View
229
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
ii
Halaman ini sengaja dikosongkan
Triwulan IV 2011
iii
Kata Pengantar
Hingga akhir tahun 2011, perkembangan berbagai indikator ekonomi daerah memperkuat
keyakinan capaian pertumbuhan ekonomi nasional yang diprakirakan mencapai 6,5%. Capaian
pertumbuhan ekonomi nasional 2011 yang tinggi tersebut terutama didukung oleh kinerja
ekonomi Jawa, Jakarta dan Sumatera yang diprakirakan mampu tumbuh lebih tinggi
dibandingkan tahun 2010. Sementara itu, Kawasan Timur Indonesia (KTI) diprakirakan
tumbuh lebih lambat, terutama dipengaruhi oleh kinerja sektor pertambangan yang
menghadapi berbagai tantangan sepanjang tahun 2011.
Di sisi harga, inflasi tahun 2011 berhasil ditekan sehingga berada pada level 3,79% (yoy), jauh
lebih rendah dari inflasi tahun 2010 sebesar 6,96% (yoy). Kondisi ini tidak terlepas dari berbagai
kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan koordinasi yang semakin intensif dengan
Pemerintah baik di tingkat pusat melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI) maupun di tingkat
daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Dari sisi Bank Indonesia, kebijakan
diarahkan untuk mengelola ekspektasi inflasi, aliran modal masuk, dan ekses likuiditas yang
sempat mengalami tekanan di awal tahun. Selain itu, pada semester kedua tahun 2011, Bank
Indonesia menempuh kebijakan yang akomodatif setelah mempertimbangkan meredanya
tekanan inflasi dan diyakini akan berada pada kisaran sasarannya serta meningkatnya risiko
perlambatan ekonomi global. Di sisi Pemerintah, kebijakan diarahkan untuk mengatasi tekanan
inflasi yang berasal dari keterbatasan pasokan dan hambatan distribusi, khususnya bahan
pangan pokok dan energi. Rendahnya tekanan inflasi juga didukung oleh langkah Pemerintah
mengalokasikan anggaran yang cukup untuk subsidi dalam rangka ketahanan pangan dan
stabilitas harga komoditas energi.
Ke depan, kinerja ekonomi di sebagian besar daerah diperkirakan berpeluang tumbuh tinggi
disertai prospek inflasi yang tetap dapat terkendali. Jawa dan Jakarta diperkirakan masih dapat
tumbuh di atas 6%, meskipun imbas dari melemahnya ekonomi global diperkirakan mulai
memengaruhi kinerja ekspor manufaktur di dua kawasan ini. Kinerja sektor tambang yang
terindikasi mulai kembali membaik di penghujung tahun 2011 berpengaruh positif bagi
prospek perekonomian KTI tahun 2012. Kemajuan implementasi MP3EI sejauh ini membawa
harapan bagi tetap tumbuh tingginya perekonomian. Selain itu, peran fiskal daerah yang dapat
lebih optimal akan membuka peluang yang lebih baik bagi percepatan pembangunan ekonomi.
Di sisi harga, terjaganya prospek produksi dan pasokan pangan, serta tren menurunnya harga
komoditas global akan berdampak positif bagi tetap terkendalinya inflasi. Namun, terdapat
sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi di 2012 terutama bersumber
dari rencana Pemerintah mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi dan kecenderungan masih
tingginya harga beras. Hal-hal tersebut menjadi tantangan yang dihadapi dalam upaya
pengendalian inflasi di 2012.
Buku publikasi Tinjauan Ekonomi Regional (TER) ini menelaah dinamika perekonomian
nasional dari perspektif regional. Selain digunakan untuk mendukung perumusan kebijakan
moneter, TER diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi pemangku kepentingan dan
pemerhati perekonomian daerah. Akhir kata, semoga buku publikasi TER ini dapat memberi
kontribusi nyata bagi pembangunan ekonomi nasional.
Jakarta, Januari 2012
DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN
KEBIJAKAN MONETER
Sugeng
Kepala Biro
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan
Triwulan IV 2011
v
Daftar Isi
I. Ringkasan Umum Perkembangan Ekonomi Daerah .......................................................... 1
- Boks I: Kinerja Ekspor Daerah di tengah Melemahnya Prospek Ekonomi Global ....... 6
- Boks II: Kenaikan Harga Beras dan Pengadaan Beras Dalam Negeri ............................. 7
II. Perekonomian Kawasan Sumatera ...................................................................................... 9
III. Perekonomian Kawasan Jakarta ........................................................................................... 17
IV. Perekonomian Kawasan Jawa .............................................................................................. 23
V. Perekonomian Kawasan Timur Indonesia .......................................................................... 29
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi :
Biro Kebijakan Moneter
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Bank Indonesia
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt. 18
Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta
Ph. 021-381-8161, 8868
Fax. 021-386-4929,345-2489
Email : BKM_TI@bi.go.id
vi
Halaman ini sengaja dikosongkan
Triwulan IV 2011
1
Bab I
Ringkasan Umum Perkembangan Ekonomi Daerah1
Perkembangan ekonomi di berbagai daerah pada triwulan terakhir 2011
mengkonfirmasi bahwa pertumbuhan ekonomi nasional keseluruhan tahun mencapai
6,5%, lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 (6,1%). Jawa, Jakarta dan Sumatera
merupakan kawasan yang mendorong naiknya pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagian
besar daerah di kawasan tersebut diperkirakan mampu tumbuh di atas 6% pada 2011.
Sementara itu, kontribusi Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada tahun 2011 mengalami
penurunan yang terutama bersumber dari kinerja sektor pertambangan di kawasan ini
yang menghadapi kendala. Beberapa daerah di KTI – seperti Papua, Nusa Tenggara
Barat, dan Kalimantan Timur - terindikasi tumbuh pada kisaran yang cukup rendah
pada tahun 2011.
Kinerja ekonomi di berbagai daerah yang cenderung meningkat disertai terkendalinya
inflasi pada tingkat yang lebih rendah dibandingkan tahun 2010. Pencapaian inflasi
yang rendah tersebut tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Bank
Indonesia dan Pemerintah. Kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah yang dilaksanakan
secara proaktif dan terkoordinasi baik di level pusat maupun di daerah mampu
mengatasi permasalahan yang masih menjadi sumber tekanan inflasi. Secara spasial,
sebagian besar daerah bahkan mencatat penurunan tekanan inflasi yang lebih besar dari
penurunan inflasi nasional. Faktor koreksi harga komoditas bahan makanan yang mulai
terjadi pada pertengahan tahun 2011 berdampak pada meredanya tekanan kenaikan
inflasi di berbagai daerah, khususnya di Jawa dan Sumatera. Secara keseluruhan,
terkendalinya inflasi daerah turut mendukung inflasi nasional 2011 berada pada level
yang cukup rendah, yaitu sebesar 3,79%.
GrafikI.1
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
1 Bank Indonesia membagi asesmen perekonomian daerah dalam 4 (empat) kawasan, yaitu : Sumatera (provinsi NAD, Sumatera Utara, Sumatera
Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau); Jakarta (provinsi DKI Jakarta); Jawa (provinsi Jawa Barat,Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta); Kawasan Timur Indonesia (provinsi Bali, NTB, dan NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat).
< 1%4% ≤ gPDRB < 6%≥ 6% 1% ≤ gPDRB < 4%
Sumber: BPS Provinsi dan estimasi Kantor Bank Indonesia
2
Grafik I.2
Inflasi Bulanan Selama Tiga Bulan Periode Siklus Perayaan Idul Fitri
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
Agust Sep Okt Agust Sep Okt Agust Sep Okt Agust Sep Okt
2008 2009 2010 2011
Sumatera Jakarta Jawa KTI
Idul Fitri 1 Okt 2008 Idul Fitri 21 Sep 2009 Idul Fitri 10 Sep 2010 Idul Fitri 1 Sep 2011
Sumber: BPS, diolah
Momentum perayaan hari raya Idul Fitri yang secara historis merupakan puncak siklus
kenaikan inflasi tertinggi setiap tahunnya, cenderung mengalami penurunan pada
beberapa tahun terakhir. Pada 2011, tekanan inflasi pada periode lebaran mengalami
penurunan yang cukup signifikan. Hal ini terkait dengan berbagai langkah yang semakin
intensif ditempuh oleh Pemerintah bekerjasama dengan Bank Indonesia baik di tingkat
pusat maupun daerah untuk mengamankan pasokan dan menjaga kelancaran distribusi
terutama bahan pangan pokok, serta upaya menjaga ekspektasi masyarakat. Koordinasi
lintas sektor yang lebih baik dalam melakukan pemantauan secara intensif terhadap
perkembangan harga disertai penguatan kerjasama dengan pihak berwajib untuk
meminimalisasi upaya penimbunan, serta komunikasi langsung kepada masyarakat
terkait ketersediaan barang menjadi topik utama dari laporan yang disampaikan oleh
berbagai TPID.
Indikator ekonomi Jawa dan Jakarta hingga triwulan IV 2011 berpotensi mendorong
pertumbuhan ekonomi di dua kawasan tersebut berada di atas 6,5% (yoy). Cukup
tingginya pertumbuhan ekonomi Jawa dan Jakarta terutama didukung oleh kinerja sektor
industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran seiring dengan kuatnya
permintaan domestik. Selain itu, kegiatan investasi bangunan yang cukup tinggi disertai
pembiayaan KPR yang relatif lebih terjangkau memacu kinerja sektor konstruksi untuk
tumbuh lebih tinggi pada 2011. Di sisi lain, kinerja sektor pertanian tumbuh melambat
terkait dengan terjadinya penurunan produksi tanaman bahan makanan (tabama),
khususnya padi. Berdasarkan Angka Ramalan III (ARAM III) BPS, produksi padi di Jawa
pada tahun 2011 mengalami penurunan 6,1% sebagai akibat berkurangnya luas lahan dan
produktivitas. Sebagai kawasan yang merupakan pemasok beras nasional terbesar,
penurunan produksi padi di Jawa merupakan persoalan yang perlu diwaspadai
mengingat dampaknya bagi stabilitas harga ke depan.
Triwulan IV 2011
3
Grafik I.3
Perkembangan Volume Manufaktur Jawa
Grafik I.4
Produksi Padi Berdasarkan ARAM III BPS
Kawasan Sumatera diprakirakan tumbuh meningkat mendekati 6% (yoy) pada 2011.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera 2011 terutama didorong oleh produksi
sektor pertanian – terutama perkebunan – yang lebih baik seiring kondisi cuaca yang
relatif mendukung kegiatan produksi sepanjang tahun 2011. Membaiknya kinerja sektor
pertanian diikuti pula oleh sektor industri yang berbasis sumber daya alam (SDA).
Sementara itu, kinerja sektor perdagangan yang cenderung meningkat turut menopang
kinerja perekonomian di Sumatera. Hal ini didukung oleh relatif kuatnya penyerapan
pasar domestik terhadap hasil produksi, seiring dengan tingginya perdagangan antar
daerah di Sumatera.
Perekonomian Sumatera diprakirakan tumbuh meningkat hingga mendekati 6%,
sedangkan perekonomian Kawasan Timur Indonesia (KTI) berpotensi tumbuh di
kisaran 5%. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera tahun 2011 terutama
didorong oleh produksi sektor pertanian – terutama perkebunan – yang lebih baik seiring
kondisi cuaca yang relatif mendukung kegiatan produksi sepanjang tahun 2011.
Membaiknya kinerja sektor pertanian diikuti pula oleh sektor industri yang berbasis
sumber daya alam (SDA). Sementara itu, sektor pertambangan di KTI 2011 tumbuh lebih
lambat karena berbagai kendala yang terjadi seperti masuknya siklus perawatan mesin
eksplorasi, aksi pemogokan dan gangguan teknis lainnya. Pangsa sektor tambang yang
cukup besar dalam perekonomian KTI menyebabkan dinamika yang terjadi di sektor
tersebut berpengaruh terhadap kinerja ekonomi KTI secara keseluruhan. Meski
demikian, investasi di sektor tambang terindikasi tetap meningkat, terutama untuk
perluasan kapasitas produksi, didorong oleh optimisme terhadap prospek sektor
tambang yang tetap kuat di tengah melemahnya perekonomian global yang berpotensi
menekan harga komoditas di pasar internasional.
Sumber: Bank Indonesia Sumber: BPS
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
0
500
1000
1500
2000
2500
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2009 2010 2011
%,yoyribu ton
Perkembangan Vol. Ekspor Manufaktur Jawa
Vol.Ekspor gVol. Ekspor
Ket.: gVolume Ekspor - CMA
11,8 12,8 13,6 14,7 15,2 15,7
30,0 30,532,3
34,936,4
34,1
12,3 12,9 14,4 14,8 14,9 15,6
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
2006 2007 2008 2009 2010 2011*
juta ton
Sumatera Jawa KTI
Sumber: BPS*) ARAM III BPS
4
Grafik I.5. Perkembangan Inflasi Daerah Grafik I.6. Kontribusi Komponen Disagregasi
Inflasi
Perkembangan inflasi di seluruh kawasan pada 2011 tercatat lebih rendah
dibandingkan periode sebelumnya. Dari 66 kab/kota basis perhitungan inflasi, 64
kab/kota mencatat inflasi yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Beberapa
daerah di Jawa, Sumatera, dan KTI bahkan mengalami penurunan laju inflasi yang lebih
dalam dibandingkan nasional. Faktor koreksi harga yang terjadi pada komoditas bahan
makanan – khususnya bumbu-bumbuan yang mulai terjadi pada pertengahan tahun -
berdampak pada meredanya tekanan kenaikan inflasi. Dukungan dari masuknya pasokan
pangan dari sumber lainnya yang cenderung meningkat juga turut memberi pengaruh
positif bagi terjaganya pasokan bahan makanan. Selain itu, semakin intensifnya kegiatan
yang dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk menjaga kelancaran
distribusi dan kecukupan pasokan terutama bahan pangan pokok turut berkontribusi
dalam upaya pengendalian inflasi secara keseluruhan.
Prospek pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah pada 2012 berpotensi untuk tetap
tumbuh tinggi meski dibayangi risiko yang semakin nyata dari dampak melemahnya
ekonomi global. Kawasan Jawa dan Jakarta diprakirakan masih tumbuh di atas 6,0%,
sedangkan Sumatera dan KTI pada 2012 diprakirakan masing-masing dapat tumbuh
mendekati 6,0%. Kinerja sektor-sektor utama ekonomi di masing-masing kawasan yang
cenderung membaik didukung tetap kuatnya permintaan domestik. Kinerja sektor
pertambangan yang terindikasi mulai membaik di penghujung tahun 2011 disertai
indikasi peningkatan kapasitas produksi diperkirakan menjadi faktor yang mendorong
pertumbuhan ekonomi Sumatera dan KTI. Selain itu, inisasi proyek percepatan
infrastruktur pemerintah yang dimulai pada 2012 serta kelanjutan proyek infrastruktur
yang tengah berlangsung (multiyears project), dan kemajuan implementasi MP3EI yang
cukup baik dapat menopang kinerja ekonomi secara keseluruhan. Meski demikian,
sejumlah daerah mulai mengkhawatirkan risiko dari kecenderungan penurunan harga
komoditas dan kinerja ekspor manufaktur yang dipicu melemahnya perekonomian
global. Dalam kaitan ini, optimalisasi peran fiskal daerah dengan pola penyerapan yang
lebih baik dapat membuka peluang bagi perekonomian untuk tumbuh meningkat.
Sumber: BPS Sumber: BPS
Triwulan IV 2011
5
Sementara itu, tekanan inflasi di berbagai daerah diperkirakan tetap terkendali dan
sejalan dengan sasaran inflasi nasional. Adanya komitmen yang kuat dari Pemerintah –
Pusat dan Daerah – dalam menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi bahan
pangan pokok mendukung rendahnya tekanan inflasi di daerah. Selain itu, terkendalinya
tekanan inflasi juga didukung oleh perkembangan harga komoditas global yang
cenderung menurun seiring dengan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi dunia.
Meski demikian, prospek tetap terjaganya inflasi tahan 2012 juga menghadapi tantangan
yang cukup berat terutama terkait rencana penerapan beberapa kebijakan administered
prices dan harga beras yang masih cenderung tinggi.
Rencana penerapan kebijakan pengendalian konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM)
bersubsidi di Jawa-Bali dan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) menjadi faktor risiko
yang dapat menekan kenaikan inflasi lebih lanjut. Implementasi dari kebijakan
pengendalian BBM bersubsidi pada April 2012 diperkirakan memberi dampak kenaikan
inflasi yang lebih tinggi di beberapa kota yang memiliki bobot konsumsi bensin yang
cukup besar dalam keranjang Indeks Harga Konsumen (IHK), seperti Denpasar, Depok
dan Kediri. Dalam kaitan ini, upaya untuk mempersiapkan langkah-langkah strategis
sebagai antisipasi dari dampak penerapan kebijakan administered prices agar tidak
menimbulkan ekses negatif yang berlebihan menjadi sangat kritikal.
Selain itu, masih cenderung tingginya harga pangan akan turut memengaruhi prospek
inflasi di 2012. Kinerja produksi padi di daerah sentra produksi, khususnya di Jawa, akan
menentukan arah perkembangan harga beras yang hingga akhir 2011 cenderung terus
meningkat. Selain itu, kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan keamanan pangan
melalui pengendalian pemasukan impor hortikultura diperkirakan menahan
kemungkinan koreksi harga ke bawah komoditas hortikultura sebagaimana yang terjadi
pada paruh kedua 2011. Namun, langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah untuk
mendorong peningkatan produksi pangan domestik dan semakin kuatnya komitmen
Pemerintah Daerah untuk memperkuat ketahanan pangan dapat meredam potensi risiko
inflasi yang lebih tinggi.
6
BOKS I
Perkembangan Terkini dan Tantangan Pelaksanaan Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
Kemajuan implementasi program MP3EI secara umum memberikan optimisme
terhadap kinerja perekonomian daerah ke depan. Implementasi proyek-proyek besar
dalam MP3EI ini juga memberikan stimulus bagi perekonomian daerah di tengah risiko
rambatan dari tingginya ketidakpastian prospek ekonomi global. Berbagai proyek
infrastruktur, khususnya terkait transportasi, yang telah diinisiasi pada 2011
menunjukkan kuatnya komitmen terhadap pembenahan konektivitas. Hal ini memberi
harapan bagi teratasinya berbagai permasalahan distribusi yang selama ini menghambat
kegiatan ekonomi masyarakat dan turut berkontribusi pada besarnya disparitas harga
antar daerah.
Perbaikan terhadap beberapa aturan pendukung juga menunjukkan kemajuan yang
cukup berarti. Dalam Laporan Ketua Pelaksana Harian KP3EI tercatat bahwa Pemerintah
telah melakukan revisi terhadap sebanyak 21 aturan yang diharapkan dapat
mempercepat implemetasi MP3EI ke depan. Disahkannya UU Pengadaan Tanah untuk
Pembangunan dan Kepentingan Umum pada pertengahan Desember 2011 memberikan
optimisme terhadap akselerasi pembangunan infrastruktur. Implementasi UU ini dapat
meminimalkan permasalahan terkait pembebasan lahan dan memberi kepastian terhadap
berjalannya proyek infrastruktur.
Grafik 1. Nilai Proyek Infrastruktur
Groundbreaking 2011
Grafik 2. Nilai Proyek Swasta Groundbreaking
2011
4.143
13.745
1.068
7.648
3.016
23.638
29.829
34.340
1.267
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
Sumatera Jawa KTI
miliar Rp
Pengairan Transportasi Energi Telekomunikasi
Sumber: Laporan Ketua Pelaksana Harian KP3EI, diolah
14.622 - -
221.491
62.505 63.387
4.920
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
Sumatera Jawa KTI
miliar Rp
Pertanian Pertambangan Industri PHR Komunikasi
Sumber: Laporan Ketua Pelaksana Harian KP3EI, diolah
Namun, implementasi MP3EI masih menghadapi tantangan terutama terkait dengan
diperlukannya penguatan strategi pembiayaan dan keterlibatan swasta. Beberapa hal
lain yang juga merupakan tantangan untuk mempercepat MP3EI antara lain perlu segera
diterbitkannya aturan pelaksana dari UU Pengadaan Tanah tersebut guna memastikan
keberlangsungan proyek infrastruktur, perlunya langkah-langkah untuk memperkuat
pemahaman terhadap strategi MP3EI dan sejauhmana keterlibatan daerah dalam
implementasinya, serta perlunya penguatan kelembagaan dan koordinasi pelaksana di
daerah. Selain itu, isu yang mengemuka terkait alih fungsi lahan produktif di Jawa perlu
segera diatasi antara lain dengan mempercepat keluarnya Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang akan turut memastikan adanya
keseimbangan antara pembangunan infrastruktur dan pengembangan lahan produktif.
Triwulan IV 2011
7
BOKS II
Peran Belanja Daerah dalam Mendorong Perekonomian
Penyerapan belanja daerah hingga akhir 2011 terindikasi belum mengalami perbaikan
yang berarti. Secara kumulatif, realisasi belanja daerah seluruh Provinsi dan
Kabupaten/Kota diperkirakan lebih rendah dibandingkan capaian dalam tiga tahun
terakhir. Hal ini antara lain masih dipengaruhi oleh berbagai permasalahan terkait
birokrasi, salah satunya berupa proses lelang yang memakan waktu cukup lama,
mismatch dalam hal pendanaan program/proyek terutama terkait dengan kebutuhan cash
flow sehingga seringkali dilakukan revisi terhadap perencanaan proyek.
Grafik 1. Realisasi Belanja Daerah Kumulatif Grafik 2. Belanja Provinsi Kabupaten/Kota
7.0
23.7
35.4
69.9
16.3
32.9
45.8
83.3
10.9
27.0
45.0
61.6
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
I II III IV(Nov)
I II III IV(Nov)
I II III IV(Nov)
2009 2010 2011
%
Perkirakan dengan menggunakan pendekatan dropping transfer daerah dan penarikan giro Pemda di BPD
121 119 125
22 24 28
147 161 187
127 139
154
-
100
200
300
400
500
600
2009 2010 2011
Triliu
n Ru
piah
Sumatra DKI Jakarta Jabalnustra Kali_Sulampua
Sumber: Kalkulasi Staf Bank Indonesia Sumber: DJPK Kemenkeu, diolah
Peran fiskal daerah semakin penting di tahun mendatang untuk memberikan stimulus
bagi perekonomian di tengah meningkatnya risiko imbas prospek perlambatan
ekonomi global. Sejauh ini, alokasi belanja daerah terlihat belum secara optimal
mendukung percepatan pembangunan ekonomi daerah. Hal ini antara lain disebabkan
oleh alokasi belanja daerah yang semakin membesar pada belanja pegawai, sementara
alokasi pada belanja modal cenderung menurun. Belanja sektor pendidikan yang
cenderung terus meningkat, di sisi lain, belum mampu mengatasi permasalahan
tingginya biaya pendidikan sebagaimana tercermin dari inflasi kelompok pendidikan
yang masih cenderung meningkat. Selain itu, pola penyerapan anggaran yang tidak
merata sepanjang tahun menyebabkan penumpukan dan sisa anggaran yang cukup besar
di akhir tahun.
Grafik 3. Prosentase Belanja Modal terhadap
APBD
Grafik 4. Belanja Pendidikan Daerah
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Bag
.Uta
ra
Bag
. Te
ngah
Bag
. Sel
atan
Bag
. Bar
at
Bag
. Te
ngah
Bag
. Tim
ur
Bal
nu
stra
Kal
iman
tan
Sula
mpu
a
Sumatera DKI Jawa KTI
%2009 2010 2011
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
-
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
2008 2009 2010 2011
Sumatra DKI Jakarta
Jawa KTI
Inflasi Jasa Pendidikan
Sumber: DJPK Kemenkeu Sumber: DJPK Kemenkeu, diolah
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
0
500
1000
1500
2000
2500
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2009 2010 2011
%,yoyribu ton
Perkembangan Vol. Ekspor Manufaktur Jawa
Vol.Ekspor gVol. Ekspor
Ket.: gVolume Ekspor - CMA
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
0
500
1000
1500
2000
2500
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2009 2010 2011
%,yoyribu ton
Perkembangan Vol. Ekspor Manufaktur Jawa
Vol.Ekspor gVol. Ekspor
Ket.: gVolume Ekspor - CMA
8
Di sisi lain, terbitnya PP No.30/2011 tentang Pinjaman Daerah membuka peluang bagi
Pemerintah Daerah untuk meningkatkan sumber pembiayaannya melalui penerbitan
obligasi daerah. Namun, kesiapan Pemerintah Daerah dalam mengelola utang perlu
dicermati lebih lanjut untuk mengantisipasi dampak sistemik yang mungkin terjadi di
kemudian hari, serta untuk meminimalisasi kemungkinan gagal bayar (default) seperti
yang pernah terjadi di beberapa negara bagian di Amerika Latin dan Amerika Serikat.
Dalam kaitan ini, perlu dipersiapkan aturan mengenai penyelesaian pembayaran hutang
(debt settlement) yang jelas dan opsi asuransi hutang (debt insurance) sebagai langkah
antisipasi apabila Pemerintah Daerah mengalami kegagalan dalam memenuhi kewajiban
hutangnya (default).
Triwulan IV 2011
9
Bab II
Perekonomian Kawasan Sumatera
A. PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Sumatera pada tahun 2011 diprakirakan tumbuh sebesar 5,9% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhannya selama tiga tahun terakhir yaitu
5%. Meningkatnya perekonomian di kawasan ini terutama didukung oleh kinerja sektor
pertanian yang membaik sejalan dengan relatif meningkatnya produksi tanaman bahan
makanan serta produksi kelapa sawit dan karet di tengah hambatan terjadinya curah
hujan tinggi dan lahan perkebunan yang semakin terbatas. Membaiknya kinerja sektor
pertanian mempengaruhi kinerja sektor industri pengolahan, khususnya industri berbasis
sumber daya alam (SDA). Hal ini tercermin pada relatif meningkatnya industri
pengolahan kelapa sawit dan karet di beberapa provinsi di Sumatera, seperti di Sumatera
Utara dan Riau. Sementara itu, kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran mampu
tumbuh tinggi (7,5%, yoy) seiring dengan tingginya aktifitas perdagangan antar daerah di
Sumatera dan didorong oleh kegiatan ekspor hasil produksi industri maupun komoditas
ekspor utama - kelapa sawit dan karet.
Meskipun demikian, secara triwulan perekonomian di kawasan ini tumbuh sedikit
melambat dari 6,0% (yoy) menjadi 5,7%(yoy) pada triwulan IV 2011. Dari sisi
permintaan, melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera dipicu oleh melambatnya
pertumbuhan ekspor terkait dengan permintaan eksternal yang melemah. Kendala pada
produksi kelapa sawit dan karet serta penurunan harga dua komoditas utama Sumatera
di pasar internasional menjadi faktor yang menyebabkan melemahnya kegiatan ekspor.
Pelemahan ekspor menyebabkan perdagangan eksternal relatif kurang bergairah dan
menyebabkan perlambatan di sektor perdagangan, hotel dan restoran. Perlambatan juga
terjadi pada sektor pertanian. Faktor kendala cuaca dan kurangnya insentif akibat
penurunan harga di pasar internasional menyebabkan produksi tanaman bahan makanan
maupun tanaman perkebunan rakyat relatif melambat.
10
Tabel II.1
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan di Kawasan Sumatera (%, yoy)
I II III IV I II III IV*
Konsumsi 6.5% 6.8% 6.8% 7.5% 6.8% 6.1% 5.7% 5.1% 3.3%
Rumah Tangga 7.3% 7.1% 6.9% 7.2% 6.2% 5.9% 6.0% 5.2% 2.8%
Pemerintah 5.6% 6.3% 7.6% 9.8% 7.8% 6.5% 4.2% 5.3% 0.5%
Investasi 4.3% 3.3% 3.5% 3.3% 3.1% 10.5% 12.8% 14.5% 3.0%
PMTB 10.2% 7.1% 8.2% 8.9% 9.3% 10.0% 9.3% 8.2% 1.9%
Ekspor Netto -0.3% 1.5% 3.1% 5.9% 5.9% 0.7% -1.5% -1.9% -0.3%
Ekspor 2.7% 6.0% 8.8% 10.9% 12.3% 12.7% 10.5% 6.9% 3.6%
Impor (pengurangan) 4.1% 8.3% 11.5% 13.1% 15.2% 18.4% 15.8% 10.6% 3.9%
PDRB Sumatera 5.0% 5.2% 5.6% 6.5% 5.9% 6.1% 6.0% 5.7% 5.7%
2011Kontribusi
2010
Sumber: BPS dan Perkiraan Bank Indonesia
Kinerja ekspor terindikasi mulai menunjukkan perlambatan pertumbuhan, sementara
impor masih tumbuh tinggi. Kondisi ini dipengaruhi oleh pelemahan ekonomi negara
maju selain menyebabkan permintaan dunia melesu yang berdampak pada penurunan
harga komoditas utama ekspor kawasan Sumatera berupa minyak sawit mentah dan
karet di pasar internasional. Total nilai ekspor non-migas Sumatera pada posisi terakhir
selama 2011 mencapai USD31,59 miliar atau meningkat 3,6% (yoy). Peningkatan ini lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan nilai ekspor non-migas pada 2010 yang mencapai
14,47% (yoy).
Sementara itu, masih tingginya pertumbuhan impor terutama didorong oleh impor
bahan baku. Hasil liaison kepada beberapa perusahaan besar di Sumatera
mengindikasikan bahwa kenaikan impor bahan baku dipengaruhi oleh dukungan nilai
tukar yang kompetitif sehingga mendorong perusahaan untuk memenuhi stok kebutuhan
bahan baku lebih awal. Dengan relatif lebih tingginya pertumbuhan impor dibandingkan
ekspor, pertumbuhan net-ekspor Sumatera pada triwulan IV menunjukkan kontraksi
sebesar -1,9% (yoy), relatif lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang
berkontraksi -1,5% (yoy).
Pertumbuhan konsumsi pada triwulan IV 2011 diperkirakan sebesar 5,1% (yoy), relatif
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 5,7% (yoy). Perlambatan berasal dari
konsumsi rumah tangga yang melambat, dari semula tumbuh 6,0% (yoy) menjadi 5,2%
(yoy). Kegiatan konsumsi rumah tangga jauh lebih marak pada triwulan III karena
diwarnai oleh bulan puasa dan perayaan hari raya lebaran. Tingginya konsumsi pada
periode tersebut lebih besar dibandingkan peningkatan konsumsi rumah tangga terkait
perayaan akhir tahun. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hanya meningkat tipis dari
117,4 di triwulan III menjadi 118,8 pada triwulan IV. Sementara di sisi lain, konsumsi
pemerintah mengalami peningkatan pertumbuhan dari 4,2% (yoy) menjadi 5,3% (yoy)
berkaitan dengan banyaknya realisasi belanja pemerintah pada triwulan akhir 2011.
Triwulan IV 2011
11
Kegiatan investasi pada triwulan IV 2011 diperkirakan tumbuh cepat mencapai 14,5%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 12,8% (yoy). Pada triwulan IV
berbagai kegiatan investasi pembangunan fisik semakin marak. Di wilayah Sumatera
Bagian Selatan gencar pembangunan fisik terkait dengan pelaksanaan SEA Games XXVI
di Provinsi Sumatera Selatan, sementara di Sumatera Bagian Tengah terutama Provinsi
Riau, pembangunan fisik juga terus berlangsung sebagai persiapan menjadi tuan rumah
PON 2012. Sedangkan di Sumatera Bagian Utara, pembangunan infrastruktur
transportasi bandara udara di Kuala Namu terus berlangsung. Pertumbuhan sektor
konstruksi dan bangunan pun diperkirakan mampu tumbuh mencapai 9,9% (yoy). Total
konsumsi semen sepanjang Januari-November 2011 di Sumatera mencapai 9,97 juta ton,
atau mengalami peningkatan 14,1% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Tabel II.2
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral di Kawasan Sumatera (%, yoy)
I II III IV I II III IV*
Pertanian 4.4% 3.2% 4.0% 5.0% 4.5% 4.5% 4.3% 4.0% 0.8%
Pertambangan dan Penggalian -0.1% 1.2% 2.1% 3.1% 2.0% 1.1% 1.5% 1.5% 0.2%
Industri Pengolahan 5.1% 4.8% 4.3% 5.6% 3.9% 6.2% 5.4% 5.5% 1.0%
Listrik, Gas, dan Air Bersih 6.2% 5.6% 8.4% 10.1% 10.2% 9.9% 8.8% 8.8% 0.1%
Bangunan 6.8% 7.7% 8.4% 8.8% 10.7% 10.1% 10.6% 9.9% 0.6%
Perdagangan, Hotel & Restoran 6.2% 6.9% 7.0% 8.0% 7.8% 7.7% 7.8% 6.9% 1.1%
Pengangkutan dan Komunikasi 8.1% 9.0% 10.7% 10.8% 10.5% 10.1% 9.4% 10.3% 0.8%
Keuangan, Persewaan, dan Jasa 12.4% 13.6% 10.6% 10.5% 9.2% 9.2% 9.8% 8.6% 0.4%
Jasa-jasa 5.6% 6.6% 7.3% 8.0% 8.1% 8.3% 8.2% 7.4% 0.7%
PDRB Sumatera 5.0% 5.2% 5.6% 6.5% 5.9% 6.1% 6.0% 5.7% 5.7%
2010Kontribusi
2011
Sumber: BPS dan Perkiraan Bank Indonesia
Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 4,0% (yoy), melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 4,3% (yoy). Produksi padi pada 2011 diperkirakan mencapai 11,74
juta ton (Angka Ramalan III), atau mengalami penurunan sebesar 2,1% dibandingkan
tahun sebelumnya yang mampu memproduksi 11,99 juta ton. Kondisi dengan curah
hujan tinggi menjadi kendala bagi produksi tanaman bahan makanan di Kawasan
Sumatera. Selain itu, ketidakpastian ekonomi global mendorong terjadi penurunan harga
komoditas utama Sumatera khususnya minyak sawit mentah dan karet di pasar
internasional. Dibandingkan tahun lalu, pada triwulan IV terjadi penurunan harga
internasional minyak sawit mentah dan karet masing-masing sebesar 9,4% dan 10,7%.
Hasil survei liaison dengan beberapa pelaku perkebunan kelapa sawit di Sumatera
menyatakan bahwa penurunan harga minyak sawit mentah mengurangi insentif untuk
produksi ekspor. Hal ini dikonfirmasi data Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) untuk
Tanaman Perkebunan Rakyat (TPR) di Sumatera pada posisi terakhir di triwulan IV
dibandingkan triwulan III terkoreksi dari 108,94 menjadi 108,02.
Perkembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yang memiliki
kontribusi 16,5% dari ekonomi Kawasan Sumatera juga menunjukkan perlambatan.
Pertumbuhan sektor PHR pada triwulan IV 2011 diperkirakan sebesar 6,9% (yoy),
12
melambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya sebesar 7,8% (yoy).
Kondisi ini dipicu melambatnya kinerja produksi kelapa sawit dan karet untuk ekspor
akibat menurunnya harga di pasar internasional menyebabkan aktivitas perdagangan
eksternal menjadi relatif kurang bergairah. Sedangkan aktivitas perdagangan domestik
antar daerah di Sumatera masih berlangsung dengan baik, dengan relatif stabilnya harga
kebutuhan bahan pangan.
Pertumbuhan sektor industri pengolahan tumbuh relatif stabil dengan kecenderungan
meningkat. Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan IV diperkirakan
relatif sedikit meningkat menjadi 5,5% (yoy) jika dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 5,4% (yoy). Di wilayah Sumatera Bagian Utara kinerja industri pengolahan
mengalami peningkatan pertumbuhan seiring dengan tingginya permintaan terkait
dengan momentum akhir tahun dan perayaan tahun baru, khususnya pada consumer
goods. Sementara di wilayah Sumatera Bagian Tengah, kinerja industri galangan kapal
semakin bergairah dengan tingginya pesanan dari negara-negara mitra untuk
pemenuhan kebutuhan kapal.
B. INFLASI
Inflasi Kawasan Sumatera pada triwulan IV 2011 mencapai 3,99% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,12% (yoy). Berbagai upaya
dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Sumatera sepanjang 2011,
antara lain: penyelenggaraan bazaar/pasar murah, operasi pasar dan kunjungan ke pasar
maupun distributor setempat, serta mendorong dikeluarkannya Instruksi Kepala Daerah
(Gubernur/Bupati/Walikota) yang terkait dengan upaya pengendalian inflasi daerah.
Berbagai langkah tersebut memberikan kontribusi pada rendahnya pencapaian inflasi
terutama inflasi volatile foods yang hanya mencapai 2,46% (yoy), jauh lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,04% (yoy). Relatif stabilnya
pergerakan harga bahan pangan pokok dan juga base-effect dari kondisi tahun sebelumnya
yang mengalami inflasi tinggi mendukung rendahnya inflasi volatile foodss. Stabilnya
harga didukung oleh tercukupinya pasokan kebutuhan bahan pangan pokok di
Sumatera. Berdasarkan kelompok barang dan jasa, inflasi kelompok bahan makanan pada
triwulan IV hanya sebesar 2,61% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mencapai 8,42% (yoy). Kondisi ini juga didukung oleh relatif minimnya kebijakan
Pemerintah terkait peningkatan harga pada komoditas yang diatur Pemerintah. Selain itu,
koreksi harga emas dunia, pada pertengahan triwulan IV 2011 turut mendorong turunnya
inflasi inti Sumatera dari semula 5,79% (yoy) menjadi 4,84% (yoy).
Triwulan IV 2011
13
C. ASESMEN PERBANKAN
Kinerja perbankan di kawasan Sumatera secara umum menujukkan perkembangan
positif. Aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK) tetap menunjukkan pertumbuhan yang
tinggi. Selain itu, perannya sebagai lembaga intermediasi keuangan juga menunjukkan
peningkatan disertai dengan kualitas kredit yang telah disalurkan relatif terjaga.
Penyaluran kredit oleh perbankan di kawasan Sumatera tumbuh tinggi. Pertumbuhan
kredit hingga posisi terakhir di triwulan IV 2011 mencapai 33,73% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 32,89% (yoy). Masih tingginya tingkat
konsumsi masyarakat dan kegiatan ekonomi yang membutuhkan modal kerja
mendukung terus tingginya penyaluran kredit di Sumatera.
Tabel II.3
Perkembangan Perbankan Kawasan Sumatera (Juta Rupiah)
Indikator IV - 2010 I - 2011 II - 2011 III - 2011 IV - 2011
Asset 392,259,785 292,330,529 434,372,769 439,372,703 445,578,610
DPK 295,182,716 306,090,817 347,232,645 331,684,115 332,001,417
Kredit 260,228,899 278,410,500 297,545,407 332,921,945 348,004,184
LDR (%) 88.16 90.96 85.69 100.37 104.82
NPL Nominal 6,709,909 6,648,595 7,670,614 7,950,867 8,112,533
NPL (%) 2.58 2.39 2.58 2.39 2.33
Sumber: LBU (data per Oktober 2011), diolah
Dibandingkan pertumbuhan kredit, perkembagan DPK di Sumatra tumbuh lebih
lambat. Pertumbuhan DPK pada triwulan IV 2011 relatif melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya, dari semula 18,08% (yoy) menjadi 12,47% (yoy). Lebih rendahnya
pertumbuhan DPK dibandingkan kredit menyebabkan Loan-to-Deposit Ratio (LDR)
perbankan di kawasan Sumatera terus mengalami peningkatan, dari semula baru sebesar
88,16% pada triwulan IV 2010, dalam jangka waktu setahun menjadi 104,82%. Kondisi ini
menandakan bahwa pemenuhan penyaluran kredit oleh perbankan di kawasan Sumatera
banyak dipenuhi oleh aliran dana dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya di luar
wilayah operasional perbankan di Sumatera.
Derasnya penyaluran kredit tetap didukung dengan kualitas kredit yang terjaga. Secara
umum rasio Non-Performing Loan (NPL) perbankan di kawasan Sumatera sebesar 2,33%,
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 2,39%. Posisi ini juga masih lebih
rendah dibandingkan ambang batas maksimum sebesar 5%.
D. PROSPEK PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi kawasan Sumatera pada 2012 diperkirakan relatif stabil
dibandingkan 2011 dan berada pada kisaran 5,8% (yoy). Pertumbuhan terutama
14
didorong oleh kinerja sektor pertambangan yang relatif stabil sejalan dengan perkiraan
peningkatan produksi gas bumi dengan adanya penemuan blok gas bumi baru di Blok
Nort Belu dan Blok Gajah Baru di Natuna, Kepulauan Riau. Sementara itu, kinerja
pertambangan batu bara di Sumatera Bagian Selatan diperkirakan relatif stabil mengingat
produksi batu bara lebih tahan terhadap perlambatan ekonomi global dan mayoritas
pangsa penjualannya berada di pasar domestik (seperti PT Bukit Asam yang 66%
penjualannya ditujukan untuk kebutuhan PLN). Kebutuhan energi China juga
diperkirakan masih tinggi sehingga pasar ekspor batu bara masih terbuka lebar. Namun
demikian, masih terdapat risiko terkait produksi minyak bumi yang terus mengalami
penurunan akibat usia sumur minyak bumi yang relatif tua, sementara eksplorasi sumur-
sumur baru minyak bumi relatif minim.
Produksi komoditas utama perkebunan di Sumatera berupa kelapa sawit dan karet
berpotensi melemah pada 2012. Produksi tanaman perkebunan berpotensi terkendala
badai la nina dan sulitnya untuk melakukan ekspansi mengingat semakin terbatasnya
luas lahan perkebunan di Sumatera. Pada perkebunan karet, risiko penurunan harga di
pasar internasional mengurangi insentif bagi para petani untuk menyadap getah karet,
mengingat sebagian besar lahan perkebunan berupa perkebunan rakyat.
Risiko penurunan harga komoditas di pasar internasional juga diperkirakan akan
memengaruhi kinerja industri pengolahan Sumatera, khususnya industri berbahan
dasarkelapa sawit dan karet. Berdasarkan hasil liaison kepada beberapa pelaku ekonomi
di Sumatera, insentif untuk berproduksi akan turun jika terjadi penurunan harga
komoditas di pasar internasional dan apresiasi kurs yang terlalu tinggi. Strategi yang
akan dilakukan oleh pelaku usaha antara lain dengan memfokuskan diri untuk
menggarap secara optimal pasar domestik. Berdasarkan data Departemen Pertanian
Amerika Serikat (USDA), konsumsi minyak sawit mentah dunia pada 2012 diperkirakan
tumbuh 5,7% (yoy) atau melambat dibandingkan 2011 yang mencapai 9,08% (yoy) akibat
pelemahan ekonomi global. Produksi minyak sawit mentah dunia diperkirakan hanya
tumbuh 3,56% (yoy), melambat dibandingkan 2011 yang mampu mencapai 10,25% (yoy).
Perkiraan ini menjadi perhatian penting di mana Indonesia merupakan salah satu
produsen kelapa sawit terbesar bersama Malaysia. Dan kawasan Sumatera memiliki
kontribusi sebesar 70% terhadap total produksi minyak sawit mentah nasional.
Tekanan inflasi di sebagian besar daerah Sumatera diperkirakan relatif terkendali
pada 2012. Namun, terdapat risiko peningkatan inflasi volatile foodss pada 2012 jika terjadi
penundaan musim taman sejumlah tanaman bahan makanan yang kemudian berdampak
pada menurunnya produksi pangan. Sementara itu, kenaikan harga emas dapat memicu
peningkatan inflasi inti di 2012. Harga emas diperkirakan masih memiliki potensi
meningkat di 2012 meningat prospek perekonomian negara maju yang masih diliputi
Triwulan IV 2011
15
ketidakpastian, serta merembesnya dampak risiko utang negara-negara Eropa. Di sisi
lain, rencana pemerintah melakukan pembatasan subsidi BBM pada April 2012 di Jawa-
Bali diperkirakan tidak memberikan dampak terlalu dalam pada pergerakan inflasi di
kawasan Sumatera. Transmisi dampak dari kebijakan tersebut terhadap inflasi di
Sumatera diperkirakan akan terasa di daerah yang dekat dan berbatasan dengan daerah
di Jawa, seperti Lampung. Rendahnya pencapaian inflasi IHK pada 2011 juga dapat
diterjemahkan oleh pemerintah sebagai kesempatan untuk meningkatkan administered
prices melalui kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), sedangkan kebijakan peningkatan cukai
rokok sebesar 16% efektif dilaksanakan per 1 Januari 2012.
16
Halaman ini sengaja dikosongkan
Triwulan IV 2011
17
Bab III
Perekonomian Kawasan Jakarta
A. PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi Jakarta 2011 secara tahunan diprakirakan lebih tinggi
dibandingkan tahun 2010. Hal ini didukung perkembangan berbagai indikator ekonomi
Jakarta yang lebih baik dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Jakarta yang
lebih tinggi ini didorong oleh investasi yang cukup baik dan cenderung mengalami
akselerasi sejak awal tahun, disertai pengeluaran konsumsi yang tetap kuat. Sementara
itu, kinerja kegiatan ekspor impor tetap dapat terjaga. Di sisi sektoral, pertumbuhan
sektor utama turut mendukung optimisme tersebut, seperti sektor konstruksi; sektor
perdagangan, hotel, dan restoran; serta sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan.
Konsumsi rumah tangga tetap kuat didukung oleh optimisme terhadap tingkat
penghasilan. Hasil survei konsumen rumah tangga memperlihatkan bahwa penghasilan
konsumen cenderung tetap tinggi seiring dengan tingkat inflasi yang terjaga. Pembelian
barang tahan lama (mobil dan alat rumah tangga) cenderung meningkat, disertai dengan
kenaikan permintaan terhadap makanan dan minuman. Gabungan Pengusaha Makanan
dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) mencatat peningkatan omset sekitar 7-8%
pada tahun 2011, menjadi Rp655 triliun, dibandingkan omzet pada tahun 2010 (Rp607
triliun). Pembiayaan konsumsi dari lembaga keuangan bank juga tumbuh yakni mencapai
26,4% (yoy) pada posisi Oktober 2011, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (25,7%).
Grafik III.1
Survey Konsumen Kawasan Jakarta
Grafik III.2
Penjualan Mobil dan Alat RT
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2008 2009 2010 2011
Indeks Survei Konsumen-Kondisi Saat Ini
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Indeks Penghasilan saat ini
Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
I II III IV I II III IV I II III IV*
2009 2010 2011
%, yoy%, yoy
g.Pendaftaran Mobil Baru g.Indeks Alat RT (rhs)Sumber : CEIC dan BI diolah
Hingga akhir 2011, penyerapan anggaran relatif mengalami perbaikan. Penyerapan
belanja APBD Pemprov DKI Jakarta pada triwulan IV 2011 (sampai dengan November
2011) diperkirakan, sedikit lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada 2010.
18
Namun, secara keseluruhan kondisi ini menunjukkan pola penyerapan anggaran yang
masih terkonsentrasi di akhir tahun.
Grafik III.3
Impor Barang Modal dan Penjualan Semen Grafik III.4
Perkembangan Ekspor dan Impor Barang
-40
-20
0
20
40
60
80
100
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III IV*
2009 2010 2011
%, yoy%, yoy
g.Volum Impor Brg Modal g.Kons Semen Jkt - rhs
Sumber: CEIC, diolah
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III IV*
2009 2010 2011
%, yoy
g.Volume Impor
g.Volume Ekspor
Investasi yang cenderung terus meningkat sejak awal 2010 berlanjut hingga akhir
tahun 2011. Beberapa indikator investasi menunjukkan bahwa arah pertumbuhan terus
dalam tren meningkat. Indikator investasi bangunan dan non-bangunan seperti data
konsumsi semen dan impor barang modal hingga triwulan IV 2011 (hingga November
2011) tetap mengindikasikan peningkatan pertumbuhan yang lebih tinggi.
Kinerja ekspor hingga akhir 2011 relatif masih stabil di tengah prospek melemahnya
perekonomian negara maju. Struktur ekspor Jakarta yang cenderung terdiversifikasi ke
komoditas yang industri berbasis sumber daya alam (SDA) dalam lima tahun terakhir
dengan pasar tujuan ekspor yang juga cenderung mengarah pada negara-negara emerging
markets. Di satu sisi, hal ini dapat menopang kinerja ekspor Jakarta dari imbas
perlambatan ekonomi di negara-negara maju. Namun, di sisi lain hal ini juga
mengindikasikan adanya tantangan untuk mendorong kinerja ekspor barang-barang
yang memiliki nilai tambah lebih tinggi.
Industri pengolahan mengalami perlambatan terutama selama pertengahan tahun 2011,
akibat pasokan bahan baku yang terbatas. Pasokan bahan baku untuk industri otomotif
dan elektronik mengalami kendala akibat terjadi tsunami Jepang dan terakhir banjir di
Thailand. Ekspor industri otomotif turun pada Juli 2011 hingga akhir 2011. Meskipun
kapasitas produksi sempat meningkat pada triwulan III 2011 (kembali berada pada
kisaran 70%), untuk mengantisipasi permintaan saat Lebaran, pencapaian pertumbuhan
industri tahun 2011 berpotensi lebih rendah dari tahun 2010.
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran berpotensi tumbuh lebih tinggi dari tahun
sebelumnya didukung kuatnya permintaan konsumen. Permintaan konsumen terhadap
barang tahan lama meningkat tercermin dari tren indeks pembelian barang tahan lama
(Survei Konsumen) dan penjualan barang rumah tangga (Survei Penjualan Eceran).
Indeks konsumen menunjukkan ketetapatan konsumen dalam pembelian barang tahan
Triwulan IV 2011
19
lama meningkat 13,8% (yoy), terutama berupa alat rumah tangga, yang naik sekitar
29,2% (yoy) dibandingkan tahun 2010 (23,0%; yoy). Indikasi peningkatan sektor ini juga
terpantau dari nilai transaksi kegiatan perdagangan selama 2011 yang meningkat tinggi,
seperti Jakarta Great Sale (JGS) 2011 mencapai Rp8,7 triliun yang tumbuh 20,8% dibanding
tahun lalu dan Pekan Raya Jakarta (PRJ) yang mencatat nilai transaksi hingga Rp3,7
triliun atau lebih tinggi 19,4% dari tahun sebelumnya. Selain itu, penyelenggaraan SEA
Games di Jakarta diperkirakan mampu meningkatkan kunjungan wisatawan hingga 5,1%
mencapai 1.770 ribu orang dibandingkan tahun 2010 (1.684 ribu orang).
2012
I II III IVP IP
Pertanian 0.3 1.7 2.4 1.5 1.3 1.2 - 1.6 1.6 - 1.7 1.3 - 1.7 1.2 - 1.6
Pertambangan dan penggalian -4.3 1.5 18.5 12.6 5.7 (1.4) - (1.0) 8.9 - 9.0 2.2 - 2.6 1.0 - 1.6
Industri pengolahan 0.1 3.6 4.7 1.7 1.9 1.6 - 2.0 2.5 - 2.6 2.3 - 2.6 2.2 - 2.6
Listrik gas dan air bersih 4.6 5.6 4.1 4.7 3.5 4.2 - 4.6 4.1 - 4.2 4.0 - 4.4 4.2 - 4.6
Konstruksi 6.2 7.1 6.7 9.0 8.5 8.8 - 9.2 8.3 - 8.4 8.6 - 9.0 8.4 - 8.8
Perdagangan, hotel dan restoran 4.0 7.3 7.0 7.2 7.9 7.5 - 7.9 7.4 - 7.5 7.2 - 7.6 7.2 - 7.6
Pengangkutan dan komunikasi 15.6 14.8 14.1 14.4 13.4 13.2 - 13.6 13.8 - 13.9 13.4 - 13.7 13.6 - 14.0
Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 4.0 4.2 4.9 5.1 4.8 5.0 - 5.4 4.9 - 5.0 4.7 - 5.2 4.4 - 4.8
Jasa - jasa 6.5 6.6 6.3 6.5 7.3 6.4 - 6.8 6.6 - 6.7 6.4 - 6.8 6.4 - 6.8
JAKARTA 5.0 6.5 6.7 6.7 6.7 6.4 - 6.9 6.7 - 6.8 6.6 - 6.9 6.5 - 6.9
Sumber: BPS (diolah)P Angka perkiraan Bank Indonesia
2012P2011PWilayah/Kawasan 2009 20102011
Sektor konstruksi yang terus meningkat ditandai geliat pembangunan properti
komersial dan infrastruktur. Pembangunan properti untuk tujuan komersial di beberapa
lokasi masih melanjutkan pembangunan. Untuk properti kantor, proses penyelesaian
hingga akhir 2011 terdapat 2 gedung di kawasan SCBD dan 1 gedung di luar SCBD,
sehingga akan menambah pasokan ruang seluas 93.000 m2. Untuk properti apartemen,
sebanyak 400 unit yang akan ditawarkan pada penghujung 2011. Apartemen kelas
menengah atas mendominasi dengan proporsi 36% dari total pasokan. Untuk pertokoan
akan selesai 3 pusat perbelanjaan yang menambah pasokan 89.000 m2. Berbagai proyek
pemerintah dilaksanakan pada tahun 2011, antara lain: rehabilitasi sekolah, perbaikan
jalan rusak, pembangunan trase kering banjir kanal timur disertai pembebasan lahan
yang belum terbayar, dan pembangunan terminal. Selain itu, proyek pembangunan Jalan
Layang Non Tol (JLNT) Antasari-Blok M dan Kampung Melayu-Tanah Abang yang telah
dimulai akhir tahun 2010, perkembangannya hingga akhir tahun 2011 mencapai 50%.
Pembangunan JLNT diperkirakan akan selesai pada tahun 2012.
Sektor Keuangan diperkirakan tetap tumbuh stabil seiring dengan kegiatan
pembiayaan dan persewaan gedung yang relatif baik. Volume transaksi perdagangan
saham tumbuh membaik, tercatat -5,4% (ytd) hingga November 2011, dibandingkan
20
penurunan pertumbuhan tahun sebelumnya (-18,1%). Sementara tren penyaluran kredit
lokasi proyek di Jakarta hingga Oktober 2011, tumbuh meningkat 19,2% (yoy). Dari sisi
kegiatan persewaaan kantor kelas menengah ke atas, terdapat peningkatan. Kantor grade
A meningkat tinggi di tengah terbatasnya ruang yang tersedia. Ruang kosong yang masih
tersedia diperkirakan turun sekitar 12-13% pada akhir 2011. Para penyewa cenderung
mencari gedung baru yang umumnya memiliki kualitas dan paket penawaran yang lebih
baik seperti ruang yang luas dan fasilitas yang lebih lengkap.
B. INFLASI
Inflasi Jakarta tahun 2011 tercatat sebesar 3,97%, lebih rendah dibandingkan inflasi
tahun 2010 (6,21%). Rendahnya inflasi di Jakarta didukung oleh berbagai upaya yang
ditempuh oleh TPID Jakarta dalam menjaga pasokan dan kelancaran distribusi terutama
pada saat perayaan hari keagamaan. Selain itu, upaya pengendalian inflasi juga
dilakukan dengan mengintensifkan operasi pasar bekerja sama dengan BULOG,
penyelenggaraan pasar murah/bazar dengan mensinergikan penggunaan dana CSR
perusahaan, dan kunjungan pasar/pemantauan harga di beberapa pasar tradisional dan
pasar induk. Pencapaian inflasi yang lebih rendah didorong oleh koreksi ke bawah
komoditas makanan, sehingga kelompok bahan makanan dan makanan jadi mampu
mencatatkan tingkat inflasi lebih rendah dari tahun 2011 maupun pola historisnya, antara
lain karena kelompok bumbu-bumbuan yang terkoreksi hingga mencapai -21,87% (yoy),
seiring stabilnya pasokan ke pasar Induk Sayur Kramat Jati dan masuknya komoditas
hortikultura impor. Kelompok perumahan dan transportasi juga mampu mencatatkan
tingkat inflasi yang lebih rendah, antara lain ditunjang oleh kebijakan Bahan Bakar
Minyak bersubsidi yang ditetapkan tidak mengalami perubahan. Namun berbeda dengan
tahun 2010, inflasi tahun ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional
sebesar 3,79%, terutama terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok
transportasi. Harga beras dan transportasi yang naik lebih tinggi dibandingkan inflasi
nasional menjadi pendorong tingginya kelompok barang tersebut. Harga beras Jakarta
menjadi lebih tinggi, karena pemasok utama pasar induk beras Cipinang yaitu Kawasan
Jawa, pada tahun ini produksinya lebih rendah (berdasarkan ARAM II BPS). Sementara
itu, inflasi di kelompok transportasi didorong oleh kenaikan harga tariff angkutan antar
kota pada saat lebaran yang meningkat lebih tinggi.
Triwulan IV 2011
21
Grafik III.5
Disagregasi Inflasi Kawasan Jakarta Grafik III.6
Ekspektasi Konsumen 3 Bulan Kedepan
-10
-5
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2009 2010 2011
%,yoyDisagregasi Inflasi Wilayah Jakarta
Inflasi IHK Core
Adm Price Volatile Foods
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
100
120
140
160
180
200
220
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2009 2010 2011
%Indeks
Perubahan harga umum 3 bulan yad
Inflasi IHK kuartalan (qtq) - rhs
Sumber: Survei Keyakinan Konsumen-BI
C. ASESMEN PERBANKAN
Fungsi intermediasi perbankan di Jakarta tetap berjalan dengan baik, dengan tingkat
risiko kredit yang masih terjaga rendah. Pertumbuhan kredit hingga triwulan IV 2011
(Oktober 2011) mencapai 26,4% (yoy), meningkat dibandingkan periode tahun 2010 yang
mencapai 21,7%. Penyaluran kredit yang mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi adalah
kredit konsumsi dan kredit investasi masing-masing sebesar 23,9% (yoy) dan 27,0% (yoy),
meningkat dibandingkan periode 2010 (masing-masing sebesar 18,2% dan 13,8%). Dari
sisi struktur penyerapan, Kredit Modal Kerja mendominasi penyaluran kredit dengan
baki debet sebesar Rp533,8 triliun (porsi 51,7%). Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK)
melambat mencapai 18,2% (yoy) dibandingkan tahun 2010 (20,3%; yoy) atau secara
nominal menjadi Rp1.293,12 triliun. Dari sisi kualitas kredit yang disalurkan, rasio kredit
bermasalah di Jakarta sedikit meningkat dibandingkan tahun 2010 (2,43%; yoy), menjadi
sebesar 2,45% namun tetap berada dalam batas aman (di bawah 5%).
Grafik III.7
Perkembangan Dana Pihak Ketiga
PerbankanKawasan Jakarta
Grafik III.8
Perkembangan Kredit Perbankan Kawasan
Jakarta
0
5
10
15
20
25
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
I II III IV I II III IV I II III IV*
2009 2010 2011
Perkembangan DPK Jakarta
Posisi (Triliun Rp) Pertumb (% yoy)-rhs
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
500
600
700
800
900
1000
1100
I II III IV I II III IV I II III IV*
2009 2010 2011
Perkembangan Kredit Jakarta
Posisi (Rp Triliun) Pertumb. (%, yoy)-rhs
22
D. PROSPEK PEREKONOMIAN
Pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Jakarta diproyeksikan tetap tumbuh di atas
6%, berpotensi stabil sebagaimana tingkat pertumbuhan sebagaimana tahun 2011. Dari
sisi permintaan, penetapan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2012 mencapai
Rp1.529.150 meningkat 18,54% dari UMP tahun 2011, dapat berkontribusi pada daya beli
masyarakat. Investasi masih berpotensi meningkat seiring berlanjutnya pembangunan
infrastruktur jalan, pembangunan properti komersial, maupun sarana penunjang
transportasi massal. Hal ini akan berdampak positif terhadap capaian pertumbuhan
sektor konstruksi dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Namun pertumbuhan tahun
2012 akan menghadapi risiko belum pastinya penyelesaian krisis utang Eropa dan
ketidakpastian kondisi ekonomi Amerika, yang ditengarai akan mempengaruhi capaian
ekspor produk manufaktur Jakarta (khususnya alas kaki dan tekstil). Melambatnya
ekonomi Eropa dan Amerika akan berimbas kepada pertumbuhan sektoral melalui jalur
ekspor kepada sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dan sektor industri
pengolahan. Potensi perlambatan permintaan ekonomi global tersebut dapat diantisipasi
dengan melakukan diversifikasi pasar kepada negara-negara berkembang maupun
memperluas pangsa pasar domestik, terutama untuk produk makanan jadi ke Kawasan
Timur Indonesia yang masih dipasok oleh produk impor.
Prospek inflasi Jakarta pada 2012 diperkirakan dapat terjaga pada rentang sasaran
inflasi nasional (4,5% +/- 1%). Namun, beberapa faktor risiko tekanan harga masih
dibayangi oleh beberapa rencana penyesuaian harga administered prices, seperti kebijakan
pengendalian konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan kenaikan Tarif
Tenaga Listrik (TTL). Dari sisi volatile foodss, koreksi harga pada berbagai komoditas
hortikultura yang terjadi pada 2011 diperkirakan tertahan terutama dipengaruhi oleh
adanya pengendalian pemasukan impor hortikultura dalam rangka meningkatkan
keamanan pangan. Dalam kaitan ini, beberapa strategi untuk meminimalkan risiko
tersebut dapat ditempuh antara lain dengan mengurangi hambatan distribusi dan
peningkatan ketersediaan sarana transportasi massal, serta meningkatkan kerjasama
dengan berbagai daerah sentra pemasok pangan untuk menjaga kesinambungan pasokan
di Jakarta. Upaya untuk menjaga stabilitas harga pangan di Jakarta merupakan hal yang
sangat penting, mengingat pengaruh Jakarta dalam membentuk harga pangan di kota-
kota lainnya, terutama untuk komoditas beras dan sayur-sayuran2.
2Peran Harga Acuan Terhadap Pembentukan Harga Pangan Di Indonesia, Rahmad Hadi Nugroho, dipresentasikan pada Seminar Nasional Hasil Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, pada 8 Desember 2011
Triwulan IV 2011
23
Bab IV
Perekonomian Kawasan Jawa
A. PERTUMBUHAN EKONOMI
Kinerja perekonomian di Kawasan Jawa pada tahun 2011 diperkirakan tumbuh
mencapai 6,5% (yoy), didukung oleh meningkatnya kinerja sektor industri dan sektor
perdagangan. Namun secara triwulanan pertumbuhan ekonomi Jawa pada triwulan IV
2011 diperkirakan mengalami perlambatan sejalan dengan potensi melambatnya
konsumsi masyarakat pasca Lebaran. Selain itu, kinerja penanaman modal/investasi yang
relatif melambat turut pula menyumbang perlambatan pertumbuhan ekonomi. Dari sisi
permintaan, konsumsi masih tetap menjadi penopang utama pertumbuhan, terutama
konsumsi rumah tangga, meskipun sedikit mengalami perlambatan pasca momentum
Lebaran dan Libur Sekolah. Sedangkan investasi masih tumbuh tinggi meski melambat
dibanding triwulan sebelumnya. Sementara itu, berdasarkan sisi sektoral, sektor industri
pengolahan dan pertanian memberikan kontribusi terbesar dalam perlambatan
pertumbuhan ekonomi periode ini di Kawasan Jawa.
Tabel IV.1
Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Jawa Sisi Permintaan
S
Sumber: BPS dan Perkiraan Bank Indonesia
Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV diperkirakan tumbuh sebesar 5,6%(yoy),
melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 7,3%
(yoy). Kondisi ini mengikuti pola konsumsi masyarakat pada umumnya yang mengalami
perlambatan pasca Lebaran dan Libur Sekolah. Meskipun demikian, promosi big sale para
tenant-tenant besar di berbagai wilayah guna menyambut Natal dan Tahun Baru yang
direspon dengan baik oleh masyarakat cukup mampu menahan perlambatan kinerja
konsumsi rumah tangga dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini
mengindikasikan tingkat pendapatan masyarakat masih berada pada level yang cukup
tinggi dan bahkan mengalami perbaikan.
24
Konsumsi pemerintah pada triwulan laporan diperkirakan sedikit melambat, yaitu
dari 9,7% (yoy) menjadi 9,2% (yoy). Masih terhambatnya proses pengadaan infrastruktur
di beberapa wilayah menjadi salah satu kendala dalam proses realisasi belanja daerah di
Kawasan Jawa. Namun demikian beberapa hal yang masih dapat mendorong tingkat
realisasi belanja daerah adalah persiapan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) di
Provinsi Banten dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Investasi pada triwulan IV 2011 diperkirakan tumbuh sebesar 7,3% (yoy), lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 11,5% (yoy). Aksi wait
and see para pelaku usaha pasca isu pelaksanaan penghapusan BBM bersubsidi di tahun
2012, menjadi salah satu penyebab melambatnya kinerja investasi berupa Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB). Kondisi ini dikonfirmasi oleh melambatnya kinerja impor
barang modal dan penjualan semen di awal periode triwulan IV 2011.
Kinerja ekspor Kawasan Jawa yang diprakirakan tumbuh dari 16,3% menjadi 19,9%
(yoy) pada triwulan laporan. Masih cukup baiknya kinerja ekspor diperkirakan terutama
didukung meningkatnya transaksi perdagangan antar pulau. Sebagai sentra industri dan
produksi pertanian, berbagai pelaku usaha di Kawasan Jawa diidentifikasi menerima
kenaikan permintaan dari luar pulau dan luar negeri. Namun, volume ekspor barang-
barang manufaktur dari Jawa terlihat mulai mengalami pertumbuhan yang terbatas.
Tabel IV.2
Pertumbuhan Ekonomi Secara Sektoral Kawasan Jawa (%, yoy)
Sumber: BPS dan Perkiraan Bank Indonesia
Sektor industri pengolahan pada triwulan laporan di Kawasan Jawa diperkirakan
mengalami perlambatan dari 5,4% menjadi 4,4% (yoy). Tren ini umum terjadi mengikuti
permintaan domestik masyarakat yang mengalami perlambatan pasca mencapai
puncaknya pada saat Libur Sekolah dan Lebaran di triwulan sebelumnya. Isu
pelaksanaan pencabutan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) di awal tahun 2012, turut
memicu perlambatan kinerja sektor ini sebagai aksi wait and see pengusaha pada tingkat
konsumsi masyarakat terutama pada produk tahan lama, seperti kendaraan dan
elektronik. Kondisi ini dikonfirmasi dari hasil liaison dan Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU).
Triwulan IV 2011
25
Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) di Kawasan Jawa pada triwulan IV 2011
diperkirakan tumbuh sebesar 10,3% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan
pada triwulan sebelumnya sebesar 10,3%(yoy). Momentum Libur Sekolah dan Lebaran
merupakan puncak konsumsi masyarakat yang direspon oleh peningkatan kinerja sektor
PHR pada triwulan ini. Kondisi ini diperkirakan masih berlanjut pada triwulan IV 2011,
yang dipicu oleh momentum perayaan Natal dan Tahun Baru di akhir tahun. Selain itu
aksi promo big sale yang dilakukan oleh big tenant di kota–kota besar turut memicu
stabilnya kinerja sektor ini.
Sektor pertanian di Kawasan Jawa diperkirakan sedikit melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya, yaitu dari 0,9% menjadi 0,7% (yoy). Perlambatan kinerja sektor ini
di seluruh provinsi, kecuali Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang
diperkirakan masih mengalami panen pada 14.000 ha. Berdasarkan data dari Dinas
Pertanian, hingga November 2011, realisasi produk pertanian di Provinsi Jawa Tengah
mengalami penurunan sebesar 44,92% (yoy). Kondisi yang sama terjadi pula di Provinsi
Jawa Barat dengan kondisi yang relatif lebih baik, yaitu penurunan produksi padi pada
bulan Oktober s.d November 2011 sebesar 9,6% (yoy).
B. INFLASI
Tekanan inflasi di kawasan Jawa pada triwulan IV 2011 masih berada dalam tren
melambat, yakni dari 3,89% menjadi 3,42%% (yoy), lebih rendah dari inflasi nasional
yang mencapai 3,79% (yoy). Rendahnya realisasi inflasi di Jawa tersebut antara lain
didukung oleh berbagai upaya TPID dalam mendorong produktivitas bahan pangan
khususnya beras dan produk hortikultura (komoditas cabe dan bawang merah).
Berdasarkan komponen penyumbangnya, pelemahan tekanan inflasi paling besar berasal
dari penurunan inflasi kelompok intidan volatile foods, sementara itu kelompok
administered prices relatif stabil. Koreksi harga emas internasional yang berlangsung pada
akhir tahun ditransmisikan dengan penurunan harga emas domestik. Dari sisi volatile
foods, beberapa komoditas di sub kelompok bumbu-bumbuan menyumbang penurunan
inflasi cukup besar, sementara itu stabilnya inflasi pada kelompok administered prices
sedikit meningkat, didorong oleh kenaikan harga berbagai jenis rokok (rokok kretek,
rokok kretek filter dan rokok putih) serta kenaikan tarif angkutan udara.
26
Grafik IV.1
Perkembangan Inflasi Kawasan Jawa
Grafik IV.2
Komparasi Inflasi Kota di Kawasan Jawa
Sumber: BPS Sumber: BPS
C. ASESMEN PERBANKAN
Pada triwulan IV 2011 (sampai dengan November 2011), perkembangan perbankan di
kawasan Jawa tumbuh cukup baik yang ditunjukkan dengan pertumbuhan beberapa
indikator kinerja utama Bank Umum seperti aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan
penyaluran kredit. Penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk DPK tumbuh
sebesar 23,62% (ytd) atau 28,77% (yoy) hingga mencapai Rp669,59 triliun. Secara tahunan,
prosentase pertumbuhan DPK terbesar disumbang oleh tabungan sebesar 22,54% (yoy),
meningkat dari sebesar Rp240,79 triliun pada bulan November 2010 menjadi sebesar
Rp295,06 triliun pada Bulan November 2011. Pertumbuhan tertinggi selanjutnya adalah
pada Giro yaitu sebesar 18,62% (yoy), meningkat dari Rp106,27 triliun pada bulan
November 2010 menjadi sebesar Rp126,05 triliun pada bulan November 2011. Deposito
meningkat dari sebesar Rp209,97 triliun pada bulan November 2010 menjadi Rp235,59
triliun pada November 2011, atau tumbuh sebesar 12,21% (yoy).
Sejalan dengan peningkatan DPK, penyaluran kredit mengalami pertumbuhan sebesar
19,64% (ytd) atau 23,59% (yoy). Secara nominal, kredit di kawasan Jawa hingga
November 2011 mencapai Rp536,57 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp434,16 triliun. Dengan berbagai
perkembangan tersebut, fungsi intermediasi perbankan dapat berjalan cukup baik yang
tercermin pada terjaganya Loans to Deposit Ratio (LDR) pada kisaran 80,3%. Penyaluran
kredit perbankan di Kawasan Jawa tersebut didukung oleh peningkatan kualitas kredit
yang tercermin dari penurunan rasio non-performing loans (NPL) dari sebesar 3,03% pada
triwulan sebelumnya menjadi sebesar 2,84% pada bulan November 2011.
Triwulan IV 2011
27
Grafik IV.3
Perkembangan Aset, Kredit dan DPK
Grafik IV.4
Perkembangan NPL per Daerah
Sumber: LBU Sumber: LBU
Rata-rata tingkat akses perbankan oleh masyarakat (financial inclusion) di Kawasan
Jawa masih relatif rendah. Rasio perbandingan antara jumlah rekening DPK dan
rekening kredit terhadap jumlah penduduk masih dibawah rata-rata nasional. Rasio
jumlah rekening DPK terhadap jumlah penduduk di Jawa tercatat sebesar 39,81%, lebih
rendah bila dibandingkan dengan nasional yang tercatat sebesar 44,46%. Sementara rasio
jumlah rekening kredit terhadap jumlah penduduk hanya sebesar 9,32%, lebih rendah
bila dibandingkan dengan rasio nasional yang mencapai 15,86%. Relatif rendahnya rasio
perbandingan jumlah DPK dan kredit terhadap jumlah penduduk tersebut dapat
disebabkan oleh kurang optimalnya penetrasi perbankan dan minimnya infrastruktur
terutama untuk daerah-daerah terpencil. Optimalisasi financial inclusion masih dapat
dilakukan dengan kerjasama berbagai pihak untuk meningkatkan akses masyarakat ke
perbankan. Terkait dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah melaksanakan program
edukasi keuangan, pemetaan informasi keuangan, fasilitas intermediasi, saluran
distribusi, dan regulasi yang mendukung, terutama untuk tabungan, kredit, sistem
pembayaran, asuransi yang terkait kredit, dan produk jasa keuangan lainnya untuk
Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
Pada akhir Triwulan IV 2011 terjadi tren penurunan penyaluran kredit UMKM di
Jawa. Jumlah kredit UMKM tercatat sebesar Rp155,65 triliun, dengan pangsa/proporsi
terhadap total kredit Bank Umum yang menurun dari sebesar 32,62% pada triwulan
sebelumnya menjadi sebesar 29,01% pada bulan November 2011. Perlambatan juga terjadi
pada pertumbuhan kredit UMKM, yaitu dari 3,15% (qtq) pada triwulan sebelumnya
menjadi 7,56% (qtq) pada triwulan laporan. Akan tetapi dari segi kualitas, kredit UMKM
menunjukkan peningkatan yang tercermin dari penurunan rasio NPL dari 5,57% pada
triwulan sebelumnya menjadi 4,51% pada bulan November 2011. Penyaluran Kredit
Usaha Rakyat (KUR) wilayah Jawa pada bulan November 2011 mencapai Rp11,81 triliun,
meningkat dibandingkan dengan Triwulan III 2011 yang tercatat sebesar Rp11,77 triliun
dengan pertumbuhan sebesar 1,46% (qtq). Kualitas KUR relatif stabil dan berada di
kisaran 2,61% pada akhir periode laporan.
28
D. PROSPEK PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa tahun 2012 diperkirakan akan tumbuh di
kisaran 6,3% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan 2011. Beberapa faktor yang
diperkirakan akan mendorong pertumbuhan di kawasan ini antara lain bersumber dari
stabilnya konsumsi masyarakat seiring dengan meningkatnya pendapatan riil dan kinerja
investasi yang diperkirakan meningkat sejalan dengan adanya potensi penurunan suku
bunga. Kinerja konsumsi masyarakat yang relatif stabil ini diyakini akan mendorong
pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa pada triwulan I 2012 yang diproyeksikan tumbuh
stabil pada kisaran 6,25%–6,75% (yoy). Sementara itu, berdasarkan hasil liaison, investasi
juga diperkirakan mengalami peningkatan, pasca munculnya respon positif masyarakat
dalam menanggapi pengumuman penghapusan subsidi BBM di bulan April 2012.
Kekhawatiran akan menurunnya konsumsi masyarakat pada barang tahan lama, seperti
mobil dan elektronik, diperkirakan tidak terjadi, karena masih baiknya pendapatan
masyarakat di sepanjang tahun 2012. Sementara itu, perlambatan perekonomian global
sebagai dampak melemahnya ekonomi Amerika dan Eropa yang diperkirakan masih
akan terjadi, yang diperkirakan berpengaruh pada kinerja ekspor di Jawa. Dari sisi
sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada awal tahun diperkirakan meningkat, seiring
dengan berlangsungnya puncak panen raya pada triwulan I 2012 (dengan asumsi tidak
ada gangguan cuaca). Meski terpengaruh oleh pelemahan permintaan global, sektor
industri diyakini masih tumbuh cukup tinggi, didorong oleh stabilnya konsumsi rumah
tangga, sedangkan sektor PHR diperkirakan relatif stabil. Di sisi lain, terdapat risiko dari
kondisi krisis keuangan global dan kemungkinan akan terjadinya resesi di Eropa yang
akan berpengaruh terhadap penurunan ekspor.
Inflasi Kawasan Jawa tahun 2012 diperkirakan terkendali pada kisaran sasaran inflasi
nasional. Risiko kenaikan inflasi volatile foodss bersumber dari adanya ketidakpastian
iklim yang berpotensi mengganggu produksi dan distribusi, terutama bahan pangan
yang mudah rusak oleh anomali cuaca, sehingga harga bahan pangan berpotensi
meningkat. Dari sisi kebijakan administered prices, kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan
cukai serta pemberlakukan pembatasan BBM bersubsidi diperkirakan dapat memberi
tekanan terhadap kenaikan inflasi di Kawasan Jawa.
Triwulan IV 2011
29
Bab V
Perekonomian Kawasan Timur Indonesia
A. PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada tahun 2011 diperkirakan tumbuh
melambat dibanding 2010. Melambatnya pertumbuhan ekonomi KTI terutama
disebabkan oleh kontraksi sektor pertambangan antara lain akibat aksi demonstrasi dan
adanya kendala teknis yang dialami beberapa perusahaan tambang besar. Meskipun
demikian, pada triwulan IV 2011 perekonomian KTI terindikasi kembali membaik seiring
dengan penyelesaian beberapa kendala di sektor pertambangan.
Dari sisi permintaan, konsumsi KTI pada triwulan IV 2011 mencatatkan pertumbuhan
yang meningkat. Kondisi ini dipicu salah satunya oleh peningkatan daya beli masyarakat
yang bersumber dari kenaikan harga komoditas perkebunan tahun 2011 yang jauh lebih
baik dibandingkan 2010, serta didorong oleh faktor musim liburan akhir tahun untuk
anak sekolah dan peak season kunjungan wisatawan mancanegara. Hal tersebut
diindikasikan dari penyaluran kredit konsumsi berdasarkan lokasi proyek yang tumbuh
signifikan, yaitu sebesar 48,36% (yoy) dengan kredit yang dikucurkan sebesar Rp130,63
triliun. Hasil Survei Konsumen (SK) juga menunjukkan masih tingginya optimisme
konsumen terhadap kondisi perekonomian (indeks sebesar 119,62).
Grafik V.1
Indeks Tendensi Konsumen KTI
Grafik V.2
Indeks Keyakinan Konsumen KTI
104.16
107.24
111.00109.81
100
102
104
106
108
110
112
I II III IV*
ITK, %
0
20
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2010 2011
30
Grafik V.3
Kredit Konsumsi KTI
Grafik V.4
Kredit Investasi KTI
0
10
20
30
40
50
60
0
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
I II III IV I II III IV*
2010 2011
Kredit Konsumsi
g kredit konsumsi - (RHS)
Rp Milyar %, yoy
0
10
20
30
40
50
60
0
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
I II III IV I II III IV*
2010 2011
Kredit Investasi g kredit investasi - (RHS)
Rp Milyar %, yoy
Investasi di KTI diprakirakan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi mencapai
8,14% (yoy), meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh hingga 9,72% (yoy). Pertumbuhan investasi yang masih tinggi ini tercermin dari
tingginya kredit investasi (berdasarkan lokasi proyek) yang tercatat sebesar Rp83,86
triliun, meningkat 51,43% (yoy). Selain itu, maraknya proyek pembangunan infrastruktur
baik jalan raya, bandara, pembangkit listrik, serta pembangunan properti baik oleh
pemerintah dan swasta di ketiga wilayah di KTI turut berkontribusi pada pertumbuhan
di sektor ini. Beberapa proyek bahkan bersifat multiyears, antara lain: renovasi bandara
(Ngurah Rai dan Supadio3), pembangunan jalan tol Sanggaran-Nusa Tenggara di Bali;
pembangunan hotel di NTT; pembangunan Jembatan Tayan yang menghubungkan
Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah4; serta pembangunan listrik dan pabrik semen
Tonasa V di Sulawesi. Namun demikian, faktor eksternal seperti bencana alam di Provinsi
Maluku Utara, mogok kerja buruh di perusahaan pertambangan di Provinsi Papua,
diperkirakan turut mempengaruhi aktivitas investasi para pelaku usaha di beberapa
sektor.
Pada triwulan laporan, ekspor KTI diperkirakan tumbuh 8,59% (yoy), meningkat dari
triwulan sebelumnya yang mencapai 8,05% (yoy). Peningkatan aktivitas ekspor terutama
terjadi pada komponen ekspor antar daerah khususnya untuk komoditas industri seperti
tepung terigu, semen, dan BBM seiring meningkatnya kebutuhan/konsumsi masyarakat
di akhir tahun. Sementara itu untuk ekspor luar negeri, volume ekspor hingga November
2011 tercatat sebesar 361,59 juta ton atau meningkat 22,28% dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya, sedangkan nilai ekspor mencapai USD39,10 miliar atau
meningkat 29,74% (yoy). Meningkatnya ekspor terutama bersumber dari kenaikan ekspor
komoditas batu bara yang tumbuh 48,96% (yoy), yang didorong oleh naiknya permintaan
ekspor terutama dari China.
3Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, nilai investasi renovasi Bandara Supadio mencapai Rp390 M. 4Nilai investasi pembangunan Jembatan Tayan mencapai Rp575 M.
Triwulan IV 2011
31
Grafik V.5
Perkembangan Nilai Ekspor KTI
Grafik V.6
Perkembangan Volume Ekspor KTI
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2010 2011
Nilai Ekspor KTI g nilai ekspor - (RHS)
Juta US %, yoy
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
2010 2011
Ekspor (Ribu Ton) g_yoy
Dari sisi penawaran, sektor pertanian diperkirakan mampu tumbuh positif di triwulan
IV 2011 sebesar 3,88% (yoy), meningkat dibanding periode sebelumnya yang mencapai
3,79% (yoy). Seluruh wilayah KTI pertumbuhan sektor pertanian mengalami
peningkatan, kecuali Balnustra yang mengalami penurunan (dari 2,59% di triwulan III
menjadi 1,16% (yoy)). Namun secara umum pertumbuhan di sektor ini cukup baik,
terutama disebabkan oleh peningkatan kinerja subsektor perkebunan, yang didorong oleh
meningkatnya kebutuhan produk kelapa sawit dan panen raya kakao. Meskipun curah
hujan mulai meninggi, namun tingkat produksi CPO masih tetap dijaga untuk memenuhi
permintaan dunia yang meningkat seiring masuknya musim dingin. Produksi dan luas
panen tanaman bahan makanan juga relatif meningkat, terutama untuk padi dan jagung
seiring lebih kondusifnya cuaca tahun ini dibandingkan tahun 2010.
Grafik V.7
Produksi Beras KTI
Grafik V.8
Luas Lahan Panen Beras KTI
0
1 000
2 000
3 000
4 000
5 000
6 000
7 000
Jan-Apr Mei-AgtSep-Des Jan-Apr Mei-AgtSep-Des Jan-Apr Mei-AgtSep-Des
2009 2010 2011
KTI Balnustra Kalimantan SulampuaRibu Ton
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
Jan-Apr Mei-Agt Sep-Des Jan-Apr Mei-Agt Sep-Des Jan-Apr Mei-Agt Sep-Des
2009 2010 2011
KTI Balnustra Kalimantan Sulampua
Ribu Ha
Sektor pertambangan diperkirakan mulai mampu tumbuh positif sebesar 0,19% (yoy)
setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan pada sektor
pertambangan terutama disebabkan oleh meningkatnya kapasitas produksi batu bara dan
bijih besi pertambangan di Kalimantan karena realisasi investasi perusahaan yang tepat
waktu. Permintaan batu bara juga meningkat karena naiknya permintaan dari China
untuk pemenuhan triwulan I 2012 akibat kapasitas produksi lokal tidak mampu
memenuhi permintaan. Tingginya selisih harga batu bara lokal China dan impor dari
Indonesia yang cukup besar juga turut mendorong kecenderungan permintaan impor
32
dari negara tersebut, yang juga didukung oleh faktor cuaca yang kondusif yang
menyebabkan lancarnya distribusi produk. Saat ini harga internasional batu bara juga
berada masih relatif tinggi sehingga mendorong akselerasi produksi oleh perusahaan-
perusahaan tambang. Sementara itu kinerja tambang di Sulampua dan Balnustra tetap
mengalami kontraksi yang sebagai akibat masih terjadinya kendala produksi akibat
demonstrasi yang diperkirakan terselesaikan pada Desember 2011 (PT Freeport),
perluasan fase tambang yang mengakibatkan belum normalnya produksi (PT Newmont
Nusa Tenggara), dan kerusakan Tanur 1 dan 2 yang mengganggu produksi nikel (PT
Inco).
Grafik V.9
Konsentrat Tembaga dan Emas PT Freeport
(Dry MT)
Grafik V.10
Produksi Batu bara
-40%-35%-30%-25%-20%-15%-10%-5%0%
-
50
100
150
200
250
300
apr
mei
jun jul
agt
sep
okt
nop des jan
feb
mar
apr
mei
Jun
i
Juli
Agt
2011
Produksi tembaga dan emas Growth (y.o.y) (rhs)
Ribu Ton
-0.6
-0.5
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
-
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
Produksi Batubara (ton) Growth (yoy)Ton %, yoy
Grafik V.11
Konsentrat Tembaga dan Emas PT Newmont
Nusa Tenggara
(100)
(50)
-
50
100
150
200
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
I II III IV I II III IV I II III
2009 2010 2011
WMT (ton) PEB (USD .000)
g-prod (%,yoy)-rhs
Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) tumbuh 9,26% (yoy), meningkat
dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 8,56% (yoy), dan memberikan
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi mencapai 1,44%. Meningkatnya kinerja
sektor ini didukung oleh peningkatan aktivitas MICE (Meetings, Incentives, Conferences,
and Exhibition) baik skala nasional maupun internasional terutama di Provinsi Bali, NTB,
dan Sulawesi Selatan; meningkatnya kunjungan wisatawan domestik dan internasional;
serta tingginya aktivitas perdagangan di akhir tahun berkaitan dengan meningkatnya
daya beli dan konsumsi masyarakat seiring tren meningkatnya harga komoditas
perkebunan di 2011 yang jauh lebih baik dibandingkan 2010 (khususnya di Kalimantan
Triwulan IV 2011
33
karena booming CPO dan Karet). Meningkatnya aktivitas perdagangan dikonfirmasi dari
meningkatnya Indeks Penjualan Riil di Sulampua sebesar 6,27%. Jumlah kunjungan
wisman secara kumulatif s.d November 2011 mencapai 2,62 juta orang, meningkat 9,22%
(yoy) dengan tingkat penghunian kamar hotel di KTI pada posisi November juga berada
di level moderat, dengan rata-rata mencapai 54,28%.
Grafik V.12
Jumlah Wisatawan Mancanegara di KTI
Grafik V.13
Tingkat Hunian Hotel KTI
0
5
10
15
20
25
0
50
100
150
200
250
300
350
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2010 2011
Kunjungan Wisman
g wisman (RHS)
Ribu Orang %, yoy
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2010 2011
TPK (%)
B. INFLASI
Laju inflasi KTI pada triwulan IV 2011 tercatat sebesar 4,21% (yoy), lebih rendah
dibanding triwulan sebelumnya yang 4,64% (yoy). Cenderung menurunnya inflasi KTI
tersebut antara lain didukung oleh upaya Pemerintah Daerah berdasarkan rekomendasi
dari TPID untuk memperbaiki infrastruktur transportasi, seperti perbaikan infrastruktur
pelabuhan dan jalan. Hal ini cukup strategis mengingat pasokan bahan pangan KTI masih
sangat tergantung dari luar daerah. Melambatnya tekanan inflasi terjadi di seluruh
wilayah di KTI, dengan inflasi terendah di Wilayah Sulampua (2,92%; yoy). Kondisi ini
didukung oleh masih stabilnya komoditas bahan pangan pokok akibat terjaganya
pasokan. Komoditas pangan strategis seperti padi-padian (beras), ikan diawetkan, dan
buah-buahan memang mulai mengalami peningkatan harga namun masih tetap
diimbangi dengan penurunan harga komoditas lain terutama bumbu-bumbuan, sehingga
inflasi masih tertahan di level rendah. Peningkatan kapasitas dan pengalihan pasar
industri pengolahan CPO ke pasar domestik mengakibatkan pasokan minyak goreng
masyarakat terjaga yang didukung dengan lancarnya distribusi barang antar pulau juga
mengakibatkan minimnya kendala pasokan. Tren meningkatnya kunjungan wisatawan
yang terjadi di akhir tahun juga belum mengakibatkan shock dari sisi permintaan.
34
Grafik V.14
Perkembangan Inflasi KTI (yoy)
Grafik V.15
Disagregasi Inflasi KTI
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
KTI Nasional
Kalimantan Sulampua
Balnust ra
%, yoy
-5
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
KTI Core Inf lat ion
Volat ile Food Administered Price
%, yoy
Grafik V.16
Perkembangan Harga di KTI (komoditas dengan harga stabil atau turun)
7,000
8,000
9,000
10,000
11,000
12,000
13,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2010 2011
Banjarmasin Denpasar Makassar
Rp / Kg
8,000
9,000
10,000
11,000
12,000
13,000
14,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2010 2011
Banjarmasin Denpasar Makassar
Rp / Kg
8,000
18,000
28,000
38,000
48,000
58,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2010 2011
Banjarmasin Denpasar Makassar
Rp / Kg
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2010 2011
Banjarmasin Denpasar Makassar
Rp / Kg
Perkembangan inflasi secara triwulanan (qtq) juga menunjukkan terjadinya
penurunan. Inflasi triwulanan KTI di triwulan IV 2011 tercatat sebesar 0,58% (qtq), lebih
rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 1,63% (qtq). Melambatnya tekanan
inflasi didorong oleh turunnya tekanan permintaan pasca perayaan hari raya keagamaan.
Laju inflasi juga lebih rendah dibanding triwulan yang sama tahun 2010 yang tercatat
mencapai 0,99% (qtq). Beberapa faktor yang mempengaruhi inflasi antara lain, curah
hujan yang mulai meningkat yang mengakibatkan mulai terganggunya produksi, dan
bencana alam seperti meletusnya Gunung Gamalama di Ternate, Maluku Utara.
Perkembangan Harga Beras Perkembangan Harga Minyak Goreng
Perkembangan Harga Cabe Merah Perkembangan Harga Bawang Merah
Triwulan IV 2011
35
Apabila dilihat secara lebih terperinci di tingkat provinsi, dari 17 provinsi hanya 5
yang mencatatkan inflasi lebih rendah dari nasional. Provinsi dengan inflasi terendah
adalah Sulawesi Utara (0,67%; yoy), diikuti Papua Barat (1,45%; yoy). Sementara itu,
provinsi dengan inflasi tertinggi tercatat di NTB (6,55%; yoy) dan Kalimantan Timur
(6,35%; yoy). Rendahnya inflasi di Sulawesi Utara antara lain dipengaruhi oleh
dilakukannya diversifikasi pangan di provinsi tersebut. Sementara itu, inflasi Papua Barat
yang lebih rendah dari rata-rata 3 tahun terakhir (12%) dipengaruhi oleh tingkat harga di
Provinsi tersebut juga sudah relatif tinggi yang diindikasikan dengan IHK mencapai
145,43 dan merupakan yang tertinggi di KTI. Dengan demikian, peningkatan harga
dengan besaran yang sama akan tercatat dalam presentase yang lebih kecil. Selain itu,
pasokan komoditas dari luar Papua Barat juga lebih lancar dengan bertambahnya shipping
company menjadi 2 perusahaan sejak pertengahan 2010. Pertambahan perusahaan kargo
tersebut diperkirakan berimbas pada penurunan ongkos transpor komoditas yang
didatangkan dari provinsi lain.
C. ASESMEN PERBANKAN
Aset perbankan (Bank Umum) KTI tumbuh 25,80% (yoy), sedikit meningkat dari
pertumbuhan aset triwulan sebelumnya yang mencapai 25,75% (yoy), dengan total aset
mencapai Rp418,39 triliun (posisi November 2011). Perluasan jaringan perbankan
selama triwulan laporan melalui pembukaan kantor bank baru ataupun perluasan
jaringan kantor bank yang sudah eksis di KTI menyebabkan aset perbankan di KTI
tumbuh positif. Kegiatan penghimpunan dana masyarakat oleh bank yang tercermin
dalam Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan yang meningkat, dari 23,52%
(yoy) menjadi 25,10% (yoy), dengan dana yang dihimpun mencapai Rp315,54 triliun.
Peningkatan pertumbuhan terutama terjadi pada jenis tabungan yang meningkat dari
23,49% (yoy) menjadi 24,24% (yoy). Giro juga meningkat dari 23,12% menjadi 30,16%,
sementara Deposito sedikit melambat dari 23,92% menjadi 22,35% (yoy).
36
Tabel V.1
Perkembangan Perbankan KTI
I II III IV I II III IV*
Asset (Rp Triliun) 288.48 313.46 324.82 341.59 357.39 382.80 408.47 418.39
g Asset (%,yoy) 31.08 31.53 35.76 34.70 23.89 22.12 25.75 25.80
DPK (Rp Triliun) 228.05 241.36 248.66 260.08 272.06 288.62 307.15 315.54
g DPK (%, yoy) 5.61 13.08 14.85 16.12 19.30 19.58 23.52 25.10
Giro 56.92 62.49 61.46 51.98 66.62 72.50 75.67 77.34
Tabungan 105.62 110.93 117.62 137.71 130.76 137.11 145.26 151.36
Deposito 65.51 67.93 69.58 70.39 74.68 79.01 86.22 86.84
Kredit (Rp Triliun) 167.90 183.36 195.41 209.62 219.75 237.74 251.52 258.71
g Kredit (%,yoy) 18.98 24.76 27.00 29.19 30.88 29.66 28.71 27.38
Modal Kerja 62.61 68.17 72.26 78.28 79.53 86.16 91.31 91.92
Investasi 26.49 29.46 32.14 36.50 38.75 43.66 47.84 50.77
Konsumsi 78.81 85.73 91.01 94.84 101.47 107.92 112.36 116.02
Kredit UMKM (Rp Triliun) 70.83 77.74 70.08 74.00 79.16 83.65 89.05 91.71
g Kredit UMKM (%,yoy) 11.77 7.60 27.07 25.04
Share UMKM (%) 42.18 42.40 35.86 35.30 36.02 35.19 35.40 35.45
Kredit Lok. Proyek (Rp Tril.) 203.95 224.79 237.37 233.77 271.01 289.54 310.61 329.98
LDR Lokasi Bank (%) 73.63 75.97 78.58 80.60 80.77 82.37 81.89 81.99
LDR Lokasi Proyek (%) 89.43 93.14 95.46 89.88 99.61 100.32 101.13 104.58
NPL (%) 2.72 2.45 2.53 2.26 2.63 2.63 2.59 2.47
NPL UMKM (%) 3.68 3.41 3.70 3.45 4.03 4.24 4.03 3.75
2010 2011Komponen
Sumber: LBU Bank Umum, Bank Indonesia
Keterangan : *) Angka November 2011
Kegiatan penyaluran kredit oleh perbankan di KTI tumbuh sebesar 27,38% (yoy),
sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 28,71% (yoy).
Realisasi kredit yang disalurkan (berdasarkan lokasi bank) mencapai Rp258,71 triliun,
sedangkan kredit berdasarkan lokasi proyek mencapai Rp329,98 triliun (tumbuh 43,95%,
yoy). Di sisi lokasi bank, pertumbuhan Kredit Modal Kerja dan investasi sedikit
melambat, namun demikian pertumbuhannya masih terbilang sangat tinggi. Kredit
berpotensi tumbuh lebih tinggi apabila realisasi belanja modal pemerintah daerah dapat
lebih optimal.
Kredit Modal Kerja tumbuh sebesar 22,47% (yoy), sedikit melambat dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 26,37% (yoy). Melambatnya pertumbuhan diakibatkan oleh
penurunan pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor industri dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, dengan penurunan kredit utamanya terjadi untuk industri karet
(crumb rubber). Penurunan tersebut diindikasikan terjadi seiring dengan lesunya kegiatan
perkebunan karet akibat harga internasional yang cenderung melemah, dan permintaan
produk industri juga cenderung turun yang mengakibatkan penyaluran kredit baru
cenderung minim. Penurunan juga terjadi untuk industri mesin pertambangan,
penggalian dan konstruksi terkait dengan manajemen perusahaan yang fokus dalam
Triwulan IV 2011
37
belanja modal pada triwulan II dan III, sehingga pencairan Kredit Modal Kerja cenderung
dilakukan pada awal tahun.
Kredit investasi masih mampu tumbuh tinggi sebesar 45,21% (yoy), meskipun sedikit
melambat dari triwulan sebelumnya yang mencapai 48,34% (yoy). Tingginya
penyaluran kredit berkaitan dengan pembiayaan pabrik pengolahan CPO di Provinsi
Kalimantan Tengah, serta pembangunan Pabrik Semen Tonasa di Provinsi Sulawesi
Selatan. Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh sebesar 24,65% (yoy), meningkat dari
triwulan sebelumnya yang mencapai 23,47% (yoy), terutama untuk mendukung
pembiayaan konsumsi seperti pinjaman multiguna, Kredit Kepemilikan Rumah (KPR),
dan Kredit Kendaraan Bermotor.
Dari sisi kualitas kredit yang disalurkan, rasio kredit bermasalah atau non-performing
loans (NPL) di KTI masih terjaga di level rendah, yaitu sebesar 2,47%. Rasio tersebut
menurun dari triwulan sebelumnya yang berada di level 2,59%. Dilihat dari masing-
masing wilayah, rasio NPL tertinggi berada di Sulampua (3,01%), diikuti Kalimantan
(2,10%) dan Balnustra (1,90%). Provinsi dengan rasio NPL tertinggi adalah Sulawesi Barat
dengan rasio mencapai 4,55%, sedangkan Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan
rasio NPL terendah yang hanya sebesar 1,17%.
Penyaluran kredit produktif untuk UMKM di KTI tumbuh 25,04% (yoy), sedikit
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 27,07% (yoy).
Sedikit melambatnya pertumbuhan diakibatkan oleh perlambatan pertumbuhan kredit
UMKM terkait dengan real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan yang menurun
dari 56,27% di triwulan III menjadi 36,53% (yoy) pada triwulan IV 2011. Sementara itu,
KUR sebagai salah satu skim kredit UMKM tumbuh pada level yang sangat tinggi, yaitu
sebesar 58,96% (yoy) pada triwulan IV. Sedikit lebih rendah dibanding triwulan
sebelumnya yang mencapai 68,11% (yoy).
Perkembangan perbankan syariah terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan.
Aset tumbuh 41,62% yoy), dengan DPK dan Pembiayaan tumbuh masing-masing sebesar
42,55% dan 48,37% (yoy). Pengembangan perbankan syariah di KTI juga memiliki
prospek pembiayaan yang sangat tinggi, tercermin dari Fund Deposit Ratio (berdasarkan
lokasi bank) yang mencapai 120,09%. Seiring dengan pertumbuhan pembiayaan, non-
performing funds (NPF) juga masih terjaga di level rendah mencapai 3,25%. Namun
demikian, perlu dilakukan penerapan lebih lanjut prinsip kehati-hatian bank karena NPF
tersebut lebih tinggi dari bank konvensional.
38
D. PROSPEK PEREKONOMIAN
Pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi KTI diperkirakan tumbuh meningkat dan
berpotensi berada di kisaran 5,9% (yoy). Di sisi permintaan, pertumbuhan terutama
akan didorong oleh investasi dan ekspor, seiring dengan masih kuatnya permintaan baik
untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun luar negeri yang didukung oleh
produktivitas yang mengalami peningkatan. Sementara di sisi penawaran, meningkatnya
kinerja sektor utama yaitu pertanian, pertambangan, dan industry pengolahan
diperkirakan akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di KTI. Di sektor pertanian,
produksi tanaman bahan makanan diperkirakan meningkat pada level moderat seiring
dengan implementasi program pengembangan sarana produksi pertanian, antara lain
perbaikan sarana irigasi dengan alokasi dana APBN. Sementara di sektor pertambangan,
pertumbuhan terutama didukung oleh masih kuatnya permintaan baik dari dalam negeri
maupun global, di tengah optimisme membaiknya produksi pasca demonstrasi pekerja
tambang di Papua. Khusus untuk komoditas batu bara, produksi diperkirakan cenderung
meningkat yang diindikasikan dari optimisme perusahaan tambang besar di Kalimantan
dalam menargetkan produksi pada 2012 dan melakukan kontrak penjualan jangka
panjang. Selain itu, permintaan domestik terhadap batu bara diperkirakan meningkat
untuk kebutuhan pasokan PLN dan PLTU, sedangkan permintaan global juga masih baik
karena negara mitra dagang utama, yaitu China dan India, masih membutuhkan pasokan
batu bara dalam jumlah besar untuk kebutuhan setempat5.
Inflasi KTI pada triwulan I 2012 diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan tahun
2011. Pada 2012, inflasi KTI dihadapkan pada potensi meningkatnya harga komoditas
strategis dengan laju diatas nasional. Permasalahan terkait masih tingginya harga beras
dan potensi terjadinya gangguan distribusi diperkirakan memengaruhi capaian inflasi
KTI. Selain itu, harga komoditas pangan strategis lainnya terutama bumbu-bumbuan
telah menyentuh level yang sangat rendah pada 2011, diperkirakan ruang untuk
penurunan harga lebih lanjut menjadi terbatas.
Tabel V.2
Perkembangan dan Proyeksi Inflasi KTI
2012
I II III IV I II III IV I*
Balnustra 4.56 7.17 8.19 9.05 8.03 6.75 5.04 4.85 4.23
Kalimantan 5.36 6.23 7.74 8.15 7.65 7.46 5.99 5.34 5.82
Sulampua 3.31 4.81 6.91 6.39 6.24 6.37 3.26 2.92 4.00
KTI 4.32 5.79 7.47 7.56 7.11 6.86 4.64 4.21 4.74
2011Wilayah
2010
5Membaiknya permintaan juga terkonfirmasi oleh adanya kontrak penjualan batu bara ke China, Eropa, dan Korea unruk jangka waktu 3 tahun ke depan.
Triwulan IV 2011
39
Namun, program perbaikan Sarana Produksi Pertanian (Saprodi) yang dilakukan oleh
pemerintah diperkirakan dapat menahan laju inflasi lebih lanjut. Beberapa komoditas
utama yang menjadi sasaran program tersebut antara lain: beras (melalui optimalisasi
irigasi untuk mendukung konservasi air dan antisipasi anomali cuaca serta peningkatan
pencetakan luas lahan baru); minyak goreng (melalui peningkatan kapasitas produksi
pengolahan CPO dan pembangunan pabrik pengolahannya); dan gula pasir (melalui
pemberian ijin penggunaan Gula Rafinasi, dengan supplier utama berasal dari Makassar
sehingga ketergantungan pasokan – khususnya dari Jawa Timur – dapat diminimalisir).
40
Halaman ini sengaja dikosongkan
Triwulan IV 2011
41
PENULIS & KONTRIBUTOR
Tim Kajian Ekonomi Regional dan Inflasi, Biro Kebijakan Moneter
Kantor Bank Indonesia Padang
Kantor Bank Indonesia Surabaya
Kantor Bank Indonesia Denpasar
Recommended