View
60
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
Executive Summary
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Praktik
Pekerjaan Sosial
Abstrak
Naskah Akademik ini disusun untuk menggambarkan permasalahan praktek pekerjaan sosial yang berhubungan dengan keterbatasan peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku sehingga menjadi landasan perlunya disusun Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial. Naskah ini lebih lanjut menjelaskan arah sasaran dari penyususnan undang-undang tersebut, jangkauan pengaturannya, serta ruang lingkup materi yang perlu diatur di dalamnya. Naskah ini diharapkan menjadi referensi dalam penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang yang diperlukan tersebut. Metode kajian yang digunakan dalam penyususnan naskah ini adalah kajian yuridis normatif dalam praktik pekerjaan sosial yang dilakukan dengan kajian pustaka, kajian yuridis empiris dengan mengumpulkan data langsung dari pengguna pekerja sosial, serta analisis kebijakan publik. Hasil kajian menunjukkan bahwa untuk Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial diperlukan untuk memberi perlindungan, kepastian hukum, dan pedoman formal agar praktek pekerjaan sosial dapat diwujudkan sebaik-baiknya untuk mencapai keberhasilan pembangunan kesejahteraan sosial. Jangkauan pengaturan undang-undang tersebut hendaknya mencakup: (1) ketentuan umum, asas, dan tujuan, (2) sistem praktik, (3) standar pendidikan, pelatihan, dan kompetensi (4) penyelenggaraan praktik, (5) pembinaan dan pengawasan, (6) kelembagaan organisasi profesi, dan (7) tanggung jawab negara dalam praktikpekerjaan sosial. Berdasarkan hasil kajian tersebut, direkomendasikan agar negara melalui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan pemerintah perlu mengatur dan menetapkan standar praktek pekerjaan sosial dalam Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial.
Pendahuluan
Latar Belakang
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
mengamanatkan bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Sehubungan denga hal tersebut, Undang-
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” i
Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
mengemukakan bahwa demi tercapainya kesejahteraan sosial,
negara menyelenggarakan pelayanan dan pengembangan
kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan berkelanjutan.
Undang-Undang tersebut juga menyatakan bahwa pekerja sosial
merupakan sumber daya manusia yang berkompeten dalam
melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah
sosial. Pemerintah bertanggung jawab meningkatkan kapasitas
kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang kesejahteraan
sosial dan menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan
sertifikasi pelayanan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, negara
melalui pemerintah perlu menetapkan peraturan perundang-
undangan yang mengatur praktik pekerjaan sosial sehingga
pelayanan yang diberikan sesuai standar pelayanan, terhindar dari
kemungkinan praktik yang salah (malpraktik). Berdasarkan hal
tersebut di atas, maka perlu dilakukan kajian ilmiah yang akan
memberi landasan yang kuat tentang perlunya menyusun dan
membentuk peraturan perundang-undangan tentang praktik
pekerjaan sosial di Indonesia. Kajian ilmiah ini mengarah kepada
penyusunan argumentasi filosofis, sosiologis dan yuridis serta
empiris guna mendukung perlu atau tidaknya disusun Rancangan
Undang-Undang tentang Praktik Pekerjaan Sosial.
Identifikasi Masalah
Pada dasarnya ada beberapa alasan perlunya peraturan
perundang-undangan tentang praktik pekerjaan sosial di Indonesia,
yaitu sebagai berikut:
1. Sebagai upaya dalam meningkatkan sumber daya manusia yang
mempunyai kompetensi dalam meningkatkan keberdayaan dan
membantu memecahkan masalah yang dihadapi individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat penyandang masalah di
Indonesia.
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” ii
2. Belum adanya standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan
sertifikasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagai
pedoman hukum pekerja sosial dalam mempraktikan pekerjaan
sosial di Indonesia.
3. Banyaknya pekerja sosial asing yang menjalankan praktik
pekerjaan sosial di Indonesia. Hal tersebut perlu diatur dalam
bentuk peraturan perundang-undangan.
4. Perlu adanya ketentuan undang-undang yang mengatur standar
praktik, hak dan kewajiban serta komptensi dari pekerja sosial
sehingga tujuan pembangunan kesejahteraan sosial dapat
dicapai dengan maksimal.
5. Perlu upaya untuk meminimalisir kesalahan praktik pekerjaan
sosial (malpraktik) di Indonesia sehingga permasalahan sosial di
Indonesia dapat ditangani dengan baik dan tuntas.
6. Sebagai sebuah profesi, pekerja sosial perlu ditetapkan standar
praktik dalam bentuk undang-undang sehingga jika melakukan
kesalahan dalam melaksanakan praktiknya (malpraktik) dapat
diberi sanksi sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan
yang berlaku.
Fokus permasalahan yang dijawab melalui kajian yang
menghasilkan naskah akademik ini meliputi:
1. Bagaimana gambaran permasalahan yang dihadapi pekerja
sosial dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab profesinya
dalam menerapkan praktik pekerjaan sosial di Indonesia? Dan
bagaimana implikasi dari permasalahan yang dihadapi pekerja
sosial tersebut terhadap penanganan masalah kesejahteraan
sosial di Indonesia?
2. Bagaimana keterkaitan berbagai peraturan perundang-undangan
yang berlaku dengan praktik pekerjaan sosial dalam kontek
penanganan masalah sosial?
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” iii
3. Bagaimana landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dari
peraturan perundang-undangan tentang praktik pekerjaan sosial
bagi penyelenggara kesejahteraan sosial dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab profesinya untuk menangani masalah
sosial di Indonesia?
4. Bagaimana jangkauan sasaran yang akan diwujudkan, ruang
lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan dalam RUU
tentang Praktik Pekerjaan Sosial?
Tujuan dan Kegunaan
Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang
dikemukakan di atas, tujuan penyusunan naskah akademik ini
adalah sebagai berikut:
1. Menggambaran permasalahan yang dihadapi pekerja sosial
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab profesinya
dalam menerapkan praktik pekerjaan sosial di Indonesia, dan
implikasi dari permasalahan yang dihadapi pekerja sosial
tersebut terhadap penanganan masalah kesejahteraan sosial di
Indonesia.
2. Menelaah keterkaitan berbagai peraturan perundang-undangan
yang berlaku dengan praktik pekerjaan social dalam kontek
penanganan masalah sosial
3. Menggambarkan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dari
peraturan perundang-undangan tentang praktik pekerjaan sosial
bagi penyelenggara kesejahteraan sosial dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab profesinya untuk menangani masalah
sosial di Indonesia.
4. Merumuskan jangkauan sasaran yang akan diwujudkan, ruang
lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan dalam RUU
tentang Praktik Pekerjaan Sosial.
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” iv
Sementara itu, kegunaan kajian penyusunan naskah akademik
ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai acuan atarun referensi penyusunan dan pembahasan
Rancangan Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial.
2. Sebagai dasar konseptual dalam penyusunan pasal pasal dan
penjelasan RUU Pekerjaan Sosial
3. Sebagai landasan pemikiran bagi anggota DPR RI dan
Pemerintah dalam pembahasan RUU Pekerjaan Sosial.
4. Sebagai rujukan bagi semua pihak, DPR RI, Pemerintah, serta
pihak pihak terkait dalam praktik pekerjaan sosial.
Metode Kajian
Dalam penyusunan naskah akademik ini, penyusun
menggunakan beberapa metode, yaitu:
1. Yuridis normatif melalui studi pustaka untuk menelaah praktik
pekerjaan sosial yang diterapkan di Indonesia, baik yang berupa
perundang undangan maupun hasil hasil kajian/penelitian, dan
referensi lainnya yang terkait dengan praktik pekerjaan sosial.
2. Yurisdis empiris yang dilakukan dengan menelaah data primer
yang dikumpulkan langsung dari user pekerja sosial baik pada
instansi pemerintah, pusat, maupun instansi pemerintah daerah.
3. Analisis data dilakukan melalui analisis kebijakan publik.
Sisimatika Laporan Kajian Naskah Akademik
Sistematika laporan kajian Naskah Akademik Undang-Undang
Praktik Pekerjaan Sosial terdiri dari: (1) pendahuluan, (2) kajian
teoretis dan empiris praktik pekerjaan sosial, (3) evaluasi dan
analisis peraturan perundang-undangan terkait, (4) landasan
filosofis, sosiologis, dan yuridis, (5) jangkauan, arah pengaturan, dan
ruang lingkup materi RUU Praktik Pekerjaan Sosialm (6) Penutup.
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” v
Kajian Teoritis dan Empiris Terhadap Praktik Pekerjaan
Sosial
Kajian ini membahas kerangka pikir bagi pengembangan
pemahaman lebih luas tentang pekerjaan sosial dalam mencapai
seluruh tujuan dalam pembangunan kesejahteraan sosial yang
mendasari perlunya pengaturan praktik pekerjaan sosial. Untuk itu,
bagian ini menjelaskan kerangka konseptual pekerjaan sosial, kajian
empiris terhadap praktik kontemporer pekerjaan sosial klinis dan
pemberdayaan masyarakat. Berikut ringkasan hasil kajian tersebut.
Kerangka Konseptual Pekerjaan Sosial
Pekerjaan sosial merupakan aktivitas profesional yang
bertujuan dalam membantu individu, kelompok, atau masyarakat
untuk memperkuat kemampuannya sendiri dalam keberfungsian
sosial serta menciptakan kondisi-kondisi kemasyarakatan yang
menunjang tujuan tersebut (National Association of Social Workers /
NASW dalam Morales, 1983). Johnson (1989) lebih lanjut
menjelaskan bahwa sebagai aktivitas professional pekerjaan sosial
dilandasi oleh kesatuan dasar-dasar pengetahuan, nilai-nilai, serta
keterampilan atau teknik yang spesifik yang membedakannya
dengan profesi lain. Siporin (1975), Johnson (1989), Zastrow (1992),
dan Morales (1983) lebih lanjut menjelaskan bahwa keberfungsian
sosial mencakup aspek:
Kemampuan menghadapi atau memecahkan permasalahan
sosial
Kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan
sosialnya dengan pertukaran yang seimbang, dalam kebaikan
dan adaptasi timbal balik.
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” vi
Pelaksanaan tugas-tugas serta peran-peran dalam kehidupannya
sesuai dengan usianya, status, serta tanggung jawab yang
disandangnya.
Berperilaku secara memadai dalam rangka memenuhi
kebutuhan/harapan/motivasi sesuai dengan sumber daya yang
tersedia, tuntutan, serta kesempatan.
Pekerjaan sosial dapat melakukan praktik pertolongannya
secara langsung meningkatkan atau memperbaiki kemampuan
orang/kelompok sasaran dalam mencapai keberfungsian sosial, atau
secara tidak langsung yang berupaya untuk mengubah,
memperbaiki, serta membangun kondisi kemasyarakatan yang
berkaitan erat dengan keberfungsian sosial orang/kelompok sasaran.
Sejalan dengan hal tersebut, DuBois & Miley ( 2005) menyatakan
bahwa secara umum tujuan pekerjaan sosial meliputi: (1)
meningkatkan kapasitas orang-orang untuk mengatasi masalah dan
berfungsi sosial secara efektif, (2) menghubungkan orang-orang
(sistem klien) dengan sumber-sumber yang dibutuhkan, (3)
meningkatkan pelayanan sosial, (4) meningkatkan keadilan sosial
melalui pengembangan kebijakan sosial.
Ada tiga paradigm besar yang membangun berbagai teori yang
mendasari praktik pekerjaan sosial, yaitu reflexive-therapeutic,
socialist-collectivist, dan individualist-Reformist (Payne:2005).
Pradigma Reflexive-Therapeutic menganggap bahwa pekerjaan
sosial berupaya mencapai kesejahteraan individu, kelompok, serta
komunitas dalam masyarakat, dengan cara memperbaiki,
meningkatkan serta memfasilitasi pertumbuhan maupun pemenuhan
kebutuhan diri melalui interaksi yang terus menerus antara klien
dengan pekerja sosial. Paradigma Socialist-collectivist menganggap
bahwa pekerjaan sosial merupakan profesi yang berupaya untuk
mengembangkan kerjasama serta mengembangkan sistem
pemberian dukungan dalam masyarakat, sehingga sebagian besar
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” vii
orang yang tertindas atau orang yang kurang beruntung akan
memperoleh kekuatan atas kehidupannya sendiri. Pekerja sosial
mengupayakan pengembangan lembaga-lembaga tertentu dimana
semua orang dapat ikut memiliki maupun terlibat di dalamnya serta
memanfaatkannya. Sementara paradigma Individualist-Reformist
menganggap bahwa pekerjaan sosial merupakan bagian dari
pelayanan kesejahteraan sosial kepada individu maupun
masyarakat. Pekerjaan sosial berupaya untuk memenuhi kebutuhan
individual serta meningkatkan pelayanan-pelayanan sosial sehingga
pekerjaan sosial dan pelayanan kesejahteraan sosial dapat bekerja
dengan lebih efektif. Gagasan utama pandangan ini adalah
pekerjaan sosial berupaya untuk mengubah masyarakat agar
bersifat lebih adil dengan menciptakan pelayanan pemenuhan
kebutuhan sosial personal melalui pertumbuhan individu maupun
masyarakat. Paradigma reflexive-therapeutic dan individualist-
Reformist telah mendasari berkembangnya praktik pekerjaan sosial
mikro atau klinis, sementara paradigm socialist-collectivist dan
reflexive-therapeutic telah mendasari berkembangnya praktik
pekerjaan sosial makro/kolektif.
Untuk melaksanakan praktik, pekerja sosial dituntut memiliki
kompetensi dasar. Baer & Federico (Morales, 1983) merinci
kompetensi dasar tersebut meliputi:
1. Mengidentifikasi dan melakukan asesmen terhadap situasi
2. Mengembangkan dan mengimplementasikan rencana untuk
meningkatkan kesejahteraan individu yang berlandaskan pada
assessment
3. Mengembangkan atau memperbaiki kemampuan orang dalam
menghadapi, memecahkan masalah, serta kemampuan
mengembangkan diri
4. Menghubungkan orang dengan sistem sumber pelayanan
maupun kesempatan
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” viii
5. Memberikan intervensi secara efektif dengan mengutamakan
populasi sasaran yang paling rentan, atau terkena diskriminasi
6. Mengembangkan efektifitas pelayanan serta meningkatkan
kemanusiawian kinerja sistem yang memberikan pelayanan,
sumber, maupun kesempatan
7. Secara aktif berperan serta dengan pihak lain untuk menciptakan,
memodifikasi, serta meningkatkan sistem pelayanan yang ada
agar lebih responsif terhadap kebutuhan klien
8. Melakukan evaluasi pencapaian tujuan intervensi
9. Secara terus menerus melakukan evaluasi atas pengembangan
profesionalisme melalui assessment atas perilaku maupun
ketrampilan praktiknya.
10. Memberikan kontribusi untuk meningkatkan mutu pelayanan
berlandaskan pengetahuan dan standar atau etika profesi.
Keseluruhan kompetensi dasar tersebut dibangun dari
penguasaan dan kemampuan mengaplikasikan secara sinergis
dasar-dasar nilai, dasar-dasar pengetahuan, dan keterampilan
mengaplikasikan teknologi profesi pekerjaan sosial. Zastrow (1982)
menyatakan bahwa kompetensi professional pekerjaan sosial
dibangun oleh penguasaan dasar-dasar pengetahuan, nilai, dan
keterampilan untuk memberikan pelayanan yang efektif. Dasar-
dasar profesi tersebut dapat dipelajari melalui pendidikan pekerjaan
sosial.
Kajian konseptual tersebut telah meyakinkan bahwa praktik
pekerjaan sosial menunutut prsktik yang terstandar yang secara
umum dipandu oleh elemen-elemen dasar keilmuan, dasar etika,
keterampilan dan teknologi yang membangun profesi pekerjaan
sosial. Meskipun demikian, praktik pekerjaan sosial juga
berhubungan dengan konteks historis, ekonomis, legal, etis,
sosiopolitis, dan budaya yang memuat tantangan nyata yang yang
berbeda-beda sesuai dengan konteks lokal dan personal di mana
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” ix
praktik dijalankan. Situasi ini tersebut memberi peluang terjadinya
prktik yang tidak sesuai dengan standar professional. Bagaimanapun
perlu dukungan yang memberi peluang dan mendorong secara kuat
agar pekerja sosial melakukan praktik sesuai dengan standar
professional.
Kajian Empiris terhadap Praktik Pekerjaan Sosial Klinis dan
Pemberdayaan
Kajian empiris menunjukkan bahwa praktik pekerjaan sosial
klinis terus berkembang yang didasarkan pada pengembangan ilmu
dan teknologi yang dicapai melalui berbagai percobaan, survey dan
evaluasi praktik. Pengembangan tersebut dilakukan untuk lebih
memahami dan menjawab tuntutan kebutuhan praktik dalam
dinamika kehidupan orang-orang yang memerlukan pertolongan
yang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya yang juga terus
berkembang.
Telaahan historis menunjukkan bahwa praktik pekerjaan sosial
telah dijalankan karena berbagai dorongan yang berbeda.
Pertolongan dalam membantu orang mengatasi permasalahan sosial
dan keberfungsian sosial yang awalnya karena motif amal
kemanusiaan kemudian berkembang menjadi disiplin ilmu yang
membentuk profesi pertolongan pekerjaan sosial yang memiliki
standar yang dibangun dari dasar-dasar pengetahuan, nilai,
keterampilan dan teknologi yang teruji. Bagaimanapun, praktek
profesi tersebut selalu bersanding dengan praktik-pratik pertolongan
kemanusian dengan motif amal.
Selain motif amal dan profesional, pelayanan juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor ekonomi. Hasil telaahan Rothman (1971) maupun
Morrissey, Goldman, dan Klerman (1980) mengungkapkan bahwa
dorongan melakukan pelayanan merentang dari “melakukan hal
yang benar” dengan “melakukan sesuatu secara benar”, antara hati
nurani dengan kesenangan, antara harapan dan keputusasaan.
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” x
Brown (1985) juga menyatakan bahwa kenyataannya prkatik
pemberian pelayanan sosial dilatarbelakangi oleh berbagai motif,
antara lain humanitarian, profesional, motif ekonomi (seperti
tanggung jawab alokasi anggaran, bahkan pencarian keuntungan
dan mekanisme pembayaran) yang terkait dengan interes pihak
swasta dan pengaturan peran pemerintah.
Pengaruh motif ekonomi juga ditegaskan oleh Scull (1997)
setelah mengkaji perkembangan pelayanan pekerjaan sosial klinis
dalam kesehatan mental. Hasil kajian yang dilakukan Ross & Croze
(1997) juga menjelaskan bahwa tumbuh dan berkembangnya
banyak pelayanan pekerjaan sosial klinis secara terkelola
belakangan ini yang diikuti dengan keterlibatan perusahaan asuransi
antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi disamping
pertimbangan profesional untuk menjamin kualitas pelayanan.
Faktor-faktor sosio-politik dan budaya juga mempengaruhi
praktik pekerjaan sosial. Brown (1985) telah mengungkapkan bahwa
banyak praktisi pelayanan, termasuk pekerjaan sosial, yang
menguatkan pembedaan kelas, gender, dan ras, yang pada
dasarnya akan mengekalkan status quo. Perkembangan lobi politis
yang dilakukan oleh pekerja sosial maupun industri asuransi,
memperlihatkan bagaimana orang-orang tertentu begitu kuat dalam
menentukan inti dari sistem pelayanan. Brown juga menemukan
fakta lain bahwa kritik pengguna pelayanan memberikan pengaruh
yang sangat kuat dalam mengurangi stigmatisasi pelayanan dan
memberikan penguatan dalam mencapai sistem pelayanan yang
lebih responsif, meskipun kemudian menciptakan status quo baru
dalam pelayanan sosial.
Dalam praktik pekerjaan sosial makro juga terjadi
perkembangan teknologi yang melahirkan banyak cara untuk
bekerja dalam arena didalam dan antar orgnaisasi, masyarakat, dan
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xi
kebijakan, yang dibangun melalui berbagai penelitian dan evaluasi
praktik-praktik yang sudah dijalankan. Netting (2004) menyatakan
bahwa perkembangan praktik pekerjaan sosial makro telah
menawarkan banyak teknik, perbedaan cara dan asumsi untuk
memahami dan bekerja dalam praktik pekerjaan sosial makro.
Bagaimana pun keberhasilan praktik pekerjaan sosial makro
mempersyaratkan pekerja sosial mengenali beragam pandangan
dan berbagai konteks yang melatari situasi organisasi, masyarakat,
dan kebijakan yang dihadapinya. Oleh karena itu, seperti juga dalam
perkembangan praktik klinis, praktik ini juga dipengaruhi oleh faktor-
faktor hostoris, ekonomi, sosio-politik maupun budaya, yang juga
membuka peluang berkembangnya berbagai motif praktik disamping
motif profesional.
Kajian terhadap faktor-faktor historis, ekonomi, sosio-politik
maupun budaya yang telah dipaparkan telah menguatkan alasan
perlunya undang-undang yang secara formal mengatur agar praktik
pekerjaan sosial dapat dilakukan secara bertanggung jawab, bukan
saja berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga
sesuai dengan prinsip-prinsip etik profesional. Pengaturan tersebut
diharapkan dapat mengontrol pengaruh berbagai kepentingan
sehingga tidak mengalahkan kepentingan orang-orang yang
memerlukan pertolongan dan tidak diskriminatif.
Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 mengamanatkan
bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum
dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Selanjutnya dalam ayat 3 amandemen UUD 1945
dinyatakan bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial,
negara memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xii
sesuai dengan martabat kemanusiaan. Kondisi tersebut mempunyai
konsekuensi kewajiban negara dalam mewujudkan dan mendukung
praktik pekerjaan sosial yang dapat memberdayakan masyarakat
baik secara perorangan maupun kolektif sehingga kesejahteraan
sosial masyarakat dapat ditingkatkan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan
Sosial mengemukakan bahwa negara menyelenggarakan pelayanan
dan pengembangan kesejahteraan sosial secara terencana, terarah,
dan berkelanjutan. Pekerja sosial profesional merupakan sumber
daya manusia yang berkompeten dalam melaksanakan tugas-tugas
pelayanan dan penanganan masalah sosial baik di lembaga
pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di
bidang kesejahteraan sosial. Kompetensi tersebut diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Undang-undang tersebut
juga mengamanatkan kepada negara untuk menetapkan standar
pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan
kesejahteraan sosial. Pernyataan undang-undang tersebut
mempunyai konsekuensi tentang perlunya negara melalui
pemerintah mengatur dan menetapkan standar praktik pekerjaan
sosial dalam bentuk Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial
sehingga pelayanan yang diberikan sesuai standar profesi dan
terhindar dari praktik yang salah (malpraktik).
Hingga saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus
mengatur standar praktik pekerjaan sosial dalam berbagai bidang
pelayanan kesejahtraan sosial, lebih-lebih yang mengatur pekerja
sosial lokal dan asing. Faktanya praktek pekerjaan sosial di
Indonesia bukan saja dilakukan oleh pekerja sosial yang berasal dari
dalam negeri (yang jumlahnya lebih dari 36,000 orang), tetapi juga
pekerja sosial asing. Meskipun demikian, sudah banyak undang-
undang yang mengatur penyelenggaraan kesejahteraan sosial pada
bidang tertentu, seperti dalam bidang penanganan kemiskinan,
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xiii
kesejahteraan dan perlindungan anak, kesejahteraan lanjut usia,
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, disabilitas,
penanggulangan bencana, serta penanganan penyalahgunaan
narkotika-psikotropika dan obat lainnya. Undang-undang yang
terkait dengan penyelenggaraan kesejahteraan sosial selalu memuat
pekerja sosial dan perlunya praktik pekerjaan sosial.
Undang-Undang tentang Praktik Pekerjaan Sosial sangat
penting untuk memberi pedoman praktik dalam kontek Indonesia,
mengikat kuat setiap pekerja sosial untuk mengikuti standar praktik
pekerjaan sosial, melindungi masyarakat dari praktik yang salah, dan
melindungi pekerja sosial dari tuntutan yang tidak bertanggung
jawab dan di luar kewenangan. Penetapan undang-undang ini akan
meningkatkan efektifitas pelayanan dalam mencapai tujuan negara
untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.
Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa RUU Praktik Pekerjaan Sosial
mempertimbangkan pandangan hidup dan falsafah bangsa Indonesia
yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Falsafah hidup
bangsa Indonesia menjunjung tinggi Ketuhanan dan niali-nilai
agama, menghargai harkat dan martabat kemanusiaan tanpa
membeda-bedakan, berusaha mewujudkan persatuan dengan
menghargai perbedaan dan tanggung jawab sosial, berusaha
mewujudkan hak partisipasi dan kepatuhan pada sistem peraturan
yang berlaku, serta kesejahteraan yang berkeadilan bagi seluruh
warga. Nilai-nilai dalam falsafah hidup bangsa Indonesia tersebut
sejalan dan seharusnya menjadi rambu dalam menerapkan nilai-nilai
dasar, pengetahuan, dan keterampilan profesi pekerjaam sosial.
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xiv
Nilai-nilai falsafah hidup bangsa Indonesia seharusnya menjadi
pedoman sikap serta perilaku seorang pekerja sosial dalam
hubungannya dengan kelayan, lembaga tempat bekerjanya, sejawat,
masyarakat luas, serta perilaku yang berhubungan dengan
pengembangan profesi pekerjaan sosial. Untuk menjamin praktik
pekerjaan sosial di Indonesia terikat pada standar perilaku yang
diangkat dari nilai-nilai luhur falsafah hidup bangsa, perlu ditetapkan
Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial.
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan yang
menggambarkan situasi masyarakat yang mebutuhkan pengaturan
praktik pekerjaan sosial. Di Indonesia profesi pekerjaan sosial
sangat dibutuhkan sebagai suatu sarana modern untuk mengatasi
berbagai mengatasi permasalahan sosial dan kebutuhan untuk
meningkatkan peran atau keberfungsian sosial masyarakat secara
individu maupun kolektif.
Fakta empirik menunjukkan bahwa permasalahan sosial di
Indonesia berkembang cukup kompleks sejalan dengan dinamika
perkembangan masyaraktnya yang diikuti dengan dampak yang
tidak diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut Kementerian
Sosial menetapkan prioritas kelompok masyarakat yang perlu
mendapat pertolongan, meliputi: anak balita terlantar, anak
terlantar, anak dengan kenakalan, anak jalanan, wanita rawan sosial
ekonomi, korban tidak kekerasan, lanjut usia terlantar, penyandang
cacat, tuna susila, pengemis, gelandangan, bekas warga binaan
lembaga kemasyarakatan, korban penyalahgunaan napza, keluarga
fakir miskin, keluarga berumah tidak layak huni, keluarga
bermasalah sosial psikologis, komunitas adat terpencil, korban
bencana alam, korban bencana sosial, pekerja migran bermasalah
sosial, orang dengan HIV/AIDS, dan keluarga rentan.
Sasaran perubahan program pembangunan kesejahteraan sosial
juga termasuk potensi dan sumber kesejahteraan sosial (PSKS) yang
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xv
perlu dikembangkan dalam rangka mendukung penanganan
masalah sosial. Yang termasuk pada PSKS yang dikembangkan
melalui program Kementerian Sosial, meliputi: tenaga kesejahteraan
sosial masyarakat, organisasi sosial termasuk lembaga swadaya
masyarakat, karang taruna, Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis
Masyarakat yang merupakan jejaring kerja kegiatan kesejahteraan
sosial di tingkat akar rumput; dunia usaha yang melakukan usaha
kesejahteraan sosial, dan keperintisan dan kepahlawanan.
Pekerjaan sosial merupakan aktivitas profesional yang bertujuan
dalam membantu individu, kelompok, atau masyarakat untuk
memperkuat kemampuannya sendiri untuk berfungsi sosial
(termasuk didalamnya mampu mengatasi permasalahan sosial) serta
menciptakan kondisi-kondisi kemasyarakatan yang menunjang
tujuan tersebut. Oleh karena itu, penanganan permasalahan sosial
di Indonesia dan pengembangan sumber untuk mendukung
penanganan permasalahan tersebut secara professional perlu
dilakukan melalui praktik pekerjaan sosial. Praktik pekerjaan sosial
dituntut bukan sekedar responsif, tetapi lebih antisipatif terhadap
kemungkinan-kemungkinan perkembangan permasalahan dan
kebutuhan penangannya. Pekerja sosial juga harus lebih peka untuk
memperhatikan tuntutan rakyat atas haknya akan kehidupan yang
layak, kesejahteraan, dan jaminan sosial. Berkembangnya
organisasi-organisasi pelayanan kesejahteraan yang bukan saja
dijalankan oleh pemerintah, tetapi juga masyarakat, dari dalam dan
luar negeri yang turut berkontribusi, membuka peluang kiprah
pekerja sosial sekaligus tantangan untuk tidak menampikan tuntutan
kualitas pelayanan professional. Pengaturan praktik pekerjaan sosial
melalui undang-undang diharapkan memiliki daya yang kuat untuk
mengikat dan mendorong praktek yang sesuai dengan standar
professional sehingga benar-benar dijalankan secara bertanggung
jawab untuk kesejahteraan masyarakat.
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xvi
Alasan yuridis memaparkan situasi hukum formal yang
berkenaan dengan perlunya undang-undang yang mengatur praktik
pekerjaan sosial. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
mengamanatkan negara menyelenggarakan kesejahteraan sosial
dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial menegaskan bahwa prkatik pekerjaan sosial merupakan saran
untuk mewujudkannya. Selama ini undang-undang yang mengatur
tentang kesejahteraan sosial termasuk Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 6 tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kesejahteraan Sosial, belum secara spesifik
mengatur tentang praktik pekerjaan sosial. Begitupun undang-
undang lain yang relevan yang sudah mengatur usaha kesejahteraan
sosial pada bidang-bidang tertentu (seperti kemiskinan,
kesejahteraan dan perlindungan anak, kesejahteraan lanjut usia,
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, disabilitas,
penanggulangan bencana, penanganan penyalahgunaan narkotika-
psikotropikadan obat lainnya, dan lainnya) tidak cukup mengatur
praktik pekerjaan sosial. Undang-Undang tentang Praktik Pekerjaan
Sosial sangat penting untuk memberi pedoman praktik dalam kontek
Indonesia, untuk mengikat pelaksanaan praktik agar sesuai dengan
standar yang melindungi masyarakat dari praktik yang salah dan
melindungi pekerja sosial dari tuntutan tidak bertanggung jawab dan
di luar kewenangan.
Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup Materi RUU
Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial perlu ditetapkan untuk
mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat, serta untuk
memenuhi hak atas kebutuhan dasar penyandang masalah
kesejahteraan sosial demi tercapainya kesejahteraan dan
keberfungsian sosial penyandang masalah kesejahteraan sosial.
Penetapan undang-undang tersebut juga ditujukan untuk
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xvii
memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima
pelayanan pekerjaan sosial, dan pekerja sosial dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial di Indonesia. Dengan
demikian, arah dan jangkauan pengaturan yang diperlukan dalam
Undang-Undang Praktik Pekerjaan sosial meliputi; (1) ketentuan
umum, (2) prinsip, asas, dan tujuan, (3) sistem praktik pekerjaan
sosial, (4) Konsil Pekerjaan Sosial Indonesia, (5) penyelenggaraan
praktik pekerjaan sosial, (6) pembinaan dan pengawasan, (7)
pendidikan profesi pekerjaan sosial, (8) kelembagaan organisasi
profesi, dan (9) ketentuan sanksi. Ruang lingkup materi yang diatur
didalamnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Ruang Lingkup Materi RUU Praktik Pekerjaan Sosial
Judul Bab RUU Ruang Lingkup Materi
Bab I Ketentuan Umum
Memuat penjelasan semua istilah yang berhubungan dengan praktik pekerjaan sosial.
Bab IIPrinsip, Asas, Dan Tujuan
Mengatur tentang: Prinsip Praktik Pekerjaan sosial Asas Praktik Pekerjaan sosial Tujuan Praktik Pekerjaan sosial
Bab IIISistem Praktik Pekerjaan Sosial
Mengatur tentang: Kompetensi Praktik pekerjaan Sosial Kualifikasi dan Bidang Praktik Pekerjaan Sosial
Bab IVKonsil Pekerjaan Sosial Indonesia
Alasan pembentukan Konsil Pekerjaan Sosial Nama dan kedudukan Fungsi, tugas, dan wewenang Susunan organisasi dan keanggotaan Tata kerja dan pembiayaan Lembaga sertifikasi pekerjaan sosial Badan akreditasi lembaga kesejahteraan
sosialBab VPenyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial
Standar proses dan metode praktik pekerjaan sosial
Fungsi intervensi praktik pekerjaan sosial Hak dan kewajiban pekerja sosial Hak dan kewajiban penyandang masalah
kesejahteraan sosial Surat Tanda Registrasi Registrasi Bagi Pekerja Sosial Luar Negeri Ijin Praktik Pelaksanaan Praktik
Bab VI Tanggung Jawab
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xviii
Pembinaan dan Pengawasan Majelis Kehormatan Disiplin Pekerjaan SosialBab VIIPendidikan Profesi Pekerjaan Sosial
Standar Pendidikan Profesi Pekerjaan Sosial Pendidikan dan Pelatihan Profesi Pekerjaan
SosialBab VIIIKelembagaan Organisasi Profesi
Ikatan Pekerja Sosial Indonesia Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia Asosiasi Lembaga Kesejahteraan Sosial
Bab IXKetentuan Sanksi
Ketentuan sanksi bagi pekerja sosial Indonesia dalam melakukan praktik
Ketentuan sanksi bagi pekerja sosial asing Ketentuan sanksi bagi sesiapa yang
menggunakan atribut pekerja sosialBab XKetentuan Peralihan
Ketentuan peralihan pembentukan Konsil Pekerjaan Sosial Indonesia
Ketentuan peralihan pelaksanaan undang-undang praktik pekerjaan sosial
Bab XIKetentuan Penutup
Ketentuan pembentukan Konsil Pekerjaan Sosial Indonesia
Ketentuan mulai berlakunya undang-undang
Penutup
Naskah akademik ini disusun untuk memberikan penjelasan
alsan perlunya menetapkan Undang-Undang Praktik Pekerjaan
Sosial. Hasil kajian konseptual dan kajian empiric tentang praktik
pekerjaan sosial telah menguatkan pentingnya undang-undang
untuk menjamin praktik pekerjaan sosial secara efektif. Landasan
filisofis, sosiologis, dan yuridis juga mendung perlunya ditetapkan
undang-undang tersebut. Hasil telaahan semua hal tersebut telah
mengarahkan pada muatan materi yang diatur dalam undang-
undang tersebut, seperti termuat dalam RUU terlampir. Oleh karena
itu, Rancangan Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial yang
dilampirkan dalam naskah ini diharpakan segera dapat dibahas dan
ditetapkan untuk menjamin praktek yang terstandar yang dijalankan
dengan penuh tanggung jawab.
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xix
Daftar Pustaka
Bassu, P. (1999). Decentralization for empowerment of rural poor. New Delhi: FAO.
Chamber, R. (1993). Rural development putting the last first. London: Longman.
Cheemma & Rondinelli (1993). Decentralization in development countries. Washington DC: World Bank.
Dominelli L., & McLeod Eileen (1989). Feminist social work. New York: Palgrave Macmillan.
Dubois, B & Milley, K. (1997). Social work : an empowering profession. Boston: Allyn & Bacon
Edi Suharto (2006). Membangun masyarakat memberdayakan rakyat. Bandung: Refika Aditama
Edi Suharto (2002). Profiles and dynamics of the urban informal sector in Indonesia: a study of pedagang kakilima in Bandung. Thesis. Massey University New Zealand.
Gutierrez, L, M. (1998). Empowerment in social work practice. a sourch book. USA : Brooks/Cole Publishing Company.
Hepworth, H.D., & Larsen A. J. (1993). Direct social work practice : theory and skills. California: Brooks/Cole Publishing Company.
Ife, J. (2001). Human rights and social work, towards rights based practice. England: Cambridge University
Ife, J. (2002). Community development : creating community alternative vision analysis and practice. Australia: Longman
Mayo, M. (2004). Community empowerment : a reader in participation and development. London : Zed Books.
Pincus, A. and Minahan, A. (1973). Social work practice; model and method. F.E. Peacock Publishers, Inc.,Hasco. Illeanis.
Rappaport, J. (1997). Term of empowerment/exemplars of prevention : toward a theory for community psychology. American Journal of Community Psychology. 15(2), 121 148.
Siporin, M. (1975). Introduction to social work practice. New York: Macmillan Publishers.
The World Bank (2003). Sustainable development in dynamic world, Washington: WB
Tropman, John, E. (ed). (1995). Tactics and techniques of community Intervention. Third Edition. Ilinois
Zastrow, H. C. (1992). Introduction to social welfare institutions, social problems, services, and current issues. USA: The Dorsey Press.
Zastrow, H. C. (1999). The practice of social work. USA : Brooks/Cole Publishing Company.
Zastrow H. C. (2004). Introduction to social work and social welfare. USA: Thomson Books/Cole
Executive Summary “Draft Naskah Akademik RUU Praktik Pekerjaan Sosial” xx
Recommended