View
243
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
GALATAMA 1979 – 1994
( PERKEMBANGAN SEPAK BOLA
NON AMATIR DI INDONESIA )
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh:
ERIK DESTIAWAN
NIM. C0502011
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
GALATAMA 1979 – 1994
( PERKEMBANGAN SEPAK BOLA
NON AMATIR DI INDONESIA )
Disusun oleh:
ERIK DESTIAWANNIM. C0502011
Telah Disetujui oleh Pembimbing :
Pembimbing
Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M.HumNIP.19730613 200003 2002
Mengetahui:
Ketua Jurusan Sejarah
Dra. Sri Wahyuningsih, M.HumNIP. 19540223 198601 2001
iii
GALATAMA 1979 – 1994
( PERKEMBANGAN SEPAK BOLA
NON AMATIR DI INDONESIA )
Disusun oleh:ERIK DESTIAWAN
C0502011
Telah Disetujui Oleh Tim Penguji SkripsiFakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Tanggal 2010
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua
Sekretaris
Penguji I
Penguji II
Dra. Sri Wahyuningsih, M.HumNIP. 19540223 198601 2001
Dra. Sawitri Pri Prabawati, M. PdNIP. 19580601 198601 2001
Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M.HumNIP.19730613 200003 2002
Drs. Supariadi, M.HumNIP. 19620714 198903 1002
........................................
.........................................
.........................................
.........................................
Dekan,Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M.A.NIP. 19530314 198506 1001
iv
PERNYATAAN
Nama : ERK DESTIAWANNIM : C 0502011
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul GALATAMA 1979 – 1994 (Perkembangan Sepakbola Non Amatir di Indonesia) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, April 2010Yang membuat pernyataan,
Erik Destiawan
v
MOTTO :
Bersyukurlah pada Yang Maha Kuasa
Hargailah orang-orang yang menyayangimu, yang selalu ada setia di sisimu
Siapapun yang engkau pernah sakiti,
dalam pencarian jati diri dan semua yang engkau impikan
Tegarlah sang pemimpi!
( Gigi - Sang Pemimpi )
I will do my best and God will take the rest
( Penulis )
vi
PERSEMBAHAN :
Skripsi ini penyusun persembahkan kepada:
Ayah, ibu dan kedua adikku tercinta
Semua orang yang mencintai sepak bola Indonesia
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas berkah,
rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“GALATAMA 1979 – 1994 (Perkembangan Sepakbola Non Amatir di
Indonesia)”. Skripsi ini penulis ajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai
gelar Sarjana Sejarah pada Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan dan
hambatan. Namun berkat bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak,
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini walaupun masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setulus-
tulusnya kepada:
1. Drs. Sudarno, MA. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Sastra
dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M.Hum. selaku pembimbing skripsi yang
dengan tekun, teliti dan sabar telah membimbing penulis dalam menyusun
skripsi ini.
4. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd. selaku pembimbing akademis yang telah
memberikan bimbingan selama penulis menjalani studi di Fakultas Sastra dan
Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
viii
5. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu
selama penulis kuliah.
6. Para informan yang telah membantu memberikan informasi yang sangat
berharga sebagai bahan penulisan skripsi
7. Bapak, ibu dan kedua adikku yang tidak kenal lelah memberi dorongan dan
semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Keluarga besar mahasiswa Ilmu Sejarah FSSR UNS khususnya teman-teman
angkatan 2002.
9. Keluarga Bp. Teguh di Depok atas bantuannya selama penulis mencari data
sebagai bahan skripsi di Jakarta, khususnya Stefanus Yugo
10. Sahabat-sahabat setia yang selalu memberi semangat agar tidak menyerah
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang dengan segala
upaya dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini sangat jauh
dari sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun
dan menyempurnakan sekripsi ini sangat penulis harapkan. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan jika ada kesalahan
dan kekurangan dalam tulisan ini penulis mohon maaf sebesar-besarya.
Surakarta, April 2010
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ..................................................................... .............................. i
PERSETUJUAN ..................................................................................... ii
PERNYATAAN...................................................................................... iii
MOTTO .................................................................................................. iv
PERSEMBAHAN................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
DAFTAR ISI........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................... …… xii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH .............................................. xiii
ABSTRAK ............................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 8
E. Kajian Pustaka.................................................................... 8
F. Metode Penelitian............................................................... 10
G. Sistematika Penulisan ........................................................ 13
BAB II LATAR BELAKANG LAHIRNYA GALATAMA
A. Sepakbola Masa Perserikatan …………………………… 14
B. Peran Perserikatan Dalam Sepak Bola Indonesia ………... 21
C. Lahirnya Galatama ............................................................. 23
BAB III PERKEMBANGAN GALATAMA
A. Peraturan Dasar Galatama.................................................. 30
B. Perkembangan Kompetisi Galatama.................................. 32
x
1. Kompetisi I Galatama .................................................... 32
2. Kompetisi II Galatama .................................................. 35
3. Kompetisi III Galatama ................................................. 38
4. Kompetisi IV Galatama ………………………………. 41
5. Kompetisi V Galatama ………………………………. 44
6. Kompetisi VI Galatama ………………………………. 46
7. Kompetisi VII Galatama ……………………………… 49
8. Kompetisi VIII Galatama …………………………….. 51
9. Kompetisi IX Galatama ………………………………. 52
10. Kompetisi X Galatama ……………………………… 55
11. Kompetisi XI Galatama ……………………………… 56
12. Kompetisi XII Galatama …………………………… 57
13. Kompetisi XIII Galatama …………………………… 59
14. Lahirnya Liga Indonesia ……………………………… 60
C. Permasalahan Dalam Galatama …………………………… 60
1. Permasalahan Suap di Galatama ……………………… 60
2. Permasalahan Wasit di Galatama……………………… 67
3. Sponsor dan Pendanaan Kompetisi Galatama ………… 68
4. Catatan Lain di Galatama ……………………………… 71
a. Larangan Pemain Asing di Galatama ………………. 71
b. Pengakuan Luar Negeri atas Pemain Galatama ……. 74
BAB IV PERAN GALATAMA DALAM SEPAKBOLA INDONESIA
A. Peran Galatama dalam Pembinaan Sepakbola .................. 76
1. Pembinaan Melalui Kompetisi Reguler ………………. 77
2. Pembinaan dan Pembibitan Pemain Usia Dini ……….. 78
3. Klub Sebagai Pusat Pembangkit Kemajuan ………….. 79
B. Peran Galatama dalam meningkatkan Kesejahteraan
Pemain................................................................................ 80
C. Peran Galatama dalam Menbantu PSSI Meraih Prestasi .... 82
xi
1. Galatama Sebagai Sumber Utama Rekrutmen
Pemain Nasional .................................................................. 82
2. Galatama Sebagai Wakil PSSI di Turnamen Internasional 83
D. Peran Galatama Sebagai Landasan ke Arah
Sepakbola Profesioanal ....................................................... 84
BAB V KESIMPULAN........................................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 89
DAFTAR INFORMAN............................................................................ 92
LAMPIRAN............................................................................................ 94
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran1.Peraturan Dasar Lembaga Sepakbola Utama ….............................. 94
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.Klasemen Akhir Kompetisi I Galatama............................................... 34
Tabel 2. Klasemen Akhir Kompetisi II Galatama …........................................ 36
Tabel 3. Klasemen Akhir Kompetisi III Galatama …...................................... 39
Tabel 4. Klasemen Akhir Kompetisi IV Galatama …...................................... 42
Tabel 5. Klasemen Akhir Kompetisi V Galatama …....................................... 45
Tabel 6. Klasemen Akhir Kompetisi VI Galatama …...................................... 49
Tabel 7. Klasemen Akhir Kompetisi VII Galatama ….................................... 50
Tabel 8. Klasemen Akhir Kompetisi VIII Galatama …................................... 51
Tabel 9. Klasemen Akhir Kompetisi IX Galatama …..................................... 54
Tabel 10. Klasemen Akhir Kompetisi X Galatama …......................................55
Tabel 11. Klasemen Akhir Kompetisi XI Galatama …................................... 57
Tabel 12. Klasemen Akhir Kompetisi XII Galatama …................................. 58
Tabel 13. Klasemen Akhir Kompetisi XIII Galatama ….... .......................... 59
xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
AD/ART : Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga
AFC : Asian Football Confederation
BPD Jateng : Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah
Galatama : Lembaga Sepakbola Utama
Galatama : Liga Sepakbola Utama
Home Away : Pertandingan yang dilakukan di kandang sendiri dan lawan
Home Base : Wisma administrasi dan latihan dari klub (home ground)
KTB : Krama Yudha Tiga Berlian
PSSI : Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia
Liga : Pengurus liga atau yang berkaitan dengan liga Galatama
Round Robin : Mirip Home Away tapi dapat dilaksanakan ditempat netral
Sintelbaan : Bagian pinggir atau tepi dari lapangan sepak bola
Stedenwedsrtyden :pertandingan antar kota tahunan dan secara bergiliran tiap
kota menjadi pemyelenggara.
Striker : Penyerang atau posisi depan dalam formasi sepak bola
TPPKS : Tim Peneliti dan Penganggulangan Kasus Suap
Top scorer : Pencetak gol terbanyak
UMS 80 : Union Makes Strengh 80
xv
ABSTRAK
Erik Destiawan. C0502011. 2010. GALATAMA 1979 – 1994 (Perkembangan Sepakbola Non Amatir di Indonesia). Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarata.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Apa yang melatarbelakangi kompetisi sepak bola non-amatir Galatama oleh PSSI? (2) Bagaimana proses berlangsungnya kompetisi Galatama dan aspek apa saja yang mempengaruhi selama musim kompetisi Galatama? (3) Apa pengaruh Galatama dalam sepak bola nasional Indonesia? (4) Faktor apa saja yang menyebabkan kompetisi sepak bola non-amatir Galatama dibubarkan oleh PSSI? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahapan:Pertama, Heuristik, yaitu tahap pengumpulan sumber dokumen; kedua, kritik sumber/kritik sejarah, adalah menilai atau mengkritik sumber itu, baik itu ekstern maupun intern; ketiga, interpretasi, yaitu penafsiran sumber yang dapat dipercaya; keempat,historiografi, adalah penulisan sejarah sebagai suatu kisah
Hasil penelitian menggambarkan bahwa Galatama merupakan proses perkembangan sistem manajemen dan kompetisi dalam sepak bola Indonesia pada tahun 1979 -1994 sebagai terobosan bagi PSSI untuk dapat kembali berprestasi di ajang internasional. Galatama telah menggelar 13 kompetisi reguler selama 15 tahun. Eksistensi klub-klub Galatama banyak dipengaruhi kondisi finansial klub atau perusahaan yang menaungi. Kasus suap juga melanda banyak klub Galatama, sehingga membuat beberapa pemain dikenakan sanksi dari PSSI.
Sebagai bagian dari PSSI, Galatama memikul kewajiban dalam membina sepak bola Indonesia. Selain melalui sistem kompetisi reguler, pembibitan pemain dari usia dini dan menjadikan klub sebagai pembangkit kemajuan sepak bola merupakan agenda utama pembinaan di Galatama. Galatama turut membantu meningkatkan kesejahteraan pemain sepak bola. Galatama memberikan bayaran dalam bentuk gaji dalam jumlah yang lebih besar daripada Perserikatan. Terkait pencapaian prestasi PSSI di ajang internasional, Galatama senantiasa menyumbangkan pemain-pemain terbaik di tim nasonal. Klub juara Galatama berperan sebagai wakil PSSI di kejuaraan Asia. Beban biaya kompetisi dan pengelolaan klub yang besar membuat satu persatu klub Galatama bubar. Jumlah penonton yang sedikit menambah klub semakin sulit bertahan dalam kompetisi. Untuk menjaga eksistensi klub Galatama agar tetap bertahan ditengah kondisi keuangan yang sulit, PSSI melebur Galatama dan Perserikatan kedalam wadah baru bernama Liga Indonesia pada tahun 1994.
xvi
ABSTRACT
Erik Destiawan. C0502011. 2010.Galatama 1979 - 1994 (Non-Amateur Football Development in Indonesia). Thesis: Department of History Faculty of Letter and Fine Arts Sebelas Maret University Surakarata
Problems in this study were (1) What is behind the competition of non-amateur football Galatama by PSSI? (2) How is the ongoing competition Galatama and aspects of what influences during Galatama season? (3) What Galatama influence in the Indonesian national football team? (4) What factors cause the competition of non-amateur football team was disbanded by the PSSI Galatama? The method used in this research is the history of the following phases: First, heuristics, namely the collection phase of the source document; second, source criticism / historical criticism, is a judge or criticize those sources, both external and internal; third, interpretation, that is the interpretation of the source wich can be trusted; fourth, historiography, the writing of history as a story
The results illustrate that Galatama an development process of competition system and football management in Indonesia at 1979 -1994 as a breakthrough for PSSI to be re-achievers in the international arena. Galatama has held the 13th regular competitions for 15 years. Galatama clubs existence is heavily influenced financial condition or companies that overshadowed the club. Bribery cases Galatama also affected many clubs, so made some penalized players from PSSI.
As part of PSSI, Galatama assume liability in managing of Indonesian football. Aside from regular competition system, seeding the players from an early age and made progress generating football club as a main agenda in Galatama coaching. Galatama also helped improve the welfare of football players. Galatama provided in the form of salaries paid in amounts greater than United. PSSI related achievements in the international arena, Galatama always donate the best players in the national team. Galatama champions serve as vice of PSSI in the Asian championships. Big amount of competition and the management costs of the clubs to make one by one Galatama club disbanded. The number of spectators who add to the club a little more difficult to survive in the competition. To maintain the club's existence of Galatama to survive amid a difficult financial condition, PSSI Perserikatan. melt Galatama and Perserikatan into a new container called Liga Indonesia in 1994.
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sepak bola merupakan olah raga yang populer dalam masyarakat
Indonesia, juga di seluruh dunia. Orang rela berdesak-desakan di tribun stadion,
berpawai di jalanan, dan begadang di depan televisi sampai dini hari. Orang juga
rela membeli dan memakai segala pernak-pernik sepak bola, seperti kaos beserta
nomor punggung pemain kesayangan, celana, stiker, dan foto-foto para jagoan
lapangan hijau ini. Tidak cukup sampai di situ. Di sepanjang sejarah
perjalanannya, olah raga ini tidak pernah sepi dari gesekan ideologi, kekuasaaan,
bisnis, rasial, hegemoni kultural dan juga gender.
Sepak bola telah menjadi budaya yang dapat menimbulkan gairah untuk
turut serta yang luar biasa di antara penggemarnya. Daya tarik lintas budaya sepak
bola meluas, dari budaya orang tertentu di Eropa dan Amerika Selatan ke
khalayak kebanyakan di Australia, Afrika, Asia dan bahkan Amerika Serikat.
Profil lintas kelas permainan ini di negara Latin mulai ditiru di Eropa Utara dan
wilayah sepak bola baru lainnya. Sepakbola juga menunjukkan beragam
xviii
keterlibatan dari kaum perempuan di antara pemain, penonton, komentator, dan
ofisial dalam perkembangannya1
Sejauh ini popularitas sepak bola masih tetap terjaga. Termasuk di
Indonesia dan kawasan Asia yang lainnya. Bangsa Belanda merupakan yang
pertama kali memperkenalkan olah raga ini di Indonesia melalui pegawai mereka
yang bekerja di
1
Richard Giulianotti, 2006, Kata Pengantar dalam Sepak Bola Pesona Sihir Permainan Global, Yogyakarta: Apeiron Philotes, halaman v
xix
instansi pemerintah Hindia Belanda. Mereka memilih permainan yang tengah
populer di Eropa saat itu sebagai sarana rekreasi dan menjaga kebugaran.
Pada mulanya sepak bola hanya dapat dilakukan oleh orang-orang Barat,
terutama Belanda. Kemudian diikuti oleh orang-orang Tionghowa dan baru orang-
orang bumiputra, namun hal tersebut terbatas bagi orang bumiputra yang setaraf
dengan bangsa Belanda. Ketenaran sepak bola yang semula hanya sebagai sarana
pelepas lelah, melatih ketangkasan, ketrampilan, dan daya tahan, mulai mendapat
perhatian serius. Muncul keinginan dari karyawan-karyawan, pegawai-pegawai,
sedadu-serdadu, pelaut-pelaut yang aktif bermain bola untuk membentuk klub-
klub atau perkumpulan-perkumpulan. Klub sepak bola pertama muncul di
Indonesia adalah Road-Wit pada tahun 1884 dan Victory di Surabaya dua tahun
sesudahnya. Semenjak saat itu muncullah klub-klub sepak bola yang terbentuk di
kantor atau dinas-dinas pemerintah, maskapai-maskapai perdagangan dan
lembaga-lembaga pemerintah.
Pada masa berikutnya klub-klub sepak bola yang terbentuk di kota-kota
pusat kekuasaaan Belanda membentuk bond-bond sepak bola, yakni West Java
Voetbal Bond, Soerabajas Voetbal Bond, Bandung Voetbal Bond dan Semarang
Voetbal Bond. Pada tahun 1914 di Semarang untuk pertama kali diadakan
kejuaraan antar klub-klub lokal empat kota utama di Jawa: Batavia, Bandung
Surabaya, dan Semarang. Pertandingan semacam itu awalnya diurus oleh komite
ad hoc salah satu anggota keempat bond sepak bola, baru pada atahun 1919
xx
dibentuklah Nedherlandsch Indische Voetbal Bond ( NIVB ) untuk mengorganisir
pertandingan antar kota tahunan dengan aturan tetap. 2
Dalam perkembanganya NIVB lebih banyak memperhatikan klub-klub
bangsa Belanda sendiri yang ada di Hindia Belanda, sehingga persepakbolaan
bumiputra dan Tionghowa tidak begitu mendapat perhatian bahkan lebih dianggap
sebagai sepak bola rendahan. Atas keadaan ini kalangan bumi putra dan
Tionghowa masing-masing bertekad untuk mendirikan lembaga sepak bola yang
independen dan mandiri terhadap NIVB. Keinginan itu terwujud dengan
dibentuknya PSSI (Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia) pada 19 April 1930.
Organisasi-organisasi sepak bola nasional yang telah ada sebelumnya dilebur ke
dalam PSSI. Tujuan dari PSSI adalah untuk mengimbangi monopoli NIVB yang
dianggap tidak mampu mengakomodasi kepentingan dan eksisitensi sepak bola
bumiputra. Anggota PSSI adalah perserikatan di setiap kotamadya yang sekurang-
kurangnya mempunyai lima perkumpulan sepak bola.
Pada 1931, kompetisi Perserikatan mulai diperkenalkan. Sebuah kompetisi
amatir yang diikuti oleh perserikatan mewakili daerahnya masing-masing. Selama
48 tahun Perserikatan adalah satu-satunya kompetisi tingkat nasional di Indonesia.
Baru pada tahun 1979 sepak bola Indonesia memasuki era Galatama ( Liga Sepak
Bola Utama ). Galatama secara konsep bersifat semi-profesional atau non-amatir.
Galatama beranggotidakan klub-klub swasta dan sistem kompetisi yang digelar
menggunakan sistem liga (secara penuh) sesuai dengan namanya. Galatama dapat
dikatidakan sebagai sebuah revolusi dalam kompetisi dan pembinaan klub sepak
2
S. Agustina Palupi, 2004, Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920 -1942. Yogyakarta: Ombak, halaman 25-27.
xxi
bola di Indonesia. Betapa tidak, dibandingkan dengan Perserikatan, satu-satunya
barometer sepak bola nasional yang ada sebelumnya, Galatama membawa
perubahan besar yang begitu mendasar. Sebagai contoh: Sistem kompetisi yang
digunakan adalah format liga dalam satu wilayah. Setiap tim dalam satu wilayah
yang mengikuti Galatama demikian dipastikan akan saling bertemu. Tidak
disangsikan lagi bahwa yang menjadi juaranya adalah best of the best.
Pertandingan seleksi, kepemilikan tim yunior, dukungan dana yang kuat lewat
garansi bank dan pengelolaan klub secara profesional adalah contoh lain mengapa
Galatama hadir dengan membawa nuansa baru bagi sepak bola Indonesia. Klub-
klub Galatama didukung perusahaan yang besar pada saat itu. Misalnya
Pardedetex dan kelompok usaha Pardede, Krama Yudha dengan kelompok Krama
Yudha Tiga Berlian, Warna Agung dengan perusahaan cat Warna Agung. Mereka
itulah yang menjadi sponsor bagi klub masing-masing. Terakhir di akhir 1980-an
sejumlah BUMN masuk untuk mendanai klubnya seperti Semen Padang dan
Pupuk Kaltim.
Dari segi pendanaan, era Galatama lebih baik karena tidak mengandalkan
uang rakyat. Klub-klub Galatama berada di bawah perusahaan-perusahaan bonafid
atau sponsor yang memang mempunyai dana promosi yang besar. Klub yang
tergabung dalam kompetisi diwajibkan untuk menyetorkan sejumlah uang sebagai
bank garansi dalam partisipasi mereka dalam kompetisi. Manajemen klub juga
diminta untuk menjadi badan hukum. Sejumlah pemain asing berkualitas seperti
Jairo Matos (Pardedetex Medan) dan Fandy Ahmad (Niac Mitra) hadir di
Indonesia. Penggunaan pemain asing yang diharapkan mampu mendongkrak
xxii
kualitas permainan juga turut menggairahkan minat dan antusiasme para pecinta
sepak bola untuk menonton pertandingan Galatama.
Galatama sempat dianggap sebagai tempat yang menjanjikan
kesejahteraan bagi pemainnya, dengan bergabung dengan klub-klub Galatama
setidaknya mereka mendapatkan bayaran yang lebih baik dibandingkan jika
mereka memperkuat klub-klub Perserikatan. Hal ini jelas karena kebanyakan
anggota Galatama adalah klub-klub kaya. Juga Galatama dianggap sebagai
'universitas' nya sepak bola dan Perserikatan adalah ‘sekolah’ yang membina
pemain sebelum terjun ke Galatama. Semenjak saat itu juga kompetisi sepak bola
nasional terasa terbagi menjadi dua kutub. Galatama dan Perserikatan, masing-
masing berjalan secara pararel sebagai dua kompetisi dengan format yang
berbeda3.
Galatama memiliki muara yang sama dengan Perserikatan sebagai sebuah
sistem kompetisi, yaitu turut mewujudkan tujuan PSSI dalam membangun dan
meningkatkan kualitas persepakbolaan nasional dengan semangat persaudaraan,
persahabatan, kejujuran, sportivitas, nasionalisme dan profesionalisme.4 Galatama
memberikan andil besar dalam kemajuan sepak bola nasional. Banyak pemain
terbaik Galatama yang dipangil untuk memperkuat tim nasional. Sebagai contoh:
Bambang Nurdiansyah, pencetak gol terbanyak empat musim berturut turut dari
klub Yanita Utama dan Kramayudha Tiga Berlian, libero berpengalaman dari
Niac Mitra Surabaya, Heri Kiswanto, penyerang berbakat Ricky Yacobi dan
3
Sumohadi Marsis, 1992, Sepakbola Kita dalam Catatan Ringan, Jakarta: PT. Gramedia, halaman 7.
4Pedoman Dasar PSSI Bab I pasal 3.
xxiii
masih banyak nama-nama lain yang berasal dari Galatama. Bahkan PSSI melalui
tim nasional di era Galatama mampu mencatat prestasi mengagumkan di level
internasional, yaitu juara SEA Games pada tahun 1987 di Jakarta dan 1991 di
Manila
Penelitian ini akan membahas tentang kompetisi Galatama yang
diselenggarakan dari tahun 1979 – 1994. Rentang waktu tersebut dimulai pada
tahun 1979 saat pertama kali digelar kompetisi Galatama dan 1994 adalah masa
akhir dari Galatama, ketika PSSI menggabung Galatama dan Perserikatan menjadi
satu bernama Liga Indonesia dan mengubah status klub menjadi 'profesional'.
Pada awal kompetisi, Galatama mendapatkan sambutan luar biasa dari masyarakat
dan dianggap lebih bergengsi dari pada Perserikatan. Ada beberapa catatan buruk
terkait Galatama. Galatama dari tahun ke tahun mengalami pasang surut kualitas.
Terlebih sejak dikeluarkannya larangan bermain bagi pemain asing, kemudian
adanya kecurigaan pengaturan skor pertandingan oleh beberapa klub, dan juga isu
suap, Galatama bukan hanya ditinggalkan penonton, satu per satu klub pesertanya
mengundurkan diri.5 Selain itu, sejumlah persyaratan yang ketat yang
diberlakukan pada klub kala itu tidak diikuti dengan ketegasan turut menjadi
penyebab kemunduran
Galatama sempat dilanda isu suap yang parah di awal tahun 1980-an. Kekalahan
besar klub-klub tertentu dari klub lain sebagai salah satu indikasinya.
PSSI mengeluarkan keputusan bahwa pemain asing dilarang untuk
bermain di Galatama mulai kompetisi III. Akhirnya kompetisi yang berdesain pro
5
http://id.wikipedia.org/wiki/Galatama
xxiv
itu mulai ditinggalkan penonton. Inilah awal kehancuran klub tersebut. Jumlah
peserta yang semula 18 klub terus menciut. Sebagai contoh BBSA Tama adalah
klub pertama yang mundur dari kompetisi perdana.
Selanjutnya Galatama kehilangan wibawa dibanding kompetisi
Perserikatan yang mengutamakan persaingan dan fanatisme kedaerahan. Sponsor
dan penonton tidak datang, sementara masalah terus muncul. Meski dikelola
dengan profesional, Galatama tidak kuat untuk terus bertahan di tengah situasi
yang tidak menguntungkan. Akhirnya ide peleburan antara Galatama dan
perserikatan muncul tahun 1994 dan bertahan hingga kini.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dan penelitian yaitu :
1. Apa yang melatarbelakangi kompetisi sepak bola non-amatir Galatama
oleh PSSI ?
2. Bagaimana proses berlangsungnya kompetisi Galatama dan aspek apa
saja yang mempengaruhi selama musim kompetisi Galatama ?
3. Apa pengaruh Galatama dalam prestasi dan kualitas sepak bola nasional
Indonesia ?
4. Faktor apa saja yang menyebabkan kompetisi sepak bola non-amatir
Galatama dibubarkan oleh PSSI ?
C. Tujuan Penelitian
xxv
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui latar belakang digelarnya Galatama sebagai kompetisi
sepak bola non-amatir oleh PSSI
2. Untuk mengetahui proses berlangsungnya kompetisi Galatama dan dan
aspek–aspek apa saja yang mempengaruhi selama musim kompetisi
Galatama
3. Untuk mengetahui pengaruh Galatama dalam prestasi dan kualitas sepak
bola nasional Indonesia
4. Untuk mengetahui faktor-faktor menyebabkan kompetisi sepak bola non-
amatir Galatama dibubarkan oleh PSSI
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaaat baik secara
langsung maupun tidak langsung bagi berbagai pihak. Pertama, hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan kepada peneliti lain yang ingin meneliti
lebih lanjut tentang penelitian sejenis. Kedua, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi tentang Galatama ( Liga Sepak Bola Utama ) dan
kaitannya dengan sepak bola Indonesia. Ketiga, hasil penelitian ini diharapkan
dapat berguna menambah wawasan pengetahuan sejarah sosial yang bertemakan
olahraga
xxvi
E. Kajian Pustaka
Dalam penelitian ini, untuk mendukung dan membahas permasalahan-
permasalahan, maka digunakan beberapa literatur sebagai pedoman dan acuan
untuk landasan berpikir. Literatur tersebut diharapkan dapat membantu
memecahkan permasalahan-permasalahan pokok yang akan diteliti. Adapun yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Buku PSSI Alat Perjuangan Bangsa, karya Eddi Elison tahun 2005.
Dalam buku tersebut Eddi menguraikan sejarah panjang dari ‘kehidupan’ PSSI
semenjak dari masa kolonial hingga era futsal. Perjalanan panjang dari sepak bola
nasional dapat ditemukan disini meskipun tidak begitu detail. Dalam salah satu
bab dari buku ini bercerita bagaimana ketika sepak bola Indonesia memasuki era
Liga. Galatama, Galakarya, Galanita, Galasiswa hingga Ligina dijelaskan secara
deskriptif kronologis. Menurutnya, Galatama adalah sebuah babak menuju
profesional bagi sepak bola Indonesia yang sebelumnya berkutat dengan
pembinaan ala Perserikatan. Meskipun tidak sepenuhnya profesional lantaran
masih merupakan batu pijakan ke arah tersebut. Namun, di dalam buku ini, tidak
dijelaskan mengenai pengaruh Galatama terhadap prestasi dan kualitas tim
nasional sepak bola Indonesia dan hal teknis semacam keterkaitan Galatama
terhadap tingkat kesejahteraan olahragawan utamanya yang berasal dari sepak
bola apabila dibandingkan dengan Perserikatan
Sebuah buku terbitan PSSI pada tahun 2001 dengan judul 70 Tahun PSSI:
Mengarungi Millenium Baru. Buku ini dapat dianggap sebagai potret perjalanan
PSSI semenjak masa kolonial hingga menjelang millenuim baru. Pergulatan sepak
xxvii
bola nasional di bawah PSSI merupakan sebuah lembaran panjang yang layak
menjadi bagian dari sejarah negeri ini. Perjuangan awal organisasi di masa-masa
sulit, jatuh bangun prestasi sepak bola nasional, profil tokoh PSSI dan pemain
yang telah memberikan yang terbaik bagi sepak bola nasional ditulis secara
kronologis. Buku ini layak menjadi sebuah pengantar untuk membuat penulisan
lebih lanjut tentang galatama yang diuraikan dalam sebuah bab tersendiri sebagai
bagian dari agenda PSSI untuk mengangkat kembali prestasi sepak bola yang
sempat terpuruk sekaligus memperkenalkan sebuah konsep sepak bola profesional
di Indonesia. Namun tidak dijelaskan bagaimana keterkaitan Galatama dengan
kualitas prestasi sepak bola nasional.
Sebuah buku dari PSSI pada than 1979 yang berjudul Galatama
Sepakbola: Mencatat Sejarah. Buku yang merupakan buku panduan tentang
kompetisi Galatama di musim pertamanya. Buku ini memuat tentang peraturan
organisasi Lembaga Sepakbola Utama (Galatama). Juga disertai profil tentang
klub-klub yang akan berlaga di kompetisi perdana Galatama. Galatama menurut
buku ini adalah suatu hal baru dalam sepak bola di Indonesia, sebuah catatan baru
dalam persepakbolaan Indonesia. Sebagai sebuah lembaga yang muncul oleh
semangat profesionalisme yang didukung oleh pihak-pihak swasta dengan
dukungan dana yang kuat untuk dapat memajukan sepak bola nasional melalui
sebuah kompetisi yang berkualitas. Semua klub yang tergabung dalam Galatama
sebelumnya berada dibawah divisi Perserikatan. Level klub-klub terangkat
menjadi setara dengan Perserikatan setelah terbentuknya Galatama. Hampir semua
pemain bintang yang ada di Perserikatan ditarik ke dalam klub-klub Galatama.
xxviii
Layaknya sebuah pengantar, buku ini kurang dapat menjelaskan peran swasta
lebih jauh di musim kompetisi berikutnya dan apakah swasta satu-satunya faktor
pendukung jalanya kompetisi di kemudian hari bagi Galatatama itu sendiri dan
klub-klub yang tergabung didalamnya.
Sebagai tambahan, ada sebuah penelitian sejenis yang mendukung skripsi
ini. Penelitian skripsi dari Srie Agustina Palupi yang kemudian diterbitkan dalam
bentuk buku pada tahun 2004 berjudul “Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920 –
1942”. Buku ini memberikan informasi yang cukup mengenai sepak bola
Indonesia pada masa Perserikatan yang menjadi pembangkit semangat persatuan
dan nasionalisme pribumi., yang menjadi bahasan dalam skripsi ini khususnya bab
II.
F. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian tentu perlu adanya dukungan dari suatu metode,
karena peranan sebuah metode dalam suatu penelitian ilmiah sangat penting.
Sebab berhasil tidaknya tujuan yang hendak dicapai, tergantung dari metode yang
akan digunakan. Dalam hal ini, suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan
kesesuaiannya dengan objek yang diteliti.. Sehubungan dengan upaya ilmiah,
maka metode menyangkut masalah kerja yaitu cara kerja untuk memahami objek
yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.6
6
Koentjaraningrat, 1983, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT. Gramedia, halaman 7.
xxix
Sesuai dengan tema permasalahan yang akan dibahas, maka metode yang
digunakan adalah metode sejarah. Menurut Nugroho Notosusanto, metode sejarah
adalah serangkaian prinsip-prinsip atau aturan yang sistematis yang dimaksudkan
memberi bantuan secara efektif di dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan bagi
penulisan sejarah, menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu sintesa
dari pada hasil-hasilnya dalam bentuk tertulis.7 Metode historis ini terdiri dari
empat tahap yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Pertama, adalah
heuristik, yaitu suatu proses mencari dan menemukan sumber-sumber atau data
bagi penelitian sejarah.
Pengumpulan data yang diperoleh dari penggunaan studi dokumen yang
merupakan data primer, ini sangat penting bagi penelitian sejarah karena dalam
dokumen tersimpan sejumlah fakta yang berguna. Data diperoleh dari Persatuan
Sepakbola Seluruh Indonesia, Komite Olahraga Nasional Indonesia, Badan Liga
Indonesia dan Perpustidakaan Nasioal Republik Indonesia yang ada di Jakarta,
serta Monumen Pers Surakarta. Sumber tertulis yang digunakan adalah dokumen
dan surat kabar. Dokumen yang digunakan adalah Katalogus Olahraga Indonesia
1987, Laporan Empat Thaunan PSSI 1983 – 1987 dan Peraturan Organisasi
tentang Lembaga Sepakbola Utama. Surat kabar yang digunakan sebagai sumber
adalah Pos Kota edisi Januari 1977 sampai dengan Desember 1994 dan majalah
Tempo Tahun 1979 – 1994.
Selain itu juga diperlukan sumber lisan guna mendukuung bahan
penulisan. Hal tersebut diperoleh dengan wawancara dengan narasumber yang
7
Nugroho Notosusanto, 1978, Masalah Penelitian Sejarah: Suatu Pengalaman, Jakarta: Yayasan Idayu, halaman 11.
xxx
berkompeten dan valid atas informasi yang diberikan terkait dengan tema
penulisan skripsi. Nama dari informan tersebut adalah Ronny Pattinasarani,
Iswadi Idris, Risdiyanto, John Halmahera, Sofyan Hadi, Rudi William Keltjes,
Memed Permadi dan Eduard Tjong. Pengumpulan data yang lain adalah dengan
studi pustaka yaitu dengan membaca buku, majalah, dan literatur lainnya yang
berkaitan dengan topik permasalahan yang akan dikaji.
Kedua, adalah kritik sumber, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik
ekstern adalah untuk mencari otentisitas sumber tertulis, sedangkan kritik intern
adalah untuk membuktikan bahwa isi dari suatu sumber itu memang dapat
dipercaya. Ketiga, adalah interpretasi yaitu penafsiran keterangan yang saling
berhubungan dari fakta-fakta yang diperoleh dan merangkainya. Keempat, adalah
historiografi yaitu menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk kisah
sejarah atau penulisan sejarah.8 Disinilah pemahaman dan interpretasi atas fakta-
fakta sejarah itu ditulis dalam bentuk kisah sejarah yang menarik dan masuk akal.
Dalam hal ini historiografi merupakan penulisan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini menggunakan sumber tertulis sebagai sumber utama
dan saling mengaitkan data yang diperoleh dari sumber tersebut sehingga saling
melengkapi. Validitas dan objektifitas data yang diperoleh dari sumber juga turut
diperhatikan, sehingga diperoleh fakta yang benar atau mendekati kebenaran. Hal
ini terlihat dari bab II, III dan IV, di mana dapat ditarik sebuah tulisan yang
faktual. Jika sumber tertulis kurang mencukupi untuk diambil datanya, maka akan
8
Ibid, halaman 36.
xxxi
dilengkapi dari sumber lisan hasil wawancara dengan narasumber, seperti yang
terlihat dalam bab IV.
G. Sistematika Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah serta dukungan data-
data yang ada maka akan mengetahui seluruh kajian dalam penulisan skripsi ini
dapat dikemukakan dalam sistematika penulisannya sebagai berikut :
Bab I : PENDAHULUAN. Berisi pendahuluan yang menjelaskan tentang
latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan beberapa studi yang relevan, metode penelitian dan analisis
data.
Bab II : LATAR BELAKANG LAHIRNYA GALATAMA. Berisi uraian
tentang kondisi sepak bola di Indonesia pada masa kompetisi Perserikatan. Sub
bab yang dibahas adalah peran Perserikatan dalam sepak bola Indonesia dan sub
bab terakhir adalah latar belakang munculnya Galatama
Bab III : PERKEMBANGAN GALATAMA. Berisi tentang
perkembangan Galatama dari awal sampai akhir. Sub bab yang dibahas adalah
jalannya kompetisi Galatama, permasalahan yang timbul dan solusinya,
Bab IV : PERAN GALATAMA DALAM SEPAK BOLA INDONESIA.
Sub bab yang dibahas adalah peranan Galatama dalam pembinaan sepak bola
Indonesia, peranan Galatama dalam peningkatan kesejahteraan pemain, peranan
Galatama membantu PSSI meraih prestasi.
Bab V : KESIMPULAN
xxxii
BAB II
LATAR BELAKANG LAHIRNYA GALATAMA
A. Sepakbola Masa Perserikatan
Sejak diperkenalkan di Indonesia pada masa kolonial, sepak bola telah
berkembang dan memasyarakat ke seluruh daerah di Indonesia. Hal tersebut
disebabkan karena sepak bola adalah olah raga dengan aturan yang relatif
sederhana dan mudah dimainkan. Umumnya sepak bola dimainkan oleh laki-laki
sebagai simbol maskulinitas untuk sebuah pengakuan kemenangan atas tim lawan.
Terlepas dari latar belakang budaya, bahkan kepentingan politik yang kadang
bersembunyi dibelakangnya, sepak bola selalu mampu menarik perhatian dari
para pecintanya.
Sebelum tahun 1930, segala kegiatan sepak bola dilakukan terpusat dalam
wilayah Perserikatan dari daerah yang bersangkutan. Ada tujuh Perserikatan yang
berinisiatif untuk membentuk suatu wadah yang menaungi sepak bola secara
menyeluruh di Indonesia. VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta), BIVB
(Bandoengsche Indonesische Voetbalbond), IVBM (Indonesische Voetbalbond
Magelang), MVN (MadioenscheVoetbalbond), SIVB (Soerabajasche
Indonesische Voetbalbond), VVB (Vorstenlandsche Voetbalbond) Solo dan PSM
(Persatuan Sepakbola Mataram) dalam sebuah pertemuan di Yogyakarta
memutuskan untuk membentuk PSSI (Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia),
xxxiii
dengan maskud agar sepak bola pribumi tidak tertinggal dengan NIVB
(Nederlands Indische Voetbalbond)9.
PSSI menyelenggarakan kompetisi rutin yang dikenal dengan nama
Perserikatan, dalam upaya meningkatkan kualitas sepak bola pribumi agar tidak
jauh tertinggal dengan sepak bola Belanda yang bernaung dibawah NIVB,.
Kompetisi ini diikuti oleh bond-bond sepak bola pribumi yang tergabung didalam
PSSI. Pada mulanya kompetisi ini hanya diikuti oleh 7 perserikatan yang
mendidirkan PSSI tadi. Seiring waktu jumlah peserta pun semakin bertambah.
Walaupun kurang berpengalaman dan lemah dibidang keuangan, PSSI
pada periode tahun 1931 – 1943 memiliki kelebihan yang menonjol, yaitu
pelaksanaan kompetisi dan kejuaraan yang lancar. Kelancaran kompetisi dan
peningkatan mutu permainan merupakan hal yang diinginkan oleh PSSI, sebagai
tolak ukur kemampuan dalam berorganisasi. Pada periode tersebut tidak satu
tahun pun kosong dari pertandingan kejuaraan tahunan PSSI. Demikian juga
pelaksanaan kompetisi pendahulunya di setiap distrik dan kompetisi antar klub
karena pemain bond diambil dari klub. Terjadi beberapa kejutan di final pada
kejuaraan tahunan periode itu10.
Sebagai contoh, bond dari Purwokerto, Magelang, Madiun, Cirebon dan
Jatinegara dan lainnya terpampang dalam deretan nama juara di samping Jakarta,
Surabaya, Bandung atau Yogyakarta. Hal terserbut berarti bahwa bond dari kota
kecil pun dapat menghasilkan pemain yang bermutu. Dengan demikian, mereka
9 S. Agustina Palupi, 2004, Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920 -1942. Yogyakarta:
Ombak, halaman 3510 Edy Elison, 2005, PSSI Alat Perjuangan Bangsa, Jakarta: PSSI, halaman 33
xxxiv
sanggup menyusun suatu kesebelasan yang mengimbangi tim juara seperti
Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Surakarta dan Surabaya pada waktu itu. Ini juga
berarti bahwa bond kota kecil itu dapat menyelenggarakan program kompetisi
regionalnya dengan cukup baik. Semenjak PSSI berdiri, kompetisi Perserikatan
merupakan level kejuaraan tertinggi sampai dengan tahun 1978.
Sebelum PSSI terbentuk sebenarnya telah ada kejuaraan sepak bola antar
kota. Tentunya masih berada dibawah naungan NIVB selaku induk organisasi
sepak bola saat itu. Kejuaraan ini hanya mempertemukan kota-kota besar yang
ada di Jawa, yaitu Batavia Soerabaja, Bandoeng, Semarang, Malang, Soekaboemi
dan Djogjakarta. Hanya ada dua tim yang berbagi trofi, Batavia mengoleksi 10
trofi. Sementara Soerabaja hanya memiliki selisih 3 trofi dari yang dimiliki oleh
Batavia. Selain kedua tim tadi, belum pernah ada yang mengangkat trofi di
kejuaraan ini. Kejuaraan pertama digelar pada tahun 1914, kemudian berlangsung
secara rutin setiap tahunnya tanpa selang sampai dengan tahun 1930.11
Usai PSSI terbentuk pada tahun 1930, tidaklah serta merta
diselenggarakan sebuah kompetisi bagi Perserikatan. Tentu saja kompetisi
menjadi agenda utama setelah terbentuknnya PSSI. Hal ini dilakukan sebagai
wujud eksistensi PSSI, disamping mengingat beberapa Perserikatan yang ada
diluar Jawa belum mengetahui bahwa PSSI telah terbentuk. Kompetisi sekaligus
juga diharapkan menjadi sinyal bagi NIVB, bahwa kekuatan baru sepak bola
pribumi telah muncul. Setidaknya diperlukan selang waktu satu tahun untuk
mempersiapkannya, mulai dari anjuran bagi Perserikatan untuk menggelar
11 http://www.rsssf.com/tablesi/indoamchamp.html
xxxv
kompetisi internalnya terlebih dahulu, ketersediaan lapangan yang layak pakai,
hingga minimnya pemain pribumi yang akan memperkuat Perserikatan lantaran
banyak dari mereka yang tergabung lebih dulu dengan kompetisi NIVB.
Setelah persiapan yang dirasa cukup, maka kompetisi yang disebut
“Stedenwedsrtyden (Stedenwed)”12, dimantapkan untuk segera digelar. Untuk kali
pertama dipilihlah Solo sebagai tuan rumah. Berbekal tekad bulat dan segala
kekurangannya, akhirnya kejuaraan Perserikatan yang pertama tersebut dapat
terlaksana dengan bertempat di alun-alun yang digunakan sebagai lapangan.
Stedenwed di Solo itu berakhir sukses dalam pelaksanaannya. Jakarta, yang tampil
dengan pemain andalan Soemo, berhasil menjadi sebagai juara. Yogyakarta dan
Solo masing-masing mengakhiri kejuaraan di urutan dua dan tiga setelah Jakarta.
Berikutnya, Jakarta menjadi tuan rumah pada kejuaraan tahun 1932.
Beberapa pemain pribumi yang tergabung dalam NIVB, tidak dapat mengikuti
kejuaraan kali ini. Hal ini disebabkan karena adanya larangan bagi mereka untuk
turut serta dalam kejuaraan PSSI. Larangan ini disinyalir sebagai bagian dari
upaya NIVB agar PSSI tidak dapat berkembang. Meski larangan tersebut cukup
berpengaruh bagi Bandung dan Surabaya sehingga terpaksa menurunkan pemain
lapis dua, toh kejuaraan tetap terlaksana dengan lancar. Tiga tim yang maju ke
final kala itu adalah Yogyakarta, Madiun dan Jakarta. Bandung dan Surabaya
tidak mampu lolos dibabak awal. Usai pertandingan antara ketiga finalis,
Yogyakarta mengokohkan diri sebagai jawara baru, disusul Jakarta dan Madiun13.
12 Stedenwedsrtyden (Stedenwed) adalah pertandingan antar kota tahunan dan secara
bergiliran tiap kota menjadi pemyelenggara.13 Edy Elison, 2005, PSSI Alat Perjuangan Bangsa, Jakarta: PSSI, halaman 45
xxxvi
Setahun kemudian, 1933, giliran Surabaya sebagai tuan rumah. PSSI turut
mengundang pengurus NIVB untuk menyaksikan pertandingan, dengan tujuan
memperlihatkan kemampuan pribumi untuk melaksanakan pertandingan
kejuaraan. Selain itu, pada kejuaraan kali ini NIVB mengijinkan pemain mereka
untuk memperkuat Surabaya dan Bandung, sehingga keduanya mampu bermain
sampai babak final bersama dua tim lain yaitu, Jakarta dan Surabaya. Keluar
sebagai juara adalah Jakarta, dususul Bandung dan Surabaya di posisi berikutnya.
Perkembangan PSSI semakin baik dan menyebar ke daerah lain yang
belum menjadi anggota. Hal tersebut terlihat pada tahun 1935 dengan
bertambahnya bond yang menjadi anggotanya dari 7 menjadi 19. Sebuah
perkembangan kuantitatif yang signifikan, meskipun semua bond masih bertempat
di pulau Jawa. Pada tahun-tahun berikutnya, kompetisi dapat berjalan rutin dan
terencana. Secara bergantian Jakarta, Bandung, Solo, Bandung menjadi juara pada
kejuaraan selanjutnya14.
Catatan lain adalah tentang persebakbolaan di kota Solo. Setelah stadion
Sriwedari diresmikannya oleh Paku Buwono X untuk digunakan sebagai arena
olahraga, kota batik ini mampu mencapai prestasi yang membanggakan. Setelah
hanya duduk di posisi ketiga di Stedenwed I dan tersisih dalam kejuaraan
berikutnya, pada tahun 1935, saat Sriwedari berusia 2 tahun, Solo keluar sebagai
kampiun. Gelar itu dipertahankan tahun-tahun berikutnya sampai dengan tahun
1943, kecuali pada tahun 1937, Solo harus merelakan gelar tersebut kepada
Bandung. Ketersediaan lapangan Sriwedari untuk kegiatan sepak bola turut
14 Ibid, halaman 42
xxxvii
membantu Solo meraih predikat sebagai juara Perserikatan terbanyak yaitu 8 kali.
Kegemilangan ini tidak lepas dari kemampuan Solo menggelar kompetisi
internalnya secara rutin dan teratur, ditambah fasilitas lampu sorot yang dimiliki
stadion Sriwedari sehingga memungkinkan pertandingan digelar pada malam hari.
Masa pendudukan Jepang mulai tahun 1942 praktis membuat PSSI
perlahan mengalami kemunduran. PSSI lalu dilebur ke dalam Tai Iku Kai, sebuah
organisasi olahraga bentukan Jepang. Posisi PSSI kemudian hanya menjadi salah
satu bidang di organisasi tersebut maka kompetisi perserikatan PSSI terhenti
sampai dengan tahun 1950. Kongres PSSI tahun 1950 , yang mengubah
kepanjangan PSSI dari “Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia” menjadi
“Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia” menjadi titik awal kebangkitan kembali
persepakbolaan tanah air. Kongres tersebut sekaligus memantapkan PSSI sebagai
sepak bola kebangsaan dengan melahirkan pula mukadimah, yang didalamnya
tertulis dengan jelas, bahwa PSSI sebagai alat perjuangan bangsa.
Semenjak kongres PSSI tahun 1950, kompetisi kembali berjalan lancar.
Perserikatan anggota PSSI pun bertambah jumlahnya, semakin meluas dan
menjangkau luar pulau Jawa. Medan merupakan wakil dari Sumatra dan Makasar
adalah wakil dari Sulawesi. Sementara Kalimatan belum memiliki wakil di PSSI
kendati sudah terbentuk perserikatan di sana. Makasar menjadi wakil luar pulau
Jawa yang pertama kali menjuarai kompetisi Perserikatan PSSI, tepatnya pada
tahun 1957 dan mempertahankannya pada kejuaraan berikutnya pada tahun 1959,
juga pada tahun 1965 dan 1966. Medan selaku wakil dari Sumatra baru mampu
meraih gelar juara pada kompetisi Perserikatan PSSI tahun 1967. Jayapura turut
xxxviii
mencatatkan diri sebagai tim luar Jawa yang pernah menjuarai Kompetisi
Perserikatan pada tahun 1980. Kejuaraan berikutnya giliran Banda Aceh yang
memboyong trofi15.
Selama berlangsungnya kompetisi Perserikatan, terjadi sebuah keunikan
pada kompetisi tahun 1975. Di bawah kepemimpinan Ketua Umum Bardosono,
PSSI memutuskan untuk memberikan gelar juara bersama kepada Persija -
PSMS pada partai final. Hal ini terpaksa dilakukan lantaran, semua pemain dari
kedua tim berkelahi di lapangan saat pertandingan masih berjalan dan wasit tidak
dapat mengatasinya. Bardosono harus turun tangan demi mendamaikan kedua
belah pihak, akhirnya keduanya ditetapkan sebagai juara kembar sebagai jalan
tengah16.
Pertandingan final antara PSMS versus Persib di Stadion Utama Senayan
dalam kompetisi 1982-1984 menunjukkan bahwa kompetisi di tahun 1931 – 1979
sengaja dilaksanakan PSSI demi membangkitkan nasionalisme, sebaliknya setelah
lahirnya Galatama (1979), Kompetisi Perserikatan dijadikan medium
membangkitkan fanatisme kedaerahan. Hal tersebut sangat nampak dalam dua
kali final antara Medan vs Bandung, Stadion Utama Senayan tidak mampu
menampung penonton baik yang datang dari Bandung ataupun orang-orang
Medan yang berdomisili di Jakarta. Jumlah penonton melebihi kapasitas tempat
duduk stadion , sampai-sampai sebagian dari mereka ditempatkan di sintelbaan.
Kedua final tersebut dimenangkan oleh Medan, tapi yang menjadi terasa luar
15 Ibid, halaman 5616 PSSI, 2000, 70 Tahun PSSI - Mengarungi Millenium Baru, Jakarta: PSSI, halaman 41
xxxix
biasa adalah puluhan ribu penonton pendukung Bandung tidak sampai
menimbulkan kerusuhan sedikitpun17.
Semenjak tahun 1979 – 1994, Kompetisi Perserikatan berjalan secara
pararel dengan kompetisi Galatama. Bandung keluar sebagai juara di musim
kejuaraan 1993-1994, dan menjadi pemilik trofi Perserikatan untuk yang terakhir .
Akibat memudarnya perhatian masyarakat terhadap kompetisi Galatama, kedua
kompetisi ini pun akhirnya dilebur oleh PSSI di bawah kepengurusan Azwar Anas
menjadi Kompetisi Liga Indonesia.
B. Peran Perserikatan Dalam Sepak Bola Indonesia
Jika berbicara tentang sepak bola Indonesia maka tidak akan lepas dari
Perserikatan, setidaknya mulai PSSI berdiri sampai dengan tahun 1978.
Perserikatan pulalah yang telah membentuk PSSI, sebuah organisasi resmi yang
menaungi segala bentuk kegiatan olahraga sepak bola di Indonesia. Awalnya
Perserikatan hanyalah kumpulan klub lokal dari kota-kota besar di Jawa.
Perserikatan tumbuh di berbagai daerah sebagai wadah kegiatan sepak bola bagi
klub-klub yang bernaung di bawahnya. Sampai akhirnya tercapai kesepakatan
melalui pertemuan rapat bertempat di Gedung Handeproyo pada 19 April 1930,
yang dihadiri oleh wakil dari 7 perserikatan dari Jakarta, Bandung, Yogya, Solo,
Madiun, Surabaya, Magelang18. Kesepakatan tersebut tidak lain adalah
membentuk organisasi bernama Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia
17 Edy Elisson, 2005. PSSI Alat Perjuangan Bangsa, Jakarta: PSSI, halaman 60
18 PSSI, 2000, 70 Tahun PSSI - Mengarungi Millenium Baru, Jakarta: PSSI, halaman 48
xl
(PSSI). Jelas peran pertama dan terpenting dari Perserikatan adalah sebagai awal
perkembangan sepak bola dan embrio bagi PSSI. Kendati pada permulaan
pembentukan PSSI lebih bermotif politis ketimbang olahraga, terbukti
Perserikatan telah mampu menggabungkan keduanya dengan baik.
Sampai dengan tahun 1942, tujuan utama PSSI selain membangkitkan
nasionalisme melalui sepak bola adalah berupaya menaikkan derajat sepak bola
pribumi yang dipandang ketinggalan oleh NIVB, melalui kompetisi perserikatan.
Kompetisi yang rutin dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan PSSI sebagai wadah
yang mengatur kegiatan persepakbolaan. Dengan demikian NIVB lebih mengakui
eksistensi dan kemampuan PSSI dalam menjalankan kejuaraan. Di sini tentu
Perserikatan lah yang menjadi ujung tombak PSSI dalam mengatur kompetisi
lokal sebagai bekal dalam pelaksanaan kompetisi antar bonden yang ada.
Setelah vakum selama 4 tahun, kejuaraan Perserikatan kembali bergulir
pada 1948. Tiga tahun berselang tepatnya 4 Maret 1951, tim nasional sepak bola
Indonesia melakoni partai perdana internasionalnya melawan tuan rumah India di
ajang Asian Games. Semenjak itu praktis muara harapan sepak bola Indonesia
sudah bukan lagi membangkitkan rasa kebangsaan tapi lebih ke arah prestasi,
sebuah upaya untuk mengangkat dan mengharumkan nama bangsa di pentas
dunia. Lagi-lagi Perserikatan memegang peran pentingnya. Pemain-pemain yang
menunjukkan permainan gemilang bersama Perserikatan-lah yang nantinya akan
diseleksi untuk bisa memperkuat tim nasional19.
19 PSSI, 1979, Galatama Mencatat Sejarah, Jakarta: PSSI, halaman 29
xli
Pemilihan pemain dilaksanakan secara bertahap, melalui enam distrik, tiga
di Jawa, sisanya dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi. Kemudian dibentuk enam
kesebelasan dari enam distrik itu untuk selanjutnya diadu di Jakarta. Dari situ
akan dipilih lagi 25 pemain terbaik untuk dikirimkan ke pelatnas di bawah KOI (
Komite Olimpiade Indonesia ) yang kemudian akan dirampingkan jumlahnya
menjadi 18 pemain inti yang akan dikirim ke New Delhi (Asian Games).
Seterusnya mekanisme seleksi semacam inilah yang digunakan PSSI untuk
menentukan siapa yang pantas bermain untuk tim nasional.20
Guna mencapai prestasi yang diharapkan dalam perkembangan sepak bola,
tentu diperlukan pembinaan sepak bola nasional yang berkesinambungan dan
berkelanjutan. Bentuk pembinaan yang paling utama adalah pembibitan,
pelatihan, dan kompetisi yang rutin. Perserikatan yang tersebar cukup merata di
seluruh Indonesia merupakan medium yang efektif untuk menjaring bakat-bakat
baru dan kompetisi lokal dan nasional dari tim Perserikatan tentu memberikan
pengalaman tanding guna mengangkat mental para pemainnya. Semua itu wajib
dilakukan dan menjadi syarat umum bagi pemain yang akan memperkuat tim
nasional.
Semenjak 1979, Perserikatan sedikit mengalami kemunduran lantaran banyak
para pemainnya yang bagus pindah ke Galatama. Kompetisi Perserikatan sempat
dianggap sebagai kompetisi yang kualitasnya berada di bawah Galatama. Oleh
karena itu Perserikatan lebih menunjukkan fungsinya sebagai wadah dan
pembangkit fanatisme kedaerahan dalam hal sepak bola. Perserikatan pun menjadi
20 PSSI, 2000, 70 Tahun PSSI - Mengarungi Millenium Baru, Jakarta: PSSI, halaman 52
xlii
simbol milik bersama bagi daerah yang bersangkutan dan kebanggaan tersendiri
apabila timnya mampu menorehkan prestasi yang menggembirakan.
C. Lahirnya Galatama
Sampai dengan tahun 1978, Perserikatan merupakan satu-satunnya,
kompetisi sepak bola tingkat nasional yang diselenggarakan oleh PSSI. Kompetisi
tersebut merupakan bagian dari program kerja PSSI dalam pembinaan dan
peningkatan kualitas sepak bola nasional. Tentu saja Persrikatan merupakan
pemasok utama pemain tim nasional sepak bola dalam berlaga di kejuaraan
internasional. Meski demikian perjalanan yang telah dilalui oleh Perserikatan
tidak selamanya mulus. Kondisi dan situasi keamanan dan politik di negeri ini
turut mempengaruhi kalender kompetisi Perserikatan. Sedikit gambaran
persepakbolaan Indonesia pada akhir tahun 1970-an sebelum Galatama
berlangsung, adalah minimnya prestasi. Hal tersebut terlihat dari hasil turnamen
sepak bola yang diikuti oleh PSSI di dalam maupun luar negeri yang membawa
hasil yang mengecewakan. Dari sejumlah turnamen yang diikuti sepanjang tahun
1970 – 1978, PSSI hanya mampu sekali berprestasi sebagai juara selebihnya
gagal di babak penyisihan, semifinal dan final 21. Tentu saja hal tersebut cukup
mengecewakan bagi publik pencinta sepak bola tanah air mengingat pada dekade
sebelumnya Indonesia mencatat prestasi yang membanggakan dalam turnamen
antar negara atau internasional yang digelar baik di dalam maupun luar negeri.
21www.rsssf.com/tablesi/indo-intres.html
xliii
Raihan prestasi yang minim selama tahun 1970-an itulah yang kemudian
membuat para tokoh-tokoh sepak bola memunculkan wacana sepak bola bayaran
sebagai alternatif untuk membuat Indonesia kembali berjaya di level internasional.
Melihat kenyataan ini, PSSI melihat kemunduran itu semata-mata disebabkan oleh
cara pengelolaan sepak bola, serta tidak adanya jaminan sosial yang konstan bagi
pemain, sehingga menimbulkan rasa ketidakseriusan dan enggan untuk berprestasi
ke arah yang lebih baik lagi.22 PSSI kemudian mengambil kesimpulan untuk
memecahkan persoalan tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya perombakan sistem
manajemen yang lebih memperhatikan kehidupan sosial pemain.
Terlepas dari permasalahan minimnya prestasi, wacacana tentang sepak
bola profesioanal sempat muncul pada pertengahan 1970-an. Menurut rencana
liga itu akan dibentuk tanggal 8 Agustus 1976, lengkap dengan pengurusnya dan
delapan klub anggota. Kedelapan klub itu adalah Pardedetex, Jayakarta, Warna
Agung, Beringin Putra, Bangka Putra, Buana Putra dan Tunas Jaya. Klub-klub
tersebut merupakan anggota dari masing-masing perserikatan yang menaunginya.
Sebagai contoh Jayakarta, Warna Agung, Beringin Putra, Tunas Jaya adalah
anggota dari Persija. Sisanya, Bangka Putra berada dibawah PSBB dan
Pardedetex dibawah PSMS. Ide yang dimatangkan lewat diskusi di Balai Sidang
Senayan, Jakarta pada tanggal 15 s/d 16 Mei 1976 itu tidak sempat menemui
bentuk yang pasti. Kegagalan penuangan bentuk sepak bola professional itu,
disebabkan klub-klub yang ingin melepaskan status amatir mereka tersebut belum
begitu siap untuk melangkah. Setelah kemungkinan diperhitungkan lewat neraca
22Pos Kota, 1 Maret 1979
xliv
laba-rugi, diperkirakan klub-klub masih membutuhkan dana bantuan untuk
mempertahankan hidup. Kurangnya pendanaan merupakan hambatan dari
kelahiran sepak bola professional. Akhirnya kompetisi yang semula akan digelar
seusai PON IX bulan Agustus 1977, sementara gagal terlaksana23.
Namun demikian, hal tersebut tidak sepenuhnya memupus ide sepak bola
profesional. Setelah Bardosono melepas kewenangannya sebagai ketua umum
PSSI, melalui Kongres PSSI 1977 di Semarang, terpilih Ali Sadikin sebagai
penerus jabatan ketua umum PSSI lima tahun ke depan terhitung sejak bulan
September 1977. Setahun kemudian, melalui SK ketua umum PSSI bernomor 27-
XII/1977 tertanggal 18 Desember 1977, ditetapkanlah Kadir Yusuf sebagai Ketua
Komisi Sepakbola Profesional. Dengan demikian sejak dikeluarkannya SK
tersebut PSSI tidak lagi hanya membina sepak bola amatir, tetapi juga
memberdayakan sepak bola profesional, sebagai bagian dari wahana menyeleksi
pemain untuk dipilih memperkuat tim nasional.
Kadir Yusuf yang dikenal begitu mendalami sepak bola, mencoba
mempersiapkan perangkat peraturan dan segala sesuatunya yang diperlukan
untuk mewujudkan konsep sepak bola profesional yang telah diusung dalam rapat
sebelumnya. Hal ini terutama terkait dengan masalah manajemen sepak bola.
Berangkat dari hasil bahasan dan penelitian, bisa dirasakan bahwa pada saat itu
Indonesia belum mungkin terjun langsung ke dalam dunia sepak bola profesional
seperti di Eropa, sehingga kemudian diputuskan, bahwa pengurus PSSI belum
bisa merealisasikan sepak bola profesional. Namun demikian pengurus PSSI
23 PSSI, 1987, Laporan Empat Tahunan PSSI 1983-1987, Jakarta: PSSI, halaman 30
xlv
menyetujui lahirnya sistem pembinaan sepak bola semacam profesional dengan
sebuah konsepsi dasar yang menyeluruh.
Berkenaan dengan hal itu, salah satu topik yang akan disampaikan
pimpinan PSSI dalam sidang paripurna tahun 1978 adalah masalah
pengembangan sepak bola ke arah profesional atau non-amatir. Perumus konsep
tersebut adalah Ketua Bidang Organisasi PSSI, Soeparjo Poncowinoto,
berdasarkan bahan-bahan dari Kadir Yusuf. Dari inti permasalahan yang akan
dituangkannya dalam sidang paripurna PSSI, Soeparjo mengatakan bahwa
perkembangan sepak bola di Indonesia menuntut adanya suatu lembaga untuk
mengurus persoalan yang timbul dengan kaitan non-amatir.
Wacana pembentukan lembaga profesional sebagai jalan keluar terkait
masalah sepak bola non-amatir memang sempat diutarakan dalam siding
paripurna. Namun, Poncowinoto menjelaskan bahwasanya untuk saat itu belum
bisa diterapkan secara langsung. Beberapa alasannya antara lain, dikatakan bahwa
klub profosional itu belum mungkin hidup dari hasil penjualan karcis
pertandingan semata. Bagi PSSI, pemain yang sudah meneken kontrak dalam klub
profosional, tidak mungkin bisa dimanfaatkan lagi untuk memperkuat tim dalam
turnamen yang bersifat amatir. Oleh karena itu Poncowinoto mengusulkan sebuah
jalan tengah24.
Jalan tengah yang akan diperkenalkan itu bernama Liga Sepakbola Utama
(Galatama). Menurut Poncowinoto, pemain dari klub yang akan bergabung dalam
liga itu nantinya masih berstatus amatir, hanya saja klubnya ditata secara
24 PSSI, 1979, Galatama Mencatat Sejarah, Jakarta: PSSI, halaman 29
xlvi
profesional. Penataan secara profesional itu, antara lain, adalah diperkenalkannya
sistim kontrak bagi pemain. Dengan sistim kontrak ini diharapkan bisa
diselesaikan masalah pelanggaran disiplin atas pemain. Selama ini tidak pernah
ada ikatan khusus antara pemain dengan suatu klub, sehingga mereka hanya
terikat secara moril. Rencananya, Liga ini nanti, sebagaimana juga perserikatan,
akan mempunyai kompetisi sendiri. Pemain dari klub yang memilih bergabung
dengan Liga tidak mungkin lagi bermain dalam kompetisi perserikatan. Inilah
sebagian hal yang akan ditertibkan lewat Liga25.
Akhirnya, melalui Sidang Pengurus Paripurna tahun 1978, PSSI
membentuk Komisi Galatama. Tidak hanya Galatama, PSSI juga menetapkan
lahirnya tiga lembaga lain yaitu Galakarya, Galasiswa, dan Galanita26. Untuk
pimpinan Bidang Lembaga-lembaga tersebut selama tiga bulan dipegang langsung
oleh Ketua Umum PSSI, dalam hal ini Ali Sadikin. Disusul kemudian
ditetapkannya Sjarnoebi Said, sebagai Ketua Pelaksana Bidang Lembaga-
lembaga. Pemilihan tersebut beralasan, mengingat sebelum digelarnya Sidang
Pengurus Paripurna 1978, Sjarnoebi Said telah diangkat sebagai Ketua Bidang
Liga. Selama dalam jabatan tersebut Sjarnoebi bertugas melakukan kunjungan-
kunjungan ke daerah-daerah mensosialisasikan konsep Galatama, selain ingin
mendapatkan dukungan dari Komda PSSI27.
Untuk menindaklanjuti konsep Galatama, Sjarnoebi mengadakan
pertemuan pertama dengan para calon anggota Galatama pada 17 Oktober 1978 di
25 Ibid26 Galakarya: Liga Sepakbola Karyawan, Galasiswa: Liga Sepakbola Mahasiswa Galanita : Liga Sepakbola Wanita
27 Edy Elison, 2005, PSSI Alat Perjuangan Bangsa, Jakarta: PSSI, halaman 42
xlvii
kantor PSSI. Rapat lanjutan digelar ditempat yang sama sampai dengan 8 kali
untuk membahas masalah, mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi, selain memantapkan peraturan yang sudah dipersiapkan oleh Komisi
Galatama sebelumnya. Melalui pertemuan-pertemuan itulah akhirnya ditetapkan
laga Kompetisi Galatama pertama akan dimainkan pada 22 s/d 24 Desember
197828.
Ternyata rencana semula untuk menggelar laga perdana kompetisi
Galatama sebelum tahun 1979, tidak dapat dilaksanakan, mengingat pembenahan
administrasi klub, termasuk setiap peserta diwajibkan memiliki deposit uang di
bank sebagai persyaratan belum terpenuhi secara keseluruhan. Rapat Pengurus
Harian PSSI akhirnya menetapkan 17 Maret 1979 sebagai hari pembukaan
Kompetisi Galatama dengan peserta 14 klub, menggunakan sistem kompetisi
home and away, setiap klub akan saling bertemu dua kali.
28 PSSI, 1979, Galatama Mencatat Sejarah, Jakarta: PSSI, halaman 30
xlviii
BAB III
PERKEMBANGAN KOMPETISI GALATAMA
A. Peraturan Dasar Galatama
Pasal 1 Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama
menyebutkan bahwa : “Lembaga Sepakbola Utama, selanjutnya disingkat
GALATAMA, adalah wadah dalam lingkungan organisasi PSSI bagi
penyelenggaraan, pengurusan dan pembinaan kegiatan sepak bola melalui
Perkumpulan-perkumpulan Sepakbola Anggota GALATAMA, di mana para
pemainnya menjadikan sepak bola sebagai jenjang karir. Di lingkungan organisasi
PSSI, GALATAMA adalah satu bagian dari Bidang Lembaga-lembaga
Sepakbola, wadah kegiatan sepak bola yang berciri khusus”. Beberapa pihak
dalam kalangan sepak bola juga ada yang menyebut Galatama sebagai
kepanjangan dari Liga Sepakbola Utama.
Secara organisasi, dalam PSSI kedudukan Galatama merupakan bagian
dari Bidang Lembaga-lembaga Sepakbola PSSI yang mengurus penyelenggaraan
kegiatan perkumpulan anggota Galatama sebagai anggota penyokong PSSI.29
Galatama dipimpin oleh Ketua Bidang Lembaga-lembaga Sepakbola yang dibantu
oleh unsur staf yang terdiri atas staf sekretariat, komisi Galatama dan komisi lain
yang dianggap perlu. Sementara untuk pengurusan dan penyelenggaraan
administrasi Galatama dilaksanakan oleh sekretariat bidang. Di tingkat kongres
29 Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama, Pasal 3
xlix
PSSI, kepentingan perkumpulan anggota Galatama diperhatikan dan diwakili oleh
pengurus PSSI.30
Sebagaimana juga diatur dalam Peraturan Organisasi Tentang Lembaga
Sepakbola Utama, syarat-syarat bagi perkumpulan sepak bola untuk menjadi
anggota antara lain:
CI. Memiliki Badan Hukum dengan modal kerja sekurang-kurangnya
dua puluh lima juta rupiah.
CII. Memiliki sekurang-kurangnya dua kesebelasan masing-
masing Senior dan Yunior sebagai anggota perkumpulan.
CIII. Membayar uang muka kepada PSSI sebesar seratus ribu
rupiah dan iuran bulanan dua puluh lima ribu rupiah.
CIV. Menyatakan kesediaan untuk mengutamakan kepentingan
nasional dalam sepak bola (PSSI)
CV. Mendapat persetujuan pengurus PSSI berdasarkan
pertimbangan kekuatan perkumpulan
CVI. Memiliki peraturan tentang jaminan kesejahteraan pemain
CVII. Menyatakan kesediaan memberikan pemain anggota
perkumpulannya kepada Perserikatan anggota PSSI, jika
diperlukan dalam pertandingan resmi yaitu Kompetisi Nasional
Utama dan Pekan Olahraga Nasional
30 Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama, Pasal 4
l
CVIII. Mengajukan permohonan menjadi anggota Galatama
dengan mengisi formulir yang disediakan oleh Pengurus
PSSI/Bidang lembaga-lembaga Sepakbola31
Dalam peraturan, disebutkan bahwa yang diakui sebagai pemain Galatama
adalah seorang pria berumur sekurang-kurangnya 18 tahun, berbadan sehat yang
dinyatakan dengan surat keterangan dokter dan berkelakuan baik. Melalui
pengurus, PSSI dapat memberi dispensasi bagi pemain dibawah umur. Pemain
harus terdaftar sebagai anggota perkumpulan yang tergabung dalam Galatama dan
didaftarkan pada Pengurus PSSI. Pemain tersebut menyatakan ikatannya pada
perkumpulan Galatama dalam suatu naskah perjanjian yang ditandatangani
sendiri. Mentaati segala peraturan Perkumpulannya dan PSSI, serta memberikan
segala kemampuannya dalam sepak bola kepada perkumpulannya dan PSSI.
Status yang dimiliki pemain Galatama adalah tetap sebagai pemain amatir, namun
memiliki nilai kontrak dan bayar sesuai kesepakatan dengan pihak klub .32
Perkumpulan Galatama juga dibenarkan mempergunakan pemain asing dengan
syarat pemain yang bersangkutan telah mendapatkan izin dari pemerintah
Republik Indonesia dengan rekomendasi dari PSSI serta persetujuan dari federasi
sepak bola negara asalnya.33
B. Perkembangan Kompetisi Galatama
1. Kompetisi I Galatama (17 Maret 1979 s/d 06 Mei 1980)
31 Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama, Pasal 932 Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama, Pasal 1533 Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama, Pasal 18
li
Satu minggu sebelum partai perdana Galatama digelar, Syarnoebi Said,
selaku ketua bidang lembaga-lembaga PSSI berkeyakinan dan berharap bahwa
dengan adanya Galatama prestasi olahraga khususnya sepak bola akan meningkat.
Jumlah perkumpulan yang akan berpartisipasi dalam kompetisi perdana Galatama
berjumlah 14. Mereka adalah Jayakarta (Jakarta), Indonesia Muda (Jakarta),
Warna Agung (Jakarta), Pardedetex (Medan), Parkesa 78 (Bogor), Arseto
(Jakarta), Tunas Inti (Jakarta), Jaka Utama (Lampung), Sari Bumi Raya (
Bandung), Niac Mitra (Surabaya), BBSA Tama (Jakarta), Cahaya Kita (Jakarta),
Tidar Sakti (Magelang), Buana Putra (Jakarta). Dari keempat belas klub, yang
paling diunggulkan menjadi juara adalah Warna Agung, Indonesia Muda, Niac
Mitra, Jayakarta, Padedetex, mengingat banyak pemainnya yang memperkuat tim
nasional34.
Beberapa klub peserta kompetisi I telah memasang target. Warna Agung
berharap Galatama akan tetap eksis, untuk itu perlu adanya keseimbangan
didalamnya. Keseimbangan yang dimaksud adalah meratanya kekuatan diantara
perkumpulan, sehingga Warna Agung sangat mendukung bila ada perpindahan
pemain berkualitas yang menyebar diantara perkumpulan.35 Berbeda dengan
Parkesa 78, sebelum kompetisi dimulai, sang direktur Acub Zainal telah
memasang target untuk berada di empat besar teratas saat kompetisi berakhir.
Sementara itu, Jayakarta menyebut bahwa mereka telah menanti bentuk kompetisi
semacam Galatama ini selama 9 tahun sehingga dapat dikatakan Jayakarta adalah
tim paling siap secara pembinaan dan modal prestasi di Galatama. Berbekal dua
34Pos Kota, 19 Februari 197935Pos Kota, 14 Februari 1979
lii
kali menjuarai kompetisi Persija divisi I, Jayakarta bersama Warna Agung dan
Indonesia Muda disebut sebagai tim favorit juara untuk kompetisi perdana
Galatama36. Perkumpulan lain meski tidak mematok prestasi yang jelas, tetap
berpartisipasi dalam Galatama guna meningkatkan prestasi sepak bola
Indonesia37.
Tabel 1Klasemen Akhir Kompetisi I Galatama
36Pos Kota, 19 Februari 197937Pos Kota, 20 Februari 1979
liii
Perebutan juara kompetisi I ditentukan dalam pertandingan antara
Jayakarta dan Warna Agung yang berlangsung di Senayan. Berada di posisi
teratas klasemen dengan hanya selisih satu poin membuat keduanya memiliki
peluang yang sama untuk menjadi juara. Melalui skor tipis 1-0, Warna Agung
akhirnya berhasil menggenggam gelar juara kompetisi I Galatama. Catatan lain
menunjukkan, Indonesia Muda, Warna Agung dan Niac Mitra menjadi tim
produktif selama kompetisi dengan masing-masing mencetak 64 gol, sementara
Jayakarta memiliki pertahanan paling kokoh dengan kemasukan 8 gol. Meski
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Warna Agung 25 17 4 4 62 24 38
2 Jayakarta 25 14 9 2 36 8 37
3 Indonesia Muda 25 15 6 4 62 28 36
4 Niac Mitra 25 13 8 4 62 19 34
5 Pardedetex 25 10 8 7 37 21 28
6 Jaka Utama 25 10 5 10 30 33 25
7 Perkesa '78 25 10 4 11 33 30 24
8 Arseto 25 7 10 8 34 33 24
9 Tunas Inti 25 7 7 11 34 39 21
10 Sari Bumi Raya 25 7 7 11 26 42 21
11 Cahaya Kita 25 8 5 12 28 58 21
12 Tidar Sakti 25 4 5 16 30 74 13
13 Buana Putra 25 3 6 16 19 52 12
14 Bbsa Tama 13 2 0 11 10 42 4
Jumlah Gol = 503 503
Pencetak Gol Terbanyak : Hadi Ismanto ( 22 Gol ) Indonesia Muda
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
liv
hanya berakhir di posisi 3 Indonesia Muda boleh berbangga, karena penyerang
mereka Hadi Ismanto menjadi pencetak gol terbanyak dengan 22 gol38.
2. Kompetisi II Galatama ( 11 Oktober 1980 s/d 13 Maret 1982 )
Dalam rapat anggota Galatama tanggal 5 Juni 1979 di Senayan untuk
persiapan Kompetisi II, Nabun Noor selaku perwakilan dari Parkesa 78 terpilih
menjadi ketua liga. Selanjutnya akan dipersiapkan seleksi bagi calon anggota baru
Galatama. Minat untuk membentuk sebuah klub Galatama terus saja muncul,
kendati banyak permasalahan yang muncul pada musim pertama. Tidak kurang
ada 7 klub baru yang ingin bergabung menjadi anggota Galatama. Tidak semua
calon tersebut langsung bergabung secara otomatis menjadi anggota baru
Galatama, meski telah mendaftarkan diri secara resmi ke PSSI. Untuk kali ini,
Liga lebih selektif dalam memilih tim yang layak menjadi anggota baru39.
Dari 7 calon anggota baru diadakan seleksi untuk menentukan 5 tim yang
berhak berpartisipasi dalam kompetisi II. Penyaringan itu dilakukan melalui
pertandingan seleksi.40 Lima tim terbaik yang lolos menjadi anggota baru
Galatama sesuai urutan adalah Angkasa, UMS 80, Mertju Buana, Bintang Timur
dan Makasar Utama. Sementara dua tim lain gagal karena berada di posisi
terbawah klasemen dalam pertandingan seleksi, keduanya adalah Jakarta Putra
dan Sawunggaling41.
38Rekap Kompetisi I Galatama39Pos Kota, 18 Juni 198040Pos Kota, 15 September 198041Pos Kota, 3 Oktober 1980
lv
Dalam kompetisi II kali ini, beberapa klub ada yang berpindah home base.
Berikut adalah daftar lengkap peserta kompetisi II Galatama : Warna Agung,
Jayakarta, Tunas Inti, UMS 80, Arseto, Angkasa (Jakarta), Pardedetex, Mertju
Buana (Medan), Jaka Utama (Lampung), Niac Mitra, Indonesia Muda, Parkesa 78
(Surabaya), Cahaya Kita (Semarang), Bintang Timur (Cirebon), Sari Bumi Raya
(Yogyakarta), Buana Putra (Bogor), Tidar Sakti (Magelang), Makasar Utama
(Makasar)42. Ada 18 tim yang berlaga di kompetisi II kali ini dan masih
menggunakan sistem klasemen penuh.
Tabel 2Klasemen Akhir Kompetisi II Galatama
N0 Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Niac Mitra 34 25 5 3 102 21 55
2 Jayakarta 34 22 8 3 50 12 52
3 Indonesia Muda 34 21 9 4 66 18 51
4 Warna Agung 34 18 9 7 74 30 45
5 Pardedetex 34 17 10 7 54 21 44
6 Mertju Buana 34 16 11 7 45 29 43
7 Perskasa '78 34 14 11 9 48 34 39
8 Makassar Utama 34 13 13 8 34 26 39
9 Arseto 34 14 7 13 53 41 35
10 U.M.S. ' 80 34 14 7 13 48 38 35
11 Tunas Inti 34 13 9 12 46 41 35
12 Jaka Utama 34 8 16 10 44 45 32
13 Angkasa 34 10 9 15 35 44 29
14 Sari Bumi Raya 34 5 10 19 29 75 20
15 Bintang Timur 34 5 9 20 19 53 19
16 Tidar Sakti 34 3 12 19 23 75 18
17 Buana Putra 34 2 10 22 23 73 14
18 Cahaya Kita 34 1 3 30 23 140 5
42Pos Kota, 7 Juli 1980
lvi
Jumlah Gol = 816 816
Pencetak Gol Terbanyak : Syamsul Arifin ( 30 Gol ) Niac Mitra
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
Dalam kompetisi II, sempat ada kekecewaan dari beberapa perkumpulan
Galatama terhadap PSSI. Kekecewaan itu berdasar atas mekanisme pemanggilan
pemain untuk pelatnas guna memperkuat tim PSSI Utama. Di tahun 1980, banyak
sekali agenda pertandingan dari PSSI yang bersamaan dengan jadwal kompetisi
Galatama, alhasil beberapa klub Galatama tidak diperkuat oleh pemain
andalannya karena harus memperkuat tim nasional. Tentu saja hal ini merugikan
beberapa klub Galatama. Mengingat dalam peraturan organisasi ada kewajiban
untuk mengutamakan kepentingan tim nasional dan Galatama sendiri merupakan
salah satu elemen dari PSSI maka tidak dapat dihindari beberapa klub kehilangan
pemainnya sementara waktu tanpa dispensasi apapun sedangkan kompetisi terus
berjalan43.
Gambar I
Foto pertandingan Warna Agung dan Arseto pada Kompetisi II Galatama
43Pos Kota, 15 April 1981
lvii
Sumber : Pos Kota, 18 April 1981
Sejak pertengahan kompetisi Niac Mitra memang difavoritkan menjadi
juara. Dengan menyisakan satu laga sisa, Niac Mitra berhasil mengunci gelar
juara kompetisi II Galatama44. Gelar tersebut dilengkapi dengan kemenangan di
sisa laga, menundukkan Jayakarta yang berada di posisi runner up dengan skor 1-
0. Titel juara Niac Mitra makin sempurna dengan raihan 30 gol yang dicetak
Syamsul Arifin sebagai top scorer. Raihan Syamsul Arifin pun akhirnya menjadi
rekor abadi pencetak gol terbanyak selama kompetisi Galatama digelar. Niac
Mitra juga tercatat sebagai tim paling offensive sepanjang kompetisi, 102 gol
berhasil dicetak. Jayakarta yang gagal menjadi juara dan berada di posisi kedua
menjadi tim paling kokoh pertahanannya, 12 kali gawang mereka kemasukan gol
lawan45.
3. Kompetisi III Galatama (28 Agustus 1982 s/d 28 Mei 1983)
Menginjak kompetisi III, Galatama akan memberlakukan pembagian
divisi. Hanya ada 15 tim yang akan berlaga di kompetisi III divisi I Galatama,
semuanya adalah tim yang berada dperingkat 1 sampai 15 klasemen akhir
kompetisi II. Tiga tim sisa (Cahaya Kita, Buana Putra, dan Tidar Sakti) kompetisi
II dipastikan degradasi dan direncanakan untuk bergabung dalam divisi II46.
Untuk divisi II ada 6 tim yang akan berlaga Semen Padang (Padang), Bima
Kencana (Ujung Pandang), Caprina Bali (Sukabumi), Tempo Utama (Bandung),
44 Pos Kota, 10 Maret 198245 Rekap Kompetisi II Galatama46 Pos Kota, 16 Maret 1982
lviii
Cahaya Kita (Jakarta) dan Mataram Putra (Yogyakarta). Buana Putra dan Tidar
Sakti yang semula direncanakan bergabung di divisi II mengundurkan diri47.
Pada kompetisi III, antusiasme masyarakat semakin meluas, karena 2 klub
yakni Pardedetex dan Niac Mitra mulai menggunakan jasa pemain asing. Jairo
Matos (Brasil) dan Ulrich Wilson (Jerman Barat) merupakan pemain yang
dikontrak Pardedetex. Keduanya mampu memberikan peran yang berarti bagi tim
dan kontrak keduanya bukanlah hal yang mubazir. Menurut TD Pardede,
merupakan sosok pemain kunci bagi Pardedetex. Jairo selalu tampil bagus di
setiap laga yang dijalani Pardedetex. Pujian yang diberikan kepada Jairo tidaklah
berlebihan. Tanpa merendahkan peran pemain lain, terbukti untuk kompetisi III,
Pardedetex yang dua musim sebelumnya selalu berada di posisi 5, setelah
kehadiran Jairo dan Ulrich berada di ranking 3 klasemen akhir48.
Tabel 3Klasemen Akhir Kompetisi III Galatama
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Niac Mitra 28 18 6 4 57 18 42
2 U.M.S. ' 80 28 15 9 4 40 21 39
3 Pardedetex 28 16 7 5 38 20 39
4 Warna Agung 28 14 7 7 45 23 35
5 Indonesia Muda 28 15 4 9 42 29 34
6 Perkesa '78 28 11 11 6 27 22 33
7 Tunas Inti 28 12 8 8 37 30 32
8 Arseto 28 9 11 8 42 37 29
9 Makassar Utama 28 10 7 11 26 21 27
10 Mertju Buana 28 7 12 9 24 25 26
47 Pos Kota, 3 Maret 198348 Edy Elison, PSSI Alat Perjuangan Bangsa, 2005, Jakarta: PSSI, halaman 83
lix
11 Jaka Utama 28 9 4 15 26 40 22
12 Sari Bumi Raya 28 7 7 14 25 41 21
13 Angkasa 28 4 8 16 18 46 16
14 Jayakarta 28 0 13 15 11 43 13
15 Bintang Timur 28 7 6 19 23 65 12
Jumlah Gol = 481 481
Pencetak Gol Terbanyak : Dede Sulaiman (17 Gol ) Indonesia Muda
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
Jika di Pardedetex ada Jairo dan Ulrich, maka di Niac Mitra ada Fandi
Ahmad dan David Lee yang berasal dari Singapura. Keduanya adalah pemain
asing termahal yang pernah dimiliki Galatama. Niac Mitra berani membayar
mahal keduanya, untuk satu musim kompetisi tidak kurang dari 22,5 juta rupiah
dikeluarkan sebagai bayaran Fandi Ahmad dan 15 juta rupiah untuk David Lee.
Agustinus Wenas, sang pemilik klub, tanpa keraguan berani mengeluarkan uang
dalam jumlah besar melihat kemampuan keduanya setimpal dengan bayarannya.
Niac Mitra, kampiun musim sebelumnya kembali mengangkat trofi juara.
Selama kompetisi III, Niac Mitra hanya mampu menorehkan 57 gol, hampir
separuh lebih sedikit dari yang mampu dicetak di kompetisi sebelumnya. Tetap
saja capaian itu membuat Niac Mitra sebagai tim paling produktif sekaligus
defensive di lini belakang dengan kemasukan 18 gol49. Penampilan bagus selama
kompetisi ini tidak lepas andil dua pemain asingnya yang begitu memegang peran
penting selama kompetisi. Fandi Ahmad, yang bertugas sebagai playmaker,
awalnya belum begitu menyatu dengan permaiman tim, masih terlihat canggung.
49 Rekap Kompetisi III Galatama
lx
Beruntung banyak pemain-pemain Niac Mitra yang terus memberi dukungan dan
membantu Fandi untuk beradaptasi serta menunjukkan kemampuan terbaiknya50.
Torehan gol terbanyak pada kompetisi III dimiliki oleh Dede Sulaiman,
ujung tombak Indonesia Muda. Kejutan muncul dari pendatang baru UMS 80
yang berhasil duduk di posisi 2 klasemen akhir. Lima besar hasil kompetisi III
secara berurutan adalah: Niac Mitra, UMS 80, Pardedetex, Warna Agung,
Indonesia Muda. Tiga urutan terbawah adalah Angkasa, Jayakarta, Bintang
Timur.51
Divisi II yang baru diadakan pada kompetisi III memiliki kisah sendiri.
Semen Padang yang sejak awal kompetisi menunjukkan dominasinya mampu
meraih gelar juara divisi II. Langkah Semen Padang ke tangga juara tidak mudah.
Tempo Utama yang duduk di urutan 2 memiliki poin yang sama yaitu 16. Semen
Padang didaulat menjadi kampiun berkat keunggulan selisih gol sebanyak plus 22
gol, sedangkan Tempo Utama hanya plus 10 gol dari 10 kali pertandingan. Semen
Padang dan Tempo Utama berhak masuk ke divisi I kompetisi berikutnya. Bima
Kencana akan memainkan playoff segitiga bersama Jayakarta dan Bintang Timur
untuk merebut satu tiket sisa untuk masuk sebagai tim ke 16 kompetisi divisi I
berukitnya52.
4. Kompetisi IV Galatama (30 November 1983 s/d 20 Mei 1984)
Kompetisi IV yang semula diadakan pada akhir Agustus 1983, diundur
menjadi akhir November pada tahun yang sama. Pemanggilan pemain dari klub
50Wawancara dengan Rudy Ketjes, 25 Agustus 200751Rekap Kompetisi III Galatama52 Jawa Pos , 7 Juni 1983
lxi
Galatama untuk masuk pelatnas guna persiaan pra Olympiade menyebabkan
jadwal mundur dari seharusnya. Bagaimanapun juga Galatama wajib
mengutamakan kepentingan nasional.
Larangan pemain asing telah diberlakukan. Tanpa pemain asing pun Niac
Mitra, Tunas Inti dan Pardedetex tetap optimis meraih hasil gemilang di kompetisi
IV. Rencana seleksi klub Galatama untuk kompetisi IV dibatalkan, karena Buana
Putra dan Tidar Sakti mengundurkan diri. Perkembangan selanjutnya divisi II
batal diadakan. Semua klub divisi II otomatis masuk ke divisi I, sehingga peserta
kompetisi IV menjadi 18 klub lagi. Berdasarkan pengalaman pada kompetisi
sebelumnya, ada klub yang kalang kabut menghimpun dana untuk pertandingan
tandang, sehingga disinyalir terjadi jual beli gol sekedar untuk menutupi biaya
akomodasi. Atas pertimbangan dari aspek finansial agar tidak memberatkan
peserta, maka diputuskan kompetisi IV dibagi dalam 2 wilayah, Timur dan Barat.
Tabel 4Klasemen Akhir Kompetisi IV Galatama
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Yanita Utama 15 9 4 2 34 11 22
2 Indonesia Muda 15 6 8 1 28 18 20
3 U.M.S '80 15 6 6 3 32 18 18
4 Mertju Buana 15 5 8 2 21 14 18
5 Semen Padang 15 4 8 3 17 16 16
6 Tempo Utama 16 4 5 7 14 24 13
7 Perdedetex 9 3 5 1 10 10 11
8 Sari Bumi Raya 15 1 4 10 13 28 6
9 Angkasa 15 1 4 10 9 39 6
Jumlah Gol = 178 178
Wilayah Barat
lxii
Babak 8 Besar Gruop B
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Tunas Inti 16 11 5 0 42 8 27
2 Perkesa '78 16 7 6 3 35 11 20
3 Makassar Utama 16 5 10 1 17 5 20
4 Caprina 16 8 3 5 21 19 19
5 Warna Agung 16 6 4 6 29 12 16
6 Arseto 16 4 8 4 22 12 16
7 Niac Mitra 16 6 3 7 16 12 15
8 Bima Kencana 16 3 3 10 10 27 9
9 Cahaya Kita 16 1 0 15 7 93 2
Jumlah Gol = 199 199
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Tunas Inti 6 2 3 1 8 4 7
2 Mertju Buana 6 2 2 2 9 5 6
3 Indonesia Muda 6 2 2 2 3 7 6
4 Makassar Utama 6 2 1 3 3 7 5
Jumlah Gol = 23 23
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 U.M.S.'80 6 5 1 0 9 2 11
2 Yanita Utama 6 3 2 1 9 5 8
3 Perkesa'78 6 1 2 3 4 5 4
4 Caprina Bali 6 0 1 5 1 11 1
Jumlah Gol = 23 23
Semi Final Final 3 & 4
U.M.S. '80 1 U.M.S.'80 1
Wilayah Timur
Babak 8 Besar Gruop A
lxiii
Vs Vs
Mertju Buana 3 Tunas Inti 2
Final 1 & 2
Yanita Utama 7 Yanita Utama 1
Vs Adu Pinalti Vs
Tunas Inti 6 Mertju Buana 0
Pencetak Gol Terbanyak :Bambang Nurdiansyah (13 Gol ) Yanita Utama
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
Pembagian dua wilayah tersebut ditetapkan sebagai berikut :
Barat: Yanita Utama, Indonesia Muda, UMS 80, Mertju Buana, Semen
Padang, Tempo Utama, Pardedetex, Sari Bumi Raya, Angkasa
Timur: Tunas Inti, Parkesa Mataram, Makasar Utama, Caprina, Warna
Agung, Arseto, Niac Mitra, Bima Kencana, Cahaya Kita.
Terjadi perpindahan home base di antara klub perserta kompetisi IV.
Caprina yang sebelumnya bermarkas di Sukabumi kini pindah ke Bali. Parkesa 78
pindah ke Yogyakarta, sehingga berganti nama menjadi Parkesa Mataram. Arseto
pun turut hijrah dari Jakarta ke Solo. Yanita Utama adalah tim baru bermaterikan
sebagian besar pemain Jaka Utama yang dibubarkan oleh Marzli Warganegara,
sang pemilik klub. Yanita Utama tetap bermarkas di Bogor53.
Kompetisi IV kali ini terbagi dalam dua wilayah, sehingga dipastikan
setiap klub tidak akan saling bertemu. Menurut aturan liga, empat tim teratas dari
masing-masing wilayah berhak masuk ke babak play-off 8 besar dengan sistem
silang yag juga terbagi dalam dua grup. Dua klub teratas dari masing-masing grup
akan melaju ke semi final dan yang menang selanjutnya masuk ke final. Di babak
53 http://www.rsssf.com/tablesi/indo84a.html
lxiv
8 besar, UMS 80, Yanita Utama, Parkesa Mataram, Caprina berada di grup A.
Penghuni grup B adalah Tunas Inti , Mertju Buana, Indonesia Muda dan Makasar
Utama. Pada pertandingan semifinal UMS 80 melawan Metju Buana, sedangkan
Yanita Utama bertemu Tunas Inti. Di final, Yanita Utama berhasil menyandang
gelar juara setelah menaklukan Merju Buana dengan skor tipis 1-054.
5. Kompetisi V Galatama (04 Agustus 1984 s/d 3 Desember 1984)
Galatama semakin mundur di kompetisi V. Kali ini hanya ada 12 klub
yang turut ambil bagian. Hanya ada satu klub baru, Bali Yudha. Bali Yudha
merupakan ‘reinkasnasi’ dari Caprina yang dilepas oleh Herlina Kasim pada
musim sebelumnya. Sebelas tim lainnya adalah: Yanita Utama, U.M.S. '80,
Makassar Utama, Tunas Inti, Warna Agung, Semen Padang, Mertju Buana,
Perkesa'78, Indonesia Muda, Niac Mitra, Arseto. Liga memutuskan untuk
menggelar kompetisi V dalam satu wilayah, karena hanya diikuti oleh 12 klub55.
Tabel 5Klasemen Akhir Kompetisi V Galatama
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Yanita Utama 22 12 7 3 37 17 31
2 U.M.S. '80 22 11 7 4 36 16 29
3 Makassar Utama 22 9 11 2 25 14 29
4 Tunas Inti 22 11 5 6 30 19 27
5 Warna Agung 22 9 7 6 28 16 25
54 Rekap Kompetisi IV Galatama55 Edy Elison, PSSI Alat Perjuangan Bangsa, 2005, Jakarta: PSSI, halaman 86
lxv
6 Semen Padang 22 9 5 8 22 21 23
7 Mertju Buana 22 6 9 7 24 20 21
8 Perkesa'78 22 7 7 8 28 25 21
9 Indonesia Muda 22 7 5 10 25 29 19
10 Niac Mitra 22 4 8 10 17 24 16
11 Arseto 22 5 3 14 18 34 13
12 Bali Yudha 22 3 4 15 13 68 10
Jumlah Gol = 303 303
Pencetak Gol Terbanyak :Bambang Nurdiansyah (13 Gol ) Yanita Utama
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
Klasemen akhir liga menunjukkan Yanita Utama keluar sebagai juara
dengan raihan 31 poin hasil dari 22 laga. Di tempat kedua dan ketiga bersaing
ketat antara UMS 80 dan Makassar Utama dengan koleksi poin yang sama, 29.
Bali Yudha dan Arseto berada di posisi terbawah. Nasib buruk rupanya sedang
berpihak pada Niac Mitra. Kembali juara kompetisi II dan III harus menerima
posisi 3 dari dasar klasemen akhir. Yanita Utama juga mencatat hasil baik,
penyerang andalan Bambang Nurdiansyah kembali bertengger sebagai pencetak
gol terbanyak. 13 gol dari 22 pertandingan berhasil dibuat oleh Bambang56.
Setalah kompetisi V berakhir, salah satu klub perintis Galatama dipastikan
mundur dari kompetisi VI. Klub perintis itu dalah Indonesia Muda. Selama
Galatama berlangsung Indonesia Muda termasuk tim papan atas. Hanya sekali
terseok diperingkat 9 kompetisi V dan ujungnya adalah pengunduran diri dari liga.
Di dalam surat pengunduran diri yang diajukan ke PSSI, Indonesia Muda
beralasan telah mengalami kerugian dalam membiayai partisipasi mereka dalam
Galatama. Sejak berdiri tahun 1930, Indonesia Muda tidak hanya membina
56 Rekap Kompetisi V Galatama
lxvi
cabang sepak bola saja, namun juga renang dan atletik. Jika hanya mengurusi
sepak bola saja dapat menggangu pembinaan cabang olahraga lainnya.
Menurut M.A. Rais, pemilik klub, untuk membiayai sepak bola selama
setahun saja, Indonesia Muda rata- rata menghabiskan dana sebanyak 150 juta
rupiah. Ditambah cabang olahraga lain, yang masuk dalam binaan, mencapai 200
juta rupiah. Hasil terakhir dari kompetisi V, dirasakan amat mengecewakan
pengurus Indonesia Muda. Di tengah kondisi Liga yang sedang meredup akibat
kasus suap, klub yang mendapat dukungan dana dari Pertamina ini, akhirnya
memutuskan untuk menarik diri dari kompetisi. Secara pribadi, Stanley Gouw
(manajer Tunas Inti) mengutarakan, mundurnya Indonesia Muda berarti liga telah
kehilangan satu tim tangguh. Pada akhir tahun 1984, sempat merebak kabar
Galatama akan bubar. Hal ini disebabkan anggota Galatama tersisa 8 klub saja.
Konsistensi dan semangat yang tersisa dari anggota yang masih bertahan
membuat Galatama tetap berjalan meski sedikit klub yang masih eksis57.
6. Kompetisi VI Galatama (22 September 1985 s/d 24 Desember 1985)
Semarak sepak bola kembali hadir menjelang kompetisi VI Galatama,
sayang itu semua hanya berlaku di Perserikatan. Sejak dimulainya kompetisi 12
besar Perserikatan pada awal Januari 1985, selera menonton pertandingan dari
para pecandu bola kembali kembali bangkit, jika dibandingkan dengan Galatama
yang sering sepi penonton di kompetisi V. Galatama, wadah sepak bola non-
amatir ini kian tenggelam wibawanya, justru saat minat penonton datang ke
stadion di Perserikatan mulai tumbuh kembali. Harus diakui mutu pemain
57 Majalah Tempo, 22 Desember 1984, hal 70
lxvii
Galatama semakin menurun saja, terbukti banyak sekali pemain yang terlibat
kasus suap, bahkan bisa disamakan dengan Perserikatan. Terbukti dari hasil
turnamen Perserikatan 1985. Persija, yang diperkuat sedikitnya delapan eks
pemain Galatama tidak bisa berbuat banyak. Tim yang diperkuat oleh pemain
tenar semacam Hadi Ismanto dan Didik Darmadi ini tersingkir di babak 6 besar
Kejuaraan Nasional Perserikatan 1985.
Di tengah sorotan miring terhadap kemampuan pemain eks Galatama,
kembali muncul kabar menyedihkan buat Galatama, Yanita Utama, klub yang
telah dua kali juara kompetisi, mengirimkan surat pemberitahuan kepada PSSI
yang ditandatangan oleh Boesairi Abdullah selaku manager tim. Dalam surat itu
tertulis bahwa sejak tanggal 12 Februari 1985, Yanita Utama dibubarkan. Alasan
pembubaran itu adalah pimpinan klub yang sedang sakit dan bisnisnya mengalami
kemunduran karena terlalu lama ditinggalkan untuk kegiatan bola. Yanita Utama
dinaungi oleh grup Yanita yang bergerak di perkebunan tebu dan pabrik gula.
Pitoyo Haryanto mendirikan klub Yanita Utama pada 1983. Pitoyo membeli klub
yang sebelumnya bernama Jaka Utama dari Marzoeli Warganegara, pengusaha
asal Lampung.
Keberhasilan Yanita Utama tidak lepas dari besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk menghidupi klub. Menurut pengakuan Pitoyo, gaji pemain
terendah di Yanita Utama adalah 200 ribu rupiah, tidak termasuk bonus. Selain
itu, khusus kepada pemain beberapa pemain top, klub bersedia membayar kontrak
sebesar 3 sampai 5 juta rupiah selama setahun. Dengan fasilitas yang
menggiurkan itu, dalam waktu beberapa bulan saja, banyak pemain tenar pindah
lxviii
ke Yanita Utama. Maka wajar bila klub ini cepat menanjak dan langsung jadi
juara berturut-turut dalam dua musim kompetisi. Pembubaran Yanita Utama
menambah panjang daftar klub yang angkat kaki dari Galatama. Klub lain, Tunas
Inti juga telah menyatidakan mengundurkan diri dan tidak ikut kompetisi VI58.
Pembubaran Yanita Utama, menarik keprihatinan dan simpati dari
Syarnoebi Said. Syarnoebi merasa menyayangkan pembubaran klub dan tidak
tega melihat nasib para pemain Yanita Utama, yang umumnya adalah pemain
nasional, maka Syarnoebi pun memutuskan untuk menghimpun kembali para
pemain yang tercecer dan membentuk mereka dalam sebuah tim baru. Semua
pemain eks Yanita Utama, ditampung ke dalam klub baru yang diberi nama
Kramayudha Tiga Berlian (KTB). KTB selanjutnya berada dibawah naungan PT.
Krama Yudha Tiga Berlian Motors, agen tunggal mobil Mitsubishi59.
Dengan diikuti 8 peserta, kompetisi VI kali ini berjalan singkat. KTB
menunjukkan dominasi dalam kompetisi. Semenjak laga pertama kompetisi VI,
KTB selalu berada di dua besar klasemen. KTB, tim baru bentukan Syarnoebi
Said, keluar sebagai juara.Kembali Bambang Nurdiansyah, penyerang andalan
KTB, menyandang titel sebagai pencetak gol terbanyak. Gelar juara KTB semakin
sempurna dengan catatan selama kompetisi VI memiliki agregat gol 20-5. Secara
berurutan urutan klasemen akhir kompetisi VI adalah: KTB, Arseto, Parkesa 78,
Makassar Utama, Semen Padang Niac Mitra, Warna Agung, Tunas Inti60.
58 Majalah Tempo, 23 Februari 1985, hal 6059 Edy Elison, PSSI Alat Perjuangan Bangsa, 2005, Jakarta: PSSI, halaman 8760Rekap Kompetisi VI Galatama ,
lxix
Tabel 6Klasemen Akhir Kompetisi VI Galatama
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Krama Yudha TB 14 10 2 2 20 5 22
2 Arseto 14 9 1 4 19 11 19
3 Perkesa'78 14 5 5 4 13 13 15
4 Makassar Utama 14 6 2 6 13 13 14
5 Semen Pandang 14 4 6 4 13 14 14
6 Niac Mitra 14 4 4 6 14 17 12
7 Warna Agung 14 1 8 5 8 16 10
8 Tunas Inti 14 2 2 10 5 16 6
Jumlah Gol = 105 105
Pencetak Gol Terbanyak : Bambang Nurdiansyah (13 Gol ) Krama Yudha
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
7. Kompetisi VII Galatama (31 Agustus 1986 s/d 16 November 1986)
Kondisi ekonomi yang sulit di Indonesia, ditambah makin suramnya
Galatama, ternyata tidak menjadi penghalang bagi keluarga pengusaha dibawah
nuangan PT. Bakrie Bersaudara untuk terus meningkatkan kegiatan mereka dalam
olahraga. Setelah sebelumnya pada 1983, Abu Rizal Bakrie (putra sulung
Achmad Bakrie, pemilik grup perusahaan), mendirikan klub bulutangkis dengan
nama Pelita Jaya, kini giliran Nirwan Bakrie (putra ketiga Achmad Bakrie)
mencoba di cabang sepak bola dengan membentuk klub dengan nama yang sama.
lxx
Masuknya Pelita Jaya kedalam Galatama, otomatis menambah jumlah peseta
kompetisi VII menjadi 9 klub61.
Menjelang kompetisi berakhir, ada sedikit pertikaian antara Syarnoebi
Said dengan Acub Zainal, selaku ketua lembaga Galatama PSSI. Ketegangan ini
berawal dari keikutsertaan KTB dalam turnamen antar klub se-Asia. Semula
Konfederasi Sepakbola Asia (AFC) menjanjikan KTB langsung lolos ke putaran
final bila mampu menang dalam babak penyisihan di Bangkok. AFC tiba-tiba
merubah keputusannya. KTB diharuskan menjalani pertandingan segitiga terlebih
dahulu di Hongkong. Perubahan keputusan ini tidak dapat diterima Syarnoebi,
kemudian dia memutuskan KTB batal ke Hongkong sebagai tanda protes.
Tabel 7Klasemen Akhir Kompetisi VII Galatama
61 Majalah Tempo, 23 Februari 1985, hal 60
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Krama Yudha Tb 16 10 4 2 26 7 35
2 Pelita Jaya 16 10 4 2 25 9 34
3 Arseto 16 7 6 3 22 13 31
4 Niac Mitra 16 5 7 4 19 17 23
5 Makassar Utama 16 5 3 8 14 13 20
6 Semen Pandang 16 5 4 7 15 25 20
7 Perkesa '78 16 4 6 6 13 17 17
8 Warna Agung 16 2 8 6 8 19 17
9 Tunas Inti 16 1 4 11 10 32 7
Jumlah Gol = 152 152
Pencetak Gol Terbanyak : Ricky Yacob ( 9 Gol ) Arseto
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
lxxi
Ditempat lain PSSI memutuskan untuk mengirim Pelita Jaya yang sedang
naik daun sebagai pengganti. Syarnoebi merasa keberatan karena Acub justru
memilih Pelita Jaya, bukannya KTB sebagai wakil Indonesia. Menurut Acub,
Pelita Jaya akan menjadi opsi terakhir bila KTB benar-benar batal bermain di
Hongkong. Pelita Jaya sendiri mengiginkan agar tetap KTB yang mewakili
Indonesia. Kesalahpaham ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan, dan KTB
bersedia berlaga di Hongkong62.
8. Kompetisi VIII Galatama (03 Oktober 1987 s/d 06 April 1988)
Tabel 8Klasemen Akhir Kompetisi VIII Galatama
62 Majalah Tempo, 26 November 1986, hal 61
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Niac Mitra 26 19 3 4 44 13 61
2 Pelita Jaya 26 18 3 5 51 20 57
3 Arseto 26 13 9 4 50 18 48
4 Krama Yudha 26 11 8 7 21 15 41
5 Makassar Utama 26 12 5 9 21 24 41
6 Arema 26 10 10 6 33 20 40
7 Palu Putra 26 10 10 6 25 15 40
8 Semen Padang 26 11 4 11 27 30 37
9 Perkesa Mataram 26 8 9 9 26 27 33
10 Medan Jaya 26 6 6 14 18 32 24
11 Pusri Palembang 26 5 6 15 22 52 21
12 Lampung Putra 26 5 5 16 17 42 20
13 Warna Agung 26 4 7 15 11 33 19
14 Bandung Raya 26 4 6 16 20 45 18
Jumlah Gol = 386 386
Pencetak Gol Terbanyak : Nasrul Koto ( 16 Gol ) Arseto
lxxii
Berkat Pelita Jaya yang sedikit mampu menghidupkan kembali gairah
sepak bola, beberapa pihak ada yang mencoba kembali membentuk klub
Galatama. Kali ini ada enam tim pendatang baru yang mencoba menyemarakkan
Galatama. Keenam tim itu adalah Bandung Raya, Lampung Putra, Pusri
Palembang, Medan Jaya, Palu Putra. Kali ini para pendatang baru sedikit
berupaya mencuri fanatisme Perserikatan. Lihat saja nama-nama dari keenam klub
baru itu. Semuanya menggunakan nama daerah asal63.
Pada kompetisi kali ini Niac Mitra di luar dugaan keluar sebagai kampiun.
Melihat perjalanan Niac Mitra di kompetisi sebelumnya, tidak banyak yang
menjagokan Niac Mitra sebagai juara. KTB secara mengejutkan hanya finish di
tempat ke 4 di bawah Arseto. Sementara Pelita Jaya harus puas berada di nomor 2.
Nasrul Koto, striker Arseto keluar sebagai top scorer dengan raihan 16 gol64.
9. Kompetisi IX Galatama (15 Oktober 1988 s/d 01 April 1989)
Gambar 2
Foto dari pertandingan Pelita Jaya vs Parkesa Mataram pada Kompetisi IX
63Pos Kota, 29 September 198764Rekap Kompetisi VIII Galatama
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
lxxiii
Sumber : Pos Kota, 2 Januari 1989
Kompetisi IX Galatama, juga disebut dengan Kompetisi Bentoel Galatama
IX. Hal ini disebabkan kompetisi disponsori oleh perusahaan rokok PT. Bentoel.
Selama gelaran kompetisi IX, tercipta 554 gol dari 18 klub peserta. Empat klub
pendatang baru adalah Barito Putra, Petrokimia Putra, BPD Jateng dan Pupuk
Kaltim. Dari keempatya Petrokimia Putra memberi kejutan denga duduk di posisi
5 klasemen akhir. Pelita Jaya,yang diasuh Benny Dolo, untuk pertama kalinya
menjuarai kompetisi Galatama setelah bersaing ketat sepanjang musim dengan
Niac Mitra. Gelar juara diperoleh Pelita Jaya dengan susah payah hingga laga
pamungkas kompetisi. Selisih gol, yang menjadikan Pelita Jaya juara, karena
keduanya memiliki poin yang sama 42. Di kelompok pencetak gol, Dadang
Kurnia (Bandung Raya) dan Micky Tata (Arema Malang) memimpin dengan 18
gol. Menyusul di belakang keduanya ada Ricky Yacob (Arseto) degan 15 gol65.
Gelar juara Pelita Jaya bukan satu-satunya penutup kompetisi IX
Galatama. Kejadian memalukan dan tidak senonoh turut menutup kompetisi X.
Tidak lama berselang dari laga akhir, PSSI menjatuhkan sanksi kepada pemain
Galatama atas tindakan tidak senonoh di lapangan. Hal yang tidak pantas
dilakukan bagi siapapun, terlebih seorang pemain tim nasional. Pemain yang
65Pos Kota. 8 April 1989
lxxiv
dimaksud adalah Elly Idris (Pelita Jaya). Melalui komisi hukum dan disiplin PSSI,
Elly dikenai skorsing selama 2 tahun. Putusan ini meralat putusan yang
sebelumnya dijatuhkan, skorsing 1 tahun percobaan 2 tahun. Elly terbukti
bersalah melakukan perbuatan tidak senonoh di hadapan official Petrokimia pada
laga pertengahan Maret 198966.
Tabel 9Klasemen Akhir Kompetisi IX Galatama
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Pelita Jaya 34 17 12 5 46 21 46
2 Niac Mitra 34 18 10 6 44 21 46
3 Arseto 34 16 9 9 38 24 41
4 Petrokimia Putra 34 15 10 9 32 26 40
5 Medan Jaya 34 15 9 10 41 32 39
6 Semen Padang 34 14 9 11 35 27 37
7 Bandung Raya 34 13 10 11 33 27 36
8 Arema 34 14 8 12 33 32 36
9 Pupuk Kaltim 34 11 12 11 26 28 34
10 Makassar Utama 34 12 10 12 29 38 34
11 Krama Yudha TB 34 9 14 11 36 31 32
12 Warna Agung 34 10 12 12 29 33 32
13 Pusri Palembang 34 12 7 15 28 34 31
14 BPD Jateng 34 10 10 14 28 31 30
15 Palu Putra 34 8 13 13 19 30 29
66Majalah Tempo. 6 Mei 1989
lxxv
16 Perkesa Mataram 34 8 13 13 20 35 29
17 Lampung Putra 34 8 11 15 23 37 27
18 Barito Putra 34 3 8 23 14 47 14
Jumlah Gol = 554 554
Pencetak Gol Terbanyak : 1. Micky Tata (18 Gol ) Arema
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
10. Kompetisi X Galatama (07 Januari 1990 s/d 08 Agustus 1990)
Tabel 10Klasemen Akhir Kompetisi X Galatama
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Pelita Jaya 34 16 14 4 45 19 46
2 Krama Yudha Tb 34 19 6 9 53 27 44
3 Pupuk Kaltim 34 15 11 8 36 19 41
4 Arema 34 15 11 8 31 26 41
5 Arseto 34 14 12 8 39 29 40
6 Niac Mitra 34 15 8 11 43 31 38
7 Semen Padang 34 14 10 10 42 31 38
8 Petrokimia Putra 34 13 8 13 32 32 34
9 Pusri Palembang 34 11 12 11 31 32 34
10 Lampung Putra 34 10 13 11 27 31 33
11 Palu Putra 34 12 9 13 33 38 33
lxxvi
12 Medan Jaya 34 11 10 13 38 40 32
13 Makassar Utama 34 7 15 12 26 37 29
14 BPD Jateng 34 11 7 16 27 39 29
15 Perkesa Mataram 34 6 14 14 25 33 26
16 Barito Putra 34 8 10 16 30 47 26
17 Bandung Raya 34 8 9 17 36 56 25
18 Warna Agung 34 7 9 18 24 51 23
Jumlah Gol = 618 618
Pencetak Gol Terbanyak : Bambang Nurdiansyah ( 15 Gol ) Pelita Jaya
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
Masih dibawah bendera sponsor PT. Bentoel, kompetisi X juga masih
diikuti oleh semua klub peserta kompetisi sebelumnya. Dengan percaya diri,
Pelita Jaya untuk kali kedua menjuarai kompetisi Galatama, memenuhi target
mereka di awal musim. Selama kompetisi X Galatama tercatat 618 gol tercipta.
Selisih 2 poin dari rivalnya, KTB, Pelita Jaya mengoleksi 46 poin dengan agregat
gol 45 – 19. Pelita Jaya mengukuhkan diri sebagai tim dengan produktivitas gol
tertinggi, sekaligus paling sedikit kemasukan gol. Bambang Nurdiansyah,
penyerang Pelita Jaya membekukan 15 gol selama kompetisi dan menjadi top
scorer. Di posisi terakhir, ada Warna Agung. Juara edisi perdana Galatama itu
kian melorot prestasinya67.
11. Kompetisi XI Galatama (11 November 1990 s/d 27 Februari 1992)
Masih ada banyak klub yang bermain di kompetisi XI meskipun sponsor
PT. Bentoel menarik diri dari Galatama. Kompetisi XI Galatama diikuti oleh 20
klub. 13 klub berasal dari kompetisi X. 7 klub sisanya pendatang baru. Ada 5 klub
yang mengundurkan diri di kompetisi XI, yaitu Lampung Putra, Makassar Utama,
67 Rekap Kompetisi X Galatama
lxxvii
Palu Putra, Pusri Palembang dan Niac Mitra. 7 klub pendatang baru adalah Aceh
Putra, Assyabaab SGS, Bentoel Galatama, Putra Mahakam dan Mitra Surabaya.
Kompetisi XI diwarnai pembubarkan KTB oleh pemilik pada paruh kompetisi68.
Kompetisi XI merupakan kompetisi terbaik berdasarkan kans rivalitas dari
5 tim teratas, karena saat meyisakan 4 laga sisa kelima tim memiliki peluang
juara69. Klasemen akhir menempatkan klub asal kota Solo, Arseto sebagai juara.
Persaingan ketat meraih gelar juara ada di tiga besar. Pupuk Kaltim dan Pelita
Jaya adalah rival berat Arseto dalam meraih gelar juara. Raihan 53 poin
mengukuhkan Arseto di puncak klasemen dengan agregat 48 -21, sekaligus
sebagai tim dengan kemasukan gol terendah. Arema yang menempati posisi 4
klasemen justru menjadi tim dengan produktivitas tertinggi. Pemain Arema,
Singgih Pitono, berhasil menjadi pencetak gol terbanyak dengan 21 gol70.
Tabel 11Klasemen Akhir Kompetisi XI Galatama
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Arseto 37 23 7 7 48 21 53
2 Pupuk Kaltim 37 22 7 8 50 24 51
3 Pelita Jaya 37 20 10 7 43 23 50
4 Arema 37 18 11 8 54 29 47
5 Petrokimia Putra 37 15 16 6 42 24 46
6 Medan Jaya 37 17 9 11 45 29 43
68 Rekap Kompetisi XI Galatama 69 Wawancara dengan Eduard Tjong, 24 Oktober 200770 Rekap Kompetisi XI Galatama
lxxviii
7 Barito Putra 37 13 16 8 37 25 42
8 Gelora Dewata 37 13 13 11 34 27 39
9 Mitra Surabaya 37 12 13 12 39 31 37
10 Perkesa Mataram 37 13 11 13 25 30 37
11 Semen Padang 37 12 12 13 35 32 36
12 BPD Jateng 37 12 12 13 28 36 36
13 Assyabaab 37 12 9 16 41 47 33
14Bentoel
Galatama37 9 14 14 21 32 32
15 Putra Mahakam 37 8 14 15 32 47 30
16 Aceh Putra 37 8 12 17 24 57 28
17 Bandung Raya 37 7 10 20 22 40 24
18 Gajah Mungkur 37 6 11 20 20 53 23
19Krama Yudha
TB19 7 5 7 25 18 19
20 Warna Agung 37 6 4 27 20 60 16
Jumlah Gol = 685 685
Pencetak Gol Terbanyak : Singgih Pitono (21) Arema
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
12. Kompetisi XII Galatama (10 September 1992 s/d 12 Agustus 1993)
Ada 17 klub yang bertahan dari kompetisi sebelumnya. 3 klub yang
mengundurkan diri adalah Bentoel Galatama, Mitra Surabaya dan KTB.
Kompetisi XII membawa klub asal kota Malang, Arema menjadi juara. Arema
telah resmi menjadi juara saat kompetisi masih menyisakan 1 laga. 45 poin
dengan agregat 53 – 22, membawa Arema di puncak klasemen. Juara sebelumnya
Arseto gagal mempertahankan gelar dengan menempati posisi 10. Pupuk Kaltim
lxxix
dan Barito Putra bersama Arema di tiga besar klasemen. Pemain Arema, Singgih
Pitono, kembali menjadi pencetak gol terbanyak71.
Tabel 12Klasemen Akhir Kompetisi XII Galatama
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Arema 32 18 9 5 53 22 45
2 Pupuk Kaltim 32 17 7 8 48 23 41
3 Barito Putra 32 17 6 9 36 21 40
4 Assyabaab Sgs 32 14 10 8 41 32 38
5 Gelora Dewata 32 12 14 6 33 24 38
6 Pelita Jaya 32 14 8 10 32 26 36
7 BPD Jateng 32 10 15 7 34 23 35
8 Semen Padang 32 11 13 8 29 30 35
9 Aceh Putra 32 9 14 9 29 31 32
10 Mitra Surabaya 32 12 7 13 39 34 31
11 Arseto 32 8 14 10 25 27 30
12 Petrokimia Putra 32 8 12 12 32 33 28
13 Medan Jaya 32 11 6 15 24 39 28
14 Mataram Putra 32 6 14 15 24 34 26
15 Putra Mahakam 32 7 12 13 20 31 26
16 Bandung Raya 32 6 9 17 23 51 21
17 Warna Agung 32 3 8 21 15 56 14
Jumlah Gol = 537 537
Pencetak Gol Terbanyak : Singgih Pitono ( 16 Gol ) Arema
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
71 Rekap Kompetisi XII Galatama
lxxx
13. Kompetisi XIII Galatama (4 September 1993 s/d 8 Juli 1994)
Tabel 13Klasemen Akhir Kompetisi XIII Galatama
Wilayah Barat
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Medan Jaya 32 18 10 4 37 17 46
2 Pelita Jaya 32 17 10 5 49 23 44
3 Semen Padang 32 16 9 7 50 23 41
4 Arseto 32 15 6 11 41 35 46
5 Mataram Putra 32 11 10 11 23 31 32
6 BPD Jateng 32 9 10 13 34 41 28
7 Aceh Putra 32 6 14 11 27 33 26
8 Bandung Raya 32 5 12 15 23 34 22
9 Warna Agung 32 4 5 23 19 66 13
Jumlah Gol = 303 303
Wilayah Timur
No Klub Main Menang Seri Kalah Gol Nilai
1 Pupuk Kaltim 28 12 11 5 32 19 35
2 Gelora Dewata 28 11 11 6 29 21 33
3 Assyabaab Sg 28 10 12 6 30 24 32
4 Mitra Surabaya 28 7 13 8 35 36 27
5 Barito Putra 28 8 11 9 26 35 27
6 Arema 28 5 17 6 19 23 27
7 Petrokimia Putra 28 6 12 10 26 31 24
8 Putra Samarinda 28 5 9 14 26 34 19
Jumlah Gol = 223 223
Putaran Final 2 Juli S/D 6 Juli 1994
1 Pelita Jaya 3 2 0 1 2 1 6
2 Gelora Dewata 3 1 2 0 2 1 5
lxxxi
3 Pupuk Kaltim 3 0 2 1 3 4 2
4 Medan Jaya 3 0 2 1 2 3 2
9 9
Pencetak Gol Terbanyak : Ansyari Lubis ( 19,Gol ) Pelita Jaya
Sumber : Badan Liga Indonesia ( format .xls ), 2007
Kompetisi XII digelar dengan membagi pesertanya ke dalam dua wilayah,
Barat dan Timur. Kebijakan ini diambil untuk menghemat pengeluaran klub
Galatama dalam membiayai pertandingan lawatan. Dua tim teratas dari masing-
masing wilayah akan dipertemukan dalam satu grup di putaran final. Pelita Jaya,
Gelora Dewata, Pupuk Kaltim dan Medan Jaya bertemu di putaran final. Pelita
Jaya keluar sebagai kampiun setelah mengalahkan Gelora Dewata di fnal dengan
skor tipis 1-0. Penyerang andalan, Pelita Jaya, Ansyari Lubis menempati tempat
tertinggi di jajaran pencetak gol72.
14. Lahirnya Liga Indonesia
13 Kompetisi dalam kurun 15 tahun adalah usia Galatama mewarnai
pentas sepak bola Indonesia. Tidak lama setelah akhir kompetisi XIII, PSSI
memutuskan untuk melebur Galatama dan Perserikatan ke dalam wadah baru
bernama Liga Indonesia. Keputusan ini didasari oleh keadaan klub-klub Galatama
yang semakin sepi penonton, PSSI ingin menampilkan kualitas pemain-pemain
Galatama dan fanatisme penonton di Perserikatan sekaligus dalam satu wadah
baru.
C. Permasalahan dalam Galatama
72 Rekap Kompetisi XIII Galatama
lxxxii
1. Permasalahan Suap di Galatama
Belum genap putaran pertama edisi perdana kompetisi Galatama terlewati,
kabar mengejutkan datang dari Parkesa 78. Melalui surat pemberitahuan resmi
bernomor 07/U/PA/VII/79 tanggal 14 Juli 1979 yang ditandatangani Acub Zainal
selaku pimpinan Parkesa 78, menyebutkan bahwa kesebelasan Galatama Parkesa
78 dinyatakan bubar oleh karena kasus suap yang melibatkan para pemainnya73.
Tentu saja kabar tersebut mengejutkan banyak pihak, mengingat dalam urutan
klasemen sementara Parkesa 78 berada di empat besar. Aneh rasanya sebuah klub
yang berada dipapan atas klasemen secara tiba-tiba dibubarkan oleh sang pemilik.
Kasus ini berawal dari upaya seorang bandar judi yang menyuap Yafeth Sibi,
seorang pemain Parkesa 78, agar mengalah dalam pertandingan melawan Cahaya
Kita pada awal Juli.
Upaya suap terhadap para pemain Parkesa 78 kembali terbongkar saat
ucapan Chaidir yang juga pemain Parkesa 78 terekam oleh media. Dari pihak
Parkesa 78 meminta yang bersangkutan agar diberi kelonggaran untuk tidak
bermain selama 2 bulan. Akibat dari pembubaran ini beberapa pemain telah
dipulangkan. Tercatat 15 orang kembali ke Jayapura, 1 pulang ke Medan, 9
lainnya asal Bogor kembali ke rumah masing-masing74.
Dua hari kemudian, kabar baik datang dari Parkesa 78. Melalui surat
pemberitahuan resmi 08/U/PA/VII/79 tertanggal 16 Juli 1979, pembubaran
Parkesa 78 dibatalkan. Pembatalan tersebut didasari oleh perkembangan kondisi
dan situasi terbaru dari pihak klub. Mengingat hasrat yang menyala-nyala dari
73 Pos Kota, 15 Juli 197774 Pos Kota, 7 Juli 1977
lxxxiii
sebagian besar pemain Parkesa 78 yang tidak terlibat skandal suap, yang
mengharapkan Parkesa tetap utuh dan melanjutkan pertandingan sisa dalam
kompetisi, bahkan banyak desakan dan saran dari berbagai pihak agar Parkesa 78
tetap bejalan terus75.
PSSI, sendiri selaku induk organisasi, melalui Ali Sadikin turut gembira
atas pembatalan pembubaran Parkesa 78. PSSI sendiri termasuk pihak yang
mendesak agar Parkesa 78 tetap utuh, namun tidak berarti melepas sanksi bagi
pemainnya yang terlibat suap. PSSI menyarankan kepada Parkesa78 agar
menyelesaikan masalah suap secara intern, dan bila perlu diambil tindakan tegas
bagi pemain yang terlibat suap. Tidak sampai di situ, dalam rapat pengurus harian
tanggal 20 Juli 1979, PSSI memutuskan pengukuhan pemecatan terhadap Yafeth
Sibi sebagai pemain Parkesa 78, serta tidak diperkenankan untuk memperkuat
kembali Perserikatan maupun klub Galatama yang menjadi anggota PSSI. Empat
orang pemain Parkesa 78 lainnya diberi peringatan keras, mereka adalah Baco
Ivak Dalam, Frederik Sibi, Saul Sibi, dan Yulius Wolf. Ali Sadikin juga meminta
bantuan polisi dalam mengungkap kasus suap ini secara tuntas76.
Terlepas sanksi yang dijatuhkan oleh PSSI, kemelut di Parkesa 78 dapat
dikatakan terselesaikan secara silaturahmi dan kekeluargaan dengan saling
memaafkan. Hal tersebut terlihat dari pembicaran secara kekeluargaan dari pihak
klub dan Yafeth Sibi serta beberapa pemain yang diduga terlibat suap. Pihak klub
sendiri masih menginginkan Yafeth Sibi kembali untuk menjadi keluarga Parkesa
75 Surat Pemberitahuan Resmi Parkesa 78 nomor 08/U/PA/VII/79 tertanggal 16 Juli 197976 Pos Kota, 21 Juli 1979
lxxxiv
78, namun keputusan dari PSSI berkata lain. Usai kasus suap ini Parkesa 78
memutuskan untuk pindah markas ke Palembang77.
Setelah Parkesa 78, kini giliran Warna Agung yang dilanda isu suap.
Dugaan suap dalam tubuh Warna Agung sebenarnya sudah lama berhembus,
hampir bersamaan ketika melanda Parkesa 78. Namun saat itu masih samar, dan
tidak ada kelanjutan yang berarti sampai kompetisi menginjak bulan November
1979. Pada 16 November 1979 PSSI secara resmi menjatuhkan skorsing terhadap
Marsely Tambayong 2 tahun dan Endang Tirtana 1 tahun dalam masa percobaan 6
bulan. Skorsing ini dijatuhkan terkait kasus suap yang melanda Warna Agung
dalam lanjutan kompetisi Galatama saat melawan Niac Mitra bulan sebelumnya.
Kedua pemain tersebut menurut Ali Sadikin terbukti bersalah meski belum
menerima uang dari bandar, dan niat untuk disuap sudah ada.
Ali Sadikin menilai kasus suap yang menimpa Warna Agung tidak lepas
dari tanggung jawab pelatih. Sebagaimana diketahui melalui penyelidikan, Jefri
Suganda, yang dikenal sebagai tukang judi, dapat dengan bebas keluar masuk
mess dan bergaul dengan para pemain Warna Agung. Jefri Suganda adalah orang
yang sama yang diketahui melakukan suap terhadap Yafeth Sibi, pemain Parkesa
79. Kecurigaan suap muncul dari pihak klub yang menilai pertandingan kontra
Niac Mitra berjalan tidak beres. Warna Agung yang lebih dulu unggul dengan
skor 3-1 mampu disamakan oleh Niac Mitra. Proses terjadinya dua gol
penyeimbang inilah yang dianggap oleh pihak Warna Agung tidak wajar.
77 Pos Kota, 27 Juli 1979
lxxxv
Ternyata dalam penyelidikan diketahui muncul nama seorang makelar dari bandar
judi, tidak lain adalah Jefri Suganda78.
Jefri hanya seorang makelar kecil, di belakangnya baik yang terkait
langsung dengan Jefri maupun tidak, diketahui ada 14 orang lagi yang berasal
dari Jakarta dan Semarang. Mereka sudah tidak asing lagi di kalangan judi bola,
termasuk juga yang terlibat dalam kasus suap Merdeka Games 1978. Nama-nama
bandar dan makelar yang ada dalam daftar PSSI adalah: Ya Sen, Tje Sen, Tje
Khong, Jefry Gunawan, Bie Tek, Bon Hin , Yusin, Siddik, Oker, Akian (
Jakarta), Oey Tjon Liat alias Arief Hidayat, Samino Budiman, Oey Tjien Hiang,
Tek Kong ( Semarang )79.
Terkait kasus suap yang melanda klub Galatama dan diduga juga terjadi di
Perserikatan, PSSI mengeluarkan sebuah pernyataan resmi tanggal 16 November
1979 berjudul “Pendirian dan Sikap PSSI Terhadap Kemelut Suap”. Dalam
pernyataan tersebut PSSI menegaskan bahwa persoalan suap yang terjadi di dunia
olahraga, khususnya sepak bola, bukanlah semata-mata persoalan olahraga saja,
namun juga telah menjadi persoalan masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai
tindak lanjut, PSSI mengundang setiap elemen masyarakat untuk mendorong
pemerintah ataupun lembaga negara menciptakan suatu peraturan atau
perundang-undangan yang memberikan kepastian hukum bahwa tindak
penyuapan di bidang olahraga merupakan pelanggaran tindak pidana dan diancam
dengan sanksi yang sesuai dan dapat dibenarkan oleh ketentuan hukum yang
berlaku di Indonesia. Secara organisatoris ke dalam, PSSI dalam menegakkan
78 Pos Kota, 17 November 197979 Pos Kota, 18 November 1979
lxxxvi
disiplin organisasi serta perwujudan dari pendirian dan sikap, sesuai dengan
keputusan Sidang Pengurus Paripurna PSSI ke III/1979, segera mengeluarkan
surat keputusan yang mengatur ketentuan hukum dan disiplin organisasi atas
setiap tindakan suap dalam linkungan organisasi PSSI80.
Meski sudah lama tidak muncul, kini kembali terdapat upaya penyuapan
yang melibatkan klub Jaka Utama. Secara internal, pihak klub telah menjatuhkan
skorsing bagi pemainnya. PSSI sendiri telah mengambil upaya lebih serius dalam
mengatasi kasus suap. Berdasarkan surat keputusan no. 21/9/81, pada tanggal 9
Oktober 1981 dibentuk dan dilantik Tim Peneliti dan Penanggulangan Kasus Suap
(TPPKS) yang terdiri atas Mursanto selaku ketua. Keempat anggota lainnya
adalah Sardjono , Hadi Suwarno, Mus Sobagjo, Lucien Pahala. TPPKS bertugas
untuk meneliti setiap kasus suap yang muncul sampai tuntas. Diharapakan
melalui TPPKS kasus suap dapat diminimalisir bahkan dihilangkan jika mampu.
Tentunya TPPKS tidak berkerja sendiri tapi bersama-sama dengan Galatama dan
Persrikatan dalam menangani kasus suap. Pembentukan TPPKS merupakan
sebuah langkah maju dan kongkret dari PSSI81.
Kasus suap tetap saja terjadi dalam kompetisi IV, salah satu korbannya
kali ini adalah Pardedetex. TD Pardede, pemilik klub terpaksa membubarkan klub
dan mengundurkan diri dari kompetisi, lantaran beberapa pemainnya diyakini
terlibat suap. Kasus yang menimpa Pardedetex ini menambah daftar panjang
skandal suap yang menimpa persepakbolaan Indonesia82. Antusias penonton
80Pendirian dan Sikap PSSI Terhadap Kemelut Suap, 16 November 197981Pos Kota, 10 Oktober 198182Majalah Tempo, 18 Februari 1984, hal 60
lxxxvii
Galatama pada kompetisi kali ini mulai menurun dibandingkan kompetisi
sebelumnya. Galatama perlahan mengalami kemunduran karena kasus suap terus
saja terjadi dan pemain asing tidak lagi bermain. Keadaannya sangat berbeda
seperti saat Niac Mitra diperkuat pemain asing, tim tuan rumah yang menjamu
Niac Mitra, selalu mendapat penonton yang lebih banyak dari biasa. Tidak
diragukan bahwa pemain asing memang memiliki daya tarik bagi penonton untuk
datang ke stadion83.
Pardedetex bukan satu-satunya korban suap di kompetisi IV, Cahaya Kita
juga terlibat. Bedanya, Cahaya Kita diputus terlibat suap olah PSSI setelah
merampungkan seluruh pertandingan di grup timur. Dalam surat kepuusan PSSI
bernomor 28/IV/1984 yang ditandatangani oleh Kardono memutuskan untuk
membekukan segala kegiatan klub Cahaya Kita. Inilah untuk pertama kali PSSI
menindak anggota Galatama. Menurut Nugraha Besoes, keputusan ini diambil
PSSI karena semenjak tahun 1979 sampai 1984, Cahaya Kita terlibat kasus suap.
Hal itu didasarkan pada laporan pemain dan pengurus klub itu sendiri. Secara
materi Cahaya Kita juga telah kehilangan banyak pemain. Banyak dari mereka
yang dipecat oleh Kaslan Rosidi (Bos Cahaya Kita) sendiri karena dugaan terlibat
suap84.
Mohammbad Barmen, ketua klub Assyabab, menilai masih suburnya
praktek suap tidak lepas dari kurang tegasnya sikap yang diambil oleh PSSI.
Selanjutnya Barmen mengambil contoh, M Asik , Budi Santoso dan Bujang Nasril
( pemain Jaka Utama) yang terkena skorsing 5 tahun karena suap, ternyata
83Wawancara dengan Rudi William Ketjes, , 25 Agustus 200784Majalah Tempo , 21 April 1984, hal 64
lxxxviii
direhabilitasi dan memperkuat Yanita Utama pada musim berikutnya.
Kelonggaran dan ketidak-tegasan sikap semacam inilah yang tidak memberikan
efek jera bagi pemain yang terlibat suap. Contoh lain adalah Ronny Paslah yang
belum selesai menjalani skorsing 5 tahun telah diminta kembali oleh PSSI untuk
memperkuat tim nasional. Penganganan lain yang lebih parah, Iswadi Idris yang
tersangkut suap saat masih membela Persija. Dalam masa hukuman, Iswadi justru
menuju ke Australia, memperkuat klub Western Suburbs. Ketika pulang ke tanah
air Iswadi justru dijadikan pelatih tim nasional85.
Pada waktu yang hampir bersamaan ‘pengadilan’ anti-suap PSSI,
menjatuhkan skorsing kepada Jimmy Sukisman, bendahara Caprina. Jimmy
terbukti berusaha melakukan suap terhadap para pemain Makassar Utama, pada
pertengahan Maret 1984. Bagi Herlina Kasim, pemilik Caprina, menilai sanksi
atas Jimmy sebagai langkah gegabah. Jimmy hanya pemain kecil, bandar besar
masih berkeliaran diluar sama. Apapun keputusan PSSI, Herlina tetap saja
kecewa. Tidak kurang dari 120 juta rupiah digelontorkan untuk membina Caprina,
tapi tidak cukup mehanan praktik suap yang melibatkan Caprina86. Merasa tidak
sanggup lagi membina Caprina, Herlina lalu memutuskan untuk melepas Caprina,
dan pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat Bali.
2. Permasalahan Wasit di Galatama
Kinerja wasit pada semenjak kompetisi III, memang mendapat sorotan dari
Liga dan PSSI sendiri. Ketegasan sikap dan prinsip keadilan yang dinilai kurang,
sering menjadi penyulut keributan dalam pertandingan. Kondisi serupa juga
85Ibid, hal 6586Ibid, hal 66
lxxxix
terjadi di Perserikatan. Beberapa pertandingan di Galatama dan Perserikatan,
diwarnai keributan baik yang melibatkan pemain, official, maupun penonton.
PSSI sendiri mengakui kericuhan dalam pertandingan itu banyak yang bermula
dari kepemimpinan wasit yang buruk. Usaha meningkatkatkan prestasi melalui
Galatama terancam tidak akan berhasil jika tidak diimbangi kualitas wasit yang
baik. Sampai dengan kompetisi VII belum ada upaya menyeluruh yang dilakukan
PSSI terkait kualitas wasit. Tindakan yang diambil PSSI hanya sebatas teguran,
peringatan, dan skorsing terhadap wasit-wasit bermasalah87.
Joppie De Fretes, selaku Ketua Komisi Wasit PSSI di bawah
kepemimpinan Kardono periode 1987-1991, mengakui wibawa ‘korps baju hitam’
memang sedang anjlok dan kualitasnya dinilai masih rendah. Memasuki tahun
1988, sebuah langkah maju ditempuh PSSI guna meningkatkan mutu wasit.
Sebanyak 34 wasit terbaik pemegang lisensi C-1 dari seluruh Indonesia
dikumpulkan di Senayan. Mereka adalah saringan dari 351 wasit C-1 yang aktif di
Indonesia. Dalam pertemuan itu, dibahas segala macam masalah perwasitan, tukar
pengalaman sembari memperdalam pengetahuan tentang peraturan dalam
pertandingan. PSSI mengharapkan ada penyeragaman pemahaman bagi wasit
tentang peraturan pertandingan sekaligus pola bertindak dalam kepemimpinan
dalam sebuah laga. Melalui penataran ini, para wasit diharapkan untuk bersikap
tegas tanpa keraguan dalam setiap keputusannya di lapangan. Kamarudin
Panggabean, tokoh bola asal Medan, mengingatkan segala upaya dalam
87 Majalah Tempo. 8 Januari 1988 hal 37
xc
peningkatan mutu wasit akan sia-sia bila tidak disertai kesadaran dari manajer,
pelatih, pemain dan penonton untuk lebih memahami aturan permainan88.
3. Sponsor dan Pendanaan Kompetisi Galatama
Beberapa klub di Galatama umumnya merupakan suatu perkumpulan
sepak bola dibawah naungan dari perusahaan. Pendanaan untuk membiayai
sebuah klub Galatama ditanggung oleh manajemen klub. Uang untuk membiayai
klub Galatama bersumber pada alokasi dana yang diberikan oleh perusahaan atau
badan yang menaunginya. Alternatif lain adalah donasi dan penjualan tiket. Cara
memperoleh pendanaan sepenuhnya diserahkan pada masing-masing klub. Klub-
klub Galatama tentu saja tidak memiliki kemampuan memperoleh pendanaan
yang sama.
Selama kompetisi I sampai V ada beberapa klub yang mengundurkan diri
dari Galatama disebabkan masalah finansial. Tingginya biaya untuk mengelola
klub dalam kompetisi menjadi penyebab beberapa klub menarik diri dari
Galatama. Pihak Liga menyadari sepenuhnya, jika tidak ada upaya pendanaan
secara menyeluruh dalam Galatama, eksistensi klub akan semakin berkurang.
Pada tahun 1985 upaya Galatama dalam mencari pendanaan menemui hasil
positif. Piala Liga, kompetisi extra Galatama, berhasil memperoleh sponsor.
Sebuah perusahaan susu dengan nama produk Milo, sanggup memberikan dana 75
juta rupiah untuk satu musim kompetisi Piala Liga. Keberhasilan dalam
memperoleh sponsor ini berlanjut hingga kompetisi Piala Liga V.
88Ibid
xci
Kompetisi reguler Galatama baru mendapat bantuan dana dari sponsor
pada kompetisi IX dan X. Kali ini sebuah perusahaan rokok asal kota Malang, PT.
Bentoel bersedia menjadi sponsor. Andi Darussalam, sekretaris Liga, mengakui
bahwa Galatama hampir tenggelam dan suntikan dana dari Bentoel memberi
dukungan yang sangat berarti bagi Galatama. Dana yang dianggarkan Bentoel
untuk menyokong Galatama cukup banyak . Jumlah alokasi dana dari Bentoel
untuk Galatama tidak kurang dari 350 juta rupiah. Di tengah tren penonton yang
menurun, upaya Bentoel mendanai Galatama ini terbilang nekat. Kris Bintoro,
kepala bagian promosi Bentoel, mengatidakan bahwa perusahaan melihat sepak
bola masih bisa diandalkan sebagai media promosi, selain juga ingin mengankat
kembali semarak yang ada di Galatama89.
Upaya dari Bentoel ini tentunya diimbangi dengan timbal balik wajib dari
Galatama. Klub Galatama yang menjadi tuan rumah dalam laga kompetisi harus
memasang umbul-umbul, spanduk, dan alat-alat promosi lainnya yang bertuliskan
Bentoel. Liga juga harus mengupayakan agar setidaknya delapan pertandingan
diliput penuh dan masuk siaran TV. Galatama tidak hanya menjadi penerima dana
sponsor saja dari pihak Bentoel, tapi juga secara aktif sebagai agen penjualan
produk rokok. Setiap klub ditargetkan menjual 50.000 pak rokok kepada
penonton. Pemilik klub tidak kurang akal tentunya dengan penjualan ini. Setiap
rokok akan dijual satu paket dengan karcis tertentu90.
Terlepas dari penjualan rokok, setiap klub tentunya berupaya mendapatkan
penonton sebanyak mungkin. Semakin banyak penonton berarti semakin banyak
89Majalah Tempo, 3 Desember 1988, hal 4090Ibid
xcii
pendapatan klub. Untuk memikat penonton agar datang ke stadion, selain rokok,
klub juga menyediakan semacam undian berhadiah. Salah satu klub yang getol
untuk urusan undian adalah BPD Jateng, pendatang baru di Galatama. Selain
rokok yang sudah satu paket dengan tiket, BPD Jateng juga memberikan rumah
BTN tipe 21, sepeda motor, sepeda BMX dan lainnya sebagai hadiah undian.
Tidak heran penonton tampak berjubel setiap kali BPD Jateng bermain di
kandang91.
Kompetisi XI dan XII tidak lagi mendapat bantuan dari sponsor. Klub
kembali mengandalkan pemasukan dari penonton. Kompetisi XIII, sponsor
kembali lagi ke Galatama. Sebuah perusahaan besar Spectrum dengan produk
bernama Kodak sanggup membantu Liga membiayai kompetisi dengan dana 1,25
milyar rupiah. Bantuan dana terbesar yang pernah diterima Galatama. Sebagai
konsekuensi, Spectrum menginginkan upaya promosi yang besar pula lewat
Galatama, sehingga pada kompetisi XIII digunakan sistem double round robin,
setiap klub bertemu dengan lawan yang sama sebanyak empat kali dalam satu
wilayah dalam babak penyisihan92.
Pendanaan dalam mengelola klub Galatama ada yang dilakukan secara
mandiri. Sebagai contoh adalah Pelita Jaya. Klub yang berada dibawah asuhan
Bakrie Bersaudara itu mampu sedikit mendobrak kelesuan yang dalam dua musim
sebelumnya melilit Galatama. Yaitu kurang ketatnya persaingan antar tim dan
sedikitnya penonton. Stadion Menteng Jakarta, tidak kurang didatangi 10.000
91Ibid, halaman 4192Majalah Sportif, No.238 tahun 1993, hal 50
xciii
penonton dalam kompetisi, sejak Pelita Jaya turun ke liga. Ini bisa dijadikan
sebagai tolak ukur pasang naik bagi Galatama.
Bahkan Abu Rizal, berani mengatakan bahwa dengan sepinya penonton
Pelita Jaya masih tetap untung. Tidak ada klub Galatama lain yang berani bicara
seperti ini. Sudah banyak contoh klub Galatama gulung tikar karena masalah
keuangan. Ucapan Abu Rizal ini tidak asal-asalan, bukan dengan didukung Bakrie
Bersaudara lantas klub ini jauh dari merugi. Kunci utama pembiayaan Pelita Jaya
terletak pada multi sponsor. Tidak kurang dari 21 sponsor yang mengontrak Pelita
Jaya dengan total pemasukan 300 juta rupiah93.
Klub ini turun ke lapangan dengan peralatan lengkap. Ada beberapa ribu
suporter datang menggunakan kaos bertuliskan nama klub di setiap laga kandang.
Para sponsor selalu mengelilingi pemain saat berlaga di kandang, terserak di
stadion, berjejer dalam berbagai bentuk papan iklan. Misalnya: Panin Bank,
Garuda Indonesia Airways, British Petrolium dan Indo Milk. Khusus Indo Milk,
kontraknya bernilai 150 juta rupiah setahun, sebagai timbal balik, nama
perusahaan susu ini terpampang jelas di bagian depan kostum Pelita Jaya. Selama
setahun pengeluaran klub mencapai sektar 150 juta rupiah dengan demikian baru
kali ini ada klub Galatama mampu mendapatkan laba, dalam jumlah besar pula.
Abu Rizal menyebutkan bahwa dalam mengelola klub bola harus bisa
menggabungkan 3 aspek: olahraga, bisnis, dan hiburan. Prinsip itulah yang selalu
dipegang Bakrie Bersaudara dalam mengelola Pelita Jaya94.
4. Catatan Lain di Galatama
93Majalah Tempo, 25 Oktober 1986, hal 3394 Ibid
xciv
a. Larangan Pemain Asing di Galatama
AD/ART PSSI maupun peraturan organisasi liga menyebutkan bahwa
penggunaan pemain asing diperbolehkan dalam Galatama. Sejak 7 Juni
1983,pemain asing sudah tidak lagi diperbolehkan dalam Galatama. Keputusan
resmi PSSI ini sudah diduga banyak kalangan Galatama, lantaran isu larangan
pemain asing sudah berhembus kencang di Senayan sejak awal Januari. Tetap saja
bagi klub yang menggunakan jasa pemain asing, keputusan ini dirasakan sepihak.
Niac Mitra, Pardedetex, dan Tunas Inti yang mengunakan pemain asing, sama
sekali tidak pernah diajak berunding soal larangan ini. Justru yang diajak
berembug soal pemain asing oleh Syranoebi Said adalah Nabun Noor ( Parkesa
78) dan Sigit Harjojudanto (Arseto) yang sama sekali tidak memiliki pemain
asing.
Soeparjo Pontjowinoto sendiri memiliki pandangan lain soal pemain asing.
Asalkan pemain asing itu berkualitas maka tidak ada masalah. Jika pandangan
semua orang di PSSI seperti Soeparjo, maka pemain sekaliber Fandi Ahmad tidak
perlu pulang kampung. Dalam surat keputusan itu tercantum pertimbangan yang
menyebut bahwa Pemain asing dapat merupakan hambatan dan saingan bagi
pertumbuhan potensi pemain-pemain nasional (lokal). Banyak kalangan merasa
janggal atas keputusan itu. Liga Utama yang telah memperoleh hak otonomi
memiliki AD/ART yang membenarkan impor pemain asing. Justru aturan itu
didobrak sendiri oleh PSSI dari atas95. Padahal hanya ada 6 pemain asing yang
memperkuat 3 klub Galatama.
95Majalah Tempo, 25 Juni 1983, hal 69
xcv
Kalangan sepak bola sendiri ada yang kurang sependapat dengan
keputusan larangan pemain asing. Kadir Yusuf, orang yang oleh Ali Sadikin
diserahi tugas menyusun konsep Galatama, merasa terpukul. Bagi Kadir,
Galatama ibarat seorang bayi di mana ia telah menjadi bidan yang membantu
kelahirannya. Menurut Kadir, untuk menggairahkan persepakbolaan, pemain
asing secara selektif mutlak diperlukan, apalagi menuju arah professional. Pemain
asing juga dapat dijadikan teladan bagi pemain lokal. Maladi, sesepuh PSSI, justru
menegaskan bahwa pemain asing itu lebih baik dari pelatih asing. Lain lagi
dengan Kosasih Purwanegara (mantan Ketua Umum PSSI) yang menilai bahwa
pemain asing bukan saja menjadi contoh ikut menunjang persepakbolaan
Indonesia. Asal dibatasi dan dilihat dulu mutunya, kehadiran mereka tidak apa-
apa96. Banyak yang mengharapkan agar pemain asing tidak dilarang, hanya saja
perlu selektif bagi klub Galatama.
Terkait larangan pemain asing, surat resmi PSSI baru diterima Niac Mitra
pada 16 Juni 1983, ketika pertandingan melawan Arsenal. Pertandingan yang
menjadi laga perpisahan bagi Fandi Ahmad dan David Lee. Pada saat laga
berjalan, Fandi Ahmad yang mendapat kepungan dari 3 pemain belakang Arsenal
(Graham Rix, David O’leary, Chris Whyte), mampu lolos dan mencetak gol
pertama di menit 37. Pada menit ke-83, pemain ujung kanan, Djoko Malis,
mencetak gol kedua setelah menerima umpan manis dari Fandi Ahmad.
Sepanjang pertandingan David Lee mampu meredam sejumlah serangan yang
dibangun oleh Arsenal. Sampai peliut akhir dibunyikan skor bertahan 2-0 untuk
96Ibid
xcvi
Niac Mitra. Pertandingan ini diakhiri dengan kegembiraan sekaligus kesedihan
bagi Niac Mitra97.
Sedikit catatan, Arsenal merupakan tim papan atas divisi utama liga
Inggris. Sepanjang kompetisi tahun 1981 – 1984, Arsenal berada di posisi 5, 10,
dan 698. Saat pertandingan melawan Niac Mitra, Arsenal diperkuat oleh 4 pemain
internasional (Pat Jennings, Graham Rix, Kenny Sansom dan Alan Sunderland).
Materi pemain Arsenal saat dikalahkan Niac Mitra sama dengan yang diturunkan
saat mengalahkan PSSI Selection 5-0. Dapat dikatakan pertandingan ini sebagai
sindiran halus bagi PSSI dari Fandi Ahmad99.
b. Pengakuan dari Luar Negeri atas Pemain Galatama
Untuk kesekian kalinya pemain sepak bola Indonesia, mencoba mengadu
nasib di negara lain. Pemain itu adalah Ricky Yacob (Arseto). Sebelum Ricky
bermain di luar negeri, Risdianto, Iswadi Idris, Abdul Kadir, Ristomoyo dan
Robby Darwis terlebih dahulu bermain di negara tetangga. Bedanya, jumlah
transfer dan gaji pemain tidak pernah diumumkan. Sebuah klub sepak bola
ternama Jepang, Matsushita mengontrak Ricky selama 1 tahun. Sebelumnya
pemain Thailand, Withaya juga menandatangani kontrak dengan klub yang sama.
Kepindahan Ricky ke Jepang merupakan buah rekomendasi dari Withaya kepada
Yoji Mizugichi, bos Matsushita. Menurut Withaya, Ricky adalah pemain berbakat
dengan kemampuan luar biasa. Ricky boleh berbangga, selain kemampuannya
diakui klub Jepang, nilai kontrak dan gajinya pun bernilai tinggi. Untuk
97Jawa Pos, 17 Juni 198398 http://www.rssf.com/engpaul/FLA/1983-84.html, 99Wawancara dengan Rudy William Keltjes, 25 Agustus 2007
xcvii
mendapatkan Ricky, Matsushita membayar 3 juta yen kepada Arseto. Ricky
mendapat bayaran 9 juta yen untuk nilai kontrak satu tahun,100.
Kepindahan Ricky merupakan kehilangan bagi Arseto dan tim nasional.
Selama ini Ricky adalah pemain kunci Arseto. Sinyo Aliandoe, selaku pelatih
melihat hal ini tetap positif demi perkembangan karir bagi Ricky dan kebanggaan
bagi Arseto. Ricky juga tergabung dalam tim nasional juara SEA Games 1987101.
Keberadaannya di Jepang tidak berlangsung lama, Ricky hanya beberapa bulan
saja memperkuat Matsushita. Cedera membuat Ricky tidak mampu memberikan
penampilan terbaiknya di Jepang. Setelah kembali ke Indonesia, dengan cedera
yang masih membekap, Ricky memutuskan untuk kembali ke Arseto102.
100 Majalah Tempo, 12 Agustus 1989, hal 39101Ibid102PSSI. 70 Tahun PSSI, 2001, Jakarta: PSSI, hal 150
xcviii
BAB IV
PERAN GALATAMA DALAM SEPAK BOLA INDONESIA
A. Peran Galatama Dalam Pembinaan Sepak Bola
Pola pembinaan sepak bola nasional mengenal adanya sistem utama dan
ekstra dalam sepak bola. Sistem utama dibagi menjadi tiga sub sistem yaitu wadah
utama, pengelola sepak bola, sarana utama. Ketiganya saling berhubungan erat
dan tidak terpisahkan satu sama lain. Klub Galatama dan Perserikatan dalam
tingkat sejajar berada dalam sub sistem wadah utama. Pengurus, pelatih , wasit,
pemain, pers, penonton berada dalam satu sub sistem pengelola sepak bola. Sub
sistem sarana utama diisi oleh pendidikan dan pelatihan, pertandingan, peraturan,
lapangan dan peralatan. Semuanya menyatu dalam satu sistem utama yang
bersama-sama bekerja dengan sistem ekstra. Sistem ekstra dibagi atas dua sub
sistem, subjek dan aktivitas. Terdapat instansi-instansi pemerintah, kelompok
masyarakat, perusahaan-perusahaan, dan lembaga penelitian olahraga dalam sub
sistem subjek. Segala kegiatan pendukung semacam sepak bola pelajar, Galakarya
dan Galanita berada dalam sub sistem aktivitas103.
Galatama dalam posisi tersebut tidak hanya sekedar sekumpulan klub yang
menggelar kompetisi reguler untuk meraih prestasi lewat gelar juara, namun juga
memikul kewajiban yang lebih utama sebagai bagian dari pembinaan sepak bola
nasional. Pembinaan sepak bola merupakan upaya jangka panjang yang hasilnya
tidak bisa dirasakan secara instan. Sebagai salah satu unsur pokok dalam sub
103 PSSI, 1982, Konsep Pola Pembinaan Sepak Bola Nasional, Jakarta: PSSI, halaman 12
xcix
sistem wadah utama, Galatama secara berkesinambungan melakukan upaya
pembinaan dengan tetap mengutamakan fungsinya sebagai pusat pembangkit
kemajuan sepak bola. Pembinaan dilakukan dengan cara pembenahan pola latihan,
memberikan pemahaman aturan sepak bola dengan benar, adanya sistem
kompetisi reguler yang menunjang prestasi dan pembibitan bakat-bakat sejak usia
dini104.
1. Pembinaan Melalui Kompetisi Reguler
Sejak kehadirannya dalam persepakbolaan Indonesia, Galatama membawa
beberapa contoh pembinaan yang baru. Klub memiliki jadwal rutin dan pola
latihan yang disesuaikan dengan sistem kompetisi yang digelar oleh Galatama.
Kompetisi dengan sistem home away mengharuskan setiap klub untuk saling
bertemu dan membuat jumlah pertandingan yang banyak. Untuk itu perlu
kesiapan dari setiap klub menjelang sebuah laga digelar agar mendapatkan hasil
maksimal. Jadwal latihan yang rutin akan membuat tim lebih siap dalam
pertandingan.
Ada dua kompetisi dalam Galatama, kompetisi liga dan piala liga.
Kompetisi liga adalah suatu bentuk kompetisi reguler yang diadakan oleh
Galatama diikuti oleh anggotanya. Kompetisi liga menggunakan sistem klasemen
dan home away, dengan sistem poin yang diperoleh dari tiap pertandingan. Klub
yang memiliki poin tertinggi di akhir klasemen berhak menyandang gelar juara
kompetisi. Piala liga memiliki kesamaan dengan kompetisi liga, bedanya tidak
menggunakan sistem turnamen round robin, atau biasa dikenal dengan sistem
104 Ibid, hal 15
c
gugur. Masing-masing klub akan berhadapan dengan klub yang sama dua kali,
bermain tandang dan kandang. Klub yang unggul secara skor hingga partai final
berhak menjadi juara Piala Liga.
Pembinaan semacam ini membawa efek positif di tim nasional. Pemain
akan memiliki pengalaman tanding yang cukup sebagai bekal untuk memperkuat
tim nasional. Kebugaran dan kondisi fisik pemain lebih terjaga karena pola latihan
rutin. Atas dasar inilah pembinaan dalam Galatama dirasakan lebih efektif
dibandingkan dengan Perserikatan, sehingga tidak heran jika banyak pemain
Galatama yang memperkuat tim nasional. Sejak Galatama bergulir, pemain-
pemainnya selalu mejadi prioritas bagi PSSI, karena tidak ada pilihan lain yang
memiliki pola latihan teratur dan sistem kompetisi yang panjang. PSSI
membutuhkan pemain yang siap secara mental maupun fisik untuk bertanding
kapanpun dan dalam agenda turnamen manapun.
Selain mendukung faktor fisik dan pengalaman, sistem kompetisi
Galatama juga mirip dengan sistem kejuaraan tingkat internasional yang dikuti
oleh PSSI. Kejuaraan semacam Merdeka Games, Annie Cup, SEA Games, Pra
Olimpiade, King’s Cup mempunyai sistem kompetisi yang sama atau kombinasi
keduanya. Nilai positifnya adalah para pemain Galatama yang memperkuat PSSI
di ajang internasional sudah terbiasa dengan pola kompetisi yang hampir sama.
2. Pembinaan dan Pembibitan Pemain Usia Dini
Pembinaan secara terpadu tidak terlepas dari pembinaan usia dini.
Ketentuan dalam Galatama mewajibkan setiap klub memiliki tim yunior, sebagai
usaha regenerasi internal pemain. Jayakarta merupakan salah satu klub dengan
ci
pembinaan tim yunior yang baik. Sekolah sepak bola yang berada di bawah
asuhan Jayakarta adalah salah satu contoh upaya pembinaan usia dini. Jayakarta
meniru pola pembinaan junior seperti yang diterapkan di klub Ajax Amsterdam.
Contohnya: menggunakan asrama dalam pembinaannya sehingga pemain yunior
dapat lebih optimal dalam belajar sepak bola. Di awal kompetisi Galatama,
Jayakarta lebih banyak diisi oleh pemain didikannya sendiri atau yang sudah
terlebih dahulu tergabung sejak pertengahan tahun 1970-an105.
Dalam pembinaan dan pembibitan usia dini dikenal dalam 4 tahapan
berdasarkan jenjang usia. Kelompok anak-anak (usia 8 – 12 tahun ), yang
menitikberatkan pembinaan dalam menciptakan berbagai permain dengan bola
untuk merangsang motivasi keikutsertaan sebanyak mungkin dari anak-anak
dengan ekspetasi hasil mendapatkan anak-anak yang potensial untuk
dikembangkan menjadi pemain yang baik. Kelompok remaja (usia 12 -16 tahun),
yang mengimplementasikan aspek lebih dalam tentang sepak bola dan
merangsang kecintaan terhadap permainan sepak bola. Ekspetasi yang diharapkan
dari pembinaan kelompok remaja adalah menciptakan pemain yang ingin serius
meningkatkan diri dalam keterampilan bermain bola.
Pembinaan usia dini semacam ini tentu memberikan peran secara
keseluruhan bagi sepak bola Indonesia, selain motif pribadi klub-klub Galatama
sebagai langkah regenerasi. Tidak semua klub-klub Galatama memiliki sekolah
sepak bola yang secara intensif memberikan pembinaan usia dini. Beberapa
diantaranya klub yang memiliki sekolah sepak bola guna pembinaan usia dini
105 Wawancara dengan Memed Permadi, 25 Juli 2007
cii
adalah Jayakarta, Niac Mitra, Arseto, UMS 80, Indonesia Muda, Tunas Inti, Pelita
Jaya, Arema106.
3. Klub sebagai pusat pembangkit kemajuan
Sebagai upaya lanjutan dari pembinaan usia dini, klub juga memiliki peran
sebagai pusat kemajuan. Kelompok taruna atau lebih dikenal dengan tim yunior,
merupakan bagian strategi pembinaan yang menitikberatkan pada pemantapan dan
pematangan. Pada tahap yunior, pemain akan dipacu menimbulkan perasaan
fanatik terhadap sepak bola dan menanamkan sikap bahwa tanpa latihan serius,
pemain tidak akan sampai ke puncak kemampuan. Pemain mulai diarahkan untuk
memilih sepak bola sebagai karir. Tahap akhir sebagai pemain adalah masuk
dalam kelompok senior. Penggalangan prestasi menjadi strategi pembinaan yang
utama di tahap ini. Pokok implementasi dalam tahap ini adalah menegakkan sikap
mental juara dan memaksimalkan kemampuan pemain dalam kompetisi untuk
meraih prestasi.107. Semua klub yang tergabung di Galatama telah menjalankan
fungsi ini, karena sesuai ketentuan Liga, klub diwajibkan memiliki tim yunior dan
senior untuk tergabung dalam Galatama.
B. Peran Galatama Dalam Meningkatkan Kesejahteran Pemain
Galatama selain menjadi upaya untuk membantu meningkatkan prestasi
tim nasional, juga sempat menjadi tujuan baru pemain-pemain yang berasal dari
Perserikatan karena menjanjikan bayaran yang lebih besar. Gaji yang lebih besar
dibandingkan saat bermain di Perserikatan turut membawa kesejahteraan pemain
106 Wawancara dengan John Halmahera, 23 Juli 2007107 Konsep Pola Pembinaan Sepak Bola Nasional, hal 69
ciii
menjadi lebih baik lagi. Besar kecilnya gaji seorang pemain Galatama tidak lepas
dari kemapuan finansial sebuah klub. Semakin kuat dan bonafit perusahaan atau
lembaga yang menaungi, semakin besar pula anggaran yang diberikan untuk
mengelola klub Galatama108.
Besaran rata-rata gaji yang diterima pemain Pardedetex, Niac Mitra,
Warna Agung, KTB tentu lebih besar dari yang diterima pemain dari klub Cahaya
Kita, BBSA Tama ataupun Tidar Sakti. Umumnya klub yang berani memberi gaji
besar kepada pemain adalah yang ditopang oleh perusahaan besar. Pardedetex di
awal kompetisi Galatama termasuk salah satu klub yang membayar tinggi gaji
pemainnya. Tidak kurang 300 ribu sampai 500 ribu rupiah dikeluarkan Pardedetex
untuk seorang pemain setiap bulan. Jika ada pemainnya yang mencetidak gol dan
memberi kemenangan, Pardedetex akan memberi bonus mencapai 250 ribu
rupiah. Di tempat lain, Warna Agung yang berada di bawah perusahaan cat,
menggaji pemainnya 250 ribu sampai 400 ribu rupiah. Pada tahun 1986, KTB,
klub asal Bogor, membayar 300 ribu sampai 600 ribu rupiah setiap bulan untuk
seorang pemain. Klub-klub ‘kecil’ semacam BBSA Tama dan Cahaya Kita paling
tinggi memberi gaji bulanan pemain sampai 300 ribu rupiah untuk seorang
pemain. Secara rata-rata pemain mendapatkan bayaran yang lebih besar saat
menjadi pemain Galatama dibandingkan saat masih berada di Perserikatan.
Tidak dapat dipungkiri Galatama turut meningkatkan kesejahteraan
pemain saat masih memperkuat klub bersangkutan. Namun tidak ada jaminan
108 Wawancara dengan Ronny Pattinasarani, Iswadi Idris, Risdianto, 23 Juli 2007
civ
masa depan bagi pemain manapun yang ada di Galatama109. Ikatan antara pemain
dan klub hanya sebatas waktu saat masih aktif bermain bersama klub yang dibela.
Jika sudah tidak ada ikatan sebagai pemain ada yang kemudian dijadikan
karyawan pada perusahaan yang membawahi klub Galatama bersangkutan.
Umumnya pemain yang sudah tidak terpakai di Galatama kembali ke Perserikatan
atau memperkuat klub Galakarya. Pilihan terbaik adalah bergabung di Galakarya.
Selain masih mendapat gaji dari bermain bola meski dalam jumlah kecil
dibandingkan Galatama, pemain akan mendapat status karyawan110.
C. Peran Galatama dalam Membantu PSSI Meraih Prestasi
Motif utama dibentuknya Galatama adalah sebagai jalan pintas untuk
mewujudkan harapan PSSI dalam meraih prestasi di ajang internasional. Gelar
juara memang bukanlah patokan tunggal untuk kesuksesan meraih prestasi,
namun tetap menjadi tolak ukur yang paling sederhana. PSSI memberikan
ekspetasi tinggi terhadap Galatama sebagai kunci utama dalam meraih prestasi
dalam kejuaraan tingkat internasional. Hadirnya Galatama dalam persepakbolaan
Indonesia tidaklah serta merta menghasilkan capaian prestasi secara instan seperti
yang diharapkan. Perlu adanya sebuah proses bagi Galatama membantu sepak
bola nasional ke arah prestasi.
1. Galatama Sebagai Sumber Utama Rekrutmen Pemain Nasional
Sebelum tahun 1979, praktis Perserikatan memiliki andil terbesar sebagai
sumber pemain dalam tim nasional karena satu-satunya kejuaraan tingkat tertinggi
109 Wawancara Eduard Tjong 24, Oktober 2007110 Wawancara Memed Permadi, 25 Juli 2007
cv
ada di Perserikatan. Memasuki tahun pertama dan kedua Galatama, terjadi
peralihan fungsi dari Perserikatan ke Galatama sebagai sumber pemain nasional.
Hal tersebut dinilai wajar, karena semua pemain terbaik Perserikatan yang
bermain untuk tim nasional pindah ke Galatama111. Pada tahun ketiga sampai
enam Galatama tetap menjalankan perannya secara tunggal sebagai sumber
utama pemain nasional secara mandiri dengan mencetidak pemain hasil
binaannya. Berikutnya baik Galatama dan Perserikatan kembali bersama-sama
sebagai sumber utama pemain nasional dalam porsi yang berimbang112.
2. Galatama Sebagai Wakil PSSI di Turnamen Internasional
Sebagai bagian dari Asosiasi Sepakbola Asia (AFC), PSSI diwajibkan
untuk ikut serta dalam kejuaraan yang diselenggarakan di bawah AFC. AFC
selain menggelar kejuaraan yang diikuti oleh tim nasional juga memberi
kesempatan kepada klub-klub sepak bola negara anggota dalam kejuaraan antar
klub Asia. AFC menyelenggarakan kejuaraan antar klub Asia sejak tahun 1967
bernama Asian Champions' Cup. PSSI sebagai anggota AFC wajib mengirimkan
wakil yang diambil dari Galatama113. Klub yang terpilih menjadi wakil PSSI
dalam Asian Champions' Cup adalah juara kompetisi Galatama, dengan
memberikan klub terbaik diharapkan akan memberi hasil positif bagi pencapaian
prestasi.
111 Wawancara dengan Ronny Pattinasarani, Iswadi Idris, Risdianto, 23 Juli 2007112 Wawancara dengan Rudy William Keltjes, 25 Agustus 2007
113 www.rsssf.com/tablesa/as1.html
cvi
Gambar 3
Foto pertandingan KTB dalam kejuaraan Asian Champion’s Cup
.
Sumber : Pos Kota, 25 Juni 1986
Hasil yang diperoleh klub-klub Galatama dalam kejuaraan AFC berbeda di
setiap turnamen. Catatan terbaik selama era Galatama dimiliki oleh klub KTB
(Yanita Utama)114. KTB berhasil mencapai semi final dan mengalahkan Al
Ittihad, wakil dari Arab Saudi, dengan skor 1-0 di tahun 1986115. Capaian tersebut
merupakan rekor terbaik yang pernah diraih klub asal Indonesia di tingkat Asia.
Belum ada klub Indonesia lain yang menyamai prestasi KTB di Asian Champions'
114 KTB terdaftar dalam Asian’s Champoins Cup dengan nama Yanita Utama. Yanita
Utama kemudian dibubarkan lalu dibentuk klub baru dengan nama KTB dengan materi pemain yang sama.
115 Wawancara dengan Sofyan Hadi, 24 Juni 2007
cvii
Cup (AFC Cup) sampai dengan tahun 2010116. Klub Galatama lain yang pernah
bermain di Asian Champions' Cup adalah Niac Mitra, Pelita Jaya dan Arseto.
D. Peran Galatama Sebagai Landasan ke Arah Sepakbola Profesioanal
Konsep sepak bola profesional yang dituangkan lewat Galatama adalah
langkah maju bagi persepakbolaan di Indonesia. Galatama memang belum bisa
murni professional, oleh karena itu disebut dengan non-amatir atau semi
professional. Kehadiran sepak bola professional murni di Indonesia belum
mencapai bentuk yang sesungguhnya. Liga Indonesia yang menjadi gabungan dari
Perserikatan dan Galatama sesungguhnya merupakan upaya penyelamatan klub-
klub Galatama agar tetap eksis dan mengenalkan pembinaan profesional bagi
Perserikatan. Sepakbola Indonesia patut berterima kasih kepada Galatama
sebagai perwujudan konsep sepak bola professional, meski penerapannya belum
sempurna. Setidaknya Galatama dapat dijadikan evaluasi bagi PSSI untuk
perencanaan dan penerapan sepak bola professional yang lebih baik. 15 tahun
Galatama dapat dijadikan pembelajaran bagi PSSI dan masyarakat pencinta sepak
bola agar sepak bola professional dapat terwujud secara optimal di Indonesia
dengan tetap mengutamakan kepentingan sepak bola nasional117.
116 Sejak tahun 2004, Asian Champions' Cup beganti nama menjadi AFC Cup117 Wawancara dengan Sofyan Hadi, 24 Juni 2007
cviii
BAB V
KESIMPULAN
Minimnya prestasi yang diraih PSSI pada tahun 1970-an, membuat PSSI
memutuskan untuk menerapkan konsep sepak bola profesional di Indonesia
sebagai jalan pintas agar dapat kembali berprestasi di ajang internasional. Konsep
tersebut diwujudkan dalam Lembaga Sepakbola Utama (Galatama), dengan pola
pembinaan klub secara profesional, namun status pemain masih sebagai amatir.
Oleh karena itu, Galatama disebut sebagai sepak bola non-amatir atau semi
profesional. Galatama menitikberatkan pembinaan klub sebagai pusat kemajuan
sepak bola melalui sistem kompetisi reguler, dan pembinaan pemain sejak usia
muda.
Selama kurang lebih 15 tahun, Galatama telah menggelar 13 kompetisi
reguler dengan jumlah peserta yang berubah di setiap penyelenggaraannya.
Galatama merupakan penerapan manajemen profesional dalam sepakbola yang
menitikberatkan pendanaan mandiri di bawah lembaga atau perusahaan.
Eksistensi klub-klub Galatama sangat dipengaruhi oleh kemampuan finansial
lembaga atau perusahaan yang menaunginya, mengingat diperlukan dana yang
besar dalam keikutsertaan dalam kompetisi. Terlihat bahwa yang mampu bertahan
dalam 13 kali penyelenggaraan kompetisi, hanya klub-klub yang memiliki
dukungan finansial yang kuat.
Terlepas dari sisi pendanaan, semua klub Galatama memiliki peluang
resiko yang sama atas kasus suap dalam sepak bola. Kasus suap yang sempat
melanda tim nasional PSSI dan Perserikatan pada tahun 1970-an, juga terjadi di
cix
Galatama. Sejumlah bandar dan makelar judi berada dibalik kasus suap. Tim
peneliti dan penanggulangan kasus suap dibentuk PSSI untuk menyelidiki dan
mengatasi kasus suap yang terjadi. Beberapa pemain yang terbukti terlibat suap
dijatuhi sanksi oleh PSSI, sementara bandar dan makelar judi diajukan ke
pengadilan. Upaya pemberantasan suap ini tidak diiringi ketegasan sikap PSSI
dalam menjatuhkan sanksi kepada pemain yang terbukti terlibat kasus suap.
Sanksi yang dijatuhkan dapat dengan mudah kurangi oleh PSSI. Tidak adanya
efek jera dalam sanksi yang berikan oleh PSSI, membuat kasus suap terus saja
terjadi tidak hanya di Galatama, tapi juga di Perserikatan.
Suap yang terus terjadi di Galatama membuat penonton kehilangan minat
untuk menyaksikan pertandingan di stadion. Sepinya penonton otomatis membuat
pemasukan klub mengalami penurunan, yang berimbas pada kemampuan untuk
bertahan di Galatama. Beberapa pemilik klub Galatama mengaku semakin merugi
dalam mengelola klub Galatama, sehingga lebih memilih untuk membubarkan
klubnya. Sponsor yang sempat hadir di tahun-tahun akhir Galatama ternyata tidak
mampu menolong klub-klub dari kesulitan keuangan. Pada tahun 1994, PSSI
memutuskan untuk menggabungkan teknik permainan yang ada di Galatama dan
fanatisme penonton di Perserikatan ke dalam satu wadah bernama Liga Indonesia.
Terlepas dari pasang surut yang dialami, Galatama tetap memberikan andil
besar dalam sepak bola Indonesia. Sumber utama rekrutmen pemain nasional
adalah Galatama. Hal ini tetap bertahan selama era Galatama. Peran dasar lain
yang dijalankan Galatama adalah sebagai pusat pembinaan sepak bola.
Pengiriman klub-klub terbaik dalam turnamen tingkat Asia semakin menguatkan
cx
peran Galatama untuk berprestasi di tingkat Internasional Galatama, meski belum
sepenuhnya profesional, layak diberi apresiasi sebagai landasan sepak bola
Indonesia menuju bentuk profesional murni. PSSI sebaiknya menjadikan
Galatama sebagai evaluasi dan pertimbangan dalam perencanaan dan penerapan
sepak bola profesional di Indonesia.
cxi
DAFTAR PUSTAKA
A. Dokumen
Peraturan Organisasi Tentang Lembaga Sepakbola Utama
Laporan Empat Tahunan PSSI 1983 - 1987
Manual Kompetisi Liga Bentoel Galatama 1990
Surat Pemberitahuan Resmi Parkesa 78 nomor 08/U/PA/VII/79 tertanggal 16 Juli 1979
Rekap Kompetisi I – X Galatama
B. Buku
Amir Machmud. 1994. Potret Olahraga ( Kumpulan Kolom ). Semarang:
Yayasan Panca Agni.
Eddi Elison, 2005. PSSI Alat Perjuangan Bangsa. Jakarta: PSSI.
Foer, Franklien. 2006. Memahami Dunia Lewat Sepak Bola: Kajian Tak
Lazim tentang Sosial-Politik Globalisasi. Yogyakarta: Marjin Kiri.
Giulianotti, Richard. 2006. Sepak Bola Pesona Sihir Permainan Global.
Yogyakarta: Aperion Philotes.
Gottschalk, Louis. 1969. Mengerti Sejarah. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
Kadir Yusuf. 1982. Sepak Bola Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Koentjaranigrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
PT. Gramedia.
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia, 1979. Galatama Sepakbola:
Mencatat Sejarah. Jakarta: PSSI.
_______, 2000, 70 Tahun PSSI: Mengarungi Millenium Baru. Jakarta:
PSSI
_______, 1981, Konsep Pola Pembinaan Sepakbola Nasional, Jakarta:
PSSI
cxii
Sartono Kartodirdjo. 1982. Pemikiran dan Perkembangannya
Historiografi. Jakarta: PT. Gramedia.
Srie Agustina Palupi. 2004. Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920 – 1942.
Yogyakarta: Ombak.
Sumohadi Marsis. 1992. Catatan Ringan. Jakarta: PT. Gramedia
Sutopo, H.B. 2002. Metode Penelitian Kuantitatif : Dasar dan Teori
dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.
C. Majalah
Majalah Tempo, 22 Desember 1984
Majalah Tempo, 23 Februari 1985
Majalah Tempo, 23 Februari 1985
Majalah Tempo, 26 November 1986
Majalah Tempo, 18 Februari 1984
Majalah Tempo , 21 April 1984
Majalah Tempo. 8 Januari 1988
Majalah Tempo, 25 Juni 1983
Majalah Tempo, 3 Desember 1988
Majalah Tempo, 25 Oktober 1986
Majalah Tempo. 6 Mei 1989
Majalah Tempo, 12 Agustus 1989
Majalah Sportif, No.238 tahun 1993
D. Surat Kabar
Pos Kota, 7 Juli 1977
Pos Kota, 15 Juli 1977
Pos Kota, 14 Februari 1979
Pos Kota, 19 Februari 1979
Pos Kota, 20 Februari 1979
Pos Kota, 19 Februari 1979
cxiii
Pos Kota, 27 Juli 1979
Pos Kota, 21 Juli 1979
Pos Kota, 17 November 1979
Pos Kota, 18 November 1979
Pos Kota, 18 Juni 1980
Pos Kota, 15 September 1980
Pos Kota, 3 Oktober 1980
Pos Kota, 7 Juli 1980
Pos Kota, 15 April 1981
Pos Kota, 10 Oktober 1981
Pos Kota, 10 Maret 1982
Pos Kota, 16 Maret 1982
Pos Kota, 3 Maret 1983
Pos Kota, 29 September 1987
Pos Kota. 8 April 1989
Jawa Pos , 7 Juni 1983
Jawa Pos, 17 Juni 1983
E. Situs Web
The Rec.Sport.Soccer Statistics Foundation. http://rsssf.com
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia. http://pssi-football.com
Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Liga_Sepak_Bola_Utama
Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Piala_Galatama
Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Perserikatan
Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Liga_Indonesia
Recommended