu selama 20 tahun.
Untuk RTRWN dapat ditinjau kembali satu kali dalam 5 tahun apabila terjadi
perubahan lingkungan strategis seperti terjadi bencana alam skala besar
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-16
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, perubahan batas
teritorial negara yang ditetapkan dengan UU, perubahan batas wilayah
provinsi yang ditetapkan dengan UU (khusus RTRWP dan RTRWK), dan
perubahan batas wilayah kabupaten/kota yang ditetapkan dengan UU
(khusus RTRWK).
RPJMN merupakan turunan dari RPJPN yang memiliki batas waktu selama 5
tahun. Penjabaran RPJMN tertuang di dalam RKP yang dirumuskan setiap
tahun dan disusun melalui Murenbangnas.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasonal, yang mengamanatkan bahwa setiap
Kementerian/Lembaga diwajibkan menyusun Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) yang selanjutnya disebut Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga (Renstra K/L), yang merupakan dokumen
perencanaan kementerian/lembaga untuk periode 5 (lima) tahun. Renstra
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian/lembaga yang
disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif.
C.2.2.2. Tantangan Penyelanggaraan Penataan Ruang Dalam Pembangunan
Nasional
Peranan penataan ruang didalam pelaksanaan kegiatan pembangunan
yang terjabarkan pada rencana pembangunan sangatlah penting. Segala
kegiatan yang tentu saja membutuhkan ruang sebagai wadah pendukung
kegiatan pembangunan tersebut harus diatur di dalam rencana tata ruang.
Namun, dalam pelaksanaannya masih banyak terdapat berbagai kendala
dan tantangan yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Perencanaan Tata Ruang
Penyusunan rencana tata ruang di masa lalu pada umumnya sudah
baik namun dalam beberapa hal produk rencana tata ruang yang
dihasilkan masih belum diacu dalam pelaksanaan pembangunan. Hal
ini disebabkan beberapa hal diantaranya adalah: data dan informasi
yang digunakan kurang akurat dan belum meliputi analisis
pemanfaatan sumberdaya kedepan, penyusunan rencana tata ruang
sering dilaksanakan hanya untuk memenuhi kewajiban pemerintah
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-17
(Pusat dan Daerah) sesuai Undang-undang dan Peraturan Daerah,
rencana tata ruang uang disusun, terutama di tingkat daerah,
seringkali dianggap sebagai produk satu instansi tertentu dan belum
menjadi dokumen milik semua instansi karena penyusunannya belum
melibatkan berbagai pihak.
Permasalahan lain yang terjadi terkait dengan perencanaan tata ruang
adalah seringkali perencanaan suatu kegiatan yang menggunakan
ruang secara blue print tidak tergambar secara detail di dalam suatu
peta rencana yang dapat menyebabkan pada pelanggaran didalam
pemanfaatan ruang.
2. Pemanfaatan Ruang
Pemanfaatan ruang suatu wilayah atau daerah seringkali tidak sesuai
dengan peruntukannya yang ada dalam rencana tata ruang suatu
wilayah atau daerah. Kebutuhan mendesak akan ruang, baik yang
disebabkan oleh pengguna ruang ilegal maupun pemerintah, telah
menyebabkan alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Hal ini terkait
erat dengan rencana tata ruang yang tidak sesuai, dengan kebutuhan
masyarakat dan pemerintah dalam jangka menengah maupun panjang
maupun tidak adanya sanksi hukum terhadap pelanggaran rencana
tata ruang. Kebutuhan ruang bagi masyarakat dan pemerintah (daerah)
terutama terjadi di daerah-daerah yang baru dibentuk sebagai akibat
pemekaran daerah.
Dalam mengantisipasi kebutuhan masyarakat dan pemerintah,
perubahan rencana tata ruang serta suatu peraturan dan perundangan
yang mengatur tata ruang seringkali tidak dapat dilaksanakan dengan
segera dan membutuhkan waktu yang relatif lama. Misalnya dalam
proses alih fungsi kawasan hutan (produksi maupun lindung) yang
diminta oleh daerah, maka prosesnya harus mengikuti ketentuan yang
ada sesuai Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan,
dan proses ini akan memakan waktu yang cukup lama (hampir satu
tahun bahkan lebih).
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-18
3. Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian dari penataan
ruang digunakan sebagai alat untuk menertibkan kegiatan yang akan
dan atau telah melanggar tata ruang pada jalur yang sesuai dengan
muatan yang terdapat pada produk rencana tata ruang. Tingginya
tingkat pertumbuhan penduduk terutama yang disebabkan oleh arus
urbanisasi mengakibatkan pengelolaan ruang kota semakin berat.
Selain itu daya dukung lingkungan dan sosial yang ada juga menurun,
sehingga tidak dapat mengimbangi kebutuhan akibat tekanan
penduduk. Masalah perekonomian yang menjadi pemicu didalam
pembangunan nasional, menjadikan berbagai kegiatan pendukung
ekonomi menjadi faktor utama di dalam kegiatan pembangunan. Hal
tersebut berdampak pada maraknya alih fungsi lahan yang dilakukan
dalam rangka melangsungkan dan mendukung kegiatan ekonomi.
Kewenangan yang sudah banyak didelegasikan kepada Pemerintah
Daerah melalui kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi
memberikan kesempatan bagi daerah untuk mencari berbagai sumber
pendapatan baru untuk meningkatkan pendapatan asli daerah melalui
berbagai kegiatan ekonomi, termasuk alih fungsi lahan tanpa
memperhitungkan keberlanjutannya dalam jangka panjang. Salah satu
upaya tersebut antara lain melalui pemberian perizinan yang tidak
sesuai dengan kaidah-kaidah yang terdapat di dalam rencana tata
ruang. Sebagai dampaknya, bentuk pelanggaran-pelanggaran tata
ruang semakin marak terjadi yang dapat mengganggu lingkungan dan
pada akhirnya dapat mengakibatkan bencana yang tentunya
merugikan bagi masyarakat.
4. Kelembagaan Penataan Ruang
Kelembagaan penataan ruang mempunyai peranan yang sangat
penting di dalam mensinkronisasikan kegiatan pembangunan dengan
rencana tata ruang. Namun, permasalahan yang terjadi seringkali sulit
untuk menciptakan sinkronisasi kelembagaan dan hal ini terwujud
dalam bentuk konflik penataan ruang yang disebabkan oleh tidak
sinkronnya kegiatan antar sektor dan antar daerah. Ego sektoral dan
daerah masih menjadi masalah utama dalam hal ini. Selain itu, konflik
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-19
kewenangan pun terjadi secara hirarki antar instansi pemerintahan.
Sebagai contoh, konflik antar sektor kehutanan dengan pemerintah
daerah dalam pemanfaatan kawasan hutan. Hal ini berdampak pada
sulitnya pemerintah daerah dalam melaksanakan penyusunan rencana
tata ruang wilayahnya. Oleh karena itu peranan kelembagaan penataan
ruang dalam menjembatani hal tersebut sangatlah penting.
C.2.2.3. Permasalahan Strategis Bidang Penataan Ruang
Penataan ruang pada intinya disusun dalam upaya untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi suatu kawasan/wilayah dengan cara mewujudkan
keterpaduan dan keseimbangan pembangunan antar sektor dan antar
wilayah dalam jangka panjang, dan secara kontinyu direview disesuaikan
dengan kecenderungan perkembangan sosial dan ekonomi
kawasan/wilayah terkait. Dengan bahasa lain Penataan Ruang adalah
serangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan
berbagai sumberdaya, merekatkan dan menyeimbangkan keserasian
pembangunan antar kawasan, dan antar sektor, yang pada akhirnya
menciptakan pertumbuhan dan nilai tambah secara berkelanjutan.
Gambar C.3. Model Suistanable Development
Ketersediaan infrastruktur yang berkualitas merupakan salah satu faktor
penentu daya tarik suatu kawasan/wilayah, di samping faktor kualitas
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-20
lingkungan hidup, image, dan masyarakat (budaya). Sementara itu, kinerja
infrastruktur merupakan faktor kunci dalam menentukan daya saing global,
selain kinerja ekonomi makro, efisiensi pemerintah, dan efisiensi usaha.
Dalam hal daya saing global tersebut, maka laporan dari World Economic
Forum 2008 - 2009 hanya menempatkan Indonesia pada peringkat ke-96
dari 134 negara yang diteliti, dimana ketersediaan infrastruktur yang tidak
memadai (16,4%) merupakan penyumbang kedua sebagai faktor
problematik dalam melakukan usaha setelah birokrasi pemerintah yang
tidak efisen (19,3%). Dengan demikian, tantangan pembangunan
infrastruktur ke depan adalah bagaimana untuk terus meningkatkan
ketersediaan infrastruktur yang berkualitas dan kinerjanya semakin dapat
diandalkan agar daya tarik dan daya saing Indonesia dalam konteks global
dapat membaik.
Salah satu isu strategis yang dihadapi adalah bagaimana pembangunan
infrastruktur dapat membantu mengatasi besarnya kesenjangan antar-
kawasan nusantara: antara Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan
Timur Indonesia, antara Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya, antara
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, antara kota Jakarta dan kota-
kota lainnya. Fenomena yang terkait adalah urbanisasi yang cukup tinggi
dengan laju 4,4% per tahun akibat tingginya mobilitas penduduk. Secara
teoritik, kota merupakan mesin pertumbuhan ekonomi (the engine of
economic growth), sehingga proses pengembangan wilayah terjadi karena
adanya perkembangan kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, yang lalu
diikuti dengan penyebaran pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitarnya.
Diperkirakan dalam 20 hingga 25 tahun ke depan jumlah penduduk
perkotaan di Indonesia akan mencapai 65% (Pustra, 2007), dan pada akhir
tahun 2014 jumlah penduduk perkotaan diperkirakan mencapai 53 – 54%.
Tingkat urbanisasi yang relatif tinggi ini belum disertai oleh kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur yang disebabkan oleh
pertumbuhan penduduk oleh urbanisasi tersebut maupun backlog yang
telah ada sebelumnya. Demikian juga ketersediaan infrastruktur belum
merata ke semua golongan masyarakat, terutama masyarakat miskin.
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-21
Issue – issue strategis dalam Penataan Ruang di identifikasi sbb :
• Perlu segera menyelesaikan peraturan operasionalisasi Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri.
• Pentingnya menyelesaikan Perda RTRW provinsi/kabupaten/kota
sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.
• Meningkatkan kemampuan aparat perencana maupun pelaksana
pengendali dan pengawas pemanfaatan ruang, baik di tingkat pusat
maupun di daerah, untuk menjamin pelaksanaan RTR yang semakin
berkualitas serta dalam rangka pengendalian dan pengawasan
pemanfaatan ruang yang efektif.
• Menyelenggarakan upaya-upaya sosialisasi yang lebih memadai guna
meningkatkan dukungan masyarakat terhadap kegiatan penataan
ruang, baik dalam perencanaan, pemanfaatan maupun pengendalian
dan pengawasan pemanfaatan ruang.
• Menyelaraskan pola penyusunan RTRW di daerah dalam rangka
menjaga keserasian antardaerah dan antartingkatan RTRW.
Berangkat dari issu diatas dan menurut hasil identifikasi dan telaah secara
cepat terhadap berbagai dokumen dan wawancara dengan sejumlah
narasumber serta diskusi dalam forum lokakarya diperoleh 3 (tiga)
kelompok permasalahan strategis & penting dalam bidang penataan ruang
di indonesia, yakni :
1. permasalahan daya saing wilayah dalam perekonomian global
2. permasalahan ketimpangan pembangunan antar wilayah, dan
3. Permasalahan kelestarian lingkungan
4. Permasalahan kinerja penataan ruang.
Tantangan dalam pembangunan bidang penataan ruang, diantaranya
adalah:
• Melengkapi peraturan perundang-undangan dan Norma, Standar,
Prosedur, dan Kriteria (NSPK) di bidang penataan ruang untuk
mendukung implementasi penataan ruang di lapangan.
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-22
• Meningkatkan pemanfaatan RTR secara optimal dalam mitigasi dan
penanggulangan bencana, peningkatan daya dukung wilayah, dan
pengembangan kawasan.
• Meningkatkan kualitas pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang terutama melalui dukungan sistem informasi dan
monitoring penataan ruang di daerah untuk mengurangi terjadinya
konflik pemanfaatan ruang antarsektor, antarwilayah, dan antarpelaku.
• Meningkatkan kepastian hukum dan koordinasi dalam pengendalian
pemanfaatan ruang.
• Meningkatkan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat (termasuk
perempuan) dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Sedangkan untuk mengukur tingkat keberhasilan penataan ruang, telah
ditetapkan indikator kinerja utama Direktorat Jenderal Penataan Ruang,
yaitu:
1. Prosentase K/L, provinsi, kabupaten, dan kota yang RPJM dan program
tahunannya sesuai dengan RTRWN dan RTRW.
2. Prosentase kesesuaian pembangunan infrastruktur dengan rencana
struktur dan pola ruang wilayah nasional.
Kebijakan Penataan Ruang, adalah:
1. Mempercepat penyelesaian peraturan perundang-undangan, standar,
pedoman dan manual bidang Penataan Ruang.
2. Mengefektifkan pembinaan dan pengawasan teknis dalm pelaksanaan
penataan ruang, termasuk dengan meningkatkan kualitas
penyelenggaraan penataan ruang pleh Pemerintah Daerah sesuai
kewenangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.
3. Meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
nasional yang mendorong keterpaduan pembangunan infrastruktur
wilayah dan implementasi program pembangunan daerah.
4. Mengembangkan prakarsa dan peran, serta meningkatkan rasa
memiliki (ownership) seluruh pemangku kepentingan dalam
percepatan penyelesaian produk pengaturan.
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-23
5. Mengembangkan kapasitas kelembagaan pusat dan daerah serta
sinergi dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan teknis
pelaksanaan penataan ruang.
6. Mendapatkan komitmen berbagai pemangku kepentingan termasuk
masyarakat dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang.
7. Mengembangkan rencana terpadu pengembangan wilayah di berbagai
aras spasial, dengan penjurunya pembangunan infrastruktur pekerjaan
umum dan permukiman dan pembangunan daerah.
A. Permasalahan Lingkungan dan Kinerja Penataan Ruang
Penataan ruang pada intinya disusun dalam upaya untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi suatu kawasan/wilayah dengan cara
mewujudkan keterpaduan dan keseimbangan pembangunan antar
sektor dan antar wilayah dengan tetap mengacu pada pelestarian
lingkungan alam secara jangka panjang. Keseimbangan ini sangat
penting mengingat kecenderungan pertumbuhan ekonomi diikuti oleh
masifnya perubahan fungsi lahan pertanian, hutan, perkebunan ke
fungsi komersial menjadikan ketidakseimbangan ekosistem yang pada
akhirnya mengancam kehidupan masyarakat secara luas, dalam
bentuk banjir, longsor, sendimentasi, kekeringan, dan lain-lain. Oleh
karenanya Penataan Ruang sebagai rangkaian upaya untuk
mewujudkan pembangunan nasional, perlu melakukan upaya-upaya
peningkatan keserasian antar kawasan, dan keterpaduan antar sector
dimana aspek lingkungan merupakan factor penentu didalamnya.
Namun demikian diakui rencana tata ruang (RTR) saat belum
memberikan arahan yang cukup memadai sebagai acuan perumusan
rencana investasi dan pelestarian lingkungan secara seimbang. Dalam
banyak kasus kondisi ini mengakibatkan berbagai permasalahan
lingkungan yang serius. Banyaknya kerusakan lingkungan dipinggiran
kota besar/metropolitan sebagai akibat dari tingginya pemanfaatan
ruang untuk kegiatan komersial, perumahan dan industri yang kurang
memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan, menimbulkan
berbagai permasalahan lingkungan seperti: banjir, tanah longsor,
bencana kekeringan, menurunnya produktivitas tanah dan sebagainya.
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-24
Tata ruang nasional sebagai kebijakan, seharusnya dapat dijadikan
alat untuk mendorong dan mengarahkan pertumbuhan ekonomi
namun juga sekaligus mendorong kelestarian lingkungan. Adapun
penataan ruang seharusnya lebih mengemukakan hal-hal yang sifatnya
strategis dan konsepsual. Tidak hanya cukup hanya berisi rencana
struktur dan fungsional saja akan tetapi juga mencakup rencana
pembangunan yang menyeluruh yang mencakup kelayakan lingkungan
dan kelayakan investasi guna lebih menjamin liveability dan
sustainability pertumbuhan suatu wilayah.
Rencana tata ruang umumnya masih belum menjadi acuan arahan
terhadap perkembangan kota-kota dan wilayah kabupaten, khususnya
terkait dengan permasalahan desentralisasi/otonomi daerah. Pada
kenyataannya penataan ruang di Indonesia lebih banyak terfokus pada
permasalahan perencanaan ruang semata, padahal sebenarnya
permasalahan yang berkembang tidak hanya terbatas pada
perencanaan saja akan tetapi juga sangat terkait dengan pengelolaan
pemanfaatan ruang.
Konflik kepentingan antar wilayah dan antar sektor, yang berkaitan
dengan kegiatan pertambangan, pelestarian lingkungan hidup,
preservasi kawasan lindung, pengelolaan kehutanan, prasarana
wilayah, dan sebagainya, termasuk belum berfungsinya secara optimal
fungsi penataan ruang dalam rangka mengendalikan, menyelaraskan
dan memadukan berbagai rencana dan program sektoral yang
berlangsung.
Konflik kepentingan secara tajam juga terjadi di kawasan perkotaan,
dimana hal ini terutama dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang
signifikan, khususnya di perkotaan dimana dalam 10 tahun, dari angka
32,8 juta (22,3% dari total populasi) pada tahun 1980 menjadi 55,4
juta (30,9%) pada tahun 1990, selanjutnya meningkat lagi sebesar 74
juta (37%) pada tahun 1998, sebesar 90 juta (44%) pada tahun 2002,
dan diperkirakan mencapai angka 150 juta (60%) pada tahun 2015,
dengan laju pertumbuhan penduduk perkotaan rata-rata sebesar
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-25
4,49% per tahun. DI Pulau Jawa konversi hutan lindung mencapai
angka 9.000 per tahun. Konversi lahan pertanian menjadi industri dan
permukiman di Pulau Jawa pada tahun 1979-1999 mencapai
1.002.005 ha atau 50.100 ha per tahun.
Tambahan lagi terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari
ketentuan dan norma yang berlaku telah mengakibatkan antara lain
degradasi lingkungan, merosotnya kualitas hidup masyarakat, dan lain-
lain. Fenomena bencana alam yang terjadi secara merata (banjir,
longsor, kekeringan) mengidentifikasikan ketidakselarasan dalam
pemanfaatan ruang antara manusia dengan alam, maupun antara
kepentingan ekonomi dengan kepentingan pelestarian lingkungan.
B. Permasalahan Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah
Perencanaan pembangunan wilayah ditujukan untuk mengupayakan
keserasian dan keseimbangan pembangunan antar daerah sesuai
dengan potensi alamnya dan memanfaatkan potensi tersebut secara
efisien, tertib dan aman. Pembangunan wilayah yang dicita-citakan
diharapkan dapat tercipta melalui penataan ruang yang baik yang
merupakan upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan
berbagai sumber daya, memeratakan dan menyeimbangkan
pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan
keserasian antar kawasan serta keterpaduan antar sektor.
Ruang harus dilihat sebagai satu kesatuan yang digunakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat yang perlu dipelihara
kelestariannya. Untuk itu diperlukan pendekatan wilayah sebagai
strategi pengembangan ruang yang mengatur hubungan yang harmonis
antara sumber daya alam, buatan, dan manusia agar kinerja ruang
meningkat untuk kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan yang masih kurang seimbang serta krisis ekonomi yang
berkepanjangan telah menimbulkan berbagai masalah ketimpangan
pembangunan antar wilayah. Untuk itu dikembangkan strategi
pengembangan wilayah yang komprehensif, yang meliputi:
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-26
1. Pengurangan kesenjangan antar wilayah melalui pengembangan
KTI, pengembangan KAPET, pengembangan Kawasan Andalan dan
Kawasan Tertentu termasuk Kawasan Tertinggal, Kawasan
Perbatasan dan Kawasan Andalan Laut
2. Penanganan permasalahan penataan ruang lintas wilayah dan
lintas sektor
3. Peningkatan peran penataan ruang sebagai alat keterpaduan
lintas wilayah dan lintas sektor melalui revitalisasi penataan ruang
guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, dan
4. Promosi percepatan otonomi daerah melalui pembinaan dan
bantuan teknis kepada daerah serta mendorong peran masyarakat
dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Ketimpangan pengembangan infrastruktur dan sarana di wilayah
Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI),
mendorong percepatan perkembangan kawasan-kawasan seperti di
pantai utara pulau Jawa dan pantai timur pulau Sumatera. Yang pada
gilirannya mengakibatkan terjadinya polarisasi penduduk dengan
berbagai implikasi ekonomi dan sosialnya.
Dikawasan-kawasan yang cepat berkembang ini, kemudian
berkembang berbagai permasalahan seperti masalah lingkungan,
seperti: banjir, kekeringan, longsor, menurunnya produktivitas kawasan
akibat kemacetan lalu lintas, pulusi air, udara dan tanah, dsb yang
pada gilirannya telah mengakibatkan menurunnya daya saing kawasan.
Sebaliknya di sejumlah kawasan di KTI, kurang memadainya dukungan
sarana dan prasarana mengakibatkan pembangunan wilayah di
kawasan ini relatif lebih tertinggal dibandingkan dengan KBI.
Khususnya di kawasan perbatasan, dimana akses ke pusat-pusat
pelayanan di wilayah Indonesia masih sangat sulit.
Ketimpangan juga terjadi antara wilayah perdesaan dan perkotaan.
Pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan di sebagian besar wilayah
perdesaan di Indonesia masih kurang memadai. Di lain pihak di
wilayah perkotaan, meski pelayanannya relatif lebih baik, masih kurang
menjangkau kaum miskin perkotaan. Sebagai akibatnya, sering kali
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-27
kaum miskin ini terpaksa harus membayar lebih mahal untuk sejumlah
pelayanan yang sama dibandingkan dengan golongan masyarakat yang
lebih mampu.
Di sisi lain, terdapat variasi yang besar pada kemampuan perangkat
pemerintah daerah dalam beradaptasi dengan perubahan-perubahan
kekuatan pasar dan global serta sistem nilai sosial yang berkembang
cepat. Kegagalan-kegagalan implementasi berbagai program
pembangunan wilayah sering disebabkan oleh karena lemahnya
koordinasi antar institusi baik di tingkat pusat, daerah maupun antar
pusat dan daerah, dan kurang fleksibelnya perencanaan yang sering
bersifat top-down.
C.2.3. Evaluasi
C.2.3.1. Pengertian Evaluasi
Evaluasi mempunyai kaitan yang erat dengan perencanaan yang secara
utuh adalah salah satu fungsi dalam siklus manajemen apa saja yang
direncanakan.
Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara
obyektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya.
Evaluasi merupakan suatu proses untuk menjelaskan secara sistematis
untuk mencapai obyektif, efisien, dan efektif, serta untuk mengetahui
dampak dari suatu kegiatan dan juga membantu pengambilan
keputusan untuk perbaikan satu atau beberapa aspek program
perencanaan yang akan datang.
Evaluasi merupakan pengawasan manajerial untuk mendapat hasil
yang sesungguhnya dibandingkan dengan hasil yang diharapkan.
o Dapat menyediakan informasi yang penting untuk membuat
keputusan.
o Nilai yang difokuskan pada evaluasi adalah usaha untuk
menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan obyek.
Evaluasi adalah sebagai salah satu fungsi manajemen berurusan dan
berusaha untuk mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan
dari suatu rencana sekaligus mengukur se-obyektif mungkin hasil-hasil
pelaksanaan itu dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima.
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-28
o Rencana program dan rencana proyek hanya dapat dibuktikan
dengan evaluasi untuk keberhasilan rencana kegiatan.
o Agar dapat bermanfaat, evaluasi harus melembaga dan
membudaya.
Evaluasi adalah suatu kegiatan yang mengukur dan memberi nilai
secara obyektif dan valid, di mana beberapa besar manfaat pelayanan
yang telah dicapai berdasarkan tujuan dari obyek yang seharusnya
diberikan dan yang nyata apakah hasil-hasil dalam pelaksanaan telah
efektif dan efisien.
Evaluasi adalah sebuah proses dimana keberhasilan yang dicapai
dibandingkan dengan seperangkat keberhasilan yang diharapkan.
Perbandingan ini kemudian dilanjutkan dengan pengidentifikasian
faktor-faktor yang berpengaruh pada kegagalan dan keberhasilan.
Evaluasi ini dapat dilakukan secara internal oleh mereka yang
melakukan proses yang sedang dievaluasi ataupun oleh pihak lain, dan
dapat dilakukan secara teratur maupun pada saat-saat yang tidak
beraturan. Proses evaluasi dilakukan setelah sebuah kegiatan selesai,
dimana kegunaannya adalah untuk menilai/menganalisa apakah
keluaran, hasil ataupun dampak dari kegiatan yang dilakukan sudah
sesuai dengan yang diinginkan.
C.2.3.2. Tingkat Evaluasi
1. Pra Evaluasi, ada hubungan dengan pengarahan suatu proyek. Misalnya,
perlu ada manajemen yang baik agar proyek/program dapat
dimanfaatkan sesuai dengan rencana.
2. Evaluasi Antara, adalah evaluasi pada pertengahan implementasi, yaitu
evaluasi ketika program atau proyek sedang mengatasi masalah. Hasil
ini dapat dipakai untuk memodifikasi perencanaan atau strategi
program/proyek. Misal, merubah sifat input, memodifikasi model
intervensi dan menggeser penekanan atau kelompok target.
3. Evaluasi Akhir, adalah evaluasi ketika pembiayaan proyek tersebut
berakhir. Evaluasi ini memberikan persepsi manfaat program dan
dampak terhadap kegiatan. Rekomendasi ini adalah untuk memperbaiki
perencanaan selanjutnya dan memiliki hubungan dengan kebijakan.
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-29
C.2.3.3. Kriteria Evaluasi
1. Efektifitas : yang mengidentifikasi apakah pencapaian tujuan yang
diinginkan telah optimal.
2. Efisiensi : menyangkut apakah manfaat yang diinginkan benar-benar
berguna atau bernilai dari program publik sebagai fasilitas yang dapat
memadai secara efektif.
3. Responsivitas : yang menyangkut mengkaji apakah hasil kebijakan
memuaskan kebutuhan/keinginan, preferensi, atau nilai kelompok
tertentu terhadap pemanfaatan suatu sumber daya.
C.2.4. Evaluasi Program
C.2.4.1. Pengantar
Evaluasi program bertujuan untuk melihat apakah program dirancang,
dilaksanakan, dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
program. Pada pelaksanaannya evaluasi program bermaksud mencari
informasi sebanyak mungkin untuk mendapatkan gambaran rancangan dan
pelaksanaan program. Hasil Evaluasi tersebut akan digunakan bagi pihak
yang berkepentingan untuk mengambil keputusan.
Setiap evaluator mempunyai tugas mengumpulkan informasi seputar
program. Dalam menjalankan tugasnya, evaluator dapat mengembangkan
cara mengumpulkan informasi sesuai dengan paradigma dan pendekatan
yang dianutnya. Pada prinsipnya, prosedur pengumpulan informasi pada
evaluasi program memiliki banyak kesamaan dengan prosedur yang dijalani
oleh peneliti. Jadi banyak evaluator yang meminjam prinsip-prinsip yang
digunakan pada penelitian.
Dalam penelitian pendidikan ada 2 paradigma yang sering digunakan yaitu
kuantitatif dan kualitatif (Philips, 1987; Reichardt & Cook, 1979; Webb,
Beals, & White, 1986 dalam Creswell, John.W, 1994). Paradigma kualitatif
digunakan pada penelitian bersifat inkuiri untuk memahami masalah yang
timbul berdasarkan pada analisis mendalam terhadap gambaran-gambaran
yang menyeluruh, informasi yang rinci dari berbagai informan, dan
penelitian dilakukan dalam setting alamiahnya. Sedangkan paradigma
kuantitatif digunakan pada penelitian yang berbasis pengujian teori yang
dibangun oleh sejumlah variable, melibatkan pengukuran yang dinyatakan
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-30
dengan angka, dianalisis dengan uji statistika tertentu untuk mencari
kesimpulan apakah hasil penelitian tersebut dapat digeneralisasikan untuk
membuktikan bahwa teori yang digunakan memang dapat dinyatakan
mengandung kebenaran.
Adanya perbedaan dua paradigma yang digunakan akan mengakibatkan
perbedaan pada pengungkapan hasil evaluasi program. Di mana letak
perbedaannya akan dibahas lebih rinci pada bagian berikutnya.
C.2.4.2. Evaluasi Kuantitatif
1. Paradigma Kuantitatif
Paradigma kuantitatif, dalam isu ontologis penelitianya melihat
kenyataannya sebagai objek yang berada di luar peneliti. Sehingga
hasil pengumpulan informasinya diarahkan kepada nilai objektifitas
dan independensi. Peneliti selalu akan berusaha untuk menghindari
pengaruh-pengaruh variable intervening yang diperkirakan akan
mempengaruhi interaksi antar variable yang diteliti. Sampel yang
diteliti juga dipertimbangkan lebih dauhulu dari segi karakteristiknya
sehingga sample tersebut dianggap dapat mewakili populasinya.
2. Pendekatan
Dalam evaluasi program, ada beberapa pendekatan yang sesuai
dengan paradigma kuantitatif yaitu : pendekatan tujuan (model Goal
oriented), pendekatan proses (model CIPP, CSE-UCLA, Countenance).
Semua jenis evaluasi program yang menggunakan paradigma
kuantitatif mempunyai karakteristik ada acuan atau standar dalam
melaksanakan evaluasi. Proses evaluasi mempunyai tahap-tahap
yang linier , tertentu serta selalu memposisikan evaluator sebagai
yang berada di luar program sedang dalam posisi memotret keadaan
di dalam program. Hal ini memang dianggap penting bagi evaluator
untuk keperluan menjaga objektifitas serta independensi data yang
dikumpulkan.
3. Desain Evaluasi Program
Desain evaluasi program mencakup suatu proses dan seperangkat
rencana atau hasil tertulis (Brinkerhoff, Robert.O, et al, 1983). Desain
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-31
evaluasi merupakan bentuk rencana untuk melakukan evaluasi yang
meliputi komponen : focus evaluasi, cara menjaring informasi,
mengolah informasi yang didapatkan, membuat laporan, dan
melakukan review atau peninjauan kembali terhadap semua langkah
evaluasi yang telah dilakukan.
Desain evaluasi program yang menggunakan pendekatan kuantitatif,
pada prinsipnya mengikuti langkah seperti yang dilakukan oleh
peneliti yang akan melakukan penelitian yang menggunakan
pendekatan kuantitatif. Format rancangannya mencakup konteks
atau pernyataan tentang apa yang mendasari perlunya dilakukan
evaluasi terhadap suatu program, kemudian apa tujuan dilakukannya
evaluasi program. Selanjutnya akan dibuat sejumlah pertanyaan
hipotetis yang merujuk pada informasi apa yang akan dijaring guna
mencapai tujuan evaluasi yang telah ditetapkan. Kemudian
ditetapkan pula metodologi yang mencakup penetapan desain
evaluasi, subjek yang akan dievaluasi, instrumentasi untuk menjaring
data, serta pengolahannya (Creswell, John.W, 1994).
Pada pendekatan kuantitatif, karakteristik yang menonjol adalah
pada pertanyaan hipotetik yang sepadan dengan rumusan masalah
pada penelitian kuantitatif, desain yang juga menggunakan desain-
desain penelitian kuantitaif , subjek penelitian yang
mempertimbangkan metode sampling, dan pengolahan data yang
merujuk pada pembuktian hipotesis menggunakan uji statistika
tertentu. Biasanya pada pengolahan data akan dipilih cara yang lebih
banyak menyatakan kualitas suatu data dalam bentuk angka-angka
dan kemudian diuji dengan menggunakan penghitungan rumus-
rumus sesuai dengan pola hubungan antar variable yang ingin
dibuktikan. Kesimpulannyapun dinyatakan dalam bentuk pernyataan
yang didukung oleh angka-angka. Biasanya evaluator yang
menggunakan cara ini menganggap bahwa angka-angka
mempermudah menyatakan, membandingkan, dan mempertinggi
akurasi.
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-32
4. Prosedur Evaluasi Program
Prosedur evaluasi program merujuk pada teknik evaluasi program
yang operasional sehingga mencakup urutan tahap-tahap yang
dilakukan jika akan melakukan evaluasi program. Biasanya
operasionalisasi evaluasi program lebih menekankan pada
bagaimana cara mengumpulkan informasi yang diperlukan, seberapa
banyak informasi harus dikumpulkan, bagaimana pengaturan data
yang telah terkumpul, bagaimana cara mengolahnya, bagaimana cara
menampilkan data tersebut kepada pihak yang memerlukan, serta
efisiensi dalam mengumpulkan data.
Pendekatan kuantitatif mengutamakan data yang bersifat numeric.
Data yang berupa opini, perilaku, penampilan tidak dinyatakan dalam
deskripsi tetapi diolah dahulu menggunakan pengkategorian dan
kemudian diberi bobot dalam bentuk angka untuk setiap kategori.
Pengumpulan datanya biasanya menggunakan instrument lembar
observasi, lembar inventori, tes penguasaan kemampuan tertentu,
tes unjuk kerja, self rating, dan lain lain. Semua instrument tersebut
biasanya telah ditentukan pedoma pemberian skornya, sehingga
nantinya data yang akan diolah lebih lanjut adalah skor yang berupa
angka.
Jumlah data juga menjadi sesuatu yang ditekankan pada pendekatan
kuantitatif. Jumlah data yang diambil dari populasinya harus
mengikuti cara pengambilan sample tertentu yang didasarkan pada
seberapa besar sample tersebut dianggap mewakili populasi agar
kesimpulannya bias digeneralisasikan dan berlaku untuk populasi.
Semakin besar jumlah sampelnya semakin baik.
Perhatian terhadap objektifitas merupakan karakter dari pendekatan
kuantitatif. Konsekuensinya instrument yang digunakan sedapat
mungkin diketahui validitas dan reliabilitasnya. Dengan mengetahui
validitas dan reliabilitas instrument, maka dianggap bahwa situasi
saat pengambilan data berlangsung serta personifikasi pengambil
data dianggap tidak mempengaruhi data yang dikumpulkan.
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-33
Selanjutnya pengolahan data juga menggambarkan karakteristik
pendekatan kuantitatif. Pengolahan data berupa angka ditentukan
oleh jenis pertanyaan hipotetik yang ingin dijawab. Jika yang ingin
dilihat adalah perbedaan antara satu kelompok data dengan data
lainnya maka digunakan pengolahan data statistic t-test, chi-square,
anova, dan yang sejenisnya. Jika yang akan dilihat adalah hubungan
antara satu kelompok data dengan kelompok data lainnya, maka
akan digunakan pengolahan data statistic korelasi. Jika yang akan
dilihat adalah seberapa luas penyebaran data yang dikumpulkan
maka akan digunakan analisa data dengan mencari standar
deviasinya, atau range semi interquartile. Keputusan pengolahan
data mana yang akan dipakai sudah ditentukan sejak awal dan benar
dipatuhi semua persyaratannya. Kesimpulan yang dihasilkan
biasanya dinyatakan dalam bentuk kalimat yang didukung oleh
derajat signifikansi. Dengan cara seperti ini, baik peneliti maupun
evaluator berkeyakinan bahwa kesimpulan yang dibuat bersifat
objektif, terhindar dari bias, dan akurat (sesedikit mungkin
disebabkan karena factor kebetulan).
C.2.4.3. Evaluasi Kualitatif
1. Paradigma Kualitatif
Paradigma ini mengandung beberapa kata kunci yaitu : 1) focus pada
penelusuran secara inkuiri di tempat alamiahnya; 2) bergantung pada
peneliti yang bertindak sebagai instrument penjaring data; 3)
laporannya berbentuk narasi bukan angka.
2. Pendekatan
Pendekatan evaluiasi program kualitatif sangat mengandalkan
pengumpulan data empiris dan analisis terhadap informasi yang
terdokumentasi secara sistematis.
Pendekatan kualitatif lebih sesuai untuk melakukan evaluasi pada
saat program berlangsung. Dengan demikian evaluator dapat
mengetahui dan bisa memahami segala hal yang berkaitan dengan
program dengan cara melihat langsung pada saat program sedang
berjalan. Cara ini dirasa perlu karena ada fenomena-fenomena
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-34
tertentu, peristiwa tertentu, maupun pihak-pihak tertentu yang hanya
dapat dijaring informasinya secara lebih mudah pada saat program
berlangsung. Pengumpulan informasi sebanyak mungkin pada saat
beeguna untuk mengidentifikasi dengan lebih pasti apa saja yang
menyebabkan program bisa berlangsung dengan baik atau tidak.
Selain itu, jika ada hal-hal yang menarik perhatian, evaluator dapat
melakukan penelusuran lebih jauh untuk menentukan konteks suatu
peristiwa. Hal lain yang menonjol dari pendekatan ini adalah
evaluator mempunyai kesempatan mengadakan interaksi dalam
konteks pelaksanaan program sehingga atmosfer program dapat
tertangkap dengan baik. Hal ini akan membuat evaluator dapat
memahami latarbelakang suatu fenomena yang muncul dalam
pelaksanaan program, yang mana akan sulit didapatkan jika
pendekatan kuantitatif yang dipakai.
3. Desain Evaluasi Program
Desain evaluasi program yang menggunakan pendekatan kualitatif
agak berbeda dengan desain penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
dikenal banyak orang mempunyai cirri fleksibel dalam metode
pengumpulan datanya dan pada saat proses berlangsung bias saja
penelitinya mengembangkan datanya sejauh itu masih dalam konteks
menggali informasi yang nantinya dapat digunakan untuk
membangun teori baru. Sedangkan pada evaluasi program informasi
apa yang akan dikumpulkan telah ditetapkan pada awal penentuan
desain dan sedapat mungkin pada saat pengumpulan informasi tidak
terjadi perluasan pencarian informasi dengan alasan mencari titik
jenuh kepusan peneliti dalam mengumpulkan informasi (Royse, David
et al, 2006).
Karakteristik lain yang ada pada penelitian yang menggunakan
pendekatan kualitatif seperti posisi peneliti dalam konteks penelitian,
unit informasi dan unit analisis, tipe informasi yang dikumpulkan,
analisis data serta cara menyimpulkan juga digunakan dalam
evaluasi program yang bersifat kualitatif . Format rancangannya
mencakup konteks atau pernyataan tentang apa yang mendasari
perlunya dilakukan evaluasi terhadap suatu program, kemudian apa
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-35
tujuan dilakukannya evaluasi program. Selanjutnya akan disepakati
dahulu asumsi yang relevan, aturan-aturan dalam pengumpulan
informasi serta cara pengumpulan informasi, pengorganisasian data,
analisis data, serta verifikasi data (Creswell, John.W, 1994).
Pada pendekatan kualitatif, karakteristik yang menonjol adalah pada
posisi evaluator dalam pelaksanaan evaluasi. Tujuan evaluasi adalah
mengumpulkan informasi tentang suatu program, evaluator walaupun
bukan bagian dari pelaku di dalam program, tetapi pada pendekatan
kualitatif evaluator harus berada dalam program dan mempunyai
aksesibilitas yang tinggi terhadap semua komponen program. Tujuan
utama evaluasi program dengan pendekatan kualitatif adalah
mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu program di
semua aspeknya (Royse, David et al, 2006). Pendekatan ini
menekankan pada mendapatkan pemahaman lebih luas dan
cenderung membentuk perspektif yang tak berujung dari suatu
fenomena atau kejadian tertentu. Tujuan utama digunakannya
pendekatan ini adalah menemukan kekuatan dan kelemahan
program dari berbagai sudut pandang.
Berbeda dengan pendekatan kuantitatif pertanyaan yang menjadi
focus evaluasi tidak menggambarkan adanya variable, data yang
dikumpulkan akan ditampilkan dalam bentuk natative, tidak terlalu
mementingkan metode sampling, dan pengolahan data tidak selalu
menggunakan uji statistika tertentu. Biasanya pada pengolahan data
akan dipilih cara yang lebih banyak menyatakan kualitas interaksi
antara satu data dengan data lainnya dalam konteks
menggambarkan situasi dan kondisi pada saat fenomena tertentu
muncul. Kesimpulannyapun dinyatakan dalam bentuk pernyataan
yang berbentuk deskripsi sehingga orang dapat melihat suatu
gambaran yang utuh tentang suatu program.
4. Prosedur Evaluasi Program
Prosedur evaluasi program berdasarkan pendekatan kualitatif
biasanya mulai dari mendesain, lalu menentukan sample,
mengumpulkan data, kemudian dianalisis. Perbedaan yang mencolok
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG
dokumen usulan teknis|C-36
antara pendekatan kuanlitatif dan kuantitatif adalah prosedur dalam
mengumpulkan data tidak mengikuti alur tertentu yang linier artinya
pengumpulan data bisa maju dan mundur sesuai dengan kebutuhan
informasi dan keperluan penelusuran untuk mendapatkan semua
informasi yang diperlukan. Ada cara untuk mencegah evaluator
kehilangan focus yaitu dengan menggunakan FQE (Focused
Qualitative Evaluation).
Alat pengumpul data yang digunakan pada pendekatan ini bias
berupa catatan tentang kasus-kasus, pedoman wawancara,
kuesioner, transkripsi rekaman suara, video, atau berupa foto,
sosiogram, reka ulang, judicial review. Data yang terkumpul biasanya
diberi kode dan diorganisasikan sedemikian rupa berdasarkan tingkat
relevansinya dengan suatu fenomena atau peristiwa tertentu yang
terjadi dalam program. Data tersebut nantinya akan dianalisis dengan
cara mengelompokkan berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam
program. Data akan disajikan dalam bentuk cerita yang rinci lengkap
dengan analisis situasi dan perilaku orang-orang yang terlibat di
dalamnya.
Evaluasi semacam ini biasanya diperlukan pada program-program
tentative atau pilot project yang masih ingin dicari kekuatan dan
kelemahannya. Hasil evaluasi nentinya akan digunakan untuk
keperluan pengembangan program dengan cakupan yang lebih luas.
Tahap-tahap evaluasi program dengan pendekatan kualitatif secara
garis besar adalah : (Royse, David et al, 2006)
a) menentukan tujuan evaluasi, jangka waktu evaluasi, dan factor
pendukung lain seperti aksesibilitas ke dalam program
b) Menentukan unit analisis yang merujuk kepada individu yang
terlibat dalam program (panitia, peserta, penyandang dana,
pengguna output program, unsure pendukung program)
c) Menentukan sample, jenis data yang akan dikumpulkan, cara
menganalisis data, dan cara menyimpulkan
Recommended