View
18
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
ISI
A. Pengertian Kemoterapi
Kemoterapi adalah obat atau zat yang berasal dari bahan kimia yang dapat
memberantas dan menyembuhkan penyakit atau infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, virus, amoeba, fungi, protozoa, cacing, dan sebagainnya tanpa merusak
jaringan tubuh manusia, yang termasuk kelompok kemoterapi adalah:
a. Antibiotika
b. Sulfonamida
c. Anti Malaria
d. Anti Amuba
e. Anthelmintika
f. Anti Virus
g. Anti Jamur
h. Anti Neoplastika (sitostatika)
i. Anti TBC
j. Anti Lepra
B. Antibiotik
Antibiotik berasal dari bahasa latin yang terdiri dari anti = lawan, bios =
hidup. Antibiotik adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi
dan bakteri tanah, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi
mikroba jenis lain, sedangkan toksisitasnya terhadap manusia relatif kecil.
Antibiotik pertama kali ditemukan oleh sarjana Inggris dr. Alexander Fleming
(penisilin) pada tahun 1928, tetapi penemuan tersebut baru dikembangkan dan
digunakan dalam terapi pada tahun 1941 oleh dr. Florey, kemudian banyak zat
dengan khasiat antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik lain diseluruh
dunia, namun toksisitasnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai
obat. Antibiotik juga dapat dibuat secara sintetis, atau bahkan semi sintetis.
1
C. Mekanisme Kerja Antibiotik
Mekanisme kerja antibiotik antara lain:
1. Menghambat sintesa dinding sel, akibatnya pembentukan dinding sel
tidak sempurna dan tidak dapat menahan tekanan osmosa dari plasma,
akhirnya sel akan pecah, seperti penisilin dan sefalosporin.
2. Menghambat sintesa membran sel, molekul lipoprotein dari membran
sel dikacaukan pembentukannya, hingga bersifat lebih permeabel
akibatnya zat-zat penting dari isi sel dapat keluar, seperti kelompok
polipeptida.
3. Menghambat sintesa protein sel, akhirnya sel tidak sempurna terbentuk,
seperti kloramfenikol dan tetrasiklin.
4. Menghambat pembentukan asam-asam inti (DNA dan RNA) akibatnya
sel tidak dapat berkembang, seperti rifampisin
.
D. Efek Samping
Penggunaan antibiotik tanpa resep dokter atau dengan dosis yang tidak
tepat dapat menggagalkan pengobatan dan menimbulkan bahaya-bahaya lain
seperti:
1. Sensitasi/ Hipersensitif
Banyak obat setelah digunakan secara lokal dapat mengakibatkan
kepekaan yang berlebihan, kalau obat yang sama kemudian diberikan
secara oral atau suntikan maka ada kemungkinan terjadi reaksi
hipersensitif atau alergi seperti gatal-gatal kulit kemerah-merahan,
bentol-bentol atau lebih hebat lagi dapat terjadi syok, contohnya
penisilin dan kloramfenikol. Guna mencegah bahaya ini maka
sebaiknya salep-salep menggunakan antibiotik yang tidak akan
diberikan secara sistemis (oral dan suntikan).
2. Resistensi
Obat yang digunakan dengan dosis yang terlalu rendah, atau waktu
terpai kurang lama, maka hal ini dapat menyebabkan terjadinya
resistensi artinya bakteri tidak peka lagi terhadap obat yang
2
bersangkutan. Untuk mencegah resistensi, dianjurkan menggunkan
kemoterapi dengan dosis yang tepat atau dengan menggunkan
kombinasi obat.
3. Super infeksi
Yaitu infeksi sekunder yang timbul selama pengobatan dimana sifat dan
penyebab infeksi berbeda dengan penyebab infeksi yang pertama.
Super infeksi terutama terjadi pada penggunaan antibiotik broad
spektrume yang dapat mengganggu keseimbangan antara bakteri
didalam usus saluran pernafasan dan urogenital. Spesies
mikroorganisme yang lebih kuat atau resistensi akan kehilangan
saingan,dan berkuasa menimbulkan infeksi baru misalnya timbul jamur
minella albicans dan candida albicans. Selain antibiotik obat yang
menekan sistem tangkis tubuh yaitu kortikosteroid dan imunosupressiva
lainnya dapat menimbulkan supra infeksi. Khususnya, anak-anak dan
orang tua sangat mudah terjangkiti supra infeksi ini.
Berdasarkan luas aktivitasnya kerjanya antibiotik dapat di golongkan atas:
1. Zat-zart dengan aktivitas sempit (narrow spektrum)
Zat-zat aktif terauma terhadap satu atau beberapa jenis bakteri aja
(bakteri gram positif atau bakteri gram negatif saja). Contohnya
eritromisin, kanamisin, klindamisin (hanya terhadap bakteri gram
positif), streptomisin,gentamisin (hanya terhadap bakteri gram negatif
saja).
2. Zat-zat dengan aktivitas luas (broad spektrum)
Zat yang berkhasiat terhadap semua jenis bakteri baik jenis bakteri gram
positif maupun gram negatif. Contohnya ampisilin, sefalosporin, dan
kloramfenikol.
E. Absorbsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi Antibiotik
Fase farmakokinetika adalah fase yang meliputi semua proses yang
dilakukan tubuh, setelah obat dilepas dari bentuk sediaannya yang terdiri dari
absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Terapi pengobatan dengan
3
antibiotik merupakan terapi kausal, yang ditujukan untuk melawan kuman
penyebab infeksi. Pemberian antibiotik mempertimbangkan:
1. Keluhan dan gejala tersebut disebabkan oleh suatu infeksi
2. Kemungkinan kuman penyebab
3. Kemampuan antibiotik mencapai tempat infeksi dengan kadar yang
cukup
4. Jenis antibiotik yang diberikan
Absorpsi antibiotik menunjukkan nilai dan besarnya bioavaliability obat
setelah pemberian oral atau suntikan. Bioavaliability diartikan sebagai
besarnya persentasi dosis obat yang mencapai sirkulasi sistemik pada tempat
kerjanya. Membran – membran yang spesifik tersebut tergantung pada tempat
kerja dan rute pemberian obat. Absorpsi obat melewati membran dipengaruhi
oleh ukuran molekul. Sebagian besar obat larut dalam air atau juga lemak.
Sebagian besar infeksi terjadi di ekstrakvaskular dan antibiotik harus mampu
mencapai tempat tersebut, jika infeksi terjadi dilokasi yang terlindungi atau
tempat yang sulit ditembus maka obat menjadi rendah seperti cairan mata,
prostat, dan vegetasi jantung yang terinfeksi dibutuhkan dosis antibiotik yang
tinggi dan langkah waktu lebih lama untuk terapi. Sebagian besar bakteri
untuk infeksi terletak pada ekstrakseluler manusia. Bakteri seperti salmonella,
brucella, mycobakteria mampu bertahan dan menimbulkan ke kambuhan jika
diobati dengan antibiotik yang tidak bisa masuk sel. Antibiotik makrolida
memiliki penetrasi ke sel yang baik.
Sebagian besar antibiotik dalam tubuh akan mencapai keseimbangan di
jaringan dan plasma. Penelitian menujukan bahwa proses distribusi
antibiotik ditandai adanya variabilitas antar indvidu dan antar jaringan. Kadar
obat ditempat infeksi berbeda dengan kadar di plasma. kadar dibawah MIC
dapat memicu terjadinya resistensi. Hal ini perlu diperhatikan jika terdapat
ketidaksesuaian antara respon klinis dan hasil tes kepekaan. Hambatan
penetrasi jaringan oleh antibiotik paling baik ditunjukkan pada infeksi sistem
saraf pusat (SSP). Mekanisme barrier di SSP dan organ lain merupakan
pompa transport aktif sehingga obat dapat masuk ke tempat infeksi, dalam
4
keadaan keseimbanganpun Konsentrasi antibiotik di tempat infeksi lebih
rendah daripada di plasma, mekanisme ini sudah terbukti secara in vitro dan
in vivo, selain infeksi SSP ada beberapa situasi yang menghambat penetrasi
obat sehingga bisa menimbulkan kegagalan terapi antibiotik misalnya infeksi
jaringan lunak, osteomvelitis, endokarditis, emboli seotik, infeksi berkaitan
dengan benda asing dan kateter, hematom, abses, oramuloma-inducina
infection, solid mallonancies, dan lain-lain. Mekanisme barrier dipengaruhi
oleh derjat keasaman/pH obat dan resistensi struktural dinding kapirel akibat
perubahan aliran darah lokal. Permeabilitas kapiler, koefisien difusi
interstisial dan gradien tekanan onkotik dan osmotik transkapier.
Permeabilitas kapiler juga di pengaruhi oleh besarnya berat molekul ( BM)
obat. Antibiotik dengan BM rendah mempunyai permeabilitas lebih tinggi.
Faktor lain adalah kelarutan obat dalam lemak. Metabolisme merupakan
proses kimiawi di dalam tubuh yang b erfungsi mengubah obat yang
sedemikian rupa hingga mudah di ekskresi pada ginjal, dalam hal ini
menjadikannya lebih hidrofil. Metabolisme dapat berlangsung di hati dengan
cepat atau sebaliknya melambat, sehingga obat dapat lebih kuat atau bahkan
lebih lemah. Adanya pemakaian obat lain secara bersamaan dapat
mempercepat terjadinya metabolisme
Antibiotik mengalami eliminasi atau ekskresi di hati, ginjal atau
keduanya baik dalam bentuk yang tidak berubah atau dalam bentuk
metabolitnya. Antibiotik yang eliminasinya terutama di ginjal, maka obat
akan berkorelasi linear dengan creatinine clearance, sedangkan antibiotik
yang eliminasinya terutama di hati tidak ada pertanda yang bisa di pakai
untuk mengatur dosis pada pasien dengan penyakit hati, pada pasien pengidap
gangguan ginjal di butuhkan pengaturan dosis. Penggunaan antibiotik
aminoalkosida, vankomisin atau flusitosin harus lebih hati–hati karena
eliminasi obat tersebut di ginjal dan toksisitasnya seiring dengan
konsentrasinya di plasma dan jaringan. Obat-obat yang metabolisme atau
ekskresinya oleh hepar (eritromisin, kloramfenikol, metronidazol,
5
klindamisin) dosisnya harus di turunkan pada pasien dengan kegagalan fungsi
hepar.
F. Golongan Makrolida
Golongan antibiotik ini terdiri dari eritromisin dan spiramisin
1. Eritromisin
Dihasilkan oleh sterptomyces eryhreus. Berkhasiat untuk mengobati
infeksi saluran pernapasan dan kulit, dengan mekanisme kerja
merintangi sintesis protein bakteri. Antibiotik ini tidak stabil dalam
suasana asam (mudah terurai oleh asam lambung) dan kurang stabil
pada suhu kamar, untuk mencegah perusakan oleh asam lambung maka
dibuat tablet salut selaput. Memiliki spektrum antibakteri yang hampir
sama dengan penisilin, maka obat ini digunakan sebagai alternatif
pengobatan pengganti penisilin, bagi yang sensitif terhadap penisilin.
2. Spiramisin
Spiramicin merupakan antibiotik golongan makrolid yang memiliki
khasiat untuk mengobati infeksi pada saluran pernapasan dan infeksi
pada kulit. Spektrum kegiatannya sama dengan eritromisin, hanya lebih
lemah. Keuntungan dari spiramisin adalah daya penetrasi kejaringan
mulut, tenggorokan dan saluran pernafasan lebih baik dibandingkan
eritromoisin.
6
Tabel 1.1 Macam-macam Obat Golongan Makrolida
NONama generik
dan latin
Nama
DagangSediaan Pabrik
1. Eritromisin Erythrocin
Kalthrocin
250 mg/ kapsul, 250
mg/ tablet (forte).
200 mg/tablet kunyah
Abbot
Kalbe Farma
2. Spriramisin Spiradan
Rovamycin
250 mg, 500 m/ tablet
Vial 1,5; 3 Mui
Dankos
Aventis
3. Roxithromycin Rulid 150 mg/ tablet Aventis
4. Azithromycin Zithromax
Zycin
Zifin
250 mg, 500mg/ tablet
250 mg/kapsul
250 mg/kapsul
Pfizer
Interbat
Fahrenheit
G. Linkomisin
Berasal dari streptomyces lincolnensis, memiliki khasiat bakteriostatik
tehadap gram positif dengan spektrum lebih sempit dari erotromisin.
Merupakan obat pilihan ke kedua bagi kuman yang resisten terhadap penisilin
khususnya pada radang tulang (osteomielitis). Klindamisin merupakan
turunan linkomisin yang tersubstitusi-klorin, suatu antibiotik yang dihasilkan
oleh Stretomyces lincolnesis.
Streptokokus, stafilokokus, dan pneumokokus dihambat oleh klindamisin,
0,5-5 mcg/mL. Walaupun rentan terhadap eritromisin, enterokokus dan
oragnisme aerob gram-negatif resisten terhadap klindamisin.bacteroides sp dan
bakteri anaerob lainnya, baik gram-positif maupun gram-negatif, biasanya
rentan. Kilndamisin termasuk golongan linkomisin yang dapat mengobati
infeksi saluran pernapasan dan kulit, seperti eritromisin, menghambat sintesis
protein dengan mengganggu pembentukan kompleks inisiasi serta reaksi
translokasi aminoasil. Lokasi ikatan klindamisin pada subunit 50S ribosom
bakteri identik dengan lokasi ikatan eritromisin. Resistensi terhadap
klindamisin, yang umumnya memunculkan resistensi silang terhadap
makrolida, terjadi akibat (1) mutasi lokasi reseptor ribosomal; (2) modifikasi
7
reseptor oleh metilase yang diekspresikan secara konstitutif (lihat bagian
resistensi eritromisin, di atas); dan (3) inaktivasi enzimatik oleh klindamisin.
Spesies aerob gram-negatif secara intrinsik resisten karena permeabilitas
membran luar yang buruk.
Tabel 1.2 Macam-macam Obat Golongan Linkomisin
N
O
Nama
generik dan
latin
Nama Dagang Sediaan Pabrik
1. Klindamisin Albiotin 150 mg/kapsul Kalbe Farma
2. Linkomisin Biolincom 500 mg/kapsul Otto
3. Linkomisin Ethilin 500 mg/kapsul Ethica
4. Klindamisin Ethidan 150 mg/kapsul Ethica
8
Recommended