View
29
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PROPOSAL PENELITIAN
HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR DAN
LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN DIARE DI
LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PALEMBANG
Oleh:
VERA IRAWANDANIM : 702009030
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dalam pemberantasan penyakit
peningkatan keadaan gizi rakyat, pengadaan air minum, peningkatan kebersihan dan
kesehatan dimasyarakat harus sedini mungkin dilakukan program memasyarakatkan perilaku
hidup sehat. Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan pembangunan kesehatan
diharapkan dapat tercapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk sehingga derajat
kesehatan masyarakat secara umum dapat dioptimalkan.(Marwah, 2005)
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan nasional adalah meningkatnya derajat
kesehatan. Derajat kesehatan suatu negara dapat diukur dengan melihat tingkat kesakitan dan
tingkat kematian yang disebabkan oleh umur dan usia harapan hidup. Sistem Kesehatan
Nasional (SKN) telah merumuskan salah satu tujuan pembangunan nasional yaitu tercapainya
kemampuan hidup sehat. Berdasarkan hal tersebut di atas maka salah satu cara untuk
mencapainya adalah dengan usaha pengawasan dan penanggulangan penyakit ( Fatmawati,
2008)
Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada anak di
dunia. Hal ini kebanyakan disebabkan oleh makanan dan sumber air yang terkontaminasi.
Diseluruh dunia, sekitar 1 miliar orang tidak memiliki akses terhadap sumber air bersih dan
2,5 miliar tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang baik ( WHO, 2009 )
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan dan
merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia dikarenakan masih buruknya kondisi
sanitasi dasar, lingkungan fisik, maupun rendahnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih
dan sehat (Luza, 2007)
Diare adalah gejala umum dari infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh
berbagai organisme bakteri, virus, parasit. Rotavirus dan eschercicia coli adalah dua
penyebab diare yang paling umum dinegara berkembang (WHO,2009). Mekanisme
penularan utama untuk patogen diare adalah tinja-mulut dengan makanan dan air yang
merupakan penghantar untuk kebanyakan kejadian (Pickering dan Snyder, 1999)
Berdasarkan data dari profil kesehatan Indonesia tahun 2009, pola 10 penyakit
terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit tahun 2009 menurut Daftar Tabulasi dasar
(DTD) menunjukkan bahwa kasus diare berada pada posisi keempat dengan 172.013 kasus.
Sedangkan pada pasien rawat inap, diare berada pada posisi pertama dengan jumlah 143.696
kasus. Berdasarkan data Case Fatality Rate (CFR) diare di Indonesia tahun 2005-2009, angka
kejadian luar biasa (KLB) diare terjadi di 15 proinsi dengan jumlah penderita sebanyak 5.756
orang, jumlah kematian sebanyak 100 orang orang atau cfr sebesar 1,74% (Kementrian
Kesehatan RI, 2010)
Berdasarkan profil kesehatan Kota palembang tahun 2010, kasus penderita diare di
kota palembang tahun 2006-2010 menunjukkan bahwa kasus diare tertinggi tahun 2009, yaitu
54.612 kasus dan terendah tahun 20007, yaitu 46.738 kasus. Jumlah kasus diare per
kecamatan di Kota Palembang tahun 2010 terdapat kasus diare paling tinggi di daerah Ilir
Timur II dan Seberang Ulu I sebesar 4309-6589 kasus. Sedangkan kasus diare terendah
terdapat di daerah plaju, sako, dan Sematang borang sebesar 1501-1726 kasus (Dinas
kesehatan Kota Palembang, 2011).
Kebijakan pemerintah dalam pemberantasan diare antara lain bertujuan untuk
menurunkan angka kesakitan, angka kematian dan penganggulangan Kejadian Luar Biasa
(KLB). Departemen kesehatan RI melalui keputusan Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit dan Penyehatan lingkungan (PPM & PL) telah mengeluarkan pedoman pelaksanaan
dan pemantauan Program Pemberantasan Diare dengan tujuan khusus menurunkan angka
kematian pada semua umur dari 54 per 100.00 penduduk menjadi 28 per 100.000 penduduk,
menurunkan angka kematian balita dari 2,5 per 1.000 balita menjadi 1,25 per 1000 balita dan
menurunkan angka fasilitas kasus (CER) diare pada KLB dari 1-3,8 persen menjadi 1,5
persen. Penyakit diare merupakan salah satu yang berbasis pada lingkungan. Dua faktor
lingkungan yang dominant berpengaruh adalah sarana air bersih dan pembuangan tinja. Hal
ini sering berinterkasi bersama perilaku maka akan dapat menimbulkan kejadian diare.
Data terakhir menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk menyebabkan 300
kasus diare per 1000 penduduk. Daerah endemis penyakit diare tersebut di empat kabupaten
di Sumatera Selatan yaitu Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, Banyu Asin dan Musi
Banyu Asin. (Ridwan Amiruddin, 2007)
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar yaitu :
infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lain.Tetapi yang
sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun. Definisi
rumah susun menurut Pasal 1 angka 1 adalah “Bangunan gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang
masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian,
yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama”.
Rumah susun dikenal dengan pemukiman yang padat. Kondisi fisik bangunan dan
sistem sanitasi di rumah susun sering terabaikan oleh penghuninya sehingga mengakibatkan
penurunan kualitas pelayanan sistem sanitasi. Menurut American Public Health Association
(APHA) rumah dikatakan sehat apabila : (1) Memenuhi kebutuhan fisik dasar seperti
temperatur lebih rendah dari udara di luar rumah, penerangan yang memadai, ventilasi yang
nyaman, dan kebisingan 45-55 dB.A.; (2) Memenuhi kebutuhan kejiwaan; (3) Melindungi
penghuninya dari penularan penyakit menular yaitu memiliki penyediaan air bersih, sarana
pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah yang saniter dan memenuhi syarat
kesehatan; serta (4) Melindungi penghuninya darikemungkinan terjadinya kecelakaan dan
bahaya kebakaran, seperti fondasi rumah yang kokoh, tangga yang tidak curam,
bahayakebakaran karena arus pendek listrik, keracunan, bahkan dariancaman kecelakaan lalu
lintas (Sanropie, 1992; Azwar, 1996).
Kesehatan Perumahan perlu ditata kembali dengan melengkapi prasarana dan sarana
perumahan yang memadai. Masyarakat kecil berpenghasilan rendah kebanyakan tidak
mampu memenuhi persyaratan mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bahkan untuk
rumah tipe Rumah Sangat Sederhana (RSS). Sebaliknya pemerintah dan swasta pengembang
perumahan tidak dapat memenuhi kebutuhan perumahan untuk masyarakat. Hal tersebut
menimbulkan masalah sosial yang serius dan menumbuhkan lingkungan pemukiman kumuh
(slum area) dengan gambaran berhubungan erat dengan kemiskinan, kepadatan penghuninya
tinggi,sanitasi dasar perumahan yang rendah sehingga tampak jorok dan kotor yaitu tidak ada
penyediaan air besih, sampah yang menumpuk, kondisi rumah yang sangat menyedihkan, dan
banyaknya vektor penyakit, terutama lalat, nyamuk dan tikus. Dalam pengadaan perumahan,
sangat diperlukan peran serta masyarakat karena pemerintah dalam hal ini hanya bertindak
sebagai fasilitator yang mendorong dan memberi bantuan untuk mencapai tujuan.
Pembangunan perumahan merupakan tanggung jawab dari masyarakat sendiri sehingga
potensi dan peran serta masyarakat perlu dikembangkan dalam pembangunan perumahan.
Hak dan kesempatan untuk berperan serta yang sebesar-besarnya dalam pembangunan
rumah, perumahan dan lingkungan pemukiman meliputi pemugaran, renovasi, peremajaan
lingkungan pemukiman dan pembangunan perumahan dinyatakan dalam UU RINo. 4 Tahun
1992 tentang Perumahan dan Pemukiman ( Unair, 2111 )
Dengan memperhatikan kondisi sanitasi dasar dan lingkungan fisik di kawasan rumah
susun yang minim dan kurang memenuhi syarat kesehatan inilah yang mungkin berperan
dalam menyebabkan tingginya angka kejadian diare. Atas alasan inilah, perlu dilakukan
penelitian.
1.2 Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara kondisi sanitasi dasar dan lingkungan fisik
dengan kejadian diare di lingkungan rumah susun palembang ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara kondisi sanitasi dasar dan lingkungan fisik
dengan kejadian diare di lingkungan rumah susun palembang
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan antara ketersediaan jamban dengan kejadian diare di
lingkungan rumah susun Palembang
2. Mengetahui hubungan penyediaan air bersih dengan kejadian diare di lingkungan
rumah susun palembang
3. Mengetahui hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare di
lingkungan rumah susun palembang
4. Mengetahui hubungan antara pembuangan air limbah dengan kejadian diare di
lingkungan rumah susun palembang
5. Mengetahui hubungan antara jenis lantai dengan kejadian diare di lingkungan rumah
susun palembang
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
Menambah wawasan dan memperoleh tambahan ilmu pengetahuan mengenai
penyakit diare yang berhubungan dengan sanitasi dasar dan lingkungan fisik rumah
1.4.2 Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya sanitasi dasar dalam lingkungan rumah demi terhindarnya dari penyakit menular
seperti diare serta memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai sanitasi dasar
meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah
dan saluran pembuangan air limbah.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk dapat
meningkatkan wahana keilmuan mahasiswa di bidang kesehatan lingkungan dan pemahaman
tentang diare.
1.4.4 Bagi Dinas kesehatan dan Instansi
Sebagai bahan masukan dinas kesehatan dan instansi terkait dalam menentukan
kebijakan dalam program pemberantasan penyakit diare hubungannya dengan sanitasi dasar
dan lingkungan fisik rumah.
1.4.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup materi dalam penelitian ini dibatasi pada hubungan sanitasi dasar dan
lingkungan fisik rumah dengan kejadian diare di kawasan rumah susun palembang yang
meliputi ketersediaan jamban, penyediaan air bersih, pengelolaan sampah, pembuangan air
limbah, dan jenis lantai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan
lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan
berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. (Azwar,1995).
Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia
(jamban), pengelolaan sampah dan saluran pembuangan air limbah.
2.1.1. Penyediaan Air Bersih
Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia
sepanjang masa. Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Apabila tidak
diperhatikan maka air yang dipergunakan masyarakat dapat mengganggu kesehatan manusia.
untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang
yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil
kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan industri dan kegiatan lainnya (Wardhana, 2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MenKes/Per/IX/1990, yang di
maksud air bersih adalah air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah di masak. Air bersih
merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara
sehat. ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi
setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan.
Sarana sanitasi air adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang
menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk masyarakat. Jenis sarana
air bersih ada beberapa macam yaitu PAM, sumur gali, sumur pompa tangan dangkal dan
sumur pompa tangan dalam , tempat penampungan air hujan, penampungan mata air, dan
perpipaan. Sirkulasi air, pemanfaatan air, serta sifat-sifat air memungkinkan terjadinya
pengaruh air terhadap kesehatan. Secara khusus, pengaruh air terhadap kesehatan dapat
bersifat langsung maupun tidak langsung (Slamet, 2002).
1.Manfaat Air
Pemanfaatan air untuk berbagai keperluan adalah (Usman D, 2000):
1. Untuk keperluan air minum.
2. Untuk kebutuhan rumah tangga I (cuci pakaian, cuci alat dapur, dan lain-lain).
3. Untuk kebutuhan rumah tangga II (gelontor, siram-siram halaman)
4. Untuk konservasi sumber baku PAM.
5. Taman Rekreasi (tempat-tempat pemandian, tempat cuci tangan)
6. Pusat perbelanjaan (khususnya untuk kebutuhan yang dikaitkan dengan proses
kegiatan bahan-bahan/ minuman, WC dan lain-lain).
7. Perindustrian I (untuk bahan baku yang langsung dikaitkan dalam proses membuat
makanan, minuman seperti the botol, coca cola, perusahaan roti dan lain-lain).
8. Pertanian/ irigasi
9. Perikanan.
2. Syarat Air Bersih
Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan
kualitas (Depkes RI, 2005).
a. Syarat Kuantitatif
Syarat kuantitatif adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada
aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka
kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan
dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi,
cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter,
taman 11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, wudhu 16,2 liter, lain-lain 33,3 liter
(Slamet, 2007).
b. Syarat Kualitatif
Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan mikrobiologis yang
memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
(Slamet, 2007).
1. Parameter Fisik
Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak berasa,
tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu sebaiknya di bawah suhu
udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan jumlah zat padat
terlarut (TDS) yang rendah.
a) Bau
Air yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh masyarakat.
Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air.
b) Rasa
Air yang bersih biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak tawar dapat
menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan.
c) Warna
Air sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetis dan untuk mencegah
keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna.
Warna dapat disebabkan adanya tannin dan asam humat yang terdapat secara
alamiah di air rawa, berwarna kuning muda, menyerupai urin, oleh karenanya
orang tidak mau menggunakannya. Selain itu, zat organik ini bila terkena
khlor dapat membentuk senyawa-senyawa khloroform yang beracun.
Warnapun dapat berasal dari buangan industri.
d) Kekeruhan
Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat
anorganik maupun yang organik. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan
batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan
tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga merupakan sumber
kekeruhan.
e) Suhu
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan
zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan,
menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran/pipa, mikroorganisme
pathogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum air dapat
menghilangkan dahaga.
f) Jumlah Zat Padat Terlarut
Jumlah zat padat terlarut (TDS) biasanya terdiri atas zat organik, garam
anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik
pula. Selanjutnya efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung
pada spesies kimia penyebab masalah tersebut.
2. Parameter Mikrobiologis
Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan jenis
bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh
karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri
pathogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan bakteri golongan pathogen,
namum bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri
pathogen.
3. Parameter Radioaktifitas
Dari segi parameter radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah
sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat
berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti
kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati.
Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan
mutasi.
4. Parameter Kimia
Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara
berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air raksa
(Hg), alumunium (Al), Arsen (As), barium (Ba), besi (Fe), Flourida (F), Kalsium
(Ca), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Air sebaiknya tidak asam dan
tidak basa (Netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi
jaringan distribusi air. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5 – 9.
3. Pengaruh air bagi Kesehatan
Air dalam keadaan manusia, selain memberikan manfaat yang menguntungkan dapat
juga memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan. air yang tidak memenuhi persyaratan
kesehatan merupakan media penularan penyakit karena air merupakan salah satu media dari
berbagai macam penularan, terutama penyakit perut (Slamet, 2002).
Penyakit yang dapat ditularkan melalui air : (Kusnoputranto, 2000)
1. Water Borne Disease
Water Borne Disease Adalah penyakit yang di tularkan langsung melalui air minum,
dimana air minum tersebut mengandung kuman pathogen dan terminum oleh manusia
maka dapat menimbulkan penyakit. Penyakit- penyakit tersebut antara lain adalah
penyakit cholera, Thypoid, Hepatitis infektiosa, Dysentri dan Gastroentritis.
2. Water Washed Disease
Water Washed Disease Adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air untuk
pemeliharaan hygiene perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat terutama alat
dapur dan alat makan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang
cukup maka penularan penyakit-penyakit tertentu pada manusia dapat dikurangi.
Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh cara penularan, diantaranya adalah penyakit
infeksi saluran pencernaan. Salah satu penyakit infeksi saluran pencernaan adalah
diare, penularannya bersifat fecal-oral.
3. Water Based Disease
Water Based Disease Adalah penyakit yang ditularkan oleh bibit penyakit yang
sebagian besar siklus hidupnya di air seperti Schistosomiasis. Larva schistoma hidup
di dalam keong air. Setelah waktunya larva ini akan mengubah bentuk menjadi
carcaria dan menembus kulit (kaki) manusia yang berada di dalam air tersebut.
4. Water Related Insect Vectors
Water Related Insect Vectors Adalah penyakit yang di tularkan melalui vektor yang
hidupnya tergantung pada air misalnya malaria, demam berdarah, filariasis, yellow
fever dan sebagainya.
2.1.2. Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)
Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan
yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini
berbentuk tinja (faces), air seni (urine) dan CO2 sebagai hasil dari proses pernafasan.
Pembuangan Kotoran manusia dalam ilmu kesehatan lingkungan dimaksudkan hanya tempat
pembuangan tinja dan urine, pada umumnya disebut latrine, jamban atau kakus
(Notoatmodjo, 2003).
Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting
peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran yang tidak saniter
akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air. Beberapa penyakit yang
dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain ; thypus, disentri, kolera, bermacam-macam
cacing (gelang, kremi, tambang dan pita), schistosomiasis dan sebagainya (Notoatmodjo,
2003).
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran
manusia harus dikelola dengan baik. Pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau
jamban yang sehat. Suatu jamban tersebut sehat jika memenuhi persyaratan-persyaratan
sebagai berikut : (DepKes RI, 1998)
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban
2. Tidak mengotori air permukaan disekitarnya
3. Tidak mengotori air tanah disekitarnya
4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang
lainnya
5. Tidak menimbulkan bau
6. Mudah digunakan dan dipelihara
7. Desainnya sederhana
8. Murah
2.1.3. Pembuangan Air Limbah
Air limbah atau air kotoran adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang
bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan dan lazimnya muncul karena hasil
perbuatan manusia termasuk industrialisasi (Azwar,1995). Dalam kehidupan sehari-hari
pengelolaan air limbah dilakukan dengan cara menyalurkan air limbah tersebut jauh dari
tempat tinggal tanpa diolah sebelumnya. Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat
menjadi media perkembangbiakan mikroorganisme pathogen, larva nyamuk ataupun
serangga yang dapat menjadi media transmisi penyakit.
A. Sarana pembuangan limbah
Sarana pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi persyaratan teknis sebagai
berikut (DepKes RI, 1993) :
1. Tidak mencemari sumber air bersih
2. Tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang serangga/nyamuk
3. Tidak menimbulkan bau
4. Tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak
menyenangkan
B. Dampak dari Pencemaran Limbah
Pengelolaan air buangan yang tidak baik akan berakibat buruk terhadap lingkungan dan
kesehatan masyarakat. Beberapa akibatnya yaitu (Kusnoputranto, 2000) :
1. Akibat Terhadap Lingkungan Air buangan limbah dapat menjadi sumber pengotoran,
sehingga bila tidak dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan pencemaran
terhadap air permukaan, tanah atau lingkungan hidup dan terkadang dapat dapat
menimbulkan bau serta pemandangan yang tidak menyenangkan.
2. Akibat Terhadap Kesehatan Masyarakat Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar
air buangan dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air
buangan dapat menjadi media tempat berkembangbiaknya mikroorganisme pathogen,
larva nyamuk ataupun serangga lainnya dan juga dapat menjadi media transmisi
penyakit seperti cholera, thypus dan lainnya.
2.1.4. Pengelolaan Sampah
Para ahli kesehatan masyarakat menyebutkan sampah adalah sesuatu yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi ataupun sesuatu yang dibuang yang berasal
dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2003).
Pengelolaan sampah adalah meliputi penyimpanan, pengumpulan dan pemusnahan
sampah yang dilakukan sedemikian rupa sehingga sampah tidak mengganggu kesehatan
masyarakat dan lingkungan hidup (Notoatmodjo, 2003).
a) Penyimpanan sampah
Penyimpanan sampah adalah tempat sampah sementara sebelum sampah tersebut
dikumpulkan, untuk kemudian diangkut serta dibuang (dimusnakan) dan untuk itu
perlu disediakan tempat yang berbeda untuk macam dan jenis sampah
tertentu.maksud dari pemisahan dan penyimpanan disini ialah untuk memudahkan
pemusnahannya.
Syarat-syarat tempat sampah antara lain :
1. Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor, untuk mencegah berseraknya sampah
2. Mempunyai tutup,mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat
dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori
tangan
3. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu
orang.
b) Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga
atau institusi yang menghasilkan sampah. oleh sebab itu setiap rumah tangga atau
institusi harus mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah, kemudian
dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke Tempat
Penampungan Sementara (TPS) dan selanjutnya ke Tempat Penampungan Akhir
(TPA). Mekanisme sistem atau cara pengangkutannya untuk daerah perkotaan adalah
tanggung jawab pemerintah daerah setempat, yang didukung oleh partisipan
masyarakat produksi sampah, khusunya dalam hal pendanaan. Sedangkan untuk
daerah perdesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh masing-masing keluarga
tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Sampahnya umumnya dibakar atau dijadikan
pupuk.
c) Pemusnahan Sampah
Pemusnahan atau pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara
lain :
1. Ditanam (landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang diatas
tanah kemudian sampah dimasukan dan ditimbun dengan sampah.
2. Dibakar (incenarator) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di
dalam tengku pembakaran.
3. Dijadikan pupuk (composting) yaitu pengelolaan sampah menjadikan pupuk,
khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan dan sampah lain
yang dapat membusuk.
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh negative
terhadap masyarakat dan lingkungan. Adapun pengaruh-pengaruh tersebut antara lain
(Kusnoputranto, 2000) :
a. Terhadap Kesehatan
Pengelolaan sampah yang tidak baik akan menyediakan tempat yang baik bagi
vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang-binatang pengerat untuk
mencari makan dan berkembang biak dengan cepat sehingga dapat
menimbulkan penyakit.
b. Terhadap Lingkungan
a) Dapat menggangu estetika serta kesegaran udara lingkungan
masyarakat akibat gas-gas tertentu yang dihasilkan dari proses
pembusukan sampah oleh mikroorganisme.
b) Debu-debu yang berterbangan dapat menggangu mata serta
pernafasan.
c) Bila terjadi proses pembakaran dari sampah maka asapnya dapat
menggangu pernafasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara
karena ada asap di udara.
d) Pembuangan sampah ke saluran-saluran air akan menyebabkan
estetika yang terganggu, memyebabkan pendangkalan saluran serta
mengurangi kemampuan daya aliran saluran.
e) Dapat menyebabkan banjir apabila sampah dibuang ke saluran yang
daya serap alirannya sudah menurun.
f) Pembuangan sampah ke selokan atau badan air akan menyebabkan
terjadinya pengotoran badan air.
Sampah padat dapat dibagi menjadi berbagai jenis, yaitu :
a. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah dibagi menjadi :
1. Sampah an-organik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,
misalnya logam/besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya.
2. Sampah organik adalah sampah yang umumnya dapat membusuk,
misalnya sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya. b.
Berdasarkan dapat tidaknya dibakar 1. Sampah yang mudah terbakar,
misalnya kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas dan sebagainya. 2.
Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng-kaleng bekas,
besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca dan sebagainya.
2.2 Diare
2.2.1 Pengertian
a. Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Sedangkan
menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2002
Keputusan Menteri Kesehatan (kepmenkes RI) tentang pedoman Pemberantasan
Penyakit Diare (P2D) diare merupakan penyakit yang ditandai dengan
bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang
disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita.
b. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan encer. Di
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
(FKUI)/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), diare diartikan sebagai
buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi
lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air
besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan
anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali.
c. Diare yaitu keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat
pula bercampur lender dan darah/lender saja.
d. Diare merupakan keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume
tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah
sama dengan volume orang dewasa, volume lebih dari 200 g/24 jam.
2.2.2 Penyebab Diare
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
a. Faktor infeksi
1. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi :
a. Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, dll
b. Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, dll
c. Infestasi parasit : Cacing, Protozoa, Jamur
2. Infeksi parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar pencernaan, seperti
Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis
dsb. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2
tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1. Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida dan Monosakarida. Pada bayi dan anak
yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
2. Malabsorbsi lemak
3. Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
d. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih besar.
2.2.3 Patogenesis dan Patofisiologi Diare
2.2.3.1 Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Patogenesis diare akut antara lain :
1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung
2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus
3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)
4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare
Patogenesis diare kronik lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya
ialah infeksi bakteri, parasit, mlabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.
2.2.3.2 Patofisiologi
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :
a. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam-basa (asidosis metabolic, dan sebagainya)
b. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran
bertambah)
c. Hipoglikemia
d. Gangguan sirkulasi darah.
Ada beberapa komplikasi kehilangan akibat diare antara lain :
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik)
b. Renjatan hipovolemik
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotonik otot, lemah, bradikardia,
perubahan elektrokardiogram)
d. Hipoglikemia
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa dan defisiensi enzim lactase
f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik
g. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
2.2.4 Tanda/Gejala Klinis
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair
dan mungkin disertai lender dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi
kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet
karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin
banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus
selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata
dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lender bibir dan mulut serta kulit
tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, sedang dan berat. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang
sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejalagejalanta yaitu denyut
jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, kecil, tekanan darah menurun, penderita
menjadi lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen dan kadang-kadang sampai
soporokomateus). Akibat dehidrasi, diuresis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila
sudah ada asidosis metabolic, penderita akan tampak pucat dengan pernafasan yang
cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul).
Sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponatremia) yaitu bila kadar natrium
dalam plasma kurang dari 130 mEq/l
b. Dehidrasi isotonic (dehidrasi isonatremia) yaitu bila kadar natrium dalam
plasma 130-150 mEq/l
c. Dehidrasi hipertonik (hipernatremia) yaitu bila kadar natrium dalam plasma
lebih dari 150 mEq/l.
Pada dehidrasi isotonic dan hipotonik penderita tampaknya tidak begitu haus,
tetapi pada penderita dehidrasi hipertonik, rasa haus akan nyata sekali dan sering
disertai kelainan neurologist seperti kejang, hiperefleksi dan kesadaran yang menurun,
sedangkan turgor dan tonus tidak berapa buruk.
2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare
Diare dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor-faktor yang berkaitan erat dengan
kejadian diare seperti faktor sanitasi lingkungan, faktor perilaku manusia, faktor keadaan
gizi seseorang, faktor pendidikan, faktor keadaan sosial ekonomi. Kelima faktor tersebut
akan mempengaruhi kejadian diare, faktor yang paling berpengaruh adalah faktor
sanitasi lingkungan dan perilaku manusia.
Faktor sanitasi lingkungan atau hygiene lingkungan
Suatu penyakit akan timbul ketika terjadi ketidakseimbangan antara agent penyakit
tersebut dengan lingkungan serta terhadap host (inang). Penyakit diare merupakan
salah satu penyakit berbasis lingkungan yang penularan arau kejadiannya dapat
terjadi di lingkungan. Sebagian besar agent penyebab diare terdapat di lingkungan
seperti virus, bakteri, kuman, jamur, dan parasit lainnya keberadaan agen ini secara
tidak langsung akan mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar. Buruknya sanitasi
lingkungan akan memicu perkembangbiakan berbagai jenis mikroorganisme yang
terdapat di lingkungan tersebut, keadaan inilah yang terjadi pada agent penyebab
diare. Keadaan lingkungan yang buruk menggambarkan ketidakseimbangan trias
epidemiologi yang telah dijelaskan di atas
Faktor perilaku
Selain factor lingkungan, factor yang berpengaruh dalam kejadian diare adalah
perilaku dalam kaitannya dengan personal hygiene. Personal hygiene merupakan
pola hidup bersih dan sehat yang perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Factor perilaku yang memungkinkan terjadinya diare seperti; kebiasaan tidak mecuci
tangan sebelum memakan sesuatu, kebiasaan memakan buah yang tidak dibersihkan
dengan air yang mengalir, kebiasaan makan sembarangan, tidak mencuci tangan
dengan sabun setelah buang air besar, mengkonsumsi makanan yang sudah basi, dll.
Kebiasaan tersebut merupakan hal yang sepele yang sering diabaikan dalam
kehidupan sehari-hari padahal kebiasaan yang buruk akibat tidak mengikuti pola
hidup bersih dan sehat berkontribusi untuk menimbulkan penyakit diare bahkan
penyakit berbasis lingkungan lainnya
Factor status gizi
Konsumsi gizi akan mempengaruhi kesehatan seseorang, meningkatnya kesehatan
sesorang akan memicu peningkatan kekebalan tubuh. Peningkatan kekebalan tubuh
akan menghambat masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh manusia. Kekurangan
gizi mempunyai hubungan yang timbal-balik dengan diare, mereka yang menderita
kekurangan gizi akan berpotensi terjadinya diare dan sebaliknya kejadian diare akan
berpengaruh pada status gizi seseorang. Penderita malnutrisi akan mengalami
episode diare yang lebih lama dibandingkan dengan mereka yang status gizinya baik.
Status gizi yang buruk akan mengakibatkan gangguan keseimbangan elektrolit di
dalam tubuh, hal inilah yang memicu terjadinya diare. Selain gangguan pada
keseimbangan elektrolit, status gizi buruk juga akan mengakibatkan gangguan
absorbsi makanan pada pancreas atau juga usus halus.
2.2.6 Penularan Penyakit Diare
Dalam kajian ini diare yang dapat menular adalah diare yang disebabkan oleh
mikroorganisme (penyakit berbasis lingkungan). Penyakit ini dapat menular pada
lingkungan yang sanitasinya buruk dan hygienenya. Penularan penyakit diare dapat
disebabkan oleh berbagai factor dengan masing-masing mekanisme yang berbeda.
Pada umumnya penularan diare terjadi melalui fecal oral (pencernaan). Penularan
penyakit diare dapat dibagi berdasarkan sumber penularannya :
a. Makanan
Penularan diare melalui makanan dapat dimulai dari makanan yang telah
terkontaminasi oleh bakteri penyebab diare, terkontaminasinya makanan oleh
bakteri ini dapat terjadi melalui lalat atau srangga lainnya yang hinggap pada
makanan setelah hinggap di daerah yang sudah mengandung bakteri. Jadi secara
tidak langsung vector seperti lalat menmbawa bakteri sehingga makanan
terkontaminasi. Makanan yang telah terkontaminasi ini akan dikonsumsi oleh
manusia sehingga bakteri penyebab diare masuk ke dalam tubuh manusia yang
apada akhirnya akan mengakibatkan diare. Pada saat host sudah terkena diare,
feses yang akan dikeluarkannya dapat menjadi sumber penyakit diare lagi
sehingga terbentuk berupa siklus.
b. Air
Air yang umumnya rentan terhadap kandungan bakteri adalah air sungai. Hal
ini disebabkan oleh aktivitas yang dilakukan oleh penduduk di pedesaan
umumnya bahkan pembuangan tinja dilakukan di sungai. Air sugai yang sudah
terkontaminasi oleh bakteri akan digunakan oleh waarga sekitar untuk mencuci
piring, mencuci pakaian, bahkan digunakan untuk memasak. Aktivitas ini
berpotensi mengakibatkan kejadian diare, dengaan mekanisme sebagai berikut;
pada saat piring atau pakaian dicuci di air sungai secara tidak disadari bakteri
telah mengkontaminasi barang-barang tersebut kemudian digunakan oleh mansia
yang pada akihirnya akan timbul diare.
c. Sanitasi yang buruk
Sanitasi yang buruk akan memungkinkan bakteri untuk berkembang biak dan
mengkontaminasi host. Saniatsi yang buruk yang berpotensi menimbulkan diare
secara tidak langsung maupun secara langsung adalah; tempat pembuangan tinja
yang dekat dengan sumber air, tempat sampah yang tidak di pelihara dengan baik,
dll.
d. Pola hidup yang tidak bersih dan tidak sehat
Pola hidup sangat berperan dalam hal ini, personal hygiene menjadi factor yang
sangat berpengaruh. Perilaku manusia yang umumnya berdampak pada timbulnya
kejadian diare adalah; membuang tinja tidak di tempat yang tepat, tempat
pembuangan sampah yang tidak terpelihara, mengkonsumsi makanan atau
minuman yang basi (atau sudah terkontaminasi).
2.2.7 Pencegahan terhadap Diare
Pencegahan terhadap penyakit diare terbagi atas 3 yaitu; pencegahan primer
(promosi kesehatan dan pencegahan khusus), pencegahan sekunder (diagnosis dini
dan pengobatan yang tepat, dan pencegahan tersier (pencegahan terhadap cacat dan
rehabilitasi).
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan tindakan pencegahan yang pertama kali
dilakukan. Pencegahan ini disasarkan pada host, agent, dan environtment
(lingkungan). Pada prinsipnya, pencegahan primer dilakukan dengan promosi
kesehatan tentang penyakit diare, dan melakukan tindakan pencegahan khusus.
Pencegahan pada host dilakukan dengan mempromosikan tentang pola hidup bersih
dan sehat kepada masyarakat dan meningkatkan imunitas host itu sendiri sehingga
dapat terhindar dari bahaya penyakit. Pencegahan pada agent dilakukan dengan
memberantas agent langsung pada sumbernya dengan melakukan berbagai metode
yang dianggap tepat. Pencegahan pada lingkungan dilakukan dengan memodifikasi
lingkungan dengan tujuan perbaikan lingkungan biologis.
Berikut beberapa tindakan pencegahan primer terhadap penyakit diare;
Penyediaan air bersih
ini merupakan salah satu tindakan yang sangat penting air bersih yang umum
digunakan adalah air permukaan tanah yang tidak tercemar oleh
mikroorganisme. Air bersih harus bersumber dari wadah atau tempat yang
bersih yang jauh dari sumber penyakit (misalnya 10 meter dari septictank, dan
jauh dari kandang peternakan). Penggunaan air bersih juga sebaiknya
dilaksanakan dengan baik misalnya mengambil air dengan gayung atau ember
yang bersih.
Pengadaan dan pemeliharaan tempat pembuangan tinja
tempat pembuangan tinja yang tidak sesuai dengan standard kesehatan
lingkungan akan menimbulkan kemungkinan terjadinya penyakit berbasis
lingkungan. Tempat pembuangan tinja yang sesuai dengan standar kesehatan
adalah; tidak mengotori lingkungan, tidak merusak nilai estetika, tidak
mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan tanah, tidak dapat
dijangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau pada lingkungan sekitar,
mudah digunakan dan dipelihara serta dapat terjangkau oleh masyarakat. Agar
tempat pembuangan tinja tidak merusak lingkungan maka perlu dilakukan
pemeliharaan dan pengelolaan yang tepat. Ada berbagai jenis tempat
pembuangan tinja yang dapat digunakan oleh masyarakat seperti berikut;
jamban cemplung (pit latrine), jamban cemplung berventilasi (ventilation
improved pit latrine), jamban empang (fishpond latrine), jamban pupuk (the
compost privy), septiktank
Peningkatan status gizi
Hal ini akan berpengaruh pada kekebalan tubuh host karena nutrisi akan
berpengaruh pada kelenjar timus yang akhirnya berpotensi pada peningkatan
kekebalan tubuh. Sebuah penelitian kesehatan menyatakan bahwa semakin
buruk status gizi seseorang maka semakin lama diare yang diderita pasien
Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan penyakit yang dapat menular melalui oral (pencernaan). Oleh
sebab itu, kebiasaan mencuci tangan akan berpengaruh pada penularan
penyakit diare dari individu yang satu ke individu yang lainnya. Biasanya
penularan diare melalui tangan terjadi pada ibu-ibu yang baru selesai
membersihkan tinja anaknya. Di pedesaan ibu-ibu cenderung tidak
meggunakan air untuk membersihkan tangan hanya menggunakan kain lap saja
karena mereka menganggap kotoran anak-anak tidaklah terlalu berbahaya bagi
kesehatan. Kebiasaan mencuci tangan akan sangat berpengaruh pada kejadian
diare.
Pemberian ASI eksklusive dan Imuisasi
Hal ini merupakan salah satu tindakan pencegahan kejadian diare pada bayi
atau balita yang sangat rentan terhadap penyakit diare
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder meliputi deteksi penyakit dini yang dilakukan dengan
skrining dan pengobatan tepat (prompt treatment). Pencegahan tingkat ini
difokuskan pada host yang sudah terkena diare dengan harapan untuk mencegah
diare ke tahapan selanjutnya atau menimbulkan cacat bahkan kematian. Tindakan
yang dilakukan berupa deteksi penyakit secara dini dengan memperhatikan gejala-
gejala terjadinya diare, agar diagnosisnya lebih jelas dapat diperiksa ke layanan
kesehatan terdekat untuk mendapatkan hasil yang lebih pasti dan melakukan
pengobatan yang tepat
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tingkat ini merupakan pencegahan terjadinya kecacatan dan
kematian akibat dehidrasi pada penderita diare. Pencegahan ini dilakukan untuk
mengembalikan keadaan kondisi fisik dan psikologis penderita semaksimalnya.
Upaya ini dilakukan dengan meningkatkan konsumsi nutrisi pada penderita untuk
memulihakn kembali fungsi-fungsi tubuh yang terganggu akibat diare, rehabilitasi
dilakukan untuk memulihkan kondisi psikologis penderita yang berpengaruh pada
keadaan mentalnya
2.2.8 Penatalaksanaan terhadap Kejadian Diare
a. Pengobatan diare pada diare akut; pada prinsipnya pengobatan diare dilakukan
dengan menghilangkan penyebab diare yaitu antimikroba yang sesuai dengan
etiologi penyakitnya.
Beberapa terapinya adalah sebagai berikut:
Terapi supportif atau simptomatik; terapi inni dilakukan dengan pemberian
kalori (intake kalori) sesuai kebutuhan sebagai energy untuk menghasilkan
enterosit yang sudah rusak. Pada prinsipnya obat ini bekerja dengan
mengurangi volume feses dan frekuensi diare atau dapat disebut dengan
menyerap air
Oral rehydration solution; pengobatan jenis ini dikenal dengan oralit yang
pemberiannya melalui oral
b. Pengobatan diare pada diare kronis; pengobatan diare kronik dberikan obat seperti
loperamid, klonidin, kodein, octreotide, dhyphenoxylat, cholestiramin.
2.2.9 Distribusi dan Frekuensi Penyakit Diare
Berdasarkan data profil kesehatan Kota Palembang Tahun 2008, melalui
pengamatan terhadap angka kesakitan dari tahun ke tahun dapat diketahui bahwa
sepuluh penyakit terbanyak pada kunjungan rawat jalan puskesmas Kota Palembang
masih didominasi penyakit infeksi dan penyakit menular.
Jumlah Kasus Penderita Diare Kota Palembang
Tahun 2004 – 2008
No. TahunJumlah Kasus
% CakupanPenderita Meninggal
1. 2004 43.842 0 57,9
2. 2005 49.027 0 61,65
3. 2006 53.429 0 66,5
4. 2007 46.738 0 57,8
5. 2008 33.588 0 58,7
Dari grafik diatas menunjukkan bahwa kasus diare tertinggi tahun 2006 yaitu
53.429 kasus dan terendah tahun 2004 yaitu 43.842 kasus.
Dari data profil kesehatan Kota Palembang Tahun 2008, dapat ditarik
beberapa informasi penting, yaitu:
1. Angka kesakitan berbagai kasus penyakit menular mengalami penurunan dari
tahun sebelumnya. Jumlah kasus diare pada tahun 2008 adalah 33.588 mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan kasus tahun 2007 yaitu sebesar 46.738
kasus, jumlah kasus diare pada balita tahun 2008 yaitu 26.891 kasus sedangkan
kasus diare pada balita tahun 2007 sebesar 23.715 kasus.
2. Pencapaian keluarga yang memiliki akses air bersih pada tahun 2008 meningkat
menjadi 80 % namun pencapaian indikator akses air bersih masih dibawah target
yang ditetapkan (Indonesia Sehat 2010) yaitu 85%.
3. Presentase rumah tangga PHBS pada tahun 2008 adalah 50.67% meningkat
dibandingkan tahun 2007 yaitu 33.70 tetapi masih dibawah target Indonesia Sehat
2010 (65%).
Recommended