View
233
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Scminar Tahunan Pcngawasan Pcmanfaatan Tcnaga Nuklir - Jakarta, 1J Dcscmhcr 2003 ISSN 1693 - 7902
EV ALUASI MOMEN INERSIA POMPA PENDINGIN UTAMA DESAINREAKTOR AP600 TERHADAP MDNBR DI DALAM TERAS
PADA KONDISI LOFA
Sudarmono
Pusat Pengembangan Sistem Reaktor Maju (P2SRM) - BAT AN
ABSTRAKEVALUASI MOMEN INERSIA POMPA PENDINGIN UTAMA DESAINREAKTOR AP600 TERHADAP MDNBR DI DALAM TERAS PADA KONDISI
LOFA. Evaluasi momen inersia rotor pompa pendingin utama terhadap minimum rasioakhir pendidihan inti (DNBR) merupakan hal yang sangat penting. Sebab berkurangnyanilai momen inersia rotor pompa pendingin utama menyebabkan laju aliran massapendingin utama berkurang dengan sangat cepat pada kondisi LOFA. Akibatnyakoefisien perpindahan panas antara kelongsong bahan bakar dan pendingin jugabekurang dengan sangat cepat sehingga dapat menyebabkan terjadinya akhirpendidikan inti di teras setcrusnya suhu bahan bakar dan kelongsong akan bertambahbesar dan tak terkendali. Metode evaluasi menggunakar1 program COBRA-IV -I yangdikopel dengan korelasi EPRI-Columbia. Hal tersebut dilakukan dengan cara membagiteras menjadi V4 bagian yang simetris. Bagian tersebut masih dibagi lagi dalam 50 kanaldan 40 nodal secaJ'a aksial. Laju aliI' dan daya transien ditentukan dari perhitunganprogram RETRAN-02. I-Iasil perhitungan momen inersia yang diperoleh yaitu sebesar208 kg m2 yang- di dasarkan pada besarnya minimum rasio akhir pendidihan inti yangtet:jadi yaitu sebesar 1,3. Bila dibandingkan dengan data desain yaitu sebesar 42,14 kgm2 terdapat perbedaan yang signifikan. Evaluasi hasil yang diperoleh menunjukkanbahwa nilai momen inersia disain PWR perlu diperbesar sampai dengan 208 Kg m2•
Kata Kunci : Evaluation, Momen inersia, MDNBR, AP600.
ABSTRACT
EVALUATION OF MOMEN INERTIA PRIMARY PUMP(AP ~OO REACTORDESIGN VERSUS MDNBR AT CORE OF THE LOFA \CONDITION. It is
potentially one of limiting design constraints of the AP-600 reactor6e"'cause the coolantflow rate reduces very rapidly under LOFA condition due to the low inertia of cannedmotor pump compared to the conventional circulation pumps. If a loss of flow accidentoccurs, the mass flow will decreases rapidly and by this the heat transfer coefficientcladding-coolant reduces As a consequence, the MDNBR will reduce, fuel andcladding temperature also will increase. In this methods, the whole core wasrepresented by the V4 sector and divided into 50 sub channels and 40 axial ·nodes. In theevaluation, momen inertia of pump analyses for AP-600 reactor were performed withCOBRA-IV-I sub channel code. As the DNB correlation, EPRI-Columbia Correlationwas selected for base case. The flow and power transients under pump trip accidentwere determined from RETRAN-02 calculations. The results above compared with thedesign data are 42,1 Kg M2 and 208 Kg M2 respectively. The evaluation results showthat AP~600 reactor required the inertia more than 42,1 Kg M2 that is 208 Kg M2.
Keywords: Evaluation, Momen inertia, MDNBR, AP600.
396
Scminar Tahunan I'cngawasan I'cmantimtan Tcnaga Nuklir • Jakarta. II Dcscmbcr 2003
PENDAHULUAN
ISSN 1693 - 7902
Di dalam reaktor AP 600, sistem keselamatan tidak hanya dengan cara sistem
alami dan sistem keselamatan teknis tetapi diperlukan juga kemampuan keteknikan
yang dipunyai operator. Bertambahnya reaktor daya yang diperlukan di dunia hams
berjalan seiring dengan berkurangnya faktor kegagalan proses pada sistem yang ada di
dalam reaktor, oleh karena itu dikembangkan aneka konsep pasif seperti AP-600 oleh
Westhinghouse yang bertujuan untuk mengurangi faktor kegagalan, baik kesalahan
tindakan manusia maupun mengurangi biaya pemeliharaan dalam pengoperasmn
reactor( I).
Evaluasi momen inersia pompa pendingin utama desain reaktor AP600 terhadap
MDNBR di dalam teras pada kondisi lofa. Hal ini dilakukan guna mendalami segi
keselamatan yang mendukung peningkatan kewaspadaan untuk dapat memberikan
informasi keyakinan aman selama dalam pengoperasian AP-600. Rotor pompa primer
AP-600 tidak menggunakan seal sehingga faktor keselamatan akan lebih tinggi, dengan
demikian kemungkinan terjadinya IOCA dapat dihindari sebab baik sistem kimiawi dan
sistem pendinginannya lebih sederhana maupun momen inersia rotor pompa rendah
dibanding PWR konvensional.
Apabila pompa pendingin gagal (trip) mengakibatkan laju aliran pendingin tumn
dengan sangat cepat karena momen inersia rotor pompa rendah sehingga koefisien
perpindahan panas antara kelongsong elemen bakar dan pendingin turun maka suhu
elemen bakar dan kelongsong akan naik dan dapat mengakibatkan terjadinya akhir
pendidihan inti (DNB). Rasio akhir pendidihan inti (DNBR) adalah hasil perbandingan
fluks panas kritis hasil dari korelasi fluks panas kritis dan fluks panas kritis lokal batang
bahan bakar. Berdasarkan perhitungan fluks panas kritis dari korelasi EPR/-Colll1nhia,
batas MDNBR untuk konsep AP-600 telah ditentukan yaitu sebesar 1,3.
Analisis momen inersia rotor pompa dilakukan mcnggunakan Program
RETRAN02 dengan input data masukan berupa permodelan sistcm pendingin utama
reaktor AP-600 (2). Seterusnya hasil ini dipakai sebagai input data masukan Program
COBRA-IV -I yang dikopel dengan korelasi EPRI-Columbia (3). Selain itu analisis
dilakukan pada subkanal terpanas dengan data masukan pemodelan 1/4 bagi~n teras
yang simetris yang dibagi dalam 50 subkanal dan 40 nodal aksial. Parameter koefisien
397
Seminar Tahunan f'cngawasan f'cmanfaat<1I1Tenaga Nuklir • Jakarta, II Dcsember 2003 ISSN 1693 - 7902
campuran olakan (turbulent) sebesar 0,038 sebagai data masukan, diambil sarna seperti
yang dipakai untuk menganalisis keselamatan reaktor Takahama 3 & 4(3).
DESKRIPSI KONSEP AP-600
Oalam konsep AP-600 digunakan bahan bakar dalam bentuk senyawa U02,
dengan pengayaan 2%-3%, bentuk U02 merupakan pellet dalam bentuk silinder kecil
dengan diamcter 9,5 mm dan panjang 366 mm yang dimasukkan dalam kelongsong
yang terbuat dari zircalloy. Teras konsep AP-600 berisikan 145 perangkat elemen bakar
untuk tiap-tiap perangkat eleme bakar berisikan 264 elemen bakar dan 24 batang
kendali. Bejana tekan reaktor AP-600 seperti pada Gambar 1. Gambar 2 menunjukkan
konfigurasi perangkat elemen bakar dan teras (I).
In-vessel control roddrive mechanism
I
Gambar 1. Bejana tekan reaktor
398
Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tcnaga Nuklir - Jakarta, II Descmbcr 2003
Bejanll reaktor
ISSN 1693 - 7902
Perangkat clemenbakar,145
Gambar 2. Perangkat clemen bakar dan konfigurasi teras
Konfigurasi perangkat elemen bakar term asuk control rod thimbles dan an
instrumentation thimble adalah sarna seperti pada konvensional PWR dengan model
perangkat elemen bakar 17X17. Reaktor AP-600 terdiri dari 2- loop pressurized water
reactor (PWR), dengan densitas daya teras dikurangi sampai sebesar 75 % dibanding
pada konvensional PWR.
Untuk mengkompensasi reaktivitas lebih akibat eleminasi dari sistem pengatur
kimiawi, maka cluster batang kendali perlu dipasang pada semua perangkat elemen
bakar. Sebagai pengganti sistem pendingin darurat, AP-600 menggunakan sistem pasif.
Sistem pasif terdiri dari dua akumulator, dua sistem injeksi secara grafitasi dan dua
CMT (Core make up tank). Teras reaktor AP-600 dirancang bangun dengan koefisien
rapat reaktivitas besar sehingga larutan boron dapat dielimenasi dan laju pembangkitan
panas bersifat linier rendah. Hal ini digunakan untuk memperkecil efek doppler karena
perubahan densitas fluida. Demikian juga sistem tekanan AP-600 dibuat 1,5 kali lebih
besar dari sistem tekanan PWR konvensional.
399
Seminar Tahllnan Pcngawasan Pcmanfaatan Tenaga Nllklir - Jakarta, 11 Descmbcr 2003
DESKRIPSI PAKET PROGRAM COBRA-IV-I
ISSN 1693 - 7902
raket program COBRA-lV-I adalah paket program tiga dimensi yang merupakan
suatu pengembangan dari COBRA-III-c. Paket program ini dapat digunakan untuk
analisis subkana I yang menghitung laju aliran pendingin, daya, tekanan maupun
temperatur masuk dan keluar teras dalam kondisi tunak dan transien.
Program ini diturunkan berdasarkan hukum kesetimbangan massa, energi dan
momentum linier untuk suatu komponen yang berada pada suatu campuran dua fasa.
Persamaan kesetimbangan di atas diselesaikan secara matematis dengan memperhatikan
adanya batasan yang ada di dalam teras, misal adanya subkanal, gap, bahan bakar dan
sebagainya (4) Untuk menentukan DNB digunakan paket program COBRA-IV-I yang
dikopel dengan korelasi fluks panas kritis EP RI-Columbia.
1..
METODE EVALUASI
Metode evaluasi yang digunakan ialah dengan pemodelan 1/4 sektor teras yang
simetris dan dibagi dalam 50 subkanal dan 40 nodal aksial pada kondisi tunak dan
transien. Kasus gagalnya pompa primer AP-600 telah digunakan sebagai model data
masukan COBRA-lV-I, dengan obyek analisis adalah pada phase awal yaitu 10 detik
setelah gagalnya pompa primer.
Analisis DNBR dilakukan dengan menggunakan program COBRA-IV-I yang
dikopel dengan korelasi fluks panas kritis EPRI-Columbia(5) Pendekatan metode ini
telah diverifikasi dengan data eksperimen dalam kondisi tunak maupun tidak tunak.
Faktor puncak daya radial ditentukan berdasarkan perhitungan neutronik. Dalam
perhitungan ini digunakan faktor puncak daya radial akibat efek batang kendali jatuh
yaitu sebesar 1,616, engineering hot channel factor sebesar 1,03, nuclear uncertainty
factor sebesar 1,05 dan faktor puncak daya radial rerata batang bahan bakar tepranas
untuk batang bahan bakar terpanas di dalam perangkat-perangkat terpanas yaitu sebesar
1,2, sehingga didapat hasil untuk faktor puncak daya radial dalam batang bahan bakar
terpanas F(r) sebesar :
F(r} = 1,616 x 1,2 x 1,03xl,05 = 2,097.
Dalam perhitungan, besarnya faktor puncak aksial sebesar 1,29 juga ditentukan
dari perhitungan neutronik. Nomalisasi laju alir dan daya pada kegagalan pompa
400
ScminarTahllnanI'cngawasanI'cmanlilatanTcnagaNlIklir-Jakarta.11Ikscmbcr21111,1ISSN 1(,1).1 7')(12
pendingin utama telah ditentukan dari perhitungan program RETRAN-02/MOD3 oleh
Araya,F., et al(6)
Besarnya akhir pendidihan inti ditentukan dengan simulasi pada perangkat
bahan bakar terpanas dengan menggunakan korelasi fluks panas kritis EPRI-Columbia,
yaitu :
q 0 =
dengan :
( A - X .. )1111
(C F C ( Xg 111111 +X iill )
q 1
A
C
G
PI'
= PIP rP2G(1'S+P7Pr).,= P3PrP4G(1'6+PS Pr},,= Fluks panas kritis (l06Btu/h. ft2);
= Fluks panas lokal (l06Btu/h. ft2);
= kwalitas masukan; XI = kwalitas lokal
= Kecepatan masa (l06Ib/h.ft2);
= reduksi tekanan (P /Pkritis)
P1-PS = konstanta;
PI = 0,5328;
P2 = 0,1212;
P3 = 1,6151; P4 =1,4066; Ps =-0,3040;
P6 = 0,4843; P7 =-0,3285; Ps =-2,0749;
Fg = Grid spacer factor = 1,3 - 0,3 Cg.
Cg = Grid spacer loss coefficient
Cnuu = Non-uniform heat flux factor
= 1 + (yQ+
1 )
G )
y
y=
= Axial heat flux profil parameter
Average cluster heat flux to Z
Local cluster radial - Average heat flux at Z
·I() I
Seminar Tahllnan Pengawasan Pemanfaatan Tcnaga NlIklir - Jakana, II Dcsember 2003
Asumsi yang dipergunakan dalam perhitungan adalah sebagai berikut :
a. Fluks massa 0,20 sampai dengan 4, I M. Lbs/hr-ft2.
b. Tekanan sebesar 200 sampai 2450 psia.
c. Kwalitas uap lokal -0,25 sampai dengan 0,75.
d. Kwalitas masukan sebesar -1.10 sampai dengan 0,0.
e. Panjang hidrolik sebesar 30 sampai dengan 168 inchi.
f. Diameter hidrolik sebesar 0,35 sampai dengan 0,55 inchi.
g. Diameter bahan bakar sebesar 0,38 sampai dengan 0,63 inchi.
TAT A KERJA
ISSN 1693 - 7902
1). Membuat pemodelan nodal subkanal dengan membagi teras menjadi 1/4 bagian
yang simetris dan membagi 1/4 bagian teras terse but menjadi 50 subkanal serta
membagi 50 subkanal terse but menjadi 40 nodal secara aksial seperti pada
Gambar 3a dan 3b serta Gambar 4.2). Pusat Teras
Elemen bakar teras
14
. 1312II109
0,9
IJ70,720,540,540,8021
201918171615
0,721,411,180,650,630,641,40
28
272625242322
o,n1,181,171,170,830,751,35
35
3433323130290.54
0.651,17],371,270,891,1041
4039383736
0,54
0.630,831,270,911,1746
454443420.60
0.640.750.891,1750
4948471;4 bagian teras1,60
1,401,351,10
Jumlah subkanal clan clistribusi faktor claya radial.Gamhar 3a. Skematik nodal modcll/4 teras dan faktor radial
402
Scminar Tahllnan Pcngawasan Pcmanfaalan Tcnaga NlIklir - Jakarta. II Dcscmbcr 200.\
1;2 Pcrangkat bahan bakar tcrpanas.
Pusat teras.
00000000000800000000000000000000000000000000000000
Batang bahan bakar. Faktor daya radial
ISSN 1(,93 .. 7902
•(])
Subkanal 1 sid 8
2,097
1,922
1,748
o 1,537
o Tabung pengarah batang kendali
@ TabLing pengarah detector.
Gambar 3b. Skematik nodel radial dan faktor puncak radial
403
SCII1IIIar Tahlillall I'clIgall'asan I'cmanfaatan Tcnaga NlIklir - Jakarta, II Dcscmocr 2003
Ketinggian spacer grid (m)
Jumlah 110da3,66
3,2025
32,745
2,2875
ISSN 1693 - 7902
1,830
1,3725
0,915
0.'1575
o 110dal aksial
40 nodal
2
1,83
o 0,5 1,0
Faktor puncak daya
1,5
1.29
Gambar 4. Nodal aksial, lokasi grid spacer, distribusi daya aksial
3). Menentukan distribusi daya radial secara neutronik pada 50 sub kanal terse but
yang harganya dapat dilihat pada Gambar 3a dan 3b, serta menentukan harga
faktor punc~lk daya radial yang diperoleh berdasarkan perhitungan neutronik yaitu
dengan nilai faktor puncak daya radial akibat efek batang kendali jatuh yaitu
sebesar 1,616. enginering hol channel facIoI' sebesar 1,03, nuclear uncerlainlly
facIoI' sebesar 1,05 dan faktor puncak daya radial rerata batang bahan bakar
terpanas yaitu sebesar 1,2 sehingga didapat hasil faktor puncak daya radial dalam
batang bahan bakar terpanas F(r) yaitu sebesar 2,097 dan menentukan distribusi
daya aksial secara neutronik yang hasilnya seperti ditunjukkan pada Gambar 4,
serta bcsarnya t~lktor puncak daya aksial yaitu scbesar 1,29.
4). Menentukan parameter-parameter geometri, antara lain:
a). Panjang kanal pendingin yaitu sebesar 3,66 meter.
b). LlIas tam pang lintang aliran untllk semua kanal pendingin di Iypical cell
atau bagian kanal yang dikelilingi oleh healer rods termasuk hol rod,
Ihill/hle cell atau bagian kanal yang dikelilingi oleh sebuah batang kendali
dan 3 healer rods, side cell (bagian kanal'yang dikelilingi oleh heater rods)
dan perangkat elemen bakar masing-masing sebesar 0,1362 in2, 0,1184 in2,
0,1184 in2 dan 37,58 ill.
404
SeminarTahunanPengawasanPemanfaatanTenagaNuklir-Jakarta,II Descmber2003 ISSN1693- 7902
c). Perimeter kering untuk setiap kanal, di typical cell, thimble cell, side cell
dan perangkat elemen bakar masing-masing sebesar 1,175 in, 0,881 in,
0,588 in dan 310,2 in.
d). Perimeter basah untuk setiap kanal di typical cell, thimble cell, side cell dan
perangkat elemen bakar masing-masing sebesar 1,175 in, 1,258 in, 1,084 in
dan 347,9 in.
e). Lebar gap antara batang bahan bakar dan perangkat elemen bakar, lebar gap
antara dua batang bahan bakar dan lebar gap antara dua perangkat batang
bahan bakar adalah masing-masing sebesar 0,093 in, 0,122 in dan 0,0315.
5). Menentukan koefisien campuran turbulen.
Berdasarkan sensitivitas studi oleh Reddy dan Fighetti (7), Koefisien campuran
turbulen yang merupakan perbandingan antara fluktuasi tampang lintang per
satuang panjang dengan perkalian lebar kanal dan kecepatan rerata aliran masa
pendingin. Hal ini pengaruhnya dominan pada efek kondisi aliran lokal. Oalam
perhitungan ini digunakan koefisien sebesar 0,038 adalah sarna seperti yang
digunakan pada analisis keselamatan reaktor daya Takahama 3 dan 4 plant (9)
6). Menentukan konduktivitas termal bahan bakar.
Harga konduktivitas termal diperoleh dengan formulasi sebagai berikut (8) :
KU02 (T) = KU02 (To) {1+C1(T-To)+C2(T-To)2+C3(T-To)3
Oimana :
K U02 (To) adalah konduktivitas termal bahan bakar pada suhu 1898 of, yaitu
sebesar 2,89 Btu/hr.ft.oF dan C 1, C2 dan C3 adalah konstanta yang besarnya
masing-masing adalah -3,7379X10-4; 2,3302X10-7, -2,9043X10-11•
7). Menentukan koefisien perpindahan panas gap antara bahan bakar dan kelongsong
(hgap).
Harga koefisien perpindahan panas gap antara bahan bakar dan kelongsong
diperoleh dari model TRAC-PFI (8) dengan menggunakan formulasi se15agai
berikut :
hgap = hgas + hkontak+ hrad
dimana koefisien perpindahan panas gas, koefisien perpindahan panas kontak
(contact) dan koefisien perpindahan panas radiasi adalah masing-masing sebesar
405
Seminar Tahunan Pengawasan Pcmanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Desember 2003 ISSN 1693 - 7902
483, 172 Btu/hr.ft2.oF.; 0 Btu/hr.fe.oF dan 12,628 Btu/hr.ft2.oF. sehingga hgap
dipero1eh sebesar 495,8 Btu/hr.ft2.oF.
8). Menentukan harga kondisi awal :
Data masukan kondisi awal yang dipergunakan dalam program COBRA-IV-I
adalah tekanan, suhu pendingin, laju aliran massa pendingin dan fluks panas
permukaan rerata yang masing-masing sebesar 15.65 Mpa (2269,2 psi), 285,2 °C
(545,3 OF), 2275 kg/s.m2 _(1,678 M1b/hr.ft2 ) dan 0,4433 MW/m2 (0,1405
Mbtu/hr. ft2).
9): Menentukan kore1asi termohidrolik.
Korelasi termohidrolik yang digunakan di dalam COBRA IV-I adalah seperti
ditunjukan pada Tabel 1. Korelasi EPRI void (9). dan korelasi CHF EPRI
Columbia (10) telah di implementasikan pada original program COBRA IV-I (4)
Tabell. Korelasi thermohidrolik yang di gunakan di dalam program COBRAIV-I
model subcool void Levymodel bulk void
EPRIkoe{isien rod[riction
Blasius,korelasi perpindahan panas
RELAP-4 packaf?eCross flow axial velocity
(Uei) + U(i)/2koe{isien spacer loss
1,0Cross flow resistance
0,5faktor momentum turbulen
0,0CHF c'orrelation
EPRI-Columbia
lO). Menentukan harga normalisasi daya dan laju alir dengan cara membuat
pemodelan sistem pendingin utama, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5,
selanjutnya dengan menggunakan Program RETRAN 02/MOD3, dipero1eh harga
seperti ditunjukkan pada Gambar 6a dan Gambar 6b.
406
S~l11illarTahullau 1'~lIgawasi1l11'~l11alll;lalallT~lIaga Nuklir - Jakarta, II l)~s~l11h~r2()())
200
tangki
JI53
j 143
ISSN 1(,9) -- 79()2
JI60L-JI61
'162
Pcngatur tckallan
Bejana tekan reaktor
159 11111-I111D= Kendali
volume- Heat slab (27 slabs
(--= Junction (71 June.)
[]= Panas
sisa
Gambar 5. Pemodelan sistcm pendingin utama, data masukan programRETRAN 02.
407
Scminar Tahllnan I'cngall'asan I'clllanfaalan Tcnaga NlIklir - Jakarta, 11 Dcscmbcr 2003 ISSN 1693 - 7902
0,9
0,80.7 .I/)
0,6
rg .~ra0,5 .
E•..0 0,4z
0,30,20,10
0
0,5
Laju alir
1,5 2
Waktu (detik)
2,5 3 3.5 4
Gambar 6a. HasH normalisasi laju alir dan daya tcrhadap waktu untuk kondisimomcn incrsia 208 kg m2•
0.9
0,80.7Vi
0.61\1 ~ 0,51\1
E00,4Z0.3
0.20,100
0,5
1.5 2
Waktu (detik)
2.5 3 3.5 4
Gambar.6b. HasH normalisasi laju alir dan daya tcrhadap waktu untuk kondisimomcn incrsia 42,1 kg m2
40~
Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003
HASIL DAN PEMBAHASAN
ISSN 1693 - 7902
Hasil evaluasi momen inersia pompa pendingin utama AP600 pada LOF A dengan
nilai 42,1 kg m2 dan 208 kg m2 terhadap MDNBR selama pompa skrem seperti
ditunjukkan pada Gambar 7a dan Gambar 7b.
4·
3·
a:::ccz 2CI~
o
o 0.5 1 1.5 2 2.5
Waktu (detik)
3 3.5 4 4.5
Gambar 7a. HasH Momen inersia 42,1 kg m2, untuk MDNBR terhadap waktu
Di typical cellKetinggian = 379 mmMDNBR= 1,7Waktu = 4 detik
4
3.5
3
a::: 2.5ccz 2CI~ 1.5
1
0.5
o
o 1 2 3
Waktu (detik)
4 5
Gambar 7b. HasH Momen inersia 208 kg m2, untuk MDNBR terhadap waktu
409
Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Oesember ~003 ISSN 1693 -7902
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pengaruh nilai momen inersia sebesar
42,1 kg m2 terhadap MDNBR dengan korelasi EPRl-Columbia adalah sebesar 1,099 pada
ketinggian 2,358 m di typical cell setelah 3 detik dari pompa skrem. Hasil MDNBR
tersebut di bawah kriteria keselamatan karena lebih kecil dari pada batas minimum yang
di ijinkan yaitu sebesarl,3. Langkah berikutnya dilakukan penaikkan interval I kg m2
sampai dengan 208 kg m2 maka hasil MDNBR yang diperoleh yaitu sebesar 1,7 pada
ketinggian 2,379 m di typical cell setelah 4 detik dari pompa skrem.
KESIMPULAN
Hasil evaluasi di atas menunjukkan bahwa dengan nilai momen inersia pompa
pendingin utama reactor AP 600 sebesar 42,1 kg m2 diperoleh MDNBR sebesar 1,099.
Selanjutnya dengan nilai momen inersia sebesar 208 kg m2 diperoleh MDNBR sebesar
1,4. Dengan demikian agar tidak terjadinya pendidihan inti di dalam teras reactor
AP600 pada saat terjadinya kondisi LOFA nilai momen inersia desain AP 600 perlu di
naikan dari 42,1 kg m2 hingga minimum menjadi 208 kg m2.
DAFT AR ACUAN
1. B.A. McIntyre and R.K. Beck, Westinghouse Advanced Passive 600 plant,
Nuclear Safety, Vol. 33, No.1, 1992;
2. Araya.F., et al. : Analysis of complete loss-of-flow accident for design of JAERI
passive safety reactor JPSR", J.Nucl. Sci. Technol. 1997;
3. Kansai electric power company, " License application of Takahama-3 dan 4
nuclear power plants" (1978);
4. WHEELER,C.L.et aI., COBRA-lV-I: An Interim Version of COBRA for Thermal
hyd~aulic analysis of rod bundle nuclear fuel elements and cores, BNWL~ 1962,
(1976);
5. Takamichi IWAMURA, et al. Application of subchannel code to DNB analysis of
HCL WR, JAERI-MEMO, 1994;
6. Araya.F., et al. : Analysis of complete loss-of-flow accident for design of JAERI
passive safety reactor JPSR", J.Nucl. Sci. Technol. 1997;
410
Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003 ISSN 1693 - 7902
7. Reddy, D.G.and Fighetti,C.F., Parametric Study of CHF Data, Volume 2. A
Generalized Subchannel CHF Correlation for PWR and BWR Fuel Assemblies,
EPRI-NP-2609, Vo1.2, (1983);
8. Takamichi IWAMURA, et aI, DNB analysis of JAERI Passive Safety Reactor
(JPSR) Using COBRA IV-I Subchannel Code. October 1994;
9. Chexal,B. and Lellouche, G.,:" A full-range drift fluk correlation for vertical
flows", EPRI NP-3989-sr (1985);
10. MURAO Y., ARAYA F., IWAMURA T., AND WATANABE H., The 1993 ANS
Winter Meeting, San Fransisco, USA, Nov. 14-18, 1993.
DISKUSI
Pertanyaan (Puradwi, P2TKN - BATAN)
Untuk MDNBR 1,4 pada momen inertia 208 kg m2, terjadi di kanal berapa? Dan faktor
radialnya berapa?
Jawaban (Sudarmono, P2SRM - BA TAN)
Terjadi di kanal no. 1 dengan factor puncak daya radial sebesar 2,097
411
Recommended